Anda di halaman 1dari 9

RESUME

MATERIALITAS

Dosen Pengampu: Made Arie Wahyuni, S.E., M.Si., Ak.

Oleh:

Pratiwi Hidayati 1917051042

Kelas 4G

PRODI S1 AKUNTANSI

JURUSAN EKONOMI DAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2021
1. Pada power point disebutkan bahwa cara yang paling lazim untuk mengukur
materialitas jika seorang klien telah menyimpang dari prinsip akuntansi secara umum
adalah dengan membandingkan nilai uang dari kesalahan-kesalahan di dalam akun
dengan menggunakan tolah ukur tertentu. Yang ingin saya tanyakan adalah tolak
ukur seperti apa yang paling baik dalam perhitungan kesalahan tersebut?
Pembahasan
Salah satu prosedur krusial yang harus dilakukan dalam audit laporan keuangan
adalah proses penentuan tingka meterialitas. Materialitas merupakan suatu jumlah yang
besar dimana apabila terjadi penyimpangan atau kesalahan penyajian sejumlah tersebut,
akan mempengaruhi keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan
oleh pengguna laporan keuangan tersebut. Sederhananya materialitas adalah tingkat
salah saji yang ditoleransi. Penentuan tingkat materialitas dalam audit diatur dalam
Standar Audit (SA) nomor 320 tentang Materialitas dalam Tahap Perencanaan dan
Pelaksanaan Audit. Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait materialitas:
a. Membutuhkan pertimbangan profesional;
b. Bersifat relatif (tidak absolut);
c. Ditentukan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan audit serta pada saat
mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi dalam audit dan
kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan keuangan
dan pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor;
d. Bersifat akumulatif (tidak terpisah/sendiri-sendiri);
e. Tidak ditentukan besaran atau nilainya oleh Standar Audit;
f. Dapat berubah seiring dengan progres audit.
Faktor-faktor dalam mempertimbangkan basis (tolak ukur) untuk penentuan
materialitas:
a. Unsur-unsur laporan keuangan (contoh: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan,
beban);
b. Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna
laporan keuangan suatu entitas tertentu (contoh: untuk tujuan pengevaluasian
kinerja keuangan, pengguna laporan keuangan cenderung akan fokus pada laba,
pendapatan ataupun aset bersih);
c. Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan
ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi:
d. Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (contoh: jika pendanaan sebuah
entitas hanya dari hutang dan bukan dari ekuitas, maka pengguna laporan
keuangan akan lebih menekankan pada aset dan klaim atas asset tersebut daripada
pendapatan entitas).
Aspek keuangan yang dijadikan fokus (user's focus) dalam menghitung angka
materialitas adalah:
a. Earning based yaitu angka materialitas mengacu pada laba yang meliputi pretax
income, normalized earning, EBIT, EBITDA, atau gross margin.
b. Activity based yaitu angka materialitas mengacu pada kinerja entitas yaitu
pendapatan dan biaya.
c. Capital based yaitu angka materialitas mengacu pada permodalan yang meliputi
ekuitas dan aset.
Masing-masing entitas memiliki karaktaristik yang berbeda-beda dalam menentukan
acuan dalam menghitung materialitas audit, berikut ini penentuannya berdasarkan
karakteristik entitas (characteristics of the entity):
a. Entitas berorientasi laba lebih cocok menggunakan earning based atau activity
based, sedangkan entitas yang berorientasi non-profit lebih tepat
menggunakan activity based atau capital based.
b. Untuk entitas yang sudah konsisten memperoleh laba setiap tahunnya (profitable)
lebih cocok menggunakan earning based, sedangkan untuk entitas yang rugi atau
masih titik impas lebih cocok menggunakan activity based atau capital based.
c. Untuk entitas yang sudah lama berdiri (mature) lebih cocok
menggunakan earning based atau activity based, sedangkan untuk entitas yang
baru memulai operasional (perusahaan start up) lebih cocok menggunakan activity
based atau capital based.
