Anda di halaman 1dari 5

Artikel Koneksi Antar Materi – Budaya Positif

Ditulis Oleh: Lalu Linggar Satriawan. S.Pd


Calon Guru Penggerak Angkatan 2 Kab. Lombok Barat

KONEKSI ANTAR MATERI – BUDAYA POSITIF


Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun
segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik
itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya)
hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”
Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD
mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun.
Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak
tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu
bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di
tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan
yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik
(kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan
perawatan dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu
disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang
dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan
dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan
optimal.
Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik
sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat
memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya
dalam belajar.
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka
namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi,
“waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang
dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan
hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”.
KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-
hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa
Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan
sebagai sumber belajar.
Karena itu, sangat penting bagi guru untuk dapat  mengembangkan
budaya positif di sekolah  agar  dapat menumbuhkan motivasi intrinsik
dalam diri murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab
dan  berbudi pekerti luhur. Tujuan membangun  budaya positif di sekolah
adalah menumbuhkan karakter anak. Kita semua percaya bahwa tujuan
penting sekolah adalah pembentukan karakter. Itulah mengapa banyak
program sekolah yang bertujuan untuk menumbuhkan karakter murid.
Misalnya program kantin kejujuran dengan tujuan menumbuhkan karakter
jujur pada murid atau program literasi  dengan tujuan untuk menumbuhkan
karakter kritis pada murid.
Pernyataan KHD  tentang tujuan pendidikan seperti disebutkan  di
awal artikel ini mengisyaratkan bahwa  sebagai guru perlu membangun
komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar
menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada
masyarakat. 
Adapun karakter yang diharapkan menjadi manusia dan anggota
masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan
pendidikan nasional kita adalah seperti yang tercantum dalam profil pelajar
pancasila yakni: Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak
Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan
Mandiri. Pada akhirnya, budaya positif di sekolah  akan dapat
menumbuhkan karakter positif  yang bukan hanya mendorong murid untuk
sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga
untuk menanam moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di
dalam masyarakat.
Terkait hal itu sebagai calon guru penggerak saya mencoba
mengaitkan antara materi mengenai budaya positif di sekolah dengan
materi  sebelumnya agar penerapan dalam pemahamannya  jelas dan
terstruktur  di antaranya  Apakah budaya positif di sekolah berdiri sendiri
dalam menciptakan budaya ajar yang baik? Bagaimana penerapan
budaya positif jika dikaitkan dengan nilai lain dalam aktivitas belajar
mengajar sehari-hari? Bagian mana dari modul sebelumnya yang
berkaitan dan mendukung budaya positif? Bagaimana peran guru
penggerak menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam
membangun budaya positif di sekolah? Bagaimana guru penggerak bisa
menumbuhkan budaya positif di kelas menjadi budaya positif sekolah dan
menjadi visi sekolah?
Berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu harus bisa
menuntun anak memperoleh kebahagian yang setinggi tingginya baik
sebagai  manusia maupun sebagai anggota  masyarakat, kemudian
pendidikan itu harus melihat kodrat  dan bakat anak, harus mampu
mengetahui pengaruh kodrat  alam dan kodrat  jaman bagi jiwa anak
karena pengaruh kodrat alam tentunya harus bisa selaras dengan kodrat
jaman.
Sebuah sekolah idealnya  bisa mengembangkan bakat anak yang
sudah ada dalam dirinya, sekolah harus mampu memfasilitasi semua
kebutuhan anak tentunya, dengan menerapkan disipilin positif  agar anak
terbiasa melakukan hal hal positf yang kemudian akan tumbuh karakter-
karakter positif tanpa ada tekanan dan paksaan sebagai mana kita ketahui
bahwa sebuah budaya akan tumbuh dalam diri anak  jika sudah terbiasa
dalam menerapkannya. Sebuah budaya positif di sekolah tidak mungkin
bisa berjalan dengan baik dan berdiri sendiri tanpa ada upaya  dari seluruh
komponen dan pemangku jabatan untuk terus berusaha bersama-sama
dalam menjalankan  dan mempertahankan budaya yang sudah ada,
kemudian berusaha untuk mencoba menerapkan budaya positif lainnya
yang berpihak kepada  kebutuhan murid di sekolah.
Selain itu di mana ada budaya positif, maka di sina ada disiplin
positif. “di mana ada kemerdekaan, di situlah harus ada disiplin yang kuat.
Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang
mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab
jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain
mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam
suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi,
Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Berkaitan dengan budaya  positif di sekolah dan kaitannya dengan
nilai-nilai lain serta  cara penerapannya harus mampu mengakomodir
kebutuhan minat siswa, Peserta didik  dapat kita yakini memiliki kodrat
sebagai manusia bagian dari ciptaan   Allah SWT.  Ibaratnya secarik
kertas yang di dalamnya sudah memiliki coretan-coretan. Sebagai seorang
guru kita memiliki tugas mulia untuk memperbaiki segala bentuk coretan
pada kertas yang dinilai negatif, dan mengembangkan seluruh coretan
yang dinilai positif untuk menciptakan sebuah tulisan indah pada lembaran
