Anda di halaman 1dari 15

HARTA

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harta secara sederhana mengandung arti sesuatu yang dapat dimiliki. Ia
termasuk salah satu sendi bagi kehidupan manusia di dunia, karena tanpa harta
atau secara khusus makanan, manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Oleh
karena itu, Allah SWT menyuruh manusia untuk memperolehnya, memilikinya
dan memanfaatkannya bagi kehidupan manusia dan Allah melarang berbuat
sesuatu yang akan merusak dan meniadakan harta itu.
Pemakalah kali ini akan menjelaskan definisi harta itu sendiri menurut
para ulama fuqaha, selanjutnya akan menjelaskan mengenai dalil-dalil yang
memerintahkan manusia agar mencari harta, dan juga fungsi harta itu sendiri bagi
kehidupan umat manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Harta?
2. Bagaimana Kedudukan Harta dan Anjuran untuk berusaha dan
memilikinya?
3. Apa Fungsi dan Pembagian Harta?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta
Dalam bahasa arab harta disebul ‫ المال‬diambil dari kata ‫ يميل ميال‬,‫ مال‬yang
berarti condong, cenderung dan miring. Dikatakan condong, cenderung dan
miring karena secara tabi’at, manusia cenderung ingin memiliki dan menguasai
harta. Dalam definisi ini Sesuatu yang tidak dikuasai oleh manusia tidak bisa
dinamakan harta seperti burung diudara, pohon dihutan, dan barang tambang yang
masih ada dibumi. Dalam Mukhtar al-Qamus dan kamus al-Muhith, kata al-maal
berarti ’apa saja yang dimiliki. 
Dalam al-Muhith dan Lisan Arab, menjelaskan bahwa harta merupakan
segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan
memilikinya. Dengan demikian unta, kambing, sapi, tanah, emas, perak, dan
segala sesuatu yang disukai oleh manusia dan memiliki nilai (qimah), ialah harta
kekayaan. 1
Ibnu Asyr- mengatakan bahwa “Kekayaan pada mulanya berarti emas dan
perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang
disimpan dan dimiliki.
Sedangkan harta (al-maal), menurut Hanafiyah “ialah sesuatu yang
digandrungi oleh tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga
dibutuhkan”2
Maksud pendapat di atas definisi harta pada dasarnya merupakan sesuatu
yang bernilai dan dapat disimpan. Sehingga bagi sesuatu yang tidak dapat
disimpan, tidak dapat dikatagorikan sebagai harta. Adapun manfaat termasuk
dalam katagori sesuatu yang dapat dimiliki, ia tidak termasuk harta. Sebaliknya
tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang tidak mungkin dipunyai tetapi
dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari. Begitu juga
tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang pada gahlibnya tidak dapat
1
Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.2008.hal112.
2
ibid Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah. Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.2008.hal113.
diambil manfaatnya, tetapi dapat dipunyai secara kongrit dimiliki, seperti
segenggam tanah, setetes air, seekor lebah, sebutir beras dan sebagainya.
Dengan demikian, konsep harta menurut Imam Hanafi yaitu segala sesuatu
yang memenuhi dua kriteria :

