Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelaksanaan asuhan keperawatan berbasis bukti merupakan keinginan
bagi semua perawat untuk membuat individu dan keluarganya berespon
terhadap masalah kesehatan. Praktik keperawatan berbasis teori diperlukan
untuk membuat dan menerapkan intevensi keperawatan dalam mengetahui
kebutuhan klien. Teori akan membantu untuk menggambarkan, menjelaskan,
memprediksi dan memperjelas asuhan keperawatan (Potter &Perry, 2009).
Teori menghasilkan pengetahuan keperawatan yang dapat digunakan dalam
praktik. Integrasi teori ke dalam praktik merupakan dasar profesi keperawatan
(Mc. Ewen & Will, 2007 dalam Potter & Perry, 2009 ). Contoh teori Kolcaba
yang menjelaskan tentang kenyamanan psikiatrik, mempunyai nilai dalam
membantu keperawatan menciptakan kenyamanan secara fisik, psikospritual,
sosiokultural, dan lingkungan (Kolcaba, 2008).
Kenyamanan merupakan konsep sentral dari asuhan keperawatan.
Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar
klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Kolcaba (1994)
mendefenisikan kenyamanan sebagai cara yang konsisten pada pengalaman
subjektif klien dan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia. Teori Kolcaba termasuk dalam middle range theory. Menurut
Kolcaba teori kenyamanan menjadi salah satu pilihan teori keperawatan yang
dapat diaplikasikan langsung di lapangan karena bersifat universal dan tidak
terhalang budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakat serta memiliki tingkat
abstraksi yang rendah (Peterson & Bredow, 2008). Hal ini menyebabkan teori
kenyamanan dapat dimodifikasi seluas-luasnya sesuai kebutuhan klien (March
& Mc. Cormack, 2009). Penerapan teori kenyamanan ini juga sejalan dengan
prinsip keperawatan anak, yaitu perawatan atraumatic care. Salah satu prinsip
perawatan atraumatic care adalah mengurangi nyeri yang dirasakan anak saat
prosedur invasif seperti saat dilakukan pemasangan infus, saat kemoterapi dan
mengurangi kecemasan anak terkait kegiatan invasif serta proses hospitalisasi.
RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit rujukan utama di
Sumatera Tengah. Berdasarkan observasi yang dilakukan di ruang perawatan
anak kronis RSUP Dr. M. Djamil Padang, anak yang dilakukan tindakan
invasif seperti pemasangan infus memberikan respon yang hampir sama setiap
anaknya. Walaupun ada beberapa anak yang sudah sering merasakan tindakan
invasive, tetapi beberapa anak ada yang merasa takut, berusaha menolak
perawat, meronta, menangis, memegang erat tangan orang tuanya sehingga
pelaksanaan tindakan invasif seperti pemasangan infus, injeksi dan kemoterapi
sulit untuk dilakukan dan membutuhkan waktu yang lama. Akibatnya anak
menjalani tindakan invasif dilakukan dengan dipaksa salah satunya dengan
orang tua dan perawat memegangi tangan serta kaki anak agar anak bisa diam,
tindakan seperti ini akan berdampak pada trauma yang dalam pada anak.
Tindakan pemasangan infus, injeksi dan kemoterapi membutuhkan prinsip
kenyamanan dan perawatan atraumatik belum dilaksanakan secara efektif.
Bila diizinkan keluarga, pemaksaan tindakan masih dilakukan bila anak sulit
untuk diajak kerjasama. Hal ini menyebabkan peningkatan ekspresi nyeri,
kecemasan, ketakutan, dan stres baik melalui respon verbal ataupun nonverbal
anak.
Menurut Hockenberry, M. J & Wilson (2009) perawat memiliki peranan
penting dalam memberikan dukungan bagi anak dan keluarga guna
mengurangi respon stres terhadap hospitalisasi. Tindakan dan sikap perawat
serta kelas rumah sakit akan mempengaruhi tingkat kecemasan anak saat
