Panduan Dasar Ekspor Ekspor Lada
Panduan Dasar Ekspor Ekspor Lada
Standar eropa :
7. daftar perusahaan importir negara tujuan, kontak, alamat, barang yang dibuthkan, spesifikasi barang yg
dibutuhkan, jumlah barang yg dibutuhkan, jenis barang yg dibutuhkan, frekuensi pengambilan, cara
pembayaran, pelabuhan di negara tersebut, ekspedisi dari Indonesia ke negara tujuan tersebut.
Langkah Ekspor
Langkah-langkah melakukan ekspor di Indonesia, berisikan diagram alir dari kegiatan ekspor, mulai dari lisensi,
pemesanan, pengapalan, dan pembayaran
Incoterms
Incoterms atau International Commercial Terms adalah istilah-istilah (seperangkat kode tiga huruf) yang digunakan
dalam perdagangan internasional untuk mengatur agar tidak terjadi kesalahan interpretasi dalam pembuatan
kontrak, dalam Incoterms ini diatur syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengiriman atau penyerahan barang
a. Promosi
Kegiatan promosi komoditas yang akan diekspor melalui media promosi seperti iklan di media elektronik, majalah, Koran, pameran dagang
atau melalui badan/lembaga yang berhubungan dengan kegiatan promosi ekspor seperti Ditjen PEN, Kamar Dagang dan Industri, Atase
perdagangan dan lain sebagainya
b. Inquiry
Pengiriman surat permintaan suatu komoditas tertentu oleh Importir kepada eksportir (letter of inquiry). Biasanya berisi deskripsi barang,
mutu, harga dan waktu pengiriman
c. Offer Sheet
Permintaan Importir akan ditanggapi melalui offer sheet yang dikirimkan eksportir. Offer sheet ini berisikan keterangan sesuai permintaan
Importir mengenai deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman. Selain itu pada offer sheet ini biasanya ditambahkan tentang
ketentuan pembayaran dan pengiriman sample/brochure
d. Order Sheet
Setelah mendapatkan penawaran dari eksportir dan mempelajarinya, jika setuju maka Importir akan mengirimkan surat pesanan dalam
bentuk order sheet (purchase order) kepada eksportir
e. Sale’s Contract
Sesuai dengan data dari order sheet maka selanjutnya eksportir akan menyiapkan surat kontrak jual beli (sale’s contract) yang ditambah
dengan keterangan force majeur clause dan inspection clause. Sales contract ini ditandatangani oleh eksportir dan dikirimkan sebanyak dua
rangkap kepada Importir
f. Sale’s Confirmation
Sales contract akan dipelajari oleh Importir, apabila Importir setuju maka sales contract tersebut akan ditandatangi oleh Importir untuk
kemudian dikembalikan kepada eksportir sebagai sales confirmation. Sedangkan satu copy lain dari sales contract ini akan disimpan oleh
Importir
1. Importir akan meminta Opening Bank (Bank Devisa) untuk membuka Letter of Credit sebagai jaminan dan dana yanga akan
digunakan untuk melakukan pembayaran kepada Eksportir sesuai dengan kesepakatan pada sales contract. L/C yang dibuka adalah
untuk dan atas nama eksportir atau orang atau badan lain yang ditunjuk eksportir sesuai dengan syarat pembayaran pada sales
contract
2. Opening bank akan melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondennya di Negara Eksportir, dalam hal ini adalah advising
Bank. Proses pembukaan L/C ini dilakukan melalui media elektronik, sedangkan penegasan dalam bentuk tertulisnya akan
dituangkan dalam L/C confirmation yang diteruskan dari opening Bank kepada advising Bank untuk disampaikan kepada Eksportir
3. Advising Bank akan memeriksa keabsahan pembukaan L/C dari opening Bank, dan apabila sesuai advising Bank akan mengirimkan
surat pengantar (L/C advice) kepada Eksportir yang berhak menerima. Jika advising Bank diminta juga oleh opening Bank untuk
menjamin pembayaran atas L/C tersebut, maka advising Bank disebut juga sebagai confirming Bank
Output penting dari proses ini adalah dokumen pengapalan yang merupakan bukti bahwa eksportir telah mengirimkan barang yang dipesan
Importir sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam L/C.
1. Eksportir akan menerima L/C advice sebagai acuan untuk mengirimkan barang dan saat ini eksportir akan melakukan shipment
booking kepada shipping company sesuai dengan term yang disebutkan dalam sales contract. Setelah itu eksportir harus mengurus
kewajiban Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di Bea Cukai di pelabuhan muat. Serta hal lain seperti pembayaran pajak ekspor (PE)
dan Pajak Ekspor Tambahan (PET) di advising Bank
2. Shipping Company akan memuat barang dan menyerahkan bukti penerimaan barang, kontrak angkutan, bukti kepemilikan barang
(bill of lading) serta dokumen pengapalan lainnya jika ada kepada eksportir, kemudian eksportir akan mengirimkannya
kepada advising Bank untuk dikirimkan ke opening Bank
3. Shipping Company akan mengangkut barang tersebut ke pelabuhan tujuan yang disebutkan dalam Bill of Lading (B/L)
4. Importir akan menerima dokumen pengapalan jika kewajiban pembayaran kepada opening Bank sudah dilakukan. Selanjutnya
dokumen pengapalan ini digunakan untuk mengurus import clearance dengan pihak bea cukai di pelabuhan dan untuk mengambil
muatan di shipping Company yang memuat barang yang dipesan
5. Shipping Agent akan menyerahkan barang kepada Importir jika biaya jasa shipping agent telah dilunasi
4. Shipping Document Negotiation Process
Proses ini adalah proses penguangan dokumen pengapalan bagi eksportir dan merupakan proses untuk claim barang yang telah dibayar bagi
Importir
1. Setelah menerima B/L dari shipping Company, Eksportir akan menyiapkan semua keperluan dokumen lain yang diisyaratkan dalam
L/C seperti Invoice, packing list, sertifikasi mutu, Surat Keterangan Negara Asal (SKA) dan lain sebagainya. Semua dokumen tersebut
akan diserahkan kepada negotiating Bank, dalam hal ini advising Bank, yang ditentukan dalam L/C untuk memeroleh pembayaran
atas L/C
2. Negotiating Bank akan memeriksa kelengkapan dan keakuratan dokumen pengapalan yang dikirimkan eksportir, jika cocok dengan
yang diisyaratkan L/C maka negotiating Bank akan melakukan pembayaran sesuai tagihan eksportir dari dana L/C yang tersedia
3. Negotiating Bank akan mengirimkan dokumen pengapalan kepada opening Bank untuk mendapatkan reimbursement atas
pembayaran yang dia lakukan kepada Eksportir
4. Opening Bank, akan memeriksa kelengkapan dan keakuratan dokumen pengapalan, jika cocok dengan yang diisyaratkan L/C
