Anda di halaman 1dari 154

HUBUNGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

DENGAN KINERJA KEUANGAN - SEBUAH ANALISIS META

DISERTASI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Mencapai Gelar Doktor

oleh:

Nama: Golrida Karyawati P

NIM: 137020300112004

PROGRAM DOKTOR ILMU AKUNTANSI


PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
DISERTASI
HU BU NGAN COR P O RAT E SOCTAL RESPOTV S t Bt LIW (CS R)
DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBUAH ANALISIS META

Oleh :

GOLRIDA KARYAI'TIATI P.
1370203001 12004

Dipertahankan didepan penguji dan


dinyatakan memenuhi syarat kelulusan
Pada tanggal : 27 Desember 2018

Mengetahui,

Doktor llmu Akuntansi

409{0 2402121 001


LEMBAR IDENTITAS PROMOTOR DAN PENGUJI

Judul HUBU NGAN CORPO RATE SOC/AI RESPOA/S I BI LIW


(CSR} DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBUAH
ANALISIS META
Nama Mahasiswa GOLRIDA I(ARYAWATI P.
Program Studi ILMU AKUNTANSI

KOMISI PROMOTOR

Promotor Prof. Dr. Bambang Subroto, SE., MM., Ak., CA


Promotor I Prof. Dr. Sutrisno T, SE., M.Sl., Ak., CA
Promotor 2 Dr. Enrin Saraswati, Ak., CPUIA., CSRA., CA

TIM PENGUJI

Dosen Penguji { Prof. Eko Ganis S, SE., M.Com (Hons)., Ph.D


Dosen Penguji 2 NovalAdib, SE., M.Si., Ak., Ph.D.
Dosen Penguji 3 Yeney lllIrdya Pri hati n ingtias, SE., Ak., MSA., D BA.

Tanggal Yudisium 27 Desember 2018

a.n. Dekan
ram Studi Doktor llmu Akuntansi

man, SE., M.Si., DBA., SAS., Ak., CA


4091A2AA212 1 001
PERNYATAAN
ORISI NALITAS DISE RTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa


sepanjang pengetahuan saya, didalam naskah DISERTASI dengan
judul:

'HUBUNGAN CORPORATE SOCTAL RESpOlrStBtLtTy (cSR) DENGAN


KINERJA KEUANGAN SEBUAH ANALISIS META"

Tidak terdapat karya ilmiah yang pemah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam
naskah ini disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah DISERTASI ini dapat


dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia
DISERTASI ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya
peroleh (DOKTOR) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (UU NO. 20 Tahun
2003, Pasal 25 ayatZdan pasal 70)

Malang, 27 Desember 2018

Mahasiswa,

Nama : GOLRIDA KARYAWATI P.


NIM : 137020300112004
PS : DOKTOR ILMU AKUNTANSI
PPS FEB UB
RIWAYAT HIDUP

Golrida Karyawati P, merupakan anak ke-lima dari enam bersaudara yang dilahirkan dari
Ayah: Kartianus Purba dan Ibu: Sarianta Saragih, dan menikah dengan Jhon Marlin
Simamora. Pendidikan Sarjana Ekonomi Jurusan akuntansi ditempuh di Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utama, lulus tahun 1995. Lulus dari Pendidikan Magister Akuntansi
Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 2003.
Pendidikan Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya angkatan 2013 kelas UB Jakarta.
Pengalaman bekerja setelah lulus S1, di Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Insani, Kantor
Akuntan, dan beberapa perusahaan di Indonesia hingga tahun 1997, dan menjadi dosen
sejak 1997 hingga saat ini.

Malang, Desember 2018,

Golrida Karyawati P

137020300112004

v
Serenity Prayer
God, grant me the serenity to accept the things I can not
change; courage to change the things I can; and
wisdom to know the difference (Reinhold Niebuhr)

vi
Ucapan Terima Kasih

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat Nya disertasi yang berjudul
“Hubungan CSR Dengan Kinerja Keuangan - Sebuah Analisis Meta” ini dapat terselesaikan.
Semoga pencapaian ini dapat menjadi jalan untuk mengabdi kepada Nya lebih baik lagi.
Peneliti ingin berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan
bantuan hingga selesainya disertasi ini:

1. Penghargaan yang setinggi-tinggi nya Kepada Tim Promotor: Prof. Dr. Bambang Subroto,
SE., MM., Ak., CA., selaku Promotor, Prof. Dr. Sutrisno T, SE.,MSi.,Ak., CA selaku Ko-
Promotor 1, dan Dr. Erwin Saraswati, SE., M.Acc., Ak., CMA., CSRA., CA., selaku Ko-
Promotor 2. Kesulitan dan berbagai tantangan dalam penyusunan disertasi dapat peneliti
lalui dengan support yang sangat berarti dari Tim Promotor. Hormat kepada Prof.
Bambang Subroto yang selama proses bimbingan disertasi mengajarkan arti komitmen
dan kedisiplinan yang tinggi. Hormat kepada Prof. Sutrisno yang memiliki empati yang
sangat besar selama proses bimbingan namun tetap menjaga kualitas bimbingan yang
tinggi. Hormat kepada Dr. Erwin Saraswati yang sangat detail dalam proses bimbingan
namun memberikan solusi agar proses disertasi dapat lebih cepat.

2. Ucapan terima kasih juga peneliti haturkan kepada para penguji yang dengan
ketulusannya telah membuat disertasi ini menjadi jauh lebih baik yakni: Prof. Eko Ganis
Sukoharsono, Se., M.Com (Hons)., PhD., CSRA, Noval Adib, SE, MSi, Ak, PhD, dan
Yeney Widya Prihatiningtias, SE, MSA, PhD, AK, CA.

3. Ucapan terima kasih kepada Kepala Program Doktor Ilmu Akuntansi Universitas
Brawijaya yang telah memberikan dukungan sejak peneliti pertama sekali diterima di
Universitas tersebut hingga menyelesaikannya, yakni: Prof. Iwan Triyuwono, SE., MEc.,
Ak. PhD; Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE, MSI, AK; Dr. Erwin Saraswati SE, MAcc., AK.,
CMA., CSRA; dan Dr. Aulia Fuad Rahman, SE., MSi., AK.

4. Terima kasih kepada para Dosen Program Doktor Ilmu Akuntansi yang telah memberikan
ilmu, motivasi dan dukungan selama peneliti menempuh proses pendidikan di Program
Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya.

5. Terima kasih kepada teman-teman PDIA Jakarta angkatan 2013 yang bersama-sama
mengalami suka duka dalam menempuh pendidikan jarak jauh, yakni: Bu Erna Lovita, Bu

vii
Nursanita, Bu Sovia, Bu Dahlifa, Bu Uun Sunarsih, Bu Rimi Gusliana, Bu Deasy, Pak
Hasbih Saleh, Pak Mulyani, Pak Adrian , dan Pak Maruli Tampubolon

6. Terima kasih kepada teman-teman Program Doktor Ilmu Akuntansi di Malang yang
sangat kooperatif. Secara khusus peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arum
Prastiwi, Ibu Ida Ayu, Bapak Zulkamim Salampessy, Bunda Darti, dan teman-teman
lainnya yang banyak membantu akibat keterbatasan waktu dan jarak yang dialami
peneliti..

7. Terima kasih kepada Dr. Cevdet Kizil yang telah bersedia memberi tanggapan mengenai
kelayakan publikasi artikel dari disertasi ini sebelum submission pada “Emerging Market
Journal “ dilakukan.

8. Terima kasih kepada Prof. Prem L Joshi, yang banyak memberi masukan mengenai
publikasi bagian dari disertasi ini

9. Terima kasih dan syukur kepada suami, Jhon Marlin Simamora, atas pengorbanan
selama peneliti menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya Malang hingga proses
penyelesaian disertasi ini.

Peneliti mempersembahkan disertasi ini kepada kedua orang tua yang telah berada di
surga, Bapak Kartianus Purba yang telah mengajarkan arti harga diri dan kejujuran, dan Ibu
Sarianta Saragih yang mengajarkan kesabaran dan ketekunan. Mengenang hari-hari
kebersamaan dengan kedua orang tua mengingatkan peneliti bahwa hidup haruslah
berbuah. Semoga disertasi ini juga dapat memotivasi adik tercinta, Alek Ansawarman Purba
dalam perjuangannya menaklukan segala tantangan dan rintangan kehidupan.

viii
ABSTRAK

Golrida Karyawati, P. Program Doktor Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas


Brawijaya. Hubungan Corporate Social Responsibility dengan Kinerja Keuangan – Sebuah
Analisis Meta. Promotor: Bambang Subroto. Co-Promotor: Sutrisno T., Erwin Saraswati.

Penelitian ini berargumentasi bahwa inkonsistensi hasil peneltian terdahulu mengenai


hubungan CSR dan kinerja keuangan adalah disebabkan kompleksitas hubungan CSR dan
kinerja keuangan. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan gambaran hubungan CSR dan
kinerja keuangan yang komprehensif, variabel-variabel penyebab kompleksitas hubungan
tersebut harus turut dianalisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kompleksitas
hubungan CSR dan kinerja keuangan dengan mengintegrasikan 55 studi terdahulu
menggunakan Analisis Meta. Koefisien korelasi digunakan sebagai effect size mengukur
kekuatan hubungan CSR dan kinerja keuangan. Hasil Analisis Meta membuktikan bahwa
CSR berhubungan positif dengan kinerja keuangan dalam segala konteks studi. Hasil
analisis lebih lanjut menunjukan bahwa hubungan CSR dengan kinerja keuangan adalah
sangat heterogen. Hasil analisis ini membuktikan eksistensi variabel-variabel pemoderasi
dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan, yakni: karakteristik negara, dimensi dan
bentuk CSR, keragaman pengukuran CSR, dan keragaman pengukuran kinerja keuangan.

Kata kunci: corporate social responsibility, kinerja keuangan, karakteristik negara, dimensi
dan bentuk CSR, keragaman pengukuran

ix
ABSTRACT

Golrida. Karyawati P, Doctoral Program in Accounting, Faculty of Economics and Business,


Brawijaya University. The Relationship between Corporate Social Responsibility and
Financial Performance – A Meta-Analysis. Promoter: Bambang Subroto. Co-Promoters:
Sutrisno T., Erwin Saraswati.

This research argues that inconsistency on the results of previous studies on the relationship
between CSR and financial performance is caused by the complexity of the relationship.
Therefore, to gain a comprehensive description on the relationship between CSR and
financial performance, the cause of the complexity of such relationship must also be
analyzed. This study aims to disclose the relationship between CSR and financial
performance by integrating 55 previous studies using meta-analysis method. A correlation
coefficient was used as the effect size in measuring the strength of the relationship between
CSR and financial performance. The result of the meta-analysis proves that CSR and
financial performance are positively related across a wide variety of context. Further analysis
shows that the relationship is very heterogeneous. It reveals the existence of moderating
variables in the relationship between CSR and financial performance; they are country’s
characteristic, form and dimension of CSR, CSR measurement variation, and financial
performance measurement variation.

Keywords: corporate social responsibility, financial performance, country characteristic, form


and dimension of CSR, measurement variation

x
Kata Pengantar

Disertasi yang berjudul “Hubungan CSR Dengan Kinerja Keuangan - Sebuah


Analisis Meta” ini merupakan sebuah penelitian yang menggunakan Analisis Meta untuk
menganalisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Oleh karena penelitian-penelitian
mengenai hubungan CSR dan kinerja keuangan telah banyak dilakukan namun
menghasilkan temuan yang inkonsisten, analisis meta yang digunakan dalam penelitian ini
diharapkan dapat memberikan hasil yang robust untuk dapat dijadikan rujukan teoritis
mengenai hubungan CSR dan kinerja keuangan.

Penelitian ini menggunakan tiga Grand Theory secara bersamaan yakni Teori
Stakeholder, Teori Legitimasi, dan Teori Neo Institusional dalam meninjau hubungan CSR
dan kinerja keuangan untuk mendapatkan gambaran hubungan CSR dan kinerja keuangan
yang komprehensif. Penelitian ini memiliki kebaharuan yakni mengungkapkan keniscayaan
kompleksitas hubungan CSR dan kinerja keuangan dan memberikan argumentasi yang logis
bahwa metode Analisis Meta merupakan metode yang terbaik jika tujuan penelitian ingin
mengungkapkan hubungan yang CSR dan kinerja keuangan secara komprehensif.

Penulis menyadari ketidak sempurnaan dari penelitian ini. Penulis mengucapkan


terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian
penelitian ini.

Malang, Desember 2018

Golrida Karyawati P

137020300112004

xi
DAFTAR ISI

isi

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI iv

RIWAYAT HIDUP v

UCAPAN TERIMA KASIH vii

ABSTRAK ix

KATA PENGANTAR xi

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang Penelitian 1

1.2. Motivasi Penelitian 6


1.3. Rumusan Masalah 7

1.4. Tujuan Penelitian 8

1.5. Kontribusi Penelitian 8

1.5.1. Kontribusi Teoritis 8

1.5.2. Kontribusi Kebijakan 9


1.5.3. Kontribusi Praktis 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11

2.1. Konsep Tanggung Jawab Sosial 11

2.2. Teori Stakeholder 14

2.3. Teori Legitimasi 18


2.4. Teori Neo-Institusional 21

2.5 Teori Neo-Institusional dan CSR 23

2.6. Praktik CSR di Negara Maju dan Negara Berkembang 25

xii
2.7. Keragaman Dimensi dan Bentuk CSR 28

2.8. Keragaman Pengukuran CSR 30


BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 33

3.1. Kerangka Pemikiran 33

3.2. Pengembangan Hipotesis 34

3.2.1. Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan 34

3.2.2. Karakteristik Negara Pemoderasi Hubungan CSR dan Kinerja 37


Keuangan

3.2.3. Dimensi dan Bentuk CSR Pemoderasi Hubungan CSR dan 40


Kinerja Keuangan

3.2.4. Keragaman Pengukuran Pemoderasi Hubungan CSR dan 43


Kinerja Keuangan

3.2.4.1. Keragaman Pengukuran CSR 43

3.2.4.2. Keragaman Pengukuran Kinerja Keuangan 45

BAB IV METODE PENELITIAN 47

4.1 Analisis Meta 47

4.2 Analisis Meta Dalam Akuntansi 50


4.3. Pendekatan Penelitian 51

4.4. Objek dan Sampel Penelitian 52

4.5. Variabel Penelitian 53

4.6. Penyaringan Sampel 57

4.7. Analisis Data 59


Bab V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 64

5.1. Deskripsi Sampel 64

5.2. Pengukuran Kinerja Keuangan 65

5.3. Pengukuran CSR 67

5.4. Hasil Analisis Meta 68


5.4.1. Analisis Meta Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan secara 68
Aggregate

5.4.1.1.Deskripsi Korelasi Studi Terdahulu 68

5.4.1.2 Hasil Pengujian Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan 69

xiii
5.4.2. Pengujian Variabel Pemoderasi 71

5.4.2.1. Analisis Sub-group - Karakteristik Negara 71


. 5.4.2.2. Analisis Sub-group - Bentuk dan dimensi CSR 73

5.4.2.3. Analisis Sub-group - Pengukuran CSR 78

5.4.2.4. Analisis Sub-group - Pengukuran Kinerja Keuangan 82

5. 5. Pembahasan 84

BAB VI PENUTUP 94

6. 1. Kesimpulan 94

6. 2. Implikasi Penelitian 95

6.2.1. Implikasi Teori 95

. 6.2.2. Implikasi Kebijakan 96

. 6.2.3. Implikasi Praktik 97


6. 3. Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Selanjutnya 97

DAFTAR PUSTAKA 100

DAFTAR LAMPIRAN 116

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Negara Maju dan Negara Berkembang 27

Tabel 5.1 Analisis Menyeluruh Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan 70

Tabel 5.2 Analisis Variabel Pemoderasi Karakteristik Negara 73

Tabel 5.3 Bentuk dan dimensi CSR 76

Tabel 5.4. Kecenderungan Bentuk CSR-Negara Maju 77

Tabel 5.5. Kecenderungan Bentuk CSR - Negara Berkembang 79


Tabel 5.6 Analisis Variabel Pemoderasi – Pengukuran CSR 81

Tabel 5.7 Pengukuran Kinerja Keuangan 83

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran 34

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Sampel 116

Lampiran 2 Strategi Pengukuran Kinerja Keuangan 126

Lampiran 3 Strategi Pengukuran CSR 129

Lampiran 4 Bentuk dan Dimensi CSR 133

Lampiran 5 Daftar Koefisien Korelasi Studi Terdahulu 135

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sistem pengukuran kinerja dewasa ini semakin berperan penting dalam menyajikan

informasi mengenai kinerja perusahaan. Sistem dan strategi pengukuran kinerja dapat

meningkatkan kinerja perusahaan (Gomes et al., 2010; Ittner et al.,1998; Ittner et al., 2003).

Oleh sebab itu, sistem dan strategi pengukuran kinerja merupakan salah satu isu yang

penting untuk dianalisis.

Pengukuran kinerja didasarkan hanya pada kinerja keuangan kurang memberikan

informasi yang andal mengenai kinerja perusahaan, karena bersifat subjektif (Krishnan et

al., 2005; Ittner et al., 2003), cenderung berorientasi jangka pendek, serta dipengaruhi oleh

regulasi akuntansi, khususnya accrual basis (Krishnan et al., 2005) yang memberikan

fleksibiltas penyajian. Pengukuran kinerja keuangan dengan ukuran pasar tidak dapat

menghindari bias persepsi khususnya dalam kondisi informasi pasar yang asimetris (Kelana

& Wijaya, 2008). Oleh sebab itu, diperlukan sistem pengukuran kinerja non keuangan.

