Anda di halaman 1dari 7

SENI DAN DIPLOMASI BUDAYA STUDI KASUS

“ASEAN CONTEMPORARY DANCE FESTIVAL”

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Andreas Sudjud Dartanto, S. Sn. M.Hum.

Rr. Vegasari Adya Ratna, S. Ant., M.A.

Disusun Oleh :

Herlina Safitri (1810132026)

Ronang Kennylas Dofi (1810134026)

JURUSAN TATA KELOLA SENI

FAKULTAS SENI RUPA

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

2021
A. Latar Belakang
Diplomasi budaya merupakan bentuk diplomasi yang memanfaatkan kebudayaan untuk
dapat mencapai kepentingan nasional dalam ruang lingkup internasional. Negara Indonesia
sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan sendiri telah melakukan diplomasi kepada
negara-negara lain melalui kebudayaan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan
ciri khasnya masing-masing.
Kebudayaan dari Indonesia yang dapat digunakan dalam diplomasi budaya salah
satunya adalah kesenian tari, baik tari tradisional maupun kontemporer. Beragam jenis tari-
tarian yang dimiliki negara Indonesia dapat dimanfaatkan untu memperkenalkan identitas
Indonesia dalam dunia internasional. Seni tari adalah hasil karya cipta manusia yang
diungkapkan lewat media gerak yang memiliki keindahan. 1Tarian merupakan perpaduan dari
beberapa unsur yaitu raga, irama, dan rasa.
Diplomasi kebudayaan Indonesia tentu tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan usaha
diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia, yang pada hakekatnya adalah
bertujuan untuk memperkuat posisi nasional dan internasional bangsa dan negara. Salah satu
bentuk diplomasi kebudayaan melalui seni tari yang telah dilakukan Negara Indonesia yaitu
dalam acara ASEAN Contemporary Dance Festival pada tahun 2019.
Nadjamuddin Ramly sebagai Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya menjelaskan
bahwa diselenggarakannya acara ASEAN Contemporary Dance Festival merupakan bagian dari
perwujudan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan kebudayaan yang
mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk berperan aktif dalam meningkatkan kerja sama
internasional di bidang kebudayaan dan memperkokoh ekosistem kebudayaan baik di dalam
negeri maupun antar negara.2
Dalam hubungan internasional, diplomasi budaya yang dilakukan adalah dengan
mneggunakan pendekatan soft power yaitu dengan memanfaatkan kesenian atau kebudayaan.
Pendekatan soft power dalam diplomasi adalah karena ditunjang dengan pesatnya kemajuan
teknologi di era globalisasi yang merujuk pada kekuatan yang berasal dari kesenian dan
kebudayaan

B. Rumusan Masalah
Bagaimana dan dengan cara apa diplomasi budaya dijalankan melalui “ASEAN
Contemporary Dance Festival”?

1
Resi Septiana Dewi, “Keanekaragaman Seni tari Nusantara”. Jakarta: Balai Pustaka, 2012
2
Tomi Sudjatmoko, “ASEAN Contemporary Dance Festival Terpusat di Yogyakarta”, diakses dari
https://www.google.com/amp/s/www/krjogja.com/hiburan/seni-dan-budaya/asean-contemporary-dance-
festival-terpusat-di-yogyakarta/, 17 November 2021, pukul 23.00.
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana dan dengan cara apa diplomasi budaya dijalankan
melalui ASEAN Contemporary Dance Festival
2. Manfaat
1. Terjalin hubungan kerjasama yang baik dengan negara-negara ASEAN
2. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang perkembangan tari kontemporer di
negara ASEAN

D. Pendekatan
1. Teori Konstruktivisme
Dalam hubungan internasional, teori konstruktivisme memiliki konsep-konsep dasar
seperti identitas (identity), kepentingan (interest), niat (rivalry), dan persahabatan
(friendship). Teori konstruktivisme mengandalkan pada proposisi bahwa: proksimitas
(kedekatan) dalam hal identitas, kepentingan, niat, dan bahasa akan membentuk hubungan
persahabatan, sedangkan perbedaan yang terlalu tajam dalam keempat hal tersebut
cenderung membentuk hubungan rivalitas dan bahkan permusuhan.

Nicolas Onuf menyatakan bahwa pemikiran konstruktivis dipengaruhi oleh “The


Linguistic Turn” menyangkut tiga hal. Pertama, simbol-simbol linguistik (bahasa)
memiliki fungsi konstitutif, yakni apa yang kita bicarakan dan ditangkap oleh pihak lain
membentuk dunia sebagaimana yang kita persepsikan. Kedua, perkataan (speech act) dan
berbagai turunannya berupa kebijakan dan aturan merupakan media konstruksi sosial
sehingga menempatkan manusia sebagai agen dalam penggunaan simbol-simbol
linguistik. Ketiga, sebagai media, bahasa mentranformasi berbagai materi yang ada ke
dalam hal kontrol dan distribusi informasi untuk dimanfaatkan masing-masing subjek. 3
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa
orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas
ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri pula.4 Sedangkan menurut Brooks & Brooks
(1993) konstruktivisme semula adalah lebih merupakan suatu filosofi dan bukan suatu
strategi, pendekatan, maupun model pembelajaran.5

3
Bob Sugeng Hadiwinata, “Studi dan Teori Hubungan Internasional”. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
2017.
4
Soli Abimanyu dan Sulo Lipo La Sulo, “Strategi Pembelajaran”. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional. 2008
5
Jacqueline Grennon Brokks dan Martin Grennon Brooks, “The Case for constructivisit classroom”. Alexandria,
VA: ASCD. 1993
2. Pendekatan Soft Power
Soft Power pertama kali dipopulerkan oleh Joseph Nye, dan soft power diartikan
sebagai “the ability to get what you want through attraction rather than through coercion
or payments”.6 Menurutnya, soft power adalah kemampuan unrtuk mendapatkan apa yang
diinginkan tanpa harus dengan cara paksaan atau imbalan namun attraction. Demikian
berarti bahwa soft power adalah cara suatu negara mencapai suatu tujuan yang dilakukan
tanpa ada unsur paksaan.7
Diplomasi adalah contoh utama dari soft power. Budaya, terutama yang menarik bagi
masyarakat lain adalah salah satu sumber penting dari soft power. Diplomasi budaya
menawarkan sesuatu yang tidak dapat ditawarkan oleh diplomasi politik, ekonomi,
terutama diplomasi militer, kemampuan untuk meyakinkan pihak lain melalui budaya,
nilai-nilai, serta ide, dan tidak melalui kekerasan dengan menggunakan kapasitas militer,
politik, maupun ekonomi. Walaupun diplomasi budaya tidak dapat diukur secara
kuantitatif, diplomasi budaya dapat beroperasi di dunia, di mana power tersebut tersebar
ke seluruh negara-negara di dunia dan saling ketergantungan sebagai etos kerjanya. 8
Terdapat beberapa kekuatan utama dari diplomasi budaya:
1. Diplomasi budaya adalah koneksi dua arah, bukan paksaan unilateral. Dengan
demikian, diplomasi budaya memberikan ruang bagi dialog yang mengarah pada
pembentukan rasa saling percaya
2. Diplomasi budaya dapat meningkatkan pemahaman di antara masyarakat dan
budaya karena diplomasi budaya menyediakan apa yang menarik bagi
penerimanya
3. Diplomasi budaya beroperasi daam rentang waktu yang panjang sehingga dapat
menghubungkan pihak-pihak dari kelompok yang berkonflik, bahkan pada
keadaan hubungan diplomatik yang negatif. Oleh karena itu, diplomasi budaya
dapat bertindak sebagai satu-satunya solusi yang efektif ketka muncul ketegangan
dan konflik.

6
Joseph Nye. 2008. Public Diplomacy and Soft Power. SAGE journals
7
Gelar Nanggala, Makarim Wibisono, dan Supartono. 2018. “Diplomasi Kebudayaan dalam mendukung
Pencapaian Kepentingan Nasional dan Pertahanan Negara: Studi Program Indonesia Arts and Culture
Scholarship (IACS) oleh Kementrian Luar Negeri”. Jurnal Diplomasi Pertahanan. Vol 4. No 3
8
Van Kim Hoang Ha. 2016. Peran Diplomasi Budaya dalam Mewujudkan Komunitas Sosial-budaya ASEAN:
Kasus Vietnam. University of Social Sciences Humanities: Jurnal Ilmiah Kependidikan. Vol. X, No. 1
E. Analisis

Sumber : kompas.com

ASEAN Contemporary Dance Festical (ACDF) diselenggarakan pada tanggal 9 sampai


15 Juli 2019 di kota Yogyakarta. Acara ini merupakan hasil kerjasama antara Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan dengan Sekretariat ASEAN. Acara ini menjadi ajang pertunjukan
dan dialog mengenai dunia tari kontemporer tingkat regional dan melibatkan 10 delegasi negara
ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura,
Thailand, Vietnam, dan Indonesia.
Melalui acara ini, semua pihak yang terlibat diharapkan mampu menghasilkan gagasan
dan terobosan yang menarik dalam upaya pemerintah, komunitas, dan para seniman di 10
negara ASEAN untuk dapat memajukan kebudayaan khususnya dalam bentuk seni tari. Seluruh
perserta delegasi dari 10 negara ASEAN yang terlibat dalam acara ini dapat saling bertukar
wawasan dan pengalaman dalam bidang tari kontemporer di negara masing-masing. Tari
kontemporer di wilayah ASEAN diharapkan tetap berpijak pada kekuatan budaya yang sudah
ada di setiap negara dalam bentuk karya tari yang lebih modern.
Diplomasi kebudayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia merupakan
diplomasi soft power yang diimplementasikan melalui pengenalan dan pemahaman seni tari
kontemporer Indonesia melalui acara ASEAN Contemporary Dance Festival. Nilai-nilai
kesenian dan budaya yang ditampilkan pada acara ASEAN Contemporary Dance Festival inilah
yang dijadikan sebagai point of attraction dari soft power tersebut.
Kebudayaan suatu bangsa mengandung nilai-nilai universal dan kebijakan
memperomosikan nilai-nilainya yang memiliki daya tarik bagi pihak lain dapat meningkatkan
popularitas suatu negara karena daya tarik tersebut.9 Tari-tarian yang berasal dari Indonesia
menjadi kepentingan penunjukan identitas bangsa karena kepentingan ini lebih kepada
perlindungan suatu budaya yang terancam punah, yang pada dasarnya budaya Indonesia ini

9
Josep Nye. 2004. “Soft Power Meants to Success in World Politics”. New York: Public Affairs
sangat berarti bagi masyarakat Indonesia, untuk dilestarikan agar tidak punah. Sehingga
kepentingan ini berarti bahwa dengan adanya diplomasi budaya dengan seni tari Indonesia
melalui ASEAN Contemporary Dance Festival, diharapkan adanya kesadaran generasi muda
dan warga negara Indonesia termasuk pemerintah untuk mempertahankan, menjaga, dan
melestarikan budaya bangsa.
Dalam festival ini, terdapat diskusi sebagai upacara pembuka pada ASEAN
Contemporary Dance Festival hari kedua di tanggal 10 Juli 2019. Diskusi tersebut mengusung
tema “Contemporary Dance in ASEAN: Does it Enhance the Preservation of ASEAN Culture?”
yang menampilkan narasumber dari masing-masing anggota ASEAN yang akan membahas
pelestarian budaya melalui tari kontemporer. Sedangkan pada tanggal 11 Juli 2019 adalah
Workshop Tari Kontemporer dari setiap delegasi negara ASEAN di Padepokan Seni Bagong
Kussuadiardja. Workshop dibuka dengan paparan :Bagong Kussuadiardja: The Pioneer of
Contemporary Dance in Indonesia” yang dibawakan oleh Djaduk Ferianto, seorang aktor,
musikus dan sutradara Indonesia yang juga merupakan putra bungsu Bagong Kussuadiardja.
Paparan ini akan sekaligus memperkenalkan sosok Bagong Kussuadiardja sebagai seniman
multitalenta yang menjadi pelopor dan pendobrak di dunia seni Indonesia.10
Adanya diskusi dan workshop tersebut juga merupakan bentuk diplomasi soft power
yang mana dalam diskusi dan workshop tersebut narasumber dari masing-masing anggota
ASEAN membahas bagaimana pelestarian budaya melalui tari kontemporer dilakukan. Mereka
juga dapat saling bertukar wawasan dan pegalaman dalam pengembangan tari kontemporer di
negara masing-masing.

F. Kesimpulan
Pendekatan Soft Power menjadi pilihan Negara-Negara yang tergabung dalam
perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Membuat jalinan kerjasama tanpa adanya unsur
paksaan. ASEAN Contemporary Dance Festival menjadi salah satu terobosan untuk
memperkuat hubungan anatar Negara di Asia tenggara yang tergabung dalam Perhimpunan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. 10 Negara yang ikut berpartisipasi dapat saling bertukar
informasi dan wawasan dalam pengembangan tari kontemporer di setiap Negara ASEAN
dengan tetap berpijak pada budaya masing-masing Negara

G. Tinjauan Referensi Pustaka

Abimanyu, Soli. dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

10
Tomi Sudjatmoko, op.cit
Brooks, Jacqueline Grennon and Brooks, Martin G. (1993). The Case for constructivisit
classroom”. Alexandria, VA: ASCD

Dewi, Resi Septiana. 2012. Keanekaragaman Seni tari Nusantara”. Jakarta: Balai Pustaka

Hadiwinata, Bob Sugeng. 2017. Studi dan teori Hubungan Internasional. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia

Ha, Van Kim Hoang. 2016. “Peran Diplomasi Budaya dalam Mewujudkan Komunitas Sosial-
budaya ASEAN: Kasus Vietnam. University of Social Sciences Humanities: Jurnal Ilmiah
Kependidikan. Vol. X, No. 1

Nanggala, G. dkk. 2018. “Diplomasi Kebudayaan dalam mendukung Pencapaian Kepentingan


Nasional dan Pertahanan Negara: Studi Program Indonesia Arts and Culture Scholarship
(IACS) oleh Kementrian Luar Negeri”. Jurnal Diplomasi Pertahanan. Vol 4. No 3

Nye, Joseph. 2008. Public Diplomacy and Soft Power. SAGE Journals

__________2004. Soft Power Meants to Success in World Politics. New York: Public Affairs

Tomi Sudjatmoko, 2019. ASEAN Contemporary Dance Festival Terpusat di Yogyakarta.


https://www.google.com/amp/s/www/krjogja.com/hiburan/seni-dan-budaya/asean-
contemporary-dance-festival-terpusat-di-yogyakarta/, (diakses pada 17 November 2021)

Anda mungkin juga menyukai