DISUSUN OLEH
Teori Kolcaba termasuk dalam middle range theory. Menurut Kolcaba, teori
kenyamanan menjadi salah satu pilihan teori keperawatan yang dapat
diaplikasikan langsung di lapangan karena bersifat universal dan tidak terhalang
budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakat, serta memiliki tingkat abstraksi
yang rendah (Peterson & Bredow, 2008). Hal ini menyebabkan teori kenyamanan
bisa dimodifikasi seluas-luasnya sesuai kebutuhan klien masing-masing (March
& McCormack, 2009).
1
Penerapan teori kenyamanan ini juga sejalan dengan prinsip keperawatan anak,
yaitu perawatan atraumatik. Salah satunya adalah mengurangi nyeri yang
dirasakan anak saat prosedur invasif seperti saat dilakukan pemasangan infus.
Anak yang menjalani perawatan di rumah sakit akan memperoleh tindakan
pengobatan dan perawatan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan dasarnya.
Salah satu tindakan yang rutin dilakukan adalah tindakan pemasangan infus.
Tindakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit, transfusi
darah, nutrisi, pemberian obat dan atau kemoterapi melalui intravena (Potter &
Perry, 2005).
Pemasangan infus pada anak bukan hal yang mudah karena anak memiliki vena
yang kecil dan rapuh, sehingga sering ditemukan penusukan lebih dari satu kali
yang akan berdampak pada timbulnya cedera tubuh, nyeri, dan ketakutan pada
anak. Fenomena yang ditemukan di lapangan berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan di Ruang Perawatan Infeksi Anak Gedung A Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) adalah saat dilakukan pemasangan infus prinsip
kenyamanan dan perawatan atraumatik belum dilaksanakan secara efektif. Orang
tua belum sepenuhnya dilibatkan dalam perawatan anak saat tindakan invasif,
posisi supinasi dan pengekangan (restrain) saat pemasangan infus masih menjadi
pilihan, sehingga malah membuat anak semakin ketakutan, bahkan tidak sedikit
juga orang tua yang tidak tega melihat anaknya dilakukan pemasangan infus.
Pemberian posisi yang nyaman saat pemasangan infus juga belum menjadi SOP
ruangan, sehingga teknik kemampuan dan ketrampilan perawat menjadi dasar
keberhasilan penusukan dengan berbagai pilihan posisi. Ekspresi nyeri,
kecemasan, ketakutan baik verbal maupun nonverbal dapat terlihat pada anak
selama dilakukan pemasangan infus.
Begitu luas dan kompleksnya dampak dari stres hospitalisasi menuntut perawat
untuk mengembangkan inovasi-inovasi dalam memberikan asuhan keperawatan
yang berkualitas dan memberikan rasa nyaman bagi anak dan keluarga. Salah
satu intervensi yang dapat dikembangkan dalam menerapkan perawatan
atraumatik saat pemasangan infus pada anak adalah terapi mendekap dan
pemberian posisi duduk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kustati
3
(2013), menyebutkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor distress pada anak
yang diberikan dekapan orang tua (2,30) dan skor distress anak yang tidak
mendapat dekapan orang tua (3,25). Terapi mendekap juga sejalan dengan
prinsip keperawatan anak lainnya yaitu memberdayakan keluarga dalam
intervensi yang diberikan (family centered care) (Hockenberry & Wilson, 2009).
Selain terapi mendekap, pemilihan posisi yang nyaman saat dilakukan tindakan
invasif juga dapat berpengaruh terhadap rasa nyaman anak dan meminimalkan
distress. Tujuan pemberian posisi yang nyaman adalah immobilisasi ekstremitas
anak saat dilakukan prosedur, memberikan rasa aman dan senang bagi anak
melalui kontak langsung dengan orang tua (The Childrens Mercy Hospital,
2012). Pemberian posisi duduk lebih menciptakan rasa kontrol, sehingga lebih
sedikit orang yang diperlukan untuk menyelesaikan prosedur. Posisi duduk
dikembangkan untuk mempromosikan kenyamanan bagi anak, imobilisasi yang
cukup, anak dapat diajak kerjasama dan kontrol diri anak dapat dipertahankan,
sehingga anak menjadi tenang saat prosedur.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Proyek inovasi ini bertujuan untuk mengaplikasikan teori kenyamanan
Kolcaba dalam bentuk terapi mendekap guna menurunkan skor distress
dan nyeri saat pemasangan infus pada anak usia toddler sampai dengan
prasekolah di Ruang Perawatan Infeksi Anak Gedung A RSCM.