Tidak ada standar baku yang diatur oleh SA untuk penentuan angka materialitas dari
setiap basis laporan keuangan yang dijadikan acuan. Namun angka persentase yang
pada umumnya digunakan dalam menentukan materialitas audit adalah sebagai berikut:
a. Pretax income 5% - 10%
b. EBIT 5% - 10%
c. EBITDA 2% - 5%
d. Gross Margin 1% - 4%
e. Revenues 1/2% - 2%
f. Operating Expenses 1/2% - 2%
g. Equity 1% - 5%
h. Aset 1/2% - 2%
Faktor-faktor yang menentukan besaran persentase dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
a. Number of shareholders, semakin banyak pemegang saham maka semakin rendah
persentase materialitas begitu pun sebaliknya, karena risikonya semakin tinggi.
b. Traded debt or covenant, jika entitas memiliki hutang atau perjanjian yang
diperdagangkan maka tingkat materialitas rendah, jika tidak memiliki maka
materialitas tinggi.
c. Likely to go public in two or three years, jika entitas sudah ada rencana akan
melakukan go public pada beberapa tahun ke depan maka tingkat materialitas
rendah, begitu pun sebaliknya.
d. Changes in the business environment, jika terjadi perubahan lingkungan bisnis
yang signifikan maka persentase materialitas rendah, begitu pun sebaliknya.
e. Viability of the business, jika kelangsungan usaha entitas baik maka tingkat
materialitas tinggi, namun jika tidak baik (poor) maka tingkat matarialitas rendah.
f. External financing, jika perusahaan memiliki pembiayaan dari pihak eksternal
yang terus meningkat, maka persentase materialitas rendah, begitu pun
sebaliknya.
2. Dalam perencanaan audit, auditor berkepentingan dengan masalah-masalah yg
mungkin material terhadap laporan keuangan. Jadi, apa saja masalah atau kesalahan
yang mungkin terjadi terhadap perencanaan audit laporan keuangan tersebut?
Pembahasan
Masalah atau kesalahan yang mungkin material dalam laporan keuangan berkaitan
erat dengan kecurangan yang terjadi dalam pembuatan laporan keuangan tersebut.
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik Seksi SA 316 (PSA No. 70) (paragraf 03
s.d. 05), terdapat dua salah saji yang diakibatkan oleh kecurangan:
a. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam laporan keuangan adalah salah saji
atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Hal tersebut meliputi:
1) Manipulasi, pemalsuan, perubahan catatan akuntansi atau dokumen
pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2) Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan
peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3) Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah,
klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
b. Salah saji yang timbul dari perlakukan tidak semestinya terhadap aktiva. Hal ini
berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak
disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia.
Kecurangan dilakukan oleh individual dan organisasi untuk memperoleh uang,
kekayaan atau jasa untuk menghindari pembayaran atau kerugian jasa atau untuk
mengamankan kepentingan pribadi atau usaha.
Konsep materialitas dan konsep resiko adalah unsur penting dalam merencanakan
audit dan merancang pendekatan yang akan digunakan dalam melaksanakan audit
(Arens dan Locbecke, 2001). Konsep materialitas merupakan faktor yang penting dalam
mempertimbangkan jenis laporan yang tepat utnuk diterbitkan dalam keadaan tertentu.
Sebagai contoh, jika ada salah saji yang tidak material dalam laporan keuangan suatu
entitas dan pengaruhnya terhadap periode selanjutnya diperkirakan tidak terlalu berarti,
maka dapatlah dikeluarkan suatu laporan wajar tanpa pengecualian. Keadaannya akan
berbeda jika jumlah sedemikian besar sehingga dapat menimbulkan pengaruh yang
material dalam laporan keuangan secara keseluruhan. Definisi dari material dalam
kaitannnya dengan akuntansi dan pelaporan audit adalah suatu salah saji dalam laporan
keuangan dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat
mempengaruhi keputusan para pemakai laporan keuangan yang rasional. Haryono
