Anda di halaman 1dari 93

PENGARUH RELIGIUSITAS, MACHIAVELLIAN DAN DETECTION

RATE TERHADAP PERSEPSI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK


DENGAN GENDER SEBAGAI VARIABEL MODERASI

SKRIPSI

Oleh:
Mutia Ardana
2017320125
Perpajakan

sebagai salah satu syarat


memperoleh gelar Sarjana Akuntansi
pada

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA
2021
ABSTRAK

Penggelapan pajak merupakan sebuah usaha untuk menghindari atau


mengurangi jumlah pajak terutang dengan cara ilegal. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji dan mengetahui pengaruh religiusitas, machiavellian dan detection rate
terhadap persepsi etika penggelapan pajak dengan gender sebagai variabel moderasi.
Teori yang digunakan adalah teori atribusi. Penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 70 responden orang
pribadi yang melakukan pekerjaan bebas di daerah Jakarta Selatan. Teknik sampling
yang digunakan adalah non probability sampling. Pengujian ini dilakukan dengan
SmartPLS sebagai alat bantu analisis data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa religiusitas berpengaruh positif dan


signifikan terhadap persepsi etika penggelapan pajak, machiavellian tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap persepsi etika penggelapan pajak, dan detection rate
berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Gender
tidak dapat memoderasi pengaruh religiusitas, machiavellian dan detection rate
terhadap persepsi etika penggelapan pajak.

Kata Kunci: Religiusitas, Machiavellian, Detection Rate, Persepsi Etika Penggelapan


Pajak, Gender.

ii
ABSTRACT

Tax evasion is an attempt to avoid or reduce the amount of tax owed by illegal
means. This study aims to examine and determine the effect of religiosity,
machiavellian and detection rate on the ethical perceptions of tax evasion with gender
as a moderating variable. The theory used is attribution theory. This research is
included in the type of quantitative research by distributing questionnaires to 70
individual respondents who do independent work in the South Jakarta area. The
sampling technique used is non probability sampling. This test was carried out with
SmartPLS as a data analysis tool.

The results of this study indicate that religiosity has a positive and significant
effect on ethical perceptions of tax evasion, machiavellian does not have a significant
effect on ethical perceptions of tax evasion, and detection rate has a positive and
significant effect on ethical perceptions of tax evasion. Gender cannot moderate the
influence of religiosity, machiavellian and detection rate on ethical perceptions of tax
evasion.

Keywords: Religiosity, Machiavellian, Detection Rate, Perceptions of Tax Evasion


Ethics, Gender.

iii
PENGARUH RELIGIUSITAS, MACHIAVELLIAN DAN DETECTION RATE
TERHADAP PERSEPSI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK DENGAN GENDER
SEBAGAI VARIABEL MODERASI

SKRIPSI

Oleh :
Mutia Ardana
2017320125
Perpajakan

diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat


guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Jakarta, 11 Februari 2021


Yang membuat pernyataan,
Dosen pembimbing,

Dr. Eva Herianti, SE., Ak., M.Ak, CA


NIDN: 03.010372.02
disetujui,

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ketua Program Studi Akuntansi,


Universitas Muhammadiyah Jakarta

Luqman Hakim, S.E., Ak., M.Si., CA., QIA., CPA Dr. M Irfan Tarmizi, S.E., Ak., MBA., CA
NIDN:03.041176.04 NIDN : 03.230372.03

iv
v
PENGARUH RELIGIUSITAS, MACHIAVELLIAN DAN DETECTION RATE
TERHADAP PERSEPSI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK DENGAN GENDER
SEBAGAI VARIABEL MODERASI

SKRIPSI

Oleh :
Mutia Ardana
2017320125
Perpajakan

telah diuji dan dinyatakan lulus sebagai salah satu syarat


guna memperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Pada tanggal Februari 2021
Jakarta, 24 Februari 2021
yang menyatakan,
Ketua Tim Penguji

Dr. Sabaruddin, SE., MM., M.Si


NIDN : 03.230566.01
Anggota Tim Penguji I

Dr. Eva Herianti, SE., Ak., M.Ak, CA


NIDN : 03.010372.02
Anggota Tim Penguji II

Dewi Puji Rahayu, SE., M.Ak


NIDN : 03.011189.01

vi
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Mutia Ardana
NIM : 2017320125

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Pengaruh


Religiusitas, Machiavellian dan Detection Rate terhadap Persepsi Etika
Penggelapan Pajak dengan Gender sebagai variabel moderasi” adalah benar
merupakan karya saya sendiri yang belum pernah disampaikan untuk mendapatkan
ijazah dan gelar Sarjana pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Jakarta, ataupun ijazah dan gelar akademik dari program
studi atau perguruan tinggi yang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi
ini telah diberi tanda sitasi dan ditunjukkan pada daftar referensi.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar dan ditemukan
pelanggaran dalam karya skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi serta dicabut
segala wewenang dan hak saya yang berhubungan dengan ijazah dan gelar Sarjana
sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Jakarta, Februari 2021


yang membuat pernyataan,

Mutia Ardana

vii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Sujud syukur kusembahkan kepadaMu ya Allah, Tuhan Yang Maha Agung dan Tinggi.
Atas takdirmu saya bisa menjadi peribadi yang berpikir, berilmu, beriman dan
bersabaar. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal untuk masa depanku,
dalam meraih cita-cita.

Skripsi ini, penulis persembahkan untuk kedua orang-tuaku tercinta, Bapak Yudi
Permana dan Ibu Nurlaila sebagai bentuk keseriusanku untuk membalas semua
pengorbananmu. Dalam hidupku demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan Segala
perasaan tanpa kenal lelah, dalam lapar berjuang separuh nyawa hingga segalanya.
Yang memberi semangat untuk terus mengejar mimpi dan percaya pada kemampuan
diri.

Apa yang aku dapatkan hari ini, belum tentu mampu membayar semua kebaikan,
keringat, dan juga air mata yang kalian korbankan. Terima kasih atas segala
dukungan kalian, baik dalam bentuk materi maupun moril. Karya ini ku persembahkan
untuk kalian, sebagai wujud rasa terima kasih atas pengorbanan dan jerih payah
kalian sehingga aku bisa berada di titik ini.

Dalam setiap langkahku aku berusaha mewujudkan harapan-harapan yang kalian


impikan didiriku, meski belum semua dapat kuraih Insya Allah atas

dukungan doa dan restu semua mimpi akan terjawab di masa depan nanti.

Untukmu Papah… Mamah… dan Adik-adikku tercinta… Terimakasih.

Mutia Ardana

viii
RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
Nama : Mutia Ardana
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 17 Januari 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Mahasiswa
Alamat : Jl. H. Yusuf Gg. Balecendana RT. 001/RW.11 No. 50 Kel.
Paninggilan Kec. Ciledug, Kota Tangerang 15153
No Hp : 085693286627
Email : mutiaardanaa@gmail.com

Pendidikan Formal
2005 – 2011 : SDN Peninggilan 01
2011 – 2014 : SMP Negeri 11 Tangerang
2014 – 2017 : SMK Bina Bangsa
2017 – 2021 : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Pendidikan Non Formal


Agustus – Desember 2019 : Brevet Pajak di Universitas Muhammadiyah Jakarta

ix
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang

telahmelimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya serta mari kita panjatkan

shalawat dan salam yang senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar kita Nabi

Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Pengaruh Religiusitas, Machiavellian dan Detection Rate terhadap Persepsi Etika

Penggelapan Pajak dengan Gender sebagai variabel moderasi” sesuai dengan waktu

yang diharapkan.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi (S.Ak) Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Jakarta khususnya pada peminatan Perpajakan. Proses

panjang yang dilalui hingga sampai pada tahap ini tentulah tidak dicapai dengan

mudah, diperlukan kerja keras, ketekunan, optimisme, serta tidak lupa berdo’a disela-

sela usaha tersebut.

Oleh karena itu, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang

senantiasa memberikan bantuan, baik berupa dukungan, bimbingan maupun nasehat

demi kemajuan dan keberhasilan penulis. Pada kesempatan ini, penulis akan

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Luqman Hakim, S.E., M.Si.Ak., CA., QIA., CPA. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

2. Ibu Dr. Nur Aini, S.E., M.M. selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Jakarta.

x
3. Ibu Hairul Triwarti,S.E.,Ak.,M.M. selaku Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

4. Bapak Dr. Imam Muhtadin, S.E., M.M. selaku Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

5. Bapak Dr. M. Irfan Tarmizi, SE., Ak., MBA., CA. selaku Kaprodi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

6. Ibu Titik Agus Setyaningsih, S.Sos., M.Si. selaku Sekprodi Akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

7. Ibu Dr. Eva Herianti SE. AK., M. AK., CA selaku Dosen Pembimbing yang

sangat luar biasa baik dan sabar dalam memberikan arahan yang positif serta

sangat teliti selama dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah

Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

9. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, Bapak Yudi Permana dan Ibu Nurlaila

yang tiada henti mendoakan, memberikan motivasi, nasehat, dukungan dan

banyak sekali pengorbanan baik dari segi moril maupun materil kepada saya

sehingga menjadi bersemangat dan dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Adik-adikku, Ray dan Keysa yang selalu memberikan canda tawa selama ini.

11. Teman-teman seperjuangan, Merry Oscarningrum, Aprilia Anfitra dan Zahrah

Afifah yang juga telah memberikan semangat, berbagi keceriaan dan kebersamaan

selama masa perkuliahan.

12. Rekan-rekan seperbimbingan skripsi, Elinda Ritnawati dan Aulia Nur Anggraini

terimakasih telah membantu dan mendukung selama proses pengerjaan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu namun tidak mengurangi

xi
rasa terimakasih penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan keberkahan

kepada pihak yang sudah bersedia membantu baik berupa semangat, motivasi

maupun do’a sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Tiada kata yang dapat penulis sampaikan selain ucapan terimakasih, semoga

Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang melimpahkan keberkahan dan

karunia-Nya atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhirnya dengan

segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran demi

membangun kesempurnaan pada penulisan skripsi ini.

Jakarta, Februari 2021

Mutia Ardana

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
ABSTRAK.......................................................................................................................ii
ABSTRACT....................................................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.........................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN TIM PENGUJI................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI............................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................................vii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................................viii
KATA PENGANTAR....................................................................................................ix
DAFTAR ISI..................................................................................................................xii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian.....................................................................................1
B. Perumusan Masalah Penelitian..............................................................................8
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................8
D. Manfaat Penelitian.................................................................................................9

BAB II TINJAUAN LITERATUR, KERANGKA BERPIKIR DAN


HIPOTESIS
A. Tinjauan Literatur..................................................................................................11
1. Teori Atribusi......................................................................................................11
2. Persepsi Etika Penggelapan Pajak......................................................................12
3. Religiusitas..........................................................................................................15
4. Machiavellian.....................................................................................................17
5. Detection Rate.....................................................................................................20
6. Gender.................................................................................................................22
7. Penelitian Terdahulu...........................................................................................23

xiii
B. Kerangka Berpikir dan Hipotesis...........................................................................28
1. Kerangka Berpikir...............................................................................................28
2. Hipotesis.............................................................................................................29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Desain Penelitian.................................................................................................38
B. Operasionalisasi Variabel....................................................................................38
C. Sumber Data, Tempat dan Waktu Penelitian......................................................42
D. Populasi dan Sampel...........................................................................................43
E. Metode Pengumpulan Data.................................................................................44
F. Metode Analisis Data..........................................................................................44
1. Pengujian Outer Model .................................................................................46
a. Uji Validitas...............................................................................................46
1) Validitas Konvergen.............................................................................46
2) Validitas Diskriminan...........................................................................47
b. Uji Reliabilitas...........................................................................................47
2. Pengujian Inner Model ..................................................................................48
3. Pengujian Hipotesis .......................................................................................49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian.....................................................................................................50
1. Gambaran Umum Objek Penelitian..................................................................50
a. Hasil Pengumpulan Data...............................................................................50
b. Karakteristik Responden...............................................................................53
2. Hasil Uji Outer Model.......................................................................................55
a. Validitas Konvergen.....................................................................................55
b. Validitas Diskriminan...................................................................................59
c. Reliabilitas....................................................................................................61
3. Hasil Uji Inner Model.......................................................................................63
4. Hasil Uji Hipotesis............................................................................................64
B. Pembahasan............................................................................................................66
C. Refleksi Tauhid......................................................................................................71

xiv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................75
B. Implikasi................................................................................................................78
C. Keterbatasan...........................................................................................................78
D. Saran......................................................................................................................79
DAFTAR REFERENSI
LAMPIRAN

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penghindaran pajak merupakan keinginan seseorang untuk

memanfaatkan celah ketentuan perpajakan suatu negara dengan memperkecil

beban pajaknya, sedangkan. penggelapan pajak dapat diartikan sebagai suatu

cara meminimalkan beban terutang pajak dengan cara melanggar ketentuan

perpajakan (Safitri, 2019). Penggelapan pajak termasuk ke dalam tindakan

kriminal karena dinilai sebagai hal yang mempunyai konotasi negatif dan

dilakukan atas dasar kesadaran menyalahi aturan undang-undang yang dapat

merugikan negara (Shofa dan Machmuddah, 2019). Salah satu indikasi adanya

penggelapan pajak dapat dilihat melalui data Corruptions Perceptions Index

(CPI). Fenomena yang terjadi sampai saat ini menunjukkan belum

maksimalnya pendapatan pemerintah dari sektor pajak. Dapat dilihat dari tabel

Corruptions Perceptions Index (CPI) Indonesia tahun 2015-2019 :

Tabel 1.1
Corruptions Perceptions Index di Indonesia tahun 2015 –2019
Tahun Rank CPI Score Standard error
2015 88 36 3,39
2016 90 37 2,39
2017 96 37 3,12
2018 89 38 3,35
2019 85 40 3,76
Sumber: https://www.transparency.org

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Transparency International

dalam Corruption Perception Index (TI CPI), ranking Indonesia pada tahun

2019 berada pada posisi 85 dari 198 negara - negara yang di ranking tingkat
2

korupsinya. Semakin tinggi nilai ranking pada suatu negara maka semakin

banyak yang melakukan korupsi di negara tersebut. Begitupula sebaliknya,

jika dilihat berdasarkan CPI Score yang dinilai dari 0 (sangat korupsi) - 100

(bersih). CPI Score di Indonesia pada tahun 2019 memiliki skor sebanyak 40

dan naik 2 poin dari tahun lalu. Hal ini yang menunjukkan bahwa kondisi

korupsi di Indonesia lebih baik dari tahun sebelumnya. Semakin tinggi nilai

CPI Score maka semakin rendah tingkat korupsi di negara tersebut.

Kasus penggelapan pajak pada tahun 2018 yang dilakukan oleh

mantan manajer kampanye Presiden AS Donald Trump yaitu Paul Manafort.

Paul Manafort merupakan konsultan politik veteran Partai Republik,

dinyatakan bersalah atas lima tuduhan penggelapan pajak yang dituding

menyembunyikan pembayaran sebesar US$ 16 juta yang diterimanya sebagai

jasa konsultasi bagi sejumlah politisi pro Rusia di Ukraina dan tidak

melaporakan pembayaran ini kepada otoritas pajak AS. Dijatuhi hukuman

penjara 47 bulan, membayar denda US$ 50.000 dan ganti rugi lebih dari US$

24 juta (kabar24.bisnis.com).

