Anda di halaman 1dari 5

RANGKUMAN PENGAUDITAN

KELOMPOK 2
BAB 9 MATERIALITAS
Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam menentukan laporan audit yang tepat untuk
di terbitkan.
FASB mendefinisikan materialitas sebagai berikut:
Besarnya nilai dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang
yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau
salah saji tersebut.
MENETAPKAN PERTIMBANGAN MATERIALITAS AWAL
Dinamakan Pertimbangan materialitas awal karena meskipun merupakan opini professional
penilaian tersebut dapat berubah selama kontrak kerja. Penilaian tersebut harus
didokumentasikan dalam arsip audit.
Pertimbangan materialitas awal merupakan jumlah maksimal dimana auditor yakin dapat tejadi
salah saji dalam laporan keuangan, namun tidak mempengaruhi keputusan- keputusan para
pengguna yang rasional.
Auditor menetapkan pertimbangan materialitas awal untuk membantunya merencakan
pengumpulan bukti- bukti audit yang tepat. Semakin kecil jumlah rupiah dalam penilaian awal,
semakin banyak bukti audit yang harus dikumpulkan.
Selama melakukan audit, audit sering kali mengubah pertimbangan materialitas awal yang
disebut sebagai penilaian materialitas yang di revisi. Auditor akan membuat revisi karena
perubahan dalam salah satu faktor yang digunakan dalam menentukan penilaian awal; karena
auditor memutuskan bahwa pertimbangan materialitas awal terlalu besar atau terlalu kecil.
Sebagai contoh, pertimbangan materialitas awal sering kali ditentukan sebelum akhir tahun dan
berdasarkan pada laporan keuangan tahu sebelumnya atau informasi laporan keuangan intern
tahun sebelumnya. Penilaian tersebut mungki di evaluasi kembali setelah laporan keuangan
tahun berjalan telah tersedia.atau; lingkungan klien mungkin berubah karena kejaidan- kejadian
kualitatif, seperti penerbitan surat utang yang menyebabkan munculnya kelompok pengguna
laporan keuangan yang baru.
Faktor faktor yang mempengaruhi penilaian

Beberapa faktor yang mempengaruhi auditor adalah dalam melakukan pertimbangan


materialitas awal dalam laporan keuangan. Hal-hal yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam konsep materialitas adalah sebagai berikut :
1) Materialitas merupakan konsep relative, bukan absolute sebuah salah saji
dengan besaran tertentu dapat menjadi material bagi suatu perusahaan kecil,
sebaliknya dengan jumlah salah saji yang sama dapat menjadi tidak material
bagi perusahaan yang besar. Sehingga tidak mungkin untuk menentukan acuan
nilai nominal untuk pertimbangan materialitas awal yang dapat diterapkan untuk
semua klien audit.
2) Dibutuhkan dasar untuk mengevaluasi materialitas karena materialitas
adalah konsep yang relative, sehingga sangat penting untuk memiliki dasar
dalam menentukan apakah suatu jumlah tertentu material/tidak. Laba bersih
sebelum pajak biasanya dijadikan sebagai dasar dalam menentukan materialitas
bagi perusahaan yang berorientasi laba karena dianggap sebagai unsur yang
sangat penting bagi para pengunanya. PSA 25 (SA 312) mengharuskan auditor
untuk mendokumentasikan dasar yang digunakan dalam melakukan
pertimbangan materialitas awal ke dalam arsip audit.