(2001) menerangkan bahwa terdapat empat indikator dalam menentukan tindakan
materialiyas, yaitu:
a. Pertimbangan awal materialitas,
b. Materialitas pada tingkat laporan keuangan,
c. Materialitas pada tingkat rekening,
d. Alokasi materialitas laporan keuangan ke rekening.
Alasan auditor menentukan pertimbangan awal materialitas adalah untuk membantu
auditor merencanakan pengumpulan bukti pendukung yang memadai (Arens dan
Locbecke, 2001). Pertimbangan awal materialitas dapat didasarkan atas data laporan
keuangan yang dibuat tahunan. Sebagaimana alternatif, pertimbangan tersebut dapat
didasarkan atas hasil keuangan yang lalu satu tahun atau lebih yang telah lalu, yang
disesuaikan dengan perubahan terkini seperti keadaan ekonomi atau trend industri
(Mulyadi, 2001) menerangkan definisi materialitas adalah besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut. Definisi
tentang materialitas tersebut mengharuskan auditor mempertimbangkan baik keadaan
yang berkaitan dengan entitas maupun kebutuhan informasi pihak yang meletakan
kepercayaan atas laporan keuangan auditan. Konsep materialitas menunjukan seberapa
besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor adar pemakai laporan keuangan tidak
terpengaruh oleh salah saji tersebut. Dari definisi diatas konsep materialitas dapat
digunakan tiga tingkatan dalam mempertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat
antara lain:
a. Jumlah yang material, jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan tetapi
cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut
dianggap tidak material.
b. Jumlah material, tetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara keseluruhan.
Tingkat materialitas ini terjadi jika salah saji didalam laporan keuangan dapat
mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi secara keseluruhan laporan keuangan
tersebut tersaji dengan benar sehingga tetap berguna.
c. Jumlah sangat material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan diragukan. Tingkat tertinggi jika terjadi para
pemakai dapat membuat keputusan yang salah jika mereka mengandalkan laporan
keuangan secara keseluruhan.
Tujuan dari penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan
mengumpulkan bahan bukti yang cukup. Jjika auditor menetapkan jumlah yang rendah,
lebih banyak bukti yang dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi tetapi sedikit
mengumpulkan bukti. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang
dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah
saji tersebut. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kualitatif dan
pertimbangan kuantitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan jumlah kunci
tertentu dalam laporan keuangan. Sedangkan pertimbangan kualitatif berkaitan dengan
penyebab salah saji.
Jadi, masalah yang mungkin material dalam laporan keuangan sebenarnya tidak
dapat diukur secara pasti karena tiap perusahaan atau entitas memiliki standarnya
sendiri dalam menentukan materialitas tidaknya suatu kesalahan saji. Masalah yang
mungkin material dapat dilihat dalam ilustrasi berikut ini:
Semisal bagi perusahaan kecil, kesalahan saji dalam laporan keuangan untuk akun
pendapatan adalah sebesar 1 juta. Kesalahan tersebut merupakan kesalahan material
karena nilai transaksinya sangat berarti bagi perusahaan. Masalah ini akan berdampak
besar juga bagi pengambilan keputusan manajemen karena nominalnya dianggap cukup
berarti. Sedangkan, bagi perusahaan unicorn, 1 juta bukanlah kesalahan yang material
karena apabila dibandingkan dengan nilai transaksinya yang mencapai miliaran,
kesalahn saji sebesar 1 juta tidak akan memengaruhi manajemen atas untuk mengambil
suatu keputusan.
3. Dalam slide faktor yang mempengaruhi pertimbangan apa maksud dari materialitas
lebih merupakan konsep yang relatif bukannya absolut?
Pembahasan
Materialitas (materiality) adalah prinsip dalam akuntansi bahwa item yang relatif
penting dalam pengambilan keputusan harus dimasukkan dalam laporan keuangan.