maka opening Bank akan memberikan pelunasan pembayaran (reimbursement) kepada negotiating Bank
5. Opening Bank selanjutnya memberitahukan penerimaan dokumen pengapalan kepada Importir. Importir akan menyelesaikan
pelunasan dokumen itu untuk mendapatkan dokumen pengapalan yang berfungsi untuk mengambil barang pesanan dari shipping
agent dan bea cukai setempat
Metode Pembayaran
Beberapa metode pembayaran yang bisa digunakan dalam proses ekspor impor adalah sebagai berikut:
Eksportir Importir
Advance Payment Cash with order, pembayaran langsung kepada Menarik bagi Eksportir Resiko gagal atau
eksportir sebelum barang yang dipesan dikirim karena menerima terlambatnya
pembayaran terlebih dahulu pengiriman barang
Metode Deskripsi Resiko/Keuntungan
Eksportir Importir
Open Account Barang dikirim terlebih dahulu oleh eksportir Resiko terlambat Menarik bagi Importir karena
dan pembayaran dilakukan setelah importir pembayaran atau tidak menerima barang terlebih
menerima barang tersebut dibayar dahulu
Collection Document Eksportir mengirimkan barang ke port tujuan Tidak ada jaminan Terdapat resiko barang yang
againts sedangkan dokumen pengiriman barang pembayaran dari Bank dikirimkan tidak sesuai dengan
payment(D/P) dikirimkan ke pihak Bank sebagai perantara. kepada Eksportir, karena permintaan
Importir dapat mengambil dokumen tersebut Bank hanya berperan sebatas
jika sudah melakukan pembayaran melalui pelayanan jasa saja
Bank, dokumen ini diperlukan importir untuk
mengambil barang di port
Document Hampir sama dengan Document againts Tidak ada jaminan Terdapat resiko barang yang
againts payment, perbedaannya adalah metode ini pembayaran dari Bank dikirimkan tidak sesuai
acceptance (D/A) memerlukan akseptasi pembayaran terlebih kepada Eksportir, karena dengan permintaan
dahulu oleh importir agar importir dapat Bank hanya berperan sebatas
menerima dokumen pembayaran dari Bank. pelayanan jasa saja
Akseptasi pembayaran ini merupakan janji
pembayaran pada tanggal tertentu, biasanya
30, 60 atau 90 hari setelah akseptasi
Letter of Credit (L/C) Jaminan yang diterbitkan oleh issuing Jaminan pembayaran dari Jaminan memperoleh barang
Bank atas perintah applicant (Buyer) kepada Bank selama dokumen yang sesuai dengan yang disepakati
eksportir agar Importir melakukan dikirimkan sesuai dengan L/C
pembayaran sejumlah tertentu
Prosedur Pajak
Apabila barang ekspor terkena pajak ekspor maka pajak ekspor harus dilunasi sebelum dimasukkan ke sarana pengangkut. Pajak ekspor ini
dihitung berdasarkan harga patokan ekspor (HPE) dan harga patokan ekspor ini ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dalam bentuk peraturan
Menteri Perdagangan yang berlaku untuk suatu periode tertentu dengan memerhatikan pertimbangan Menteri Teknis dan asosiasi terkait.
HPE ini berpedoman pada harga rata-rata internasional dan atau harga harga rata-rata FOB di beberapa pelabuhan di Indonesia.
Tarif pungutan ekspor (TPE) yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah TPE yang yang berlaku saat pemberitahuan ekspor barang (PEB)
didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, begitu juga dengan HPE, HPE yang digunakan adalah HPE yang berlaku pada saat PEB
didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
Cara perhitungan pajak ekspor
1. Terhadap barang ekspor yang dikenakan tarif ad valorem (persentase), Pajak Ekspor dihitung sebagai berikut:
Pajak Ekspor = Tarif Pajak Ekspor x Harga Patokan Ekspor x Jumlah Satuan Barang x Kurs
2. Terhadap barang ekspor yang dikenakan tarif ad naturam (spesifik), Pajak Ekspor dihitung sebagai berikut:
Pembayaran pungutan ekspor ini dapat dilakukan di Bank Devisa atau di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai:
Rotan asalan yang sudah dirunti, dicuci, diasap dan dibelerangi dari segala jenis;
Rotan dipoles halus;
Hati rotan; dan
Kulit rotan
Veener
Bahan baku serpih
Kayu olahan
Kelapa sawit/tandan buah segar dan inti (biji) kelapa sawit dan;
Crude palm oil/CPO (crude olein/CRD; Refined bleached deodorized palm oil/RBD PO; Refined bleached deodorized palm
olein/RBD olein)
Jangat dan kulit mentah/pickled dari hewan sapi/kerbau dan biri-biri dan
1. Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan terlebih dahulu ke kantor pabean dengan mengisi dokumen pemberitahuan ekspor barang
(PEB)
2. Pendaftaran PEB disertai dengan Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dan dilengkapi dokumen pelengkap. PEB disampaikan paling cepat 7 hari
sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum barang ekspor masuk Kawasan Pabean. Dokumen pelengkap pabean:
Pada Kantor Pabean yang sudah menerapkan sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) kepabeanan, eksportir/PPJK (Pengusaha Pengurusan
Jasa Kepabeanan) wajib menyampaikan PEB dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan
3. Pelunasan pajak ekspor jika barang ekspor tersebut dikenai pajak ekspor. Penyampaian PEB ini dapat dilakukan oleh eksportir atau
dikuasakan kepada PPJK
Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai proses perizinan kepabeanan ini dapat dilihat melalui file berikut ini:
Larangan Ekspor
Menurut peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 01/M-DAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007. Disebutkan bahwa barang-barang
ekspor diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu:
Jenis barang ini hanya dapat diekspor oleh eksportir terdaftar saja. Sedangkan eksportir terdaftar adalah perusahaan atau perorangan yang
telah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Perdagangan untuk mengekspor barang tertentu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir yang telah mendapatkan persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan atau
Pejabat yang ditunjuk.
Barang yang diawasi ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dilakukan oleh eksportir yang telah mendapat persetujuan ekspor dari
Menteri Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk (eksportir khusus).
Suatu barang diawasi ekspornya karena pertimbangan untuk menjaga keseimbangan pasokan di dalam negeri agar tidak mengganggu
konsumsi dalam negeri.