Faktor-faktor Kualitatif juga mempengaruhi Materialitas


Beberapa salah saji kemungkinan menjadi lebih penting dibandingkan salah saji lainnya bagi
para pengguna laporan meskipun nilai nominalnya sama. Berikut contohnya :
 Jumlah yang melibatkan kecurangan biasanya dianggap lebih penting dari pada kesalahan
yang tidak disengaja untuk jumlah nominal uang yang sama karena kecurangan
merefleksikan kejujuran dan keandalan manajemen/personal lainnya yang terlibat.
Contoh, sebagian besar pengguna laporan menganggap salah saji persediaan yang
disengaja lebih penting daripada kesalahan teknis dalam perhitungan persediaan dengan
jumlah nominal uang yang sama.
 Salah saji yang dianggap tidak penting dapat menjadi material jika terjadinya
kemungkinan akibat-akibat yang ditimbulkan dari kewajiban kontraktual tersebut.
Anggaplah bahwa modal kerja bersih yang dimasukkan dalam laporan keuangan hanya
beberapa ratus ribu rupiah lebih besar daripada jumlah minimal yang diharuskan dalam
persetujuan pinjaman. Jika jumlah modal kerja bersih yang benar lebih kecil daripada
jumlah minimal yang diharuskan yang menyebabkan pinjaman menjadi gagal bayar,
klasifikasi liabilitas lancar dan liabilitas lancar dan liabilitas jangka Panjang akan secara
material dipengaruhi oleh hal tersebut.
 Salah saji yang dianggap tidak material dapat menjadi material jika salah saji tersebut
berpengaruh pada tren laba. Sebagai contoh, jika laba yang dilaporkan telah menurun 3
persen per tahun selama 5 tahun terakhir namun laba untuk tahun berjalan menurun 1
persen, perubahan tersebut dapat menjadi material. Demikian pula, sebuah salah saji yang
akan menyebabkan suatu kerugian namun dilaporkan sebagai laba dapat menjadi
perhatian penting.
Mengalokasikan Pertimbangan Materialitas Awal Ke Setiap Bagian (Salah Saji Yang
Dapar Diterima)
 Pengalokasian pertimbangan materialitas awal ke setiap bagian merupakan hal yang
penting untuk dilakukan karena auditor mengumpu bukti audit per bagian dibandingkan
dengan laporan keuangan secara keseluruha Jika para auditor memiliki penilaian
materialitas awal untuk setiap bagian, hal itu membantu mereka dalam memutuskan bukti
audit yang tepat untuk dikumpulk Untuk suatu akun piutang dagang dengan saldo
Rp1.000.000.000 misalnya, audit harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit jika
salah saji sebesar Rp50.000 dianggap material daripada jika salah saji sebesar
Rp300.000.0000 diangg material.
 Sebagian besar praktisi mengalokasikan materialitas pada akun-akun neraca daripada
akun-akun laba rugi, karena sebagian besar salah saji dalam laporan laba rug nerac
memiliki pengaruh yang sama pada neraca karena adanya sistem pencatatan bergand
Tidak tepat untuk mengalokasikan pertimbangan awal pada laba rugi dan net sekaligus,
karena akan menyebabkan perhitungan ganda, yang akhirnya menyebabka salah saji yang
dapat diterima yang lebih kecil daripada yang diharapkan. (Misalny suatu lebih saji
dalam akun piutang dagang sebesar Rp20.000.000 juga mengakibatk lebih saji pada akun
penjualan sebesar Rp20.000.000). Hal ini memungkinkan audie untuk mengalokasikan
materialitas pada akun-akun laba rugi atau neraca, Kare dalam sebagian besar
pengauditan akun-akun neraca lebih sedikit dibandingkan akus akun laba rugi, dan karena
sebagian besar prosedur audit menekankan pada akun-aku neraca, maka materialitas
seharusnya hanya dialokasikan pada akun-akun neraca.
 Ketika auditor mengalokasikan pertimbangan materialitas awal pada saldo- saldo akun,
materialitas yang dialokasikan ke setiap saldo akun yang dimaksud dalam PSA 25 (SA