Pertama : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya


menurut ghalib.
Kedua : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya
secara kongkrit (a’ayan) seperti tanah, barang-barang perlengkapan, ternak dan
uang
Menurut Jumhur Ulama’ Fiqh selain Hanafiyyah mendefinisikan konsep
harta sebagai berikut :
Dari pengertian di atas, Jumhur Ulama’ memberikan pandangan bahwa
manfaat termasuk harta, sebab yang penting adalah manfaatnya dan bukan
dzatnya. Intinya bahwa segala macam manfaat-manfaat atas sesuatu benda
tersebut dapat dikuasai dengan menguasai tempat dan sumbernya, karena
seseorang yang memiliki sebuah mobil misalnya, tentu akan melarang orang lain
mempergunakan mobil itu tanpa izinnya. 3
Maksud manfaat menurut Jumhur Ulama’ dalam pembahasan ini adalah
faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak seperti mendiami
rumah atau mengendarai kendaraan. Adapun hak, yang ditetapkan syara’ kepada
seseorang secara khusus dari penguasaan sesuatu, terkadang dikaitkan dengan
harta, seperti hak milik, hak minum, dan lain lain. Akan tetapi terkadang tidak
dikaitkan dengan harta, seperti hak mengasuh dan lain-lain.
Menurut Imam as-Suyuthi harta ialah segala sesuatu yang dapat dimiliki
dan mempunyai nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua orang telah
meninggalkannya. Jika baru sebagian orang saja yang meninggalkannya, barang
itu mungkin masih bermanfaat bagi orang lain dan masih mempunyai nilai bagi
mereka. 4
3
Ibid hal 115
4
Ibid hal 115
Menurut ahli hukum positif, dengan berpegang pada konsep harta yang
disampaikan Jumhur Ulama’ selain Hanafiyyah, mereka mendefinisikan bahwa
benda dan manfaat-manfaat itu adalah kesatuan dalam katagori harta kekayaan,
begitu juga hak-hak, seperti hak paten, hak mengarang, hak cipta dan sejenisnya.
Ibnu Najm mengatakan bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang
ditegaskan oleh ulama’-ulama’ Ushul Fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki
dan disimpan untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama menyangkut yang
kongkrit. Dengan demikian tidak termasuk di dalamnya pemilikan semata-semata
atas manfaat-manfaat saja. Dalam hal ini, beliau menganalogikan konsep harta
dalam persoalan waris dan wakaf, sebagaiman al-Kasyf al-Kabir disebutkan
bahwa zakat maupun waris hanya dapat terealisasi dengan menyerahkan benda
(harta atau tirkah dalam hal waris) yang kongkrit, dan tidak berlaku jika hanya
kepemilikan atas manfaat semata, tanpa menguasai wujudnya.

B. Kedudukan Harta
Disebutkan harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam
menjalani kehidupan didunia ini, sehingga oleh para ulama ‘ushul fiqh persoalan
harta dimasukkan kedalam salah satu ad-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan
pokok), yang terdiri atas : Agama, Jiwa, Akal, keturunan, dan harta. Oleh karena
itu banyak manusia yang mempertahankan harta dengan segala upaya yang
dilakukan, sehingga dalam Al-Qur’an dan Hadits banyak membicarakan harta
serta kedudukannya.5
1. Kedudukan harta didalam Al-Qur’an ialah sebagai berikut:
a. Harta adalah milik Allah, Manusia bukanlah pemilik mutlak, tetapi
dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib dikeluarkan zakatnya dan
peruntukan ibadah lain dari harta tersebut. Allah berfirman didalam
Al-Qur’an:

‫ني فِ ِيه‬ ِ ‫ِِ ِ مِم‬ ِ ِ


َ ‫آمنُوا بِاللَّه َو َر ُسوله َوأَنْف ُقوا َّا َج َعلَ ُك ْم ُم ْستَ ْخلَف‬
5
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal98
Artinya :
”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari harta mu yang telah Allah pinjamkan kepada mu. (QS. Al-Hadid:7)
b. Harta sebagai sarana untuk memperoleh bekal menuju kehidupan
akhirat. Allah berfirman:
ِ ‫اَلَّ ِذين يْن ِف ُقو َن اَمواهَل م ىِف سبِي ِل‬
‫اهلل مُثَّ اَل يُْتبِعُ ْو َن َما اَْن َف ُق ْوا َواَل اَ ًذا هَلُ ْم اَ ْج ُر ُه ْم ِعْن َد َرهِّبِ ْم‬ ْ َ ُْ َ ْ ْ ُ َ ْ
‫ف َعلَْي ِه ْم َواَل ُه ْم حَيَْزنُ ْو َن‬
ٌ ‫واَل َخ ْو‬.
َ
Artinya: “orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah,
kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkanya itu dengan
menyebut-nyebut pemberianya dan dengan tidak menyakiti(perasaan sang
penerima), mereka memperoleh pahala di sisi tuhan mereka. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak(pula) mereka bersedih hati”.
(Q.S Al-Baqarah:262)
c. Harta merupakan sarana untuk memenuhi kesenangan.
Didalam al-Qur’an Allah berfirman:

َّ ‫ب َوالْ ِف‬
‫ض ِة‬ ِ َ‫ات ِمن النِّس ِاء والْبنِني والْ َقن‬
ِ ‫اط ِري الْم َقْنطَ ر ِة ِمن ال َّذ َه‬ ِ ‫الش هو‬
َّ ‫ب‬
ُّ ‫ح‬ ِ
‫َّاس‬
‫ن‬ ‫ل‬ِ‫زيِّن ل‬
َ َ ُ ََ َ َ َ َ َ َ ُ َ ُ
ِ ‫الد ْنيا واللَّهُ ِعْن َده حسن الْم‬ ِ ِ
.‫آب‬ َ ُُْ ُ َ ‫َواخْلَْي ِل الْ ُم َس َّو َم ِة َواأْل َْن َع ِام َواحْلَْر ِث َذل‬
َ َ ُّ ‫ك َمتَاعُ احْلَيَاة‬
Artinya:

”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada


apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga). (Q.S. Al-Imran:14)

d. Harta sebagai ujian, pada Q.S.Ath-Taghaabun : 15

‫َج ٌر َع ِظيم‬ ِ ِ
. ْ ‫إِنَّ َما أ َْم َوالُ ُك ْم َوأ َْواَل ُد ُك ْم ف ْتنَةٌ َواللَّهُ ع ْن َدهُ أ‬
Artinya :
”Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan
(bagi kalian) disisi Allah-lah pahala yang besar.
e.       Harta sebagai perhiasan, Harta merupakan perhiasan dunia
yang hanya bersifat sementara dan untuk itulah maka sebagai seorang
muslim hendaknya dapat memanfaatkan harta dengan sebaik-baiknya
untuk beribadah kepada Allah. Didalam Q.S. Al-Kahfi:46, Allah
berfirman:
ِ ‫ال والْبُنو َن ِزينَةُ احلي‬
ُّ ‫وة‬
‫الد ْنيَا‬ ََ ْ ْ َ َ ُ ‫اَلْ َم‬...
Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
didunia".
2. Kedudukan Harta didalam as-Sunnah
a. Harta adalah penyebab fitnah :

‫ول إِ َّن لِ ُك ِّل أ َُّم ٍة‬


ُ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬ ُ ‫ال َس ِم ْع‬
َ ‫ت النَّبِ َّي‬ ٍ َ‫ب بْ ِن ِعي‬
َ َ‫اض ق‬ ِ ‫َع ْن َك ْع‬

ِ ‫يث حسن‬ ِ ِ ُ ‫فِ ْتنَةً َوفِ ْتنَةُ أ َُّمتِي ال َْم‬


ٌ ‫يح غَ ِر‬
.‫يب‬ ٌ ‫صح‬َ ٌ َ َ ٌ ‫يسى َه َذا َحد‬
َ ‫ال أَبُو ع‬
َ َ‫ال ق‬
Artinya:
“Dari Ka’ab bin “Iyyadh telah berkata, aku mendengar nabi
bersabda,” sesungguhnya bagi setiap umatku adanya fitnah (ujian) nya dan
fitnah bagi umatku adalah masalah harta”.
b. Harta sebuah nikmat ketika dimanfaatkan oleh orang-orang yang
shalih.
Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan pribadi
juga diperhatikan, maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
1)Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan
pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan masyarakat.
2)Karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka
boleh pemilik (manfaat) untuk memindahkan hak miliknya kepada
orang lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan
sebagainya.
3)Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal tidak terkait oleh waktu.

Dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan yang berkenaan


dengan harta yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, produksi, distribusi dan
konsumsi harta:
1) Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa:
a. Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batal,
b. Memakan harta dengan jalan penipuan,
c. Dengan jalan melanggar janji dan sumpah,
d. Dengan jalan pencurian.
2) Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan
sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai
bunga.
3) Penimbuan harta debgan jalan kikir, orang-orang yang menimbun harta
dengan maksud untuk meninggikan (menaikan) harga sehingga ia
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
4) Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), baik pemborosan yang
menghabiskan harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara maupun
yang sifatnya mengeksploitasi sumber-sumber alam secara berlebihan dan
tidak memperhatikan kelestarian lingkungan (ekologi).
5) sMemproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang-barang
yang terlarang seperti narkotika dan minuman keras kecuali untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan kesehatan.
3. Anjuran untuk berusaha dan memilikinya
Ada beberapa dalil, baik dari Al-qur’an maupun hadist yang dapat
dikategorikan sebagai isyarat bagi umat islam untuk memiliki kekayaan
dan giat dalam berusaha supaya memperoleh kehidupan yang layak dan
mampu melaksanakan semua rukun islam yang hanya diwajibkan dalam
umat islam yang mempunyai harta atau kemampuan dari segi ekonomi.
Sementara itu, harta kekayaan tidak mumgkin datang sendiri, tetapi harus
dicapai melalui usaha.Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut.6
a. Para Nabi berusaha sendiri untuk bekal hidup
Allah SWT. Menyatakan bahwa para Nabi berusaha sendiri, tidak
menggantungkan kepada orang lain, seperti : Nabi Daud a.s yang
diceritakan dalam Al-Qur’an. “dan Sesungguhnya telah Kami berikan
kepada Daud kurnia dari kami. (kami berfirman): "Hai gunung-gunung
dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan
Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang
besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang
saleh. Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Saba’ :
10-11). Dalam Al-qur’an pun disinggung pula perihal Nabi Nuh a.s
membuat kapal (QS.Hud : 37-38) dan Nabi Musa a.s mengembalakan
domba selama 20 tahun sebelum diutus menjadi Rasul di Negeri Madyan.
Kita juga mengetahui dari sejarah bahwa Nabi Muhammad SAW.Dari
kecil sudah mengembalakan domba, kemudian berniaga untuk Siti
Khadijah.Padahal mereka adalah para Nabi yang suci, bergelar ulul azmi,
tetapi mereka berusaha untuk memenuhi kehidupannya.
4. Anjuran memanfaatkan dan memakan rezeki Allah SWT.
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-
Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
(QS. Al-Mulk: 15)
Rasulullah SAW. Menyuruh umatnya untuk bekerja
Yang artinya : “ seseorang yang mengambil tali untuk mengikat
kayu bakar, kemudian memanggul dipundaknya untuk dijual kepada
manusia, sehingga Allah mencukupinya adalah lebih baik dari pada
meminta minta kepada manusia, yang kemungkinan akan memberinya
atau menolaknya”.

6
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal 104
Nabi SAW. Sering berdo’a agar dilapangkan rezeki
Misalnya ketika berwudhu sebagaimana dinyatakan dalam hadist dari Abu
Hurairah yang artinya:“ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku, dan
berkatilah rezekiku, kemudian beliau ditanya, ‘’alangkah banyaknya yang engkau
minta dengan do’a tersebut?’’ lalu beliau menjawab “apakah kita meninggalkan
salah satunya.’’(HR. Thabrani)
Selain itu masih banyak do’a dan zikir yang diajarkan Rasulullah SAW.
Yang intinya memohon agar dimudahkan dalam berusaha dan mendapatkan
rezeki, seperti do’a: Yang artinya “ Ya Allah, aku memohon kepadamu atas
petunjuk, ketakwaan, iffah (dijauhkan dari hal-hal yang tidak hala), dan
kekayaan.’’ (HR. Muslim, Turmudzi, dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud).
Begitu pula do’aRasulullah SAW. Agar dijauhkan dari kefakiran, karena
kefakiran dapat menyebabkan kekufuran. Yang artinya : ‘’Ya Allah, aku
berlindung kepadamu dari kekufuran dan kefakiran, seorang laki-laki berkata,
apakah keduanya seimbang? Rasulullah menjawab , ya.’’
Nabi SAW. Pernah melarang menyalati orang berutang
Rasulullah SAW. Pernah melarang shalat jenazah terhadap orang yang
meninggalkan hutang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk melunasinya: Dari
Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW. Melarang kami untuk menyalati
orang meninggal dunia yang mempunyai hutang, tetapi tidak meninggalkan harta
untuk menbayar utangnya. Orang yang mati syahid diampuni segala dosanya,
kecuali apabila ia berhutang. Hadist nabi yang artinya: ‘’semua dosa orang yang
mati syahid diampuni kecuali hutang.’’ (HR. Muslim dan Ibnu Umar)

C. FUNGSI HARTA
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta
tersebut, maka fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang baik, maupun
kegunaan dam hal yang jelek, yaitu:7
1. Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab
untuk ibadah memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam
7
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal 129
pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat,
shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
2. Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
3. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan
akhirat.
4. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya
5. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu
tanpa modal akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di
perguruan tinggi bila ia tidak memiliki biaya.
6. Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni
adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga
antara pihak saling membutuhkan karena itu tersusunlah masyarakat yang
harmonis dan berkecukupan.
7. Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan
keperluan sehingga terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam
rangka saling mencukupi kebutuhan.