Produk Peternakan : bibit sapi, sapi bukan bibit, kerbau, kulit Buaya, wet blue, binatang liar dan tumbuhan (appendix II cites)
Produk Perikanan : ikan napoleon, wirasse, benih ikan bandeng
Produk Perkebunan : inti kelapa sawit (palm kernel)
Produk Pertambangan : gas, kokas/minyak petroleum, bijih logam Mulia, perak, emas,
Produk industri : sisa dan scrap dari besi, baja steinless, tembaga, kuningan, aluminium, pupuk urea
Produk Pertanian: anak ikan dan ikan arwana, benih ikan sidat, ikan hias botia, udang galah ukuran 8 cm dan udang panaedae
Produk Kehutanan: kayu bulat, bahan baku serpih, bantalan kereta api atau trem dari kayu dan kayu gergajian
Produk Kelautan: pasir laut
Produk Pertambangan: bijih timah dan konsentratnya, abu dan residu yang mengandung arsenik, logam atau senyawanya dan
lainnya, terutama yang mengandung timah dan batu mulia
Semua jenis barang yang tidak tercantum dalam peraturan di atas dikategorikan sebagai barang bebas ekspor, namun tentunya eksportir harus
memenuhi persyaratan sebagai eksportir terlebih dahulu
Standar & Peraturan Internasional
Dunia perdagangan internasional saat ini sudah cenderung terbuka dengan lalu lintas perdagangannya yang semakin meningkat sehingga
masing-masing Negara biasanya menerapkan perlindungan tersendiri. Perlindungan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari produk
yang membahayakan Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan lingkungan (K3L) atau mungkin juga moral. Perlindungan ini biasanya disebut
juga sebagai hambatan utama dalam ekspor bagi Eksportir.
Hambatan Utama
Hambatan Fisik di Bea Cukai
Hambatan ini adalah berupa pemeriksaan barang yang harus sesuai dengan dokumen yang menyertainya, seperti jenis dan jumlah barang
yang tertera dalam dokumen
Hambatan Fiska
Hambatan ini berupa bea masuk yang diterapkan oleh masing-masing negara
Standar menurut PP 102 Tahun 2000 adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun
berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya.
Biasanya setiap Negara menetapkan standar atau persyaratan mutu untuk barang-barang impornya, sehingga barang yang masuk umumnya
harus melalui pengujian tertentu terlebih dahulu, dan biasanya buyer pun memiliki standar spesifikasi yang disepakati
bersama Exportir sebelumnya. Seringkali hambatan teknis berupa standar ini disadari menjadi hambatan yang meyulitkan Eksportir untuk
mengirimkan barangnya oleh karena itu WTO mengeluarkan technical barrirer to trade agreement untuk mengurangi hambatan dan
melindungi Konsumen.
Standar Internasional
Technical Barrier to Trade (TBT)
merupakan salah satu perjanjian dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang mengatur hambatan dalam peraturan teknis yang
terkait regulasi teknis, standar dan penilaian kesesuaian. Tujuannya untuk mencegah penggunaan standar dan regulasi teknis yang berlebihan
(hambatan teknis)
adalah setiap tindakan yang diterapkan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan
Hal-hal yang perlu diketahui oleh eksportir berhubungan dengan standar sebelum melakukan ekspor adalah:
Persyaratan standar dan regulasi teknis yang berlaku di negara tujuan ekspor serta persyaratan konsumen (public requirements)
Laboratorium terakreditasi dengan lingkup dan kemampuan sesuai standar negara tujuan yang diakui oleh otoritas negara tujuan
ekspor
Lembaga sertifikasi yang kompeten dan terakreditasi serta diakui oleh otoritas Negara tujuan eksport
Lembaga Inspeksi yang kompeten dan diakui oleh otoritas negara tujuan eksport.
Metrologi yang mampu telusur
Pembiayaan Ekspor
Menjelaskan proses pembiayaan ekspor beserta sumber pembiayaannya dan beberapa tips yang dapat digunakan untuk mengatur
pembiayaan ekspor
Import for Export Purpose adalah jenis pembiayaan yang diberikan kepada eksportir yang melakukan kegiatan impor bahan baku yang
digunakan untuk kepentingan kegiatan ekspor
Transaksional
Kebutuhan modal kerja berdasarkan kebutuhan modal satu siklus usaha bisnis
Non Transaksional
Perhitungan modal kerja berdasarkan historical ekspor dan satu tahun proyeksi ekspor, dengan mempertimbangkan siklus perdagangan
eksportir
Post-shipment Financing
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah setelah barang dikirim sampai pembayaran tagihan atas ekspor. Fokusnya adalah
untuk immediate payment, jadi Eksportir tidak harus menunggu lama pembayaran dari Importir.
Resiko dari pembiayaan ini lebih kepada pihak di Negara tujuan ekspor, dengan resikonya antara lain:
3. Forfaiting
Forfaiting adalah penyediaan dana oleh suatu perusahaan (Forfaiter) kepada perusahaan lain atau eksportir dengan membeli barang-barang
yang telah dijual sebelumnya oleh klien (Eksportir) kepada pelanggan tetapi klien belum menerima pembayarannya. Biasanya Importir akan
memperoleh kredit sampai jangka watu tujuh tahun mendatang.
4. Factoring
Penjualan piutang dagang eksportir kepada perusahaan factoring untuk mendapatkan uang tunai dengan cara membayar komisi tertentu.
Biasanya Eksportir akan menerima pembayaran 75%-85%.
5. Banker Acceptance
Instrumen akseptasi yang dilakukan oleh Bank atas suatu penarikan wesel suatu usance L/C.
Untuk dapat menentukan Negara Tujuan Ekspor (NTE) yang cocok bagi sebuah produk ekspor diperlukan analisis terlebih dahulu, sehingga
Eksportir dapat menghindari kerugian yang mungkin timbul dari ketidaksesuai strategi ekspor. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat
dilakukan untuk menentukan Negara tujuan ekspor beserta strateginya.
1. Eksportir menentukan barang yang akan diekspor dan Negara Tujuan Ekspor
2. Eksportir melakukan riset dan kajian pasar, kajian pasar dapat dilakukan dengan menggunakan literatur yang tersedia, kemudian
analisis dapat dilakukan dengan menggunakan SWOT Analysis, yaitu metode berupa matriks yang membandingkan kelemahan,
kelebihan , peluang dan hambatan yang muncul dari kombinasi produk ekspor dengan Negara tujuan ekspor
3. Setelah melakukan kajian maka akan keluar sebuah kombinasi product-market yang dianggap cocok oleh Eksportir
4. Karena sudah diketahui pasar mana yang akan dituju tahapan berikutnya adalah menentukan strategi ekspor. Strategi ekspor ini
harus memerhatikan:
o Segmen pasar di NTE
o Produk yang akan dipasarkan
o Identitas
o Harga
o Distribusi
o Promosi
o Mitra Dagang
5. Dengan strategi ekspor ini maka Eksportir akan lebih mudah menentukan rencana bisnis, yang meliputi jadwal kegiatan, rencana
keuangan (cash flow, profit & loss)
6. Setelah cukup terarah selanjutnya Eksportir dapat mulai menentukan bagaimana prosedur bisnis ekspor yang memungkinkan,
prosedur bisnis ekspor ini meliputi pembiayaan ekspor, prosedur ekspor dan pembayaran ekspor
7. Apabila strategi ini dirasakan masih kurang menguntungkan maka Eksportir dapat meninjau ulang di mana letak kesalahannya,
dengan begitu penentuan strategi ekspor pun akan semakin optimal sehingga akan meminimalisir kerugian finansial
Apabila Negara Tujuan Ekspor ini telah pasti selanjutnya yang harus diperhatikan adalah Persyaratan Masuk Pasar Ekspor (PMPE) yang terdiri
dari:
Dengan melakukan analisis terlebih dahulu terhadap produk yang ditawarkan beserta negara tujuan ekspor diharapkan dapat memperkuat
proses perencanaan eksportir baik dalah hal perencanaan keuangan maupun perencanaan pemasaran, sehingga eksportir dapat terhindar dari
biaya-biaya yang tidak diperlukan.