Beralih ke dalam negeri, kasus penggelapan pajak pada tahun 2018

yang dilakukan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Laporan keuangan

Gaurda Indonesia yang diaudit oleh Kasner Sirumapea yang merupakan

Akuntan Publik dari Kantor Akuntan Publik Tanubrata, Sutanto, Fahmi,

Bambang, dan Rekan. Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto memaparkan

tiga pelanggaran yang dilakukan oleh auditor yaitu, SA 315 karena belum

secara tepat menilai substansi transaksi kegiatan perlakuan akuntansi

pengakuan pendapatan piutang dan pendapatan lain-lain, SA 500 karena


3

belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai

perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi perjanjian transaksi tersebut, dan

SA 560 karena auditor tidak dapat mempertimbangkan fakta-fakta setelah

tanggal laporan keuangan sebagai dasar perlakuan akuntansi. KAP terkait

dikenakan peringatan tertulis disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan

tehadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan review oleh BDO

Internasional Limited. Sebelumnya kemenkeu menjatuhkan dua sanksi kepada

AP dan KAP terkait dengan polemik laporan keuangan PT Garuda Indonesia

(Persero) Tbk yang dipicu penolakan dua komisaris Garuda Indonesia untuk

menandatangani persetujuan atas hasil laporan keuangan untuk tahun buku

2018. Keduanya memiliki perbedaan pendapat terkait pencatatan transaksi

dengan Mahata senilai US$ 239,94 juta pada pos pendapatan, dikarenakan

belum ada pembayaran yang masuk dari Mahata hingga akhir 2018

(cnnindonesia.com).

Banyaknya kasus penggelapan pajak yang terjadi di Indonesia

menunjukkan bahwa persepsi tiap individu terkait dengan etika penggelapan

pajak berbeda-beda. Berdasarkan teorinya, penggelapan pajak termasuk ke

dalam tindakan kriminal dan memiliki konotasi negatif karena dilakukan atas

dasar kesadaran menyalahi aturan undang-undang dan dapat merugikan negara

(Sofha dan Machmuddah, 2019). Tiga pandangan terhadap persepsi etika

penggelapan pajak yaitu: penggelapan pajak dikatakan tidak pernah etis

karena terkait dengan adanya kewajiban manusia terhadap Tuhan, negara dan

masyarakat, penggelapan pajak dapat dikatakan selalu etis jika munculnya

anggapan bahwa pemerintah sepatutnya tidak menerima uang dari


4

pembayaran pajak, dan penggelapan pajak dapat dikatakan etis jika adanya

kebenaran, situasi dan kondisi (McGee, 2006).

Farhan dkk (2019) pada dasarnya penggelapan pajak merupakan

tindakan yang tidak etis, karena dapat menimbulkan stigma negatif dikalangan

masyarakat. Etika erat kaitannya dengan moralitas yang mencakup baik dan

buruknya perbuatan, sikap, kewajiban yang dilakukan seseorang (Ni Putu dan

Kadek, 2019). Tindakan moral individual dapat timbul tergantung pada situasi

dan kondisi yang dialami individu yang bersangkutan. Jika tingkat relativisme

individual meningkat, maka seseorang cenderung menolak peraturan moral

yang absolut dalam berperilaku dan dapat menghalangi kemampuan individual

untuk mengakui isu-isu etis (Yetmar dan Eastman, 2000).

Perbedaan persepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

adalah religiusitas. Semua agama mengajarkan norma-norma yang bertujuan

untuk mendorong para penganutnya melakukan segala bentuk kebaikan dan

melarang segala bentuk kejahatan. Agama merupakan salah satu bentuk

keyakinan yang dapat mempengaruhi seseorang terhadap sikap, nilai-nilai dan

perilaku individu atau masyarakat (Fauzan, 2015). Nilai-nilai agama yang

dipegang oleh sebagian besar individu umumnya diharapkan secara efektif

mencegah sikap negatif dan mendorong sikap positif dalam kehidupan sehari-

hari individu maka religiusitas dianggap memotivasi wajib pajak untuk secara

sukarela mematuhi peraturan pajak (Torgler, 2006). Keyakinan kepada Tuhan

yang tumbuh dari dalam diri seseorang dipercaya dapat mengontrol diri dari

tindak kecurangan. Basri (2014) menjelaskan bahwa tingkat religiusitas yang

tinggi dapat menyebabkan etika yang lebih baik atau bermoral sehingga
5

berdampak pada penurunan tingkat penggelapan pajak. Namun, berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Dharma (2016) yang menunjukkan

bahwa religiusitas tidak berpengaruh pada penggelapan pajak. Seseorang

dengan tingkat religiusitas yang tinggi akan terhindar dari sifat atau perilaku

buruk karena mereka memiliki persepsi yang baik dan sesuai dengan norma

yang berlaku serta mampu bersikap etis. Oleh sebab itu mereka mampu

terhindar dari tindakan penggelapan pajak yang merupakan perbuatan tidak

etis (Farhan dkk, 2019).

Selain religiusitas, faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku

seseorang yaitu machiavellian. Sifat machiavellian merupakan sikap negatif

yang muncul pada seseorang dapat berupa keinginan melakukan manipulasi,

tipu daya, dengan mengabaikan rasa kepercayaan, kehormatan, kesopanan dan

mementingkan diri sendiri (Budiarto dan Nurmalisa, 2018). Seseorang yang

memiliki sifat machiavellian akan cenderung berperilaku tidak etis,

mengabaikan aturan, dan melanggar prosedur (Tang dan Chen, 2008). Farhan

dkk (2019) menjelaskan bahwa hubungan yang dibentuk oleh sikap

machiavellian yaitu hubungan negatif, dimana semakin tinggi tingkat

mavhiavellian yang ada pada diri seseorang maka keputusan yang diambilnya

akan semakin tidak etis. Penelitian Ni Putu (2019) menunjukkan wajib pajak

yang memiliki sifat machiavellian cenderung mengabaikan moralitas demi

keuntungan dan cenderung melakukan penggelapan pajak yang dianggap etis.

Individu dengan sifat machiavellian tinggi cenderung lebih sering berbohong

sehingga memiliki kemungkinan melakukan tindakan yang tidak etis maka

semakin rendah persepsi etisnya mengakibatkan mereka cenderung untuk


6

melakukan penggelapan pajak dirinya sendiri (Chrismastuti dan Purnamasari,

2004).

Selain machiavellian, faktor lain yang dapat mempengaruhi

kemunculan persepsi penggelapan pajak yaitu detection rate. Pemeriksaan

pajak sangat penting berfungsi mengawasi pelaksanaan self assesment system,

dengan dilakukannya pemeriksaan pajak yang tinggi, maka dapat mengurangi

keinginan seseorang untuk bertindak curang (Antono, 2019). Menurut peneliti

Lambey dan Walandouw (2017) pemeriksaan pajak berpengaruh positif

terhadap persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak. Namun berbeda

dengan penelitian (Dharmayanti, 2017) dan (Dewi dan Merkusiwati, 2017)

bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh negatif terhadap persepsi wajib pajak

mengenai penggelapan pajak. Semakin tinggi tingkat terdeteksi kecurangan

pajak, maka kemungkinan seseorang melakukan penggelapan pajak semakin

berkurang (Safitri, 2018).

Selain detection rate. perbedaan persepsi seseorang dapat dipengaruhi

oleh gender. Gender pada kategori laki-laki bersifat maskulin dengan

keberanian pengambilan risiko dan pada perempuan bersifat feminism artinya

hangat, lembut, simpatik, dan memiliki kepekaan (Sommers, 2003). Penelitian

yang dilakukan Dharma dkk (2016) dimana gender berpengaruh signifikan

terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Faktor utamanya yaitu kepribadian

dari dalam diri seseorang, apabila kepribadian yang tertanam dalam diri

seseorang sejak kecil hingga dewasa merupakan bentuk kepribadian yang baik

maka akan terus terbawa hingga akhir usianya. Seseorang dengan kepribadian

yang baik akan memiliki sikap etis yang tinggi begitupun sebaliknya.
7

Charismawati (2011) mengatakan bahwa laki-laki lebih mempunyai persepsi

etis dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki lebih memikirkan segala

sesuatunya agar tidak terlihat gegabah dan lebih dipandang etis sehingga

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memunculkan persepsi melalui

pola pikirnya dibandingkan dengan perempuan, tidak terkecuali etika

penggelapan pajak. Penelitian terdahulu Tang dan Chen (2008) menemukan

bukti bahwa persepsi etika antara laki-laki dan perempuan berbeda. Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Wankhar dan Diana (2018)

menunjukkan bahwa perempuan memiliki tingkat keyakinan terhadap etika

yang lebih baik daripada laki-laki, sehingga kemungkinan perempuan

melakukan tindakan yang tidak etis lebih kecil daripada laki-laki. Berbeda

dengan penelitian McGee dan Guo (2007) bahwa perempuan akan lebih

menentang penggelapan pajak karena memiliki rasa malu yang lebih tinggi

daripada laki-laki. Perempuan dikatakan lebih beretika daripada laki-laki saat

pencapaian keinginan mereka karena laki-laki akan menggunakan pola

pikirnya lebih lama untuk memunculkan suatu persepsi dibandingkan dengan

perempuan (Shofa, 2018).

Berdasarkan uraian diatas dan adanya research gap dari peneliti

sebelumnya. Maka dilakukan penelitian dengan judul "PENGARUH

RELIGIUSITAS, MACHIAVELLIAN DAN DETECTION RATE

TERHADAP PERSEPSI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK DENGAN

GENDER SEBAGAI VARIABEL MODERASI".


8

B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang dapat dirumuskan

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah religiusitas berpengaruh terhadap persepsi etika penggelapan

pajak?

2. Apakah machiavellian berpengaruh terhadap persepsi etika penggelapan

pajak?

3. Apakah detection rate berpengaruh terhadap persepsi etika penggelapan

pajak?

4. Apakah gender dapat memoderasi hubungan antara religiusitas terhadap

persepsi etika penggelapan pajak?

5. Apakah gender dapat memoderasi hubungan antara machiavellian

terhadap persepsi etika penggelapan pajak?

6. Apakah gender dapat memoderasi hubungan antara detection rate terhadap

persepsi etika penggelapan pajak?

7. Apakah gender dapat memoderasi hubungan antara religiusitas,

machiavellian dan detection rate terhadap persepsi etika penggelapan

pajak?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk menguji pengaruh religiusitas terhadap persepsi etika penggelapan

pajak.

2. Untuk menguji pengaruh machiavellian terhadap persepsi etika

penggelapan pajak.
9

3. Untuk menguji detection rate berpengaruh terhadap persepsi etika

penggelapan pajak.

4. Untuk menguji pengaruh gender memoderasi hubungan antara religiusitas

terhadap persepsi etika penggelapan pajak.

5. Untuk menguji pengaruh gender memoderasi hubungan antara

machiavellian terhadap persepsi etika penggelapan pajak.

6. Untuk menguji pengaruh gender memoderasi hubungan detection rate

terhadap persepsi etika penggelapan pajak.

7. Untuk menguji pengaruh gender memoderasi hubungan antara religiusitas,

machiavellian dan detection rate terhadap persepsi etika penggelapan

pajak.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi

Dari segi keilmuan, memberikan referensi tentang persepsi etika

penggelapan pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta

mengetahui bagaimana pemahaman wajib pajak terhadap kebijakan

pajak saat ini.

b. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan

bahan perbandingan bagi peneliti lain agar dengan melakukan

penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama.

2. Manfaat Praktis
10

a. Bagi Instansi Perpajakan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan

informasi yang dapat membantu instansi untuk mengetahui persepsi

etika penggelapan pajak dan bagaimana pengaruhnya terhadap

kepercayaan bagi masyarakat untuk membayar pajak demi

kepentingan bersama.
11

BAB II

TINJAUAN LITERATUR, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Literatur

1. Teori Atribusi

Teori atribusi dikemukakan pertama kali pada tahun 1958 oleh

Heider mengasumsikan bahwa orang mencoba untuk menentukan apa yang

mereka lakukan dan mengapa mereka melakukannya. Terdapat tiga tahap

yang mendasari proses suatu atribusi menurut Heider (1958) yaitu

seseorang harus melihat atau mengamati suatu perilaku, percaya bahwa

perilaku itu sengaja dilakukan, dan menentukan apakah mereka percaya

bahwa orang lain dipaksa untuk melakukan perilaku tersebut atau tidak.

Pada dasarnya teori atribusi menyatakan bahwa individu mengamati

perilaku manusia dengan mengidentifikasi faktor yang menyebabkan

munculnya perilaku tersebut dapat dilihat dari faktor internal maupun

eksternal (Robbins dan Judge, 2008). Perilaku yang disebabkan secara

internal yang timbul dari pribadi individu itu sendiri dalam keadaan sadar,

seperti ciri kepribadian, kesadaran, dan kemampuan. Sedangkan, perilaku

yang disebabkan secara eksternal dipengaruhi dari luar yang artinya

individu berperilaku karena adanya desakan keadaan yang tidak dapat

terkontrol oleh individu tersebut atau lingkungan seperti pengaruh sosial

dari orang lain (Timur, 2019). Teori atribusi memiliki keterkaitan dengan

dalam penelitian ini untuk faktor internalnya yaitu variabel religiusitas dan

machiavellian, sedangkan faktor eksternal yaitu variabel detection rate,


12

persepsi etika penggelapan pajak, dan gender. Penekanan teori atribusi ada

pada pola pikir setiap individu untuk menafsirkan berbagai kejadian dengan

mulai membayangkan suatu objek yang terjadi berdasarkan pengalaman

dan mengaitkannya ke dalam persepsinya (Shofa, 2018).

2. Persepsi Etika Penggelapan Pajak

Menurut Lubis (2010) persepsi merupakan bagaimana orang-orang

berusaha melihat dan menginterprestasikan suatu objek ataupun peristiwa

ke dalam suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti. Persepsi juga

merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Persepsi bersifat sangat subjektif dan situasional karena persepsi

bergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu (Lubis, 2010). Menurut

Robbins (1996) ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi persepsi

seseorang, yaitu:

1. Faktor pada pemersepsi, terdiri dari sikap, motif, kepentingan,

pengalaman dan pengharapan.

2. Faktor dalam situasi, terdiri dari waktu, keadaan/tempat kerja, dan

keadaan sosial.

3. Faktor pada target, terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar

belakang, dan kedekatan.

Banyaknya kasus penggelapan yang terjadi dan masih adanya stigma

negatif terhadap pajak, mengakibatkan timbulnya persepsi dikalangan

masyarakat bahwa penggelapan pajak merupakan tindakan yang etis.

Persepsi sendiri merupakan proses mengelola dan menafsirkan informasi


13

dari objek maupun kejadian yang terjadi dalam lingkungan sekitar (Farhan

dkk, 2019). Maka persepsi etis merupakan bagaimana sikap seseorang

untuk menilai suatu keadaan atau pelanggaran yang sedang atau telah

terjadi. Persepsi seseorang mengenai penggelapan pajak dengan cara

memberikan pandangan atas suatu peristiwa atau tindakan berkaitan dengan

penggelapan pajak yang dipengaruhi dari faktor eksternal dan faktor

internal (Widjaja dkk, 2017). Persepsi etis penggelapan pajak dalam

penelitian ini untuk mengetahui bagaimana sikap seseorang untuk menilai

ataupun cara memandang suatu pelanggaran, yaitu tindakan penggelapan

pajak.

Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan

hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut serta diwariskan dari

satu orang ke orang lain maupun dari satu generasi ke generasi yang lain

(Nurachmi dan Hidayatulloh, 2020). Etika mempunyai beragam makna

yang berbeda, salah satunya mengatur individu atau etika personal, yaitu

mengacu pada aturan-aturan dalam lingkup dimana orang per orang

menjalani kehidupan pribadinya dan etika juga berkaitan dengan moralitas

(Dharma, 2016). Etika merupakan penelaahan(baik aktivitas penelaahan

maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri), sedangkan moralitas merupakan

pedo-man yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar

dan salah, atau baik dan jahat (Suminarsasi, 2011).

Penggelapan pajak mengacu pada tindakan yang tidak benar yang

dilakukan oleh wajib pajak mengenai kewajibannya dalam perpajakan.

Penggelapan pajak yaitu tindakan yang dilakukan secara illegal atau


14

melanggar undang-undang dengan mengabaikan ketentuan formal

perpajakan, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap

dan tidak benar (Kurniawati dan Toly, 2015). Mardiasmo (2009:9)

menyatakan bahwa penggelapan pajak atau tax evasion yaitu sebagai usaha

yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban atau utang

pajak dengan cara melanggar undang-undang. Upaya yang dilakukan wajib

pajak dalam penghindaran atas tanggung jawab yang harus dibayarkan dan

menjadi suatu bentuk pelanggaran atas peraturan pajak dapat menimbulkan

kerugian bagi negara (Siahaan, 2010). Tindakan penggelapan pajak

memiliki konsekuensi yang beresiko secara materiil ataupun non materiil.

Secara materiil, wajib pajak akan menganggap perbuatan penggelapan

pajak akan menguntungkan jangka panjang tetapi konsekuensinya akan

membayar kerugian berkali-kali lipat beserta denda dan kurungan pidana.

Menurut Nurmantu (2003), kecenderungan wajib pajak melakukan

kecurangan dapat dikarenakan tingginya pajak yang harus dibayar hal ini

menunjukkan jika semakin tinggi jumlah pajak yang harus dibayar oleh

wajib pajak, maka semakin tinggi kemungkinan wajib pajak berperilaku

curang. McGee (2006) mengatakan terdapat tiga pandangan terhadap

persepsi etika penggelapan pajak :

1. Penggelapan pajak dikatakan tidak pernah etis karena terkait dengan

adanya kewajiban manusia terhadap Tuhan, negara dan masyarakat.

2. Penggelapan pajak dikatakan selalu etis terkait dengan anggapan bahwa

pemerintah sepatutnya tidak menerima uang dari pembayaran pajak.


15

3. Penggelapan pajak mempunyai kemungkinan etis karena adanya

kebenaran, situasi dan kondisi.

3. Religiusitas

Religiusitas sebagai komitmen yang berhubungan dengan agama

atau keyakinan iman yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku

individu yang bersangkutan mencakup prinsip, kata hati, dan tingkah laku

yang diarahkan penuh kesadaran dan sungguh-sungguh (Glock dan Stark

1965). Religiusitas dapat juga diartikan sebagai seberapa dalam

pengetahuan yang dipahami, seberapa kuat keyakinan terhadap agama yang

diyakini, seberapa rutin dalam melaksanakan ibadah dan kaidah serta

penghayatan atas agama yang dianutnya dapat mempengaruhi perilaku etis

seseorang (Dharma dkk, 2016). Religiusitas menurut Pope dan Mohdali

(2010) berkaitan dengan level kepercayaan spiritual yang diyakini individu.

Bertujuan untuk mengontrol perilaku yang baik dan menghambat perilaku

buruk seseorang (Basri, 2015). Religiusitas dapat dilihat dari seberapa

dalam pengetahuan, keyakinan, melaksanakan ibadah dan kaidah-kaidah

agama yang dilakukan oleh seseorang (Shofa, 2018).

Agama memiliki peran sebagai suatu sistem nilai yang memuat nilai

norma-norma tertentu yang akan menjadi kerangka acuan dalam sikap dan

bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya

(Farhan dkk, 2019). Agama dapat mengontrol perilaku individu untuk

bersikap etis dan tidak etis. Seseorang dengan tingkat religiusitas yang

tinggi akan memiliki persepsi etis yang lebih baik dan terhindar dari sifat
16

buruk dan mencegah tindakan penggelapan pajak karena tidak sejalan

dengan keyakinan agama yang dianutnya (Farhan dkk, 2019).

Menurut Grasmick dkk (1991) seseorang yang mempunyai tingkatan

keyakinan agama yang kuat akan dapat mencegah perilaku yang buruk

dengan menimbulkan rasa bersalah pada dirinya sendiri termasuk dalam

kasus penghindaran pajak. Faktor yang paling kuat yang akan

mempengaruhi kepribadian seseorang yaitu komitmen dan praktek

keyakinan agama. Penelitian Basri (2015) menunjukkan bahwa religiusitas

tidak berpengaruh terhadap tax evasion. Semakin rendah tingkat religiusitas

seseorang akan semakin besar kemungkinan melakukan tax evasion.

Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan berfikir dua

kali dalam melakukan tindakan tidak etis seperti penggelapan pajak

(Choiriyah dan Damayanti, 2020). Seseorang yang memiliki religiusitas

yang tinggi biasanya memiliki moralitas yang tinggi sehingga kemungkinan

memanipulasi atau bertindak untuk kepentingan pribadi semakin kecil

(Farhan dkk, 2019).

Religiusitas dalam teori Atribusi dapat menentukan apa yang mereka

lakukan dan mengapa mereka melakukannya yang berkaitan dengan

keyakinan masing-masing. Religiusitas mempunyai dua dimensi yang

berbeda, yaitu religiusitas ekstrinsik dan religiusitas intrinsik. Religiusitas

ekstrinsik mengacu pada motivasi seseorang dalam berperilaku religius,

sedangkan religusitas intrinsik mengacu pada motivasi yang didasarkan

pada inheren dan tradisi keagamaan (Budiarto dkk, 2017). Religiusitas

intrinsik menunjukkan adanya keterlibatan dengan religiusitas dan


17

berkomitmen dengan prinsip agama (Allport, 1950). Pengukuran

religiusitas menurut Glock dan Stark (1965) dapat dikelompokkan dalam

beberapa aspek sebagai berikut:

a. Religiusitas berdasarkan praktek tingkatan, seberapa patuh seseorang

mengerjakan kewajiban religius di dalam agamanya, seperti

sembahyang, zakat, puasa dan sebagainya.

b. Religiusitas berdasarkan keyakinan yaitu bagaimana seseorang dapat

menerima hal-hal yang dogmatik di dalam ajaran agamanya, misalnya

kepercayaan tentang adanya Tuhan, Malaikat, Kitab-Kitab Suci, Nabi &

Rasul, Hari Akhir, Qadha dan Qadhar.

c. Religiusitas berdasarkan pengetahuan yaitu seberapa jauh seseorang

mengetahui tentang ajaran agamanya, hal ini berhubungan dengan

aktivitas seseorang untuk mengetahui ajaran-ajaran dalam agamanya.

d. Religiusitas berdasarkan perasaan terdiri dari perasaan-perasaan dan

pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dirasakan dan

dialami. Misalnya seseorang merasa dekat dengan Tuhan, seseorang

merasa takut berbuat dosa, seseorang merasa doanya dikabulkan Tuhan.

e. Religiusitas berdasarkan efek, mengukur sejauh mana perilaku

seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupannya.

4. Machiavellian

Istilah Machiavellian pertama kali dikenalkan pada abad ke-16 oleh

Niccolo Machiavelli seorang filsuf, diplomat dan politikus terkenal dari

Italia. Machiavellian berarti suatu proses dimana manipulator mendapatkan

imbalan lebih ketika mereka memanipulasi, sementara orang lain


18

mendapatkan kurang tanpa melakukan manipulasi, setidaknya dalam

konteks langsung (Richmond, 2001). Machiavellian umumnya terkait

dengan individu yang manipulatif, menggunakan perilaku persuasif untuk

mencapai tujuan pribadinya, dan biasanya agresif (Shafer dan Simmon,

2008). Machiavellian didasarkan pada sikap negatif yang muncul pada

seseorang dapat berupa keinginan melakukan manipulasi, tipu daya, tanpa

rasa kepercayaan, kehormatan, kesopanan dan mementingkan diri sendiri

(Budiarto dan Nurmalisa 2018).

Kepribadian machivellian adalah kepribadian yang memiliki

komitmen ideologi dan moralitas yang rendah. Niccolo Machiavelli

menyatakan bahwa agama hanyalah sebagai penopang atau kendaraan yang

mampu digunakan seperlunya, selama mendukung pada kepentingan. Jones

dan Kavanagh (1996) dan Richmond (2003) menemukan individu dengan

sifat machiavellian tinggi akan lebih mungkin melakukan tindakan yang

tidak etis dibandingkan individu dengan sifat machiavellian rendah. Sifat

ini biasanya berdampak pada perilaku tidak etis karena tujuan dari sifat ini

untuk kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan perasaan perasaan, dan

hak orang lain yang biasanya merugikan orang lain (Styarini dan

Nugrahani, 2020).

Penelitian Ni Putu (2019) menunjukkan bahwa semakin tinggi sifat

machiavellian yang dimiliki maka persepsi wajib pajak atas etika

penggelapan pajak juga semakin tinggi, dimana wajib pajak akan

cenderung melakukan penggelapan pajak yang dianggap etis karena

kepribadiannya yang cenderung mengabaikan moralitas demi keuntungan.


19

Individu dengan sifat machiavellian tinggi cenderung lebih sering

berbohong sehingga memiliki kemungkinan melakukan tindakan yang tidak

etis maka semakin rendah persepsi etisnya mengakibatkan mereka

cenderung untuk melakukan penggelapan pajak dirinya sendiri

(Chrismastuti dan Purnamasari, 2004). Individu dengan karakter

machiavellian menunjukan perilaku dingin, sinis, corak pikir pragmatis dan

cenderung amoral didasarkan atas strategi perencanaan jangka panjang,

motivasi agentik atau orientasi kepentingan pribadi misalnya dalam hal

kekuasaan atau uang dapat terlibat dalam hal penipuan dan eksploitasi

(Farhan dkk, 2019).

Menurut Christie dan Geis (1970) machiavellianism cenderung

memiliki karakteristik yang relatif kurang berpengaruh dalam hubungan

interpersonal, kurang perhatian dengan moralitas konvensional, gross

psychopathology, dan komitmen ideologis yang rendah (Tang dan Chen,

2008). Menurut Yelshinta (2013) perilaku machiavellian yang tinggi dapat

menyebabkan melakukan penyimpangan pada persepsi etis. Saputri dan

Wirama (2015) juga menyatakan individu yang memiliki sifat

machiavellian akan memiliki persepsi bahwa etika dan tanggung jawab

sosial tidaklah penting. Shafer dan Simmons (2008) mengidentifikasi tiga

hal yang mendasari machiavellianisme, yaitu:

1. Advokasi pada taktik manipulatif, seperti tipu daya atau kebohongan.

2. Pandangan atas manusia yang tak menyenangkan, yaitu lemah,

pengecut, dan mudah dimanipulasi.

3. Kurangnya perhatian dengan moralitas konvensional.


20

5. Detection Rate

Tindakan penggelapan pajak merupakan suatu bentuk kecurangan

dan pelanggaran terhadap Undang-Undang. Pemeriksaan pajak menjadi

sesuatu yang penting dari fungsi pengawasan dalam pelaksanaan self

assesment system, kemungkinan terdeteksinya kecurangan pajak dapat

ditemukan dengan melakukan pemeriksaan pajak. Detection rate

merupakan serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, mengelola data

dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (Safitri, 2018). Detection rate dapat

meningkatkan etika wajib pajak mengenai penggelapan pajak dan jika

pemeriksaan pajak dilakukan secara intensif ataupun dalam suatu periode

yang teratur, maka penggelapan pajak akan semakin kecil (Lasmia, 2015).

Probabilitas pemeriksaan pajak dapat diartikan sebagai kemungkinan

dilakukannya pemeriksaan oleh otoritas pajak yang dihitung dengan

membandingkan besarnya jumlah wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan

pajak dengan jumlah wajib pajak (Safitri, 2018). Secara umum, probabilitas

temuan (detection probability) adalah otoritas pajak akan mencari dan

memperbaiki penyimpangan jika kemungkinan ditemukannya

ketidakpatuhan (Fischer dkk, 1992). Jika otoritas pajak meningkatkan

pemeriksaan pajak, maka kemungkinan wajib pajak melakukan

penggelapan pajak akan berkurang karena kemungkinan terdeteksinya

penggelapan pajak akan semakin tinggi. Pemeriksaan yang dilakukan oleh

pihak fiskus dapat memberikan peluang bagi wajib pajak untuk bekerja
21

sama dengan petugas, karena adanya petugas yang mudah untuk disuap

dengan cara melakukan kompromi dan bekerja sama antara petugas pajak

dengan wajib pajak dengan imbalan tertentu. Sehingga kecurangan yang

dilakukan oleh wajib pajak akan sulit terdeteksi oleh pihak fiskus (Mujiyati

dkk, 2017)

Teori atribusi dalam variabel detection rate dapat menjelaskan

bagaimana seseorang dapat menginterpretasikan suatu penyebab atau motif

perilaku individu yang ditentukan oleh faktor internal atau eksternal.

Dengan adanya kemungkinan kecurangan wajib pajak dapat dideteksi oleh

para pemeriksa pajak melalui pemeriksaan pajak yang tinggi, maka dapat

mengurangi keinginan wajib pajak melakukan penggelapan pajak (Safitri,

2018). Dengan dilakukannya pemeriksaan pajak yang tinggi, maka dapat

mengurangi keinginan seseorang untuk bertindak curang (Antono, 2019).

Hal ini sesuai dengan penelitian (Lambey dan Walandouw, 2017) bahwa

pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap persepsi wajib pajak

mengenai penggelapan pajak. Namun berbeda dengan penelitian (Dewi dan

Merkusiwati, 2017) dan (Dharmayanti, 2017) bahwa pemeriksaan pajak

berpengaruh negatif terhadap persepsi wajib pajak mengenai penggelapan

pajak. Dimana semakin tinggi tingkat terdeteksinya kecurangan pajak,

maka penggelapan pajak akan semakin berkurang (Safitri, 2018).

6. Gender

Gender merupakan suatu konsep analisis yang digunakan untuk

mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut non-

biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis (Mulyani,


22

2015). Gender pada kategori laki-laki bersifat maskulin dengan keberanian

pengambilan risiko dan pada perempuan bersifat feminism artinya hangat,

lembut, simpatik, dan memiliki kepekaan (Sommers, 2003). Salsabila dan

Prayudiawan (2011) menyatakan bahwa gender adalah penggolongan

secara gramatikal terhadap kata-kata lain yang berkaitan dengannya, secara

garis besar berhubungan dengan keberadaan serta ketiadaan dua jenis

kelamin atau kenetralan.

Perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan sebagian besar

justru terbentuk melalui proses social dan cultural dalam keterkaitannya

pada penggelapan pajak dan kecintaan terhadap uang (Caplan, 1997).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perempuan memiliki

tingkat keyakinan terhadap etika yang lebih baik daripada laki-laki,

sehingga kemungkinan perempuan melakukan tindakan yang tidak etis

lebih kecil daripada laki-laki (Wankhar dan Diana, 2018). Perbedaan cara

bersosialisasi laki-laki dan perempuan mengakibatkan perbedaan perilaku,

jika laki-laki lebih pada menekankan persaingan, perempuan lebih menjaga

hubungan sosial.

Menurut Coate dan Frey (2000), terdapat dua pendekatan untuk

memberikan pendapat mengenai pengaruh gender terhadap perilaku

maupun persepsi individu, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan

sosialisasi. Pendekatan struktural, menyatakan bahwa perbedaan antara pria

dan wanita disebabkan oleh sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan

kebutuhan-kebutuhan peran lainnya yang dipengaruhi oleh reward dan

insentif yang diberikan kepada individu atas profesi yang dijalaninya.


23

Berdasarkan pendekatan sosialisasi, perempuan dan laki-laki dalam

menilai dilema etika berbeda. Laki-laki lebih cenderung terlibat dalam

perilaku tidak etis karena mereka akan fokus pada kesuksesan kompetitif

dan akan lebih cenderung melanggar aturan mencapai kesuksesan sehingga

lebih cenderung menggunakan segala macam cara untuk mencapai

kesuksesan tersebut dan cenderung menyetujui tindakan yang

dipertanyakan. Sebaliknya, wanita lebih berorientasi pada tugas, dan oleh

karena itu lebih fokus pada pencapaian tugas tanpa melanggar aturan. Oleh

karena itu, diharapkan laki-laki lebih cenderung setuju dengan tindakan

tidak etis yang lebih dipertanyakan dibandingkan dengan wanita (Yelshinta

dan Fuad, 2013).

7. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu telah melakukan pengujian mengenai

religiusitas, machiavellian, detection rate, dan gender berbagai variasi

variabel dependen. Berikut hasil beberapa penelitian terdahulu yang

mendukung penelitian ini:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Religiusitas terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
. Penelitian
1. Dewi Sofha Persepsi Variabel Variabel Religiusitas
dan Zaky Etika independen: independen: berpengaruh
Machmudda Penggelapan Religiusitas Machiavelli terhadap persepsi
h (2019) Pajak: an dan etika
Pengaruh Variabel Detection penggelapan
Langsung dependen: Rate pajak.
dan Tidak Persepsi
Langsung Etika Variabel
Penggelapa moderasi:
n Pajak Gender
2. Alfiah Safitri Pengaruh Variabel Variabel Religiusitas
24

No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian


. Penelitian
(2018) Religiusitas independen: independen: berpengaruh
dan Religiusitas Machiavelli negatif dan
Detection dan Detection an signifikan
Rate Rate terhadap
terhadap Variabel penggelapan
Penggelapan moderasi: pajak.
Pajak Gender
3. Dewi Sofha Keterkaitan Variabel Variabel Religiusitas
dan Dwiarso Religiusitas. independen: independen: berpengaruh
Utomo Gender, Religiusitas Machiavelli terhadap persepsi
(2018) LOM dan an dan etika
Persepsi Variabel Detection penggelapan
Etika dependen: Rate Pajak.
Penggelapan Persepsi
Pajak Etika Variabel
Penggelapa moderasi:
n Pajak Gender
4. Dekeng Hubungan Variabel Variabel Religiusitas
Setyo antara independen: independen: berpengaruh
Budiarto, Religiusitas Religiusitas Detection signifikan
Yennisa, dan dan Rate terhadap tax
Fitri Machiavellia Machiavelli evasion.
Nurmalisa n dengan an Variabel
(2017) Tax Evasion: moderasi:
Riset Variabel Gender
berdasarkan Moderasi:
Perspektif Gender
Gender
Sumber : Data diolah 2021

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Machiavellian terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
. Penelitian
1. Muharsa Pengaruh Variabel Variabel Machiavellian
Farhan, Machiavellia independen: independen: tidak
Herlina n dan Love Machiavelli Religiusitas berpengaruh
Helmy, Of Money an dan terhadap persepsi
Mayar terhadap Detection etika
Afriyenti Persepsi Variabel Rate penggelapan
(2019) Etika dependen: pajak.
Penggelapan Persepsi Variabel
Pajak dengan Etika moderasi:
Religiusitas Penggelapa Gender
sebagai n Pajak
25

No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian


. Penelitian
variabel
moderasi
(Studi
Empiris Pada
Wajib Pajak
Di Kota
Padang)
2. Ni Putu Sri Pengaruh Variabel Variabel Machiavellian
Murtining Love Of independen: independen: berpengaruh
Asih, Money, Machiavelli Religiusitas negatif terhadap
Kadek Machiavellia an dan persepsi etika
Trisna n, dan Equity Detection penggelapan
Dwiyanti, Sensitivity Variabel Rate pajak.
(2019) Terhadap dependen:
Persepsi Persepsi Variabel
Etika Etika moderasi:
Penggelapan Penggelapa Gender
Pajak (Tax n Pajak
Evasion)
3. Dekeng Hubungan Variabel Variabel Machiavellian
Setyo antara independen: independen: tidak
Budiarto, Religiusitas Religiusitas Detection berpengaruh
Yennisa, dan dan Rate signifikan
Fitri Machiavellia Machiavelli terhadap tax
Nurmalisa n dengan an Variabel evasion.
(2017) Tax Evasion: moderasi:
Riset Variabel Gender
berdasarkan Moderasi:
Perspektif Gender
Gender
Sumber : Data diolah 2021

Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
Detection Rate terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
. Penelitian
1. Bella Tania Pengaruh Variabel Variabel Pengaruh positif
(2020) Money independen: independen: antara tingkat
Ethics dan Detection Religiusitas terdeteksinya
Detection Rate dan suatu kecurangan
Rate Machiavelli dengan dengan
terhadap Tax Variabel an persepsi atas
Evasion dependen: penggelapan
(Studi Kasus Penggelapa Variabel pajak.
pada Wajib n Pajak moderasi:
26

No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian


. Penelitian
Pajak Orang Gender
Pribadi yang
teradaftar di
KPP Pratama
Ilir Barat
Palembang)
2. Tri Antono Pengaruh Variabel Variabel Pengaruh positif
(2019) Detection independen: independen: antara tingkat
Rate, Religiusitas Machiavelli terdeteksinya
Religiusitas, dan an suatu kecurangan
dan Detection dengan dengan
Pemahaman Rate Variabel persepsi atas
Perpajakan moderasi: penggelapan
terhadap Variabel Gender pajak.
Persepsi dependen:
Penggelapan Persepsi
Pajak Etika
Penggelapa
n Pajak
3. Alfiah Safitri Pengaruh Variabel Variabel Religiusitas
(2018) Religiusitas independen: independen: berpengaruh
dan Religiusitas Machiavelli negatif dan
Detection dan Detection an signifikan
Rate Rate terhadap
terhadap Variabel penggelapan
Penggelapan Variabel moderasi: pajak.
Pajak dependen: Gender
Penggelapan
Pajak

Sumber : Data diolah 2021

Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
Gender terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak
No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
. Penelitian
1. Dewi Sofha Persepsi Variabel Variabel Gender
dan Zaky Etika independen: independen: berpengaruh
Machmudda Penggelapan Religiusitas Machiavelli terhadap persepsi
h (2019) Pajak: an dan etika
Pengaruh Variabel Detection penggelapan
Langsung dependen: Rate pajak.
dan Tidak Persepsi
Langsung Etika Variabel
Penggelapa moderasi:
27

No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian


. Penelitian
n Pajak Gender
2. Dewi Sofha Keterkaitan Variabel Variabel Gender
dan Dwiarso Religiusitas. independen: independen: berpengaruh
Utomo Gender, Religiusitas Machiavelli terhadap persepsi
(2018) LOM dan an dan etika
Persepsi Variabel Detection penggelapan
Etika dependen: Rate pajak.
Penggelapan Persepsi
Pajak Etika Variabel
Penggelapa moderasi:
n Pajak Gender
3. Dekeng Hubungan Variabel Variabel Religiusitas dan
Setyo antara independen: independen: machiavellian
Budiarto, Religiusitas Religiusitas Detection tidak terdapat
Yennisa, dan dan Rate perbedaan
Fitri Machiavellia Machiavelli berdasarkan
Nurmalisa n dengan an gender, namun
(2017) Tax Evasion: terdapat
Riset Variabel perbedaann
berdasarkan Moderasi: berdasarkan
Perspektif Gender gender pada
Gender variabel tax
evasion.
4. Ratih Love of Variabel Variabel Gender tidak
Yeltshinta, Money, independen: independen: memoderasi
Fuad (2013) Ethical Machiavelli Religiusitas hubungan antara
Reasoning, an dan love of money,
Machiavellia Detection ethical
n, Variabel Rate reasoning,
Questionable Moderasi: Machiavellian,
Actions : The Gender questionable
Impact on actions.
Accounting
Students
Ethical
Decision
Making by
Gender
Moderation
Sumber : Data diolah 2021
28

B. Kerangka Berpikir dan Hipotesis

1. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

H1
Religiusitas (X1)
H2 Persepsi Etika
Machiavellian (X2) Penggelapan Pajak (Y)
H3
Detection Rate (X3)

H7
H4 H5 H6

Gender (Z)

2. Hipotesis

a. Pengaruh Religiusitas terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak

Teori Atribusi dapat menentukan apa yang mereka lakukan dan

mengapa mereka melakukannya yang berkaitan dengan religiusitas.

Religiusitas merupakan bentuk kepercayaan kepada Tuhan dengan

tingkat keterikatan individu dalam mengekspresikan ajaran agama yang

dianutnya dengan mempraktikkannya kedalam kehidupan sehari-hari

(Dharma, Agusti dan Kurnia, 2016). Menurut Choiriyah dan Damayanti

(2020) individu yang memiliki religiusitas yang tinggi akan mampu

mengendalikan diri dan memberikan kontrol internal dalam penegakan

moral tentang perilaku penipuan pajak sehingga lebih mengutamakan

Tuhan dan menganggap uang bukanlah segalanya. Seseorang yang

terlihat memiliki religiusitas tinggi biasanya lebih dipercaya oleh orang


29

lain tetapi tidak selalu menjamin bahwa dirinya orang baik hal ini

mendorong banyak orang ingin terlihat religius tanpa sepenuhnya

mengerti akan ajaran agama dan komitmen dalam mematuhi berbagai

aturan yang ada (Nikara dan Mimba, 2019). Dapat dibuktikan dengan

kasus korupsi pengelolaan dana haji bahwa seseorang dengan religiusitas

tinggi tidak selalu berbuat etis.

Penelitian yang dilakukan Basri (2014) dan Boone dkk (2013)

yang menyimpulkan bahwa religiusitas dapat menjadi penentu signifikan

kecurangan pajak. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Dharma (2016) yang menunjukkan bahwa religiusitas tidak berpengaruh

pada penggelapan pajak. Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas

yang tinggi akan berfikir dua kali dalam melakukan tindakan tidak etis

seperti penggelapan pajak (Choiriyah dan Damayanti, 2020).

H1: Religiusitas berpengaruh terhadap Persepsi Etika Penggelapan

Pajak

b. Pengaruh Machiavellian terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak

Sifat machiavellian dapat dijelaskan dengan teori atribusi, biasanya

kebutuhan akan kekuasaan yang dapat menyebabkan seseorang

berperilaku machiavellian. Karena adanya dorongan motivasi kebutuhan

akan kekuasaan terlalu kuat, maka orang itu bisa melakukan perbuatan

yang curang, licik dan dusta demi mendapatkan kekuasaan dan pasti

akan mempertahankan kekuasaannya (Nikara dan Mimba, 2019).

Machiavellianisme dapat didefinisikan sebagai strategi perilaku sosial

yang melibatkan seseorang untuk memanipulasi orang lain demi


30

keuntungan pribadi dan sering bertentangan dengan kepentingan umum.

Richmond (2001) mendeskripsikan perilaku machiavellian adalah

perilaku tidak memiliki terkait hubungan secara personal, moral

konvensional yang diabaikan, dan rendahnya komitmen mengenai

ideologi. Perilaku machiavellian, sangat mudah melakukan manipulasi

terhadap orang lain dan tidak menghargai adanya individu lain.

Seorang akuntan penting dalam memiliki kualitas untuk menjaga

integritasnya dan tepatnya keputusan etis yang dapat dibuat. Strategi

perilaku sosial yang melibatkan seseorang untuk memanipulasi orang

lain demi keuntungan pribadi, dan sering bertentangan dengan

kepentingan umum (Budiarto dan Nurmalisa, 2018). Penelitian Ni Putu

(2019) menunjukkan bahwa semakin tinggi sifat machiavellian yang

dimiliki maka persepsi wajib pajak atas etika penggelapan pajak juga

semakin tinggi, dimana wajib pajak akan cenderung melakukan

penggelapan pajak yang dianggap etis karena kepribadiannya yang

cenderung mengabaikan moralitas demi keuntungan. Individu dengan

sifat machiavellian yang tinggi cenderung lebih sering berbohong

sehingga memiliki kemungkinan melakukan tindakan yang tidak etis

maka semakin rendah persepsi etisnya mengakibatkan mereka cenderung

untuk melakukan penggelapan pajak dirinya sendiri.

H2: Machiavellian berpengaruh terhadap Persepsi Etika

Penggelapan Pajak

c. Pengaruh Detection Rate terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak


31

Teori atribusi dapat menjelaskan bagaimana seseorang dapat

menginterpretasikan suatu penyebab atau motif perilaku individu yang

ditentukan oleh faktor internal atau eksternal. Hasil penelitian yang

dilakukan (Dharmayanti, 2017) menunjukan bahwa pemeriksaaan pajak

tidak berpengaruh terhadap penggelapan pajak, berbeda dengan

penelitian (Lambey dan Walandouw, 2017) menunjukan bahwa

pemeriksaan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penggelapan pajak.

Terdapat perbedaan antara detection rate yang lebih tinggi dan

yang lebih rendah terhadap keinginan untuk melakukan penggelapan

pajak. Dimana semakin tinggi tingkat terdeteksinya kecurangan pajak,

maka penggelapan pajak akan semakin berkurang (Safitri, 2018).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Antono (2019) terdapat

pengaruh positif antara tingkat terdeteksinya suatu kecurangan dengan

dengan persepsi atas penggelapan pajak. Dengan dilakukannya

pemeriksaan pajak yang tinggi, maka dapat mengurangi keinginan

seseorang untuk bertindak curang. Pemeriksaan yang dilakukan oleh

pihak fiskus dapat memberikan peluang bagi wajib pajak untuk bekerja

sama dengan petugas, karena adanya petugas yang mudah untuk disuap

dengan cara melakukan kompromi dan bekerja sama antara petugas

pajak dengan wajib pajak dengan imbalan tertentu. Sehingga kecurangan

yang dilakukan oleh wajib pajak akan sulit terdeteksi oleh pihak fiskus

(Mujiyati dkk, 2017)


32

H3: Detection Rate berpengaruh terhadap Persepsi Etika

Penggelapan Pajak

d. Pengaruh Gender memoderasi hubungan antara Religiusitas terhadap

Persepsi Etika Penggelapan Pajak

Jika seseorang memiliki keyakinan agama yang kuat akan

mempengaruhi peningkatan nilai-nilai etika dalam menjalankan

kehidupan dan perilaku setiap individu. Hal ini berkaitan dengan teori

atribusi yang dapat menentukan mengapa mereka memilih agama yang

dianut dan berperilaku yang berkaitan dengan religiusitas. Menurut

Sofha dan Machmuddah (2019) Religiusitas yang tinggi akan

menimbulkan persepsi positif sehingga individu sadar akan pentingnya

etika dan menghindari perilaku penggelapan pajak. Peneliti Basri (2015)

memperkirakan alasan perempuan lebih religius karena cenderung

menghabiskan waktu untuk tugas-tugas mereka menjadi seorang ibu

seperti mengasuh anak yang membuat mereka berperilaku untuk tidak

mengambil risiko. Perempuan cenderung untuk lebih terbuka mengenai

persoalan pribadi dan perempuan juga lebih mempunyai hubungan yang

erat pada perkumpulan di tempat ibadah disbanding laki-laki. Perempuan

lebih tergantung di pengalaman atau pengamatan yang merupakan dasar

dari kepercayaan. Studi yang dilakukan Rodney Stark (2002)

menyatakan laki-laki tidak alim dan tidak mempunyai kesadaran

terhadap hukum merupakan fakta karena lebih banyak pria dibandingkan

wanita mempunyai ketidakmampuan untuk menahan nafsu.


33

H4: Gender dapat memoderasi hubungan antara Religiusitas dengan

Persepsi Etika Penggelapan Pajak

e. Pengaruh Gender memoderasi hubungan antara Machiavellian terhadap

Persepsi Etika Penggelapan Pajak

Teori atribusi dapat menentukan apa yang menyebabkan seseorang

berperilaku machiavellian. Seorang machiavellian cenderung melakukan

segala cara demi mendapatkan kepentingan pribadi tanpa

memperhatikan perasaan, hak, dan kebutuhan orang lain. Sifat ini

biasanya berdampak pada perilaku tidak etis karena tujuan dari sifat ini

untuk kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan perasaan perasaan,

dan hak orang lain yang biasanya merugikan orang lain (Styarini dan

Nugrahani, 2020). Machiavellian memiliki kecenderungan ambisi dan

manipulasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhannya. Karena jika

seseorang memiliki tingkat Machiavellian yang tinggi maka ia akan

menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, meskipun

tidak sesuai dengan etika. Laki-laki lebih termotivasi untuk memenuhi

kebutuhannya, lebih berambisi untuk mendapatkan sesuatu untuk

mencapai apa yang diinginkannya sebagai posisi, gelar, atau otoritas.

Sebaliknya, wanita tidak terlalu bersemangat untuk mendapatkannya

(Yelshinta dan Fuad, 2013).

Berdasarkan pendekatan sosialisasi, perempuan dan laki-laki dalam

menilai dilema etika berbeda. Laki-laki lebih cenderung terlibat dalam

perilaku tidak etis karena mereka akan fokus pada kesuksesan kompetitif

dan akan lebih cenderung melanggar aturan mencapai kesuksesan


34

sehingga lebih cenderung menggunakan segala macam cara untuk

mencapai kesuksesan tersebut (Machiavellian) dan cenderung

menyetujui tindakan yang dipertanyakan. Sebaliknya, wanita lebih

berorientasi pada tugas, dan oleh karena itu lebih fokus pada pencapaian

tugas tanpa melanggar aturan. Oleh karena itu, berdasarkan jenis

kelamin yang dimoderasi tindakan dipertanyakan dari tingkat

Machiavellian, diharapkan laki-laki lebih cenderung setuju dengan

tindakan Machiavellian yang lebih dipertanyakan dibandingkan dengan

wanita (Yelshinta dan Fuad, 2013).

H5: Gender dapat memoderasi hubungan antara Machiavellian

dengan Persepsi Etika Penggelapan Pajak

f. Pengaruh Gender memoderasi hubungan antara Detection Rate terhadap

Persepsi Etika Penggelapan Pajak

Teori atribusi dapat menjelaskan bagaimana seseorang dapat

mempertimbangkan untuk melakukan penggelapan pajak jika

pemeriksaan pajak diperketat. Detection rate dapat meningkatkan etika

wajib pajak mengenai penggelapan pajak dan jika pemeriksaan pajak

dilakukan secara intensif ataupun dalam suatu periode yang teratur,

maka penggelapan pajak akan semakin kecil (Dharma, 2016).

Pendekatan gender, dimana perempuan dan laki-laki memiliki

kemampuan penalaran moral yang berbeda. Sikap penalaran moral itulah

yang mempengaruhi sikap bisnis dan interaksinya dengan orang-orang di

sekitarnya. Wanita lebih cenderung mendasarkan keputusan moral

mereka pada kewajiban mereka dan menghindari menyakiti orang lain,


35

karena pria lebih didasarkan pada keadilan (Yelshinta dan Fuad, 2013).

Dengan adanya kemungkinan terdeteksinya kecurangan yang dilakukan

wajib pajak dapat dideteksi oleh para pemeriksa pajak melalui

pemeriksaan pajak yang tinggi, maka kemungkinan dapat mengurangi

keinginan wajib pajak melakukan penggelapan pajak (Safitri, 2018).

H6: Gender dapat memoderasi hubungan antara Detection Rate

dengan Persepsi Etika Penggelapan Pajak

g. Pengaruh Gender memoderasi hubungan antara Religiusitas,

Machiavellian dan Detection Rate terhadap Persepsi Etika Penggelapan

Pajak

Teori atribusi pada variabel gender dapat menentukan mengapa

seseorang mengemukakan persepsi etis atau tidak etis terkait dengan

penggelapan pajak. Kepribadian yang buruk yang dimiliki oleh setiap

individu mendorongnya untuk berperilaku menyimpang dan melanggar

aturan serta tata cara perpajakan (Shofa, 2018). Dalam hal menyikapi

suatu perilaku penggelapan pajak maka laki-laki dan perempuan

mempunyai jawaban yang berbeda, dimana perempuan cenderung

menentang sikap yang ilegal daripada laki-laki (Nurachmi dan

Hidayatulloh, 2020). Keterkaitan antara teori atribusi dengan gender

digunakan untuk melihat pola pikir setiap individu baik laki-laki maupun

perempuan melalui pengalaman atau perilaku individu tersebut di masa

lalu. Setiap gender akan menghubungkan pengalaman atau perilakunya

di masa lalu dengan pola pikir yang dimiliki sehingga memunculkan

persepsi dan sikap yang berbeda pada setiap individu. Menurut Basri
36

(2015) Perempuan lebih berhati-hati dalam mengambil suatu tindakan

dan berusaha untuk menghindari risiko yang dapat merugikan dirinya

dalam jangka panjang.

Dalam kasus persepsi etika penggelapan pajak, laki-laki lebih

banyak ditemukan berperilaku menyimpang dan melanggar aturan serta

tata cara perpajakan (Shofa, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh

Wankhar dan Diana (2018) menunjukkan bahwa perempuan memiliki

tingkat keyakinan terhadap etika yang lebih baik daripada laki-laki,

sehingga kemungkinan perempuan melakukan tindakan yang tidak etis

lebih kecil daripada laki-laki. McGee dan Guo (2007) berpendapat

bahwa perempuan akan lebih menentang penggelapan pajak karena

memiliki rasa malu yang lebih tinggi daripada laki-laki. Ini terjadi

karena seorang laki-laki mempunyai banyak pertimbangan dalam

bertindak untuk menghindari risiko yang akan dialami. Hal ini

mengartikan bahwa laki-laki akan menggunakan pola pikirnya lebih

lama untuk memunculkan suatu persepsi dibandingkan dengan

perempuan (Shofa, 2018).

H7: Gender dapat memoderasi hubungan antara Religiusitas,

Machiavellian dan Detection Rate terhadap Persepsi Etika

Penggelapan Pajak
37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif, data yang diperoleh dari sumber asli

dengan metode survey yakni dengan menyebarkan kuisioner dan akan

dianalisis menggunakan metode statistik. Bertujuan untuk menguji suatu teori,

menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukkan

hubungan antara variabel dan bersifat mengembangkan konsep maupun

pemahaman (Sugiyono, 2018). Metode penelitian yang digunakan yaitu

metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang meneliti suatu

objek, kondisi, serta persepsi seseorang atas peristiwa pada masa sekarang

bertujuan untuk mendeskripsikan, menggambarkan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena

yang diselidiki.

B. Operasionalisasi Variabel

1. Persepsi Etika Penggelapan Pajak (Y)

Persepsi mengenai etika penggelapan pajak menggunakan

instrumen yang diteliti oleh McGee (2006) secara umum terdapat 3

pandangan dasar mengenai etika penggelapan pajak. Pertama pandangan

bahwa penggelapan pajak tidak etis, kedua penggelapan pajak kadang-

kadang etis, dan ketiga penggelapan pajak etis. Variabel dependen terdiri

dari 15 item pertanyaan diukur menggunakan skala likert 1 (sangat tidak

setuju) sampai 5 (sangat setuju).


38

2. Religiusitas (X1)

Religiusitas adalah tingkat keterikatan individu dalam

mengekspresikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dengan cara

mengintegrasikan berbagai dimensi keagamaan yang ada kedalam

kehidupan atau religiusitas merupakan suatu bentuk kepercayaan kepada

Tuhan (Dharma, 2016).

a. Religiusitas Intrinsik

Menurut Gordon Allport (1950), seseorang yang mempunyai

religiusitas intrinsik adalah orang yang menganggap agamanya sebagai

tujuan hidup (end in itself). Mereka cenderung lebih berkomitmen,

agama menjadi pengatur hidup mereka serta sebagai pusat pengalaman

pribadi. Religiusitas Intrinsik diukur menggunakan Religious

Orientation Scale (ROS) yang telah diteliti oleh Allport (1950).

Indikator yang digunakan adalah Personal, Unselfish, Relevansi

terhadap seluruh kehidupan, Kepenuhan terhadap penghayatan

keyakinan, Keteraturan penjagaan perkembangan iman, Asosiasional,

Ultimate. Skala yang digunakan untuk mengukur variabel religiusitas

intrinsik yaitu dengan skala likert lima poin yaitu 1 (sangat tidak

setuju) sampai 5 (sangat setuju).

b. Religiusitas Ekstrinsik

Menurut Allport (1950), seseorang yang mempunyai religiustas

ekstrinsik adalah orang yang menggunakan agamanya untuk mencapai

tujuan mereka sendiri seperti orang yang pergi ke tempat ibadah

dengan tujuan untuk dilihat orang atau sebagai status sosial.


39

Religiusitas ekstrinsik diukur menggunakan Religious Orientation

Scale (ROS) yang telah diteliti oleh Allport (1950). Indikator yang

digunakan adalah Institusional, Selfish, Kompartemental, Instrumental,

Komunal, Perhatian perkembangan iman yang bersifat periferal dan

kausal. Skala yang digunakan untuk mengukur variabel religiusitas

intrinsik yaitu dengan skala likert lima poin yaitu 1 (sangat tidak

setuju) sampai 5 (sangat setuju).

2. Machiavellian (X2)

Penelitian Ni Putu (2019) menunjukkan bahwa semakin tinggi sifat

machiavellian yang dimiliki maka persepsi wajib pajak atas etika

penggelapan pajak juga semakin tinggi, dimana wajib pajak akan

cenderung melakukan penggelapan pajak yang dianggap etis karena

kepribadiannya yang cenderung mengabaikan moralitas demi keuntungan.

Machaivellian diukur menggunakan 4 item pertanyaan dengan 2 indikator

yaitu tactics dan human nature (Tang & Chen, 2008). Sifat Machiavellian

diukur dengan skala likert lima poin yaitu 1 (sangat tidak setuju) sampai 5

(sangat setuju).

3. Detection Rate (X3)

Detection rate dapat meningkatkan etika wajib pajak mengenai

penggelapan pajak dan jika pemeriksaan pajak dilakukan secara intensif

ataupun dalam suatu periode yang teratur, maka penggelapan pajak akan

semakin kecil (Lasmia, 2015). Kemungkinan terdeteksinya kecurangan

pajak dapat ditemukan dengan melakukan pemeriksaan pajak. Indikator

yang giunakan adalah jangka waktu pemeriksaan, sikap pemeriksa, dan


40

perosedur pmeriksa. Detection Rate diukur dengan skala likert lima poin

yaitu 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju).

4. Gender (Z)

Dalam penelitian ini jenis kelamin yang dimaksud adalah laki –

laki dan perempuan. Tidak ada pengukuran yang spesifik dalam hal

penilaian jenis kelamin, pengukuran tersebut digunakan untuk mengetahui

apakah ada pengaruh yang berbeda terhadap religiusitas, Machiavellian,

dan detection rate dengan persepsi etika penggelapan pajak berdasarkan

perbedaan jenis kelamin (Hafidzah dkk, 2016). Gender merupakan

variabel Dummy dimana laki-laki dinyatakan dalam angka 1 dan

perempuan dinyatakan dalam angka 0.

Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Variabel Indikator Skala
Persepsi seseorang 1) Tingkat pajak
Persepsi mengenai penggelapan terlalu tinggi
Etika pajak dengan cara 3) Tingkat pajak
Penggelapan memberikan pandangan atas tidak terlalu tinggi
Pajak (Y) suatu peristiwa atau dan hak wajib
(McGee tindakan berkaitan dengan pajak
penggelapan pajak yang 5) Sistem pajak yang Likert
(2006),
(Isroah dkk, dipengaruhi dari faktor tidak adil
2016), dan eksternal dan faktor internal 7) Alokasi pajak
(Widjaja (Widjaja dkk, 2017). yang bijaksana
dkk, 2017). 9) Penggelapan
terkait politisi
Religiusitas adalah tingkat 1) Memperdalam
keterikatan individu dalam ilmu agama
Religusitas
mengekspresikan ajaran- 3) Mengimplementa
(X1)
ajaran agama yang sikan nilai-nilai
(Dharma,
dianutnya dengan cara agama
2016) dan
mengintegrasikan berbagai 5) Kepercayaan Likert
(Budiarto
dimensi keagamaan yang terhadap agama
dan
ada kedalam kehidupan atau yang diyakini
Nurmalisa,
religiusitas merupakan suatu 7) Membangun
2018).
bentuk kepercayaan kepada relasi dengan
Tuhan (Dharma, 2016). sesama
41

Variabel Definisi Variabel Indikator Skala


Machiavellian didasarkan 1) Kepercayaan
pada sikap negatif yang dalam melakukan
Machiavellia
muncul pada seseorang tindakan
n (X2)
dapat berupa keinginan 3) Adanya peluang
(Budiarto
melakukan manipulasi, tipu
dan
daya, tanpa rasa Likert
Nurmalisa,
kepercayaan, kehormatan,
2018) dan
kesopanan dan
(Ni Putu,
mementingkan diri sendiri
2019)
(Budiarto dan Nurmalisa
2018).
Detection Rate merupakan 1) Jangka waktu
serangkaian kegiatan pemeriksaan
mencari, mengumpulkan, 3) Sikap pemeriksa
Detection mengelola data dan atau 5) Prosedur
Rate (X3) keterangan lainnya untuk pemeriksaan
(Safitri, menguji kepatuhan
Likert
2018) dan pemenuhan kewajiban
(Ervana, perpajakan dalam rangka
2019) melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-
undangan perpajakan
(Safitri, 2018).
Gender (Z) Gender merupakan suatu 1) Laki-laki
(Mulyani, konsep analisis yang 3) Perempuan
2015), digunakan untuk
(Hafidzah mengidentifikasi perbedaan
dkk, 2016), laki-laki dan perempuan
Dummy
dan dilihat dari sudut non-
(Budiarto biologis, yaitu dari aspek
dan sosial, budaya, maupun
Nurmalisa, psikologis (Mulyani, 2015).
2018)
Sumber: data diolah (2021)

C. Sumber Data, Tempat dan Waktu Penelitian

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh dari responden menggunakan kuesioner dengan daftar pertanyaan

yang terstruktur bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang bagaimana

persepsi etika penggelapan pajak menurut individu masing - masing. Lokasi

penelitian dengan judul pengaruh religiusitas, machiavellian dan detection


42

rate terhadap persepsi etika penggelapan pajak dengan gender sebagai

variabel moderasi ini diambil di wilayah Jakarta Selatan. Waktu penelitian

dilakukan pada tanggal 12 Januari – 29 Januari 2021.

D. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2018) menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian disimpulkan.

Populasi dalam penelitian ini adalah orang pribadi yang melakukan pekerjaan

bebas di wilayah Jakarta Selatan. Alasan pemilihan subyek penelitian ini

karena orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas diharuskan untuk

menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya sendiri yang dapat

berpeluang melakukan kecurangan dalam kewajiban perpajakannya.

Sampel merupakan bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki

populasi untuk digunakan dalam penelitian. Metode pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah Non Probability sampling atau pengambilan

sampel dengan menggunakan sampling jenuh. Sampel jenuh digunakan karena

populasi sudah memenuhi kriteria yang diharapkan dan tidak ada kriteria

khusus sebagai pertimbangan sampel. Karena jumlah populasi tidak diketahui,

maka dalam penelitian ini menggunakan rumus Lemeshow (1997) untuk

menentukan jumlah sampel minimal yang diperlukan, adapun rumus tersebut

sebagai berikut:

n= Z2 x p (1 – p)
d2
Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan


43

Z = tingkat kepercayaan (95%)

p = maksimal estimasi (0,5)

d = limit dari eror atau persisi absolut (10%)

Berdasarkan rumus diatas, peneliti akan menentukan jumlah sampel sebagai

berikut:

0,6724
1,642 x 0,5 x 0,5
n= = = 67,24 ≈ 67
0,12 0,01
Berdasarkan pertimbangan dari perhitungan rumus di atas, untuk minimal

jumlah sampel adalah 67 responden. Maka peneliti akan mengambil 70

responden.

E. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

menggunakan kuisioner tertutup, yaitu kuisioner yang sudah disediakan

jawabannya. Peneliti memperoleh data secara langsung dari pihak pertama

dengan mengirimkan kuisioner kepada responden secara langsung sedangkan

data secara tidak langsung diperoleh melalui google.doc. Responden diminta

berpendapat dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Untuk pengukuran

variabel menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan tertutup, diukur

menggunakan skala Likert dari 1 sampai 5.