Isu sistem dan pengukuran kinerja semakin penting dalam kondisi lingkungan yang

dinamis. Perubahan lingkungan yang semakin menunjukkan ketidakpastian menyebabkan

konsep kinerja perusahaan mengalami re-orientasi kepada konsep-konsep sustainability

yang bersifat jangka panjang. Kinerja keuangan yang bersifat jangka pendek dapat

mengancam kehidupan perusahaan dikemudian hari, karena itu kebijakan-kebijakan

perusahaan harus diarahkan pada sustainability. Saat ini terdapat fenomena dan kejadian

bahwa perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi prinsip sustainability tidak

menghasilkan kinerja keuangan yang baik (Gray, 2010). CSR merupakan salah satu strategi

untuk pencapaian sustainability perusahaan (Kolk & Tulder, 2010).

1
Isu tanggung jawab sosial perusahaan mulai menarik perhatian dunia seiring dengan

terungkapnya berbagai tindakan perusahaan yang merugikan bahkan mengancam jiwa

masyarakat luas. Kisah keberanian Erin Brokovich, seorang aktivis lingkungan melawan

perusahaan Pacific Gas and Electric (PG&E) di California Amerika pada tahun 1993

mengenai isu pencemaran lingkungan, telah membuka mata masyarakat dunia atas

terabaikannya tanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungan disekitar perusahaan

yang terkena dampak operasi perusahaan. Masalah tanggung jawab sosial juga dialami

oleh Sinarmas Pulp and Paper (Greenpeace, 2010), sebuah perusahaan nasional. Sekitar

tahun 2010 Nestle yang merupakan pelanggan utama Sinar Mas Pulp and Paper

memutuskan kontrak pembelian Kit Kat secara sepihak atas desakan Greenpeace, yang

mengklaim bahwa produk yang dihasilkan Sinarmas berasal dari penebangan hutan secara

besar-besaran tanpa usaha pelestarian hutan.

Kasus Sinarmas Pulp and Paper menunjukkan posisi stakeholder yang semakin kuat.

Stakeholder bukan saja merupakan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan

perusahaan seperti pemilik, kreditur, karyawan, melainkan pihak-pihak yang tidak

berhubungan langsung dengan perusahaan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

bahkan aktivis seperti Erin Brokovich, dan lainnya. Pihak-pihak yang tidak berhubungan

langsung dengan perusahaan juga turut mempengaruhi jalannya perusahaan. Perusahaan

tidak dapat melepaskan diri dari para stakeholder nya (Freeman,1984). Pada sisi lain,

perusahaan yang memiliki image yang baik dari stakeholder mendapat keuntungan,

sebagaimana yang dialami perusahaan The Body Shop International, sebuah perusahaan

yang menghasilkan produk kecantikan. Sejak awal berdirinya The Body Shop telah

mengkampanyekan kepeduliannya terhadap lingkungan dengan kampanye “Forever Against

Animal Testing” . Kampanye tersebut telah berhasil menarik perhatian stakeholder. Image

peduli lingkungan telah membuat The Body shop mendapat positioning ramah lingkungan

yang kuat di mata stakeholder (The Body Shop, 2015), dan positioning yang positif tersebut

telah membuat perusahaan berkembang pesat.


2
Teori Stakeholder Instrumental memberikan dasar yang menjelaskan implikasi kinerja

keuangan dari berbagai kegiatan CSR (Barnet & Salomon, 2006; Brammer & Millington,

2008). Implikasi atas kinerja keuangan diperoleh melalui penciptaan, dan peningkatan akses

atas sumber daya yang dibutuhkan perusahaan. Teori legitimasi (Suchman,1995)

memandang CSR sebagai upaya dan bahkan strategi perusahaan untuk mendapatkan

approval dari hubungannya dengan stakeholder (Kaplan & Ruland, 1991). Dengan legitimasi

yang baik, perusahaan terhindar dari tekanan atas kelangsungan hidupnya (Sethi, 1979)

dan kemudahan mendapatkan kontrak-kontrak yang menguntungkan perusahaan.

Penelitian terdahulu menemukan bukti bahwa CSR meningkatkan kinerja keuangan

(Wang et al., 2011; Jo & Harjoto, 2011; Mishra & Suar, 2010; Cheung et al., 2010; Rettab et

al., 2009; sayekti & Wondabio, 2007; Sembiring, 2005; Goll & Rasheed, 2004; Billings, 1999;

McGuire et al., 1988; Cowen et al., 1987). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

hubungan antara CSR dan kinerja keuangan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Goll &

Rasheed, 2004). Dalam lingkungan yang lebih dinamis kebijakan CSR dapat meningkatkan

kinerja keuangan, dan sebaliknya dalam lingkungan yang cenderung statis CSR tidak

meningkatkan kinerja keuangan. Analisis kebijakan CSR dan kinerja keuangan secara detail

pada berbagai dimensi CSR seperti dimensi karyawan, pelanggan, investor, masyarakat,

lingkungan alam, dan suplier, mengindikasikan hubungan yang positif antara CSR dengan

kinerja keuangan perusahaan (Mishra & Suar, 2010).

Sebaliknya beberapa peneliti menemukan inkonsistensi hubungan CSR dan kinerja

keuangan perusahaan (Aupperle et al., 1985; McGuire et al.,1988; McWilliam & Siegel,

2000; Seifert et al., 2003; Brammer et al., 2006; Mehar & Rahat, 2007; Chih et al.,2010).

Bukti-bukti empiris dari penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa hubungan CSR dan

kinerja keuangan tidak linier. Brammer & Millington (2008) menemukan bahwa hubungan

CSR dengan kinerja keuangan bervariasi menurut intensitas pengungkapan CSR

perusahaan. Pada level yang sangat rendah dan dan sangat tinggi pengungkapan CSR

3
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Pada level yang sangat rendah pengungkapan

CSR meningkatkan kinerja jangka pendek, dan pada level yang sangat tinggi pengungkapan

CSR meningkatkan kinerja keuangan jangka panjang.

Menguji hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada dasarnya sarat akan berbagai

keterbatasan, seperti keterbatasan prosedur dan metodologi (Aupperle et al., 1985; Griffin &

Mahon, 1997) yang menyebakan riset-riset mengenai hubungan CSR dengan kinerja

keuangan tidak sempurna (Macdonald & Maher, 2013). Penyebab utamanya adalah

karakteristik alamiah (nature) CSR yang sangat kompleks dan kontekstual (Valiente et al.,

2012; Hutchins & Sutherland, 2008; Jamali & Mirshak, 2007; Mehar & Rahat, 2007;

Waddock & Graves, 1997). Secara harafiah CSR tidak memiliki definisi yang berdiri sendiri,

melainkan berhubungan erat bahkan melekat dengan konsep-konsep lainnya. Dalam

praktiknya definsi CSR sering tertukar dengan konsep-konsep seperti konsep etika,

corporate governance, sustainability, dan konsep lainnya (Sprinkle & Maines, 2010; Kang et

al., 2010; Grosbois, 2012; Zheng et al., 2014; Weber, 2008; Taysir & Pazarcik, 2013). Oleh

sebab itu, studi-studi mengenai CSR rentan terhadap kritik konseptual dan metodologikal

(Elsayed & Paton, 2005; Filbeck & Gorman, 2004). Hal ini mengakibatkan sulitnya

melakukan generalisasi atas hasil studi terdahulu mengenai CSR (Grifin & Mahon, 1997)

Karakter CSR yang kontekstual menyebabkan sulitnya menganalisis CSR secara

tunggal. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam menganalisis praktik CSR.

Faktor negara merupakan salah satu pertimbangan utama. Karakteristik negara menentukan

kecenderungan praktik CSR suatu negara (Falck & Heblich, 2007). Negara-negara

berkembang memiliki kecenderungan praktik CSR yang berbeda dengan negara-negara

maju (Beddewala & Herzig, 2013; Jones & Wicks, 1999; Welford R, 2004; Baughn et al.,

2007). Jones & Wicks (1999) menekankan bahwa tingkat perkembangan ekonomi nasional

mempengaruhi praktik CSR. Praktik CSR di negara-negara berkembang lebih rendah

dibanding dengan di negara-negara maju (Baughn et al., 2007). Praktik CSR di negara-

4
negara yang kaya sumber daya alamnya namun lemah institusi tata kelolanya, justru

memperjelas apa yang disebut dengan istilah kutukan kekayaan alam atau resource curse

(Wiig & Kolstad, 2010). Analisis mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan sejauh

ini cenderung dilakukan pada negara-negara maju (Rettab et al., 2009).

Bentuk-bentuk kegiatan CSR yang beragam perlu dipertimbangkan dalam

menganalisis hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan. Filantropi merupakan bentuk

CSR yang sering dipraktikkan di negara-negara asia dan negara-negara berkembang

lainnya (Beddewela & Herzig, 2013; Jamali & Mirshak, 2007). Luasnya konsep CSR

menimbulkan permasalahan dalam metode (Brammer & Millington, 2008) dan pengukuran

CSR. Penelitian terdahulu menggunakan pengukuran CSR yang beragam (Griffin & Mahon,

1997). Mengambil kesimpulan yang robust dan dapat di generalisasi atas hubungan CSR

dengan kinerja keuangan bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Diperlukan analisis

yang comprehensive dan detail guna mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat dalam

analisis. Pemetaan atas berbagai penelitian mengenai hubungan CSR dan kinerja keuangan

pada berbagai setting penelitian lebih mungkin menghasilkan analisis yang lebih

komprehensif dan dapat digeneralisasi.

Analisis Meta telah digunakan oleh peneliti terdahulu dalam menganalisis hubungan

CSR dengan kinerja keuangan (Aupperle et al., 1985; Grifin & mahon, 1997; McWilliams &

Siegel, 2001; Orlitzky et al., 2003). Orlitzky et al. (2003) menyempurnakan kelemahan

metode yang digunakan oleh peneliti sebelumnya, khususnya mengenai keragaman metode

dan pengukuran CSR dan kinerja keuangan yang digunakan sebelumnya. Analisis Meta

yang dilakukan oleh Orlitzky et al. (2003) menyimpulkan bahwa CSR berkorelasi positif

dengan kinerja keuangan. Orlizky et al. (2003) juga menemukan bahwa hubungan antara

CSR dengan kinerja keuangan dimoderasi oleh keragaman pengukuran variabel CSR dan

kinerja keuangan.

5
Setelah Analisis Meta yang dilakukan Orlitzky et al. (2003) hasil penelitian mengenai

hubungan CSR dengan kinerja keuangan tetap menunjukkan hasil yang tidak konsisten.

Perubahan lingkungan bisnis dan sosial yang sangat dinamis akhir-akhir ini, perhatian

masyarakat internasional atas isu-isu CSR yang semakin besar, dan posisi stakeholder yang

semakin menentukan keberadaan perusahaan, diduga turut mempengaruhi tidak

konsistennya hasil penelitian mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

Penelitian ini dilakukan dengan metode Analisis Meta dengan menggunakan artikel

penelitian pada tahun setelah tahun penelitian Orlitzky et al. (2003). Teori Neo-Institusional

digunakan untuk menganalisis kompleksnya hubungan CSR dan kinerja keuangan.

Penelitian ini memasukan karakteristik negara dan bentuk-bentuk CSR dalam memetakan

hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan, yang tidak dilakukan oleh Orlitzky et al.

(2003) sebelumnya.

1.2. Motivasi Penelitian

Ada beberapa hal yang memotivasi dilakukannya penelitian ini. Pertama, semakin

meningkatnya tuntutan stakeholder atas tanggung jawab sosial perusahaan, dan semakin

gencarnya program-program CSR yang dilakukan. Penelitian ini ingin memetakan bukti-bukti

empiris penelitian terdahulu untuk memperoleh kesimpulan bahwa CSR yang dilakukan

perusahaan berhubungan positif dengan kinerja keuangan.

Kedua, ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan antara CSR

dengan kinerja keuangan menyebabkan sulitnya merumuskan hubungan CSR dengan

kinerja keuangan secara teoretis. Ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut antara lain

juga disebabkan pendekatan dan pengukuran CSR dan kinerja keuangan yang beragam.

Dibutuhkan pemetaan hasil penelitian terdahulu untuk mendapatkan kesimpulan yang

6
komprehensif atas hubungan CSR dengan kinerja keuangan, sehingga hubungan CSR

dengan kinerja keuangan secara teoretis dapat dirumuskan.

Ketiga, terbatasnya penelitian dengan menggunakan Analisis Meta, terutama dalam

pengujian hubungan CSR dan kinerja keuangan pada setting penelitian terkini, membuat

penelitian ini semakin perlu dilakukan. Metode analisis meta merupakan rujukan yang tepat

untuk menganalisis robustness hubungan CSR dan kinerja keuangan. Analisis meta baik

digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel yang secara empiris tidak konsisten.

1.3. Rumusan Masalah

Ketidakonsistenan hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan CSR dengan kinerja

keuangan menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara CSR dengan kinerja

keuangan. Teori Stakeholder dan Teori Legitimasi berargumentasi bahwa praktik-praktik

CSR meningkatkan kinerja keuangan. Akan tetapi praktik CSR sangat dipengaruhi oleh

karakteristik negara, khususnya perkembangan ekonomi dan institusi tata kelola negara.

Selain itu motivasi perusahaan melakukan CSR mempengaruhi kemampuan CSR

meningkatkan kinerja keuangan. Keragaman pengukuran CSR dan kinerja keuangan yang

digunakan oleh peneliti terdahulu juga dipertanyakan sebagai faktor penyebab ketidak-

konsistenan hasil penelitian mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah CSR berhubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan?

2. Apakah keragaman bentuk dan dimensi CSR merupakan variabel pemoderasi hubungan

CSR dengan kinerja keuangan?

3. Apakah karakteristik negara merupakan variabel pemoderasi hubungan CSR dengan

kinerja keuangan?

7
4. Apakah keragaman pengukuran CSR merupakan variabel pemoderasi hubungan CSR

dengan kinerja keuangan?

5. Apakah keragaman pengukuran kinerja keuangan merupakan variabel pemoderasi

hubungan CSR dengan kinerja keuangan?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk menguji apakah CSR berhubungan positif dengan kinerja keuangan.

2. Untuk menguji apakah keragaman karateristik negara merupakan variabel pemoderasi

hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

3. Untuk menguji apakah keragaman bentuk dan dimensi CSR merupakan variabel

pemoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

4. Untuk menguji apakah keragaman pengukuran CSR merupakan variabel pemoderasi

hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

5. Untuk menguji apakah keragaman pengukuran kinerja keuangan merupakan variabel

pemoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

1.5. Kontribusi Penelitian

1.5.1. Kontribusi Teoretis

Analisis hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan menggunakan Teori

Stakeholder dan Teori Legitimasi semata kurang menampilkan gambaran mengenai

kompleksitas hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan. Kompleksitas hubungan

8
antara CSR dengan kinerja keuangan merupakan keniscayaan yang harus diungkap untuk

memberikan hasil analisis yang lebih baik mengenai hubungan CSR dengan kinerja

keuangan.

Penelitian ini berkontribusi memperkaya analisis hubungan CSR dan kinerja keuangan

dengan Teori Neo-Institusional. Kajian hubungan CSR dan kinerja keuangan berdasarkan

Teori Stakeholder dan Teori Legitimasi menghasilkan kesimpulan yang kontekstual.

Hubungan CSR dan kinerja keuangan yang akan lebih terungkap jika karakter CSR yang

luas dan kontekstual (Valiente et al., 2012; Hutchins & Sutherland, 2008; Jamali & Mirshak,

2007) diungkapkan. Kompleksitas karakter CSR ini telah disadari oleh Wood (1991) yang

menyarankan model untuk memahami CSR berdasarkan tiga perspektif yang saling

berhubungan. Ketiga perpekstif tersebut yakni prinsip-prinsip yang mendasari CSR, proses

CSR, dan outcome CSR. Memahami outcome CSR termasuk diantaranya kinerja keuangan

harus memahami prinsip yang memotivasi praktik CSR dan implementasikan CSR (proses

CSR). Untuk memberikan jawaban yang lebih baik atas hubungan CSR dengan kinerja

keuangan dalam realitas karakter CSR yang luas dan kontekstual sangat tepat dianalisis

dengan Teori Neo-Institusional. Bekerjanya Teori Neo-Institusional akan memperkaya Teori

Stakeholder dan Teori Legitimasi sehingga analisis hubungan CSR dan kinerja keuangan

menghasilkan temuan yang komprehensif dan memiliki daya generalisasi yang lebih baik

1.5.2 Kontribusi Kebijakan

Pada dasarnya hasil penelitian dapat dipakai sebagai masukan atau referensi bagi

para pembuat kebijakan yang terkait dengan hasil penelitian. Hasil penelitian yang tidak

konsisten tidak dapat diandalkan menjadi masukan dalam pengambilan keputusan. Hasil

Analisis Meta mengenai hubungan CSR dengan kinerja perusahaan memberikan gambaran

yang lebih komprehensif dan dapat digeneralisasi mengenai hubungan antara CSR dengan

kinerja keuangan perusahaan. Di Indonesia khususnya, saat ini pelaksanaan tanggung

9
jawab CSR perusahaan telah diwajibkan dalam Undang-undang no.40 tahun 2007. Hasil

Analisis Meta ini memberikan kontribusi bagi implementasi yang efektif undang-undang

tersebut.

1.5.3. Kontribusi Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan dan bisnis untuk mengevaluasi

praktik CSR yang telah dilakukan. Peningkatan praktik CSR dewasa ini pada umumnya

adalah karena regulasi institusi pemerintah atau institusi lainnya mengenai praktik CSR.

Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan kesadaran perusahaan bahwa praktik CSR

mendatangkan benefit bagi perusahaan, sehingga perusahaan lebih termotivasi dalam

merencanakan dan melaksanakan praktik CSR.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Hingga saat ini konsep tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social

Responsibility) atau disebut CSR belum menjadi definisi yang robust dan diterima secara

universal (Windsor, 2013; Moon & Shen, 2010; Sprinkle & Maines, 2010; Carrol,1999).

Kesulitan mendefinisikan CSR ini disebabkan konsep CSR pada dasarnya bukan

merupakan konsep yang berdiri sendiri, melainkan berhubungan erat bahkan melekat

dengan konsep konsep lainnya (Valiente et al., 2012; Hutchins & Sutherland, 2008; Jamali &

Mirshak, 2007).

Dalam praktiknya Konsep CSR sering tertukar dengan konsep sustainability, corporate

citizenship, corporate governance, etika, dan corporate accountability (Sprinkle & Maines,

2010; Kang et al., 2010; Grosbois, 2012; Zheng et al., 2014; Weber, 2008; Taysir &

Pazarcik, 2013). Murphy & Schlegelmilch (2013) menyatakan bahwa CSR merupakan

konsep yang memayungi masalah etika, corporate citizenship, dan aktivitas-aktivitas

berorientasi sosial. Oleh sebab itu, menentukan batasan isu yang termasuk dalam konsep

CSR pada dasarnya adalah sulit. Jangkauan isu CSR menjadi sangat luas (Carron et al.,

2006). Isu-isu etika bisnis misalnya sering dianggap sebagai bagian dari CSR, dan

sebaliknya CSR juga adalah bagian dari etika bisnis (Grosbois, 2012). Sementara itu isu-isu

CSR sangat beragam sepanjang waktu dan tempat (Mehar & Rahat, 2007). Isu-isu CSR di

negara-negara maju berbeda dengan isu-isu CSR di negara-negara berkembang. Definisi

CSR sangat kontekstual (Mehar & Rahat, 2007) dan mengalami perubahan sepanjang

waktu. Murphy dan Schlegelmilch (2013) mengatakan

“ CSR naturally evolves over time as values change. Thus, CSR might be seen as
inherently subjective”.

11
Pada dasarnya konsep CSR merupakan turunan dari konsep praktik bisnis. CSR

menghubungkan bisnis dengan masyarakat (Halme & Laurila, 2009). Pada awalnya konsep

tanggung jawab sosial dikemukanan oleh Bowen pada tahun 1953 (Falck & Heblich, 2007)

yang lebih menekankan pada individu pebisnis, bukan pada tanggung jawab perusahaan

secara organisasi. Konsep tersebut juga masih berupa nilai-nilai yang harus di miliki oleh

pebisnis sebagai berikut:

the obligations for the business men to pursue those policies, to make those decisions, or
to follow those lines of action which are desirable in terms of the objectives and values of
our society' ( Bowen, 1953).

Definisi tersebut muncul dari kondisi dimana bisnis masih sangat sederhana dan

individu-individu pelaku bisnis masih sagat dominan. Ketika bisnis semakin berkembang

dan semakin terorganisasi dengan baik tanggung jawab sosial semakin bergeser kepada

tanggung jawab sosial perusahaan. Pada tahun 1960 Davis (1973) memasukan konteks

perusahaan dalam definisi tanggung jawab sosial ( Falck & Heblich, 2007).

Seiring dengan semakin meningkatnya kapitalisme dunia konsep tanggung jawab

sosial berubah menjadi tanggung jawab sosial perusahaan (Taysir & Pazarcik, 2013).

Pendefinisian konsep CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR pertama

sekali dilakukan oleh Friedman (1970). Friedman (1970) membatasi tanggung jawab sosial

perusahaan pada tanggung jawab untuk mensejahterakan karyawan dan pemegang

sahamnya. Tindakan-tindakan filantropi bagi Friedman (1970) merupakan tindakan yang

mengabaikan tanggung jawab kepada karyawan dan pemegang saham, sehingga

dikategorikan melanggar tanggung jawab sosial perusahaan.

Pendefinisian ini dilakukan dalam asumsi lingkungan bisnis yang stabil dan

perusahaan berada dalam kapasitasnya ekonominya. Menurut Friedman (1970) jika seluruh

perusahaan melakukan tanggung jawab kepada pemegang saham dan karyawan dengan

baik maka kehidupan sosial akan meningkat. Akan tetapi, dalam lingkungan bisnis yang

semakin turbulen dan stakeholder yang semakin kuat perusahaan tidak mungkin lagi hanya

berfokus pada pemegang saham dan karyawan. Davis (1973) dan McGuire (1963)
12
berpendapat bahwa selain tanggung jawab kepada karyawan dan pemegang saham,

perusahaan juga harus menjawab isu-isu sosial dan lingkungan.

Konsep CSR semakin terukur oleh Carrol (1999) yang mendefinisikan tanggung jawab

sosial perusahaan pada 4 lapisan yakni: tanggung jawab ekonomi, tanggung jawab hukum,

tanggung jawab etika, dan filantropi. Wood (1991) membuat model tanggung jawab

perusahaan yang menjelaskan tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan prisip-

prinsip CSR, proses CSR dan outcome dari CSR. Kemper et al. (2013) yang mendefinisikan

CSR sebagai komitmen untuk membagikan sebagian laba perusahaan kepada organisasi

nir laba atau kegiatan filantropi lainnya.

Dalam kondisi bisnis yang sangat dinamis dimana posisi stakeholder semakin kuat

dan semakin menentukan kelangsungan hidup perusahaan konsep CSR lebih arahkan pada

kepentingan stakeholder yang beragam. Lahirnya institusi-institusi yang behubungan

dengan CSR membuat definisi-definisi tersebut semakin kaya. Dunia bisnis yang terus

mengalami perubahan menyebabkan konsep CSR turut mengalami perubahan.

Dengan perubahan isu-isu CSR mengembangkan definisi CSR yang baku dan berlaku

secara global sangat kompleks (Park & Ghauri, 2015). Sebagai solusi Wood (1991) dan

Garay & Font (2012) menyarankan untuk tidak membuat rumusan definitf CSR, melainkan

hanya mengadopsi pendekatan prinsip yang berlaku dalam segala kondisi dan situasi.

Dibutuhkan perspektif untuk memahami CSR. Perspektif negara-negara berkembang

misalnya, akan berbeda dengan perspektif negara-negara maju.

Wood (1991) mengembangkan model yang memberikan pemahaman comprehensive

atas CSR. Model tersebut terdiri dari tiga perpektif yang saling berhubungan, yakni prinsip-

prinsip yang melandasi CSR, proses CSR, dan outcome CSR. Memahami praktik CSR

menurut model ini harus dihubungkan dengan prinsip-prinsip yang melandasi praktik

tersebut. Perbedaan prinsip yang melandasi praktik CSR akan menentukan outcome dari

CSR. Model Wood (1991) baik untuk dijadikan rujukan dalam memahami karakter CSR yang

13
sangat luas dan kontektual. Penjelasan praktik CSR di berbagai negara dan kondisi sangat

baik dengan model ini.

2.2. Teori Stakeholder

Teori Stakeholder merupakan turunan dari Teori Sistem yang diaplikasikan dalam

organisasi (Freeman & McVea, 2001). Suatu organisasi digambarkan sebagai sebuah

sistem yang terbuka (open system) terdiri dari banyak jaringan dengan berbagai pemangku

kepentingan yang berbeda-beda. Teori Stakeholder menjelaskan mengenai hubungan

perusahaan dengan para pemangku kepentingan yang disebut dengan stakeholder.

Pemangku kepentingan dalam sebuah perusahaan bukan hanya pihak yang terlibat

langsung dengan operasi perusahaan saja seperti pemegang saham, karyawan, atau

suplier saja, melainkan seluruh pihak yang ikut menentukan keberadaan dan jalannya

perusahaan secara langsung aupun tidak langsung. Bahkan Freeman menjelaskan bahwa

stakeholder sebagai kelompok atau individu yang mempengaruhi atau terpengaruhi oleh

pencapaian visi dan misi perusahaan (Freeman, 1984). Pelanggan, pemasok, masyarakat,

dan pemerintah adalah juga stakeholder perusahaan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

juga merupakan stakeholder perusahaan. Kekuatan undang-undang korporasi dewasa ini

membuat perusahaan semakin tidak bisa lagi mengabaikan suplier, customer, masyarakat

sekitar perusahaan, selain pekerja, dan karyawan (Freeman, 2001). Dalam kondisi ini

kelangsungan usaha dan stabilitas organisasi sangat bergantung pada kemampuan

organiasi menciptakan kesejahteraan yang memadai, menciptakan nilai atau kepuasan pada

stakeholder utama meskipun bukan pemegang saham (Park et al., 2014).

Teori Stakeholder menjelaskan hubungan perusahaan dengan para stakeholder .

dengan berbagai perspektif. Berdasarkan konsekuensi keniscayaan hubungan perusahaan

dengan para pemangku kepentingan, Teori Stakeholder dapat dianalisis kedalam perpektif

14
etika dan perspektif manajerial (Fernando & Lawrence, 2014). Perspektif etika memandang

bahwa seluruh stakeholder tanpa kecuali memiliki hak yang sama untuk diperlakukan

dengan fair oleh perusahaan, dan perusahaan diharapkan memaintain hubungan tersebut.

Dalam perpektif etika perusahaan memaintain hubungan dengan stakeholder semata-mata

untuk kepentingan stakeholder tanpa memandang keuntungan yang diperoleh perusahaan

atas hubungan yang baik dengan stakeholder. Berbeda dengan perspektif etika, dalam

perspektif manajerial perusahaan menjaga hubungan baik dengan stakeholder karena

pentingnya peranan stakeholder bagi perusahaan. Stakeholder dapat memberikan dampak

positif atau negatif bagi perusahaan, oleh sebab itu perusahaan memiliki tantangan untuk

mengelolah hubungan dengan stakeholder.

Dari sudut pandang perusahaan, Donaldson dan Preston (1995) menjelaskan 3

perspektif Teori Stakeholder, yakni: perspektif deskriptif, perspektif normatif, dan perspektif

instrumental. Perspektif deskriptif merupakan perspektif teori yang memberikan gambaran

keberadaan hubungan perusahaan dengan para stakeholder. Menurut Teori Stakeholder

hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder adalah interaksi mutual. Jensen

(2001) menyatakan terdapat nexus of contract antara perusahaan dengan stakeholder dan

perusahaan penting untuk memanage hubungan tersebut. Penjelasan hubungan

perusahaan dengan stakeholder dalam perspektif deskriptif dilakukan berdasarkan bukti

empiris, sehingga perspektif deskriptif disebut juga sebagai aspek empiris (Donaldson &

Preston, 1995). Freeman (2004) menyebut perspektif deskriptif ini sebagai ranah teori

positif. Riset-riset yang menggunakan Teori Stakeholder perspektif deskriptif

mengumpulkan bukti-bukti empiris untuk menggambarkan dan menjelaskan hubungan

perusahaan dengan stakeholder masa lalu, saat ini, dan prediksi ke depannya (Freeman,

2004). Dengan mengetahui informasi mengenai hubungan perusahaan dengan stakeholder,

para pengambil keputusan dapat menggunakan informasi tersebut dalam menentukan

strategi perusahaan.

15
Teori Stakeholder perspektif normatif lebih bersifat menginterpretasikan fungsi atau

peranan perusahaan di antara para stakeholder. Interpretasi peranan perusahaan dilakukan

dengan berpedoman pada prinsip moral dan filosopi dasar dari operasi dan manajemen

perusahaan (Freeman, 2004). Oleh sebab itu, dalam perspektif normatif tidak diperlukan

pembuktian teori dengan observasi fakta empiris. Freeman (2004) menyatakan perspektif

normatif sebagai aspek preskriptif, yakni aspek yang memberikan saran-saran secara

normatif. Sebuah perusahaan tidak dapat beroperasi tanpa hadirnya stakeholder

perusahaan. Berpegang pada filosofi tersebut secara moral perusahaan memiliki tanggung

jawab terhadap para stakeholder. Outcome dari Teori Stakeholder perspektif normatif antara

lain adalah saran mengenai lingkup kewajiban perusahaan kepada para stakeholder sesuai

dengan nilai-nilai perusahaan (Donaldson & Preston, 1995).

Teori Stakeholder perspektif instrumental pertama kali dikenalkan oleh Jones (1995).

Teori Stakeholder Instumental merupakan sintesa antara konsep stakeholder, teori ekonomi,

ilmu keperilakuan (behavioral science), dan etika. Perspektif instrumental merupakan

perspektif yang berada di antara deskriptif dan normatif (Donaldson & Preston, 1995). Teori

Stakeholder dalam perspektif instrumental memandang pendekatan stakeholder sebagai

upaya untuk mensukseskan strategi perusahaan. Perspektif instrumental menyatakan

bahwa strategi yang baik harus dilakukan dengan pendekatan stakeholder. Hubungan

dengan stakeholder yang dikelola dengan prinsip-prinsip ekonomi dan etika menjadi

competitive advantage bagi perusahaan. Dalam hal ini, perspektif instrumental berhubungan

dengan perspektif normatif. Oleh karena beragamnya stakeholder dengan kepentingan yang

berbeda–beda dan bahkan dapat bertentangan, Teori Stakeholder Instrumental

menyarankan perusahaan mengidentifikasi stakeholder yang kritis artinya bagi perusahaan

yang oleh Park et al. (2014) disebut primary stakeholder. Hubungan perspektif instrumental

dengan perspektif deskriptif adalah bahwa perspektif instrumental mengintegrasikan output

dari perspektif deskriptif dengan strategi perusahaan.

16
Teori Stakeholder dalam banyak penelitian diaplikasikan pada ranah tanggung jawab

sosial perusahaan, karena isu stakeholder merupakan isu sosial (Freeman, 2004) yang

dihadapi perusahaan. Perspektif etika dan perspektif manajerial dari Teori Stakeholder

menekankan bahwa perusahaan harus melakukan tanggung jawab sosial (Fernando &

Lawrence, 2014). Dalam perspektif etika perusahaan harus memberikan manfaat kepada

stakeholder, sedangkan dalam perspektif manajerial tanggung jawab sosial dilakukan

karena pentingnya peranan stakeholder bagi perusahaan. Potensi konflik timbul apabila

perusahaan tidak sejalan dengan tuntutan stakeholder (Donaldson & Preston, 1995). Praktik

CSR dalam sudut pandang Teory Stakeholder dipandang sebagai dialog antara perusahaan

dan stakeholder dan cara yang paling berhasil dalam menjalankan hubungan tersebut

(Grougiou et al., 2014). Teori Stakeholder membantu pemahaman atas dimensi nilai-nilai

CSR, memberikan arah yang lebih baik dalam evaluasi CSR dan memberikan jalan untuk

memberikan pemikiran mengenai tanggung jawab perusahaan Mishra & Suar (2010).

Ketiga perspektif Teori Stakeholder berhubungan dengan isu tanggung jawab sosial

(CSR) perusahaan. Perspektif normatif fokus pada legitimasi para pemangku kepentingan

dalam perusahaan yang penting diperhatikan perusahaan. Perspektif normatif

mengidentifikasi para pemangku kepentingan dalam perusahaan. Pendefinisian konsep

CSR seperti dilakukan oleh Carroll (1999) dan Donaldson & Preston (1995) adalah termasuk

perspektif normatif. Pendefinisian CSR dilakukan untuk menganalisis kewajiban moral

perusahaan bagi stakeholder yang diidentifikasi.

Perspektif instrumen memberikan kerangka untuk menganalisa perusahaan dan

menguji hubungan perusahaan dan pencapaian kinerja perusahaan (Fernandez, 2016;

Surroca et al., 2010). Perspektif instrumental menjelaskan bagaimana CSR dimanage untuk

mendatangkan manfaat bagi perusahaan dan memberi saran pemangku kepentingan mana

yang perlu diprioritaskan karena menguntungkan perusahaan. Penelitian yang

menguhubungkan CSR dan kinerja perusahaan menggunakan perspektif instrumental.

17
Penelitian terdahulu cenderung mengukur kinerja sebagai kinerja keuangan, namun

terdapat pula penelitian yang mengukur menfaat sosial dari praktik CSR seperti disarankan

oleh (Halme & Laurila, 2009). Perspektif deskriptif menggambarkan konstelasi kepentingan-

kepentingan yang saling mendukung atau saling bertentangan dengan nilai-nilai intrinsik

perusahaan (Fernandez, 2016). Perspektif deskriptif digunakan untuk mendapatkan bukti

empiris apakah CSR merupakan instrumen yang mendatangkan manfaat atau keuntungan

bagi perusahaan, atau riset untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi praktik

CSR.

2.3 Teori Legitimasi

Teori legitimasi memiliki persamaan dengan Teori Stakeholder, karena kedua teori

tersebut berbicara mengenai stakeholder. Perbedaannya adalah bahwa Teori Stakeholder

fokus pada penggambaran hubungan perusahaan dengan para stakeholder, sementara

Teori Legitimasi fokus kepada strategi yang harus dilakukan perusahaan akibat hubungan

dengan stakeholder. Perspektif normatif Teori Stakeholder menjelaskan bahwa perusahaan

memiliki kewajiban kepada para stakeholder, sedangkan Teori Legitimasi menjelaskan

dampak bila perusahaan memenuhi harapan stakeholder, dan dampak apabila perusahaan

tidak sejalan dengan harapan stakeholder. Perspektif instrumen dari Teori Stakeholder

menjelaskan bahwa pendekatan stakeholder dapat dijadikan pilihan strategi yang dapat

memberikan keuntungan bagi perusahaan, sementara Teori Legitimasi menjelaskan

bagaimana strategi dilakukan untuk menjadikan hubungan perusahaan dengan stakeholder

memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Teori Legitimasi pertama sekali dikenalkan oleh Suchman (1995) yang menyatakan

bahwa legitimasi adalah pandangan atau persepsi menyeluruh bahwa tindakan perusahaan

mendapat penerimaan atau harmonis dengan sistem nilai, norma atau keyakinan

masyarakat (Suchman, 1995). Menurut Teori Legitimasi ketidaksesuaian antara tindakan-

18
tindakan perusahaan dengan norma, dan sistem nilai perusahaan dapat mendatangkan

ancaman bagi legitmasi perusahaan (Mathews,1993). Legitimasi berdampak besar terhadap

perusahaan. Legitimasi memberikan dukungan yang besar kepada perusahaan, oleh sebab

itu perusahaan harus mendapatkan dan mempertahankan legitimasi nya agar kelangsungan

hidupnya dapat dipertahankan.

