Anda di halaman 1dari 7

CIF (COST INSURANCE AND FREIGHT) dan FOB (FREE ON BOARD)

A. Free On Board (FOB)


Free On Board (FOB) adalah bagian dari Incoterms. Penyerahan barang dengan Free On
Board dilakukan pada di atas kapal yang akan melakukan pengangkutan barang. Selain itu
yang memiliki kewajiban untuk mengurus formalitas ekspor adalah pihak penjual.
Persyaratan dengan menggunakan FOB hanya dapat dilakukan untuk pengangkutan laut dan
antarapulau semata. Penjual melakukan penyerahan barang. Bila barang – barang melewati
pagar kapal di pelabuhan pengapalan. Hal itu berarti bahwa pembeli wajib memikul semua
biaya dan resiko atas kehilangan atau kerusakan barang mulai dari titik itu. Syarat ini
menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor. Syarat ini hanya dapat dipakai untuk
angkutan laut dan sungai saja.
FOB artinya pihak eksportir hanya bertanggung jawab sampai barang berada di atas kapal
(vessel) dan kondisi dimana penjual atau eksportir hanya bertanggung jawab terhadap barang
sampai di atas kapal yang ditunjuk oleh pembeli. Urusan pengangkutan (Shipping) bisa di
urus sendiri, diserahkan kepada Broker (Shipping agent), Forwarding Company atau
Courrier. Pengiriman dalam jumlah/volume yang besar akan lebih baik jika diserahkan
kepada broker (shipping agent), pengiriman dalam jumlah sedang bisa diserahkan kepada
forwarding company, sedangkan pengiriman dakam paket kecil akan lebih efisien jika
menggunakan jasa courrier.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi FOB
a. Jarak antara Departure Port dengan Destination Port
Semakin jauh jarak antara pelabuhan asal (Departure Port) akan semakin tinggi juga Freight
Cost yang akan timbul. Masing-masing forwarding company atau shipping line biasanya
memiliki daftar rate yang disesuaikan dengan port of departure.