Prinsip ini adalah untuk memastikan keputusan ekonomi yang andal oleh pengguna
laporan keuangan. Ini tidak hanya melindungi kepentingan pemegang saham dan
investor tetapi juga memfasilitasi akuntan ketika menyiapkan laporan keuangan.
Kelalaian atau salah saji item adalah material jika mereka dapat, secara individu atau
kolektif, mempengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat pengguna laporan keuangan.
Misalnya, jika sebuah perusahaan hendak melaporkan pendapatannya, atau membuat
tawaran pengambilalihan untuk perusahaan lain, itu akan dianggap sebagai informasi
material.
Materialitas bukanlah konsep yang mutlak tetapi tergantung pada ukuran dan sifat
suatu barang dan keadaan tertentu di mana ia muncul. Setiap kelompok akun serupa
yang material disajikan secara terpisah, begitu juga item yang tidak serupa disajikan
secara terpisah, kecuali mereka tidak material.
Konsep materialitas bervariasi, tergantung pada ukuran entitas. Perusahaan besar
dapat menganggap transaksi senilai Rp1.000.000 sebagai tidak material dalam proporsi
terhadap total aktivitasnya, tetapi nilai tersebut sangat material bagi perusahaan lainnya
yang memiliki ukuran bisnis yang relatif kecil.
Konsep materialitas adalah fundamental. Hal tersebut mempengaruhi perusahaan
untuk melaporkan apakah suatu transaksi sebagai item yang terpisah atau
tidak. Memang, menghilangkan beberapa transaksi dapat secara signifikan mengurangi
waktu proses pelaporan keuangan.
Materialitas bukanlah konsep absolut. Itu tergantung pada ukuran dan sifat suatu
item dan keadaan khusus di mana ia muncul. Perusahaan harus secara terpisah
melaporkan beberapa akun serupa, tetapi masing-masing materi. Tetapi, jika mereka
tidak penting, perusahaan dapat menggabungkannya menjadi satu akun. Salah saji
material terjadi ketika informasi dalam laporan keuangan salah. Oleh karena itu
mempengaruhi keputusan ekonomi mereka yang bergantung pada laporan. Sebagai
contoh, salah saji akun utang menyesatkan kreditor dalam menilai tingkat leverage
perusahaan. Hal tersebut membuat mereka salah memutuskan apakah akan
memperpanjang atau menarik kredit ke perusahaan.
Materialitas bersifat subyektif dan bervariasi tergantung pada ukuran entitas. Angka
yang sama dapat dianggap material untuk perusahaan kecil, tetapi tidak material untuk
perusahaan besar karena ukuran asetnya. Misalnya, perusahaan besar dengan aset
Rp100 triliun menganggap transaksi Rp1 juta tidak penting. Meski demikian, angka
tersebut merupakan bahan untuk usaha kecil dengan total aset Rp100 juta. Karena
sifatnya subyektif, setiap perusahaan harus dapat menentukan item mana yang material
relatif terhadap operasinya. Auditor menilai materialitas berdasarkan keadaan
sekitar. Untuk menentukan tingkat materialitas, auditor mengandalkan aturan praktis
dan penilaian profesional. Hal tersebut tergantung pada persepsi auditor tentang
kebutuhan informasi keuangan pengguna dan ukuran atau sifat salah saji.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A., James Loebbecke. 2001. Auditing Pendekatan Terpadu. Alih bahasa
oleh Amir Abadi Jusuf, edisi kesembilan, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Cerdasco. 2020. Materialitas dalam Akuntansi. Tersedia pada
https://cerdasco.com/materialitas-dalam-akuntansi/. Diakses tanggal 6 Mei 2021.
Gustani. 2021. Cara Menentukan Angka Materialitas dalam Audit Laporan Keuangan.
Tersedia pada https://www.gustani.id/2021/01/cara-menentukan-angka-
materialitas.html. Diakses tanggal 6 Mei 2021.
Haryono, Yusuf. 2001. Auditing (Pengauditan). Yogyakarta: STIE Yogyakarta.

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen: Konsep dan Rekayasa. Edisi 2, cetakan 2..
Yogyakarta: STIE YKPN.
Ridhawaty, Rini. 2018. PSA No. 70 Pertimbangan Atas Kecurangan Dlm Audit LK (SA
Seksi 316). Tersedia pada https://dokumen.site/download/psa-no-70-
pertimbangan-atas-kecurangan-dlm-audit-lk-sa-seksi-316-a5b39efe047743.
Diakses tanggal 7 Mei 2021.

Anda mungkin juga menyukai