Legitimasi suatu perusahaan seringkali diperoleh dengan proses yang tidak singkat.

Tilling (2004) membagi proses legitimasi menjadi empat fase yakni: establishment,

maintenance, extension, dan defence. Establishment merupakan tahapan dimana

perusahaan menyadari konstruksi dan nilai-nilai sosial, dan bertindak sesuai dengan apa

yang diinginkan masyarakat untuk mendapatkan legitimasi. Maintenance merupakan

tahapan dimana perusahaan perlu mengantisipasi dan mencegah berbagai kondisi yang

potensial merusak legitimasi. Extending legitimasi merupakan tahapan yang tidak dapat

dihindari ketika bisnis semakin berkembang dan perubahan harus dilakukan. Proses ini

terjadi misalnya ketika perusahaan mengembangkan pangsa pasarnya. Defending legitimasi

merupakan reaksi atas ancaman terhadap legitimasi perusahaan.

Semakin berkembangnya perusahaan, dengan lingkungan perusahaan yang semakin

dinamis, ancaman akan legitimasi perusahaan adakalanya tidak dapat dicegah. Isu-isu

seperti pencemaran lingkungan, isu gender, dan isu keselamatan kerja dapat menjatuhkan

legitimasi perusahaan. Dalam kondisi ini perusahaan harus bersikap reaktif terhadap

ancaman tersebut. Teori Legitimasi memberikan saran mengenai strategi-strategi yang

efektif dalam membangun dan mempertahankan legitimasi perusahaan.

Teori Legitimasi memberikan pemahaman yang baik mengenai yang dilakukan

perusahaan (Tilling, 2004) untuk mendapatkan dan mempertahankan legitimasi. Praktik

CSR diantaranya adalah merupakan sebuah cara untuk agar perusahaan mendapatkan

legitimasi (Panwar et al., 2013). Teori Legitimasi memandang CSR sebagai cara untuk

sejalan dengan norma dan nilai-nilai sosial guna mempertahankan reputasi di antara
19
beragam pemangku kepentingan yang terpengaruh oleh aktifitas perusahaan (Garay & Font,

2012).

Dalam hubungan dengan praktik CSR sudut pandang Teori Legitimasi berbeda

dengan dengan Teori Stakeholder. Bila Teori Stakeholder memendang CSR sebagai

konsekuensi dari nexus of contract perusahaan dengan stakeholder, Teori Legitimasi

memandang CSR sebagai upaya dan bahkan strategi perusahaan untuk mendapatkan

approval dari hubungannya dengan stakeholder (Kaplan & Ruland, 1991). CSR merupakan

tindakan yang sangat efektif dalam mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Menurut Teori

Legitimasi perusahaan melakukan inisiatif-inisiatif CSR untuk mendapatkan penerimaan

(approval) bahwa tindakan-tindakan tersebut adalah sesuai dengan aturan, norma dan

sistem nilai stakeholder pada umumnya (Zheng et al., 2014; Suchman, 1995). Dengan

meningkatkan legitimasinya, perusahaan mendapatkan penerimaan dari para stakeholder

nya yang mendatangkan kelangsungan hidup perusahaan, menurunkan risiko perusahaan,

dan pada akhirnya meningkatkan kepuasan karyawan (Bansal & Roth, 2000).

Perhatian perusahaan meningkat terhadap CSR sebagai upaya mendapatkan

legitimasi karena praktik CSR memberikan perusahaan modal reputasi (Du & Vieira, 2012;

Panwar et al., 2013). Perusahaan yang memperoleh legitimasi melalui praktik CSR lebih

menarik dimata investor potensial (Hill et al., 2007; Maignan & Ferrell, 2004; Sen et al.,

2006) dan tenaga kerja (Greening & Turban, 2000). Laan et al. (2008) menyatakan bahwa

praktik CSR dimaksudkan untuk mempertahankan legitimasi perusahaan. Akan tetapi, tidak

selalu CSR efektif dalam membangun legitimasi perusahaan. Menurut Panwar et al. (2013)

efektifitas CSR sebagai strategi legitimasi ditentukan oleh sejumlah variabel, seperti strategi

komunikasi CSR, kinerja CSR dimasa lalu, dan industri dimana perusahaan berada. Deegan

et al. (2000) menjelaskan strategi pengkomunikasian CSR melalui pengungkapan sosial

dalam laporan tahunan (annual report). Pengungkapan tanggung jawab sosial dalam annual

20
report merupakan alat yang ampuh untuk mengurangi dampak dari peristiwa-peristiwa yang

mendatangkan persepsi yang tidak menguntungkan atas perusahaan (Deegan et al., 2000).

Teori Legitimasi banyak digunakan dalam menganalisis hubungan antara CSR dengan

kinerja keuangan perusahaan (Dragomir, 2010; Garay & Font, 2012; Laan et.al., 2008; Luo

& Bhattacharya, 2006). Reputasi yang diperoleh memudahkan perusahaan mendapatkan

kepercayaan melakukan kontrak-kontrak dari institusi-institusi seperti pemerintah, dan

lainnya. Reputasi tersebut pada akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan, yang

diantaranya adalah kinerja keuangan perusahaan (Margolis & Walsh, 2003).

2.4 Teori Neo-Institusional

Teori Neo-Institusional merupakan perkembangan dari Teori Organisasi atau Teori

Institusional. Teori Institusional menjelaskan tentang makro sosiologi, sejarah sosial, dan

studi-studi mengenai budaya, namun kurang membahas aspek politis perilaku sebuah

institusi (Peters, 2000). Teori Neo-Institusional memasukan aspek politis keperilakukan

dalam proses institusi (Lang, 2018). Institusi dalam pandangan Teori Neo-Institusional

adalah institusi politik (Amenta & Ramsey, 2010). Teori Neo-Institusional menjelaskan

kecenderungan perubahan institusi secara sistematis, terstruktur atau terkonstruksi secara

institusional (Clemens & Cook, 1999). Proses perubahan institusi terjadi secara seragam

(Oliver, 1991; Dacin et al. (2002) atau disebut institusionalisasi. Institusionalisasi

berlangsung sehingga perilaku dalam organisasi atau institusi mirip satu dengan lainnya

(Meyer & Rowan, 1977). Teori Neo-Institusional menguji bentuk organisasi dan menjelaskan

alasan karakter homogenitas dalam sebuah borganisasi (Fernando & Lawrence, 2014).

Institusionalisasi bukan merupakan proses yang mudah, karena seringkali dilakukan

dengan tekanan institusi, menggunakan mitos-mitos yang rasional, ilmu yang mendapat

legitimasi melalui sistem pendidikan dan profesi, opini publik, dan hukum (Powell, 2007;

21
Palmer et al., 2008). Institusionalisasi merupakan proses politis untuk memanage nilai dan

norma secara kolektif untuk kepentingan atau tujuan dari kelompok atau aktor tertentu

(Oliver, 1991). Proses institusionalisasi dalam Teori Neo-Institusional disebut disebut

isomorphism.

Institutional ismorphism menurut DiMaggio & Powel (1991) dilakukan dengan mimetic,

coercive, dan normatif forces. Mimetic isomorpism merupakan tekanan untuk meng copy

bentuk dan tindakan organisasi-organisasi lainnya khususnya yang memiliki kesamaan

karakter dengan perusahaan. Mimetic isomorphism ini khususnya dilakukan dalam kondisi

ketidakpastian lingkungan. Dalam kondisi ketidakpastian kecenderungan setiap individu

adalah mengurangi risiko yang dihadapi akibat ketidakpastian tersebut. Umumnya, individu

akan melakukan tindakan mengacu pada tindakan individu pada umumnya atau individu

tertentu yang dianggap paling representatif untuk mengurangi risiko tersebut. Akibatnya,

terjadi insitusionalisasi sebuah praktik atau tindakan dalam sebuah kelompok.

Coercive isomorphism merupakan tekanan yang berasal dari pihak eksternal biasanya

dari pemerintah atau regulasi untuk melakukan tindakan tertentu yang sesuai dengan sistem

yang diharapkan regulasi tersebut. Kecederungan perusahaan-perusahaan mengadopsi

IFRS misalnya adalah karena pengaruh pemerintah yang telah berkomitmen mengikuti

IFRS. Normative isomorphism merupakan tekanan untuk mengadopsi sistem atau cara

tertentu demi untuk memenuhi standar atau profesionalisme demi mendapatkan sertifikasi

yang diakreditasi lembaga profesional tertentu. Isomorhism dalam Teori Neo-Institusional

dapat berlangsung jika terdapat legitimasi dan dukungan kultur secara institusional (Deep

house & Carter, 2005). Praktik ISO atau akreditasi perguruan tinggi banyak dilakukan oleh

institusi pendidikan adalah dengan normative isomorphism ini.

Teori Neo-Institusional berhubungan erat dengan Teori legitimasi dalam proses

institusionalisasi. Institusionalisasi terjadi karena adanya legitimasi stakeholder. Teori Neo-

Institusional juga mengatakan bahwa tujuan utama perubahan organisasi (organizational


22
change) adalah demi mencapai legitimasi formal. Perusahaan-perusahaan mendapat

tekanan untuk menyesuaikan karakteristik internalnya, agar sesuai dengan harapan stake

holder utama dalam lingkungan bisnisnya.

Peneliti terdahulu menggunakan Teori Neo-Institusional untuk menganalisis proses

institusionalisasi sosial, politik, dan ekonomi mempengaruhi individu dan organisasi dalam

mengelolah (govern) aktivitas sosial (Globerman & Shapiro, 2003; Li & Filer, 2004).

Carpenter & Feroz (2001) menggunakan Teori Neo-Institusional dalam menjelaskan

tekanan institusional dalam mempengaruhi empat negara bagian Amerika yakni New York,

Ohio, Delaware, Michigan, dalam mengadopsi GAAP. Pada awalnya empat negara bagian

ini resisten menerapkan GAAP untuk kepentingan pelaporan eksternal, namun

ketergantungan sumber daya (resource dependent) yang dialami empat negara bagian ini

menjadi coercive pressure yang menyebabkan negara-negara bagian ini bersama-sama

mematuhi GAAP.

2.5 Teori Neo-Institusional dan CSR

Teori Neo-Institusional dapat digunakan untuk menguraikan kompleksitas karakter

CSR dengan mengeksplorasi proses bagaimana batasan antara bisnis perusahaan dengan

sosial terkonstruksi (Brammer et.al., 2012) dan menginstitusi. Teori Neo-Institusional

melengkapi Teori Legitimasi dan Teori Stakeholder. Teori Stakeholder menjelaskan

timbulnya isu CSR karena perusahaan harus memenuhi kepentingan. Teori Legitimasi

menyarankan CSR sebagai alat untuk meningkatkan reputasi perusahaan. Akan tetapi

kedua teori tersebut tidak menjelaskan kondisi-kondisi yang memungkinkan CSR dilakukan

(Campbell, 2006), karena kondisi-kondisi tersebut terkonstruksi dengan proses yang

kompleks yang mampu dijelaskan oleh Teori Neo-Institusional.

23
Menurut Teori Neo-Institusional berbagai kekuatan mempengaruhi organisasi dalam

mengadopsi praktik CSR (Fernando & Lawrence, 2014). Diantaranya, adalah faktor institusi.

Perusahaan yang memiliki institusi ekonomi yang kuat memiliki kesanggupan yang lebih

besar dalam melakukan praktik CSR. Perilaku organisasi akan menentukan persepsi

perusahaan atas praktik CSR dan preferensi melakukan kegiatan CSR. Regulasi dan hukum

memaksa perusahaan melakukan kegiatan CSR tertentu. Faktor historis mempengaruhi

cara perusahaan terlibat dalam kegiatan CSR. Teori Neo-Institusional memberikan

pemahaman bagaimana praktik CSR diimplementasikan dalam suatu negara atau kelompok

atas tekanan stakeholder yang berpengaruh signifikan (Islam & Deegan, 2008).

Teori Neo-Institusional dapat digunakan untuk menganalisa kecenderungan praktik

CSR diberbagai negara (Baughn et al., 2007) melalui proses isomorphism. Faktor institusi

mendorong terjadinya mimetic isomorphism. Negara-negara yang memiliki kesamaan faktor

institusi memiliki kecenderungan praktik CSR yang sama melalui mimetic isomorphism.

Perusahaan-perusahaan cenderung lebih aktif dalam kegiatan CSR bila terdapat regulasi

dan penegakan hukum yang kuat mengenai kegiatan CSR, oleh karena normative dan

coercive isomorphism.

Li et al. (2010) menggunakan Teori Neo-Institusional untuk menghubungkan

governance dengan CSR. Park et al. (2014) menggunakan Teori Neo-Institusional dalam

menjelaskan tekanan publik atas praktik-praktik CSR perusahaan-perusahaan multinasional.

Beliveau et al. (1994) menggunakan Teori Neo-Institusional menganalisis kecenderungan

praktik CSR yang sama antara perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama. Husted

& Allen (2006) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan multi nasional mengadopsi

praktik CSR yang sama atau mirip dalam sebuah negara. Dalam hal ini perusahaan multi

nasional cenderung hanya mengikuti praktik CSR yang sesuai dengan institutional pressure

dibanding dengan membuat strategi CSR sendiri.

24
2.6. Praktik CSR di Negara Maju dan Negara Berkembang

Teori Institusional menjelaskan kesamaan karakteristik CSR antar negara yang

memiliki kesamaan karakteristik sehubungan dengan praktik CSR. Praktik CSR perusahaan

di negara-negara maju pada umumnya memiliki kesamaan. Praktik CSR perusahaan-

perusahaan di negara maju cenderung berbeda dengan perusahaan-perusahaan di negara-

negara berkembang.

Perusahaan-perusahaan di negara berkembang seperti Indonesia dan India

melakukan CSR termotivasi oleh faktor etika dan nilai kebersamaan yang dipegang teguh

oleh masyarakat. Masyarakat di negara berkembang menekankan pentingnya nilai saling

menolong untuk kebaikan masyarakat (Quazi et al., 2007; Jamali & Mirshak, 2007;

Bhattacharyya (2015) menemukan bahwa praktik-praktik CSR perusahaan-perusahaan

India sangat kuat dipengaruhi nilai-nilai etika masyarakat. Quazi et al. (2007) menyatakan

bahwa motivasi utama perusahaan-perusahaan Banglades melakukan CSR berakar dari

kewajiban moral untuk giving back (mengembalikan) kepada masyarakat. Ameshi et.al

(2006) menemukan bahwa pemahaman Nigeria atas CSR lebih kepada kegiatan-kegiatan

filantropi dan altruistik.

Di negara-negara berkembang kegiatan CSR lebih bersifat kurang formal dan kurang

diatur secara spesifik dalam suatu aturan atau standar. Oleh sebab itu, praktik CSR di

negara berkembang lebih cenderung meniru praktik CSR negara-negara maju. Di

Banglades misalnya, praktik CSR pada umumnya dipengaruhi oleh inisiatif perusahaan-

perusahaan multinasional, karena negara tersebut terbuka oleh standar global

(Quazi.etal.2007). Beddewela & Hezig (2013) juga menyatakan bahwa perusahaan-

perusahaan multi nasional di Srilanka berperan penting dalam menekan perusahaan-

perusahaan untuk memberi perhatian yang lebih tinggi atas CSR. Di Indonesia praktik-

praktik CSR perusahaan-perusahaan publik juga cenderung ke arah filantropi, dimana CSR

dipandang sebagai sumbangan dan kebaikan kepada stakeholder (Hermawan & Mulyawan,

2014). Walaupun di Indonesia CSR telah diatur dalam Undang-undang PT No.40 Tahun

25
2007 dan Undang-undang No.25 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa perusahaan-

perusahaan yang beroperasi di Industri yang berhubungan dengan sumber daya alam harus

melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun law enforcement undang-undang

ini kurang begitu kuat hingga saat ini.

Di negara-negara maju seperti negara-negara Eropah barat dan Amerika Utara

perusahaan-perusahaan melakukan CSR utamanya adalah sebagai strategi untuk

meningkatkan reputasi perusahaan dan memenuhi aturan pemerintah untuk berkontribusi

pada perkembangan masyarakat (Kumar & Tiwari, 2011; Mullerat, 2013). Studi yang

dilakukan Kan (2012) atas perusahaan-perusahaan Amerika mengungkapkan bahwa CSR

sangat penting untuk membangun brand, menciptakan produk-produk inovatif, menjadi lebih

sustainable dan secara finansial perusahaan akan lebih stabil. Dalam praktiknya CSR di

negara-negara maju lebih terstruktur. Di negara-negara maju CSR diatur secara lebih baik

oleh pemerintah dan aturan-aturan pemerintah efektif dalam menekan perusahaan

melakukan CSR.

