BUDAYA POSITIF
di Sekolah
Oleh Moh. Solichin
CGP Angkatan 7
Kabupaten Grobogan
Peran dalam Menciptakan Budaya Positif di Sekolah
Sekolah merupakan tempat belajar yang menyenangkan bagi murid. Sekolah yang
menyenangkan dan berpihak pada murid akan terwujud jika di dalamnya
menerapkan Budaya Positif yang sesuai dengan Modul 1.4 ini. Budaya positif di
sekolah adalah nilai-nilai positif yang diterapkan di sekolah untuk menumbuhkan
motivasi intrinsik pada diri siswa yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti yang
luhur sehingga terwujud Profil Pelajar Pancasila. Mutu sekolah dapat dilihat dari
budaya positif yang dimiliki warga sekolah.
Peran dalam Menciptakan Budaya Positif di Sekolah
Budaya positif terlihat dari sikap keseharian seluruh elemen sekolah yang
berkembang pada murid. Budaya positif yang ada di sekolah akan membantu
pencapaian visi sekolah. Untuk mewujudkan visi sekolah, peran guru sebagai ujung
tombak kualitas pendidikan di sekolah memegang peranan penting. Begitu pula
dengan terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. Guru berperan sebagai penuntun
segala kodrat pada anak yang selalu berpihak pada mereka demi kebahagiaan dan
merdeka belajar.
Peran dalam Menciptakan Budaya Positif di Sekolah
Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Motivasi ini bersifat eksternal. Mereka
melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian, hadiah, pengakuan, atau imbalan dari orang lain.
2Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka
percaya.
Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka
3percaya. Motivasi ini bersifat internal. Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan
hargai, dan ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut.
HUKUMAN & PENGHARGAAN
KHD menyatakan bahwa untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya
adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang
memiliki motivasi internal. Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane
Gossen. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin,
‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali
potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.
Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri,
dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai
yang kita hargai.
HUKUMAN & PENGHARGAAN
HUKUMAN PENGHARGAAN
Reward adalah suatu bentuk
Hukuman bersifat tidak terencana
penghargaan atau imbalan balas jasa
atau tiba-tiba. Anak tidak tahu apa
yang diberikan kepada seseorang
yang akan terjadi, dan tidak
atau kelompok karena telah
dilibatkan.
berperilaku baik, melakukan suatu
Hukuman yang diberikan bisa
keunggulan atau prestasi,
berupa fisik maupun psikis, anak
memberikan suatu sumbangsih, atau
disakiti oleh suatu perbuatan atau
berhasil melaksanakan tugas yang
kata-kata.
diberikan sesuai target yang
ditetapkan.
POSISI KONTROL GURU
5 Posisi Kontrol Guru dalam program disiplin yang berpusat pada guru menurut Diane Gossen:
5. Manager
3. Teman 4. Pemantau
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah
usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita
mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu
atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu:
• Kebutuhan Bertahan Hidup
• Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)
• Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
• Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)
• Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)
KEYAKINAN KELAS
KEYAKINAN KELAS
Pembentukan keyakinan kelas:
• Bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
• Berupa pernyataan-pernyataan universal.
• Pernyataan keyakinan kelas dibuat dalam bentuk positif.
• Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami
oleh semua warga kelas.
• Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
• Semua warga kelas ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan
curah pendapat.
• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
SEGITIGA RESTITUSI
• Menstabilkan identitas. Bagian ini bertujuan untuk mengubah identitas anak dari
orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak
yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang
sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
namun ada benturan.
• Validasi tindakan yang salah. Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan,
yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang
mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
• Menanyakan keyakinan. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya
termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan
tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk
dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang
yang dia inginkan.
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan
budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul
ini?
Sebelum mempelajari modul ini, saya menempatkan diri dengan posisi kontrol
sebagai pemantau. Posisi saya sebagai pemantau artinya saya mengawasi
perilaku murid-murid saya berdasarkan pada peraturan atau konsekuensi.
Dengan posisi ini, saya menunjukkan tanggung jawab dalam mengontrol
murid. Perasaan saya waktu itu merasa sudah tepat dalam menerapkan disiplin
dan peraturan. Murid memahami konsekuensi jika melanggar peraturan.
Namun hal ini membuat murid-murid merasa tidak nyaman. Saya merasa
adanya jarak antara saya dengan murid saya.
Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana
perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Setelah mempelajari modul 1.4 Budaya Positif, saya menempatkan diri dengan posisi
kontrol sebagai manajer dalam menyelesaikan masalah murid. Dengan posisi ini, saya
dapat membimbing murid mempertanggungjawabkan perilakunya dan mendukung
murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.
Sekarang saya merasa lebih bisa mengontrol emosi ketika menghadapi murid yang
melakukan kesalahan atau melanggar keyakinan sekolah/ kelas.
Perbedaan sebelum dan setelah mempelajari modul ini adalah dari segi pengaturan
emosi dan respon murid yang lebih terbuka.
Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan
segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika
iya, tahap mana yang Anda praktikkan dan bagaimana Anda
mempraktekkannya?
Dalam mengatasi pemasalahan murid, secara tidak sadar saya sudah menerapkan
langkah-langkah segitiga restitusi, namun dulu saya belum memahami bahwa yang
saya lakukan ini adalah restitusi.
Tahapan yang saya praktikkan yaitu dalam menstabilkan identitas dan memvalidasi
tindakan yang salah. Saya belum melakukan tahapan “menanyakan keyakinan” yang
telah disepakati dan menanyakan keinginan murid seperti apa.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah
hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses
menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun
sekolah?
Hal-hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif
baik di lingkungan kelas maupun sekolah yaitu bagaimana menciptakan kerjasama
yang baik antara murid, guru, rekan sejawat, pemangku kepentingan, dan orang tua/
wali murid, sehingga budaya positif ini tidak hanya dijalankan dalam kelas saya saja,
tetapi di sekolah, di rumah, dan di lingkungan masyarakat. Selain itu, semua pihak
harus konsisten dalam melakukannya, agar budaya positif tidak berlangsung saat ini
saja, namun dilakukan secara berkelanjutan.
Thank you!
SALAM DAN SELAMAT BERLIBUR