b. Berat atau volume dari barang yang diangkut


Semakin besar jumlah/volume barang yang akan dikirimkan tentu akan semakin tinggi juga
Freight Cost nya.
c. Cara pengiriman
Cara pengiriman bisa melalui udara bisa juga melalui laut. Untuk jumlah/volume pengiriman
yang sama, pengiriman lewat udara cost lebih tinggi dibandingkan dengan lewat laut.
d. Carrier (alat transportasi) yang dipergunakan
Masing-masing carrier memiliki rate yang berbeda-beda meskipun untuk cara pengangkutan
yang sama (sama-sama lewat udara atau sama-sama lewat laut).
Hal ini disebabkan oleh layanan masing-masing cargo carrier mereka yang berbeda-beda,
memiliki metode tersendiri dalam menentukan rate. Akan tetapi mereka masih harus tunduk
kepada aturan IATA (International Air Transportation Association) untuk air carrier.
Barang dalam perjalanan
Barang dianggap sedang dalam perjalanan (in transite) ketika barang masih berada dalam
pengangkutan (misalnya melalui jasa pengangkutan kereta api, truk, atau jasa udara) pada
tanggal perhitungan.barang dalam perjalanan seharusnya termasuk dalam persediaan
perusahaan bergantung pada syarat penjualan, sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar
dan dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 1. FOB Shipping Point dan FOB Destination
1. FOB (Freight on Board) shipping point atau FOB tempat pengiriman (frangko gudang
penjual) : kepemilikan barang pindah ke pembeli pada sat pengangkutan barang terjadi dari
gudang penjual.
2. FOB Destination atau FOB tempat tujuan (frangko gudang pembeli) : kepemilikan barang
secara hukum masih berada pada penjual hingga barang tersebut sampai di gudang pembeli.
B. Cost And Freight (CNF)
CNF = Cost and Freight biasa disebut juga CFR, artinya pihak eksportir bertanggung jawab
juga terhadap biaya pengiriman sampai pelabuhan negara tujuan. CNF atau CFR (Cost and
Freight) yaitu harga barang sampai pelabuhan tujuan dan kondisi dimana penjual atau
eksportir menanggung semua biaya pengapalan sampai ke pelabuhan tujuan. Untuk kondisi
CFR ini asuransi ditutup oleh pihak importir.
Jika urusan pengangkutan diserahkan kepada freight forwarder atau shipping agent maka
elemen-elemennya adalah sebagai berikut :
a. Handling
Besarannya berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesulitan penanganan di ground mulai
unloading sampai ke truck pengangkutan dari airport/harbour sampai ke Gudang pemilik
barang.
b. Trucking
Masing-masing forwarding memiliki rate yang berbeda yang pastinya tergantung pada jarak
tempuh dan volume/bobot barang yang diangkut. Jika pengiriman diurus sendiri maka
elemennya hanya Freight Charge yang kenakan oleh airline-nya.
FOB dan CNF merupakan cara bertransaksi dimana posisi si pembeli menerima barang yang
di atur dalam INCOTERM 2000. Berikut penjelasannya :
3. EXW = Ex Works (nama tempat) Penjual menyerahkan barang di tempat penjual, misalnya
di pabrik, gudang atau tempat lainnya. Dalam hal ini dokumen ekspor belum di urus. Risiko
dan biaya-biaya terkait dengan pengambilan barang tersebut di tempat penjual menjadi
tanggungjawab pembeli. Dibelakang terminologi Ex Works dicantumkan nama tempat
penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli. Misalnya Ex Works Jurong-Warehouse. Ini
berarti barang di serahkan oleh penjual di gudang penjual yang berlokasi di Jurong
Singapore.
4. FCA = Free Carrier (nama tempat) Penjual menyerahkan barang-barang kepada
perusahaan angkutan yang ditunjuk pembeli di tempat yang telah ditentukan. Dalam hal ini
dokumen ekspor di urus oleh pihak penjual. Risiko dan biaya-biaya bagi pihak penjual hanya
sampai pada saat penyerahan barang kepada perusahaan angkutan, selebihnya menjadi
tangungjawab pembeli. Nama tempat penyerahan tersebut dicantumkan di belakang terms
FCA. Misalnya FCA Kuala Lumpur. Kuala Lumpur dalam hal ini adalah nama kota dalam
negara pihak penjual melakukan penyerahan barang tetapi masih berada di wilayah negara
yang bersangkutan.
5. FAS = Free Alongside Ship (nama pelabuhan pengapalan) Dalam hal ini penjual
menyerahkan barang di samping kapal bersandar pada pelabuhan pengapalan yang
ditentukan. Pembeli bertanggung jawab atas segala risiko dan biaya-biaya sejak barang
diserahkan oleh penjual di samping kapal. Dokumen ekspor diurus oleh pihak penjual. Nama
pelabuhan pengapalan dicantumkan di belakang terms FAS. Misalnya FAS Narita. Artinya
penyerahan dilakukan di samping kapal yang bersandar di pelabuhan Narita Jepang.
6. FOB = Free On Board (nama pelabuhan pengapalan) Penjual melakukan penyerahan
barang di atas kapal (melewati pagar kapal) yang tertambat di pelabuhan pengapalan. Sejak
dari titik penyerahan tersebut pembeli bertanggungjawab atas risiko atas barang dan biaya-
biaya yang terjadi. Semua dokumen dan biaya-biaya yang berkaitan dengan ekspor
merupakan tanggungjawab penjual. Sama seperti FAS, nama pelabuhan pengapalan
dicantumkan dibelakang terms FOB. Misalnya FOB Singapore.
7. CFR= Cost and Freight (nama pelabuhan tujuan) CFR yang sebelumnya juga disebut
sebagai C&F perlakuannya sama dengan FOB, hanya dalam hal ini penjual wajib membayar
biaya-biaya dan ongkos angkut sampai ke pelabuhan tujuan yang ditentukan. Meskipun
