Anda di halaman 1dari 29

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT

Oleh : Marchall Tondi Saulus Putra (1707531037)

Imam Fahrudin (1707531117)

Putu Repa Lioni (1707531144)

Ni Ketut Wardayanti (1707531145)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2019
MATERIALITAS

Materialitas dalam konteks Audit

Kerangka pelaporan keuangan seringkali membahas materialitas dalam konteks penyusunan dan
penyajian laporan keuangan. Namun secara umum kerangka tersebut menjelaskan bahwa :

1. Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan penyajian


tersebut, secara individual atau agregat diperkirakan dapat memengaruhi keputusan
ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna laporan keuangan
tersebut.
2. Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi yang
melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian atau kombinasi
keduanya.
3. Pertimbangan tentang hal – hal yang material bagi pengguna laporan keuangan didasarkan
pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan umum diperlukan oleh pengguna
laporan keuangan sebagai suatu grup.

Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan audit, serta
pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam audit dan kesalahan
penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap keuangan dan pad saat merumuskan opini dalam
laporan auditor.

MATERIALITAS UNTUK LAPORAN KEUANGAN SECARA KESELURUHAN


Standar auditing (SA 320. 10) menyatakan bahwa “pada saat menetapkan strategi audit secara
keseluruhan, auditor harus menetukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan”.
Hal ini disebut pertimbangan awal materialitas. Disebut demikian karena meskipun opini ditetapkan
secara profesional, namun hal itu bisa berubah ketika pengauditan sedang berlangsung.

Pertimbangan awal materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (tahap 1 gambar 7-1)
adalah jumlah maksimum yang diyakini oleh auditor akan membuat laporan keuangan mengandung
kesalahan penyajian dan masih tidak mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan
Gambar 7-1 Tahapan dalam Penerapan Materialitas
pengguna laporan.

Jika dalam kondisi spesifik entitas, terdapat satu atau lebih golongan transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan tertentu yang mengandung kesalahan penyajian yang jumlahnya lebih rendah
daripada materialitas laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan secara masuk akal akan
mempengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pengguna berdasarkan laporan keuangan
tersebut, maka auditor harus menetapkan materialitas yang akan diterapkan terhadap golongan
transaksi akun atau pengungkapan tertentu.

Selama audit berlangsung, auditor sering mengubah kebijakan awal materialitas. Hal ini kita sebut
kebijakan tentang materialistis revisian. Auditor perlu melakukan revisi karena adanya perubahan
dalam salah satu faktor yang digunakan dalam menetapkan kebijakan awal; dan hal itu berpengaruh
terhadap kebijakan awal yang diputuskan auditor yang diputuskan auditor yang bisa menjadi terlalu
besar atau terlalu kecil. Standar auditing (SA 320.12) menyatakan bahwa auditor harus merevisi
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan jika berlaku, materialitas untuk
golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) pada saat auditor menyadari adanya
informasi selama audit yang mungkin saja menyebabkan auditor menentukan jumlah materilaitas
yang berbeda dari jumlah materialitas yang pertama kali ditetapkan. Sebagai contoh, kebijakan awal
materialitas sering ditetapkan sebelum akhir tahun buku yang didasarkan pada laporan keuangan
tahun lalu atau informasi dari laporan keuangan intern.

FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEBIJAKAN AWAL MATERIALITAS

Ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada kebijakan awal materilaitas yang ditetapkan
auditor untuk laporan keuangan yang akan diauditnya. Adapun beberapa faktor terpenting antara
lain :

Konsep materilitas adalah Relatif, Bukan Absolut

Sejumlah kesalahan penyajian bisa material bagi sebuah perusahaan kecil, tetapi jumlah sekian tidak
material bagi perusahaan lain yang lebih besar. Oleh karena itu, tidaklah mungkin untuk membuat
suatu pedoman jumlah rupiah untuk menetapkan kebijakan awal materialitas yang berlaku umum
bagi semua klien audit. Sebagai contoh, total kesalahan penyajian sebesar Rp 1.000.000.000,00 akan
dipandang sangat material bagi perusahaan X yang memiliki total aset sebesar Rp60.000.000.000,00
dan laba bersih kurang dari Rp 5.000.000.000,00. Jumlah yang sama tidak dipandang material bagi
perusahaan multinasional Y yang memiliki laba bersih puluhan trilyun rupiah.

Diperlukan Dasar Tertentu untuk Mengevaluasi Materialitas

Mengingat bahwa materialitas bersifat relatif, maka diperlukan suatu dasar untuk menetapkan
apakah kesalahan penyajian dipandang material. Laba bersih sebelum pajak sering digunakan
sebagai dasar utama untuk menentukan apa yang material bagi perusahaan yang beroientasi laba,
karena laba bersih yang berfluktuasi secara signifikan dari tahun ke tahun sehingga tidak merupakan
dasar yang stabil. Dasar lain yang lazim digunakan adalah penjualan bersih, laba kotor, atau total
aset. Setelah menetapkan dasar utama, auditor juga harus menetapkan apakah kesalahan penyajian
bisa secara material mempengaruhi kewajaran dasar yang lain seperti misalnya, aset lancar, aset
tetap, kewajiban lancar, dan ekuitas pemilik. Sebagai contoh, untuk perusahaan tertentu, auditor
menetapkan bahwa suatu kesalahan penyajian dari laba sebelum pajak yang besarnya Rp
10.000.000,00 atau lebih dipandang material, tetapi untuk aset lancar, kesalahan penyajian
dipandang material bila berjumlah Rp25.000.000,00 atau lebih. Dalam situasi demikian, tidaklah
tepat bagi auditor untuk menggunakan kebijakan awal materialitas sebesar Rp 25.000.000,00 untuk
laba sebelum pajak dan sekaligus juga untuk aset lancar. Auditor harus merencanakan untuk
menemukan semua kesalahan penyajian yang berpengaruh baik terhadap laba bersih sebelum pajak
yang lebih besar dari kebijakan awal tentang materialitas. Mengingat bahwa hampir semua
kesalahan penyajian berpengaruh baik terhadap laba bersih maupun neraca, maka auditor
menggunakan tingkat materialitas awal utama sebesar Rp 10.000.000,00 untuk sebagian besar
pengujian yang akan dilakukan.

Faktor Kualitatif Juga Mempengaruhi Materialitas

Jenis – jenis kesalahan penyajian tertentu seringkali lebih berpengaruh terhadap pengguna laporan
keuangan daripada yang lainnya, walaupun jumlah rupiahnya sama. Sebagai contoh : kesalahan
penyajian yang menyangkut kecurangan dipandang lebih serius daripada kekeliruan tidak disengaja
walaupun jumlah rupiahnya sama.
PENGGUNAAN TOLAK UKUR DALAM MENENTUKAN MATERIALITAS UNTUK LAPORAN KEUANGAN
SECARA KESELURUHAN

Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan profesional sebagai langkah awal


dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan, persentase tertentu
seringkali diterapkan pada suatu tolak ukur yang telah dipilih. Faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi tolak ukur yang tepat meliputi:

 Unsur – unsur laporan keuangan (sebagai contoh aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan
beban);
 Apakah terdapat unsur – unsir yang menjadi oerhatian khusus para pengguna laporan
keuangan suatu entitas tertentu, contohnya untuk tujuan pengevaluasian kinerja keuangan;
 Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungna ekonomi
yang didalamnya entitas tersebut beroperasi;
 Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (contohnya, jika pendanaan sebuah entitas
hanya dari utang dan bukan dari ekuitas, maka pengguna laporan keuangan akan lebih
menekankan pada aset dan klaim atas aset tersebut daripada pendapatan entitas;
 Fluktuasi relatif tolak ukur tersebut.