CSR di negara-negara maju menekankan pentingnya isu lingkungan dibanding

kegiatan filantropi semata, karena kesadaran atas lingkungan semakin tinggi di negara-

negara maju. Misalnya, di UK terdapat regulasi yang menjadi dasar bagi suatu institusi

otoritas untuk meng akses dampak perusahaan atas lingkungan, yakni: Integrated Pollutant

and Prevention Control (IPPC) Act tahun 1999, yang mengatur secara luas sumber-sumber

polusi dan konsekuensinya (Bichta, 2003). Pemerintahan Jepang mengeluarkan Undang -

undang lingkungan tahun 1993, pedoman laporan lingkungan tahun 2000, dan pedoman

akuntansi lingkungan tahun 2005 untuk menjamin seluruh perusahaan menyadari tugas dan

tanggung jawabnya melestarikan lingkungan dalam menjalankan aktifitas nya. Pada sisi lain

menteri-menteri pemerintahan seperti menteri lingkungan dan menteri kesehatan, tenaga

kerja dan kesejahteraan juga mengeluarkan undang-undang dan guideline sehubungan

dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Krukowska, 2014).

26
Informasi mengenai pengelompokan negara-negara berkembang dan negara-negara

maju secara reguler dipublikasikan oleh lembaga-lembaga seperti Bank Dunia, UNDP, dan

lainnya. Ketiga institusi ini banyak dirujuk dalam mengklasfikasi suatu negara sebagai

negara berkembang atau negara maju. Pengkategorian suatu negara sebagai negara

berkembang atau negara maju disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Negara Maju dan Negara Berkembang

Sumber: Nielsen (2011)

Bank Dunia mengklasifikasikan suatu negara ke dalam kelompok negara maju dan

negara berkembang berdasarkan faktor ekonomi yang diukur berdasarkan Gross National

Income (GNI). OLeh karena GNI per kapita berubah sepanjang waktu pengelompokan

negara dalam income rendah dan tinggi juga mengalami perubahan. Bank Dunia juga

mengacu kepada income per kapita suatu negara, akan tetapi batasan antara negara maju

dan negara berkembang tidak semata-mata ditentukan oleh income perkapita melainkan

faktor-faktor lain yang tidak dipublikasikan. UNDP pada sisi lain fokus pada “human
27
development” dalam pengklasifikasiannya. Pengelompokan negara versi Bank Dunia

dipublikasi oleh website Bank Dunia.

2.7 Keragaman Bentuk dan Dimensi CSR

Sebagaimana definisi CSR yang beragam dan dinamis, bentuk dan dimensi kegiatan

CSR sangat beragam dan dinamis. Pada awalnya CSR dipandang sebagai kegiatan-

kegiatan filantropi. Seiring dengan perkembangan bisnis dan lingkungan bisnis, CSR

kemudian mengalami perkembangan. CSR kini dipandang lebih luas menjadi bagian operasi

bisnis perusahaan (Jackson & Nelson, 2004; Rudolph, 2005). Perusahaan-perusahaan kini

mulai lebih transparan mengenai proses produksinya sebagai bagian dari CSR nya.

Penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, pemilihan suplier yang memiliki

kepedulian lingkungan dan sosial di klaim sebagai upaya pemenuhan tangung jawab sosial

perusahaan.

Carrol (1999) mengkonstruksi tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam empat

dimensi yakni, dimensi ekonomi, dimensi hukum, dimensi etika, dan kegiatan filantropi.

Konstruksi CSR ini memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai cakupan atau ruang

lingkup CSR. Konstruksi CSR Carrol (1999) digambarkan dalam bentuk piramida dengan

dimensi ekonomi sebagai tanggung jawab sosial yang paling mendasar dan diikuti oleh

tanggung jawab legal, tanggung jawab etika dan filantropi sebagai dimensi yang paling

tinggi. Tanggung jawab ekonomi sebagai dimensi paling dasar merupakan tanggung jawab

sosial yang paling bersifat mandatori, diikuti oleh tanggung jawab legal. Pengabaian atas

kedua dimensi tersebut menimbulkan masalah bagi perusahaan. Tanggung jawab etika

merupakan tanggung jawab yang diatur oleh hukum namun secara moral perusahaan harus

melakukan nya sesuai dengan ekspektasi masyarakat, misalnya mencegah kecelakaan

kerja, menghormati sesama, dan lainnya. Adapun kegiatan filantropi menurut Carrol (1999)

merupakan dimensi paling akhir yang semata-mata didasarkan kebijakan (discretionary)

28
perusahaan. Dengan demikian dimensi filantropi bukan merupakan kewajiban mandatori

perusahaan melainkan semata-mata merupakan tanggung jawab sukarela perusahaan.

Penelitian terdahulu cenderung membedakan filantropi dengan bentuk CSR yang

lainnya (Halme & Laurila, 2009; Porter & Kramer, 2006; Brammer & Millington, 2005; Zheng

et al., 2014), dan memandang filantropi sebagai kegiatan CSR yang dianggap paling murni

(Barnea & Rubin, 2009; Godfrey, 2005; Porter & Kramer, 2006). Filantropi menurut Halme &

Laurila (2009) adalah kegiatan-kegiatan CSR tidak berhubungan dengan core business

perusahaan. Kegiatan filantropi misalnya, pemberian donasi berupa kas atau sumbangan

bentuk lainnya. Filantropi dapat juga berupa program-program diluar aktivitas utama

perusahaan, seperti: program melek huruf masyarakat sekitar perusahaan, program

pemberian beasiswa, atau program-program yang mendorong orang atau kelompok lain

terlibat dalam pekerjaan sukarela, seperti donor darah, melakukan pembersihan lingkungan,

dan lainnya. Berbeda dengan Halme & Laurila (2009), peneliti lainnya seperti Zheng et al.

(2014) lebih memandang kegiatan filantropi berdasarkan bentuknya dibanding dengan

hubungannya dengan aktivitas utama perusahaan.

Menurut Halme & Laurila (2009), Zheng et al. (2014) dan Godfrey (2005) kegiatan

filantropi dilakukan untuk memperbaiki dan membangun reputasi perusahaan. Oleh sebab

itu, filantropi dapat dijadikan kegiatan yang strategis (Porter & Kramer, 2006; Muller &

Kräussl, 2011). Muller & Kräussl (2011) menyatakan bahwa bentuk filantropi biasanya

dilakukan sebagai strategic CSR. CSR diharapkan menghasilkan tangible benefit jika

terdapat kejelasan antara strategi filantopi dan tujuan bisnis secara keseluruhan (Muller &

Kraussl, 2011; Hess et al., 2002; Porter & Kramer, 2002).

Zheng et al. (2014) menemukan kecenderungan perusahaan-perusahaan memilih

filantropi untuk mendapatkan legitimasi eksternal. Untuk mendapatkan legitimasi dari

internal Zheng menyarankan bentuk CSR yang disebut “sustainability”. Sustainability

merupakan bentuk CSR yang berhubungan dengan core bisnis perusahaan, seperti

program-program pelatihan karyawan, pemilihan suplier yang ramah terhadap lingkungan,

29
pemenuhan setiap regulasi dan undang-undang sehubungan dengan operasi dan bisnis

perusahaan, dan lainnya.

Halme & Laurila (2009) mengklasifikasikan bentuk-bentuk CSR yang berhubungan

dengan core bisnis perusahaan menjadi CSR integrated dan inovasi. Perbedaan antara

inovasi dan CSR terintegrasi adalah nilai tambah yang dihasilkan kegiatan CSR. Kegiatan

CSR yang memberi nilai tambah secara signifikan disebut inovasi. Inovasi misalnya adalah

daur ulang limbah perusahaan menjad suatu produk yang bermanfaat bagi perusahaan atau

bagi masyarakat. Halme & Laurila (2009) bahkan lebih menyarankan CSR yang

berhubungan dengan core bisnis perusahaan sebagai bentuk CSR yang lebih memberikan

benefit bagi perusahaan, baik merupakan benefit sosial maupun benefit keuangan.

2.8. Keragaman Pengukuran CSR

CSR merupakan konstruk yang multidimensional meliputi perilaku perusahaan yang

luas dan beragam sumber daya, proses dan output nya (Brammer & Millington, 2008).

Konstruk yang multi dimensional tersebut berdampak pada pengukuran CSR. Referensi

mengenai CSR menyajikan beragam definisi dan pengukuran CSR (McWilliams et al.,

2006). Masing-masing pengukuran memiliki perspektif yang berbeda terhadap CSR. Oleh

karena karakteristik CSR yang sangat dimensional (Waddock & Graves, 1997), pengukuran-

pengukuran CSR juga seringkali bersifat dimensional. Berdirinya institusi-institusi yang

melakukan rating atau penilaian atas CSR dengan metode penilaian yang berbeda dan

dirujuk oleh para peneliti menyebabkan pengukuran CSR menjadi semakin beragam (Huang

& Watson, 2015) dan sulit melakukan generalisasi dari hasil penelitian mengenai CSR.

Pengukuran CSR sejauh ini dilakukan berdasarkan persepsi dan berdasarkan fakta

(Griffin & Mahon, 1997). Pengukuran berdasarkan persepsi tampaknya lebih subjektif

namun lebih memungkinkan dilakukan dibanding dengan pengukuran berdasarkan fakta.

Pengukuran CSR berdasarkan fakta sering sulit dilakukan. Pengukuran berdasarkan fakta

fokus kepada bukti-bukti implementasi CSR. Permasalahnnya adalah kesulitan dalam


30
penilaian bukti-bukti implementasi CSR. Penilaian atas bukti-bukti implementasi CSR

biasanya mengacu kepada pendekatan proses dan pendekatan hasil (outcome) CSR.

Pengukuran proses dapat dilakukan dengan merujuk kepada biaya-biaya CSR yang

disajikan dalam laporan keuangan perusahaan. Permasalahannya adalah dalam pelaporan

keuangan perusahaan biaya-biaya CSR seringkali tidak terakumulasi dalam satu akun

melainkan tersebar dalam berbagai akun. Hal ini disebabkan standar atau regulasi

pelaporan keuangan yang memang mengharuskan biaya diperlakukan sesuai dengan

karakter atau jenis biaya tersebut dan kurang menghiraukan tujuan penggunaan biaya.

Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan CSR diperlakukan sebagai beban pokok

penjualan, biaya marketing dan biaya-biaya lainnya. Oleh sebab itu, amat sulit mengukur

CSR dengan pendekatan proses.

Pengukuran berdasarkan fakta dengan pendekatan hasil (outcome) CSR

menimbulkan persoalan yang lebih rumit dibanding dengan pendekatan proses.

Mendefinisikan outcome dari sebuah program CSR bukan merupakan hal yang mudah.

Outcome dari program-program CSR seringkali sulit di identifikasi dan dapat bersifat jangka

panjang. Outcome kegiatan penyuluhan-penyuluhan misalnya, kurang dapat di identifikasi

dalam jangka pendek. Kesulitan lainnya adalah terlalu banyak variabel yang mengintervensi

pengukuran CSR berdasarkan outcome, sehingga pengukuran berdasarkan hasil menjadi

sangat subjektif dan akhirnya bergantung pada persepsi si penilai.

Sejauh ini pengukuran berdasarkan fakta dilakukan dengan menyederhanakan

pengukuran, misalnya jumlah sumbangan-sumbangan kas yang diberikan perusahaan,

seperti yang dilakukan oleh Seifert et al., (2003), Lin et al. (2009), Brammer & Millington

(2008), dan Mehar & Rahat (2007). Pengukuran berdasarkan persepsi biasanya dilakukan

dengan survei seperti yang dilakukan oleh Okamoto (2009), Goll & Rasheed (2004),

Aupperle et al. (1985). Penilaian berdasarkan persepsi juga dilakukan dengan

mengandalkan pengukuran yang dilakukan lembaga atau institusi–institusi yang

berhubungan dengan CSR. Diantaranya yang sering digunakan adalah pengukuran KLD

31
(Kinder, Lydenberg, dan Domini) yang dilakukan oleh Harjoto & Jo (2011), Laan et al.

(2008), Bird et al. (2007), dan Mcguire et al .(1988).

Peneliti terdahulu juga mengkombinasikan berbagai pengukuran CSR demi

menghasilkan penilaian yang lebih baik. Ullmann (1985) misalnya, menggunakan 2 kategori

pengukuran yakni: yakni social disclosure dan social perfomance. Social disclosure

merupakan pengukuran atas pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan, baik yang

merupakan pengungkapan sukarela maupun pengungkapan wajib. Pengukuran social

disclosure biasanya dilakukan menggunakan standar atau pedoman pengungkapan yang

dikeluarkan oleh institusi resmi, seperti Otoritas Jasa Keuangan, Global Reporting Initiatif

(GRI), dan lainnya.

Vázquez & Hernandez (2014) mengukur CSR menggunakan indicator based method.

Indikator tersebut misalnya, dapat merupakan indikator nilai, dan sikap terhadap CSR

seperti yang dikembangkan Aupperle et al. (1985), atau empat dimensi CSR yang

dikembangkan oleh Carrol (1979). Orlitzky et al. (2003) memetakan CSP dengan empat

klasifikasi ukuran, yakni: CSP disclosure, CSP reputation rating, Social audit, CSP prcess

dan outcome yang dapat diobservasi, dan managerial CSR principle values. Keragaman

pengukuran CSR menunjukkan aspek subjektifitas pengukuran CSR. Keragaman

pengukuran CSR menjadi salah satu penyebab ragamnya analisis mengenai CSR.

Keragaman pengukuran CSR ini perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil analisis

CSR yang lebih baik.

32
BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pemikiran

Teori Stakeholder (Jones & Wicks, 1999; Freeman, 2001) dan Teori Legitimasi (Zheng

et al., 2014; Tilling, 2004; Suchman, 1995; Mathews, 1993) mengindikasikan bahwa CSR

memberikan benefit bagi perusahaan. Teori Stakeholder menjelaskan keniscayaan

hubungan perusahaan dengan stakeholder. Perusahaan harus membina hubungan dengan

stakeholder demi kelangsungan hidupnya, dan CSR merupakan instrumen yang dipandang

efektif dalam menjaga hubungan tersebut (Jones, 1995.).

Teori Legitimasi menyarankan perusahaan untuk memiliki legitimasi, agar

kelangsungan usahanya tidak terganggu. Legitimasi yang tinggi memberikan kemudahkan

bagi perusahaan mendapatkan akses yang mudah atas sumber-sumber daya perusahaan,

pada akhirnya menguntungkan perusahaan. Legitimasi internal membuat karyawan dan

internal perusahaan menunjukkan kinerja yang baik yang akhirnya mendatangkan

keuntungan bagi perusahaan, utamanya peningkatan kinerja keuangan (Wang et al., 2011;

Harjoto & Jo, 2011; Mishra & Suar, 2010; Cheung et al., 2010; Rettab et al., 2009; Sayekti &

Wondabio, 2007; Sembiring, 2005; Goll & Rasheed, 2004; McWilliam & Siegel, 2001;

Billings, 1999; McGuire et al.,1988; Cowen & Parker, 1987; Sethi, 1979).

Karakteristik negara tercermin dari faktor-faktor institusional yang dimiliki negara yang

bersangkutan. Negara-negara yang memiliki kesamaan faktor-faktor institusional cenderung

memiliki kesamaan proses isomorphism CSR sehingga memiliki kecenderungan praktik

CSR yang sama (Falck & Heblich, 2007). Teori Neo-Institusional menjelaskan

kecenderungan praktik CSR karena isomorphism. Proses isomorphism menentukan value

creation CSR. CSR akan berdampak pada kinerja keuangan bila diarahkan pada driver

value creation (Husted & Allen, 2009). Faktor-faktor institusional menjelaskan perbedaan

33
praktik CSR di negara maju dan negara berkembang, keragaman bentuk dan dimensi CSR,

keragaman pengukuran CSR dan keragaman pengukuran kinerja keuangan. Analisis

hubungan CSR dengan kinerja keuangan hanya akan memberikan hasil yang baik bila

faktor-faktor institusional yang menyebabkan kompleksitas hubungan CSR dan kinerja

keuangan turut analisis dalam hubungan tersebut.

Gambar 1 menyajikan rerangka konseptual hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

Keragaman Keragaman
Pengukuran Pengukuran
CSR Kinerja
Keuangan

Kinerja
CSR
Keuangan

Bentuk Karakteristik
CSR Negara

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

3.2. Pengembangan Hipotesis

3.2.1. Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan

Teori Stakeholder (Jones & Wicks, 1999; Freeman, 2001) dan Teori Legitimasi (Zheng

et al., 2014; Tilling, 2004; Suchman, 1995; Mathews, 1993) menjelaskan hubungan positif

antara CSR dan kinerja keuangan. CSR merupakan instrumen untuk menjaga kepercayaan

stakeholder. Perusahaan yang dapat menjaga hubungan baik dengan stakeholder akan

mendapat legitimasi dari stakeholder. Legitimasi yang baik, selain memberi kemudahan bagi

34
perusahaan mendapat kemudahan akses sumber daya eksternal, juga membuat karyawan

dan internal perusahaan menunjukkan kinerja yang baik yang akhirnya mendatangkan

keuntungan bagi perusahaan, utamanya peningkatan kinerja keuangan (Wang et al., 2011;

Harjoto & Jo, 2011; Mishra & Suar, 2010; Cheung et al., 2010; Rettab et al., 2009; Sayekti &

Wondabio, 2007; Sembiring, 2005; Goll & Rasheed, 2004; McWilliam & Siegel, 2001;

Billings, 1999; McGuire et al., 1988; Cowen & Parker, 1987; Sethi, 1979).