4
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya rerata skor distress dan nyeri anak setelah dilakukan
pemberian terapi dekapan pada saat pemasangan infus pada kelompok
intervensi.
b. Teridentifikasinya rerata skor distress dan nyeri anak tanpa dilakukan
pemberian terapi dekapan pada saat pemasangan infus pada kelompok
kontrol.
c. Teridentifikasinya perbedaan rerata skor distress dan nyeri anak pada
saat dilakukan pemasangan infus antara kelompok intervensi dan
kontrol.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
pemasangan kateter dengan menggunakan jelly xylocaine 2 % di
uretra. Selain itu tindakan nonfarmakologis juga dapat
digunakan dalam prinsip mencegah atau mengurangi cedera,
misalnya dengan teknik distraksi, teknik napas dalam, imagery.
2) Mencegah atau menghindari distress fisik, meliputi: penggunaan
parfum ruangan untuk meningkatkan kenyamanan dan
menghilangkan bau; memodifikasi lingkungan rumah sakit
seperti dirumah, yaitu dengan cara menata ruangan bernuansa
anak seperti: menghiasi ruangan dengan dinding bermotif
binatang, sprei atau alat tenun bermotif binatang dan bunga,
serta dinding ruangan dengan cat warna cerah.
Menurut Pretzlik dan Slva (1999) dalam Lestari (2013), ada beberapa alat
ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat distress pada anak,
diantaranya yaitu :
a. Procedure Behaviour Rating Scale (PBRS)
Alat ini menilai perilaku anak usia 8 bulan sampai 17 tahun pada saat
dilakukan prosedur tindakan. Penilaian dilakukan sebelum, saat dan
setelah prosedur tindakan dilakukan. Hasil penilaian diambil dari nilai
mean pada akumulasi penilaian. Terdapat 25 item yang menunjukkan
kriteria distress, misalnya berteriak, menangis, menolak dan penolakan
pemberian posisi.
7
b. Observation Scale for Behavioural Distress (OSBD)
Alat ini digunakan untuk anak usia 6 bulan sampai 20 tahun, penilaian
dilakukan sebelum, saat dan setelah dilakukan prosedur tindakan.
Terdapat 11 item yang menunjukkan adanya distress meliputi
menangis, ketakutan, restrain, menanyakan keadaannya dan
mengatakan kesakitan.
c. Children Fears Scale (CFS)
Instrumen yang tepat untuk mengkaji distres pra prosedur pemasangan
infus yaitu Children Fear Scale. Alat ini digunakan untuk mengukur
rasa takut anak pada anak yang sedang menjalani prosedur medis yang
menimbulkan respon menyakitkan. CFS terdapat 5 gambar wajah
dimulai dari wajah yang menunjukkan tidak takut sampai sangat takut.
Penilaian diambil dari gambar yang ditunjukkan anak dan orangtua
kemudian diambil nilai mean untuk menunjukkan nilai distress pada
anak, nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 4 (McMurtry, Noel, Chambers
& McGrath 2011; Birmaher, Khetarpal, Cully, Brent, & McKenzie,
2012). Adapun gambar skala wajah Children Fear Scale dapat dilihat
sebagai berikut:
8
Nyeri pada anak biasanya direkam sebagai pengalaman traumatik yang tidak
menyenangkan.
