Anda di halaman 1dari 8

Materi Modul 1.

4 Budaya Positif

Ki Hajar Dewantara mengumpamakan sekolah sebagai sebuah ladang


tempat persemaian bibit, agar bibit bisa perkembang secara maksimal
maka petani dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara bibit tanaman,
memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang
mengganggu hidup bibit tanaman dan lain sebagainya.” Dari uraian
tersebut, kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah
tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi
lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-
hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik
sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

Salah satu cara yang dilakukan guru dalam membantu siswa tumbuh
maksimal mempunyai karakter profil pelajar Pancasila adalah dengan
membangun budaya positif yang berpihak pada murid, membangun
keyakinan atau visi sekolah yang menumbuhkan dan mengembangkan
budaya positif. Dalam mewujudkan budaya positif perlu adanya disiplin
positif. Mari kita bahas tentang konsep disiplin positif dan motivasi
melakukan disiplin positif dalam budaya positif

1. Konsep Disiplin Positif dan Motivasi

a. Makna Disiplin Positif

Disiplin banyak orang yang memaknai sebagai sesuatu yang


dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan
dan memiliki kecenderungan ketidaknyamanan serta sering
dihubungkan dengan tata tertib yang berkaitan dengan sanksi dan
hukuman bagi yang melanggarnya.

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa untuk mewujudkan


murid yang merdeka, murid harus memiliki disiplin yang kuat yang
berasal dari dirinya ataupun berasal dari luar diri. Yang dinyatakan
dalam bukunya yaitu pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap
Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470 yang berbunyi “dimana
ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat”. Sungguhpun
disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan
kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita
tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain
mendisiplin diri kita, dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam
suasana yang Merdeka.

Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: mardika


iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa
amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari
perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline,
2001. menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi
dengan disiplin diri dari murid-murid yang dapat membuat seseorang
menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang
dihargai dan bermakna. bagaimana cara kita mengontrol diri, dan
bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada
nilai-nilai yang kita hargai. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki
disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-
nilai kebajikan universal.

Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa murid yang


memiliki disiplin positif akan memiliki motivasi internal yang tinggi
dalam mengusai diri untuk melakukan Tindakan yang sesuai dengan
nilai-nilai kebajikan universal. Sebagai pendidik tugasnya adalah
membimbing siswa untuk memiliki disiplin diri yang berasal dari dirinya
sendiri. Siswa dalam melakukan disiplin positif tidak terlepas dari
motivasi yang ingin dicapai oleh siswa itu sendiri, berikut 3 Motivasi
Perilaku Manusia

b. Motivasi Perilaku Manusia

Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School


Discipline, menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia yaitu

1) Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman


2) Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
3) Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri
sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Dari ketiga motivasi prilaku manusia dalam mewujudkan disiplin


positif yang harus ditanamkan dalam murid-murid adalah motivasi yang
nomer 3 karena dengan memiliki motivasi tersebut, mereka telah
memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi
yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau
hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai
kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi
nilai-nilai yang mereka hargai.

2. Keyakinan Kelas

Setiap tindakan atau perilaku yang


kita lakukan di dalam kelas dapat
menentukan terciptanya sebuah
lingkungan positif. Perilaku warga kelas
tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang
akhirnya membentuk sebuah budaya
positif. Dalam mewujudkan prilaku
warga sekolah yang memiliki budaya positi hal pertama perlu diciptakan
dan disepakati adalah membuat keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip
dasar bersama di antara para warga kelas untuk mendapatkan nilai-nilai
kebajikan yang disepakati Bersama.

Berikut adalah cara pembuatan keyakinan kelas

a. Keyakinan kelas hendaklah bersifat lebih ‘abstrak’


b. Keyakinan kelas dituliskan berupa pernyataan-pernyataan universal.
c. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
d. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah
diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
e. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di
lingkungan sesuai dengan kondisinya
f. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan
keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
g. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu

3. Kebutuhan Dasar Manusia

Seluruh tindakan manusia memiliki


tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan
adalah usaha terbaik kita untuk
mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika
kita mendapatkan apa yang kita inginkan,
sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi
satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar
kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup
(survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom),
kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan
suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau
melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal
memenuhi kebutuhan dasar mereka.