proses hospitalisasi, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan perawat
dapat menggunakan teknik atraumatic care. Atraumatic care merupakan
perawatan teraupetik untuk meminimalkan dan menghilangkan penderitaan
psikologis dan fisik yang dialami anak-anak dan keluarga dalam perawatan
kesehatan. Atraumatic care tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan
keluarga, atraumatic care berfokus pada pencegahan terhadap trauma yang
merupakan bagian dalam keperawatan anak. Perhatian khusus pada anak
sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang sangat penting
karena masa anak-anak merupakan proses menuju kematangan (Kyle &
Carman, 2013).
Prinsip perawatan atraumatic care yang harus dimiliki oleh tim
kesehatan dalam merawat pasien anak adalah mencegah atau meminimalisir
stressor fisik dan psikis, mencegah dampak perpisahan orangtua dan anggota
keluarga lainnya, intervensi meningkatkan kemampuan orang tua dalam
mengontrol perawatan anak, intervensi mencegah atau menurunkan cedera
fisik maupun psikologis (nyeri), intervensi modifikasi lingkungan fisik
ruangan perawatan anak.
Mencegah atau meminimalisir stresor fisik dan psikis dapat dilakukan
dengan cara pemberian permainan terlebih dahulu sebelum melakukan
persiapan fisik anak atau hal yang menarik hati anak, misalnya dengan
bercerita, menggambar, menonton video kaset dengan cerita yang berkaitan
dengan tindakan prosedur yang dilakukan pada anak, memakai pakaian
bermotif kartun oleh perawat, memodifikasi alat prosedur dengan nuansa anak
yang ceria, memodifikasi ruangan menjadi ruangan yang tidak seperti rumah
sakit dll. Penelitian (Lilik Lestari, dkk 2017) menunjukkan bahwa
penggunaan pakaian bermotif kartun saat venipuncture efektif mengurangi
kecemasan dan rasa sakit. Pakaian bermotif kartun dapat mengalihkan
perhatian anak dari rasa sakit dan kecemasan. Pakaian bermotif kartun
merupakan terapi yang sederhana, mudah untuk dipraktekkan, tidak mahal dan
tidak memiliki efek samping.
Fenomena ini dapat meningkatkan kecemasan serta tekanan psikologis
bagi anak dan keluarga. Tekanan psikologis yang dialami anak dan keluarga
memberi dampak negatif pada proses penyembuhan pasien. Dalam kondisi
stress terjadi pelepasan hormon-hormon stress, antara lain kortisol yang dapat
menyebabkan penekanan pada sistem imun anak (Guyton & Hall, 2007),
sehingga anak mudah terkena infeksi sekunder yang akan memperlama hari
perawatan di rumah sakit. Pada kondisi stress juga dapat menganggu kualitas
tidur anak sehingga energi untuk penyembuhan tubuh juga berkurang.
Meningkatnya lama hari perawatan anak, menyebabkan munculnya perasaan
cemas, takut, rasa bersalah, tidak mampu, kehilangan kontrol, tidak berdaya,
putus asa dari orang tua, bahkan muncul perubahan fungsi peran orang tua
yang mengakibatkan ketidakefektifan manajemen terapeutik kepada pasien,
seperti halnya keinginan untuk pulang paksa, atau menolak terapi yang
direkomendasikan.
Besarnya dampak dari stress hospitalisasi menuntut perawat untuk
mengembangkan inovasi-inovasi dalam memberikan asuhan keperawatan
yang berkualitas dan memberikan rasa nyaman bagi anak dan keluarga.
Perawat harus memiliki pengetahuan tentang atraumatic care terutama dalam
melakukan tindakan invasif yang sering dilakukan. Salah satu intervensi yang
dapat dikembangkan dalam menerapkan perawatan atraumatik adalah
modifikasi lingkungan dengan penggunaan gorden/tirai karakter dengan
bergambar lucu dan warna warni, penggunaan spalk infus bermotif serta
penggunaan kotak infus ceria.
Modifikasi lingkungan bernuansa anak dapat dilakukan dengan penataan