CONTOH PEDOMAN PENENTUAN MATERIALITAS

Standar akuntansi dan auditing tidak memberikan pedoman khusus tentang materialitas bagi para
praktisi. Hal tersebut disebabkan karena ada kekhawatiran bahwa pedoman tersebut akan
diterapkan tanpa mempertimbangkan berbagai kompleksitas yang akan mempengaruhi keputusan
akhir auditor.

Gambar 7-2 contoh pedoman materialitas

Kantor Akuntan Publik

“Drs. Santosa & Rekan”

PERNYATAAN KEBIJAKAN

Judul : Pedoman Materilaitas

Kebijakan profesional harus digunakan setiap saat dalam menetapkan dan menerapkan pedoman
materialitas di bawah ini. Sebagai pedoman umum, kebijakan umum dibawah ini dapat diterapkan:

1. Total keseluruhan kesalahan penyajian dalam laporan keuagan diatas 6 persen biasanya
dipandang material. Total keseluruhan kesalahan di bawah 3 persen dipandang tidak
material apabila tidak ada faktor – faktor kualitatif. Total keseluruhan kesalahan penyajian
antara 3 persen dan 6 persen lebih membutuhkan kebijakan profesional untuk menentukan
materialitasnya.
2. 3 persen samapi 6 persen harus diukur dalam kaitannya dengan dasar yang tepat. Kerap kali
harus digunakan lebih dari satu dasar untuk perbandingan. Pedoman di bawah ini dapat
digunakan untuk memilih dasar yang tepat :
a. Laporan lab-rugi. Total kesalahan penyajian dalam laporan laba rugi sebesar 3
persen sampai 6 persen biasanya harus diukur dari laba operasi sebelum pajak.
Pedoman 3 persen sampai 6 persen bisa tidak tepat apabila diterapkan pada suatu
tahun yang labanya luar biasa besar atau luar biasa kecil. Apabila laba operasi pada
suatu tahun dipandang tidak reprensentatif, disarankan untuk menggantinya dengan
ukuran laba yang lebih representatif. Sebagai contoh, laba operasi rata – rata selama
3 tahun terakhir bisa digunakan sebagai dasar.
b. Neraca. Total kesalahan dalam neraca biasanya harus dievaluasi untuk aset lancar,
kewajiban lancar, dan total aset. Untuk aset lancar dan kewajiban lancar, pedoman 3
persen dan 6 persen, harus ditetapkan dengan cara yang sama seperti halnya untuk
laporan lab rugi. Untuk total aset, pedomannya adalah antara 1 persen dan 3 persen
yang diterapkan dengan cara yang sama seperti halnya untuk laporan laba-rugi.
3. Pada setiap audit, faktor kualitatif harus dievaluasi dengan cermat. Dalam banyak hal, faktor
kualitatif lebih penting daripada pedoman yang diterapkan pada laporan laba-rugi dan
neraca. Penggunaan laporan keuangan dan sifat informasi dalam laporan, harus dievaluasi
dengan cermat.

PENERAPAN MATERIALITAS PADA PT ABC

Dengan menggunakan contoh pada pedoman pada gambar 7-2, mari kita terapkan pedoman
tersebut pada PT ABC. Penjabaran pedoman akan menjadi sebagai berikut:

Kebijakan Awal Tentang Materilaitas (Dibulatkan)


Minimum Maksimum
Jml. Jml.
Persentase Rupiah Persentase Rupiah
Laba dari Rp
operasi 3 Rp221.000 6 442.000
Aset lancar 3 1.531.000 6 3.062.000
Total aset 1 614.000 3 1.841.000
Kewajiabn
lancar 3 396.000 6 793.000

Apabila auditor yang mengaudit PT ABC berpendapat bahwa pedoman masuk akal, maka tahap
pertama yang harus dilakukannya adalah menilai apakah terdapat faktor kualitatif yang signifikan
mempengaruhi kebijakan materialitas. Seandainya tidak terdapat faktor kualitatif, apabila pada akhir
audit, auditor berkesimpulan bahwa total kesalahan penyajian laba operasi sebelum pajak lebih kecil
daripada Rp221`.000,00 dan Rp 442.000,00 maka laporan tidak akan dipandang wajar.

MENENTUKAN MATERIALITAS PELAKSANAAN

Standar auditing (SA 320.9) merumuskan materialitas pelaksanaan sebagai berikut :

Materialitas pelaksanaan (perfomance materiality) adalah suatu jumlah yang ditetapkan oleh
auditor, pada tingkat yang lebih rendah daripada materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, untuk mengurangi ke tingkat rendah yang semestinya kemungkinan kesalahan
penyajian yang tidak dikoreksi dan tidak terdeteksi secara agregat melebihi materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan. Jika berlaku, materialitas pelaksanaan dapat ditetapkan oleh
auditor pada jumlah yang lebih rendah daripada materilaitas golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu.
Penentuan materialitas pelakasanaan diperlukan karena auditor mengumpulkan bukti per segmen
bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan , dan tingkat materialitas pelaksanaan
membantu mereka dalam menentukan bukti audit yang tepat yang harus dikumpulkan. Materialitas
pelakasanaan berhubungan terbalik dengan jumlah bukti yang harus dikumpulkan auditor. Sebagai
contoh, untuk suatu piutang usaha bersaldo Rp 1.000.000,00 auditor harus mengumpulkan bukti
yang lebih banyak apabila kesalahan penyajian sebesar Rp 50.000,00 dipandang material, daripada
apabila kesalahan penyajian Rp 300.000,00 dipandang material. Namun demikian, apabila auditor
menerapkan tingkat materialitas yang sama pada setiap segmen dari suatu audit yang diterapkan
atas laporan keuangan secara keseluruhan, ada kemungkinan terdapat kesalahan penyajian tidak
teridentifikasi yang melebihi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan.

Penentuan materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu perhitungan mekanis yang sederhana
dan membutuhkan adanya pertimbangan profesional. Penentuan ini dipengaruhi oleh pemahaman
auditor atas entitas, yang dimutahirkan selama pelaksanaan prosedur penilaian risiko, dan sifat serta
luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta harapan bahwa auditor
berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam periode berjalan. Dalam pembahasan berikut, proses
penentuan materialitas pelaksanaan kita sebut sebagai proses pengalokasian pertimbangan awal
tentang materialitas ke segmen – segmen. Banyak praktisi mengalokasikan materialitas ke akun –
akun neraca dan bukannya ke akun – akun laba rugi, karena kebanyakan kesalahan penyajian rugi-
laba memiliki dampak yang sama terhadap neraca sebagai akibat pelaksanaan metode akuntansi
berpasangan. Sebagai contoh, lebih saji sebesar Rp 2.000.000,00 pada piutang usaha juga
berdampak lebih saji Rp 2.000.000,00 pada penjualan. Jadi, tidaklah tepat mengalokasikan
pertimbangan awal materialitas pada akun – akun neraca sekaligus juga pada akun – akun laba rugi
karena hal tersebut mengakibatkan penghitungan ganda (double counting). Dengan demikian
auditor hanya akan mengalokasikan materialitas pada akun – akun neraca saja atau pada akun –
akun laba rugi saja. Karena kebanyakan prosedur audit berfokus pada akun – akun neraca, maka
materialitas harus dialokasikan hanya pada akun – akun neraca. Namun, auditor menghadapi tiga
masalah dalam mengalokasikan materialitas ke akun – akun neraca, yaitu :

1. Auditor menduga akun – akun tertentu memiliki lebih banyak kesalahan penyajian daripada
lainnya.
2. Baik lebih saji nmaupun kurang saji harus dipertimbangkan.
3. Biaya audit terkait mempengaruhi pengalokasian.

