Anda di halaman 1dari 8

MATERIALITAS

Materialitas adalah pertimbangan penting dalam menentukan jenis laporan yang tepat
untuk diterbitkan dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, jika salah saji relatir tidak material
terhadap laporan keuangan suatu entitas selama periode berjalan, maka tepat untuk menerbitkan
pendapat wajar tanpa pengecualian. Contoh umumnya adalah membebankan segera
perlengkapan kantor, bukannya membukukan sebagian yang belum digunakan ke dalam
persediaan karena jumlahnya tidak signifikan. Situasinya akan berubah total bila jumlahnya
begitu signifikan sehingga keseluruhan laporan keuangan akan dipengaruhi secara material.
Dalam kondisi ini, auditor perlu menolak memberikan pendapat atau menerbitkan pendapat tidak
wajar, tergantung pada apakah yang terlibat adalah pembatasan ruang lingkup atay
penyimpangan dari GAAP. Dalam situasi-situasi yang tingkat materialitasnya lebih rendah, akan
lebih tepat jika menerbitkan pendapat wajar dengan pengecualian.
Definisi umum dari materialitas yang diterapkan dalam bidang akuntansi dan selanjutnya
berlaku dalam pelaporan audit adalah sebagai berikut:
Suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan akan salah
saji tersebut akan mempengaruhi keputusan para pemakai laporan tersebut.
Dalam penerapan definisi ini, tiga tingkat materialitas digunakan untuk menentukan jenis
pendapat yang akan diterbitkan.

Jumlahnya tidak Material Apabila ada salah saji dalam laporan keuangan
tetapi cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, hal tersebut dianggap sebagai
tidak material. Karena itu, pendapat wajar tanpa pengecualian layak diterbitkan. Sebagai contoh,
asumsikan bahwa manajemen mencatat asuransi dibayar di muka sebagai aset pada tahun
sebelumnya dan memutuskan untuk membebankannya dalam tahun berjalan guna mengurangi
biaya pemeliharaan catatan. Ini berarti manajemen gagal mematuhi GAAP/PSAK, tetapi jika
jumlahnya sedikit, maka salah saji tersebut tidak material dan laporan audit wajar tanpa
pengecualian standar tepat untuk diterbitkan.

Jumlahnya Material tetapi Tidak Memperburuk Laporan


Keuangan secara Keseluruhan Tingkat materialitas yang kedua terjadi apabila salah
saji dalam laporan keuangan akan mempengaruhi keputusan para pemakai laporan itu, tetapi
laporan keuangan secara keseluruhan tetap disajikan secara wajar sehingga masih berguna.
Sebagai contoh, pengetahuan akan salah saji yang besar dalam aset tetap mungkin
mempengaruhi keinginan pemakai untuk meminjam uang kepada perusahaan jike aset itu adalah
jaminannya. Salah saji dalam persediaan tidak berarti bahwa kas, piutang usaha, dan unsur-unsur
laporan keuangan lainnya, atau laporan keuangan pecara keseluruhan, tidak benar secara
material.
Untuk mengambil keputusan tentang tingkat materialitas apabila terdapat kondisi yang
memerlukan penyimpangan dari pendapat di luar pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor
harus mengevaluasi semua pengaruhnya terhadap laporan keuangan. Asumsikan bahwa auditor
tidak dapat meyakinkan dirinya sendiri apakah persediaan telah disajikan secara wajar pada saat
akan memutuskan jenis pendapat yang tepat. Karena salah saji persediaan mempengaruhi akun-
akun lainnya dan nilai total laporan keuangan, auditor perlu mempertimbangkan dampak
gabungan materialitas itu terhadap persediaan, total aset lancar, total modal kerja, total aset,
pajak penghasilan, utang pajak penghasilan, total kewajiban lancar, harga pokok penjualan, laba
bersih sebelum pajak, dan laba bersih setelah pajak.
Apabila auditor menyimpulkan bahwa salah saji material tetapi tidak mempengaruhi
laporan keuangan secara keseluruhan, maka pendapat yang tepat adalah pendapat wajar dengan
pengecualian (dengan menggunakan “kecuali untuk”).