atau dekorasi menggunakan alat tenun dan tirai bergambar bunga atau
binatang lucu, hiasan dinding bergambar dunia binatang atau fauna, papan
nama pasien bergambar lucu, dinding berwarna dan penggunaan warna yang
cerah di ruangan, serta tangga dicat warna-warni Edupaint (2019). Pilihan
desain tirai atau gorden warna-warni yang dimodifikasi dari tirai yang
bermotif polos yang saat ini digunakan di rumah sakit perlu dikembangkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tirai/gorgen warna-warni tersebut
terkesan lebih dekat, kooperaif, dan perhatian kepada anak sehingga anak
lebih nyaman dan kecemasan anak dapat berkurang (Edupaint, 2019)
Selain itu, penggunaan spalk bermotif juga dapat menurunkan kecemasan
pada anak akibat efek hospitalisasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Indri Christivanti (2018) menunjukkan bahwa adalah adanya penurunan
kecemasan terhadap anak yang diberi intervensi penggunaan spalk bermotif
dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan intervensi dengan
menggunakan spalk bermotif. Anak menyenangi spalk bermotif kartun dan
karakter animasi anak sehingga spalk bermotif dan berwarna lebih disenangi
oleh anak-anak. Sejalan dengan itu penelitian oleh (Pulungan, 2018)
ditemukan bahwa adanya perbedaan tingkat kecemasan anak antara kelompok
intervensi yang dipasangkan spalk bermotif dengan kelompok kontrol yang
hanya dipasangkan dengan spalk polos dari rumah sakit. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan spalk bermotif karakter dan berwarna warni dapat menjadi
salah satu alternatif mengalihkan rasa kecemasan anak selama menjalankan
proses tindakan invasif yaitu pemasangan infus dengan begitu prinsip
atraumatic care dapat dijalankan di rumah sakit.
Tidak hanya menggunakan modifikasi secara visual, menurunkan
kecemasan pada anak akibat efek hospitalisasi dapat dilakukan juga dengan
menggunakan modifikasi audio. Penelitian yang dilakukan oleh (Dahlan &
Zulaikha, 2020) mengungkapkan bahwa salah satu metode untuk mengatasi
kecemasan pada anak dapat dilakukan dengan distraksi. Metode distraksi
dapat menggunakan musik berupa radio, tape, tape recorder atau record
player. Teknik distraksi yang efektif serta memberikan pengaruh yang baik
dalam jangka waktu singkat yaitu menggunakan musik. Menggunakan musik
dapat menurunkan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ariani et al., 2015)
mengungkapkan bahwa salah satu Teknik yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak kecemasan dari hospitalilasi ialah dengan cara terapi
musik. Distraksi melalui terapi musik melalui audio, visual dan audio visual
merupakan salah satu bentuk pengalihan perhatian yang efektif untuk anak
yang sedang dalam proses hospitalisasi (Hayati et al., 2019). Dalam hal ini
penggunaan terpai musik dapat dimodifikasi menjadi kotak infus ceria dimana
alat yang dibuat menggunakan sistem seperti kotak musik. Alat ini dirancang
dengan memasukkan mesin musik ke bagian bawah atau bagian samping
kotaknya, lalu melapisi dan menutupi mesin musik dengan kardus atau
material yang kuat. Tidak hanya mengeluarkan musik, kotak infus juga
didesain dengan warna yang mencolok serta memiliki gambar animasi yang
menarik perhatian.
Penelitian tentang atraumatic care yang telah dibuktikan secara ilmiah di
atas, menunjukkan keharusan bagi seorang perawat untuk menerapkan hal
tersebut. Kelompok memandang dirasa perlu untuk dilakukan dalam
menurunkan distress yang dialami anak selama tindakan invasif dan selama
proses perawatan pasien di rumah sakit.