kertas tersebut. Hal ini sejalan dengan aliran yang terkenal dengan nama
convergentie-theorie. Teori ini mengajarkan, bahwa anak yang dilahirkan
itu diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua
tulisan-tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, Pendidikan itu
berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan
yang berisi baik, agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik.
Segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar
jangan sampai menjadi tebal, bahkan makin suram. Anak didik diyakini
akan mampu mengembangkan diri dalam pembelajaran. Dikarenakan
sejak lahir memang sudah dibekalkan oleh Sang Khalik sebagai insan
yang memiliki kompetensi dan kemampuan sebagai warga sekolah.
Dengan demikian nilai dan budaya positif lah yang akan menghiasi
karakter siswa menjadi sebuah kebiasaan yang ikhlas tanpa ada paksaan
dan tekanan.
Sebagai seorang calon guru penggerak  dari mempelajari modul
menerapkan budaya posistif dalam diri kini tertanam niat tulus untuk
memanusiakan manusia sesuai dengan kodratnya, menciptakan budaya
positif  yang bernilai  kebebasan tanpa ada paksaan, menghormati anak
didik, serta mengupayakan eksplorasi terbimbing sebagai upaya dalam
mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Sebagai guru juga perlu untuk
menjadi teladan uswatun khasanah saat mendidik baik di sekolah maupun
di lingkungan masyarakat, memberikan semangat ketika melakukan dan
menerapkan budaya positif , serta mendorong anak didik dalam
mengarungi pendidikan sebagai salah satu upaya menggapai cita-cita.
Sebagaimana ungkapan dari Ki Hajar Dewantara "Ing Ngarso Suntulodo,
Ing Madya Mangun Karsa, Tut wuri Handayani". Penerapan untuk
melakukan pembelajaran yang mengutamakan kebebasan terkontrol
kepada seluruh siswa dalam belajar, menerima pembelajaran, serta
kebebasan dalam mengeksplorasi diri sebagai pembelajar. Sejatinya akan
lahir generasi-generasi yang tidak tergantung kepada orang lain dan bisa
bersandar atas kekuatan sendiri. Oleh karena itu untuk terwujudnya tujuan
pendidikan tersebut diperlukan profil pelajar Pancasila yaitu beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
berkebhinekaan global, bergotong royong, kratif, bernalar positif, dan
mandiri.
Sebagai pendidik juga harus mengetahui posisi control guru dan
nilai-nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak kepada murid.
Semua aspek tersebut harus dimiliki oleh seorang guru terutama calon
guru penggerak dalam menjalankan perannya. Dalam menjalakan peran
sebagai guru penggerak di sekolah masing masing untuk bisa menularkan
kebiasaan-kebiasaan positif bagi seluruh warga sekolah. Intinya guru
harus mampu mewarnai dalam konteks penerapan budaya positif di
sekolah masing masing.
Dalam penerapan budaya positif tidak bisa lepas dan berdiri sendiri
dari aspek yang lain. Dalam hal ini budaya positif saling berkaitan erat
dengan disiplin positif. Sejauh ini, identitas terhadap pelanggaran dalam
penerapan disiplin sering dimaknai dengan hukuman, dampaknya
terhadap perilaku siswa tidak memiliki kreatifitas dan aktifitas, rasa minder
sering dijumpai pada anak-anak kita, dalam konteks penerapan budaya
positif di sekolah seharusnya dengan pendekatan terhadap siswa dengan
menggunakan sistem dialog aktif. Hukuman diartikan  sebagai bentuk
pembelajaran disiplin bagi murid bagi seorang guru, padahal hukuman
mempunyai arti berbeda. Hukuman adalah sebuah cara untuk
mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang
berlaku,  Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik
maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan yang
berpengaruh untuk karakter peserta didik dan tidak bagus untuk psikologis
anak. Intinya pemberian sanksi dengan hukuman tidak dibenarkan  dan
bertentangan dengan tujuan dan cita cita pendidikan Ki Hajar Dewantara,
disiplin positif adalah sebuah pendekatan  yang dirancang untuk
mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas
yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif
mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan
cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi
murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orang tua, guru, lembaga,
pekerja muda, dan lainnya).
Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan
tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan
peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan
penguatan positif untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini
memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang
dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar
untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan
partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan
juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini pendidik untuk menjadi
panutan positif bagi anak-anak didiknya dalam perjalanan tumbuh
kembang mereka.
Upaya untuk membangun budaya positif di sekolah guru harus
bekerja sama dengan kepala sekolah serta orang tua. Sebagai guru, kita
harus memiliki peran kunci dalam pengembangan disiplin positif dengan
menciptakan ruang kelas yang berpusat pada peserta didik, Melibatkan
dan bekerjasama dengan orang tua dalam penerapan disiplin positif.
Kepala sekolah harus memastikan para guru dan staf mendapatkan
dukungan dalam menerapkan disiplin positif di sekolah serta mendukung
dan mengawasi keterlibatan orang tua dalam menerapkan disiplin positif.
Orang tua menciptakan suasana rumah yang aman dan nyaman sehingga
dapat menerapkan disiplin positif yang konsisten dan berpartisipasi dalam
pertemuan sekolah dan memiliki hubungan baik dengan guru untuk
mendukung pendekatan disiplin positif.
Selanjutnya  budaya budaya positif dikelas yang sudah dirancang
melalui kesepaktan kelas, kemudian dapat diikuti oleh setiap teman
sejawat  diharapkan  menjadi sebuah visi sekolah yang bisa dijalankan
secara  global oleh warga sekolah. Dan peran sebagai guru penggerak
sejatinya mampu  menggerakan seluruh komunitas sekolah dalam
penerapan budaya positif menjadi sebuah visi sekolah, yang bisa dipatuhi
tanpa ada penamaan hukuman dan sanksi, demikianlah koneksi antar
materi yang bisa saya paparkan lewat artikel ini.
Terima kasih dan Salam Calon Guru Penggerak

Anda mungkin juga menyukai