Jumlahnya Sangat Material atau Begitu Pervasif sehingga


Kewajaran Laporan Keuangan secara Keseluruhan Diragukan
Tingkat materialitas tertinggi terjadi apabila pemakai mungkin akan membuat keputusan yang
tidak benar jika mereka mengandalkan laporan keuangan secara keseluruhan. Kembali pada
contoh sebelumnya, jika persediaan merupakan saldo terbesar dalam laporan keuangan, maka
salah saji yang besar mungkin akan begitu material sehingga laporan auditor harus menunjukkan
bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak dapat dipandang sebagai telah disajikan secara
wajar. Apabila terwujud tingkat materialitas yang tertinggi, auditor harus menolak memberikan
pendapat atau memberikan pendapat tidak wajar, tergantung pada kondisi yang ada.
Pada saat menentukan apakah suatu pengecualian sangat material, auditor harus
mempertimbangkan seberapa besar pengaruh pengecualian tersebut terhadap bagian laporan
keuangan yang berbeda. Ini disebut sebagai penyebaran (pervasiveness). Misklasifikasi antara
kas dan piutang usaha hanya mempengaruhi kedua akun tersebut dan karenanya tidak pervasif.
Di pihak lain, kelalaian mencatat penjualan yang material dikatakan sangat pervasif karena hal
itu mempengaruhi penjualan, piutang usaha, beban pajak penghasilan, pajak penghasilan akrual,
serta laba ditahan, yang pada gilirannya mempengaruhi aset lancar, total aset, kewajiban lancar,
total kewajiban, ekuitas pemilik, marjin kotor, dan laba operasi.
Bila salah saji menjadi lebih pervasif, kemungkinan untuk menerbitkan pendapat tidak
wajar, alih-alih pendapat wajar dengan pengecualian, akan semakin tinggi. Sebagai contoh,
andaikan auditor memutuskan bahwa misklasifikasi antara kas dan piutang usaha akan
menghasilkan pendapat wajar dengan pengecualian karena kesalahan tersebut dianggap material:
kegagalan untuk mencatat penjualan dalam jumlah uang yang sama dapat mengakibatkan
diterbitkannya pendapat tidak wajar karena pengaruh pervasif itu.
Tanpa memperhatikan jumlah yang terlibat, penolakan untuk memberikan pendapat harus
dilakukan apabila auditor ditetapkan tidak memiliki independensi menurut peraturan Kode
Perilaku Profesional. Persyaratan yang ketat ini mencerminkan pentingnya independensi bagi
para auditor. Setiap penyimpangan dari aturan independensi ini akan dianggap sangat material.
Mengikhtisarkan hubungan antara materialitas dan jenis pendapat yang akan diterbitkan.
Dalam konsepnya, pengaruh materialitas terhadap jenis pendapat yang diterbitkan
bersifat langsung. Dalam aplikasinya, memutuskan materialitas aktual merupakan pertimbangan
yang sulit dalam situasi tertentu. Tidak ada pedoman yang sederhana dan didefinisikan dengan
jelas yang memungkinkan auditor memutuskan kapan Suatu hal dianggap tidak material,
material, atau sangat material. Evaluasi terhadap materialitas juga tergantung pada apakah
situasinya melibatkan kegagalan untuk mengikuti GAAP atau pembatasan ruang lingkup audit.