Penelitian terdahulu menemukan bentuk hubungan antara CSR dengan kinerja

keuangan yang beragam. Diantaranya adalah hubungan yang positif (Wang et al., 2011;

Harjoto & Jo, 2011; Mishra & Suar, 2010; Cheung et al., 2010; Rettab et al., 2009; Sayekti

& Wondabio, 2007; Sembiring, 2005; Goll & Rasheed, 2004; Billings, 1999; McGuire et al.,

1988; Cowen & Parker, 1987), dan hubungan negatif yang ditemukan oleh Jensen (2001),

Preston & O'Bannon (1997), Brummer (1991), Jensen & Meckling (1976). Selain itu bukti-

bukti empiris dari penelitian terdahulu juga mengindikasikan hubungan CSR dan kinerja

keuangan yang tidak linier dan kompleks (Bowman & Haire, 1975; Brammer & Millington,

2008; Barnett & Salomon, 2006). Brammer & Millington (2008), dan Barnett & Salomon

(2006) menemukan bahwa hubungan CSR dengan kinerja keuangan bervariasi menurut

intensitas CSR perusahaan. Menurut Brammer & Millington (2008), pada skala yang

sangat rendah dan sangat tinggi CSR meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dimana

pada skala yang sangat rendah CSR meningkatkan kinerja jangka pendek, dan pada skala

yang sangat tinggi CSR meningkatkan kinerja keuangan jangka panjang. Sementara,

Barnett & Salomon (2006) memprediksi hubungan CSR dengan kinerja keuangan sebagai

curvelinier (U shaped) relationship. Ketidak konsistenan temuan-temuan tersebut

disebabkan praktik CSR yang sangat bergantung pada isu sosial (Husted, 2000), karena

karakter CSR yang sangat luas dan kontekstual (Valiente et al., 2012; Hutchins &

Sutherland, 2008; Jamali & Mirshak, 2007).

35
Meningkatnya perhatian terhadap CSR diawali oleh kemampuan CSR tersebut

meningkatkan kinerja perusahaan (Fiori et al., 2007). Berbagai teori menjelaskan fenomena

tersebut. Teori Stakeholder dan Teori Legitimasi mengindikasikan hubungan yang positif

antara CSR dengan kinerja keuangan. Teori Stakeholder memandang pemenuhan

keinginan stakeholder menyebabkan perbaikan kinerja ekonomi dan keuangan perusahaan

(Freeman, 1984; Porter & Linde, 1995). Stanwick & Stanwick (1998) dan Verschoor (1998)

menegaskan bahwa CSR yang baik akan menyederhanakan hubungan antara perusahaan

dengan para stakeholder. Menurut Teori Stakeholder Instrumental, isu CSR dapat dikelola

dan memberi keuntungan bagi perusahaan (Jones, 1995). Salah satu argumen yang

mendukung pernyataan tersebut adalah bahwa sebuah perusahaan dapat memuaskan

stakeholder dengan CSR dan mengkomunikasikannya dengan baik akan mempengaruhi

kinerja keuangan perusahaan tersebut (Rettab et al., 2009)

Teori Legitimasi pada sisi lain menjelaskan kemudahan yang diperoleh perusahaan

akibat reputasinya yang baik. Dengan reputasi yang baik perusahaan mudah mendapatkan

kontrak-kontrak yang memberikan keuntungan bagi perusahaan. Implikasi atas kinerja

keuangan diperoleh melalui penciptaan, peningkatan akses atas sumber daya yang

dibutuhkan perusahaan. Teori Legitimasi memberikan dasar dalam menghubungkan CSR

dengan kinerja keuangan dan argumentasi perusahaan melakukan CSR bilamana

perusahaan menghadapi tekanan dari stakeholder (Sethi, 1979). Fiori et al. (2007)

mengtakan bahwa CSR merupakan strategi perusahaan khususnya sejak terjadinya

berbagai skandal keuangan yang menyebabkan menurunnya keyakinan nvestor. CSR

mendorong perbaikan reputasi perusahaan yang meningkatkan kepercayaan investor dan

reaksi positif dari pasar modal.

Walaupun program-program CSR membutuhkan biaya yang mungkin tidak sedikit,

namun menurut McWilliams & Siegel (2001) oleh karena investasi dalam CSR dilakukan

untuk memenuhi perimintaan CSR dalam keseimbangan pasar biaya CSR akan

terkompensasi oleh profit perusahaan. Hubungan negatif antara CSR dengan kinerja
36
keuangan dapat terjadi karena kegiatan dan program-program CSR menimbulkan biaya

yang tidak sedikit dan bahkan memperburuk competitive position perusahaan (Friedman,

1970) . Hubungan yang negatif ini mungkin disebabkan perilaku CSR bertentangan dengan

konsep maksimalisasi nilai perusahaan akibat social constraints (Jensen, 2001). Selain itu

bila manajer menggunakan CSR sebagai alat mengejar kepentingan pribadinya yang

bertentangan dengan tujuan pemilik pemegang saham dan stakeholder lainnya dapat juga

menyebabkan hubungan negatif antara CSR dengan kinerja keuangan perusahaan

(Williamson, 1964; Jensen & Meckling, 1976).

Husted & Allen (2009) berargumentasi bahwa hubungan antara CSR dengan financial

perfomance adalah positif bila CSR diarahkan pada driver value creation. Husted & Allen

(2009) mengidentifikasi 3 pengelolaan yang mengarahkan CSR pada value creation, yakni:

centrality, visibility, dan voluntarism. Kemampuan perusahaan mengelola CSR menentukan

efektifitas CSR dalam mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Jika CSR dikelola

dengan baik maka CSR akan mempengaruhi kinerja keuangan secara positif. Dengan

demikian hipotesis pertama dirumuskan sebagai berikut:

H1: CSR berhubungan positif dengan kinerja keuangan

3.2.2. Karakteristik Negara Pemoderasi Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan

Teori Stakeholder (Jones & Wicks, 1999; Freeman, 2001) dan Teori Legitmasi (Zheng

et al., 2014; Tilling, 2004; Suchman, 1995; Mathews, 1993) berargumen bahwa hubungan

antara CSR dan kinerja keuangan adalah positif, namun Teori Stakeholder dan Teori

Legitimasi kurang mengungkapkan kompleksitas karakter CSR dalam pembahasan

hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Oleh sebab itu, hubungan antara CSR dengan

kinerja keuangan terlalu sederhana jika hanya ditinjau dari Teori Stakeholder dan Teori

Legitimasi. Absennya pembahasan kompleksitas karakter CSR menjelaskan

37
ketidakonsistenan hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan CSR dengan kinerja

keuangan. Kompleksitas karakter CSR ini mempengaruhi hubungan CSR dengan kinerja

keuangan. Karakteristik negara diantaranya merupakan faktor yang menjelaskan

kompleksitas karakter CSR yang mempengaruhi hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

Teori Neo-Institusional menjelaskan pengaruh institusional, utamanya karakteristik

negara atas praktik-praktik CSR. Pengaruh institusional atas praktik CSR pada level negara

telah diakui oleh peneliti-peneliti terdahulu (Husted & Allen, 2006; Baughn et al., 2007).

Husted & Allen (2006) menemukan bahwa tekanan institusional lebih memegang peranan

penting dalam pengambilan keputusan CSR dibanding dengan strategi mengenai isu-isu

sosial dan stakeholder. Wiig & Koldstat (2010) mengindikasikan bahwa faktor institusional

menentukan efektif atau tidaknya CSR sebagai strategi perusahaan.

Besaran hubungan antara CSR dan kinerja keuangan adalah dipengaruhi oleh

konteks institusional negara-negara yang bersangkutan (Li et al., 2010; Griffin & Mahon,

1997). Negara-negara yang memiliki kesamaan faktor institusi memiliki karakter yang sama

dalam praktik-praktik CSR. Analisis praktik CSR berbagai negara pada umumnya mengacu

kepada karakteristik negara-negara tersebut.

Peneliti terdahulu pada umumnya menganalisis praktik CSR antar negara berdasarkan

klasifikasi negara-negara maju dan negara-negara berkembang (Beddewela & Herzig, 2013;

Jamali & mirshak, 2007; Baughn et al., 2007; Chapple & Moon, 2005; Ewing & Windisch,

2007; Kimber & Lipton, 2005; de Oliviera, 2006; Qu, 2007; Roper & Weymes, 2007; Welford,

2004). Hal ini disebabkan pengelompokan negara-negara berkembang dan negara-negara

maju dalam sudut pandang Teori Neo-Institusional (North,1990) menghasilkan kesamaan

country characteristik (karakteristik negara) dalam menganalisis praktik CSR ( Baughn et al.,

2007).

38
Pertama, pentingnya ekonomi dalam memahami praktik CSR. Praktik CSR di suatu

negara dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi (Baughn et al., 2007; Jones & Wicks,

1999), Resource Base View mengatakan bahwa praktik CSR bergantung pada resource

yang dimiliki perusahaan. Hal ini disebabkan biaya komitmen CSR yang seringkali tidak

sedikit. Perusahaan-perusahaan kecil seringkali menghadapi kendala sumber daya dalam

melakukan CSR, sementara perusahaan-perusahaan besar lebih leluasa melakukan CSR

(Bondy, 2008). Ekonomi negara-negara maju pada umumnya lebih baik dibanding dengan

negara-negara berkembang. Peneliti terdahulu mengindikasikan perkembangan ekonomi

sebagai karakteristik negara yang signifikan dalam menganalisis praktik CSR. Perusahaan-

perusahaan di negara-negara berkembang cenderung melakukan CSR lebih rendah

dibanding dengan perusahaan-perusahaan di negara maju (Welford, 2004) oleh karena

perkembangan ekonomi yang lebih rendah dibanding negara-negara maju (Baughn et al.,

2007).

Kedua, pada umumnya negara-negara berkembang memiliki institusi governance

yang lebih lemah dibanding dengan negara-negara maju (Beddewela & Herzig, 2013; Jamali

& Mirshak, 2007). Perangkat hukum negara-negara berkembang cenderung lemah

dibanding negara-negara maju, dimana hal ini membuat perusahaan kurang maksimum

dalam mengembangkan praktik-praktik CSR dan mendapat manfaat dari CSR yang

dilakukan (Rettab et al., 2009). Beddewela & Herzig (2013) menemukan duality Teori Neo-

Institusional pada perusahaan-perusanaan MNC di negara berkembang, yakni pertentangan

antara institusi governance induk (host) perusahaan dan intistusi negara dimana anak

perusahaan MNC berada. Duality ini menyababkan praktik CSR perusahaan-perusahaan

MNC yang berlokasi di negara-negara berkembang berbeda dengan praktik CSR anak

perusahaan yang berlokasi di negara-negara maju.

Ketiga, praktik CSR disuatu negara dipengaruhi juga dipengaruhi oleh budaya dan

politik (Gerson, 2007; North, 1990). Perbedaan negara, budaya, dan konteks sosial

39
menyebabkan perbedaan tipe tanggung jawab sosial perusahaan (Halme & Laurila, 2009;

Midttun et al., 2006). Perusahaan-perusahaan di negara-negara berkembang kurang

memperhatikan arti kritis dari pengkomunikasian kegiatan CSR kepada stakeholder (Rettab

et al., 2009). Hipotesis kedua dinyatakan sebagai berikut:

H2: Karakteristik negara memoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan

3.2.3. Bentuk dan Dimensi CSR Pemoderasi Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan

Teori Stakeholder instrumental (Jones, 1995) memandang CSR sebagai instrumen

untuk menjaga hubungan baik dengan stakeholder. CSR sebagai instrumen memberi

kesempatan bagi perusahaan untuk mengimplementasikan nya untuk memberi benefit yang

paling maksimum bagi perusahaan. Termasuk diantaranya adalah pilihan kegiatan CSR

yang dilakukan. Instrumen yang baik memberikan benefit yang maksimum bagi perusahaan.

Pilihan bentuk kegiatan CSR yang akan dilakukan perusahaan adalah merupakan

strategi perusahaan. Halme & Laurila (2009), Zheng et al. (2014), dan Orlitzky et al. (2003)

menemukan bahwa kemampuan CSR meningkatkan kinerja keuangan perusahaan juga

ditentukan oleh cara perusahaan mengelolah dan menerapkan strategi agar CSR efektif

dalam meningkatkan kinerja keuangan. Termasuk dalam strategi pengelolaan CSR adalah

bentuk implementasi CSR yang paling tepat. Bagaimana CSR di implementasikan

mempengaruhi outcome yang diharapkan, termasuk diantaranya kinerja keungan (Halme &

Laurila, 2009; Porter & Kramer, 2006).

Selanjutnya, Branco & Rodrigues (2006), McWilliams et al. (2006), dan Donaldson &

Preston (1995) meyakini bahwa CSR merupakan sumber competitive advantage yang jika

diintegrasikan akan menjadi bagian strategi perusahaan. Sebagai bagian dari strategi CSR

adalah termasuk juga menentukan bentuk-bentuk CSR yang paling efektif dalam mengelola

hubungan dengan stakeholder dalam upaya mendapatkan legitimasi. Bentuk-bentuk CSR

telah menjadi perhatian peneliti terdahulu (Halme & Laurila, 2009; Porter & Kramer, 2006).

40
Halme & Laurila (2009) lebih menyarankan bentuk CSR yang terintegrasi dengan core bisnis

perusahaan untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Perusahaan-perusahaan cenderung menyesuaikan kegiatan-kegiatan CSR yang

dilakukan dengan isu-isu CSR yang tengah menjadi perhatian publik. Tiga isu CSR seperti

isu ketenagakerjaan, isu lingkungan dan isu kemasyarakatan mendapat perhatian publik.

Banyak peneliti mengklasifikasikan dimensi CSR berdasarkan ketiga isu tersebut seperti

yang dilakukan oleh Affif & Ananta (2013); Fiori et al. (2007); Uadiale & Fagbeni (2012); dan

Brammer et al. (2006). Selain itu, isu-isu mengenai produk, keragaman dan tata kelola

menjadi isu yang semakin penting, seperti yang diteliti oleh Inoue & Lee (2012), Schreck

(2011), dan Michelon et al. (2013).

Perhatian terhadap isu-isu CSR tidak sama disemua belahan dunia. Menurut Visser

(2009) CSR pada bidang ekonomi merupakan bentuk CSR yang penting di negara-negara

berkembang. Hal ini disebabkan persoalan kemiskinan yang masih dihadapi oleh negara-

negara berkembang. Sementara CSR pada dimensi hukum kurang mendapat perhatian di

negara-negara berkembang. CSR pada dimensi ketenagakerjaan, produk, dan sosial pada

umumnya berhubungan dengan masalah ekonomi, sementara CSR dimensi lingkungan

seringkali berhubungan dengan masalah hukum.

Penelitian terdahulu menemukan hubungan signifikan antara filantropi dan reputasi

perusahaan (Brammer & Millington, 2005; Williams & Barrett, 2000; Fombrun & Shanley,

1990). Filantropi mempengaruhi persepsi atas perusahaan dalam pandangan berbagai

stakeholder seperti investor, pelanggan, suplier, karyawan, dan sektor-sektor lainnya (Saiia,

et al., 2003; Smith, 1994). Membangun persepsi publik semakin penting dalam kondisi

dimana stakeholder semakin kuat. Kegiatan-kegiatan filantropi lebih mudah terlihat oleh

stakeholder dibanding dengan kegiatan CSR bentuk lainnya, dengan demikian lebih mudah

digunakan untuk membangun persepsi positif dan mendapatkan reputasi yang positif dimata

stakeholder. Literatur-literatur mengenai reputasi menunjukkan hubungan antara reputasi

perusahaan dengan CSR (Fryxell & Wang, 1994; McGuire et al., 1988).
41
Menurut Halme & Laurila (2009) CSR berbentuk filantropi lebih menghasilkan social

outcome dibanding bentuk CSR lainnya. Wang & Qian (2011) menganalisis pengaruh

filantropi atas kinerja perusahaan dalam berbagai kondisi, dan menyarankan perusahaan

megadopsi filantropi karena memudahkan perusahaan mendapat legitimasi sosial politik

yang mendatangkan respon positif stakeholder dan memudahkan akses politik. Zheng et al.

(2014) menemukan bukti kecenderungan perusahaan menekankan CSR bentuk filantropi

ketika bertujuan mendapatkan legitimasi eksternal. Melalui kegiatan-kegiatan filantropi

kepercayaan stakeholder dapat ditingkatkan, pada akhirnya mengurangi biaya transaksi

perusahaan, mengurangi risiko bisnis dan meningkatkan akses pada sumber-sumber daya

yang dibutuhkan perusahaan (Arthur, 2003; Hillman & Keim, 2001; Jones, 1995; Wang et

al., 2008), yang pada akhirnya meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Secara empiris,

masih dalam perdebatan kontribusi filantropi terhadap kinerja keuangan perusahaan

(Orlitzky et al., 2003; Saiia et al., 2003; Seifert et al., 2004). Muller & Kraussl (2011)

berargumentasi bahwa respon masyarakat atas filantropi tergatung atas persepsi

masyarakat atas ketulusan atau “genuine” CSR tersebut.

CSR filantropi diharapkan menghasilkan tangible benefit jika terdapat kejelasan antara

strategi filantopi dan tujuan bisnis secara keseluruhan (Muller & Kraussl, 2011; Hess et al.,

2002; Portera & Kramer, 2002). Kegiatan filantropi akan berpengaruh negatif terhadap

kinerja keuangan perusahaan bila filantropi dipersepsikan hanya sebagai usaha tumpul

(Godfrey, 2005), sementara filantropi akan berkorelasi positif dengan kinerja perusahaan jika

filantropi dipersepsikan tulus (Dean, 2003; McGuire et al. (2003). Oleh sebab itu, perlu

dipetakan hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan filantropi dengan kinerja keungan.