Ketiga kesulitan diatas telah dipertimbangkan dalam pengalokasian pada gambar 7-3 di bawah ini.
Perlu diingat bahwa pada akhir audit, auditor harus menggabungkan semua kesalahan penyajian
sesungguhnya dan taksiran kesalahan penyajian dan membandingkannya dengan kebijakan awal
materialitas. Dalam menentukan tingkat materialitas pelaksanaan, auditor berusaha untuk
melakukan audit seefisien mungkin.

Gambar 7-3 TINGKAT Mterialitas Pelaksanaan pada PT ABC

Saldo Materialitas
31/12/2013 Pelaksanaan
(Dalam Ribuan) (Dalam Ribuan)
Rp
Kas 828 Rp 6 (a)
Piutang usaha (neto) 18.957 265 (b)
Persediaan 29.865 265 (b)
Aset lancar 1.377 60 (c)
Aset Tetap 10.340 48 (d)
Rp
Total Aset 61.367

Utang usaha Rp4.720 108 (e)


Utang Wesel - total 28.300 0 (a)
Utang gaji dan utang P.PH
karyawan 1.470 60 (c)
Utang bunga dan utang dividen 2.050 0 (a)
Utang lain - lain 2.364 72 (c)
Modal Saham 8.500 0 (a)
Laba ditahan 13.963 TBD (f)
Total Kewajiban dan Ekuitas Rp61.367 Rp 884 (2 x Rp 442)

Keterangan :
(a) nol atau kesalahan penyajian bisa ditoleransi berjumlah kecil karena akun bisa
sepenuhnya diaudit dengan biaya rendah dan diperkirakan tidak terdapat kesalahan
penyajian.
(b) kesalahan penyajian bisa ditoleransi berjumlah besar karena kun bersaldo besar
dan memerlukan sampling yang besar untuk mengaudit akun ini.
(c) kesalahan penyajian berjumlah besar sebagai persentase dari saldo akun karena
akun dapat diperiksa dengan biaya yang sangat rendah, mungkin bisa digunakan
prosedur analitis, apabila kesalahan penyajian bisa ditoleransinya besar.
(d) kesalahan penyajian bisa ditoleransi berjumlah kecil sebagai persentase dari
saldo
akun, karena sebagian besar dari saldo berada dalam tanah dan bangunan yang
tidak berubah dibanding tahun lalu dan tidak perlu diaudit lagi pada tahun
berikutnya.
(e) kesalahan penyajian bisa ditoleransi agak besar (moderat) karena diperkirakan
mengandung kesalahan penyajian relatif banyak.
(f) tidak bisa diterapkan - laba ditahan adalah akun sisa (residu) yang dipengaruhi
oleh
jumlah bersih kesalahan penyajian dalam akun - akun lainnya.

CONTOH PENGALOKASIAN

Gambar 7-3 melukiskan pendekatan pengalokasian yang dilakukan oleh seorang auditor senior,
dalam pengauditan atas PT ABC. Gambar ini meringkas neraca, mrnggabungkan akun – akun
tertentu, dan menunjukkan pengalokasian total materialitas sejumlah RP 442.000,00. Dalam
melakukan pengalokasian, auditor menggunakan pertimbangan tertentu karena ada dua ketentuan
yang ditetapkan oleh Kantor Akuntan “Santoso & Rekan”, yaitu :

 Kesalahan penyajian untuk setiap akun tidak boleh lebih besar dari 60% dari kebijakan awal
(60% dari Rp 442.000,00 = Rp 265.000,00 dibulatkan )
 Jumlah total seluruh kesalahan penyajian bisa ditoleransi tidak boleh lebih besar dari dua
kali lipat kebijakan awal materialitas (2 x Rp 442.000,00 = Rp 884.000,00)
Ketentuan pertama dimaksudkan agar auditor tidak mengalokasikan seluruh total kesalahan
penyajian ke satu akun. Misalkan apabila seluruh kebijakan awal kesalahan penyajian sebesar Rp
442.000,00 dialokasikan ke akun piutang usaha, maka hal itu tidak dapat diterima karena tidak
memberi kemungkinan adanya kesalahan penyajian pada akun yang lain. Ketentuan kedua dibuat
karena dua alasan, yaitu :

 Kecil kemungkinan bahwa seluruh akun akan berisi kesalahan penyajian sebesar jumlah
kesalahan penyajian yang bisa diterima. Sebagai contoh, apabila akun aset lain – lain
mendapat alokasi kesalahan penyajian bisa diterima sebesar Rp 100.000,00 tetapi tidak
dijumpai kesalahan penyajian ketika audit sudah dilakukan terhadap akun – akun tersebut.
Hal ini berarti bahwa auditor bisa mengalokasikan kesalahan penyajian untuk akun aset lain
– lain. Dalam praktik sangat sering auditor menemukan kesalahan penyajian yang lebih kecil
dari jumlah kesalahan penyajian bisa diterima.
 Sejumlah akun mempunyai kemungkinan besar akan mengandung lebih saji, dan sejumlah
akun lain mempunyai kemungkinan besar untuk kurang saji, akibatnya jumlah bersih-nya
kemungkinan bisa lebih kecil dari kebijakan awal.

Gambar 7-3 diatas juga memuat pertimbangan yang digunakan auditor dalam memutuskan
kesalahan penyajian bisa ditoleransi untuk setiap akun. Sebagai contoh, auditor memutuskan bahwa
tidak perlu mengalokasikan kesalahan penyajian bisa ditoleransi untuk utang wesel, walaupun saldo
akun tersebut hampir sama besarnya dengan persediaan.

Dalam praktiknya, seringkali tidak mudah untuk memprediksi di muka akun man yang paling
mungkin mengandung kesalahan penyajian, dan apakah kesalahan penyajiannya berupa lebih saji
atau kurang saji. Selain itu, biaya audit untuk akun yang berbeda seringkaali tidak bisa ditentukan.
Itulah sebabnya pengalokasian kebijakan awal materialitas ke akun – akun merupakan pertimbangan
profesional yang sulit.

Sebagai kesimpulan, tujuan pengalokasian kebijakan awal materialitas ke akun – akun neraca adalah
untuk membantu auditor dalam menentukan bukti yang tepat yang harus diperoleh untuk setiap
akun dalam neraca dan laporan laba – rugi. Bagaimanapun pengalokasian dilakukan, ketika audit
sudah selesai, auditor harus yakin bahwa keseluruhan kesalahan penyajian dalam semua akun
adalah lebih kecil atau sama dengan kebijakan awal materialitas yang telah direvisi.