Keputusan Materialitas Kondisi Non-GAAP Apabila klien gagal dalam


mengikuti GAAP, maka laporan audit akan berupa pendapat wajar tanpa pengecualian pendapat
wajar dengan pengecualian, atau pendapat tidak wajar, tergantung pada materialitas dari
penyimpangan yang terjadi. Beberapa aspek materialitas harus dipertimbangkan.
Jumlah Dolar Dibandingkan dengan Dasar Tertentu Masalah utama dalam mengukur
materialitas apabila klien gagal mematuhi GAAP biasanya adalah total dolar salah saji pada
akun-akun yang terlibat, yang dibandingkan dengan beberapa dasar pengukuran. Salah saji
sebesar $10.000 mungkin material bagi perusahaan kecil, tetapi tidak material bagi perusahaan
besar. Oleh karenanya, salah saji harus dibandingkan dengan beberapa dasar pengukuran
sebelum keputusan dapat diambil tentang materialitas dari kelalaian mematuhi GAAP. Dasar
yang umum mencakup laba bersih, total aset, aset lancar, dan modal kerja.
Sebagai contoh, asumsikan bahwa auditor yakin bahwa persediaan telah ditetapkan
terlalu tinggi sebesar $100.000 akibat kelalaian klien mematuhi GAAP. Asumsikan juga saldo
persediaan tercatat sebesar $1 juta, aset lancar sebesar $3 juta, dan laba bersih sebelum pajak
sebesar $2 juta. Dalam kasus ini, auditor harus mengevaluasi materialitas dari salah saji
persediaan sebesar 1096, aset lancar sebesar 3,39, dan laba bersih sebelum pajak sebesar 554.
Untuk mengevaluasi materialitas secara keseluruhan, auditor juga harus menggabungkan
semua salah saji yang belum disesuaikan serta menilai apakah ada sekumpulan salah saji yang
tidak material yang jika digabungkan akan mempengaruhi laporan keuangan secara signifikan.
Dalam contoh persediaan tersebut, asumsikan bahwa auditor juga yakin adanya lebih saji piutang
usaha sebesar $150.000. Jadi pengaruh total terhadap aset lancar sekarang adalah 8,390
($250.000 dibagi dengan $3.000.000) dan sebesar 12,596 terhadap laba bersih sebelum pajak
($250.000 dibagi dengan $2.000.000).
Ketika membandingkan salah saji yang potensial dengan suatu dasar tertentu, auditor
harus mempertimbangkan dengan cermat semua akun yang dipengaruhi oleh salah saji tersebut
(pervasiveness). Sebagai contoh, sangatlah penting un tidak melupakan pengaruh kurang saji
persediaan terhadap harga pokok penjualan, Jaba sebelum pajak, beban pajak penghasilan, serta
utang pajak penghasilan akrual. Dapat Diukur Jumlah dolar dari beberapa jenis salah saji tidak
dapat diukur secara akurat. Sebagai contoh, keengganan klien untuk mengungkapkan suatu
tuntutan hukum yang sedang berlangsung atau akuisisi perusahaan baru yang dilakukan setelah
tanggal neraca adalah sulit, bahkan tidak mungkin, diukur dalam satuan uang. Pertanyaan
tentang materialitas yang harus dievaluasi auditor dalam situasi seperti ini adalah pengaruh
kegagalan mengungkapkan hal-hal tersebut terhadap para pemakai laporan.
Sifat Pos Keputusan seorang pemakai laporan mungkin dipengaruhi juga oleh jenis salah
saji. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi keputusan para pemakai laporan, dan
demikian juga, pendapat auditor, dalam cara yang berbeda ketimbang pada kebanyakan salah
saji.
1. Transaksi yang ilegal atau curang.
2. Suatu pos yang secara material dapat mempengaruhi beberapa periode di masa depan,
walaupun salah saji tersebut tidak material apabila hanya periode berjalan yang
dipertimbangkan.
3. Suatu pos yang mempunyai pengaruh “psikis” (sebagai contoh, pos yang mengubah
kerugian yang kecil menjadi laba yang kecil, mempertahankan tren laba yang meningkat,
atau mengusahakan laba melebihi harapan para analis).
4. Suatu pos mungkin penting dalam kaitannya dengan konsekuensi yang mungkin timbul
dari kewajiban kontraktual (sebagai contoh, pengaruh kegagalan mematuhi pembatasan
utang dapat mengakibatkan penarikan pinjaman yang material).
Keputusan Materialitas—Kondisi Pembatasan Ruang Lingkup Audit Apabila terdapat
pembatasan ruang lingkup audit, laporan audit dapat berupa pendapat wajar tanpa pengecualian,
ruang lingkup dan pendapat wajar dengan pengecualian, atau menolak memberikan pendapat,
tergantung pada materialitas pembatasan ruang lingkup audit tersebut. Auditor akan
mempertimbangkan ketiga faktor yang sama seperti pada pembahasan sebelumnya tentang
keputusan materialitas untuk kegagalan mengikuti GAAP, tetapi akan dipertimbangkan secara
berbeda. Ukuran salah saji yang potensial, bukan salah saji yang telah diketahui, menjadi penting
dalam menentukan apakah pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat wajar dengan
pengecualian, atau menolak memberikan pendapat yang tepat bagi pembatasan ruang lingkup
audit. Sebagai contoh, jika utang usaha sebesar $400.000 belum diaudit, auditor harus
mengevaluasi salah saji yang potensial dalam utang usaha tersebut serta memutuskan seberapa
material pengaruhnya terhadap laporan keuangan. Penyebaran (pervasiveness) salah saji yang
potensial ini juga harus dipertimbangkan.
Biasanya jauh lebih sulit mengevaluasi materialitas salah saji yang potensial akibat
pembatasan ruang lingkup audit ketimbang kegagalan mengikuti GAAP. Salah saji yang
diakibatkan oleh kegagalan mengikuti GAAP dapat diketahui. Sementara salah saji yang
diakibatkan oleh pembatasan ruang lingkup audit biasanya harus diukur secara subjektif dalam
pengertian salah saji yang potensial atau yang mungkin. Sebagai contoh, utang usaha yang
dicatat sebesar $400.000 mungkin kurang saji sebesar lebih dari $1 juta, yang dapat
mempengaruhi beberapa jumlah total, termasuk marjin kotor, laba bersih, dan total aset.
MATERIALITAS DALAM PROSES AUDIT