demikian, risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang sejak penyerahan melewati
pagar kapal berada pada pihak pembeli. Nama pelabuhan tujuan dicantumkan di belakang
terms CFR, misalnya CFR Tanjung Perak yang dalam hal ini merupakan pelabuhan tujuan.
8. CIF = Cost Insurance and Freight (nama pelabuhan tujuan) Perlakuannya sama dengan
CFR, hanya saja penjual wajib menutup asuransi angkutan laut terhadap risiko kerugian
pembeli terhadap kerusakan atau kehilangan barang yang mungkin terjadi selama dalam
perjalanan. Meskipun penjual yang menutup asuransi, risiko atas barang telah berpindah dari
pihak penjual kepada pembeli sejak penyerahan barang di atas kapal di pelabuhan
pengapalan. Sama seperti CFR, nama pelabuhan tujuan dicantumkan dibelakangterms CIF,
misalnya CIF Tanjung Priok.
9. DES = Delivered Ex Ship (nama pelabuhan tujuan) Dalam hal ini penjual dianggap
menyerahkan barang kepada pembeli di atas kapal (barang belum di bongkar) pada saat kapal
tiba di pelabuhan tujuan. Semua biaya dan risiko terkait dengan pengangkutan barang sampai
ke pelabuhan tujuan masih merupakan tanggungjawab penjual. Pada kondisi ini dokumen
impor di pelabuhan tujuan belum diurus. Terms DES Tanjung Priok menunjukkan bahwa
barang diserahkan penjual kepada pembeli di atas kapal di pelabuhan Tanjung Priok.
10. DEQ = Delivered Ex Quay – Duty Unpaid (nama pelabuhan tujuan) Sama seperti DES
namun penjual menanggung biaya bongkar barang tersebut ke atas dermaga. Dalam DEQ –
Duty Unpaid pembeli wajib mengurus dokumen impor dan membayar semua bea masuk serta
pajak-pajak sehubungan dengan impor tersebut.
11. DEQ = Delivered Ex Quay – Duty Paid (nama pelabuhan tujuan) Selain
bertanggungjawab membongkar barang tersebut dari kapal ke atas dermaga, penjual juga
bertanggungjawab atas pengurusan dokumen impor serta pembayaran bea masuk dan pajak-
pajak terkait dengan impor tersebut di negara tujuan.
Dari penjelasan Incoterms di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perdagangan
internasional (ekspor – impor), apabila sales contract mencantumkan terms EXW, FCA,
FOB, CFR serta CIF maka penyerahan telah terjadi di negara asal barang (country of origin)
karena risiko atas barang (kehilangan atau kerugian) telah berpindah dari penjual ke pembeli
di negara asal barang tersebut. Dengan demikian misalnya dalam hal PT.A mengimpor
barang dari S Pte Ltd Singapore dengan terms CIF Tanjung Priok, maka dalam hal ini
penyerahan terjadi di Singapura yaitu di luar daerah pabean Indonesia sehingga tidak
memenuhi syarat untuk dikenakan PPN.
Pada saat PT. A memasukkan barang tersebut ke wilayah pabean Indonesia baru kemudian
dikenakan PPN impor. Begitu juga misalnya apabila PT.X yang berkedudukan di Jakarta
melakukan penjualan ke PT.Y yang bekedudukan di Surabaya terms CIF Tanjung Perak.
Barang berasal dari sebuah perusahaan pabrik di Singapura di mana PT. X merupakan agen
tunggalnya di Indonesia. PT.X akan membeli barang dari vendornya di Singapore misalnya
dengan terms Ex Work Warehouse Singapore. Selanjutnya PT.X menjual barang ke PT.Y
dengan terms CIF Tanjung Perak. Mengacu pada Incoterms 2000, penyerahan dari PT.X ke
PT. Y merupakan penyerahan di luar daerah pabean yaitu di Singapore (bukan di Tanjung
Perak Surabaya), sehingga PT. X tidak wajib mengenakan PPN ke PT.Y.
Selanjutnya PT.Y akan mengurus dokumen impor atas nama perusahaannya sendiri. Kontrak
penjualan seperti ini bisa terjadi antara lain dalam hal PT.Y memperoleh fasilitas pembebasan
bea masuk (master list) atau dalam hal adanya pembatasan atau ketentuan pemerintah yang
tidak membolehkan PT.X (misalnya perusahaan yang bergerak di bidang migas) melakukan
impor langsung dari luar negeri melainkan harus melakukan pembelian dari perusahaan lokal.
Dalam hal penggunaan trade terms DES atau DEQ – Duty Unpaid dalam transaksi
perdagangan internasional, penyerahan dianggap terjadi di luar daerah pabean.
Dalam kedua terms tersebut risiko atas barang (kehilangan atau kerusakan) baru berpindah
kepada pembeli setelah barang tiba di daerah pabean Indonesia. Pada DES penyerahan terjadi
di atas kapal sedangkan pada DEQ – Duty Unpaid di sisi dermaga setelah barang dibongkar
dari kapal. Sedikit benang merah mungkin dapat ditarik adalah bahwa dalam kedua terms
tersebut dokumen impor wajib diurus sendiri oleh pembeli (importir) atas namanya sehingga
Bea Masuk, PPh pasal 22 dan PPN dibayar oleh pembeli tersebut. Dengan demikian transaksi
tersebut dapat dianggap seperti kegiatan impor biasa.
Hal ini berbeda dengan terms DEQ – Duty Paid, di mana pihak penjual yang mengurus dan
membayar sendiri bea masuk dan pajak-pajak terkait atas namanya sehingga seolah-olah
pihak penjual bertindak juga sebagai importir yang kemudian menjualnya kepada pembeli di
daerah pabean. Perpindahan risiko atas barang ke pihak pembeli terjadi setelah pihak penjual
menyelesaikan pengurusan dokumen impor. Meskipun terms tersebut jarang dipakai dalam
sales contract ekspor-impor, hal ini dapat dikategorikan sebagai penyerahan dalam daerah
pabean yang merupakan salah satu syarat dikenakannya PPN.