Pengkajian perilaku sangat berguna untuk mengukur nyeri pada bayi dan
anak preverbal yaitu anak yang belum memiliki kemampuan
untuk mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan, atau pada anak dengan
gangguan mental yang memiliki kemampuan yang terbatas dalam
menyampaikan kalimat yang memiliki arti. Pengukuran ini bergantung pada
observer dalam mengamati dan merekam perilaku anak misalnya vokalisasi
(suara), ekspresi wajah, dan gerak tubuh yang menunjukkan
ketidaknyamanan. Pengukuran nyeri melalui pengamatan perilaku seringkali
reliabel dalam mengukur nyeri akut, nyeri dari prosedur yang tajam seperti
injeksi dan pungsi lumbar, namun kurang reliabel saat mengukur nyeri
yang berkepanjangan (Hockenberry & Wilson, 2009). Terdapat beberapa
skala pengkajian perilaku nyeri yang sering digunakan,antara lain (James &
Ashwill, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009; Potts & Mandleco, 2012):
9
Terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur skor
nyeri pada anak, diantaranya yaitu :
1) FLACC Pain Assessment Tool
Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak mulai usia
2 bulan - 8 tahun namun telah digunakan juga pada usia 0-18 tahun.
Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak ada nyeri
dan 10 untuk nyeri hebat. Penilaian tersebut adalah ekspresi muka (0-2),
gerakan kaki (0-2), aktivitas (0-2), menangis (0-2), kemampuan dihibur
(0-2).
Hasil skor perilakunya adalah :
0 : Tidak Nyeri
1-3 : nyeri ringan/ ketidaknyamanan ringan
4-6 : nyeri sedang
7-10 : nyeri hebat/ ketidaknyamanan berat
Tabel 2. Instrumen Pengkajian Nyeri FLACC
Terapi dekapan dapat diberikan semua keadaan baik dilakukan pada anak
maupun dewasa yang menerima pengobatan. Menurut Royal College of
Nursing (2010) tindakan ini harus dengan seizin anak atau orang tua, terlebih
dahulu menjelaskan kepada anak dan keluarga, adanya kebijakan yang
dilakukan pada saat dilakukan terapi dekapan sebagai pembatasan fisik,
adanya keperacayaan diridari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman, tepat
dalam melakukan pembatasan fisik dan dekapan pada anak.
Terapi dekapan tidak dapat terlepas dari pemberian posisi yang nyaman bagi
anak. Pemberian posisi ini merupakan teknik yang teat dalammembantu
meminimalkan dampak distres pada anak saat dilakukan prosedur invasif.
Pemberian posisi ini dapat dilakukan dalam berbagai macam tindakan invasif
diantaranya pemasangan infus, pengambilan sampel darah, pemasangan
NGT, imunisasi dan pemberian injeksi. Tujuan pemberian posisi yang
nyaman menurut The Children Mercy Hospital (2010) adalah untuk
imobilisasi ekstremitas anaksaat dilakukan prosedur, memberikan rasa aman
dan senang bagi anak, memberikan kenyamanan melalui kontak langsung
13
dengan orang tua. Orang tua berpartisiasi memberikan bantuan posisi bukan
dalam bentuk menahan secara negatif.
Beberapa posisi yang nyaman saat dilakukan terapi dekapan, diantaranya
adalah (American Family Children's Hospital, & Saint Joseph's Children's
Hospital) :
1. Posisi duduk dalam dekapan keluarga (Bear Hug Position)
Anak duduk dipangku ibu, ayah atau keluarga lain dengan chest to chest
straddle position, yaitu posisi anak berhadapan, dengan dada anak
bersandaran pada dada orang yang memangku, dengan posisi kaki anak
mengangkang pada pangkuan, lengan orang tua atau keluarga yang
memangku mendekap tubuh anak. Pada posisi ini anak tidak melihat
prosedur tindakan, sebagian daerah lengan dan kepala dilakukan dekapan.
Pada posisi ini biasanya 2 orang sebagai restrain (Two hold person).
14
2. Posisi duduk ke samping (Side sitting position)
Posisi ini diberikan pada anak yang lebih besar bila anak tidak dapat
duduk mengangkang pada perawat atau orang tua, gerakan tubuh dapat
diminimalkan tetapi kaki dapat berayun sehingga dapat bergerak bebas.
4.