Dalam suatu audit laporan keuangan tentu terdapat berbagai macam pertimbangan bagi auditor
untuk dapat memberikan opini terhadap laporan keuangan yang sedang mereka audit.
Materialitas adalah salah satu pertimbangan bagi auditor dalam merumuskan suatu opini.
Selanjutnya, apakah yang dimaksud dengan materialitas itu sendiri? tingkat materialitas seperti
apa yang dapat memberikan keyakinan bagi seorang auditor? konsep ini penting diketahui oleh
seorang auditor agar dapat memberikan opini secara tepat.
Pertama kita harus mengetahui pengertian materialitas itu sendiri, materialitas adalah kesalahan
penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan penyajian tersebut, secara
individual atau agregat, diperkirakan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi yang diambil
berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna laporan keuangan tersebut.

Ada juga yang dinamakan materialitas pelaksanaan, yaitu suatu jumlah yang ditetapkan oleh
auditor pada tingkat yang lebih rendah daripada materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, untuk mengurangi ke tingkat rendah yang semestinya kemungkinan kesalahan
penyajian yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi yang secara agregat melebihi
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika berlaku, materialitas pelaksaan
dapat ditetapkan oleh auditor pada jumlah yang lebih rendah daripada materialitas golongan
transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu.

Selanjutnya, bagaimana cara auditor dalam menentukan materialitas?


Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan profesional. Sebagai langkah
awal dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan, persentase
tertentu sering kali diterapkan pada suatu tolak ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor yang dapat
memengaruhi proses identifikasi suatu tolak ukur yang tepat mencakup:
1. struktur kepemilikan dan pendanaan entitas
2. unsur-unsur laporan keuangan (aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban)
3. sifat entitas, posisi entitas dlm siklus hidupnya, industri serta lingkungan ekonominya
4. fluktuasi relatif tolak ukur tersebut ( pendapatan, laba bruto, beban periode sebelumnya)
5. unsur yg menjadi perhatian khusus auditor (tujuan evaluasi kinerja keuangan, pengguna fokus
laba)

Kapan auditor menentukan tingkat materialitas tersebut?


Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan audit, serta
pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam audit dan
kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan dan pada saat
merumuskan opini dalam laporan auditor

Lalu, saat perencanaan audit pertimbangan apa saja yang dipikirkan oleh auditor?
Dalam perencanaan audit, auditor membuat pertimbangan-pertimbangan tentang ukuran
kesalahan penyajian yang dipandang material. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
menyediakan suatu dasar untuk:
1. menentukan sifat, saat dan luas prosedur penilaian risiko
2. mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material
3. menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan

Bisakah materialitas yang sudah ditetapkan tersebut di revisi?


Auditor harus merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika
berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) pada saat
auditor menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin saja menyebabkan auditor
menentukan jumlah materialitas yang berbeda dari jumlah materialitas yang pertama kali
ditetapkan.

Terakhir, bagaimana opini yang akan diberikan auditor berdasarkan materialitas tersebut?
tentu opini yang diberikan juga berdasarkan kecukupan bukti, salah saji dan materialitas yang
telah diidentifikasi oleh auditor. Jika selama proses audit, auditor menemukan tingkat kesalahan
pada penyajian laporan keuangan secara individu suatu golongan akun dan keseluruhan dibawah
tingkat materialitas yang ditetapkan oleh auditor, maka opini yang akan diberikan adalah opini
wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), dan jika ternyata sebaliknya, tingkat kesalahan
berada diatas atau melebihi tingkat materialitas yang ditentukan maka opini yang akan diberikan
adalah wajar dengan pengecualian (qualified opinion) atau tidak wajar (adverse opinion),
tergantung seberapa material kesalahan tersebut.

Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Proses Audit


Materialitas adalah kesalahan penyajian, termasuk penghilang, dianggap material bila kesalahan
penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna laporan keuangan tersebut.
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat berikut :

1. Tingkat laporan karena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai laporan
keuangan secara keseluruhan.
2. Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan
keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.
Materialitas di dua tingkat :
"Overall" materiality adalah materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan.
Sedangkan "specific" materiality adalah materialitas untuk jenis transaksi, saldo akun atau
pengungkapan (disclosures) tertentu.