Institusi Pembiayaan
Di dalam kegiatan ekspor terdapat institusi pembiayaan yang dapat membantu eksportir dalam hal pembiayaan, seperti Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia dan PT. Asuransi Ekspor Indonesia
Memberikan bantuan dalam rangka ekspor, dalam bentuk Pembiayaan, dalam rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha
lain yang menunjang Ekspor;
Menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan tetapi mempunyai
prospek (non-bankable but feasible) untuk peningkatan ekspor nasional; dan
Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir
yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Penjaminan, dan Asuransi guna
pengembangan
http://www.indonesiaeximbank.go.id/
Berbeda dengan lembaga asuransi umum lainnya, Asuransi ASEI memiliki produk khusus yang meng-cover risiko yang ditanggung eksportir dan
bank yaitu risiko kegagalan pelunasan pembayaran ekspor, baik pembayaran kembali kredit ekspor yang disalurkan bank kepada eksportir
(asuransi kredit ekspor) maupun pembayaran transaksi ekspor dari importir luar negeri kepada eksportir (Asuransi Ekspor).
Upaya pengembangan program Asuransi Ekspor didasarkan pada pertimbangan bahwa pengembangan dan peningkatan ekspor dapat lebih
digalakkan dengan dikembangkannya penggunaan berbagai cara pembayaran (terms of payment) yang lazim berlaku di dunia perdagangan
internasional, sehingga tidak hanya terpaku pada penggunaan Sight L/C saja.
Pada sisi lain adanya kegiatan ekspor yang dilaksanakan oleh eksportir kelas menengah dan kecil untuk barang non tradisional menuju ke
negara dengan risiko tinggi, serta semakin meningkatnya kompetisi dalam pasar dunia yang berubah dari pasar penjual (sellers market) ke
pasar pembeli (buyers market) sehingga penjualan dengan cara pembayaran kredit menjadi semakin penting dalam memenangkan transaksi
penjualan.
Peranan Asuransi ASEI diharapkan mendorong peningkatan ekspor non-migas melalui penyediaan fasilitas Asuransi Ekspor bagi Eksportir untuk
mengatasi risiko pembayaran ekspor sekaligus mendorong Eksportir Indonesia melakukan penetrasi ke pasar internasional yang baru, serta
fasilitas Asuransi Kredit bagi perbankan untuk mendorong perbankan meningkatkan kredit kepada sektor riil termasuk eksportir.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan lingkungan usaha dalam upaya lebih mendukung nasabah untuk menjalankan usaha khususnya
dibidang perdagangan domestik maupun internasional yang sangat kompetitif, Asuransi ASEI melakukan modifikasi dan diversifikasi produk-
produknya dalam class of business Asuransi Ekspor, Asuransi Kredit dan Asuransi Umum yang diharapkan mampu mendukung kelancaran
usaha para nasabah Asuransi ASEI.
http://www.asei.co.id
Produk-produk keuangan yang ditawarkan oleh Ausransi ASEI adalah sebagai berikut:
Memberikan perlindungan kepada eksportir terhadap kemungkinan kerugian akibat tidak diterimanya pelunasan pembayaran dari importer
atau bank penerbit L/C
http://www.asei.co.id/produk/asek/
Dengan jaminan ASEI, mendorong pihak perbankan untuk lebih berani memberikan pembiayaan pasca pengapalan (Post Shipment Financing)
kepada eksportir, walaupun ekspor tersebut dilaksanakan dengan media Non L/C. Melalui produk ini eksportir dapat memenuhi kebutuhan
modal kerja dan cash flow
http://www.asei.co.id/produk/aef/
Merupakan proteksi yang diberikan Asuransi ASEI (selaku penanggung) kepada Bank (selaku tertanggung) atas risiko kegagalan Debitur di
dalam melunasi fasilitas kredit atau pinjaman tunai (cash loan) seperti kredit modal kerja, kredit perdagangan dan lain-lain yang diberikan oleh
Bank.
http://www.asei.co.id/produk/ask/
Surety Bond
http://www.asei.co.id/produk/surety/
Asuransi Umum
Asuransi ASEI menjalankan usaha dibidang Asuransi Umum seperti asuransi harta benda, engineering, pengangkutan, rangka kapal atau
asuransi kecelakaan diri. Dengan tujuan untuk terus melayani seluruh nasabah di dalam melindungi risiko setiap usahanya
http://www.asei.co.id/produk/asum/
HS Code
Harmonized System atau biasa disebut HS adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan
mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya
Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan Harmonized System disusun pada tahun 1986 oleh sebuah
Kelompok studi dari Customs Cooperation Council (sekarang dikenal dengan nama World Customs Organisation), dan disahkan pada konvensi
HS yang ditandatangani oleh tujuh puluh Negara yang sebagian besar Negara Eropa, namun sekarang hampir semua Negara ikut meratifikasi,
termasuk Indonesia yang mengesahkannya melalui Keppres no. 35 tahun 1993.
01 01 11 xx xx
__ Bab (Chapter) 1
Bab di mana suatu barang diklasifikasikan ditunjukkan melalui dua digit angka pertama, contoh di atas menunjukkan bahwa barang
tersebut diklasifikasikan pada Bab 1
Dua digit angka berikutnya atau empat digit angka pertama menunjukkan heading atau pos pada bab yang dimaksud sebelumnya,
contoh ini menunjukkan barang tersebut diklasifikasikan pada pos 01.01
Enam digit angka pertama menunjukkan sub-heading atau sub-pos pada setiap pos dan bab yang dimaksud. Pada contoh di atas,
barang tersebut diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11
Delapan digit angka pertama adalah pos yang berasal dari teks AHTN
Sepuluh digit angka tersebut menunjukkan pos tarif nasional yang diambil dari BTBMI, pos tarif ini menunjukkan besarnya
pembebanan (BM, PPN, PPnBM atau Cukai) serta ada tidaknya peraturan tata niaganya
HS mempunyai enam digit angka untuk penggolongan, masing-masing Negara yang ikut menandatangani konvensi HS atau contracting
Party dapat mengembangkan penggolongan enam digit angka tersebut menjadi lebih spesifik sesuai dengan kebijakan Pemerintah masing-
masing namun tetap berdasarkan ketentuan HS enam digit. Di Indonesia sendiri sistem penggolongan tersebut menggunakan sistem
penomoran 10 digit dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-pos dalam HS enam digit
https://cahyorusmanto.wordpress.com/2012/10/30/letter-of-credit-instrument-pembayaran-dan-prosedure-dalam-
perdaganantrading/
Makalah ini ditulis dan merupakan hasil kompilasi dari beberapa sumber termasuk Sumber Hukum Uniform Customs
and Practice for Documentary Credits-500 (U.C.P.D.C.-500) 1993 Revision dalam dunia perdagangan antar negara.