17
Gambar 2. Skema Hubungan antar Konsep dalam Teori Kenyamanan
19
2. Kebutuhan kenyamanan psikospiritual
Kebutuhan kenyamanan psikospiritual berhubungan dengan kewaspadaan
diri secara internal seperti harga diri, meliputi kebutuhan terhadap
kepercayaan diri, motivasi. Kebutuhan ini seringkali dipenuhi dengan
ketenangan jiwa yang berfokus pada transcendence seperti pijatan,
kebersihan mulut, pengunjung, sentuhan dan memfasilitasi kenyamanan
personal.
Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan psikospiritual diantaranya :
a. Mengenali kebutuhan akan interaksi
b. Tingkatkan sosialisasi dengan menyediakan tempat dan waktu
dengan orang lain
c. Libatkan keluarga dan orang lain pada rencana keperawatan
Pengkajian aspek psikospritual pada bayi dapat dilakukan dengan
melibatkan orangtua (family centered care). Orangtua dapat
memberikan pendekatan spritual pada bayi sesuai dengan agama
yang dianut, misal beragama islam maka orangtua dapat memberikan
terapi murottal sebagai bentuk perkenalan spritual pada bayi.
Sedangkan aspek psikologis, pengkajian pada bayi dapat dilakukan
dengan menilai temperamen bayi, perilaku bayi serta kemampuan
beradaptasi dengan menggunakan skala ukur temperamen.
3. Kebutuhan kenyamanan sosiokultural
Kebutuhan kenyamanan sosiospiritual berhubungan dengan hubungan
interpersonal, keluarga dan masyarakat, meliputi kebutuhan terhadap
ketenangan hati, dukungan, bahasa tubuh yang positif, dan perawatan dari
sudut pandang budaya. Kebutuhan ini termasuk perilaku dapat melakukan
(a can do attitude), pesan kesejahteraan (message of wellness) dan
jaminan tentang anda melakukan dengan baik (youre doing great)
yang dilakukan oleh perawat selama bertugas. Kebutuhan sosial juga
termasuk kebutuhan pendampingan finansial keluarga, pendampingan
tugas pekerjaan dan hubungan selama hospitalisasi jika dukungan
keluarga mempunyai keterbatasan. Discharge planning dapat membantu
memenuhi kebutuhan sosial transisi sebelum ke rumah
20
4. Kebutuhan kenyamanan lingkungan
Kebutuhan kenyamanan lingkungan berhubungan dengan latar belakang
eksternal berdasarkan pengalaman manusia seperti sinar, suara, tempat
tinggal, warna, suhu dan elemen sintesis alam. Kebutuhan ini meliputi
kerapian, lingkungan yang tenang, perabotan yang nyaman, bau
lingkungan yang minimal, keamanan, perhatian dan saran terhadap
adaptasi lingkungan di ruangan rumah sakit dan rumah pasien atau
keluarga. Perawat semestinya melakukan upaya
Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan lingkungan di antaranya :
a. Menurunkan kegaduhan
b. Mengurangi pencahayaan pada saat tidur
c. Memfasilitasi promosi kesehatan lingkungan lainnya.
Baris 1
Baris 2
Kepuasan
Kebutuhan Intervensi Usia Kenyamanan Internal, keluarga,
rasa nyaman kenyamanan perkembanga fisik, eksternal, lama rawat
anak dan n, dukungan psikopsiritual, meninggal berkurang,
keluarga sosial, lingkungan, dengan tindakan
diagnosis SES tenang medis
sosiokultural
Baris 3
Perawat
Kebutuhan Protokol Comfort percaya LOS
kenyamanan prosedur behavioural anak minimal,
pada tindakan checklist mendapat kebutuhan
Catatan usia
prosedur (CBC) kenyamanan sedassi
anak dan
invasif dan tidak berkurang,
kehadiran
nyeri kepuasan
keluarga
meningkat
21
2.3.2 Aplikasi Comfort Theory dengan menggunakan Terai Dekapan
22
BAB III
PENGKAJIAN DAN ANALISIS RUANGAN
3.1 Pengkajian
Kegiatan pengkajian dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan atau
masalah yang terjadi di ruangan. Mahasiswa melakukan pengkajian dengan
cara wawancara dengan kepala ruangan, CI maupun perawat pelaksana. Selain
wawancara mahasiswa juga melakukan observasi tindakan terkait pemasangan
infus di ruang tindakan. Pelaksanaan pengkajian dilakukan pada minggu
kedua. Hasil dari pengkajian tersebut yaitu:
23
24
a. Kekuatan (Strength)
1. Sumber Daya Manusia
a) Perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik
terhadap perawatan anak, yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan di rumah sakit dan di luar rumah sakit.
