Anda di halaman 1dari 4

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.

a. Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di
sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku
manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan  sekolah/kelas,
segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan
Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru Penggerak. 
b. Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif
ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari
di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan
penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan
segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif
di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
3. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep
inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
4. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
5. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa
sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5
posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana
perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai,
dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 
7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika
menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan
dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang
menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik
di lingkungan kelas maupun sekolah?

Dalam pendidikan guru, proses refleksi dipandang sebagai salah satu elemen kunci pengembangan
keprofesian karena dapat mendorong guru untuk mengaitkan teori dan praktik, serta menumbuhkan
keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik secara kritis (Bain dkk, 1999). Bagi Calon Guru
Penggerak (CGP), melakukan refleksi secara rutin diharapkan memberikan ruang untuk merenungi
apakah praktik yang dijalankannya sudah sesuai, sehingga pada masa yang akan datang dapat terus
melakukan perbaikan. 

Sebagai pendamping dan teman belajar CGP, peran Fasilitator dan Pengajar Praktik sangat penting
untuk memastikan proses dan kualitas refleksi CGP mencerminkan kebermaknaan pembelajaran dan
mampu mendorong upaya perbaikan yang terus menerus. Oleh karena itulah, selain memandu dan
memberikan umpan balik refleksi, Fasilitator dan Pengajar Praktik juga diminta untuk memberikan
penilaian berdasarkan rubrik yang disediakan. 

Rubrik ini mengukur 3 (tiga) aspek yang terdiri dari: 

A. Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar


Indikator:
Dalam refleksinya, CGP menyampaikan poin-poin berikut:
1. pengalaman/materi pembelajaran yang baru saja diperoleh 
2. emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar 
3. apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 
4. apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 
5. keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi

B. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP


Indikator:
Dalam refleksinya, CGP menyampaikan analisis terkait topik dengan indikator sebagai berikut:
1. memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan
menggalinya lebih jauh
2. mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan
(insight) baru
3. menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah
maupun daerah)
4. memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi

C. Membuat keterhubungan
Indikator:
Refleksi yang CGP buat memunculkan koneksi dari pembelajarannya dengan poin-poin
berikut:
1. pengalaman masa lalu
2. penerapan di masa mendatang
3. konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari
4. informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.
Saat ini saya sampai di modul 1.4.a.8. Koneksi antar materi Budaya Positif . Koneksi
antar materi modul 1.4 saya diminta untuk memahami keterkaitan konsep budaya positif
dengan materi pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3. dan di harapkan dapat menyusun langkah dan
strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.

Modul 1.4 mempelajari tentang Budaya Positif yang bersesuaian dengan pemikiran Ki
Hajar Dewantara. Guru diharapkan dapat menerapkan budaya positif yang telah dipelajari di
lingkungan sekolah. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu pendidikan
diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang "beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab". Hal yang sama dengan profil
pelajar Pancasila bahwa pelajar Indonesia haruslah 1.Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dan Berakhlak Mulia; 2. Berkebinekaan global; 3. Gotong royong; 4. Mandiri; 5.
Bernalar Kritis; 6. Kreatif.

Kaitannya visi guru dengan pemikiran ki hajar dewantara adalah pendidik wajib
menerapkan konsep pemikiran dari ki hajar dewantara dengan memberikan teladan hidup dan
kehidupan, mendampingi anak dengan rasa menyenangkan. memberikan semangat untuk
tumbuh dan berkembang sesuai kodrat alam dan zamannya serta memberikan dukungan dan
mendorong anak dengan kepercayaan dirinya menjemput kebahagiaan hidup. Filosofi
Pemikiran Ki hajar Dewantara yang didukung dengan nilai dan peran guru serta diterapkan
dengan visi yang terjabarkan dalam strategi BAGJA akan melahirkan budaya positif di sekolah.

Budaya positif dimulai dari disiplin positif dan ini harus datang dari diri. Disiplin
pertama kali dibangun dari dalam diri untuk memperoleh kemandirian belajar. Belajar tanpa
disiplin sama saja dengan membuat pendidikan menjadi tidak bermakna. Sehingga tujuan
akhir untuk mendapatkan kemantapan capaian kognitif, emosional, dan psikomotorik sudah
pasti tidak tercapai. Untuk mewujudkan Tujuan pendidikan tidak bisa terlepas dari
pembiasaan budaya positif di sekolah. Dengan menerapkan konsep-konsep disiplin positif,
motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan
sekolah/kelas, segitiga restitusi.

Dalam penerapanya pendidik akan dihadapkan pada konflik yang ada di


lingkungan.oleh karenanya pendidik perlu membekali diri dengan Kontrol diri. Diane Gossen
dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa
guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama
ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, teori
Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan
seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol
tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.

Posisi Kontrol yang direkomendasikan untuk digunakan dalam proses budaya disiplin
yaitu posisi control Manajer . posisi kontrol manager memberikan kebebasan kepada siswa
untuk menemukan diri mereka sendiri, bertanggung jawab atas masalah yang mereka hadapi
dan menemukan solusi terbaik. Sehingga nilai-nilai guru seperti kemandirian, inovasi,
kolaborasi, kreativitas, dan berpihak pada siswa sangat sesuai dalam mendukung dengan
posisi kontrol manajer. Guru dengan kualitas manajerial berarti dapat menerapkan nilai-nilai
dan peran guru yang baik di kelas, sekolah, dan masyarakat. Guru sebagai pendidik juga
diharapkan mampu mempraktekkan Segitiga Restitusi untuk menyelesaikan setiap
permasalahan murid. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka,
dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang
mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir
tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus
memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan
memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana
berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun
tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.
Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki
motivasi intrinsik. Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi
dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang
dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga
dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah
berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi
menangmenang.

Pengalaman melakukan praktek segitiga restitusi di kelas memberikan hasil yang


memuaskan. Peserta didik tidak tertekan dan terbebani setelah melakukan kesalahan. Bahkan
peserta didik dengan senang hati melakukan rencana perbaikan atas kesalahan yang telah
dilakukannya. Hal positif lainnya yang temui adalah semangat peserta didik di kelas yang
diampu sebagai wali kelas sangat antusias merumuskan keyakinan kelas yang di sepakati.
Bahkan beberapa keyakinan kelas yang tidak terfikirkan sebelumnya muncul dalam usulan
peserta didik.

Mempelajari budaya positif pada modul 1.4 ini memberikan pengetahuan dan
pengalaman baru bagi saya sebagai guru. Saya menjadi tercerahkan bahwa selama ini
pembelajaran yang saya lakukan masih jauh dari pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Pengalaman praktek segitiga restitusi yang telah dilakukan menginspirasi saya melakukannya
untuk kasus-kasus berikutnya. Selanjutnya pengimbasan pada rekan guru lainnya adalah
wajib untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah SDN 2 Sirnajaya khususnya dan
pendidikan Komunitas ditingkat Kecamatan, Kabupaten serta Nasional pada Umumnya.

Anda mungkin juga menyukai