C. Cost Insurance Freight (CIF)


Cost, Insurance and Freight (CIF) adalah bagian dari Incoterms. Penyerahan barang dengan
Cost, Insurance and Freight dilakukan di atas kapal, namun ongkos angkut dan premiasuransi
sudah dibayar oleh penjual sampai ke pelabuhan tujuan, dengan begitu penjual wajib untuk
mengurus formalitas ekspor. CIF disebut juga dengan CFR atau Cost and Freight. CIF =
Cost, Insurance, Freight, artinya CNF + Insurance (Asuransi) ditanggung oleh eksportir.
Untuk kondisi CIF ini asuransi ditutup oleh pihak importir.
CIF (Cost Insurance and Freight) yaitu harga barang sampai pelabuhan tujuan dan kondisi
dimana penjual atau eksportir menanggung semua biaya pengapalan sampai ke pelabuhan
tujuan dan ekpsortir wajib menutup asuransinya. Freight Cost atau yang biasa kita kenal di
Indonesia dengan ongkos angkut adalah pengeluaran (expenditure) untuk memindahkan
barang dari gudang penjual ke gudang pembeli, merupakan komponen utama kedua dari
landing cost dan landing cost calculation (The Abstraction).
Penjual melakukan penyerahan barang – barang kepada pengangkut yang ditunjuknya
sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos – ongkos angkut yang perlu untuk
mengangkut barang – barang itu sampai ke tempat tujuan. Hal tersebut bearti bahwa pembeli
memikul semua resiko dan membayar semua ongkos yang timbul setelah barang – barang
yang wajib setelah barang – barang. Selain itu dengan persyaratan CIF, maka penjual
memiliki kewajiban untuk menutup kontrak asuransi dan melakukan pembayaran premi
asuransi. Persyaratan penyerahan barang dengan CFR hanya dapat dilakukan untuk
pengangkutan laut dan pengangkutan antara pulau saja.
Dalam transaksi ekspor dari Indonesia ke negara lain syarat pembayarannya selalu FOB (Free
on Board) sedangkan pada transaksi impor ke Indonesia syarat pembayarannya selalu CFR
(Cost and Freight) atau CIF (Cost, Insurance and Freight). Dalam kedua atau tiga jenis
kondisi tersebut pebisnis Indonesia selalu berada pada posisi di bawah, dalam arti kalah
dalam perolehan valuta asing yaitu pada kondisi FOB untuk transaksi ekspor, langkah
pebisnis Indonesia untuk menghimpun devisa dari hasil ekspornya terhenti pada saat barang
yang diekspor dimuat ke kapal yang akan mengangkut barang dagangan itu.
Berarti perolehan valuta asing pebsinis Indonesia dari barang yang diekspornya hanya berupa
“harga pabrik” ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan eksportir sampai barang tiba di atas
kapal yang memuatnya sementara biaya angkutan (freight) dibayar oleh importir di negara
lain sana dan diterima oleh pebisnis asing adalah importir yang memilih sarana pengangkut
dan sejauh ini mereka tidak memilih perusahaan pelayaran Indonesia sebagai pengangkut.
Sebaliknya dalam transaksi impor, harga barang yang harus dibayar oleh importir adalah
sampai dengan barang dibongkar dari kapal di pelabuhan tujuan di Indonesia, termasuk biaya
asuransinya (pada kondisi CIF) atau tidak termasuk biaya asuransi (kondisi CFR). Memang
uang tambang dibayar oleh eksportir di sana namun biaya-biaya itu harus dibayar kembali
oleh importir Indonesia. Suatu hal pasti bahwa transaksi ekspor dari Indonesia dengan
kondisi harga CIF atau CFR seperti dikehendaki (diinginkan) oleh pebisnis Indonesia, tentu
boleh-boleh saja, demikian juga kondisi harga FOB untuk impor ke Indonesia, namun apakah
mitra bisnisnya di luar negeri setuju dengan apa yang diinginkan oleh pebisnis Indonesia itu.
Banyak faktor yang memerlukan pendalaman kajian lebih lanjut. Pertama, bagaimana
bargaining power pebisnis Indonesia dalam melakukan negosiasi dengan mitra bisnis di luar
negeri, Kedua, bagaimana ketersediaan sarana pengangkut (=kapal laut) Indonesia, yaitu
kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran Indonesia. Kedua faktor penentu bagi