b) Perawat memiliki skill yang baik dalam pemasangan infus anak
dan bayi.
c) Perawat memiliki keterbukaan terhadap hal baru terkait pemberian
keperawatan
d) Perawat memperhatikan kebutuhan aman dan nyaman pasien.
2. Pelayanan Keperawatan
a) Tindakan invasif menggunakan teknik steril seperti pemasangan
infus
b) Tersedianya SOP tindakan keperawatan yang dilakukan di
ruangan.
c) Perawat mendokumentasikan hasil pengkajian dan implementasi
keperawatan yang telah dilakukan
4. Lingkungan
a) Pengaturan dengan baik mengenai kebersihan, suhu, sirkulasi
udara dan pencahayaan ruangan dan diusahakan memenuhi standar
kebutuhan pasien.
b) Letak peralatan yang dibutuhkan mudah dijangkau.
25
b. Kelemahan (Weakness)
1. Sumber Daya Manusia
Rasio perawat dan pasien yang tidak sesuai. Setiap shift perawat yang
bertugas untuk 1 kamar berisi 6 pasien hanya 1 perawat, sehingga
rasio perawat dan pasien tidak ideal yaitu 1 perawat merawat 6-8
pasien.
2. Tingkat ketergantungan anak tinggi
c. Peluang (Opportunity)
1. Adanya mahasiswa S2 yang praktik residensi.
2. Adanya dukungan dari CCM dan kepala ruangan untuk melakukan
perubahan.
d. Ancaman (Threat)
1. Belum optimal implementasi terapi dekapan saat pemasangan infus
2. Beberapa orang tua pasien menjauh ketika pasien hendak dipasang
infus.
3. Penolakan dari perawat ataupun orang tua pasien untuk menerapkan
intervensi dekapan dan posisi duduk saat pemasangan infus
26
3.3 Sasaran
Sasaran kegiatan ini adalah orang tua (keluarga) dan anak yang dipasang infus
berusia 1-6 tahun di ruang rawat infeksi gedung A lantai 1 dan 2 RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo.
27
3. Sosialisasi proyek inovasi Penyampaian ide Diskusi dan Tim Kesepakatan untuk 30 September
dan gagasan ke tanya jawab mencoba terapi 2016
kepala ruangan dan mendekap dan
28
8. Seminar Hasil Menyampaikan Pemaparan hasil Tim Laporan Akhir 13 Oktober 2016
hasil proyek inovasi proyek inovasi
kepada seluruh
perawat ruangan Diskusi/Tanya Masukan dari
jawab pembimbing
30
b. DO (PELAKSANAAN)
Penerapan terapi mendekap dan pemberian posisi duduk dimotori oleh
kelompok ruangan infeksi Residensi Keperawatan Anak Lanjut II
yang kemudian diikuti oleh perawat ruangan dan mahasiswa
keperawatan lain yang melakukan tindakan pemasangan infus di
Ruang Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Periode pelaksanaan tindakan tanggal 3 7 Oktober 2016 dan
diharapkan akan dilanjutkan oleh perawat ruangan.
Penerapan proyek inovasi dimulai dari tahap persiapan, meliputi: (1)
persiapan alat, yaitu persiapan pemasangan infus; (2) persiapan pasien
dan orang tua, yaitu menjelaskan prosedur terapi mendekap dan
meminta persetujuan orang tua untuk mau melakukannya; (3)
persiapan perawat, yaitu pengetahuan dan tentang terapi mendekap
dan kesiapan diri (mental dan spiritual perawat), tahap pelaksanaan,
dan evaluasi menggunakan instrumen FLACC.
c. CHECK (PENGUKURAN)
Keefektifan penerapan terapi mendekap dan pemberian posisi duduk
dinilai melalui lembar observasi lapangan, instrumen FLACC untuk
menentukan perbedaan skor nyeri pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
Hasil evaluasi pada kelompok intervensi dan kontrol akan diuji secara
statistik dan akan dilakukan analisis data sampai dengan penyusunan
kesimpulan.