312) sebagai salah saji yang dapat diterima. Sebagai contoh, jika auditor memutuskan
untuk mengalokasikan Rp 100.000.000 dari total pertimbanga materialitas awal sebesar
Rp200.000.000 pada akun piutang dagang, maka salah saji yang dapat ditolerir untuk
akun piutang dagang adalah Rp 100.000.000. Hal ini berarti bahwa auditor bersedia
untuk menganggap piutang dagang disajikan secara wajar jika salah sajinya sejumlah
Rp100.000.000 atau kurang.
Auditor menghadapi tiga kesulitan utama berikut dalam mengalokask materialitas ke dalam
akun-akun neraca.
1. Auditor memperkirakan akun-akun tertentu memiliki salah saji yang lebih banyak
dibandingkan dengan akun-akun lainnya.
2. Baik lebih saji maupun kurang saji harus dipertimbangkan.
3. Biaya audit relatif memengaruhi alokasi tersebut.
auditor harus menggabungkan semua salah saji aktual dan salah saji estimasi dan
membandingkannya dengan penilaian materialitas awal. Dalam mengalokasikan salah saji yang
dapat diterima, auditor mencoba untuk melakukan audit seefisien mungkin.
Memperkirakan Salah Saji Dan Membandingkannya Dengan Peniaian Awal
 Ketika para auditor melakukan prosedur audit untuk setiap bagian pengauditan mereka
menyimpan kertas kerja dari semua salah saji yang ditemukan. Salah saji dalam suatu
akun dapat berbentuk satu dari dua jenis ini, yaitu salah saji yang diketahui, da salah saji
yang mungkin. Salah saji yang diketahui adalah salah saji di mana auditor dapat
menentukan jumlah salah saji dalam akun tersebut. Sebagai contoh, ketika mengaudit
aset tetap, auditor mungkin mengidentifikasi adanya kapitalisasi aset ya disewa yang
seharusnya dibebankan karena merupakan kegiatan sewa operasi. terhadap dua jenis
salah saji yang mungkin. Pertama, salah saji yang muncul karena adam perbedaan antara
penilaian manajemen dan penilaian auditor mengenai estimasi sald akun. Contohnya
adalah perbedaan dalam estimasi saldo akun penyisihan piutang tak tertagih atau liabilitas
garansi. Yang kedua adalah proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel
yang diambil dari populasi. Misalnya, anggaplah auditor menemukan enam salah saji
yang dilakukan klien dalam 200 sampel ketil sedang menguji biaya persediaan. Auditor
menggunakan salah saji tersebut untuk memperkirakan total salah saji yang mungkin
dalam akun persediaan (langkah 3) Jumlah total salah saji tersebut dinamakan estimasi
atau "proyeksi" atau "ekstrapolas" karena hanya berdasarkan sampel, bukan berasal dari
populasi, yang diaudit. Salah saj estimasi atau proyeksi diharuskan dalam PSA 26 (SA
350) dan kemudian gabunga salah saji yang mungkin dibandingkan dengan
materialitasnya (langkah 5).
Tabel 7-1 mengilustrasikan tiga langkah terakhir dalam menerapkan materialitas Untuk
kemudahan, hanya tiga akun yang akan dimasukkan dalam ilustrasi tersebut Salah saji dalam
akun kas sebesar Rp2.000.000 merupakan salah saji yang diketahui terkait dengan beban
administrasi bank yang belum dicatat yang terdeteksi ole auditor. Tidak seperti halnya kas,
salah saji untuk akun piutang dagang dan persedia berdasarkan pada sampel. Auditor
menghitung salah saji yang mungkin untuk aku piutang dagang dan akun persediaan
menggunakan salah saji yang diketahui yang terdeteksi dari sampel tersebut. Untuk
mengilustrasikan perhitungan tersebut. anggaplah bahwa dalam pengauditan persediaan,
auditor menemukan salah saji bersih senilai Rp3.500.000 dari sampel senilai Rp50.000.000,
dari total populasi senilai Rp450.000.000, Salah saji senilai Rp3.500.000 merupakan salah