F. Metode Analisis Data

Analisis merupakan proses berkelanjutan dalam penelitian ini, dengan

analisis awal menginformasikan data yang kemudian pengumpulan data maka

langkah berikutnya yaitu menganalisis data yang telah diperoleh. Dengan

menguraikan keseluruhan menjadi komponen yang lebih kecil untuk

mengetahui komponen yang dominan, membandingkan antara komponen


44

yang satu dengan komponen lainnya, dan membandingkan salah satu atau

beberapa komponen dengan keseluruhan (Misbahuddin dan Hasan, 2013:32).

Alat analisis untuk pengelolaan data pada penelitian ini menggunakan

Software smartPLS 3.2.2.

Structural Equation Modelling (SEM) merupakan suatu metode yang

digunakan untuk menutup kelemahan yang terdapat pada metode regresi.

Menurut para ahli metode penelitian Structural Equation Modelling (SEM)

dikelompokkan menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan Covariance Based

SEM (CBSEM) dan Variance Based SEM atau Partial Least Square (PLS).

Partial Least Square merupakan metode analisis yang powerfull yang mana

dalam metode ini tidak didasarkan banyaknya asumsi. Pendekatan (Partial

Least Square) PLS adalah distribution free (tidak mengasumsikan data

tertentu, dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan rasio) (Ghozali,

2008:17). (Partial Least Square) PLS menggunakan metode bootstraping atau

penggandaan secara acak yang mana asumsi normalitas tidak akan menjadi

masalah bagi (Partial Least Square) PLS. Selain itu (Partial Least Square)

PLS tidak mensyaratkan jumlah minimum sampel yang akan digunakan

dalam penelitian, penelitian yang memiliki sampel kecil dapat tetap

menggunakan (Partial Least Square) PLS. Partial Least Square digolongkan

jenis non-parametrik oleh karena itu dalam permodelan PLS tidak diperlukan

data dengan distribusi normal (Husein, 2015:4).

Tujuan dari penggunaan (Partial Least Square) PLS yaitu untuk

memprediksi hubungan antar konstruk, selain itu untuk membantu peneliti

dalam penelitiannya untuk mendapatkan nilai variabel laten. Variabel laten


45

adalah linear agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk

menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana

inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan

outer model (model pengukuran yaitu hubungan antar indikator dengan

konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel

dependen (kedua variabel laten dan indikator) diminimumkan (Ghozali,

2008:19).

1. Pengujian Outer Model

Menurut Abdillah dan Jogiyanto (2015) outer model atau model

pengukuran menggambarkan hubungan antar indikator dengan variabel

latennys. Model ini secara spesifik menghubungkan antar variabel laten

dengan indikator-indikatornya atau dapat dikatakan bahwa outer model

mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel

lainnya. Uji yang dilakukan pada outer model yaitu:

a. Uji Validitas

Uji Validitas mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner,

dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner dapat mengungkapkan

sesuatu yang sedang diukur oleh kuesioner tersebut. Validitas untuk

menguji apakah pertanyaan dalam kuesioner yang telah dibuat dapat

mengukur apa yang akan peneliti ukur (Ghozali, 2018:52). Pengujian

validitas ada dua, yaitu:

1) Validitas Konvergen (Convergent Validity)

Validitas konvergen diukur berdasarkan loading factor dengan

menggunakan korelasi antara skor item atau skor komponen dengan


46

skor konstruk. Indikator dianggap valid jika memiliki nilai AVE

(Average Variance Extranced) diatas 0,5 atau memperlihatkan

seluruh outer loading dimensi variabel memiliki nilai loading > 0,5

sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran tersebut memenuhi

kriteria validitas konvergen (Ghozali, 2018:52). Nilai AVE

merupakan rata-rata presentase skor varian yang diekstraksi dari

seperangkat variabel laten yang diestimasi melalui loading

Standarized indikatornya dalam proses iterasi algoaritma dalam PLS.

2) Validitas Diskriminan (Discriminant Validity)

Validitas diskriminan merupakan konsep tambahan dengan dua

konsep yang berbeda dan harus menunjukkan perbedaan yang

memadai. Validitas diskriminan diukur dengan menggunakan

perbandingan antar loading dengan crossloading, jika nilai loading

suatu indikator lebih besar dari nilai crossloading maka indikator

tersebut memenuhi validitas diskriminasi. Kuesioner dapat dikatakan

valid diskriminan, jika akar AVE lebih besar dari koefisien korelasi

dengan variabel lainnya.

b. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indikator untuk mengukur sejauh mana

suatu kuesioner mampu mengukur setiap variabel secara konsisten yang

dapat dilihat pada view latent variable coefficients. Untuk mengevaluasi

composite reliability terdapat dua alat ukur yaitu internal consistency

dan cronbach’s alpha. Dalam pengukuran composite reliability apabila

nilai yang dicapai adalah > 0.70 maka dapat dikatakan bahwa konstruk
47

tersebut memiliki reliabilitas yang baik. Cronbach’s Alpha merupakan

uji reliabilitas yang dilakukan untuk memperkuat hasil dari composite

reliability. Variabel dapat dinyatakan reliabel apabila memiliki nilai

cronbach’s alpha > 0.60.

2. Pengujian Inner Model

Pengujian inner model merupakan model struktural untuk

memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten. Dalam

mengevaluasi struktur model pada penelitian ini digunakan Coefficient of

Determination (R2) dan Path Coefficient (β) untuk melihat dan

meyakinkan hubungan antara konstruk yang dibuat.

1. Coefficient of Determination (R2)

Koefisien determinasi pada konstruk disebut nilai R-square.

Model struktural (inner model) merupakan model struktural untuk

memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten. Goodness of fit

model diukur menggunakan R-square variabel laten dependen dengan

interpretasi yang sama dengan regresi Q-square predictive relevance

untuk model struktural, mengukur seberapa baik nilai observasi

dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square

lebih besar dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa model mempunyai nilai

predictive relevance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0 (nol)

memperlihatkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

Namun, jika hasil perhitungan memperlihatkan nilai Q-square lebih

dari 0 (nol), maka model layak dikatakan memiliki nilai prediktif yang

relevan (Ghozali, 2018:78).


48

2. Path Coefficient (β)

Merupakan nilai koefisien jalur atau besarnya hubungan atau

pengaruh konstruk laten, dilakukan dengan prosedur Bootstraping

Path Coefficients merupakan suatu metode penelitian yang digunakan

untuk menguji kekuatan hubungan langsung dan tidak langsung

diantara berbagai variabel (Ghozali, 2018:78).

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis digunakan untuk menjelaskan hubungan antara

variabel independen dan variabel dependennya. Teknik SEM dapat secara

simultan menguji model struktural yang komplek, maka dapat diketahui

hasil analisisnya dalam satu kali analisis regresi. Pengujian dilakukan

dengan t-test (p-value). Suatu hipotesis dapat diterima atau harus ditolak

dapat diukur melalui tingkat signifikasinya jika diperolah p-value ≤ 0,05

(alpha 5%) maka dapat dikatakan significant dan jika p-value ≤ 0,01

(alpha 1%) maka dapat dikatakan highly significant (Solimun dkk, 2017).
49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai Pengaruh Religiusitas,

Machiavellian dan Detection Rate terhadap Persepsi Etika Penggelapan

Pajak dengan Gender sebagai variabel moderasi.

a. Hasil Pengumpulan Data

Sampel yang ditentukan dalam penelitian ini menggunakan metode

non probability sampling dengan perhitungan menggunakan rumus

Lemeshow (1997) yang menghasilkan 70 kuesioner tersebar. Karena

jumlah populasi tidak diketahui maka penelitian ini menggunakan rumus

Lemeshow (1997) untuk menentukan jumlah sampel minimal yang

diperlukan, adapun rumus tersebut sebagai berikut:

n= Z2 x p (1 – p)
d2
Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

Z = tingkat kepercayaan (95%)

p = maksimal estimasi (0,5)

d = limit dari eror atau persisi absolut (10%)

Berdasarkan rumus diatas, menentukan jumlah sampel sebagai berikut:

0,6724
1,642 x 0,5 x 0,5
n= = = 67,24 ≈ 67
0,12 0,01
50

Berdasarkan pertimbangan dari perhitungan rumus di atas, untuk minimal

jumlah sampel adalah 67 responden. Maka peneliti akan mengambil 70

responden. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada orang pribadi

yang melakukan pekerjaan bebas di wilayah Jakarta Selatan. Adapun

daftar instansi yang menjadi objek penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 4.1
Daftar Instansi yang menjadi objek penelitian
No. Nama Instansi Alamat
Notaris Oktaviana Graha 415, Jl. Ciputat Raya No.47,
1. Kusuma Anggraini, RT.11/RW.5, Pd. Pinang, Kec. Kby.
SH.,M.Kn Lama, Jakarta Selatan.
Griya d'Ros, Jln KH Abdullah Syafe'i Jl.
Notaris Patricia
Tebet Utara Dalam No.1, RT.5/RW.1,
2. Bunandi Panggabean,
Tebet Timur, Kec. Tebet, Jakarta
SH
Selatan.
Jl. Jend. Sudirman No.47,
ITM & Partners
3. RT.5/RW.RW, Karet Semanggi, Kec.
Consulting
Setiabudi, Jakarta Selatan.
Gd. Imajaya No. 1D LT. 2, Jl. RS
4. SSP Consulting Fatmawati RT.7/RW.5, Cilandak Barat,
Kec. Cilandak, Jakarta Selatan.
Adwork MTH, Menara MTH Lt. GF,
5. SUHA Consulting Unit 2, Jl. Letjen M.T. Haryono No.Kav.
23, Tebet Timur, Jakarta Selatan 12820.
Jl. Raya Rw. Bambu No.17D,
KAP Bharata, Arifin,
6. RT.13/RW.5, Ps. Minggu, Kec. Ps.
Mumajad & Sayuti
Minggu, Jakarta Selatan.
Jl. Ciputat Raya No.14B, RT.6/RW.1,
7. KAP Ispiady & Dande Pd. Pinang, Kec. Kby. Lama, Jakarta
Selatan.
Pesanggrahan Office R.102, 108 dan
KAP Krisnawan
8. 111. Jl. Lebak Bulus III No 50 Cilandak
Nugroho & Fahmy
Barat, CIlandak, Jakarta Selatan.
Gd. Imajaya No. 1 LT. 3, Jl. RS
KAP Luqman &
9. Fatmawati RT.5/RW.8, Cilandak Barat,
Sarifuddin
Kec. Cilandak, Jakarta Selatan.
Sumber : Data diolah 2021

Responden dalam penelitian ini orang pribadi yang melakukan

pekerjaan bebas di wilayah Jakarta Selatan. Penyebaran kuesioner ini

dilakukan secara langsung dengan cara mendatangi instansi maupun


51

responden bersangkutan ataupun secara tidak langsung melalui email

dengan pengisian kuesioner via googleform. Berikut tabel tingkat

pengembalian kuesioner:

Tabel 4.2
Hasil Penyebaran dan pengembalian Kuesioner
No. Nama Instansi Disebar Dikembalikan Presentase
Notaris & PPAT
1. Oktaviana Kusuma 3 3 100%
Anggraini, SH.,M.Kn
Notaris & PPAT
2. Patricia Bunandi 4 4 100%
Panggabean, SH
ITM & Partners
3. 6 6 100%
Consulting

4. SSP Consulting 7 7 100%

5. SUHA Consulting 6 6 100%

KAP Bharata, Arifin,


6. 10 10 100%
Mumajad & Sayuti

7. KAP Ispiady & Dande 8 8 100%

KAP Krisnawan
8. 18 18 100%
Nugroho & Fahmy
KAP Luqman &
9. 8 8 100%
Sarifuddin

Total Kuisioner 70 70 100%


Sumber : Data diolah 2021

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner pada tabel 4.2 dapat

dijelaskan kuisioner yang dibagikan kepada responden sebanyak 70

kuesioner atau 100%. Maka dapat disimpulkan semua kuesioner yang

disebar semua kembali, sehingga kuesioner yang diolah sebanyak 70 atau

100%.
52

b. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari 4

karakteristik berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan jenis

pekerjaan. Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi responden dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3
Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Perempuan 38 54%
Laki-laki 32 46%
Total 70 100%
Sumber : Data diolah 2021

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah responden yang

paling banyak berpartisipasi dalam pengisian kuesioner adalah responden

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 38 responden atau 54% dan

sebanyak 32 responden atau 46% berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 4.4
Responden berdasarkan usia
Usia Jumlah Persentase
20-30 39 56%
31-40 22 31%
>40 9 13%
Total 70 100%
Sumber : Data diolah 2021

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa jumlah responden yang

paling banyak berpartisipasi mayoritas berusia antara 20 sampai dengan 30

tahun sebanyak 39 wajib pajak atau 56% berusia 20-30 tahun. Kemudian

sebanyak 22 wajib pajak atau 31% berusia 31-40 tahun dan sebanyak 9

wajib pajak atau 13% berusia > 40 tahun.

Tabel 4.5
Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
53

SMA 7 10%
Diploma 9 13%
S1 43 61%
S2 11 1%
Total 70 100%
Sumber : Data diolah 2021

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah responden yang

paling banyak berpartisipasi mayoritas memiliki latar belakang pendidikan

sarjana (S1) sebanyak 43 responden, diikuti dengan latar belakang

Magister (S2) sebanyak 11 responden, lalu responden dengan latar

belakang Diploma sebanyak 9 responden, dan terakhir dengan latar

belakang SMA sebanyak 7 responden.

Tabel 4.6
Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase
Akuntan Publik 44 63%
Konsultan Pajak 19 27%
Notaris 7 10%
Total 70 100%
Sumber : Data diolah 2021

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa akuntan publik yang

berpartisipasi sebanyak 44 responden dengan presentase sebesar 63%,

konsultan pajak sebanyak 19 responden dengan presentase sebesar 27%,

dan notaris sebanyak 7 responden dengan presentase sebesar 10%.

2. Hasil Uji Outer Model

Model pengukuran atau outer model menyangkut pengujian validitas

dan reliabilitas instrument penelitian. Beberapa pengujian validitas

kuesioner yang tersedia di dalam SmartPLS 3.2.2 sebagai berikut:


54

a. Validitas Konvergen

Validitas konvergen dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antar

skor indikator reflektif dengan skor variabel latennya atau nilai muatan

faktor (factor loading). Muatan faktor dapat dipandang bermakna jika

lebih besar sama dengan 0.5 dan muatan faktor dapat dikatakan signifikan

apabila p-value lebih kecil dari p<0.001 (Soliman dkk, 2017:162).

Dari hasil analisis uji convergent validity yang menggunakan outer

loadings menunjukkan bahwa semua indikator dalam penelitian ini

memiliki nilai loading factor > 0,50 sehingga dapat dikatakan telah

memenuhi. Dari hasil pengujian, analisis uji cross loading dapat

ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 4.7
Combined loading and cross-loading
Persepsi Etika Penggelapan Pajak
Indikator Y p-value Keterangan

Y1.1 0.806 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.2 0.832 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.3 0.812 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.4 0.854 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.5 0.872 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.6 0.881 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.7 0.895 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.8 0.894 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.9 0.858 <0.001 Valid dan signifikan

Y1.10 0.891 <0.001 Valid dan signifikan


Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021
55

Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat

pada tabel 4.7 persepsi etika penggelapan pajak. Nilai outer model dengan

variabel menunjukkan bahwa semua combined loading dan cross-loading

memiliki nilai di atas 0.50 sesuai dengan kriteria yang telah peneliti

tetapkan. Semua muatan faktor memiliki p-value kurang dari 0.001 yang

berarti dapat dikatakan signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tiap

indikator variabel persepsi etika penggelapan pajak (Y) valid dam

signifikan.

Tabel 4.8
Combined loading and cross-loading
Religiusitas
Indikator X1 p-value Keterangan

X1.3 0.711 <0.001 Valid dan signifikan

X1.4 0.803 <0.001 Valid dan signifikan

X1.5 0.716 <0.001 Valid dan signifikan

X1.6 0.629 <0.001 Valid dan signifikan

X1.7 0.784 <0.001 Valid dan signifikan


Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021

Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat

pada tabel 4.8 religiusitas. Setelah dilakukan eliminasi terhadap indikator

yang tidak valid menunjukkan nilai outer model semua combined loading

dan cross-loading berada di atas 0.50 sesuai dengan kriteria yang telah

peneliti tetapkan. Semua muatan faktor memiliki p-value kurang dari

0.001 yang berarti dapat dikatakan signifikan. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa tiap indikator variabel religiusitas (X1) valid dam signifikan.


56

Tabel 4.9
Combined loading and cross-loading
Machiavellian
Indikator X2 p-value Keterangan

X2.1 0.681 <0.001 Valid dan signifikan

X2.2 0.779 <0.001 Valid dan signifikan

X2.4 0.814 <0.001 Valid dan signifikan

X2.5 0.834 <0.001 Valid dan signifikan

X2.6 0.602 <0.001 Valid dan signifikan


Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021

Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat

pada tabel 4.9 machiavellian. Setelah dilakukan eliminasi terhadap

indikator yang tidak valid menunjukkan nilai outer model semua

combined loading dan cross-loading berada di atas 0.50 sesuai dengan

kriteria yang telah peneliti tetapkan. Semua muatan faktor memiliki p-

value kurang dari 0.001 yang berarti dapat dikatakan signifikan. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa tiap indikator variabel machiavellian (X2) valid

dam signifikan.

Tabel 4.10
Combined loading and cross-loading
Detection Rate
Indikator X3 p-value Keterangan

X3.2 0.834 <0.001 Valid dan signifikan

X3.3 0.654 <0.001 Valid dan signifikan

X3.4 0.856 <0.001 Valid dan signifikan

X3.5 0.719 <0.001 Valid dan signifikan

X3.6 0.637 <0.001 Valid dan signifikan


Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021
57

Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat

pada tabel 4.10 Detection Rate. Setelah dilakukan eliminasi terhadap

indikator yang tidak valid menunjukkan nilai outer model semua

combined loading dan cross-loading berada di atas 0.50 sesuai dengan

kriteria yang telah peneliti tetapkan. Semua muatan faktor memiliki p-

value kurang dari 0.001 yang berarti dapat dikatakan signifikan. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa tiap indikator variabel detection rate (X3) valid

dam signifikan.

Tabel 4.11
Combined loading and cross-loading
Gender
Indikator Z1 p-value Keterangan

Z1 1 <0.001 Valid dan signifikan


Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021

Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat

pada tabel 4.11 gender. Nilai outer model dengan variabel menunjukkan

bahwa semua combined loading dan cross-loading memiliki nilai di atas

0.50 sesuai dengan kriteria yang telah peneliti tetapkan. Semua muatan

faktor memiliki p-value kurang dari 0.001 yang berarti dapat dikatakan

signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tiap indikator variabel

gender (Z) valid dan signifikan.

b. Validitas Diskriminan

Menurut Solimun, dkk (2017) hasil analisis uji discriminant

validity diperoleh melalui dua tahap diantaranya dengan cross loading

serta menguji akar AVE dengan membandingkan korelasi antar latent

variabel. Validitas diskriminan diukur dengan menggunakan perbandingan


58

antar loading dengan crossloading, jika nilai loading suatu indikator lebih

besar dari nilai crossloading maka indikator tersebut memenuhi validitas

diskriminasi. Kuesioner dapat dikatakan valid diskriminan, jika akar AVE

lebih besar dari koefisien korelasi dengan variabel lainnya. Adapun nilai

AVE dan akar AVE dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.12
AVE dan Akar AVE
Variabel AVE Akar AVE
Religiusitas 0.615 0.78
Machiavellian 0.558 0.75
Detection Rate 0.556 0.75
Persepsi Etika Penggelapan Pajak 0.740 0.86
Gender 1.000 1
Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021

Berdasarkan data AVE dan akar AVE pada tabel 4.12 dapat

disimpulkan bahwa setiap variabel dalam penelitian ini memiliki nilai akar

AVE lebih dari 0.6 maka validitas diskriminannya telah terpenuhi.

Tabel 4.13
Correlations among l.vs. with sq. rts.of AVEs
Variabel DR G M PEPP R

Detection Rate 0.745 0.175 0.650 0.732 0.173

Gender 0.175 1.000 0.118 0.130 -0.101

Machiavellian 0.650 0.118 0.747 0.536 0.169

Persepsi Etika
0.732 0.130 0.536 0.860 0.276
Penggelapan Pajak

Religiusitas 0.173 -0.101 0.169 0.276 0.784


Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021
59

Hasil pengujian validitas diskriminan dapat dilihat pada tabel 4.13

dapat disimpulkan bahwa, untuk hasil variabel detection rate (X3)

memiliki akar AVE 0.745; korelasinya dengan variabel lain 0.175, 0.650,

0.732, dan 0.173 sehingga variabel detection rate (X3) memenuhi validitas

diskriminan, variabel gender (Z) memiliki akar AVE 1.000; korelasinya

dengan variabel lain 0.175, 0.118, 0.130, dan -0.101 sehingga variabel

gender (Z) memenuhi validitas diskriminan, variabel machiavellian (X2)

memiliki akar AVE 0.747; korelasinya dengan variabel lain 0.650, 0.118,

0.536, dan 0.169 sehingga variabel machiavellian (X2) memenuhi

validitas diskriminan, variabel persepsi etika penggelapan pajak (Y)

memiliki akar AVE 0.860; korelasinya dengan variabel lain 0.732, 0.130,

0.536, dan 0.276 sehingga variabel persepsi etika penggelapan pajak (Y)

memenuhi validitas diskriminan, dan variabel religiusitas (X1) memiliki

akar AVE 0.784; korelasinya dengan variabel lain 0.173, -0.101, 0.169,

dan 0.276 sehingga variabel religiusitas (X1) memenuhi validitas

diskriminan.

c. Reliabilitas

Reliabilitas dapat dilihat dari nilai composite reliability dan

cronbach’s alpha dari masing-masing konstruk, composite reliability

dapat terpenuhi jika lebih besar dari 0.70 dan cronbach’s alpha dapat

terpenuhi jika lebih besar dari 0.60 (Solimun dkk, 2017).


60

Tabel 4.14
Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha
Composite Cronbach’s
Variabel Keterangan
Reliability Alpha
Religiusitas 0.865 0.796 Reliabel

Machiavellian 0.862 0.811 Reliabel

Detection Rate 0.860 0.798 Reliabel


Persepsi Etika
0.966 0.961 Reliabel
Penggelapan Pajak
Gender 1 1 Reliabel
Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021

Berdasarkan tabel 4.13 diperoleh hasil composite reliability varibel

religiusitas (X1) sebesar 0.865, variabel machiavellian (X2) sebesar 0.862,

variabel detection rate (X3) sebesar 0.860, variabel persepsi etika

penggelapan pajak (Y) sebesar 0.966, dan variabel gender (Z) sebesar 1.

Dapat disimpulkan bahwa semua variabel yaitu, religiusitas (X1), variabel

machiavellian (X2), variabel detection rate (X3), variabel persepsi etika

penggelapan pajak (Y), dan variabel gender (Z) reliablel karena telah

memenuhi composite reliability di atas 0.70. Untuk cronbach’s alpha

varibel religiusitas (X1) sebesar 0.796, variabel machiavellian (X2)

sebesar 0.811, variabel detection rate (X3) sebesar 0.798, variabel persepsi

etika penggelapan pajak (Y) sebesar 0.961, dan variabel gender (Z)

sebesar 1. Dapat disimpulkan bahwa semua variabel yaitu, religiusitas

(X1), variabel machiavellian (X2), variabel detection rate (X3), variabel

persepsi etika penggelapan pajak (Y), dan variabel gender (Z) reliabel

karena telah memenuhi composite reliability di atas 0.60. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa keseluruhan variabel yaitu, religiusitas (X1), variabel


61

machiavellian (X2), variabel detection rate (X3), variabel persepsi etika

penggelapan pajak (Y), dan variabel gender (Z) reliabel dan telah

memenuhi composite reliability dan cronbach’s alpha.

3. Hasil Uji Inner Model

Inner model atau pengujian model struktural dapat dilihat dengan

menggunakan R-Square dan Path coefficient. Pengujian ini bertujuan untuk

melihat kemampuan model dalam menjelaskan variabel independennya serta

untuk melihat korelasi antar variabel disertai dengan nilai jalur dan tingkat

signifikansinya.

Koefisien determinasi pada konstruk disebut nilai R-square. Goodness

of fit model diukur menggunakan R-square variabel laten dependen dengan

interpretasi yang sama dengan regresi Q-square predictive relevance untuk

model struktural, mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh

model dan juga estimasi parameternya (Ghozali, 2018:78). Hasil uji inner

model dengan menggunakan bootstrapping ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 4.15
R-Square
Variabel R-square
Persepsi Etika Penggelapan Pajak 0.594
Gender
Religiusitas 0.078
Machiavellian 0.008
Detection Rate 0.468
Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021

Berdasarkan tabel 4.14 di atas, R-square menunjukkan nilai yang

moderat yaitu r-square persepsi etika penggelapan pajak sebesar 0.594 yang
62

menunjukkan bahwa hanya 59.4% persepsi etika penggelapan pajak

dipengaruhi oleh variabel gender, religiusitas, machiavellian, dan detection

rate. Sedangkan sisanya sebesar 40.6% persepsi etika penggelapan pajak

dipengaruhi variabel lain. Religiusitas sebesar 0.078 menunjukkan nilai

yang rendah hanya 7.8% religiusitas dipengaruhi oleh gender. Begitu juga

machiavellian menunjukkan nilai yang sangat rendah hanya sebesar 0.8%

dipengaruhi oleh gender. Sedangkan detection rate menunjukkan nilai yang

lebih besar yaitu 46.8%. Dari hasil pengolahan data pada tabel 4.14 dapat

disimpulkan bahwa hasil analisis penelitian ini memiliki model Goodness of

fit yang baik dan bersifat rule of thumb atau tidak berlaku secara kaku dan

mutlak sehingga dapat digunakan serta layak dikatakan memiliki nilai

prediktif yang relevan (Ghozali, 2018:78).

4. Hasil Uji Hipotesis

Nilai koefisien jalur atau besarnya hubungan atau pengaruh konstruk

laten, dilakukan dengan prosedur Bootstraping Path Coefficients merupakan

suatu metode penelitian yang digunakan untuk menguji kekuatan hubungan

langsung dan tidak langsung diantara berbagai variabel (Ghozali, 2018:78).

Adapun batas tingkat signifikansi adalah 5% dan t-statistics > 1,96 (2

tailed), dikatakan signifikan dan hipotesis dapat diterima.

Pengujian juga dilakukan dengan t-test (p-value). Suatu hipotesis dapat

diterima atau harus ditolak dapat diukur melalui tingkat signifikasinya jika

diperolah p-value ≤ 0,05 (alpha 5%) maka dapat dikatakan significant dan

jika p-value ≤ 0,01 (alpha 1%) maka dapat dikatakan highly significant

(Solimun dkk, 2017). Pengujian hipotesis ini dapat diukur dengan melihat
63

nilai t-statistics pada path coefficient yang ditampilkan pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 4.16
Path Coefficient
Original Sample Standard
T Statistic (| P
Variabel Sample Mean Deviation
O/STDEV|) Values
(O) (M) (STDEV)
Religiusitas ->
Persepsi Etika
0.190 0.189 0.094 2.011 0.045
Penggelapan
Pajak
Machiavellian ->
Persepsi Etika
0.077 0.094 0.115 0.669 0.504
Penggelapan
Pajak
Detection Rate ->
Persepsi Etika
0.598 0.606 0.117 5.124 0.000
Penggelapan
Pajak
Gender ->
Persepsi Etika
0.042 0.031 0.092 0.459 0.646
Penggelapan
Pajak
Gender*
Religiusitas ->
Persepsi Etika 0.140 0.136 0.091 1.531 0.126
Penggelapan
Pajak
Gender*
Machiavellian ->
Persepsi Etika -0.085 -0.074 0.130 0.655 0.513
Penggelapan
Pajak
Gender*
Detection Rate ->
Persepsi Etika -0.097 -0.094 0.140 0.695 0.488
Penggelapan
Pajak
Sumber : Output SmartPLSData diolah 2021

Berdasarkan tabel 4.15 diukur dengan melihat nilai t-statistics pada

path coefficient. Religiusitas terhadap persepsi etika penggelapan pajak

sebesar 2.001 lebih besar dari nilai t tabel 1.96 dan diperoleh p-value ≤ 0,05
64

maka dapat dikatakan significant serta hipotesis diterima. Machiavellian

terhadap persepsi etika penggelapan pajak sebesar 0.669 lebih kecil dari

nilai t tabel 1.96 dan diperoleh p-value 0.504 maka dapat dikatakan hipotesis

ditolak. Detection rate terhadap persepsi etika penggelapan pajak sebesar

5.124 lebih besar dari nilai t tabel 1.96 p-value ≤ 0,01 maka dapat dikatakan

highly significant dan hipotesis diterima. Gender memoderasi hubungan

antara religiusitas terhadap persepsi etika penggelapan pajak sebesar 1.531

lebih kecil dari nilai t tabel 1.96 dan diperoleh p-value 0.126 maka dapat

dikatakan hipotesis ditolak. Gender memoderasi hubungan antara

machiavellian terhadap persepsi etika penggelapan pajak sebesar 0.655

lebih kecil dari nilai t tabel 1.96 dan diperoleh p-value 0.513 maka dapat

dikatakan hipotesis ditolak. Gender memoderasi hubungan antara detection

rate terhadap persepsi etika penggelapan pajak sebesar 0.695 lebih kecil

dari nilai t tabel 1.96 dan diperoleh p-value 0.488 maka dapat dikatakan

hipotesis ditolak.

B. Pembahasan

1. Religiusitas berpengaruh terhadap persepsi etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar 2.001 dan p-

value 0.045, dapat diartikan bahwa religiusitas berpengaruh signifikan

terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Sofha dan Machmuddah (2019), hasilnya menunjukkan bahwa

religiusitas berpengaruh siginifikan terhadap persepsi etika penggelapan

pajak.
65

Hasil penelitian ini mendukung teori atribusi karena teori tersebut

menjelaskan apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukannya

yang berkaitan dengan religiusitas. Teori atribusi juga menyatakan sikap

wajib pajak dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal, sikap

religiusitas akan mendorong wajib pajak untuk tidak melakukan

penggelapan pajak. Maka dalam hal ini H1 diterima.

2. Machiavellian tidak berpengaruh terhadap persepsi etika penggelapan

pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar 0.669 dan p-

value 0.504, dapat diartikan bahwa machiavellian tidak berpengaruh

terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Penelitian ini sejalan dengan

Farhan dkk (2019), hasilnya menunjukkan bahwa machiavellian tidak

berpengaruh terhadap persepsi etika penggelapan pajak.

Hasil penelitian ini tidak mendukung teori atribusi yang menyatakan

bahwa biasanya kebutuhan akan kekuasaan yang dapat menyebabkan

seseorang berperilaku machiavellian. Disebabkan oleh faktor internal dan

eksternal karena adanya dorongan motivasi kebutuhan akan kekuasaan

terlalu kuat dari dalam diri wajib pajak untuk berbuat kecurangan. Maka

dalam hal ini H2 ditolak.

3. Detection Rate berpengaruh terhadap persepsi etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar 5.124 dan p-

value 0.000, dapat diartikan bahwa detection rate berpengaruh signifikan


66

terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Penelitian ini sejalan dengan

Tania (2020) serta Antono (2019), hasilnya menunjukkan bahwa detection

rate berpengaruh positif terhadap persepsi etika penggelapan pajak.

Hasil penelitian ini mendukung teori atribusi yang menjelaskan

bagaimana seseorang dapat menginterpretasikan suatu penyebab atau motif

perilaku individu yang ditentukan oleh faktor internal atau eksternal untuk

berbuat kecurangan. Dengan dilakukannya pemeriksaan pajak yang rutin

oleh pihak fiskus maka akan semakin kecil kemungkinan seseorang untuk

melakukan kecurangan dalam bidang perpajakan. Maka dalam hal ini H 3

diterima.

4. Gender memoderasi hubungan antara religiusitas terhadap persepsi

etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar 1.531 dan p-

value 0.126, dapat diartikan bahwa gender tidak dapat memoderasi pengaruh

religiusitas terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Penelitian ini sejalan

dengan Burdiarto dan Nurmalisa (2018). Keagamaan dan tingkat religiusitas

yang dimiliki seseorang berbeda-beda maka persepsi yang diberikan juga

berbeda. Hal ini akan menimbulkan kesenjangan dimana seseorang yang

memiliki tingkat religiusitas yang baik akan memberikan persepsi yang lebih

baik dan etis, tetapi seseorang dengan tingkat religiusitas yang rendah akan

memberikan respon seadanya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.

Hasil penelitian ini tidak didukung oleh teori atribusi yang dapat

menentukan untuk memilih agama masing-masing dan berperilaku


67

religiusitas yang ditentukan oleh faktor internal yaitu gender, maka

perbedaan gender baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki

pengaruh dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan kecurangan. Maka

dalam hal ini H4 ditolak.

5. Gender memoderasi hubungan antara machiavellian terhadap persepsi

etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar 0.655 dan p-

value 0.513, dapat diartikan bahwa gender tidak dapat memoderasi pengaruh

machiavellian terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Penelitian ini

sejalan dengan Budiarto dan Nurmalisa (2018) serta Yelshinta dan fuad

(2013). Hasil penelitian ini tidak mendukung teori atribusi yang dapat

menentukan apa yang menyebabkan seseorang berperilaku Machiavellian.

Seorang Machiavellian berdampak pada perilaku tidak etis karena tujuan

dari sifat ini untuk kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan perasaan

perasaan, dan hak orang lain yang biasanya merugikan orang lain.

Berdasarkan jenis kelamin yang dimoderasi tindakan dipertanyakan dari

tingkat Machiavellian, baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki

pengaruh dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan kecurangan. Maka

dalam hal ini H5 ditolak.

6. Gender memoderasi hubungan antara detection rate terhadap persepsi

etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar 0.695 dan p-


68

value 0.488, dapat diartikan bahwa bahwa gender tidak dapat memoderasi

pengaruh detection rate terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Hasil

penelitian ini tidak didukung oleh teori atribusi dapat menjelaskan

bagaimana seseorang dapat mempertimbangkan untuk melakukan

kecurangan pajak jika pemeriksaan pajak diperketat. Hal ini menunjukkan

dengan pendekatan gender, dimana perempuan dan laki-laki memiliki

kemampuan penalaran moral yang sama. Perbedaan gender baik laki-laki

maupun perempuan tidak memiliki pengaruh dalam diri seseorang untuk

melakukan tindakan kecurangan. Maka dalam hal ini H6 ditolak.

7. Gender memoderasi hubungan antara religiusitas, Machiavellian dan

detection rate terhadap persepsi etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar 0.459 dan p-

value 0.646 dan dari hasil pengujian H4, H5, H6 yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa gender tidak dapat memoderasi pengaruh religiusitas,

machiavellian dan detection rate terhadap persepsi etika penggelapan pajak.

Hal ini disebabkan syarat untuk terjadinya moderasi tidak terpenuhi. Hasil

penelitian ini tidak mendukung teori atribusi yang menyatakan bahwa

perilaku seseorang dapat disebabkan oleh faktor internal yaitu gender,

dimana perbedaan gender ini tidak dapat mempengaruhi seseorang untuk

melakukan tindakan kecurangan. Dalam hal menyikapi suatu perilaku

penggelapan pajak maka laki-laki dan perempuan mempunyai jawaban yang

sama. Maka dalam hal ini H7 ditolak.


69

C. Refleksi Tauhid

Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr atau

Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah yang artinya pungutan yang

ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak. Atau suatu ketika bisa disebut Al-

Kharaj, akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang

berkaitan dengan tanah secara khusus. Sedangkan para pemungutnya disebut

Shahibul Maks atau Al-Asysyar.

Ulama berbeda pendapat terkait apakah ada kewajiban kaum muslim

atas harta selain zakat. Mayoritas fuquha berpendapat bahwa zakat adalah

satu-satunya kewajiban kaum muslim atas harta. Barang siapa telah

menunaikan zahat, maka bersihlah hartanya dan bebaslah kewajibannya.

Diperbolehkan memungut pajak menurut para ulama, alasan utamanya

adalah untuk kemaslahatan umat, karena dana pemerintah tidak mencukupi

untuk membiayai berbagai “pengeluaran”, yang jika pengeluaran itu tidak

dibiayai, maka akan timbul kemudaratan. Sedangkan mencegah kemudaratan

juga suatu kewajiban. Adapun beberapa ayat untuk diperbolehkan pajak ialah

QS. At-Taubah ayat 41 dan QS. Al-Hujurat ayat 15 yang artinya:

“Barangsiapa kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau merasa

berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu dijalan Allah. Yang demikian

itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS: At-Taubah ayat 41)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang

yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasulnya, kemudian mereka tidak

ragu-ragu dan merak berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada

jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS: Al-Hujurat ayat 15)
70

Namun, kenyataan pajak dianggap sebagai beban oleh para wajib pajak

yang akan mengurangi pendapatan seseorang. Wajib pajak berpikir apabila

tidak ada kewajiban untuk membayar beban pajak, biaya yang dikeluarkan

untuk pajak dapat digunakan untuk kepeluan lainnya. Hal tersebut membuat

wajib pajak menghalalkan segala cara agar beban pajak mereka dapat

dikurangi, salah satu caranya yaitu melakukan penggelapan pajak.

Dalam makna kata penggelapan bisa didefinisikan atau dimaknai

sebagai korupsi, penyelewengan, dan lain-lain. Al-Quran sebagai kitab suci

umat islam sangat menentang, mengutuk bahkan mengharamkan tindak

korupsi, karena islam sangat menentang bentuk-bentuk perbutan dalam bentuk

penghianatan, penyelewengan, mengambil harta orang lain dengan cara tidak

benar serta segala sesuatu yang merugikan orang banyak. Perlu dicatat bahwa

Al-Quran hadir untuk memerintahkan amar ma’ruf nahi munkar. Tindak

korupsi, suap menyuap dan perbuatan yang merugikan orang lain adalah

perbuatan munkar yang harus dicegah dan diberantas. Berikut ayat-ayat Al-

Quran yang mencegah dan melarang perbuatan-perbuatan tersebut adalah:

1. QS Ali-Imran ayat 161, yang artinya:

“Tidak seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang,

maka pada hari kiamat ia akan dating membawa apa yang dikhianatkannya

itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tantang apa yang

mereka kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak

dianiaya.”

2. QS Al-Baqarah ayat 188, yang artinya:


71

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain

diantara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa

(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian

daripada harta benda orang lain itu (dengan jalan) berbuat dosa, padahal

kamu mengetahui.”

Dalam kita-kitab hadis, beberapa istilah yang sering diidentikkan tau

memiliki kedekatan arti dengan korupsi antara lain ghulul dan risywah. Ghulul

merupakan bentuk korupsi yang sangat popular dan istilah yang paling banyak

digunakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis-hadisnya terkait dengan perilaku

korupsi atau penggelapan harta publik. Semula ghulul merupakan istilah

khusus bagi penggelapan harta rampasan perang sebelum dibagikan secara

transparan. Definisi di atas menunjukkan bahwa ghulul terjadi pada

penggelapan harta rampasan perang. Hal ini ssejalan dengan makna Q.S Ali

Imran: 161 dan sejumlah hadis tentang ghulul.

Penggelapan (ghulul) biasanya dimotivasi oleh adanya sifat

keserakahan. Serakah dalam pajak yaitu dimana wajib pajak tidak mau

membayar pajaknya karena manusia memiliki sifat serakah, Ibnu Abas ra.

menerangkan:

“Bahwasanya Rasulullah bersabda: sekiranya anak Adam telah

mempunyai harta sepenuh satu alur, tentulah ia menginginkan untuk

mempunyai harta sebuah lagi sepertinya, dan tidak ada yang dapat memenuhi

mata anak Adam, melainkan tanah. Dan Allah menerima tobat orang yang

bertobat kepada-Nya.” (Al-Bukhari 81: 10; Muslim 12: 39; Al Lu’lu-u wal

Marjan 1: 251).
72

Manusia tidak akan merasa kenyang (cukup) dari harta benda dunia

sehingga dia meninggal. Orang yang dipelihara Allah sajalah yang tidak

bersifat tamak. Anak adam ditabiatkan mencintai harta dan berusaha mencari

dan memperolehnya. Hanya orang orang yang dipelihara Allah dan

ditaufikkan untuk mengatasi tabiat itu, itulah yang dipelihara.


73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan memperoleh bukti mengenai pengaruh

religiusitas, machiavellian dan detection rate terhadap pesepsi etika

penggelapan pajak dengan gender sebagai variabel moderasi. Adapun hasil

olah dan analisis data sebagai berikut:

1. Religiusitas berpengaruh signifikan terhadap persepsi etika penggelapan

pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar 2.001 dan

p-value 0.045, dapat diartikan bahwa religiusitas berpengaruh signifikan

terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Dapat disimpulkan bahwa

hipotesis satu (1) diterima. Hal ini juga mendukung hipotesis penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi religiusitas dalam diri

seseorang maka akan semakin kecil kemungkinan melakukan kecurangan

perpajakan karena lebih mengutamakan Tuhan dan menganggap uang

bukanlah segalanya. Bagi seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang

tinggi dapat menyebabkan etika yang lebih baik atau bermoral sehingga

berdampak pada penurunan tingkat penggelapan pajak.

2. Machiavellian tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi etika

penggelapan pajak
74

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode

resampling boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar

0.669 dan p-value 0.504, dapat diartikan bahwa machiavellian tidak

berpengaruh signifikan terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Dapat

disimpulkan bahwa hipotesis dua (2) ditolak. Hal ini dapat dilihat dari nilai

total effect dan P-value yang menunjukkan bahwa semakin tinggi sifat

machiavellian yang dimiliki seseorang maka persepsi wajib pajak atas etika

penggelapan pajak juga semakin tinggi, dimana wajib pajak akan

cenderung melakukan penggelapan pajak yang dianggap etis karena

kepribadiannya yang cenderung mengabaikan moralitas demi

keuntunganan.

3. Detection rate berpengaruh signifikan terhadap persepsi etika penggelapan

pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode

resampling boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar

5.124 dan p-value 0.000, dapat diartikan bahwa detection rate berpengaruh

positif dan signifikan terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Dapat

disimpulkan bahwa hipotesis tiga (3) diterima. Hal ini dapat dilihat dari

nilai total effect dan P-value yang menunjukkan bahwa dimana semakin

tinggi tingkat terdeteksinya kecurangan pajak, maka tingkat penggelapan

pajak akan semakin rendah. Seseorang akan cenderung menghindari

tindakan penggelapan pajak yang dianggapnya tidak etis.

4. Gender tidak memoderasi hubungan antara religiusitas terhadap persepsi

etika penggelapan pajak


75

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode

resampling boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar

1.531 dan p-value 0.126, dapat diartikan bahwa gender tidak dapat

memoderasi pengaruh religiusitas terhadap persepsi etika penggelapan

pajak. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis empat (4) ditolak. Hal ini dapat

dilihat dari nilai total effect dan P-value yang menunjukkan bahwa

perbedaan gender tidak memiliki pengaruh dalam diri seseorang yang

memiliki sikap religiusitas untuk melakukan kecurangan.

5. Gender tidak memoderasi hubungan antara machiavellian terhadap persepsi

etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode

resampling boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar

0.655 dan p-value 0.513, dapat diartikan bahwa gender tidak dapat

memoderasi pengaruh machiavellian terhadap persepsi etika penggelapan

pajak. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis lima (5) ditolak. Hal ini dapat

dilihat dari nilai total effect dan P-value yang menunjukkan bahwa

perbedaan gender tidak memiliki pengaruh dalam diri seseorang yang

memiliki sikap machiavellian untuk melakukan kecurangan.

6. Gender tidak memoderasi hubungan antara detection rate terhadap persepsi

etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode

resampling boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar

0.695 dan p-value 0.488, dapat diartikan bahwa bahwa gender tidak dapat

memoderasi pengaruh detection rate terhadap persepsi etika penggelapan


76

pajak. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis enam (6) ditolak. Hal ini dapat

dilihat dari nilai total effect dan P-value yang menunjukkan bahwa

perbedaan gender tidak memiliki pengaruh dalam diri seseorang yang

memiliki sikap religiusitas untuk melakukan kecurangan.

7. Gender tidak memoderasi hubungan antara religiusitas, machiavellian dan

detection rate terhadap persepsi etika penggelapan pajak

Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode

resampling boorstrap menunjukkan koefisien path (koefisien jalur) sebesar

0.459 dan p-value 0.646, dapat diartikan bahwa gender tidak dapat

memoderasi pengaruh religiusitas, machiavellian dan detection rate

terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Dapat disimpulkan bahwa

hipotesis tujuh (7) ditolak. Hal ini dapat dilihat dari nilai total effect dan P-

value yang menunjukkan bahwa perbedaan gender tidak memiliki pengaruh

dalam diri seseorang yang memiliki sikap religiusitas, machiavellian dan

detection rate untuk melakukan kecurangan.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

instansi perpajakan yaitu KPP Pratama di Jakarta Selatan, sehingga dapat

memberikan keadilan dalam pembuatan kebijakan perpajakan dan tidak

memberatkan beberapa pihak. Selain itu juga diharapkan agar pemerintah

dapat memberlakukan sistem perpajakan yang efektif dan efisien dalam

prosedurnya untuk memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya. Adapun wajib pajak diharapkan selalu berhati-hati dalam

mengatur urusan perpajakannya, agar tindakan yang wajib pajak perbuat tidak
77

digolongkan dalam penggelapan pajak. Sedangkan, kontribusi bagi

masyarakat agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan menghindari tindakan penggelapan pajak karena merupakan

tindakan yang tidak etis.

C. Keterbatasan

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki beberapa

kekurangan atau keterbatasa, diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya mengambil sampel di wilayah Jakarta Selatan,

sehingga belum dapat menggenalisir keadaan di wilayah lain termasuk

Indonesia secara keseluruhan.

2. Penelitian ini hanya menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan

data penelitian, bukan berupa hasil wawancara langsung atau observasi

lapangan bahkan masuk ke dalam proses saat responden melakukan

pembayaran pajak.

3. Pernyataan-pernyataan kuesioner dalam penelitian ini masih berupa

pernyataan tertutup, sehingga para responden tidak dapat menyalurkan

pendapat secara bebas sesuai dengan pemikiran responden.

D. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis

memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat, diantaranya

sebagai berikut:

1. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah atau mengganti variabel

independen dengan variabel lain serta mempertimbangkan variabel


78

moderasi lainnya yang dapat mempengaruhi hubungan religiusitas,

machiavellian dan detection rate terhadap persepsi etika penggelapan pajak.

2. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan kuesioner terbuka,

sehingga para responden dapat menyalurkan pendapat mereka secara bebas.

3. Peneliti selanjutnya diasarankan untuk mendapatkan data berupa

wawancara dari beberapa responden agar data yang didapatkan lebih nyata

dan bisa keluar dari pernyataan-pernyataan kuesioner yang mungkin tidak

menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.

4. Menambah waktu tahap pengumpulan data serta memperluas wilayah

penelitian agar diperoleh jumlah sampel yang lebih banyak dan lebih

mampu mewakili populasi sehingga hasilnya dapat lebih menggeneralisasi.

Anda mungkin juga menyukai