4.1 Hasil
4.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Usia pada Kelompok
Kontrol dan Kelompok Intervensi, September - Oktober 2016 (n=20)
Tabel 4.1 menunjukkan rerata usia anak pada kelompok kontrol adalah 2,6
tahun (SD= 1,47) dan rerata usia anak pada kelompok intervensi adalah 2,6
tahun (SD= 1,26).
0%
20%
80%
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
KONTROL INTERVENSI
Skor CFS
Kontrol 10 3.8 0.42 0.006*
Intervensi 10 2.8 0.92
*ada pengaruh (p value < 0.05)
Tabel 4.2 menunjukkan hasil analisis perbedaan skor distres pada kelompok
kontrol dan kelompok intervensi. Hasil p value skor distres pada kedua
kelompok adalah 0,006 (p value <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang bermakna terapi mendekap terhadap distres anak
yang mendapatkan pemasangan infus.
Tabel 4.3
Analisis Perbedaan Distres pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok Intervensi
Skor FLACC
Kontrol 10 7.6 1.35 0.002*
Intervensi 10 5.7 0.95
*ada pengaruh (p value < 0.05)
Tabel 4.3 menunjukkan hasil analisis perbedaan skor nyeri pada kelompok
kontrol dan kelompok intervensi. Hasil p value skor nyeri pada kedua
kelompok adalah 0,002 (p value <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang bermakna terapi mendekap terhadap nyeri anak
yang mendapatkan pemasangan infus.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Gambaran Variabel Usia Responden
Usia termuda pada kelompok Toddler baik pada kelompok intervensi
maupun kontrol dalam penelitian ini adalah 1 tahun dan yang paling
besar adalah 3 tahun. Menurut Perkembangan Kognitif Piaget anak
usia toddler masuk ke dalam tahap sensorimotor. Pada tahap ini anak
memahami dunianya melalui gerak dan inderanya, serta mempelajari
permanensi objektif, menggunakan kata-kata dan tindakan sebagai
strategi untuk menciptakan hasil yang diinginkan. Anak-anak usia 1-3
tahun masih lemah dalam mempersepsikan diri mereka terhadap
penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Waisnawa, Natalia, dan
Rahayu (2010) mengenai penerapan atraumatik dengan tingkat
kooperatif anak pada usia 1-3 tahun saat dilakukan injeksi intravena
di RSUD Bantul menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang
bermakna antara penerapan atraumatic care dengan tingkat kooperatif
anak usia 1-3 tahun dengan koefisien positif yang berarti semakin
baik penerapan atraumatic care pada anak, maka respon kooperatif
akan berada pada tingkatan yang tinggi pada anak.
Usia termuda pada kelompok usia sekolah pada penelitian ini adalah
4 tahun dan yang tertua adalah 5 tahun. Menurut Perkembangan
Kognitif Piaget anak usia prasekolah masuk ke dalam tahap
praoperasional. Selama tahap ini, anak mulai memiliki kecakapan
motoric, proses berfikir meskipun dianggap jauh dari logis.
Animisme dan egosentris merupakan ciri khas dari tahap
preoperasional (Ranuh & Soetjiningsih, 2014). Penelitian yang
dilakukan oleh James, Ghai, dan Sharma membuktikan bahwa
penerapan atraumatic care seperti teknik distraksi dapat membantu
menurunkan nyeri saat dilakukan venipuncture. Hasil penelitian
membuktikan adanya penurunan skor nyeri yang signifikan setelah
anak menonton film kartun saat dilakukan venipuncture.
Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan kepada anak sangat
dibutuhkan kerjasama atau kooperatif anak, sehingga proses asuhan
keperawatan dapat berjalan lancar. Anak-anak tidak dapat
diperkirakan dan tidak dapat diharapkan untuk bekerja sama secara
total ketika menerima tindakan prosedural secara invasif, bahkan
anak-anak yang tampak rileks dapat kehilangan kontrol ketika
mengalami stres akibat hospitalisasi (Wong et al, 2009). Oleh sebab
itu, dengan menentukan apa yang diketahui anak dan mampu
memahami penyakit mereka merupakan tahap pertama dalam
membantu mereka alasan hospitalisasi. Kegiatan pelaksanaan
pelayanan dan perawatan kesehatan anak yang dilaksanakan di rumah
sakit sebaiknya tidak hanya pada kesehatan murni pada anak sakit,
tetapi juga harus ada upaya untuk membantu meningkatkan tingkat
kooperatif anak yang memungkinkan anak untuk bisa bekerja sama
dengan perawat saat dilakukan tindakan prosedural.
5.1 Kesimpulan
1. Mayoritas skor nyeri pada kelompok yang diberikan terapi dekapan saat
pemasangan infus adalah nyeri sedang.
2. Mayoritas skor nyeri pada kelompok yang tidak diberikan terapi dekapan
saat pemasangan infus adalah nyeri berat.
3. Terdapat perbedaan rerata yang signifikan skor distress dan nyeri antara
kelompok intervensi dan kontrol saat pemasangan infus.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Rumah Sakit
Berdasarkan hasil dari proek inovasi ini diharapkan terapi dekapan
dapat menjadi salah satu standar operasional prosedur yang diterapkan
di ruang rawat anak gedung A lantai 1 untuk mendukung perawatan
atraumatik bagi anak yang akan dilakukan tindakan invasif, terutama
pemasangan infus.
5.2.2 Bagi Perawat
Perawat diharapkan mampu menerapkan perawatan atraumatik dengan
melakukan intervensi terapi mendekap untuk meminimalkan stres
hospitalisasi dan nyeri pada anak dan keluarga saat anak dilakukan
tindakan invasif, terutama pemasangan infus.
5.2.3 Bagi pasien dan keluarga
Pemberian terapi dekapan pada saat pemasangan infus akan
meningkatkan rasa nyaman pada anak dan mendukung family centered
care, sehingga diharapkan orang tua mampu meningkatkan
keberaniannya untuk melakukan terapi dekapan pada anak sehingga
anak akan merasa nyaman dan mempercepat proses penyembuhan
pada anak
DAFTAR REFERENSI
American Family Children's Hospital. (). Comfort positioning for procedures for
pediatric patients. Diakses pada tanggal 28 september 2016 dari
http://www.uwhealth.org/
Geise, H. (2010). Positioning for comfort, St. Joseph Children Hospital. Retrieved
from: http://ministryhealth.org, diakses tanggal 20 November 2015.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran, Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Heden, L., Poder, U., Von Essen, L., & Ljungman, G. (2013). Parents
perceptions of their child's symptom burden during and after cancer
treatment. Journal of Pain and Symptom Management, 46(3), 366375.
http://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2012.09.012
Hockenberry & Wilson. (2009). Wongs nursing care of infants and children, (8th
ed.). St. Louis: Mosby, Inc.
Kolcaba, K., & DiMarco, M., A. (2005). Comfort theory and its application to
pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3), 187-194. Retrieved from
http://www.medscape.com/viewarticle/507387.
Potter & Perry, (2009). Fundamentals of nursing, (7th ed.). Missouri : Mosby
Elsevier, Inc.
Potts, N.L., & Mandleco, B.L. (2012). Pediatric nursing caring for children and
their families.(3rded.). New York: Delmar Cengage Learning.
Sabiston, David C. 2002. Buku Ajar Bedah. Jilid Pertama. Jakarta: EGC.
Sentanu, Erbe. 2007. Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Tomey, A.M., & Alligood, M.R, (2006). Nursing theorist and their work sixth
edition. Mosby: Year Book.
Wong, D.L., Hockenberry, E.M., Wilson, D., Wilkelstein, M.L., & Kline, N.E.
(2009). Nursing care of infants and chidren. Missouri: Mosby, Inc.