Cara Auditor Dalam Menentukan Materialitas


Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan profesional. Sebagai
langkah awal dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan,
persentase tertentu sering kali diterapkan pada suatu tolak ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor
yang dapat memengaruhi proses identifikasi suatu tolak ukur yang tepat mencakup:
1. struktur kepemilikan dan pendanaan entitas
2. unsur-unsur laporan keuangan (aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban)
3. sifat entitas, posisi entitas dlm siklus hidupnya, industri serta lingkungan ekonominya
4. fluktuasi relatif tolak ukur tersebut ( pendapatan, laba bruto, beban periode sebelumnya)
5. unsur yg menjadi perhatian khusus auditor (tujuan evaluasi kinerja keuangan, pengguna fokus
laba).

Tiga tahap dalam proses audit menggunakan konsep materialitas adalah :


1.    Tahap Penilaian Risiko
Dalam tahap penilaian risiko, auditor melaksanakan :
a.    Menentukan dua macam materialitas yaitu materialitas untuk laporan keuangan secara
menyeluruh (overall materiality)  dan materialitas pelaksanaan (performance materiality)
b.    Merencakan prosedur penilaian risiko
c.    Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material

2.    Tahap Menanggapi Risiko


Dalam tahap menanggapi risiko, auditor harus melaksanakan:
a.    Menentukan sifat, waktu dan luasnya prosedur audit selanjutnya
b.    Merrubah angka materialitas karena adanya perbuahan situasi selama berlangsungnya audit

3.    Tahap Pelaporan
Dalam tahap pelaporan, auditor harus melaksanakan :
a.    Mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi oleh entittas
b.    Merumuskan pendapat auditor

Overall materiality ditetapkan oleh auditor dengan menggunakan professional judgement pada
angka salah saji tertinggi yang tidak akan berdampak pada keputusan ekonomis yang dibuat
pemakai laporan keuangan.

Performance materiality memungkinkan auditor menangani risiko salah saji dalam jenis
transaksi, saldo akun atau disclosures tanpa harus mengubah overall materiality. Performance
materiality dimungkinkan ditetapkan lebih rendah dari overall materiality oleh auditor. Selisih
angka antara overall materiality dan performance materiality dijadikan penyangga (buffer).
Penetapan performance materiality juga dapat berdasarkan professional judgement auditor.
Spesific materiality terjadi ketika salah saji yang lebih kecil dari angka materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan dapat diperkirakan secara layak akan mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan.

Materialitas dalam Pelaksanaan Proses Audit


Auditor harus menggunakan materialitas ketika menentukan sifat, waktu pelaksanaan dan
luasnya prsedur audit. Menggunakan materialitas untuk:
1. Mengidentifikasi prosedur audit selanjutnya
Menentukan item mana yang harus dipilih untuk sampling atau testing dan apakah harus
2. menggunakan teknik sampling
3. Membantu menentukan banyaknya sample
4. Mengevaluasi representasi sampling eror untuk menentukan salah saji yang mungkin ada.
Rse adalah sampling yang mewakili seluruh populasi.
5. Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan pada tingkat akun sampai tingkat laporan
keuangan
6. Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan termasuk dampak neto dari salah saji yang
tidak dikoreksi
7. Menilai hasil prosedur audit

Materialitas dalam Merancang Pengujian


Faktor kunci dalam menentukan luasnya suatu prosedur audit adalah materialitas pelaksanaan.
Materialitas pelaksanaan ditetapkan untuk laporan keuangan secara keseluruhan dan
dimodifikasi untuk memperhitungkan risiko tertentu berkenaan suatu saldo akun, transaksi, atau
disclosure dalam laporan keuangan.
Harapannya dalam proses audit adalah materialitas tersebut mungkin saja dapat direvisi sewaktu
audit mengetahui adanya informasi baru atau ada perubahan dalam pemahaman proses auditor
mengenai entitas dan operasinya. Dan jika perubahan diperlukan, tim audit akan diberi tahu dan
nilai dampaknya terhadap rencana audit.

Sumber referensi:
Buku “Auditig & Jasa Assurance” Pendekatan Terintegrasi (Edisi Kelima belas
Jilid 1)
https://fakhrianshori.wordpress.com/2015/03/03/materialitas-dalam-proses-audit/
https://www.kompasiana.com/silviaanggreini9438/5fa398958ede480ed75fb002/pe
ntingnya-konsep-materialitas-dalam-proses-audit

Anda mungkin juga menyukai