pilihan syarat harga sesuai ketentuan Incoterms, merupakan faktor-faktor krusial yang sulit
ditembus oleh kebanyakan eksportir dan importir Indonesia, karena:
1. Komoditas ekspor Indonesia mempunyai banyak saingan, banyak negara beriklim tropis
yang juga mengekspor kopi, teh, minyak sawit mentah (CPO) dan juga produk-produk
garment (TPT, tekstil dan produk tekstil) dan lain-lain.
2. Kalau lokasi negara pesaing dengan negara pengimpor lebih dekat, tentu eksportir negara
lain itu dapat menawarkan harga yang lebih bersaing daripada harga yang ditawarkan oleh
eksportir Indonesia eshingga meminta harga CIF/CFR bagi komoditas ekspor Indonesia
cukup berat dari sisi negosiasinya.
3. Telah umum diketahui bahwa porsi armada niaga nasional Indonesia belum mencapai 10%
dari armada niaga asing yang melayani jalur pelayaran yang sama; situasi ini sangat
menyulitkan pebisnis Indonesia untuk meminta harga FOB bagi barang ekspornya sebab
menyangkut kepastian penyediaan sarana pengangkut.
Kalau importir di luar negeri setuju membayar dengan harga CFR/CIF tetapi pada saat “latest
shipment date” kapal Indonesia tidak tersedia, merupakan situasi yang sangat berat bagi
eksportir Indonesia. Meminta perubahan kondisi L/C sehingga importir di Negara lain, yang
membuka L/C, dapat menyetujui pengapalan dengan kapal non-Indonesia mungkin OK saja
tetapi dikhawatirkan importer di luar negeri tersebut akan meminta kompensasi dalam satu
dan lain bentuk, atau menetapkan penalty yang memberatkan eksportir Indonesia.
Melihat kepada dua situasi krusial tersebut, mungkin eksportir Indonesia sementara waktu ini
harus “nrimo saja” hanya mendapat perolehan devisa yang cukup kecil dan importer
Indonesia harus “nrimo” mengeluarkan devisa banyak-banyak. Satu hal sangat diharapkan
yaitu pihak-pihak terkait, terutama KADIN Indonesia, INSA dan asosiasi bisnis lainnya
melancarkan segala daya upaya yang diperlukan untuk meningkatkan bargaining power
eksportir dan importir Indonesia.
D. Perhitungan Fob Dan Cif
Bahkan tidak jarang karena ketidaktahuan kita tentang pajak akan mengurungkan niat kita
untuk membeli barang tersebut, yang sesungguhnya jika kita mengerti ternyata pajak yang
harus dibayar tidak sebesar yang kita duga. Untuk setiap barang yang di pesan dari luar
negeri, begitu sampai di negara Indonesia, yang pertama kali dilihat adalah kategorinya
terlebih dahulu, apakah barang tersebut masuk ke kategori barang mewah atau non barang
mewah.
Dari sini nantinya akan ditentukan apakah perhitungan pajak tersebut berdasarkan FOB ( Free
On Board / Freight On Board ) atau masuk ke perhitungan CIF ( Cost – Insurance – Freight ).
Lalu berapa batas minimum belanja yang akan terkena pajak adalah $50. Jika belanja berada
dibawah atau sama dengan $50, maka tidak dikenai Pajak Bea Masuk. Namun jika belanja
melebihi $50, akan terkena Pajak Bea Masuk.
Batas minimum tersebut akan sangat berbeda kasusnya untuk barang yang berada di kelas
FOB dan CIF.
1. Untuk kelas FOB, nilai $50 hanya dihitung dari harga barang.
2. Untuk kelas CIF, nilai $50 merupakan gabungan ( nilai total ) dari harga barang +
insurance + ongkos kirim.
Barang – barang yang merupakan kategori barang mewah akan masuk ke kelas CIF. Barang –
barang tersebut adalah :
1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
2. Barang yang hanya dikonsumsi masyarakat tertentu.
3. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
4. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Diluar empat kategori diatas, maka barang belanja akan dimasukkan kedalam kelas FOB.
Nilai pajak akan dihitung dari 3 komponen dibawah ini:
1. Tarif Bea Masuk (tergantung kategori barang).
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.
3. Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 2.5% s/d 12.5%.
Di bawah ini akan diberikan sedikt contoh perhitungan Pajak kelas FOB dan CIF :