D. PEMBAGIAN HARTA
1. Mal Mulutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
a. Harta Mulutaqawwim adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya
menurut syara’. Atau semua harta yang baik jenisnya maupun cara
memperoleh dan penggunaanya, misalnya kerbau adalah halal dimakan
oleh umat Islam tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut
syara’, dipukul misalnya, maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan
karena cara penyembelihannya batal menurut syara’.8
b. Harta Ghair Mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil
manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara
penggunaanya. Seperti babi karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh
dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena cara
memperolehnya yang haram.
8
Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001.hal302
2. Mal Mitsli dan Mal Qimi
a. Harta Mitsli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-
kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagaimana di tempat yang lain
tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.
b. Harta Qimi adalah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya
karena tidak dapat berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa
ada perbedaan.
c. Dengan perkataan lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya diperoleh
di pasar (secara persis) dan qimi adalah harta yang jenisnya sulit
didapatkan di pasar, bisa diperoleh tapi jenisnya berbeda kecuali dalam
nilai dan harga.
3. Harta Istihlak dan harta Isti’mal
a. Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya dan
manfaatnya secara biasa kecuali dengan menghabiskannya. Harta Istihlak
terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas
(nyata) zatnya habis sekali digunakan.
2) Istihlak Buquqi adalah suatu harta yang sudah habis nilainya bila telah
digunakan tetapi zatnya masih tetap ada.
b. Harta Isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali dan
materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis dengan satu kali
menggunakan tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya.

4. Harta Manqul dan Harta Ghair Manaqul


a. Harta Manqul adalah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari
satu tempat ke tempat lain.
b. Harta Ghair Manaqul adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan
dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
5. Harta ‘Ain dan Harta Dayn
a. Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian,
beras, kendaraan. Harta ‘ain terbagi menjadi dua, yaitu:
b. Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang
dipandang sebagai harta karena memiliki nilai yang dipandang sebagai
harta, karena memiliki nilai ‘ain dzati qimah meliputi:
1) Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya
2) Benda yang dianggap hartta yang tidak boleh diambil manfaatnya
3) Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya
4) Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari
seumpamanya
5) Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan
(bergerak)
6) Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat
dipindahkan (benda tetap).
6. Mal al-‘ain dan al-naf’i (manfaat)
a. Harta ‘aini adalah benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud),
seperti rumah, ternak, dll.
b. Harta nafi’ adalah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut
perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf’i tidak berwujud dan tidak
mungkin disimpan.
7. Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a. Harta Mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik milik
perseorangan maupun milik badan hukum seperti pemerintah atau
yayasan.
b. Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik
seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut,
pohon-pohon di hutan. Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah
sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya maka ia
akan menjadi pemiliknya.
c. Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri
dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda
itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat
umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan dan yang
lainnya.
8. Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a. Harta yang dapat dibagi (mal qubil li al-qismah) ialah harta yang tidak
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta itu dibagi-
bagi, seperti beras, tepung, dan lainnya.
b. Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al qismah) ialah harta
yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta tersebut
dibagi-bagi, seperti gelas, kursi, meja, mesin dan lain sebagainya.
9. Harta pokok dan harta hasil (buah)
a. Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain.
Harta pokok bisa juga disebut modal, seperti uang, emas, dan lainnya.
b. Harta hasil adalah harta yang lain. Harta hasil contohnya adalah bulu
domba dihasilkan dari domba, maka domba sebagai harta pokok dan
bulunya sebagai harta hasil, atau kerbau yang beranak maka anaknya
dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkannya disebut
harta pokok.
10. Harta khas dan harta ‘am
a. Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak
boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b. Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil
manfaatnya.

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik berupa
benda yang tampak seperti mas perak maupun yang tidak tampak yakni manfaat
seperti pakaian,tempat tinggal. Sehingga persoalan harta dimasukkan kedalam
salah satu lima keperluan pokok yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah.
Adapun fungsi harta diantaranya kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan
meningkatkan keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan dunia dan
akhirat. Sedangkan pembagian harta di bagi menjadi sepuluh bagian.

B. SARAN
Demikian makalah yang kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi
pemakalah khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dan pastinya makalah ini
terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.


2008
Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001

Anda mungkin juga menyukai