Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 7 KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

“Rangkuman Patofisiologi Penyakit Gagal Ginjal Kronik”

OLEH

I WAYAN DANDI PRATAMA

C1119156

VD

POGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

2021
PENGERTIAN

Ginjal adalah organ kecil tetapi penting karena mempunyai fungsi yang kompleks dan
bekerja secara otomatis. Namun biarpun kecil, ginjal berfungsi menghilangkan air, sisa-sisa
kotor, atau sampah dan racun hasil metabolisme yang berlebihan di dalam tubuh, membantu
mengatur tekanan darah, mengatur keseimbangan kimia dalam tubuh, memelihara tulang agar
tetap kuat, memberi perintah kepada tubuh untuk membuat sel darah merah dan menolong
anak-anak tumbuh dengan normal. Karena fungsinya yang demikian kompleks dan penting,
salah satu saja fungsinya tidak dapat dilakukan, ginjal bisa dianggap gagal dan mempunyai
akibat yang menyengsarakan dan berlarut-larut (Nurchayati et al., 2019)

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah merupakan penurunan fungsi ginjal secara progresif
sehingga tidak dapat mempertahankan homeostasis dalam tubuh dengan insidens yang terus
meningkat. Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

Gagal Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease) adalah keadaan terjadinya penurunan
fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menaun) disebabkan oleh berbagai
penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih kembali
(irreversible). Gejala penyakit ini umumnya adalah tidak ada nafsu makan, mual, muntah,
pusing, sesak nafas, rasa lelah, edema pada kaki dan tangan, serta uremia.(Arinta & Rihiantoro,
2017)

PATOFISIOLOGI

Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah,
sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh system tubuh. Semakin
banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat. Gangguan clearanse renal
terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus
dideteksi dengan memeriksa clearanse kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukkan
penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum.

Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi.
Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status
uremik memburuk. Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia
(NH3-) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan ekskresi fosfat dan asam
organik lain terjadi. Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran penceranaan. Eritropoitein yang
diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah, dan
produksi eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disrtai keletihan
angina, dan sesak nafas.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar


serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkatr, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum dan sebaliknya, kadar serum
kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dan
kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon, sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan
tulang dan penyakit tulang. Demikian juga, vitamin D yang dibentuk diginjal menurun seirng
perkembangan gagal ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Arinta, & Rihiantoro, T. (2017). Hubungan Lama Menderita Gagal Ginjal Kronik dengan
Kadar Albumin pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Keperawatan, XI(1),
146–152.

Nurchayati, S., Sansuwito, T. Bin, & Rahmalia, S. (2019). Gambaran Deteksi Dini Penyakit
Gagal Ginjal Kronik Pada Masyarakat Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Jurnal
Ners Indonesia, 9(1), 11. https://doi.org/10.31258/jni.9.1.11-18

Anda mungkin juga menyukai