1. FOB
a. Harga barang : $20
Ongkos kirim + insurance : $55
Karena harga barang dibawah $50, maka tidak dikenakan Pajak.
b. Harga barang : $60 ( misal : Kartu)
Ongkos kirim + insurance : $25
Nilai terkena pajak : $60 – $50 = $10
- Bea Masuk = 5% x $10 = $0.5
- PPN = 10% x (Bea Masuk + Nilai terkena pajak) = 10% x ($0.5 + $10) = $1.05
- PPh = 7.5% x (Bea Masuk + Nilai terkena pajak) = 7.5% x ($0.5 + $10) = $0.7875
Total Pajak = $0.5 + $1.05 + $0.7875 = $2.3375
Misal harga rupiah di rate $9500 , maka total Pajak = Rp.22.206,-
2. CIF
a. Harga barang : $10
Ongkos kirim + insurance : $35
Pajak : Total Nilai Belanja = $10 + $35 = $45.
Karena harga barang dibawah $50, maka tidak dikenakan Pajak.
b. Harga barang : $150 ( misal : Handphone)
Ongkos kirim + insurance : $75
Total Belanja = $150 + $75 = $225
Nilai terkena pajak : $225 – $50 = $175
- Bea Masuk = 0% x $175 = $0
- PPN = 10% x (Bea Masuk + Nilai terkena pajak) = 10% x ($0 + $175) = $17.5
- PPh = 7.5% x (Bea Masuk + Nilai terkena pajak) = 7.5% x ($0 + $175) = $13.125
Total Pajak = $0 + $17.5 + $13.125 = $30.625
Misal harga rupiah di rate $9500 , maka total Pajak = Rp.290.937,-

DAFTAR PUSTAKA

Anonima .2011. Sistem Pembayaran Ekspor http://hengkysan7.blogspot.com/2010/08/sistem-


pembayaran-ekspor.html. Diakses pada tanggal 7 April 2011.

Anonimb . 2011. Arti CIF CFR. http://konten.detikpertama.com/artikel/arti-cif-cfr. Diakses


pada tanggal 7 April 2011.

Anonimc .2011. FOB Ekspor CFR CIF Impor Dapatkah.


http://konsultanmaritim.blogspot.com/2010/10/fob-ekspor-cfrcif-impor-dapatkah.html.
Diakses pada tanggal 7 April 2011.

Anonimd .2011. Import Duty Calculation Perhitungan Bea. http://putra-finance-accounting-


taxation.blogspot.com/2007/10/import-duty-calculation-perhitungan-bea.html. Diakses pada
tanggal 7 April 2011.

Keiso dan weygandt. 2007. Accounting Principal. Salemba. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai