Anda di halaman 1dari 5

PENTINGNYA BUDAYA POSTIF DALAM MEWUJUDKAN VISI SEKOLAH

HAYATUN NUFUS, S.Pd.I


CGP ANGKATAN 5 KOTA BANDA ACEH
SD NEGERI 14 KOTA BANDA ACEH

Mengikuti Program Guru Penggerak merupakan hal yang sangat luar biasa bagi saya,
banyak ilmu baru yang sangat mencerahkan yang saya dapatkan dalam program ini.
Mempelajari Modul Budaya Positif, memberikan pengalaman, pemahaman dan pengetahuan
tentang bagaimana mewujudkan Visi Sekolah yang berpihak pada murid. Menurut Ki Hajar
Dewantara tujuan pendidikan adalah , menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka
memperolah keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia
maupun anggota masyarakat. Oleh sebab itu kita sebagai guru hanya dapat menuntun tumbuh
atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada murid, agar dapat memperbaiki lakunya(bukan
dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Dalam proses “menuntun”, anak diberi
kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak
tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan
‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran
pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang
disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-
anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang
subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung
adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena
perhatian dan perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai
adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan
pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin
tumbuh namun tidak akan optimal.

Berdasarkan perumpamaan dari KHD ini saya semakin memahami bagaimana peran
sekolah dan guru sebagai penyelenggara pendidikan. Sekolah dan guru di analogikan sebagai
lahan persemaian dan petani, sedangkan murid dianalogikan sebagai benih jagung/padi. Dalam
hal ini sekolah sebagai sebuah institusi dan guru hendaknya mampu menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada murid agar mereka mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang
setingi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Salah satu upaya yang
harus dilakukan dalam menggapai visi tersebut adalah menyediakan lingkungan belajar yang
positif.

Lingkungan sekolah yang aman dan nyaman sudah pasti menjadi dambaan setiap warga
sekolah, baik itu guru, tenaga kependidikan, murid maupun orang tua murid. Namun, sudahkan
lingkungan seperti itu dapat kita jumpai di setiap sekolah? Mari kita mencari jawabannya dengan
merefleksi diri dan merasakan dengan hati, bagaimana lingkungan sekolah kita. Lingkungan
belajar yang aman dan nyaman dapat dicapai dengan penumbuhan Budaya positif. Jadi baik
untuk mendapatkan tujuan belajarnya maupun penumbuhan karakter mulia diperlukan penerapan
budaya positif. Dengan kata lain visi sekolah yaitu mewujudkan karakter Profil Pelajar Pancasila
dapat dicapai melalui penerapan budaya positif .

Standar Pendidikan Nasional menyebutkan :


Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan
pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai
kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka
seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan
sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan standar
kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.

Membahas tentang budaya positif, ada satu kata yang sangat lekat dalam proses
penumbuhan budaya, yaitu kata disiplin. Disiplin merupakan upaya yang dilakukan seseorang
untuk mendapatkan kepatuhan, sehingga terkadang disiplin berkecenderungan memunculkan
ketidaknyamanan.    

Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang
berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pembelajar
sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan. Memiliki murid
yang berdisiplin adalah impian setiap guru dan orang tua, dan guru telah berupaya untuk
mendisiplinkan murid mereka. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah upaya pendisiplinan
yang kita lakukan di sekolah sudah berjalan efektif dan memberikan kemanfaatan berupa
kondisi yang aman nyaman bagi seluruh warga sekolah.

Kita ketahui bersama sebagian besar guru memilih pemberian hukuman dan penghargaan
atau hadiah menjadi salah satu cara untuk mendisiplinkan murid. Agar murid rajin dan mematuhi
perintah guru, hadiah dan pujian dijadikan cara untuk membujuk murid. Siapa yang tidak suka
mendapat hadiah atau pujian. Padahal sebenarnya kita ketahui pemberian hukuman itu ternyata
memberi efek negatif dan berdampak jangka panjang bagi murid. Pemberian hukuman dan
hadiah sebenarnya merupakan praktik pendisiplinan yang berakibat ketaatan jangka pendek pada
murid. Dari modul ini kita belajar bahwa ternyata motivasi murid untuk berdisiplin sebaiknya
muncul dari dalam diri murid yang dikenal dengan motivasi intrinsik. Memunculkan perilaku
karena menghargai diri sendiri yang akan membantu murid dalam kehidupannya pada masa
depan.

Karena itulah, sebagai pendidik kita perlu menguatkan disiplin positif di lingkungan
sekolah kita agar tumbuh dan berkembang menjadi budaya positif sekolah. Bagaimana upaya
kita menumbuhkan budaya positif di sekolah?
1. Mulai dari diri sendiri

Jadilah guru yang pantas menjadi teladan murid, ubah paradigma stimulus respon kepada
pendekatan teori kontrol.

2. Berkolaborasi dengan rekan guru dan pemangku kepentingan sekolah

Saya menyadari membangun budaya positif di sekolah kepada murid bukanlah menjadi
kewajiban satu atau dua orang guru saja. Semua guru di sekolah harus berkolaborasi untuk
mencapai visi sekolah yaitu sekolah dengan lingkungan belajar yang positif. Kedepannya
nanti, untuk menumbuhkan Budaya positif di kelas dan sekolah saya akan tergerak, bergerak
dan menggerakkan seluruh warga sekolah untuk menerapkan budaya positif. Pengetahuan,
pemahaman dan pengalaman yang saya dapatkan melalui pembelajaran di modul ini akan
saya laksanakanagar dapat menjadi contoh bagi rekan -rekan di sekolah. Agar penerapan
disiplin positif dari rekan-rekan guru berjalan baik maka saya akan berbagi pengetahuan dan
pemahaman ini kepada mereka.

3. Membuat keyakinan kelas/sekolah

untuk memunculkan nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati bersama sehingga akan
menumbuhkan motivasi intrinsik dari murid. Keyakinan kelas/sekolah dapat menjadi
landasan dalam memecahkan konflik atau permaslahan didalam sebuah kelas/sekolah.
Pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati
sebagai keyakinan kelas seluruh warga sekolah adalah sebuah keharusan, agar kelak tercipta
sebuah budaya positif yang akan mendukung tercapainya Visi Sekolah.

4. Tuntun murid menemukan dunia berkualitas

Cari tahu dari 5 kebutuhan dasar manusia, kebutuhan dasar apa yang belum terpenuhi
sehingga memicu murid/warga sekolah melakukan pelanggaran, selanjutnya berikan solusi
untuk memenuhinya.

5. Gunakan posisi kontrol yang tepat

Melanggar aturan merupakan sifat alami manusia, karena itu diperlukan orang lain yang
mengontrol dirinya jika dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Pada kenyataannya
sekarang yang terjadi di banyak sekolah peran posisi guru adalah sebagai penghukum,
pembuat rasa bersalah, serta pemantau. Ini merupakan suatu pengalaman yang paling penting
bagi saya , ternyata ketiga posisi itu mempunyai efek negatif yang lebih besar. Saya fikir
dengan menempatkan diri saya diposisi sebagai teman ini merupakan posisi yang ideal,
namun posisi manajerlah yang paling diharapkan muncul dari seorang guru.

6. Lakukan segitiga restitusi dalam menyelesaikan masalah

Mencari siapa yang bersalah bukanlah tujuan penyelesaian masalah, namun menumbuhkan
kesadaran diri tentang kesalahan yang dilakukan dan upaya dari dalam diri sendiri
menemukan solusi perbaikan diri.

Setelah mempelajari modul Budaya Positif ini saya menyadari bagaimana pentingnya
penumbuhan budaya positif bagi semua warga sekolah. Refleksi yang saya lakukan setelah
kurang lebih dua belas tahun mengajar mengantar saya pada kenyataan bahwa selama ini saya
belum sepenuhnya berperan dalam penumbuhan budaya positif baik di kelas maupun disekolah.
Walaupun rasa kecewa pada diri ini muncul namun terselip pula rasa syukur saat menyadari
bahwa saya masih diberi kesempatan untuk menjadi pendidik yang berperan dalam penumbuhan
budaya positif di sekolah. Kesempatan mempelajari dan mengimplementasikan modul budaya
positif ini saya yakini dapat membawa perubahan sekaligus memperbaiki proses pembelajaran
baik di kelas maupun disekolah dimasa yang akan datang.

https://docs.google/

Anda mungkin juga menyukai