1.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk memaparkan tentang pelaksanaan prinsip atraumatic care
dengan baik dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada anak
b. Tujuan khusus
1. Melakukan pengkajian dan analisis ruangan menggunakan format
SWOT (strength, weakness, opportunity and threat).
2. Memaparkan hasil pelaksanaan prinsip atraumatic care dan desiminasi
ilmu di ruang perawatan anak kronis
BAB III
PENGKAJIAN DAN ANALISIS RUANGAN

A. Pengkajian
1. Kriteria Ruang Perawatan
Ruangan rawat inap Kronis merupakan ruang rawatan anak kelas 3
yang terdiri dari 4 ruangan dengan kapasitas 24 tempat tidur. Masing-
masing ruangan terdiri dari 6 tempat tidur. Masing-masing ruangan
dilengkapi dengan 1 kamar mandi untuk pasien dan keluarga penunggu.
Setiap tempat tidur dilengkapi oleh 1 handrub yang digantung dan box
meja untuk tempat penyimpanan baju dan keperluan pasien.
2. Ketenagaan
Ketenagaan perawat di ruang kronis terdiri dari 15 orang perawat.
3. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi di ruang kronis dikepalai oleh kepala ruangan.
Kepala ruangan dibantu oleh 2 ketua tim yaitu ketua tim A dan ketua tim
B. Ketua tim mengepalai beberapa perawat pelaksana.
4. Model Asuhan Keperawatan
a) Model asuhan keperawatan professional yang dipakai di ruang kronis
adalah model keperawatan tim modifikasi. Pembagian tugas per tim
dilakukan berdasarkan pembagian jadwal dinas tiap shift.
b) Pembagian tugas di ruang rawat inap kronis sudah jelas pada setiap
anggota tim
c) Penerapan model keperawatan di ruang rawat inap kronis sudah
optimal dan dilaksanakan setiap shift dinas
5. Lingkungan
a) Lokasi ruang rawat inap kronis RSUP Dr. M. Djamil Padang berada
di lantai 3 pada sisi kiri gedung rawat inap anak dan kebidanan.
b) Lingkungan kondusif untuk pasien anak dengan pencahayaan yang
kurang jendela kaca di setiap ruangan, sirkulasi udara cukup dengan
pengaturan AC di setiap ruangan.
c) Kebersihan ruangan terjaga dengan adanya cleaning service yang
membersihkan ruangan 3 kali sehari
d) Lokasi nurse station berada di dalam ruangan perawatan yang
memudahkan keluarga untuk meminta bantuan perawat
e) Penataan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien
f) Waktu kunjungan tidak diterapkan karena kondisi pandemi, setiap
pasien ditemani oleh 1 orang keluarga selama pasien di rumah sakit.
6. Sarana Prasarana
a) Tersedianya sarana untuk mencuci tangan yaitu wastafel di masing-
masing toilet ruangan perawatan, dan setiap tempat tidur ada tersedia
handrub. Wastafel juga tersedia di nurse stasion yang dilengkapi
dengan cairan sabun pencuci tangan.
b) Pengelolaan sampah sudah dipisahkan antara sampah medis, non
medis dan sampah jarum/benda tajam, untuk sampah medis diletakkan
di dalam plastik kuning, sampah non medis plastik hitam dan sampah
jarum/benda tajam diletakkan di derigen putih.
c) Tersedianya ruang tindakan yang terpisah dengan ruang rawat, untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu seperti pemasangan infus,
pengambilan lumbal fungsi dan melakukan kemoterapi
d) Tersedianya alat tenun yang memadai yang sesuai dengan jumlah
pasien yang dirawat.
e) Tersedianya alat pelindung diri dan memadai namun tidak digunakan
secara optimal.
f) Belum adanya ruang khusus untuk melakukan terapi bermain
g) Tidak tersedia strerilisator di ruangan karena sistem sterilasi alat
dilakukan secara sentralisasi.
h) Pada umumnya keluarga menyatakan bahwa fasilitas perawatan anak
diruangan cukup bersih dan nyaman.
i) Keluarga menyatakan bahwa peralatan dan fasilitas bermain di
ruangan perawatan anak belum mencukupi hal ini juga disebabkan
karena lahan untuk membuat ruang bermain juga belum ada.
7. Pelayanan Keperawatan
Pemberian pelayanan pada pasien yang dirawat dengan kasus
infeksi dan non infeksi harus memperhatikan prinsip pencegahan
penularan infeksi silang atau HAIs (Healthcare Associated Infections)
yang terjadi selama perawatan pasien di rumah sakit. Peranan perawat
dalam pencegahan infeksi sangatlah penting sehingga perawat dituntut
untuk mengerti, memahami dan mampu melaksanakan universal
precaution. Perawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang sudah menerapkan
universal precaution.
Tidak hanya perawat ruangan kronis saja yang sudah dibekali oleh
pelatihan universal precaution tetapi semua mahasiswa yang melakukan
praktik aplikasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang dibekali layanan orientasi
terkait dengan universal precaution. Alat pelindung diri yang digunakan
setiap hari adalah masker medis, sarung tangan dan gaun/apron untuk
melakukan tindakan keperawatan kepada pasien.
8. Dokumentasi Keperawatan
a) Ruang akut kronis RSUP Dr. M. Jamil padang sudah mempunyai
format pendokumentasian keperawatan yang terdiri dari format
pengkajian, diagnosa keperawatan, dan rencana keperawatan. Untuk
implementasi dan eveluasi perawat mendokumentasikannya pada
format catatan perkembangan. Berdasarkan hasil observasi pelaksaan
pencatatan asuhan keperawatan sudah dilakukan dengan baik.
b) Implementasi dan evaluasi sudah didokumentasikan dengan optimal.
Pencatatan implementasi keperawatan berfokus pada kebutuhan dasar
dan instruksi medis. Implementasi dilakukan dengan mencontreng
format intervensi dan implementasi keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan yang diangkat, sedangkan di pendokumentasian
evaluasi menggambarkan perubahan kondisi pasien berdasarkan
masalah keperawatan walaupun sudah berbentuk soap. Evaluasi
keperawatan juga dicatat di CPPT (Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi)
9. Universal Precaution
a) Tersedianya Alat Pelindung Diri (APD) di ruangan seperti masker,
sarung tangan, gaun dan lain-lain).
b) Perawat menyatakan bahwa penggunaan alat steril pada setiap
tindakan invasif sudah optimal.
c) Perawat melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial dengan
baik seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan, menggunakan sarung tangan dan lain-lain.
d) Menurut perawat kendala belum optimal tindakan asepsis dalam
setiap invasif karena alat tidak tersedia di ruangan, membutuhkan
waktu yang lama, anak sulit ditenangkan dan sibuk serta tenaga yang
kurang.
e) SOP pencegahan HAIs sudah ada di ruangan dan sudah tersosialisasi
kepada perawat ruangan.
f) Semua perawat telah mendapatkan pelatihan tentang universal
precaution.