4. Posisi Kontrol

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School


Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali
penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah
telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid,
bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada
teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi
kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam
melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum,
Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.

5. Segitiga Restitusi

Restitusi Sebuah Cara


Menanamkan disiplin positif
Pada Murid Restitusi adalah
proses menciptakan kondisi
bagi murid untuk memperbaiki
kesalahan mereka, sehingga
mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih
kuat (Gossen; 2004) Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang
mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu
murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan
bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen,
1996). Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin
positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya
bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain
atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi
orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.
Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya,
kita memiliki motivasi intrinsik. Melalui restitusi, ketika murid berbuat
salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid
untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan
untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga
dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan
orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol
William Glasser tentang solusi menang-menang.

Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan


program disiplin lainnya.
Pembelajaran Sosial dan Emosional

Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk membantu


mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri yang berperan sebagai
guru dan dapat menerapkan pembelajaran sosial emosional guna
mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang
terkoordinasi antara berbagai pihak komunitas sekolah.

Ada 5 Pembelajaran sosial dan emosional yang berdasarkan kerangka


kerja CASEL yaitu:

1. Kesadaran diri (pengenalan emosi)


Adalah kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-
nilai diri sendiri dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam
berbagai situasi dan konteks kehidupan.
2. Manajemen diri (pengenalan emosi dan focus)
Adalah kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran dan perilaku
diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan
dan aspirasi.
3. Kesadaran sosial (empati)
Adalah kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat
berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar
belakang, budaya dan konteks yang berbeda-beda.
4. Keterampilan berelasi (kemampuan kerjasama dan resolusi konflik)
Adalah Kemampuan untuk membangun dan mempertahankan
hubungan yang sehat dan suportif.
5. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
Adalah kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan
membangun yang berdasarkan atas kepedulian, kapasitas dalam
mempertimbangkan standar etis dan rasa aman dan untuk
mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam
tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis diri sendiri,
masyarakat dan kelompok

Pembelajaran social dan emosional didasarkan dari kesadaran penuh


(mindfulness).

Kesadaran penuh dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika


seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat
sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan hati
(compassion).

Tindak lanjut dari pembelajaran social dan emosional adalah membantu


anak mengelola apa yang ada dalam diri mereka dan meningkatkan
pembelajaran dengan melatih perhatian. Sesuai dengan tujuan pendidikan
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan hanya
menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat anak agar mereka
dapat memperbaiki lakunya sehingga mereka mendapat kebahagian sebagai
anggota masyarakat.

Dalam menuntun tumbuhnya kekuatan kodrat anak, seorang guru harus


mampu menerapkan pembelajaran sosial emosional sehingga guru dapat
mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon
tingkah/perbuatan murid. Guru dapat meningkatkan kemampuan dalam
merespon secara lebih baik agar kompetensi sosial dan emosional murid
berkembang.

Saat kompetensi sosial dan emosional murid berkembang, maka aspek


akademik mereka pun akan berkembang. Mengabaikan perkembangan
sosial dan emosional akan berdampak buruk bagi akademik. Ketika
kompetensi sosial emosional murid tidak berkembang dengan baik, seorang
guru haruslah kembali mengingat bahwa setiap anak mempunyai keunikan
masing-masing. Seorang guru harus memenuhi kebutuhan belajar murid
berdasarkan kesiapan belajar, minat dan profil belajarnya agar kompetensi
sosial emosionalnya berkembang maksimal. Untuk itu pembelajaran sosial
dan emosional harus diimplementasikan dengan sengaja.

Hasil akhir yang diharapkan pada pembelajaran sosial emosional adalah:

1. Peningkatan perilaku positif

2. Pengurangan perilaku negative

3. Pengurangan tingkat stress

4. Peningkatan performa akademik siswa


Salah satu latihan kesadaran penuh untuk meningkatkan perhatian
terhadap apa yang sedang dikerjakan adalah dengan metode STOP.

Langkah-langkah metode stop adalah sebagai berikut:

Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan.

Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas
keluar. Rasakan

udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang
keluar dari lubang

hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar.

Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati
perut yang

mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes


saat Anda

membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan.

Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas


Anda dengan

perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih
positif.

Anda mungkin juga menyukai