Dalam rangka menghadapi perdangan bebas dimana WTO merupakan salah satu badan yang mengatur perdagangan
tersebut dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya.
Mudah-mudahan tulisan ini berguna untuk para pelaku bisnis maupun mahasiswa untuk menambah wawasan, berikut
ulasannya.
Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman adalah menggunakan Letter of Credit (L/C).
L/C di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan internasional atau antar negara dimana pembeli dan penjual
belum saling mengenal baik, maka dengan media L/C resiko non payment dapat dialihkan ke bank yang terkait dalam
proses L/C (Issuing bank, negotiating bank, conferming bank).
L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai Credit khususnya dalam Uniform
Customs and Practice (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai
dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab
sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan apakah sesuai degan yang tersurat
dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan.
L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang
sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan
berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C (pembayaran di muka),
hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda
bermitra bisnis.
Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas permintaan
nasabahnya (importir/ buyer/applicant) yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk
menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam instrumen tersebut.
o Nasabah (eksportir) mendapat jaminan pembayaran atas barang yang mereka ekspor, sedangkan bagi nasabah
o Membuka rekening di Bank (untuk memudahkan pemotongan biaya-biaya yang timbul dalam proses L/C
Impor).
LC EKSPOR
o Menyerahkan L/C asli untuk negosiasi (jika L/C tidak melalui Bank Pelaksana Negosasi).
PROSEDUR EKSPOR
1. Syarat Ekspor
2. Memiliki Surat Ijin Usaha dari Departemen Teknis atau Lembaga Pemerintah non Teknis lainnya berdasarkan
a. Barang yang diatur tataniaga ekspornya, dan dilakukan oleh eksportir terdaftar yang telah mendapatkan
pengakuan dari Menperindag. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok ini antara lain komoditi: maniok, kopi.
b. Barang yang diawasi ekspornya, dilakukan oleh eksportir yang mendapat persetujuan dari Menperindag/ pejabat
yang ditunjuk berdasarkan rekomendasi instansi teknis yang terkait. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok
ini antara lain : tepung terigu, kedele, beras, biji karet, inti kelapa sawit, nener,
c. Barang yang dilarang ekspornya. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok ini antara lain: kulit mentah, karet
bongkah, biji kapok (ex. Jawa dan Madura), induk udang, ikan hias.
System kode digunakan untuk menunjuk komoditas secara lebih spesifik, sehingga dapat terhindar dari pemilihan
komoditi yang diperjual belikan. System kode yang dipergunakan terdiri dari 9 digit yaitu 6 digit pertama adalah kode
asli HS yang berlaku secara internasional dan 3 digit terakhir dimaksudkan sebagai kode pengelompokkan komoditi
lebih lanjut secara nasional, sehingga penyebutannya menjadi :
HARMONIZED SYSTEM
Bab 07 : Sayuran, akar bonggol yang dapat dimakan
Pos 0710 : Sayuran sejenis umbi
1. Mengetahui status kelayakan dari calon importir melalui Bank eksportir atau perwakilan perdagangan
Guna mengatasi resiko pembayaran dalam mengekspor disarankan untuk menghubungi PT. Asuransi Ekspor
Indonesia ( ASEI).
Dalam menutup suatu kontrak penjualan komoditi, beberapa persyaratan dan kondisi perlu terlebih dahulu
disetujui. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan hati-hati oleh eksportir, karena sekali kontrak telah disetujui, akan
mengikat secara hukum.
Beberapa kelengkapan berikut ini merupakan informasi penting yang sebaiknya dimasukkan kedalam kontrak, yaitu :
4. Syarat-syarat pembayaran
7. Syarat-syarat pengepakan
8. Cara angkut
9. Asuransi
5. Terms Penjualan
Pembeli diluar negeri dalam transaksi pasar sering lebih menginginkan untuk terms penjualannya menggunakan C&F
atau CIF agar terjamin pengapalannya sampai di tangan importir/ pembeli. Informasi tentang jasa yang tersedia dan
perusahaan ekspedisi yang terpercaya dapat diperoleh dari Cargo Tariff and Pricing Department dengan alamat
sebagai berikut :
Eksportir Indonesia masih sering pula menggunakan FOB (Freight on Board) dalam terms penjualannya guna
menghindarkan diri dari risiko angkutan / shipping dan asuransi.
Peraturan pengawasan mutu pelak-sanaannya merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin, bahwa produk
ekspor memenuhi :
2. Syarat kesehatan, keamanan dan peraturan pengawasan mutu yang ditetapkan oleh negara pengimpor
Standarisasi
Standar komoditi dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional/ DSN dan disebut Standar Nasional Indonesia / SNI.
Pelayanan informasi mengenai standar nasional, regional dan internasional diberikan oleh Lembaga Standarisasi dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Semua komoditi standarnya sudah ditetapkan memerlukan surat keterangan. Terdapat dua bentuk surat keterangan
untuk komoditi pertanian, antara lain :
a. Surat Pernyataan Mutu (SPM), yaitu surat pernyataan dari eksportir bahwa komoditi yang diekspor memenuhi
standarnya.
b. Sertifikasi Mutu (SM), yaitu surat pernyataan yang diterbitkan oleh Laboratorium Penguji Mutu bahwa partai
komoditi yang bersangkutan telah memenuhi Standar berdasarkan uji contoh.
SPM wajib dilampirkan sebagai dokumen pelengkap pada saat pendaftaran Pemberitahuan Barang (PEB) pada bank
Devisa. SM wajib dimiliki oleh setiap eksportir dan digunakan untuk keperluan ekspor antara lain apabila diminta
oleh pembeli atau diwajibkan oleh perdagangan internasional.
1. I. DOKUMEN EKSPOR
Dokumen yang diperlukan untuk ekspor ditentukan oleh permintaan pembeli seperti yang disebut pada acara
pembayaran yang dipilih (L/C atau lainnya). Eksportir harus berhati-hati dalam memenuhi secara tepat persyaratan
dokumen yang diminta didalam L/C dan mengusahakan penyerahannya dengan segera, agar tidak terjadi
kelambatan dalam pembayaran.
Dokumen yang biasanya diperlukan adalah :
o Bill of Lading ( B/L, Airway Bill / AWB atau dokumen transpor lainnya seperti postel receipt, cargo receipt)
o Invoice
o Packing List
o LKP ekspor (Laporan Kebenaran Pemeriksaan), untuk produk yang mendapat fasilitas Bapeksta atau yang
PEB merupakan dokumen utama yang harus diisi dengan benar oleh memperoleh persetujuan Bea dan Cukai.
Dengan dasar SK. Menteri Keuangan No: 1012/KMK.00/1991 tahun 1991 tentang Pemberitahuan Ekspor Barang.