MEMPERKIRAKAN KESALAHAN PENYAJIAN DAN MEMBANDINGKAN DENGAN KEBIJAKAN AWAL

Dua tahap pertama dalam penerapan materialitas berkaitan dengan perencanaan (lihat gambar 7-1).
Tiga tahapan lainnya merupakan hasil dari pelaksanaan pelaksanaan pengajuan audit. Pada saat
auditor melaksanakan prosedur audit untuk setiap segemn audit, auditor mendokumentasikan
semua kesalahan penyajian yang ditemukannya. Kesalahan penyajian dalam suatu akun bisa terdiri
dari dua tipe, yaitu : kesalahan penyajian diketahui dan kesalahan penyajian diperkirakan. Kesalahan
penyajian diketahui adalah kesalahan penyajian dalam akun yang bisa ditentukan jumlahnya.
Sebagai contoh, ketika mengaudit aset tetap, auditor menjumpai adanya leased aset yang
dikapitalisasi, padahal seharusnya diperlakukan sebagai beban karena merupakan operating aset.
MEMBUAT KEPUTUSAN TENTANG RISIKO AUDIT BISA DITERIMA

Untuk menetapkan risiko audit bisa diterima, pertama-tama auditor harus menilai setiap faktor yang
mempengaruhi risiko audit bisa diterima. Tabel 7-3 melukiskan metoda-metoda yang digunakan
auditor untuk menilai ketiga faktor yang telah dibahas di atas. Setelah mempelajari tabel 7-3, dapat
disimpulkan bahwa penilaian atas setiap faktor sangat subyektif yang berarti bahwa penetapan
risiko audit bisa diterima juga sangat subyektif. Risiko audit biasanya dinyatakan dengan istilah
tinggi, medium, dan rendah. Risiko audit yang rendah mengandung arti bahwa klien sangat berisiko
yang membutuhkan bukti lebih banyak, menggunakan lebih banyak staf audit berpengalaman,
dan/atau review atas kerja audit yang lebih mendalam. Setelah audit berjalan, auditor akan
mendapat informasi lebih banyak tentang klien, dan risiko audit bisa diterima bisa dimodifikasi.

MENILAI RISIKO INHEERN

Dimasukkanya risiko inheren ke dalam model risiko audit merupakan konsep paling penting dalam
pengauditan. Hal itu berarti bahwa auditor harus berusaha memprediksi dimana kesalahan
penyajian paling mungkin dan mana yang paling kecil kemungkinannya dalam laporan Keuangan.
Informasi tersebut mempengaruhi banyaknya bukti yang perlu dikumpulkan auditor, staf audit yang
akan diberi penugasan, dan review atas kertas kerja audit.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO INHEREN


Auditor harus menilai faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko dan memodifikasi bukti audit
untuk dipertimbangkan. Untuk menetapkan risiko inheren, auditor harus mempetimbangkan
beberapa faktor penting berikut:

Sifat bisnis klien

Hasil audit periode sebelumnya

Penugasan baru atau penugasan ulangan

Pihak-pihak yang berelasi

Transaksi-transaksi non-rutin

Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan benar

Pembentuk populasi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecurangan pelaporan Keuangan

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyalahgunaan aset

Sifat Bisnis Klien

Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Sebagai contoh, pabrik
peralatan elektronik berhadapan dengan kemungkinan keusangan persediaan lebih besar dari pada
pabrik baja. Risko inheren berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya,
untuk akun seperti persediaan, piutang usaha,dan aset tetap. Sifat bisnis klien tidak mempunyai
dampak atau kecil dampaknya terhadap risiko inheren untuk akun seperti kas, utang wesel, dan
utang hipotik, Informasi yang diperoleh pada tahap mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan
bidang usaha klien dan penetapan risiko bisnis klien seperti telah dibahas pada Bab 6 berguna untuk
menilai faktor ini.

Hasil dari Audit Sebelumnya

Kesalahn penyajian ditemukan dalam audit tahun sebelumnya memiliki kemungkinan besar untuk
terjadi lagi dalam audit tahun ini, karena banyak kesalahan yang bersifat sistemik, dan organisasi
seringkali salah tindak. Oleh karena itu, auditor akan dipandang lalai jika hasil audit tahun lalu
diabaikan pada saat ia mengembangkan program audit untuk tahun ini. Sebagai contoh, apabila
auditor menemukan sejumlah kesalahan penyajian signifikan dalam penetapan harga persediaan
dalam audit tahun lalu, auditor seyogyanya menilai risiko inheren yang tinggi dalamm audit tahun
ini, dan pengujian yang ekstensif harus dilakukan sebagai cara untuk memastikan apakah kelemahan
dalam sistem pengendalian internal klien telah diperbaiki. Namun apabila auditor tidak menjumpai
kesalahan penyajian dalam kurun waktu beberapa tahun dalam melakukan pengujian pada suatu
bidang audit, auditor bisa menurunkan risiko inheen, dengan catatan tidak terjadi perubahan dalam
keadaan-keadaan yang relevan.

Penugasan Baru atau Penugasan Ulangan

Auditor mendapat pengalaman dan pengetahuan kemungkinan tejadinya kesalahan penyajian


setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Apabila tidak ada hasil audit tahun lalu, sebagian
besar auditor akan menilai risiko inheren yang tinggi pada audit yang pertama kali dilakukan
dibandingkan dengan penugasan ulang yang pada waktu lalu tidak ditemukan ditemukan kesalahn
pennyajian material.

Pihak-pihak yang Berelasi

Coto transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi (related parties) adalah transaksi antara perusahaan
induk dengan perusahaan anak dan antara manajemen dengan entitas perusahaan. Karena transaksi
semacam ini tidak terjadi antara dua pihak independen yang tawar menawar secara bebas, maka
transaksi mungkin direkayasa dan menyebabkan naiknya risiko inheren.

Transaksi-transaksi Non Rutin

Transaksi Non rutin atau tidak biasa terjadi pada perusahaan klien mempunyai kemungkinan besar
dicatat secara salah dibandingkan transaksi rutin karena klien tida berpengalaman dalam
mencatatnya. Contohnya pencatatan transaksi kerugian karena kebakaran, pembelian property
berjumlah besar, dan restrukturisasi biaya yang diakibatkan penghentian operasi.

Pertimbangan yang Diperlukan untuk Mencatat Saldo Akun dan Transaksi dengan Benar

Banyak saldo akun seperti misalnya investasi tertentu yang dicatat atas persediaan, kewajiban untuk
pembayaran garansi, dan reserve untuk keugian utang bank, memerlukan estimasi dan sarat dengan
pertimbangan manajemen. Karena hal-hal seperti itu membutuhkan pertimbangan tertentu,
kemungkinan kesalahan penyajiannya cukup tinggi, dan akibatnya auditor biasanya menetapkan
risiko inheren yang tinggi.

Pembentuk Populasi

Terkadang unsur individual juga berpengaruh pada pembentukan populasi. Auditor akan
menggunakan risiko inheren yang lebih tinggi untuk piutang usaha apabila sebagian besar tagihan
telah lewat waktu dibandingkan dengan apabila sebagian besar belumm jatuh tempo. Contohnya,
transaksi perusahaan afiliasi, piutang kepada jajaran pimpinan perusahaan, dan piutang yang belum
tertagih selama berbulan-bulan. Situasi seperti ini memerlukan penyelidikan lebih dalam karena
kemungkinan besar terjadi kesalahan penyajian

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecurangan Pelaporan Keuangan dan Penyahgunaan Aset

Hal ini menyangkut perilaku, tindakan, dan kebijakan yang mencerminkan perilaku menyeluruh dari
manajemen puncak tentang integritas, nilai etika, dan komitmen terhadap kompetensi.

Untuk memenuhi persyaratan, auditor lebih penting untuk risiko terlongkan risiko menjadi jenis
risiko terenngkan risiko menjadi jenis risiko terentu. Dengan alasan ini, banyak kantor akuntan
menilai risiko kecurangan terpisah dari penilaian atas komponen-komponen risiko audit.