saji yang diketahui. Untuk menghitung estimasi salah saji yang mungkin untuk total populasi
Rp450.000.000, auditor membuat proyeksi langsung dari salah saji yang diketahui dari
sampel ke populasi dan kemudian menambahkan estimasi untuk sampling error.
Perhitungan proyeksi langsung estimasi salah saji adalah sebagai berikut.
 Salah saji bersih dalam sampel (Rp3.500.000) / Total sampel (Rp50,000,000) x Total
nilai populasi (Rp450.000.000) = Proyeksi langsung estimasi salah saji (Rp31.500.000)
(Perlu dicatat bahwa proyeksi langsung atas kemungkinan salah saji untuk akun piutang
dagang Rp12.000.000 tidak diilustrasikan).
Estimasi kesalahan sampel (sampling error) terjadi karena auditor hanya mengambil
sampel dari sebagian populasi sehingga terdapat risiko bahwa sampel tersebut tidak
secara akurat menggambarkan populasi. (Kita akan membahas hal itu lebih detail pada
bab 15 dan 17). Dalam contoh sederhana ini, kita mengasumsikan estimasi kesalahan
sampel adalah 50 persen dari proyeksi langsung atas jumlah salah saji untuk akun-akun
yang digunakan dalam pengujian sampel tersebut (piutang dagang dan persediaan). Tidak
ada kesalaham sampel untuk kas karena jumlah total salah saji diketahui, bukan
diestimasi.
 Dalam menggabungkan salah saji pada tabel 7-1, kita dapat melihat bahwa salah saji
yang diketahui dan proyeksi langsung estimasi salah saji untuk ketiga akun tersebut
berjumlah Rp45.500.000. Namun, total kesalahan sampel kurang dari jumlah kesalahan
sampel masing-masing. Hal ini karena kesalahan sampel merupakan salah saji maksimal
dalam perincian akun yang tidak diaudit. Sangat kecil kemungkinan jumlah maksimal
salah saji ini muncul di semua akun yang diujikan dalam sampel.
 Tabel 7-1 menunjukkan bahwa total estimasi salah saji yang mungkin sebesar
Rp62.300.000 melebihi pertimbangan materialitas awal sebesar Rp50.000.000. Bagian
besar yang mengalami kesulitan adalah persediaan, di mana diperkirakan salah sajinya
adalah Rp47.250.000 yang secara signifikan lebih besar daripada salah saji yang dapat
diterima sebesar Rp36.000.000. Karena estimasi salah saji gabungan melebihi penilaian
awal, maka laporan keuangan tidak dapat diterima. Auditor dapat menentukan apakah
salah saji yang mungkin sebenarnya melebihi Rp50.000.000 dengan melakukan prosedur
audit tambahan atau mengharuskan klien melakukan penyesuaian untuk estimasi salah
saji tersebut. Jika auditor memutuskan untuk melakukan prosedur audit tambahan, maka
mereka akan mengkonsentrasikan pada persediaan.
 Jika estimasi jumlah lebih saji bersih untuk persediaan adalah Rp28.000.000
(Rp18.000.000 ditambah kesalahan sampel Rp 10.000.000), auditor kemungkinan tidak
perlu untuk mempeluas pengujian auditnya karena telah memenuhi pengujian salah saji +
Rp18.000.000+ Rp28.000.000 = Rp48.000.000 < Rp50.000.000). Faktanya, auditor yang
dapat diterima (Rp36.000.000) dan pertimbangan materialitas awal (Rp2.000.000 atas kas
dan piutang dagang menunjukkan bahwa akun-akun tersebut berada di dalam mempuyai
tambahan toleransi dari jumlah tersebut karena hasil dari prosedur aud batas salah saji
yang dapat diterima. Jika pendekatan auditor dalam mengaudit akun akun tersebut
dilakukan secara berurutan, temuan dalam akun-akun yang diaudit sebelumnya dapat
digunakan untuk merevisi salah saji yang dapat diterima yang telah ditetapkan untuk
akun-akun yang akan diaudit kemudian. Dalam ilustrasi tersebut, jika auditor telah
mengaudit kas dan piutang dagang sebelum persediaan, salah saji yang dapat diterima
untuk persediaan dapat dinaikkan.

Anda mungkin juga menyukai