PEB merupakan satu-satunya dokumen yang diserahkan kepada Bea dan Cukai, dan berguna untuk:
Dokumen PEB yang lengkap terdiri dari 10 lembar dengan perincian 3 lembar ekstra copy dan lainnya 7 lembar
untuk keperluan :
b. Bank Indonesia
c. Biro Statistik (BPS)
e. Departemen keuangan
B. Copy Ekstra
Bagi eksportir yang terkena Pajak Ekspor (PE) dan Pajak Ekspor Tambahan (PET) diperlukan lembar yang kesembilan
untuk Direktorat Jenderal Moneter.
Sesudah PEB di Fiat muat oleh pejabat be cukai, komoditi ekspor dimasukkan ke dalam kapal, maka dari pihak
pelayaran akan menerbitkan Bill of Lading (B/L). Sebelum B/L diterbitkan, bila terjadi kehilangan, kerusakan, atau
hal-hal lainnya terhadap komoditi ekspor tersebut, maka pihak pelayaran tidak dapat dituntut tanggungjawabnya.
Sementara itu Pasal 23 a UCP 500 menetapkan Bill of Lading adalah dokumen yang secara nyata menunjukkan nama
pengangkut ditandatangani oleh pengangkut/agen yang ditunjuk atas nama pengangkut, menunjukkan bahwa
barang sudah dimuat di atas kapal dengan tanggal penerbitan. Bill of Lading menunjukkan pelabuhan muat dan
pelabuhan bongkar yang ditentukan dalam Letter of Credit dan berisikan kondisi pengangkutan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, Selembar B/L umumnya terdapat 3 (tiga) unsur pokok yaitu:
2. Kontrak pengangkutan.
a Negotiable B/L atau Original B/L, yaitu B/L yang dapat dipergunakan sebagai dokumen berharga untuk
pencairan L/C atau dapat diperjual-belikan. Jenis B/L ini biasanya terdiri dari satu set (Full Set) yakni Original 1,2,3.
Hukum yang berlaku di sini adalah apabila salah satu lembar original tersebut sudah dipergunakan, maka lembar
lainnya tidak berlaku (One for all, All for One).
b Lawan dari Negotiable B/L adalah Non Negotiable B/L, yaitu copy B/L yang tidak dapat dipakai untuk
pencairan L/C.
On Board artinya barang sudah diterima di atas kapal yang mengangkut barang tersebut yang pada prinsipnya
tanggal B/L sama dengan tanggal On Board. Permintaan dalam L/C umumnya adalah On Board B/L.
Receipt B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pengangkut sebagai tanda terima barang, namun belum diterima diatas
dek kapal. Bank dapat menolak B/L semacam ini untuk pencairan L/C (menganggapnya sebagai
penyimpangan/descrepencies).
Hampir semua persyaratan L/C meminta Clean B/L yang artinya di dalam B/L tidak terdapat catatan yang
menyebutkan kekurang sempurnaan packing termasuk cargonya sendiri, misalnya drum bocor (Breakage of drum),
Steelband berkarat (Rusted steelbend), packing yang jelek (Poor packing), kekurangan barang (Shortage of quantity)
dan lain-lain.
Singkatnya Clean B/L adalah B/L yang tanpa catatan-catatan tambahan. Lawan dari Clean B/L adalah Foul B/L, artinya
B/L tersebut cacat dengan catatan tambahan yang menjelaskan tentang keadaan packing yang kurang sempurna dan
lain sebagainya.
Umumnya pada B/L (halaman belakang) tercantum syarat-syarat B/L yang mencakup syarat pengangkutan yang
ditetapkan sepihak oleh pelayaran. Dengan demikian bila terjadi selisih pendapat antara pengirim dengan
pengangkut barang atau perusahaan pelayaran, syarat-syarat pengangkutan inilah yang kan dijadikan sumber acuan.
B/L semacam ini disebut Long Form B/L. Dalam hal ini jika terjadi selisih pendapat antara pengirim dengan
pengangkutan disebut dengan Short Form B/L. Dalam hal ini jika terjadi selisih pendapat maka hukum negara di
mana perusahaan pelayaran berdomisili itulah yang akan dipakai sebagai sumber acuan.
Adalah jenis B/L yang mempergunakan lebih dari semacam transportasi dengan B/L yang sama, artinya setelah
sampai di pelabuhan tujuan akan diteruskan dengan mempergunakan 2 atau lebih jenis alat angkut yang berbeda
(laut, darat, udara). Kebalikan dari Multi Modal adalah Single Modal.
g Express B/L
Untuk menghindari Stale B/L maka dipergunakan Express B/L yakni B/L yang dikirim melalui Fax, untuk itu B/L asli
tidak perlu diserahkan. Dengan Faxed B/L tersebut maka barang tersebut dikeluarkan dari pelabuhan tanpa perlu
menggunakan B/L asli. Ada juga cara lain yaitu dengan mempergunakn jaminan bank yang menjamin paling lama 3
bulan kemudian B/L asli akan diserahkan.
h Stale B/L
Untuk jarak yang dekat seperti Jakarta-Singapura kapal akan tiba di pelabuhan tujuan dalam waktu 1×24 jam
sehingga ada kemungkinan kapal sudah tiba, Namun B/L terlambat 1 atau 2 hari. Sehingga B/L tersebut menjadi
basi/Stale, inilah yang disebut sebagai Stale B/L.
i Switch B/L
Dalam hal Back to Back L/C, karena perdagangan perantara/trader tidak ingin pembeli mengetahui alamat penjual,
maka B/L yang pertama yang tercantum nama Shipper yang sebenarnya diganti nama Trader, pada B/L kedua ini
tidak tampak lagi shipper yang sebenarnya jenis B/L ini dikenal dengan switch B/L (B/L yang diganti). B/L yang
pertama diterbitkan itu disebut Master B/L.
j Third Party B/L
Ini adalah jenis B/L dimana nama shiper lain yang tercantum dalam L/C, artinya eksportir pertama tidak sanggup
mengirimkan barang, sehingga pihak lain yang mengapalkannya.
Disamping maskapai pelayaran, Forwarding Company juga dapat menerbitkan B/L. B/L yang diterbitkan oleh
maskapai pelayaran disebut sebagai Ocean B/L sedangkan yang diterbitkan oleh Forwarding Company disebut
dengan House B/L.
l Chartered B/L
Selain maskapai pelayaran dan Forwarding Company maka ada juga B/L yang diterbitkan oleh pihak yang mencarter
kapal, jenis B/L ini dikenal sebagai Chartered B/L.
Surat keterangan ini menyatakan negara asal dari produk yang diekspor dan biasanya diminta dalam syarat-syarat
kontrak dan atau L/C. Ada beberapa ketentuan yang mengatur SKA untuk komoditi ekspor Indonesia. Surat
keputusan ini disertai keputusan sebagai pelaksanaan dari ketentuan mengenai pengeluaran SKA untuk komoditi
ekspor Indonesia. SKA ini dikeluarkan oleh Pusat Karantina Pertanian untuk keperluan mengekspor komoditas
Pertanian ke manca negara atau Kantor Wilayah Departemen Perdagangan dan Kantor Departemen Perdagangan.