Risiko kecurangan dapat dinilai untuk audit sebagai keseluruhan atau per siklus, dan tujuan. Sebagai
contoh, intensif yang besar untuk merangsang manajemen agar bekerja keras untuk mencapai target
pendapatan yang tinggi bisa berpengaruh terhadap keseluruha audit, sedangkan kerentanan
berpenga pencurian pesediaan hanya akan berpengaruh terhadap akun pesediaan.

MENETAPKAN RISIKO INHEREN

Auditor harus mengevaluasi informasi-inforamasi yang mepengaruhi risiko inheren dan menetapkan
tingkat risiko inheren untuk setiap siklus, dan untuk setiap tujuan audit. Dalam standar audit (SA
200:A38) disebutkan bahwa risiko inheren dapat lebih tinggi untuk beberapa asersi dan golongan
transaksi, saldo akun, serta pengungkapan tertentu. Sebagai contoh, risiko bawaan mungkin lebih
tinggi untuk perhitungan yang kompleks atau untuk akun yang terdiri dari angka yang berasal dari
estimasi akuntansi yang tergantung pada estimasi signifikan. Kondisi eksternal yang menimbulakn
risiko bisnis juga dapat mempengaruhi risiko bawaan. Contohnya, perkembangan teknologi dapat
mengakibatkan produk ternetu menjadi usang, dan persediaan makin rentan terhadap kelebihan
penyajian. Faktor dalam entitas dan lingkungannya yang berhubungan dengan sebagian atau semua
golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan dapat mempengaruhi risiko bawaan yang
berkaitan dengan asersi tertentu.

Sejumlah faktor tertentu lainnya juga berpengaruh, seperti audit pertama kali atau audit ulangan,
akan berpengaruh terhadap banyak atau bahkan mungkin semua siklus, sedangkan faktor lainnya
seperti transaksi non-rutin, hanya akan berpengaruh terhadap akun-akun tertentu atau tujuan audit
tertentu. Auditor biasanya konservatif dalam menetapkan standar. Contohnya dalam audit tahun
lalu ditemukan banyak kesalahan penyajian, dan kecepatan perputaran piutang melambat pada
tahun ini. Dalam situasi semacam ini auditor kemungkinan besar akan menetap risiko inheern pada
tingkat relatif tinggi (hingga 100%) untuk tiap tujuan audit atas persediaan.
MENDAPATKAN INFORMASI UNTUK MENETAPKAN RISIKO INHEREN

Auditor memulai penetapan risiko inheren pada tahap perencanaan dan memutahirkan penetapan
itu selama audit berlangsung. Untuk mendapat pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien,
auditor bisa melakukan peninjauan mengelilingi perusahaan dan mengidentifikasi pihak-pihak yang
telribat. Meningat bahwa pengujian dilakukan di kala audit berlangsung, auditor bisa memperoleh
informasi tambahan.

HUBNGAN ANTARA RISIKO DENGAN BUKTI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO

Pengaruh dari ketiga komponen risiko terhadap penentuan risiko deteksi direncanakan, dan
hubungan antara keempat risiko terhadap bukti audit direncanakan dijelaskan di gambar ini. Tanda
'L' menunjukkan hubungan langsung (sejalan) antara suatu komponen risiko dengan risiko deteksi
direncanakan atau bukti yang direncanakan. 'K' menunjukkan hubngan berkebalikan. Contohnya,
kenaikan dalam risiko audit diterima mengakibatkan kenaikan dalam risiko deteksi (L) dan
penurunan dalam bukti audit direncanakan (K).

Selain dengan memodifikasi bukti audit, ada dua cara lain yang dapat diubah auditor untuk
menanggapi risiko.
1.Penugasan mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman

Kantor akuntan akan menunjuk staf yang lebih berkualitas untuk setiap penugasan. Untuk klien
dengan risiko audit bisa diterima yang rendah, diperlukan staf yang lebih berpengalaman.

2. Penugasan harus di-review lebih cermat

Kantor akuntan harus memastikan review telah memadai dengan mendokumentasikan perencanaan
audit, pengumpulan bukti dan kesimpulan, serta hal-hal penting lainnya.

RISIKO AUDIT PER SEGMEN


Risiko inheren dan risiko pengendalian tidak ditetapkan untuk audit sebagai keseluruhan, melainkan
ditetapkan untuk setiap siklus, setiap akun dalam satu siklus, atau untuk setiap tujuan audit pada
satu akun. Untuk audit yang sama, risiko yang ditetapkan bebeda-beda antara siklus, antara akun,
dan antara tujuan. Contoh, pengendalian internal untuk persediaan mungkin lebih efektif
dibandingkan pengendalian internal untuk aset tetap. Dalam situasi ini, risiko pengendalian untuk
pengendalian bisa lebih rendah untuk persediaan dibandingkan dengan risiko pengendalian untuk
aset tetap.

Risiko audit bisa diterima biasanya ditetapkan auditor pada tahap perencanaan dan tidak berubah
untuk setiap siklus dan akun. Auditor biasanya menggunakan risiko audit bisa diteirma yang sama
untuk setiap segmen, karena faktor-faktor yang mempengaruhi risiko audit bisa diterima berkaitan
dengan keseluruhan audit, tidak untuk akun individual. Contoh, luasnya penggunaan laporan
Keuangan auditan oleh pengguna eksternal biasa menyangkut laporan Keuangan sebagai
keseluruhan, bukan hanya pada satu atau dua akun.

Namun demikian, dalam hal-hal tetentu, risiko audit bisa diterima yang lebih rendah mungkin akan
lebih tepat untuk satu akun daripada lainnya.

Sejumlah auditor menggunakan risiko audit bisa diterima yang sama untuk semua segmen
berdasarkan keyakinan bahwa pada akhir audit, pengguna laporan keuangan akan mempunyai
tingkat keyakinan yang sama untuk semua segmen laporan keuangan.

Seperti halnya risiko pengendalian dan risiko inheren, risiko deteksi direncanakan dan bukti audit
yang diperlukan bisa berbeda-beda untuk setiap siklus, setiap akun, dan tujuan. Keadaan setiap
penugasan berbeda, banyaknya sifat dan bukti yang diperlukan tergantung pada keadaan yang unik
dari setiap audit.

MENGAITKAN MATERIALITAS PELAKSANAAN (KESALAHAN PENYAJIAN BISA DITOLERANSI) DAN


RISIKO DENGAN TUJUAN AUDIT ATAS SALDO

Auditor akan lebih efektif untuk menggunakan risiko yang berbeda-beda untuk tujuan yang berbeda,
dan biasanya tidaklah sulit untuk menghubungkan risiko dengan satu atau dua tujuan. Contohnya,
keusangan dalam persediaan kemungkinan besar hanya akan berpengaruh terhadap nilai bersih bisa
direalisasi. Akan jauh lebih sulit untuk memutuskan berapa banyak materialitas yang dialokasikan
pada suatu akun akan dialokasikan lebih lanjut pada satu atau dua tujuan tertentu. Oleh karena itu,
kebanyakan auditor tidak berusaha mengalokasikan materialitas pada tujuan-tujuan audit tertentu.
KETERBATASAN PENGUKURAN

Salah satu keterbatasn paling besar dalam penetapan model risiko audit adalah adanya kesulitan
dalam pengukuran komponen-komponen dalam model. Disamping kerja keras auditor dalam
membuat perencanaan audit, penetapan risiko audit bisa diterima, risiko inheren, risiko
pengendalian, dan selanjutnya risiko deteksi direncanakan sangat bersifat subyektif dan hanya
merupakan perkiraan.