10. Pelaksanaan Atraumatic Care


a) Memberikan kesempatan pada keluarga (orang tua) untuk menemani
anak selama dirawat dirumah sakit.
b) Untuk tindakan –tindakan yang menimbulkan trauma pada anak sudah
dilakukan diruangan khusus tindakan, sehingga meminimalkan
dampak trauma pada anak itu sendiri maupun anak yang lain.
c) Ruangan anak belum mencirikan setting ruang perawatan anak.
d) Perawat sering menenangkan atau membujuk anak dengan bercanda
atau menyentuh anak ketika anak menolak saat dilakukan tindakan
keperawatan sebesar 50%.
e) Dalam pelaksanaan atraumatic care perawat menyapa pasien sebelum
tindakan
f) Perawat selalu melibatkan keluarga dalam memberikan askep
g) Sekitar perawat telah melakukan pengalihan kecemasan pada anak.
h) Menurut keluarga, tindakan yang sering dilakukan oleh perawat ketika
menghadapi anak yang menolak untuk dilakukan tindakan
keperawatan adalah menenangkan anak dan membujuknya,
memberikan sentuhan, bercanda dengan anak.

B. Analisa Hasil Pengkajian


Data pengkajian yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
analisis swot (strength, weakness, opportunity and threat). Hasil analisis
SWOT adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan (Strength)
a) Sumber Daya Manusia
 Perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik
terhadap perawatan anak, yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan di rumah sakit dan di luar rumah sakit.
 Perawat memiliki keterbukaan terhadap hal baru terkait
pemberian keperawatan
 Perawat memperhatikan kebutuhan aman dan nyaman pasien.

b) Pelayanan Keperawatan
 Tindakan invasif menggunakan teknik steril seperti pemasangan
infus
 Tersedianya sop tindakan keperawatan yang dilakukan di
ruangan.
 Perawat mendokumentasikan hasil pengkajian dan implementasi
keperawatan yang telah dilakukan
c) Sarana dan Prasarana
 Peralatan tindakan invasif berada pada kondisi siap pakai seperti
alat pemasangan infus, ngt, dll
 Fasilitas pencegah infeksi di setiap ruangan: tempat cuci tangan,
sabun antiseptik, handrub (setiap bed pasien), tisu pengering dan
panduan teknik cuci tangan yang benar
 Pemeliharaan sarana dan prasarana dengan baik
d) Lingkungan
 Pengaturan dengan baik mengenai kebersihan, suhu, dan
pencahayaan ruangan dan diusahakan memenuhi standar
kebutuhan para bayi.
 Letak peralatan yang dibutuhkan mudah dijangkau.

2. Kelemahan (Weakness)
a) Sumber daya manusia
Rasio perawat dan pasien yang tidak sesuai. Setiap shift perawat yang
bertugas berjumlah 3 orang sedangkan rata-rata pasien setiap harinya
berjumlah lebih dari 20 pasien, sehingga rasio perawat dan pasien
tidak ideal yaitu 1 perawat merawat 6-7 pasien.
b) Tingkat ketergantungan anak tinggi
c) Belum tersedianya fasilitas bermain untuk pasien anak.
d) Media untuk pelaksanaan rencana pemulangan pasien seperti poster,
lembar balik dan leafleat kurang memadai dan penggunaannya belum
optimal.
e) Anak yang dirawat dengan kasus infeksi, setting ruangan masih
seperti setting perawatan dewasa yang kurang mencirikan ruang
perawatan bagi anak.
f) Anak kurang termotivasi untuk bermain (terutama pada pasien
infeksi) karena hari rawat yang singkat, kondisi pasien dan sosialisasi
yang belum optimal.

g) Pengalihan kecemasan stress psikologis pasien anak saat melakukan


tindakan keperawtan belum terlaksana secara optimal.
3. Peluang (Opportunity)
a) Adanya mahasiswa s2 yang praktik aplikasi dan residensi di ruang
perawatan anak akut kronis RSUP Dr. M. Djamil.
b) Adanya mahasiswa keperawatan (d3 dan s1 keperawatan) yang
praktik di ruang perawatan anak akut kronis RSUP Dr. M. Djamil.
c) RSUP Dr. M. Djamil adalah rumah sakit rujukan untuk wilayah
Sumatera Bagian Tengah.
4. Ancaman (Threat)
a) Penolakan dari perawat ataupun orang tua pasien untuk menerapkan
intervensi pemakaian spalk karakter saat tindakan invasif/infus,
penggunaan tirai/gorden karakter dan kotak infus ceria.
b) Masyakarat semakin kritis menyebabkan tuntutan terhadap kualitas
pelayanan keperawatan semakin meningkat
c) Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
d) Kurangnya dukungan keluarga terhadap penerapan family centered
care karena asumsi pelayanan kesehatan dan perawatan pada anak
dirumah sakit menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan.
C. Sasaran
Sasaran kegiatan proyek inovasi ini adalah untuk perawat kronik yang akan
melakukan tindakan invasif pada anak.
DAFTAR MASALAH DI RUANG KRONIK
No MASALAH
1. Potensial tindakan pencegahan trauma pada anak
2. Belum ada penatalaksanaan EBP (Evidence Based Practice) stres psikologis
terhadap anak yang dilakukan tindakan invasif
3. Belum optimalnya perencanaan kebutuhan tenaga perawat disebabkan karena
belum dipahaminya perhitungan beban kerja perawat

A. Prioritas Masalah
Untuk memudahkan penentuan urutan masalah yang menjadi prioritas,
maka dilakukan penghitungan dengan pembobotan pada setiap masalah
yang ditemukan. Proses memprioritaskan masalah akan dilakukan dengan
pembobotan yang memperhatikan aspek sebagai berikut :
1) Magnitude (M) : kecenderungan dan seringnya kejadian
masalah
2) Severity (S) : besarnya kerugian yang ditimbulkan
3) Manageable (Mn) : bisa di pecahkan
4) Nursing consern (Nc) : melibatkan perhatian dan pertimbangan
perawat
5) Affordability (Af) : ketersediaan sumber daya
Penilaian dilakukan dengan rentang nilai 1-5 dengan 5 = “sangat penting”, 4
= “penting”, 3 = “cukup”, 2 = “kurang penting”, 1 = sangat kurang penting.
Penentuan prioritas utama dihitung dengan rumus M x S x Mn x Nc x Af
B. Skoring Prioritas Masalah