Peraturan mengenai operasi Bea dan Cukai ditetapkan dalam instruksi Presiden No. 4 tahun 1985 mengenai
kebijaksanaan untuk melancarkan kegiatan ekonomi. Penerapan prosedur Bea dan Cukai dalam bidang ekspor dan
impor termuat dalam surat keputusan Menteri Keuangan. Pasal-pasal dalam keputusan tersebut yang ada
hubungannya dengan ekspor dapat ditingkatkan sebagai berikut:
1. Barang ekspor ekspor tersebut merupakan barang yang ekspornya dilarang, diatur atau diawasi.
2. Barang ekspor tersebut kena pajak ekspor (PE) atau ekspor tambahan (PE), dan ini tidak disebutkan dengan
Dalam kasus tersebut pemeriksaan hanya dapat dilakukan dengan instruksi tertulis dari Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Satu-satunya dokumen yang ditangani oleh Bea dan Cukai adalah PEB. Bila PEB ditulis dengan benar, maka Bea dan
Cukai dapat memberikan clearance barang untuk dikapalkan /fiat muat.
B. Pemeriksaan
Walaupun Bea dan Cukai tidak lagi terlibat dalam pemeriksaan barang ekspor, tetapi pemeriksaan masih tetap
diperlukan dalam rangka fasilitas Bapeksta. Ajika barang ekspor memerlukan pemeriksaan oleh Surveyor, maka
eksportir harus mengajukan permohonan untuk pemeriksaan kepada Surveyor apabila barang sudah siap untuk
diekspor dengan mengisi PPBE (Permohonan Pemeriksaan Barang Ekspor). Pemeriksaan meliputi jenis barang,
klasifikasi, mutu barang dan jumlahnya.
Jika pemeriksaan sudah selesai, surveyor mengeluarkan Pra Kebenaran Pemeriksaan, dimana surat ini harus
disertakan pada PEB pada saat mendaftarkan pada Bank Devisa dan kepada Bea dan Cukai untuk persetujuan muat.
LKPE akan dikeluarkan apabila barang betul-betul telah dimuat.
Prosedur mengenai ini, termasuk untuk barang yang salah atau melanggar persyaratan, tertera dalam surat
keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri tanggal 14 Juli 1988.
Tidak terdapat peraturan mengenai pengapalan dalam mata rantai ekspor yang ada hubungan secara langsung
dengan eksportir. Namun hal ini menjadi penting bagi eksportir yang menjual dengan term C & F atau CIF.
Hal ini akan sangat penting terutama jika diperlukan alat angkut khusus, misalnya kontainer yang berventilasi atau
yang memiliki pendingin. Untuk memperlancar pengurusan barang eksportir agar menggunakan jasa agen
pengapalan dan ekspedisi.
Peraturan-peraturan untuk memperlancar arus perdagangan dimuat dalam INPRES No. 4 tahun 1985, termasuk
perbaikan-perbaikan dibidang angkutan barang, dalam bentuk:
– Biaya pelabuhan
– Agen perkapalan
– Operasi pelabuhan
Dalam rangka melayani ekspor komoditas, ada 4 pelabuhan utama yang menangani perdagangan internasional
antara lain : Tanjung Priok, Tanjumg Perak, Ujung Pandang dan Belawan.
Badan Pelaksana Bursa Komoditi ( BAPEBTI) telah membentuk bagian khusus yang berhubungan dengan pengadaan
ruang kapal. Kegiatan penyedia informasi muatan dan ruang kapal yang diselenggarakan oleh BAPEBTI meliputi
bidang bidang angkutan laut dalam negeri ( antar pulau) dan angkutan laut luar negeri yaitu informasi yang
dibutuhkan oleh pihak penyedia dan pemakai jasa angkutan laut.
Informasi yang dibutuhkan oleh pihak penyedia jasa angkutan laut meliputi: nama pemesan ruang kapal, jenis dan
jumlah komoditi, jadual pengapalan yang direncanakan, jenis kemasan barang, asal dan tujuan pengapalan.
Sedangkan informasi yang dibutuhkan pihak pemakai jasa angkutan laut antara lain : nama perusahaan pelayaran,
trayek dan jadual pelayaran, jenis/type/ ukuran dan kecepatan kapal, posisi kapal terakhir, ruang kapal yang tersedia
dan tarip yang ditawarkan.
Disamping melakukan kegiatan tersebut diatas BAPEBTI menyediakan sarana untuk pelaksanaan transaksi muatan
dan ruang kapal. Pelaksanaan transaksi sebagaimana dimaksud dilakukan secara bebas.
Jakarta Pusat
Cara ini adalah yang paling umum, tetapi memiliki resiko akan kebusukan, penurunan harga , devaluasi uang dan
sebaginya terhadap eksportir. dengan sistem ini eksportir kita tidak dapat berbuat banyak, karena segalanya
ditentukan oleh importir. Dengan kata lain eksportir selalu dipihak yang lemah karena menjual komoditas tanpa
menetahui lebih dahulu nilai produk yang akan diterima. Normsl komisi pada suatu ” consignment Sale” adalah 5 –
10 persen ditambah 2 – 3 persen ” Handling Charge. Pengenaan komisi bervariasi tergantung pada jumlah pekerjaan
yang diminta oleh importir.
Cara ini kurang umum, tetapi kadang-kadang mungkin juga dipakai meskipun dengan menggunakan L/C. Sistem
Fixed Price ini akan lebih menguntungkan eksportir jika permintaan akan produk tersebut tinggi atau mempunyai
perdagangan berskala luas.
Cara pembayaran yang banyak dipakai adalah dengan L/C, karena memenuhi kepentingan keduabelah pihak. L/C
merupakan surat yang dikeluarkan oleh bnak devisa atas permintaan nasabahnya (importir) yang ditujukan kepada
penerima (eksportir) di luar negeri yang menjadi relasi importir tersebut. Dengan surat tersebut eksportir
mempunyai hak untuk menarik wesel. Bank bersangkutan menjamin untuk menerima atau untuk menguangkan
wesel yang ditarik asalkan memenuhi syarat-syarat yang ada didalam surat tersebut. Alamat bank devisa antara lain :
Jakarta Pusat
PROSEDUR EKSPOR
Yangdimaksud dengan prosedur ekspor adalah tahapan kegiatan yang dilakukan oleh eksportir semenjak
menyiapkan barang dagangannya yang akan diekspor hingga barang tersebut dimuat diatas kapal (kondisi FOB).
Bila ekspornya dilakukan dengan L/C, prosedurnya antara lain :
1. Eksportir mengadakan koresponden dengan importir di luar negeri sampai mendapatkan kecocokan harga,
4. Bank koresponden meneruskan L/C kepada Bank Devisa di Indonesia yang ditunjuk oleh eksportir.
7. Eksportir mendaftarkan PEB di Bank Devisa yang dilengkapi dengan LKPE, SM dan atau SPM dan dukumen
9. Eksportir sendiri atau EMKL/EMKU mengfiat muatan barangnya di Bea dan Cukai.
10. Eksportir sendiri atau melalui jasa EMKL/EMKU mengirimkan barangnya ke kapal dan mengurus keleng-
11. Eksportir mengajukan permohonan ke Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan/Kantor
13. Bank Devisa mengirimkan dokumen ekspor kepada importir melalui bank korenponden.
Bermacam-macam L/C yang diketemukan dalam dunia per L/C-an dimulai dari L/C yang dibatasi negosiasinya
(restricted) sampai pada yang bebas negosiasinya (Freely Negotiable). Namun ada tiga jenis L/C yang paling lazim
dijumpai dalam praktek yaitu dilihat dari saat pembayarannya :
1. Sight L/C
adalah L/C yang bilamana semua persyaratan dipenuhi, maka bank negosiasi paling lama dalam 7 hari kerja wajib
melunasi/membayar nominal L/C kepada eksportir.
Dengan demikian, Sight L/C (L/C unjuk) bisa dikategorikan sebagai L/C yang tunai, pada saat diperlihatkan semua
dokumen pengapalan (shipping Documents) yang lengkap tanpa penyimpangan (Disccrepancies) pada saat itulah
pembayaran akan dilakukan oleh bank kepada eksportir. Oleh karena itu digolongkan sebagai L/C yang aman (Safety
L/C).
2. Usance L/C
Berbeda dengan Sight L/C, maka Usance LC dimaksudkan bahwa pembayaran baru bisa dilunasi jika L/C tersebut
sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan / tanggal Bill of Lading, dengan demikian berarti
eksportir memberi kredit kepada importir dimana barang dikirim terlebih dahulu, kemudian pembayaran dilakukan.
Usance L/C dapat dilakukan kalau eksportir sudah percaya dengan importir.
Jika Usance L/C dibayarkan kemudian hari oleh importir setelah barang-barang pesanan tiba, sebaliknya Red Clause
L/C adalah terbalik dibanding dengan Usance L/C, yaitu pembayaran dilakukan oleh bank negosiasi kepada ekspotir
sebelum barang dikapalkan. Dengan demikian importir memberi kredit kepada eksportir. Terlihat adanya Pre-
Financing bagi eksportir.
4. Revolving L/C.
Bila L/C dengan jumlah US$ 200 sebagai nominal L/C pada saat di buka, namun shipment bisa dilakuikan sampai liam
kali, maka dalam realisasinya, nominal L/C bertambah menjadi US$ 1,000. Ini diartikan sebagai revolving L/C. Hal ini
untuk menghindari biaya pembukuan L/C yang tinggi.
Sudah barang tentu dengan revolving L/C pengapalan sebagian (partial shipment) akan diperbolehkan.
5. Transferable L/C.
Andaikata pada saat L/C ingin direalisasi, ternyata adanya kesulitan teknis atau kurangnya kapasitas pruduksi, maka
L/C tersebut terbuka kemungkinan dialihkan/ditransfer kepada pihak lain / beneficiary ke 2, sehingga yang
mengapalkan barang tersebut adalah beneficiery ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah
beneficiary ke 2.
6. Standby L/C
Standby L/C adalah jenis L/C yang berlainan dengan L/C yang berlaku di dunia ekspor impor, karena L/C ini tidak
menyangkut pembayaran ekspor impor, teapi hanya berfungsi sebagai jaminan bank/Bank Guarantee, yaitu untuk
meng-backup bilamana terjadi wan-prestasi dari benficiary atau pihak yang hutang baik untuk pemborong atau pihak
yang berhutang baik untuk penyelesaian bangunan gedung maupun utang lainnya.
7. Confirmed L/C
Adalah L/C yang pembayarannya dijamin oleh dua bank, yakni bank pembuat L/C dan bank penyampai L/C atau bank
negosiasi, artinya L/C ekspor yang diterima oleh bank penyampai L/C tersebut di-backup / diconfirm kembali /
dijamin kembali pembayarannya oleh bank penerima L/C, dengan demikian apabila terjadi kepailitan atau kerugian
atas bank pembuka L/C, maka bank penyampai itulah yang akan menyelesaikan pembayaran L/C-nya semua
persyaratan L/C dipenuhi.
Sebenarnya L/C jenis ini adalah L/C yang dibuka berdasarkan L/C yang pertama (master L/C) yang nilai satuan barang
dagangannya lebih tinggi yang diterima oleh Trader/perantara. Maka berdasarkan L/C tersebut dibukalah L/C yang
baru atau L/C yang kedua, yang sering disebut dengan Back to Back L/C. Ciri khas dari L/C ini dapat dipantau dari
pelabuhan tujuan/negara tujuannya. Bila L/C dibuka dari Singapura, pelabuhan tujuannya di Colombo.
Hal ini memberi indikasi bahwa barang tersebut bukanlah untuk kepentingan trader/pembuka L/C di Singapura, akan
tetapi untuk pembeli yang sebenarnya yang berada di luar Singapura, sehingga dipakai Switch Bill of Lading untuk
menghilangkan jejak eksportir di Indonesia.
9. Irrevocable L/C
Dilihat dari kemungkinan dibatalkannya L/C oleh pihak pembuka L/C dan bank pembuka, maka kita mengenal
Irevocable L/C dan Revocable L/C. Yaitu L/C yang tidak dapat dibatalkan dab L/C yang dapat dibatalkan sepihak. UCP
500 menetapkan bila tidak dicantumkan kepastiannya, akan dianggap sebagai Irrevocable
o Negosiasi
Negosiasi merupakan pembayaran di muka kepada Eksportir melalui pengambilalihan dokumen ekspor atas
dasar L/C. Proses negosiasi ini akan membantu Anda dalam memenuhi kebutuhan cashflow karena Anda
o Diskonto
Apabila Anda memiliki tagihan atas L/C ekspor berjangka yang sudah diterima (accepted) Bank Pembuka L/C,
Anda dimungkinkan untuk menarik pembayaran terlebih dahulu dengan menjual tagihan tersebut kepada
Bank. Transaksi ini dikenal dengan istilah diskonto. Dengan demikian, kebutuhan cashflow Anda dapat segera
terpenuhi karena Anda tidak perlu menunggu terlalu lama untuk memperoleh pembayaran pada saat jatuh
tempo.
Pihak-pihak yang terlibat serta kewajiban dan tanggung jawabnya.
Dalam keadaan yang sederhana suatu letter of credit menyangkut keterlibatan 3 pihak utama yaitu : Pembeli,
Penjual dan Bank Pembuka.
Namun demikian ada beberapa tipe atau jenis L/C lain yang melibatkan lebih dari pada yang disebutkan diatas
meskipun tidak dapat meninggalkan ketiga pihak utama itu.
Jadi dalam mekanisme L/C dapat terlibat secara langsung beberapa pihak yaitu :