Untuk mengatasi masalah pengukuran ini, banyak auditor menggunakan pengukuran subyektif yang
dinyatakan dengan istilah seperti rendah, medium, dan tinggi.

Contohnya dalam situasi 1, auditor telah memutuskan suatu risiko audit bisa diterima yang tinggi
untuk suatu akun atau tujuan. Auditor telah menyimpulkan suatu risiko kesalahan penyajian yang
rendah dalam laporan keuangan dan pengendalian internalnya efektif. Akibatnya, hanya sedikit bukti
audit yang diperlukan.

HUBUNGAN ANTARA RISIKO DAN MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT

Konsep materialitas dan risiko dalam pengauditan berhubungan erat satu sama lain. Risiko adalah
pengukuran ketidakpastian sedangkan materialitas adalah pengukuran besarnya. Namun apabila
keduanya digabungkan akan mengukur besaran ketidakpastian dari suatu jumlah tertentu. Sebagai
contoh, pernyataan bahwa auditor merencanakan akan mengumpulkan bukti sedemikian rupa
sehingga hanya 5 persen risiko (kesalahan penyajian bisa diterima) tidak ditemukannya kesalahan
penyajian yang melebihi kesalahan penyajian bisa ditoleransi sebesar Rp 250.000,00 (materialitas)
adalah pernyataan yang tepat dan bermakna. Apabila pernyataan itu tidak disertai dengan besarnya
risiko atau porsi materilitas, maka pernyataan itu tidak bermakna. Risiko 5% tanpa disertai dengan
suatu ukuran materialitas yang spesifik, bisa diartikan bahwa Rp100.000,00 atau Rp10.000.000,00
kesalahan penyajian bisa diterima. Suatu lebih saji sebesar Rp265.000,00 tanpa disertai suatu risiko
spesifik bisa diartikan bahwa risiko 1% atau 80% bisa diterima.
Hubungan antara kesalahan penyajian bisa ditoleransi dan keempat risiko dengan bukti audit bisa
dilihat pada gambar

ini. Terlihat bahwa kesalahan penyajian bisa ditoleransi tidak mempengaruhi satu pun dari keempat
risiko, dan risiko tidak mempunyai pengaruh terhadap kesalahan penuyajian bisa ditoleransi, namun
secara bersama-sama keduanya menetukan bukti yang direncanakan. Dengan kata lain, kesalahan
penyajian bisa ditoleransi bukan merupakan bagian dari model risiko audit, tetapi perpaduan antara
kesalahan penyajian bisa ditoleansi dan faktor-faktor model risiko audit menentukan bukti audit
direncanakan.
MEREVISI PENILAIAN RISIKO DAN BUKTI

Model risiko audit utamanya merupakan model perencanaan dan oleh karena itu kegunaanya
terbatas dalam mengevaluasi hasil.

SA 315. 31 menegaskan bahwa penilaian risiko auditor atas risiko kesalahan penyajian material bisa
berubah selama pelaksanaan audit, sejalan dengan diperolehnya bukti audit tambahan.
Auditor harus cermat dalam memutuskan, berdasarkan bukti yang terkumpul, apakah penetapan
awal risiko pengendalian dan risiko inheren telah dilakukan terlalu rendah, atau risiko audit bisa
diterima telah ditetapkan terlalu tinggi. Dalam situasi demikian, auditor dapat melakukan dua tahap
pendekatan sebagai berikut :

1. Auditor harus merevisi penetapan awal risiko

2. Auditor harus mempertimbangkan pengaruh revisi terhadap bukti yang diperlukan, tanpa
menggunakan model risiko audit.

RISIKO SIGNIFIKAN

Risiko signifikan adalah suatu risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan dinilai yang,
dalam pertimbangan auditor memerlukan pertimbangan audit khusus (SA 315. 4 (e)). Risiko
signifikan sering berkaitan dengan transaksi non-rutin yang signifikan atau hal-hal yang memerlukan
pertimbangan. Transaksi nonrutin adalah transaksi yang tidak biasa, karena ukuran maupun sifatnya,
dan oleh karena itu tidak sering terjadi.

Risiko kesalahan penyajian mateial mungkin lebih besar untuk transaksi nonrutin yang signifikan
yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

Intervensi manajemen yang lebih besar dalam menentukan perlakuan akuntansi

Intervensi manual yang lebih besar dalam pengumpulan dan pengolahan data

Perhitungan atau prinsip akuntansi yang kompleks

Sifat transaksi nonrutin yang dapat menyebabkan kesulitan bagi entitas untuk
mengimplementasikan pengendalian yang efektif terhadap risiko.

Dalam melakukan pertimbangan atas penentuan suatu risiko sebagai risiko yang signifikan
(significant risk), auditor harus mempertimbangkan paling tidak hal-hal sebagai berikut:

a. Apakah risiko tersebut merupakan suatu risiko kecurangan

b. Apakah risiko tersebut terkait dengan perkembangan terkini yang signifikan dalam bidang
Ekonomi, Akuntansi, atau lainnya, dan oleh karena itu, membutuhkan perhatian spesifik

c. Kompleksitas transaksi

d. Apakah risiko tersebut melibatkan transaksi signifikan dengan pihak berelasi

e. Derajat subyektivitas dalam pengukuran informasi keuangan yang berkaitan risiko, terutama
pengukuran yang melibatkan ketidakpastian pengukuran yang luas;dan
f. apakah risiko tersebt melibatkan transaksi signifikan yang terjadi di luar kegiatan kegiatan bisnis
normal entitas, atau yang tampaknya tidak biasa

Jika auditor telah menentukan bahwa terdapat suatu risiko signifikan, auditor harus memperoleh
suatu pemahaman tentang pengendalian entitas, termasuk aktivitas pengendalian yang relevan
dengan risiko tersebut.
Pendahuluan

Ruang Lingkup

Standar Audit (“SA”) ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk menerapkan konsep
materialitas dalam perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan. SA 450
menjelaskan tentang bagaimana materialitas diterapkan dalam mengevaluasi dampak kesalahan
penyajian yang teridentifikasi dalam suatu audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika
ada, terhadap laporan keuangan.

Materialitas Dalam Konteks Audit

Kerangka pelaporan keuangan sering kali membahas konsep materialitas dalam konteks penyusunan
dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan mungkin membahas
materialitas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda, kerangka tersebut secara umum
menjelaskan bahwa:

1. Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan, dianggap material bila kesalahan penyajian


tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi keputusan ekonomi yang
diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna laporan keuangan tersebut;

2. Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi


yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian, atau kombinasi
keduanya; dan Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum yang diperlukan oleh
pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Kemungkinan dampak kesalahan penyajian
terhadap pengguna laporan keuangan individual tertentu, yang kebutuhannya beragam, tidak
dipertimbangkan.

3. Pembahasan tersebut di atas, jika ada dalam kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku, menyediakan kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas untuk audit.
Jika kerangka pelaporan keuangan yang berlaku tidak mencakup pembahasan tentang konsep
materialitas, maka karakteristik-karakteristik yang diuraikan dalam paragraf 2 dapat dijadikan
sebagai kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas.

4. Penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional, dan


dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan informasi keuangan oleh para pengguna
laporan keuangan. Dalam konteks ini, adalah masuk akal bagi auditor untuk mengasumsikan
bahwa pengguna laporan keuangan:

a. Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi serta akuntansi
dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada dalam laporan keuangan dengan cermat;

b. Memahami bahwa laporan keuangan disusun, disajikan dan diaudit berdasarkan tingkat
materialitas tertentu;

c. Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang


ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi, pertimbangan dan pertimbangan atas peristiwa masa
depan; dan
d. Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam laporan
keuangan

5. Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam audit
dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan dan pada saat
merumuskan opini dalam laporan auditor. (Ref: Para. A1)

6. Dalam perencanaan audit, auditor membuat pertimbangan-pertimbangan tentang ukuran


kesalahan penyajian yang dipandang material. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
menyediakan suatu basis untuk:

a. Menentukan sifat, saat dan luas prosedur penilaian risiko;

b. Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material; dan

c. Menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan.

Materialitas yang ditetapkan pada tahap perencanaan audit tidak semena-mena menentukan bahwa
kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, secara individual atau gabungan di bawah materialitas
tersebut, akan selalu dievaluasi tidak material. Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan beberapa
kesalahan penyajian dapat menyebabkan auditor menilai kesalahan penyajian tersebut sebagai
kesalahan penyajian material walaupun kesalahan penyajian tersebut berada di bawah tingkat
materialitas. Walaupun tidak praktis untuk merancang prosedur audit untuk mendeteksi
kesalahan penyajian material yang hanya berdasarkan sifatnya, auditor tidak boleh hanya
mempertimbangkan ukuran, tetapi juga sifat kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, dan
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya kesalahan penyajian tersebut, pada
saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian tersebut terhadap laporan keuangan

Tanggal Efektif

SA ini berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau
setelah tanggal: (i) 1 Januari 2013 (untuk Emiten), atau (ii) 1 Januari 2014 (untuk entitas selain
Emiten). Penerapan dini dianjurkan untuk entitas selain Emiten.

Tujuan

Tujuan auditor adalah untuk menerapkan konsep materialitas secara tepat dalam perencanaan dan
pelaksanaan audit.

Definisi

Untuk tujuan SA ini, materialitas pelaksanaan (performance materiality) adalah suatu jumlah yang
ditetapkan oleh auditor, pada tingkat yang lebih rendah daripada materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan, untuk mengurangi ke tingkat rendah yang semestinya kemungkinan
kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi yang secara agregat melebihi
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika berlaku, materialitas pelaksanaan
dapat ditetapkan oleh auditor pada jumlah yang lebih rendah daripada materialitas golongan
transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu.

Ketentuan

Penentuan Materialitas dan Materialitas Pelaksanaan dalam Perencanaan Audit

Pada saat menetapkan strategi audit secara keseluruhan, auditor harus menentukan
materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Jika, dalam kondisi spesifik entitas,
terdapat satu atau lebih golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu yang
mengandung kesalahan penyajian yang jumlahnya lebih rendah daripada materialitas laporan
keuangan secara keseluruhan diperkirakan secara masuk akal akan memengaruhi keputusan
ekonomi yang dibuat oleh para pengguna berdasarkan laporan keuangan tersebut, maka auditor
harus menetapkan materialitas yang akan diterapkan terhadap golongan transaksi, saldo akun
atau pengungkapan tertentu tersebut. (Ref: Para. A2–A11)

Auditor harus menetapkan materialitas pelaksanaan untuk menilai risiko kesalahan penyajian
material dan menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit lanjutan. (Ref: Para. A12)

Revisi Sejalan dengan Proses Audit

Auditor harus merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku,
materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) pada saat auditor
menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin saja menyebabkan auditor menentukan
jumlahmaterialitas yang berbeda dari jumlah materialitas yang pertama kali ditetapkan. (Ref:
Para. A13) Jika auditor menyimpulkan bahwa materialitas yang lebih rendah daripada tingkat
materialitas yang ditentukan pertama kali untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika
berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) adalah
tepat, maka auditor harus menentukan apakah revisi terhadap materialitas pelaksanaan perlu
dilakukan dan apakah sifat, saat dan luas prosedur audit lebih lanjut masih tepat.

Dokumentasi

Auditor harus memasukkan dalam dokumentasi auditnya jumlah-jumlah di bawah ini beserta
faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuannya:

a) Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (lihat paragraf 10);

b) Jika berlaku, tingkat materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau
pengungkapan tertentu (lihat paragraf 10);

c) Materialitas pelaksanaan (lihat paragraf 11); dan(d)Revisi yang dibuat atas butir (a)–(c)
sejalan dengan progres audit (lihat paragraf 12–13).
Materi Penerapan dan Penjelasan Lain

Materialitas dan Risiko Audit

Dalam melakukan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan auditor adalah untuk
mendapatkan perikatan yang memberikan keyakinan memadaibahwa laporan keuangan secara
keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan atau
kesalahan, oleh karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat apakah laporan
keuangan, dalam semua hal yang material, telah disusun sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku; dan untuk melaporkan laporan keuangan tersebut serta
mengomunikasikan temuan-temuan auditor sebagaimana disyaratkan oleh SA. Auditor memperoleh
perikatan yang memberikan keyakinanmemadai dengan memperoleh bukti audit yang cukup dan
tepat untuk mengurangi risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima.Risiko audit adalah
risiko bahwa auditor menyatakan opini yang tidak tepat ketika terdapat kesalahan penyajian
material dalam laporan keuangan. Risiko audit merupakan fungsi gabungan risiko kesalahan
penyajian material dan risiko deteksi Materialitas dan risiko audit perlu dipertimbangkan
sepanjang pelaksanaan audit,

a) khususnya pada saat: Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian

b) material; Menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutnya

c) danMengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap
laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan auditor.

Penentuan Materialitas dan Materialitas Perencanaandalam Perencanaan Audit Dalam kasus entitas
sektor publik, pembuat undang-undang dan badan pengatur merupakan pengguna utama
laporan keuangan. Di samping itu, laporan keuangan mungkin digunakan untuk membuat
keputusan selain keputusan ekonomi. Oleh karena itu, penentuan materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku, tingkat materialitas untuk golongan transaksi,
saldo akun atau pengungkapan tertentu) dalam audit atas laporan keuangan entitas sektor
publik juga dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan atau kewenangan lain, dan oleh
kebutuhan informasi keuangan para pembuat undang-undang dan masyarakat umum dalam
kaitannya dengan program sektor publik

Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan profesional. Sebagai langkah


awal dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan, persentase
tertentu sering kali diterapkan pada suatu tolok ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor yang dapat
memengaruhi proses identifikasi suatu tolok ukur yang tepat mencakup:

a) Unsur-unsur laporan keuangan (sebagai contoh, aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan,


beban);

b) Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna laporan
keuangan suatu entitas tertentu (sebagai contoh, untuk tujuan pengevaluasian kinerja keuangan,
pengguna laporan keuangan cenderung akan fokus pada laba, pendapatan maupun aset bersih);
c) Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan
ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi;

d) Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh, jika pendanaan sebuah
entitas hanya dari utang dan bukan dari ekuitas, maka pengguna laporan keuangan akan lebih
menekankan pada aset dan klaim atas aset tersebut daripada pendapatan entitas); dan

e) Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.