PRIORI
PEMBOBOTAN
TAS
NO MASALAH BOBOT
TOTA
MG N SV B MN N NC AF N
L
1 Potensial pencegahan 5 5 25  5 25 5  25 5  25  5 25 125 I
trauma pada anak
2 Belum optimalnya 5 4 20 4 20 4 20 4 20 4 20 100 III
perencanaan kebutuhan
tenaga perawat yang
disebabkan karena belum
dipahaminya perhitungan
beban kerja perawat.
3 Belum adanya 5 4 20 5 25 4 20 4 20 5 25 110  II
penatalaksanaan ebp stress
psikologis pada anak yang
dilakukan tindakan invasif

C. Prioritas Masalah
Analisis sebab akibat masalah menggunakan fish bone analysis terhadap masalah-masalah yang sudah diprioritaskan. Adapun masalah-
masalah yang sudah diprioritaskan antara lain:
1. Potensial tindakan pencegahan trauma pada anak
2. Belum ada penatalaksanaan ebp (evidence based practice) stres psikologis terhadap anak yang dilakukan tindakan invasif
3. Belum optimalnya perencanaan kebutuhan tenaga perawat disebabkan karena belum dipahaminya perhitungan beban kerja perawat
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, I., Nurhaeni, N., Waluyanti, F. T., Ilmu, S. T., Al, K., Al, I., Cilacap, I., &
Keperawatan, F. I. (2015). PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP
RESPON FISIOLOGIS DAN PERILAKU KECEMASAN ANAK SELAMA
HOSPITALISASI The Effect of Music Therapy on physiological responses and
anxiety behavior during hospitalization for child. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad
(JKA), VIII(2), 52.
Chrisvianti, I., Kesehatan, F. I., & Magelang, U. M. (2018). Efektifitas pemakaian spalk
bermotif terhadap tingkat kecemasan pada anak yang terpasang infus di ruang anak rsud
muntilan tahun 2018.
Dahlan, A., & Zulaikha, F. (2020). Pengaruh Terapi Mewarnai terhadap Respon Nyeri
dan Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi di Ruang
Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Borneo Student Research,
1(3), 1609–1612.
Edupaint. (2019). Desain Warna Kamar Rawat Inap Untuk Anak Edupaint. retrieved october
18, 2019, from http://edupaint.com/diskusi/fas-kesehatan/6673-desainwarna-kamar-
rawatinap-untuk-anak.html
Hayati, T., Nur, B. M., Rayasari, F., Sofiani, Y., & Irawati, D. (2019). Journal of
Telenursing. 1, 1–13. https://media.neliti.com/media/publications/282055-perbandingan-
pemberian-hiperoksigenasi-s-148c6e62.pdf
Pakseresht, M., Hemmatipour, A., Gilav, A., Zarea, K., Poursangbor, T., & Sakeimalehi, A.
(2019). The Effect Of Nurses Uniform Color On Situational Anxiety In The School Age
Inpatients Children. Journal Of Research In Medical And Dental Science, 7(1), 114–120.
Paramita Iga, Wijayanti K, Mareta R.(2017). Pengaruh Bercerita Menggunakan Audiovisual
Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Di Rumah Sakit Harapan. Jurnal
:Fakultas ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang
Pulungan, Z. S. A. (2018). Atraumatic Care Dengan Spalk Manakara Pada Pemasangan Infus
Efektif Menurunkan Tingkat Kecemasan Anak Pra Sekolah. Journal of Health,
Education and Literacy, 1(1), 24–32. https://doi.org/10.31605/j-healt.v1i1.149
Subandi A, Nurhaeni N,Agustini N.(2012).Pengaruh Pemasangan Spalk Bermotif Terhadap
Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Selama Prosedur Injeksi Inra Vena Di
Rumah Sakit Wilayah Cilacap. Jurnal .Depok
Sureskiarti E,Maawiyah M.(2017).Perbedaan Kecemasan Anak Usia Prasekolah Pada
Tindakan Injeksi Dengan Diterapkan Dan Tanpa Diterapkan Pemakaian Rompi
Bergambar Di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahrenie

Anda mungkin juga menyukai