Contoh tolok ukur yang tepat, tergantung pada kondisi entitas yang bersangkutan, meliputi
kategori penghasilan yang dilaporkan seperti laba sebelum pajak, jumlah pendapatan, laba bruto
dan jumlah beban, jumlah ekuitas atau nilai aset bersih. Laba sebelum pajak dari operasi berjalan
sering kali digunakan oleh entitas yang berorientasi laba. Jika laba sebelum pajak dari operasi
berjalan berfluktuasi, tolok ukur lain mungkin lebih sesuai, seperti laba bruto dan jumlah
pendapatan.Dalam hubungannya dengan tolok ukur yang dipilih, data keuangan yang relevan
biasanya meliputi hasil dan posisi keuangan periode sebelumnya, hasil dan posisi keuangan
periode berjalan dan anggaran atau prakiraan untuk periode berjalan, yang disesuaikan dengan
adanya perubahan signifikan yang terjadi di entitas tersebut (sebagai contoh, adanya akuisisi
bisnis yang signifikan) dan perubahan kondisi industri atau lingkungan ekonomi yang relevan, yang
di dalamnya entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh, jika sebagai titik awal, materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan suatu entitas ditentukan berdasarkan suatu
persentase terhadap laba sebelum pajak dari operasi berjalan, kondisi-kondisi yang mengakibatkan
kenaikan atau penurunan laba yang luar biasa dapat mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa
penentuan tingkat materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan akan lebih tepat jika
ditentukan dengan menggunakan angka laba sebelum pajak dari operasi berjalan yang telah
dinormalisasi berdasarkan hasil masa lalu.

Materialitas berkaitan dengan laporan keuangan yang diaudit dan dilaporkan oleh auditor. Jika
laporan keuangan disusun untuk periode pelaporan keuangan yang lebih atau kurang dari 12
bulan, misalnya dalam kasus entitas baru berdiri atau adanya perubahan dalam periode
pelaporan, materialitas akan mengacu pada laporan keuangan yang disusun untuk periode
pelaporan keuangan tersebut.

Penentuan persentase yang akan diterapkan pada suatu tolok ukur yang dipilih membutuhkan
pertimbangan profesional. Terdapat hubungan antara persentase dan tolok ukur yang dipilih,
seperti persentase yang diterapkan atas laba sebelum pajak dari operasi berjalan pada umumnya
akan lebih tinggi daripada persentase yang diterapkan atas jumlah pendapatan. Sebagai contoh,
auditor dapat mempertimbangkan bahwa lima persen dari laba sebelum pajak dari operasi
yang sedang berjalan merupakan tolok ukur yang tepat untuk entitas dalam industri
manufaktur yang berorientasi pada laba, sedangkan auditor mempertimbangkan satu persen dari
jumlah pendapatan atau beban merupakan tolok ukur yang tepat untuk entitas nirlaba. Namun,
persentase yang lebih tinggi atau lebih rendah dapat juga dianggap tepat tergantung pada keadaan
entitas yang bersangkutan.

Pertimbangan Spesifik bagi Entitas yang Lebih Kecil


Ketika suatu entitas memiliki laba sebelum pajak dari operasi yang sedang berjalan yang secara
konsisten bernilai kecil, seperti yang mungkin terjadi dalam suatu usaha yang dikelola sendiri oleh
pemiliknya, yang sebagian besar dari laba sebelum pajak perusahaan diambil oleh pemiliknya
dalam bentuk remunerasi, maka laba sebelum remunerasi dan pajak dapat merupakan tolok ukur
yang lebih relevan.

Pertimbangan Spesifik atas Entitas Sektor Publik

Dalam suatu audit atas entitas sektor publik, jumlah biaya atau biaya bersih (beban dikurangi
pendapatan atau pengeluaran dikurangi penerimaan) dapat menjadi tolok ukur yang tepat untuk
aktivitas program. Jika suatu entitas sektor publik melakukan penyimpanan aset publik, maka
aset dapat merupakan tolok ukur yang tepat.

Tingkat Materialitas untuk Golongan Transaksi, Saldo Akun atau Pengungkapan Tertentu (Ref: Para.
10)

Faktor-faktor yang dapat mengindikasikan adanya satu atau lebih golongan transaksi, saldo
akun atau pengungkapan tertentu di mana kesalahan penyajian dengan nilai di bawah materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan dapat memengaruhi keputusan ekonomi yang diambil
oleh para pengguna laporan keuangan meliputi hal-hal berikut ini:

a) Apakah peraturan perundang-undangan atau kerangka pelaporan keuangan yang berlaku


memengaruhi harapan para pengguna laporan keuangan terhadap pengukuran atau pengungkapan
hal-hal tertentu (sebagai contoh, transaksi dengan pihak berelasi, dan remunerasi manajemen
dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan).

b) Pengungkapan utama dalam kaitannya dengan industri yang di dalamnya entitas tersebut
beroperasi (sebagai contoh, biaya penelitian dan pengembangan bagi perusahaan farmasi).

c) Apakah perhatian difokuskan pada aspek tertentu bisnis entitas yang diungkapkan secara
terpisah dalam laporan keuangan (sebagai contoh, akuisisi bisnis baru).

Dalam kondisi spesifik tertentu entitas, dalam mempertimbangkan atas ada atau tidak
adanya golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tersebut di atas, auditor mungkin
perlu mendapat pemahaman atas pandangan dan harapan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab
atas tata kelola dan manajemen.Materialitas Pelaksanaan (Ref: Para. 11)

Perencanaan audit yang hanya ditujukan untuk mendeteksi kesalahan penyajian material secara
individual mengabaikan fakta bahwa gabungan atas kesalahan penyajian yang tidak material secara
individual dapat mengakibatkan kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan dan
juga tidak meninggalkan celah bagi adanya kemungkinan kesalahan penyajian yang tidak
terdeteksi. Materialitas pelaksanaan (yang sebagaimana yang didefinisikan merupakan satu atau
lebih dari satu jumlah) ditetapkan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang dapat diterima
kemungkinan bahwa kesalahan penyajian yang tidak terkoreksi dan tidak terdeteksi dalam
laporan keuangan tidak melebihi materialitas laporan keuangan secara keseluruhan. Begitu juga,
materialitas pelaksanaan yang berkaitan dengan tingkat materialitas yang ditentukan untuk
golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu ditetapkan untuk mengurangi ke tingkat
rendah yang dapat diterima kemungkinan bahwa gabungan kesalahan penyajian yang tidak
terkoreksi dan tidak terdeteksi dalam golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu
melebihi tingkat materialitas golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan. Penentuan
materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu perhitungan mekanis yang sederhana dan
membutuhkan adanya pertimbangan profesional. Penentuan ini dipengaruhi oleh pemahaman
auditor atas entitas, yang dimutakhirkan selama pelaksanaan prosedur penilaian risiko; dan sifat
serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta harapan auditor
berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam periode berjalan.

Revisi Sejalan dengan Proses Audit

Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku, tingkat materialitas
untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) mungkin perludirevisi
sebagai akibat dari perubahan kondisi yang terjadi selama proses audit (sebagai contoh,
keputusan untuk melepaskan suatu bagian signifikan bisnis entitas), adanya informasi baru,
atau perubahan pemahaman auditor atas entitas dan operasinya yang timbul akibat
pelaksanaan prosedur audit lebih lanjut. Sebagai contoh, jika selama audit ditemukan bahwa hasil
keuangan aktual kemungkinan akan berbeda secara substansial dengan hasil keuangan yang pada
awalnya digunakan untuk menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan, maka auditor harus merevisi materialitas tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

AL. Haryono Jusup. 2014. Auditing (Pengauditan Berbasis ISA). Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Manajemen YPKN

Anda mungkin juga menyukai