Hipotesis ke tiga ditetapkan sebagai berikut:

H3: Bentuk dan dimensi CSR memoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan

42
3.2.4. Keragaman Pengukuran Pemoderasi Hubungan CSR dan KInerja Keuangan

3.2.4.1. Keragaman Pengukuran CSR

Teori Neo-Institusional mengungkap perbedaan praktik-praktik CSR antar negara yang

disebabkan oleh faktor institusi negara. Menurut Teori Neo-Institusional praktik-praktik CSR

disebuah negara menginstitusi melalui proses isomorphism (DiMaggio & Powell, 1991).

Dengan demikian praktik-praktik CSR bersifat kontekstual dan beragam antar negara.

Keragaman pengukuran CSR menjadi keniscayaan sebagai akibat ragamnya praktik-praktik

CSR. Penelitian terdahulu melakukan pengukuran CSR per dimensi atau aspek,

menggunakan indikator-indikator CSR yang terukur, melakukan berbagai pendekatan

pengukuran CSR, atau berbagai kombinasi pengukuran CSR.

Griffin & Mahon (1997) misalnya menggunakan dua pengukuran CSR berdasarkan

persepsi yakni KLD dan Fortune reputation survey, dan dua pengukuran berdasarkan fakta

yakni TRI dan filantropi. Hasil penelitian nya menunjukkan bahwa hubungan CSR dengan

kinerja keuangan perusahaan terbukti dengan pengukuran yang berdasarkan persepsi.

Orlitzky et al. (2003) mengklasifikasikan pengukuran CSR berdasarkan empat strategi

pengukuran, yakni: pengukungkapan kinerja sosial, peringkat reputasi kinerja sosial, sosial

audit, proses kinerja sosial dan hasilnya yang teramati (observable), serta prinsip dan nilai

kinerja sosial perusahaan.

Pengukuran berdasarkan pengungkapan kinerja sosial dilakukan dengan melakukan

analisis konten (content analysis) atas informasi mengenai kegiatan CSR yang disajikan

dalam laporan tahunan, laporan CSR, dan laporan lainnya yang dipublikasi perusahaan.

Dalam melakukan content analysis peneliti mendefinisikan CSR, menganalisis apakah

informasi dalam laporan tahunan memenuhi kriteria CSR yang didefinisikan, dan melakukan

penilaian atas dengan membuat skor atau indeks penilaian. Salah satu kelemahan hasil

43
pengukuran CSR dengan strategi pengungkapan adalah subjektifitas hasil pengukuran

karena peneliti melakukan content analysis dengan standar penilaian yang beragam. Oleh

sebab itu, para peneliti terdahulu seperti Oeyono et al. (2011). mengacu kepada standar

penilaian institusi independen seperti GRI.

Pengukuran berdasarkan reputasi kinerja sosial perusahaan biasanya didasarkan

rating pihak ketiga atas praktik-praktik CSR. Hasil rating dapat merupakan skor atau

kategori, seperti kategori “ baik” atau “buruk”. Strategi pengukuran ini cenderung digunakan

karena dipandang lebih objektif dan reliabel, karena penilaian CSR biasanya dilakukan oleh

pihak independen yang kompeten dalam melakukan pengukuran CSR. Penelitian terdahulu

cenderung menggunakan strategi pengukuran reputasi kinerja sosial dalam menganalisis

hubungan CSR dengan kinerja keuangan seperti yang dilakukan oleh Cheung et al. (2010),

Elsayed & Paton (2005), Filbeck & Gorman (2004), dan Jang et al. (2013)

Pengukuran berdasarkan social audit dinilai berdasarkan pengukuran yang sistematis

oleh pihak ketiga terhadap objektif perilaku CSR perusahaan, seperti kegiatan filantropi,

program-program lingkungan, dan lainnya. Peneliti-peneliti terdahulu cenderung

menggunakan nilai moneter dari kegiatan CSR dalam menerapkan strategi pengukuran

audit sosial seperti yang dilakukan oleh Abiodun (2012), Hogan et al. (2014), Muller &

Kräussl (2011), dan Kanwal et al. (2013). Pengukuran berdasarkan social audit ini dapat

dilakukan jika terdapat kejelasan biaya kegiatan atau program CSR.

Strategi pengukuran ke empat yakni berdasarkan prinsip dan nilai kinerja sosial yang

dianut perusahaan. Strategi pengukuran ini menganalisis sejauh mana perusahaan

memegang teguh dan mengimplementasikan prinsip dan nilai CSR dalam perusahaan. Akan

tetapi, strategi pengukuran berdasarkan prinsip dan nilai kinerja sosial yang dianut

perusahaan jarang dilakukan oleh peneliti terdahulu, karena susah mengimplementasikan

nya, dan sangat subjektif. Aupperle (1985) mengembangkan forced-choice survey untuk

menganalisis orientasi perusahaan terhadap CSR.


44
Dalam praktiknya penelitian yang menggunakan strategi pengukuran yang sama juga

sangat beragam teknisnya. Fiori et al., 2007 , Afif & Anantajaya, 2013 misalnya,

menggunakan dimensi pengukuran yang sama, namun menggunakan skala pengukuran

yang berbeda. Analisis meta yang dilakukan Orlitzky et al. (2003) mengindikasikan bahwa

keragaman pengukuran CSR memoderasi pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan.

.Pengukuran CSR yang tidak seragam ini menjadi salah satu penyebab beragamnya hasil

analisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan (Orlitzky et al., 2003; Griffin & Mahon,

1997). Hipotesis ke empat dijelaskan sebagai berikut:

H4: Keragaman pengukuran CSR memoderasi hubungan CSR dan kinerja keuangan

3.2.4.2. Keragaman Pengukuran Kinerja Keuangan

Strategi pengukuran kinerja menentukan efektifitas perusahaan dalam mencapai dan

meningkatkan kinerja nya (Gomes et al., 2010; Ittner et al.,1998; Ittner et al., 2003).

Pengukuran kinerja akuntansi kurang memberikan informasi yang andal mengenai kinerja

perusahaan (Krishnan et al., 2005; Ittner et al., 2003), karena subjektif, berorientasi jangka

pendek, serta dipengaruhi oleh regulasi akuntansi yang bersifat accrual basis (Krishnan et

al., 2005). Pengukuran kinerja keuangan dengan ukuran pasar tidak dapat menghindari bias

persepsi pasar khususnya dalam kondisi informasi asimetris (Kelana & Wijaya, 2008).

Inkonsistensi hasil penelitian mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan

selain disebabkan kompleksitas variabel CSR, juga disebabkan oleh problem pengukuran

kinerja keuangan. Keragaman pengukuran CSR merupakan kondisi yang disebabkan

kompleksitas konsep CSR, namun keragaman pengukuran kinerja keuangan terjadi karena

banyaknya alternatif penilaian kinerja keuangan perusahaan. Sejumlah peneliti berargumen

bahwa ketidak konsistenan hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan adalah

45
disebabkan kurangnya konsensus mengenai pengukuran kinerja keuangan (Carroll, 1991;

Griffin & Mahon, 1997; Waddock & Graves, 1997; Wokutch & McKinney, 1991)

Orlitzky et al. (2003) memetakan pengukuran kinerja keuangan berdasarkan tiga

subdivisi pengukuran kinerja keuangan, yakni pengukuran berdasarkan pasar (market

based), pengukuran berdasarkan akuntansi (accounting measure), dan pengukuran

berdasarkan persepsi (survei). Pengukuran berdasarkan pasar dapat dilakukan

menggunakan harga saham, return saham atau abnormal return. Pengukuran akuntansi

didasarkan informasi dalam laporan keuangan, seperti laba, ROA, ROI, dan lainnya. Adapun

pengukuran berdasarkan persepsi misalnya adalah survei atas kesehatan keuangan

perusahaan, estimasi atas kelangsungan usaha perusahaan, perbandingan pencapaian

keuangan perusahaan dengan kompetitor, dan lainnya.

Penelitian yang menganalisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan juga

menggunakan pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi seperti yang dilakukan oleh

Cheung et al. (2010), Dragomir (2010), Elsayed & Paton (2005), Castro et al. (2010),

Inoue & Lee (2011), Jang et al. (2013), Kang et al. (2010), Lee at al. (2013), Lioui &

Sharma (2012), Luo & Bhattacharya (2006). Huang dan Watson (2015) menyarankan

peneliti yang menganalisis hubungan antara CSR dan kinerja keuangan berhati-hati dalam

mengukur imbalan (return) CSR untuk menghasilkan analisis yang konklusif. Hipotesis ke

lima dinyatakan sebagai berikut berikut.

H5: Keragaman pengukuran kinerja keuangan memoderasi hubungan antara CSR dan

kinerja keuangan

46
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Analisis Meta

Tujuan dari suatu penelitian pada dasarnya adalah untuk menemukan kebenaran

yang dapat dijadikan solusi dari suatu masalah, menjelaskan peristiwa/kegiatan, hingga

memprediksi peristiwa yang mungkin muncul di masa mendatang (Suwardjono, 2005).

Berbagai teknik dan metode penelitian ditemukan untuk menghasilkan kebenaran yang

dapat digeneralisasi secara luas. Dalam penelitian sosial yang variabel-variabel

penelitiannya cenderung dinamis bahkan uncontrollable, replikasi atas suatu penelitian

dilakukan untuk menemukan hasil penelitian yang robust dan dapat digeneralisasi.

Permasalahan terjadi dalam kondisi dimana hasil penelitian mengenai suatu topik tidak

konsisten dan sulit melakukan generalisasi dari temuan-temuan yang ada. Dalam kondisi

dimana replikasi penelitian telah sering dilakukan namun tetap menghasilkan temuan yang

tidak konsisten, riset sintesis (research synthesis) merupakan alternatif solusi untuk

mendapatkan kesimpulan yang daya generalisasinya lebih kuat (Borenstein et al., 2009).

Riset sintesis (research synthesis) merupakan review atas penelitian atas suatu topik

tertentu dengan mengintegrasikan temuan penelitian terdahulu untuk mendapatkan

generalisasi atau menyelesaikan permasalahan mengenai ketidak konsistenan hasil

penelitian terdahulu (Koricheva et al., 2013). Sintesis atas penelitian terdahulu dapat

dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Riset sintesis yang dilakukan secara kualitatif

lazimnya disebut narrative review (Koricheva & Gurevitch, 2013). Peneliti yang melakukan

narratif review akan mereview studi-studi yang membahas permasalahan yang sama,

merangkum temuan dari studi-studi tersebut untuk kemudian sampai pada kesimpulan.

47
Akan tetapi narrative review sangat subjektif karena ketidak jelasan kriteria mengenai

penelitian terdahulu yang menjadi bagian dari narrative review.

Riset sintesis secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan narrative

review. Riset sintesis secara kuantitatif disebut juga review sistematis (systematic review).

Dalam systematic review terdapat seperangkat aturan guna menentukan studi-studi

terdahulu yang dapat di ikut sertakan dalam analisis sehingga hasil analisis diharapkan lebih

objektif. Systematic review biasanya dilakukan dengan mensintesa statistika hasil penelitian

terdahulu. Ada beberapa metode systematic review yang banyak dilakukan, yakni antara

lain: vote counting, kombinasi probabiltas (Probability combining), dan yang saat ini banyak

dilakukan adalah Analisis Meta (Koricheva & Gurevitch, 2013)

Vote Counting merupakan systematic review yacg paling sederhana. Dalam vote

counting studi-studi terdahulu yang memenuhi kriteria sebagai bagian dari analisis dibagi

dalam tiga bagian yakni: studi-studi yang menghasilkan temuan yang signifikan sesuai

dengan hipotesis, studi-studi yang menghasilkan temuan signifikan namun berbeda arah

dengan prediksi atau hipotesis, dan studi-studi yang menghasilkan temuan tidak signifikan.

Ada kalanya temuan-temuan yang tidak signifikan dan temuan-temuan yang signifikan

namun berbeda dengan hipotesis diperlakukan sebagai bukti-bukti yang tidak sesuai

dengan hipotesis. Setelah klasifikasi dilakukan kemudian dilakukan penjumlahan untuk

setiap kriteria yang ditetapkan dan dilakukan perbandingan antara kedua atau ketiga

klasifikasi yang ditetapkan. Apabila jumlah temuan pada klasifikasi yang sesuai dengan

hipotesis lebih besar dari klasifikasi yang tidak sesuai dengan hipotesis maka systematic

review menarik kesimpulan yang sesuai dengan hipotesis. Sebaliknya apabila temuan pada

klasifikasi yang berlawanan dengan hipotesis lebih besar dari jumlah temuan pada klasifikasi

yang sesuai dengan hipotesis maka kesimpulan systematic review adalah tidak sesuai

dengan hipotesis yang ditetapkan.

Kombinasi probabilitas (probability combining) merupakan jenis systematic review

yang menggabungkan statistika nilai probabilitas (P-value) dari hasil studi terdahulu.

48
Penggabungan probablitas dilakukan dengan metode statistika seperti Fisher’s sum of logs

methods, dan lainnya. Nilai probabilitas (P-value) gabungan dari seluruh studi terdahulu

menunjukkan kesimpulan menyeluruh mengenai permasalahan yang diteliti. Probability

combining dipandang lebih objektif dibanding dengan vote counting karena meniadakan

klasifikasi studi-studi yang telah memenuhi kriteria analisis. Dalam Probability combining

seluruh studi yang telah memenuhi kriteria analisis diperlakukan dengan treatment yang

sama, yakni dengan memasukan seluruh P-value nya kedalam analisis. Probability

combining memiliki kelemahan, yakni mengabaikan effect size dari studi-studi terdahulu.

Dua studi terdahulu yang memiliki sampel yang berbeda secara signifikan namun apabila

melaporkan P-value yang sama, maka dalam probability combining kedua studi terdahulu

tersebut dianggap memiliki kualitas yang sama. Kelemahan dari probability combining ini

diatasi dalam metode yang disebut Analisis Meta.

Analisis Meta merupakan systematic review yang menggabungkan hasil statistika

dari studi-studi terdahulu berdasarkan effect size nya (Sanchez & Martinez, 2010) Effect size

merupakan kekuatan sebuah fenomena. Kekuatan sebuah fenomena dapat diukur dengan

berbagai cara sesuai dengan permasalahan penelitian. Effect size merupakan pertimbangan

utama dalam Analisis Meta. Dalam dunia kedokteran effect size disebut treatment effect

(Lipsey &Wilson, 2001). Analisis Meta akan menentukan ukuran effect size sesuai dengan

masalah yang diteliti. Untuk mengukur effect size sebuah fenomena dapat digunakan

kekuatan korelasi dua variabel, koefisien regresi, atau perbedaan rata-rata (mean

difference), dan lainnya. Dalam penelitian mengenai efektifitas suatu pengobatan misalnya

risk ratio sering digunakan sebagai ukuran effect size. Untuk setiap jenis pengukuran yang

digunakan semakin tinggi nilai absolut effect size, semakin kuat effect size dari fenomena

yang dimaksud.

Dalam Analisis Meta pengambilan kesimpulan untuk menolak atau menerima sebuah

hipotesis adalah didasarkan gabungan dari seluruh effect size (summary effect size) studi-

studi yang masuk dalam analisis (Lipsey & Wilson, 2001). Untuk menggabungkan effect size

49
dari studi-studi yang termasuk dalam analisis dilakukan pembobotan (weight) didasarkan

standard error dari setiap effect size. Perhitungan Standard Error dalam analisis meta pada

umumnya menggunakan ukuran sampel (N) atau observasi studi-studi terdahulu. Oleh

sebab itu, jumlah sampel suatu studi terdahulu menentukan kekuatan effect size gabungan

(summary effect) suatu analisis meta. Semakin besar summary effect semakin besar daya

generalisasi kesimpulan yang akan diambil.

4.2. Analisis Meta dalam Akuntansi

Analisis Meta dalam bidang sosial seperti bidang akuntansi dan keuangan relatif

baru digunakan dibanding dengan bidang ilmu lainnya, seperti ilmu kedokteran. Analisis

Meta dalam bidang akuntansi keuangan cenderung digunakan dalam hal terdapat ketidak

konsistenan hasil penelitian atas suatu masalah yang banyak dilakukan oleh peneliti namun

tidak menghasilkan kesimpulan yang konsisten. Salah satu diantaranya adalah penelitian

mengenai Hubungan antara CSR dan kinerja keuangan perusahaan.

Penelitian mengenai hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan perusahaan

telah banyak dilakukan, namun hasil penelitian tersebut sangat beragam. Diantaranya

adalah hasil penelitian yang menemukan bukti hubungan yang positif antara CSR dengan

kinerja keuangan. Terdapat juga penelitian yang menemukan bukti hubungan negatif,

hubungan non linier, atau hubungan yang tidak signifikan antara CSR dengan kinerja

keuangan.

Ketidak konsistenan hasil penelitian dalam bidang sosial adalah hal yang lumrah

karena dalam bidang sosial hubungan antara dua variabel pada umumnya dipengaruhi oleh

berbagai variabel lain yang sering juga tidak terdeteksi pada awalnya. Analisis Meta

merupakan metode yang telah diterima dan sering digunakan dalam menjawab

permasalahan yang kompleks mengenai efek pemoderasi yang berhubungan dengan

variabel karakteristik negara seperti budaya, kondisi ekonomi dan karekteristik instotusional

50
(Khlif & Chalmers, 2015). Oleh sebab itu, Analisis Meta merupakan metode yang baik

digunakan dalam ilmi-ilmu sosial termasuk dibidang akuntansi.

Dalam bidang akuntansi Khlif & Chalmers (2015) mengklasifikasikan penelitian

Analisis Meta yang sering dilakukan dalam empat klasifikasi yakni: Pelaporan Keuangan,

Corporate Governance dan kualitas akuntansi, Akuntansi Manajemen, dan topik-topik lain

selain ketiga klasifikasi yang disebut sebelumnya. Ahmed dan Courtis (1999) misalnya,

melakukan analisis meta untuk menjelaskan hubungan antara karakteristik perusahaan

dengan tingkat pengungkapan laporan tahunan. Hay et al. (2006) melakukan analisis meta

untuk menjelaskan faktor-faktor yang menentukan biaya audit. Anaisis meta atas hubungan

CSR dengan kinerja keuangan pertama sekali dilakukan oleh Orlitzky et al. (2003), yang

menganalisis 52 penelitian terdahulu mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

Hasil penelitian mengungkap bahwa reputasi dan keragaman metode pengukuran turut

menentukan hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan.

4.3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini memetakan penelitian terdahulu mengenai pengaruh CSR dengan

kinerja keuangan untuk mendapat kesimpulan yang memiliki daya generalisasi lebih baik

mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Analisis Meta dilakukan pada

penelitian terdahulu atas pengaruh CSR terhadap knerja keuangan secara kuantitatif pada

setting penelitian tunggal. Penelitian terdahulu diukur kekuatan effect nya menggunakan

koefisien korelasi (r) dan digabungkan menggunakan koefisien korelasi tersebut. Effect size

menyeluruh dari penelitian yang dipetakan menjadi dasar pengambilan keputusan mengenai

hubungan CSR dengan kinerja keuangan.

51
4.4. Objek dan Sampel Penelitian

Objek penelitian ini adalah penelitian terdahulu yang merupakan penelitian empiris

mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan, yang bersumber dari:

1. Jurnal yang diterbitkan di Indonesia maupun di luar negeri. Pemilihan jurnal terpublikasi

adalah untuk mendapatkan artikel-artikel yang memiliki kualitas penelitian yang

konsisten, karena telah melewati proses seleksi yang baik.

2. Prosiding internasional dan prosiding yang berasal dari Seminar Nasional Akuntansi

(SNA) di Indonesia. Prosiding-prosiding tersebut dianggap memadai baik dalam kualitas

maupun kuantitas untuk dimasukan dalam Analisis Meta penelitian ini.

Analisis Meta dilakukan atas penelitian terdahulu dengan metode purposive sampling,

dengan kriteria sebagai berikut:

1. Penelitian yang menganalis CSR sebagai variabel independen dan kinerja keuangan

sebagai variabel dependen.

2. Penelitian yang menyediakan data koefisien korelasi CSR dan kinerja keuangan,

atau data lain yang dapat ditransformasi menjadi koefisien korelasi CSR dan kinerja

keuangan.

3. Kelengkapan data penelitian seperti jumlah sampel atau jumlah observasi (N),

pengukuran CSR dan pengukuran kinerja keuangan, dan kelengkapan data lainnya.

Penelitian terdahulu yang menjadi data analisis penelitian diperoleh dari berbagai jurnal

pada perpustakaan digital seperti: JStor, Science Direct, Scopus, ABM, dan dari

pencarian pada situs goegle. Orlitzky et al. (2003) memetakan penelitan CSR dan

kinerja keuangan menggunakan data penelitian hingga tahun 1998. Penelitian ini

dimaksudkan memetakan hasil penelitian sejak tahun 1999 hingga tahun 2017 sebagai

periode terkini.
52
4.5 Variabel Penelitian

Penelitian ini menganalisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan untuk

mendapatkan kesimpulan apakah praktik-praktik CSR perusahaan mendatangkan

keuntungan finansial bagi perusahaan tersebut. Fokus penelitian adalah peningkatan bisnis,

dimana CSR diharapkan meningkatkan bisnis melalui kinerja keuangan. Oleh sebab itu,

penelitian ini memetakan CSR sebagai variabel independen, dan kinerja keuangan sebagai

variabel dependen. Penelitian ini juga menganalisis beberapa variabel yang diduga

memoderasi pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan, yakni: Karakteristik Negara, Bentuk-

bentuk CSR, Pengukuran CSR, dan Pengukuran Kinerja Keuangan.

1.Tanggung Jawab Sosial (CSR)

Penelitian ini menggunakan konsep CSR yang kompleks dalam memetakan variabel CSR,

yakni berbagai definisi yang berkaitan antara hubungan bisnis dan sosial (Matten & Moon,

2008). Konstruksi CSR Carrol (1999) yang meliputi tanggung jawab ekonomi, hukum, etika

dan kebijakan (filantropi) perusahaan menjadi acuan dalam menentukan variabel CSR.

Variabel CSR dalam penelitian ini meliputi seluruh informasi sehubungan dengan kegiatan

CSR perusahaan dari ke empat dimensi CSR konstruksi Carrol (1999). Termasuk dalam

definisi CSR adalah corporate governance dan global compact seperti yang dijelaskan oleh

Fernandez.(2016). Informasi CSR dapat berupa pengungkapan CSR dalam laporan

keuangan, indeks atau skor CSR baik yang dikeluarkan organisasi independen seperti KLD,

GRI, DJSI maupun lainnya, peringkat reputasi kinerja sosial, hasil survei mengenai CSR

perusahaan dan informasi lainnya yang termasuk dalam definisi CSR. Variabel CSR yang

dipetakan dalam penelitian ini adalah variabel CSR yang merupakan variabel independen.

Apabila artikel penelitian terdahulu menyajikan CSR sebagai variabel independen dan

variabel dependen, maka penelitian ini hanya akan menggunakan data-data yang

memperlakukan CSR sebagai variabel independen.

53
2. Kinerja Keuangan

Variabel kinerja keuangan dalam penelitian ini merupakan kinerja perusahaan yang dapat

dinyatakan secara objektif dalam nilai moneter: Penelitian ini memetakan seluruh

pengukuran kinerja keuangan berdasarkan pengukuran akuntansi, pasar, dan persepsi atas

kinerja keuangan perusahaan, karena hingga saat ini belum terdapat konsensus

pengukuran kinerja yang paling baik dalam menganalisis hubungan CSR dengan kinerja

keuangan. Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan akuntansi antara lain adalah ROI,

ROE, ROA, ROS. Pengukuran berdasarkan pasar yang sering digunakan antara lain Tobins

Q, Market value, harga saham, return saham, abnormal return, dan lainnya. Pengukuran

kinerja keuangan dengan persepsi dilakukan dengan mendesain daftar pertanyaan seperti

yang dilakukan oleh Garay & Font (2012).

3. Variabel Pemoderasi

a. Karakterstik Negara

Penelitian ini menganalisis karakteristik negara sebagai variabel pemoderasi hubungan CSR

dengan kinerja keuangan. Penelitian terdahulu akan diklasifikasikan sebagai penelitian pada

konteks negara maju atau negara berkembang dan akan dianalisis bagaimana pengaruh

CSR terhadap kinerja keuangan di negara maju dan di negara berkembang.

Pengklasifikasian suatu penelitian kedalam konteks negara maju atau negara berkembang

dilakukan sebagai berikut:

1. Apabila studi terdahulu menyatakan klasifikasi studi sebagai negara berkembang

atau negara maju, maka penelitian ini merujuk pada klasifikasi yang dilakukan dalam

studi terdahulu.

2. Apabila studi yang menjadi sampel penelitian tidak secara eksplisit menyatakan

klasifikasi penelitian sebagai negara berkembang atau negara maju, tetapi

menyatakan negara dimana penelitian dilakukan, maka penelitian ini akan


54
mengklasifikasikan studi tersebut dalam studi negara maju atau negara berkembang

berdasarkan kriteria negara maju dan negara berkembang yang dikeluarkan oleh

Bank Dunia menurut tahun penelitian. Misalnya studi yang menggunakan data tahun

2010 pada suatu negara, maka penelitian ini akan menggunakan kriteria Bank Dunia

tahun 2010 dalam menentukan apakah penelitian tersebut termasuk dalam klasifikasi

negara berkembang atau negara maju.

3. Apabila artikel yang menjadi sampel penelitian menggunakan data dengan tidak

menyebutkan negara dimana data diambil, maka penelitian ini tidak menggunakan

artikel peneltian tersebut dalam menganalisis apakah hubungan antara CSR dan

kinerja keuangan dimoderasi oleh karakteristik negara.

b. Bentuk dan Dimensi CSR

Untuk mengungkap apakah keragaman bentuk dan dimensi kegiatan CSR memoderasi

hubungan CSR dan kinerja keuangan, penelitian ini mengelompokan bentuk dan dimensi

kegiatan CSR yang digunakan oleh studi terdahulu, dan menganalisis hubungan CSR

dengan kinerja keuangan pada tiap kelompok bentuk dan dimensi CSR. Pengelompokan

kegiatan CSR berdasarkan bentuk dan dimensi CSR adalah sebagai berikut: bentuk

kegiatan filantropi, dimensi ketenagakerjaan, dimensi sosial, dimensi lingkungan, dimensi

produk, dimensi keragaman (diversity), dan dimensi tata kelola (corporate governance)

seperti tersaji pada lampiran 5.

c. Pengukuran CSR

Empat strategi pengukuran Orlitzky el al.(2003) digunakan dalam penelitian ini, yakni

strategi pengungkapan (content analysis), strategi pengukuran reputasi, strategi pengukuran

dengan audit sosial, dan strategi pengukuran berdasarkan prinsip dan nilai CSR. Dalam

implementasinya ke empat strategi pengukuran ini kurang mampu mengadopsi penelitian

terdahulu yang menggunakan metode survei. Metode survei yang dilakukan peneliti-peneliti

55
terdahulu menggunakan daftar pertanyaan (questionaires). Oleh sebab itu, penelitian ini

juga memetakan dan menganalisis pengukuran CSR berdasarkan metode survei, dengan

mengelompokan kegiatan CSR pada pengukuran berdasarkan questionaires. Dengan

demikian, terdapat lima kelompok CSR berdasarkan strategi pengukurannya, yakni: content

analysis, reputasi, audit sosial, prinsip dan nilai CSR, dan pengukuran dengan survei.

Analisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan dilakukan pada tiap kelompok

pengukuran, untuk membuktikan eksistensi variabel pemoderasi yang disebabkan oleh

keragaman pengukuran CSR.

d. Pengukuran Kinerja keuangan

Penelitian ini mengelompokan penelitian terdahulu berdasarkan pengukuran kinerja

keuangan, dan melakukan analisis sub-grup hubungan CSR dengan kinerja keuangan atas

tiap-tiap strategi pengukuran kinerja keuangan. Pengelompokan berdasarkan strategi

pengukuran kinerja keuangan yang dilakukan oleh Orlitzky et al. (2003) digunakan dalam

penelitian ini, yakni: strategi pengukuran akuntansi, strategi pengukuran pasar, dan strategi

pengukuran persepsi. Penelitian terdahulu juga menunjukkan kecenderungan pengukuran

kinerja keuangan yang memadukan nilai pasar dan nilai akuntansi (pengukuran kombinasi),

seperti Tobins Q. Oleh sebab itu, penelitian ini mengelompokan kinerja keuangan atas

empat kelompok strategi pengukuran yakni: pengukuran akuntansi, pengukuran pasar,

pengukuran persepsi, dan pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi.

56
4.6. Penyaringan Sampel

Penyaringan sampel penelitian dilakukan dengan tiga tahap sebagai berikut:

1. Penyaringan abstrak dan kata kunci

Penyaringan abstrak dan kata kunci dilakukan dengan memasukan kata kunci “ CSR and

Financial Perfomance” pada perpustakaan digital JStor, Science Direct, Scopus, ABM,

dan situs goegle.com, prosiding dari Seminar Nasional Akuntansi (SNA), dan prosiding

seminar internasional lebih dari 2.206 penelitian muncul dari kata kunci tersebut. Satu per

satu abstrak dan kata kunci penelitian dibaca. Apabila abstrak dan kata kunci

mengindikasikan bahwa penelitian tersebut menganalisis hubungan CSR dan kinerja

keuangan maka dilakukan pengunduhan pada penelitian tersebut. Pada tahap awal

berhasil diunduh 399 artikel penelitian.

2. Penyaringan kriteria sampel penelitian

Pada tahap ini artkel-artikel yang telah di unduh ditelaah sekilas dengan tujuan untuk

menyaring sampel yang merupakan penelitian kuantitatif. Pada tahapan ini artikel

penelitian yang tidak memenuhi persyaratan dikeluarkan dari sampel, antara lain:

- Artikel penelitian kualitatif

- Artkel penelitian kuantitatif yang tidak menyediakan data koefisien korelasi (r) atau

data yang dapat di transformasi menjadi koefisien r, karena penelitian ini

menggunakan koefisien korelasi sebagai effect size.

- Kelengkapan data penelitian lainnya, seperti jumlah sampel dan jumlah observasi

tersaji

Sejumlah 195 artikel penelitian memenuhi tahap seleksi kedua disimpan dalam file

khusus.

57
3. Penentuan Sampel

Pada tahap ketiga seluruh artikel yang telah tersaring dalam tahap kedua dibaca secara

penuh untuk dijadikan sampel penelitian. Pada tahap ini terseleksi 49 artikel penelitian

yang djadikan sampel penelitian. Sebanyak 146 artkel penelitian tidak dapat djadikan

sampel penelitian disebabkan:

1. Artkel tersebut menganalisis CSR sebagai variabel dependen. Penelitian ini hanya

menganalisis variabel CSR sebagai variabel independen. Apabila artikel penelitian

memperlakukan variabel CSR sebagai variabel dependen, maka artikel tersebut

dikeluarkan dari sampel penelitian. Apabila artikel penelitian menguji variabel CSR

sebagai variabel independen dan variabel dependen, maka penelitian ini hanya

menggunakan informasi dari variabel CSR sebagai variabel independen semata.

2. Data penelitian terdahulu setelah tahun 1998. Analisis meta telah dilakukan oleh

Orlitzky et al. (2003) menggunakan data penelitian periode hingga tahun 1998.

Penelitian ini mencoba menggunakan data yang berbeda dengan penelitian

Orlitzky et al. (2003), yakni data penelitian setelah tahun 1998. Artikel penelitian

pada tahun 1998 masih dimungkinkan menjadi sampel penelitian apabila tidak

termasuk dalam artikel yang menjadi sampel penelitian Orlitzky et al. (2003).

Selain itu artikel penelitian yang menggunakan periode penelitian sebelum hingga

setelah tahun 1999 dan tidak termasuk dalam sampel penelitian Orlitzky et al.

(2003) adalah juga merupakan sampel penelitian ini.

3. Penelitian terdahulu yang tidak menggunakan model regresi. Oleh karena

penelitian ini ingin memastikan bahwa variabel CSR adalah merupakan variabel

independen, maka artikel penelitian terdahulu yang menjadi sampel penelitian ini

adalah artikel yang memodelkan hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada

model regresi.

58
4. Penelitian terdahulu yang merupakan Analisis Meta. Penelitian ini dimaksudkan

untuk menggabungkan penelitian individual yang telah dilakukan sebelumnya.

Penelitian individual yang menguji hubungan CSR dan kinerja keuangan pada

setting penelitian tertentu diintegrasikan untuk mendapatkan kesimpulan

menyeluruh dari berbagai setting penelitian. Oleh sebab itu, penelitian terdahulu

yang mengunakan Analisis Meta adalah diluar sampel penelitian ini.

5. Ketidaklengkapan data, seperti tahun data, jumlah sampel dan lainnya.

4. 7. Analisis Data

Unit analisis dalam penelitian ini adalah artikel penelitian yang merupakan studi

terdahulu mengenai hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan pada satu setting

penelitian. Fokus penelitian adalah pada besaran pengaruh (effect size) CSR terhadap

kinerja keuangan. Penelitian ini menetapkan koefisien korelasi (r) sebagai effect size, dan

akan menganalisis koefisien korelasi dari seluruh studi terdahulu yang menjadi sampel

penelitian ini. Analisis meta dilakukan sebagai berikut:

1. Menggabungkaan effect size dari sampel penelitian. Penelitian ini menggunakan

koefisien korelasi (r) sebagai effect size. Apabila artikel penelitian tidak menyajikan

koefisien korelasi namun menyajikan t hitung, maka t hitung dikonversi menjadi koefisien

korelasi dengan rumus sebagai berikut:

r=

Koefisien korelasi dari sampel digabungkan dengan ketentuan sebagai berikut:

- Apabila satu artikel sampel penelitian menggunakan lebih dari satu variabel

dependen maka digunakan koefisien korelasi rata-rata dari penelitian tersebut

59
- Apabila variabel CSR suatu artikel n terdiri dari beberapa komponen atau dimensi

CSR maka koefisien korelasi komponen dan dimensi CSR tersebut dijumlahkan

untuk menggambarkan koefisien korelasi sampel tersebut

2. Mengakumulasi ukuran efek dan menghitung korelasi rata-rata (average correlation

coefficient (ř), dengan formula sebagai berikut:

ř = ∑ (Ni ri)/ ∑ Ni

Dimana: Ni = Jumlah observasi dalam penelitian

ri = koefisien korelasi satu studi tunggal


Koefisien koelasi rata-rata ( ř ) menunjukkan nilai estimasi rata-rata dari koefisien

korelasi populasi. Dalam menilai signifikansi hubungan CSR dengan kinerja keuangan

perlu diestimasi confidence interval dari korelasi rata-rata. Apabila koefisien korelasi

masih berada didalam interval keyakinan (confidence interval) maka hubungan antara

CSR dengan kinerja keuangan disimpulkan signifikan. Dalam mengestimasi interval

keyakinan perlu dihitung varian populasi (Sp).

3. Mengestimasi varian populasi (Variance population)

Variasi kesalahan sampling perlu dianalisis untuk mendapatkan keyakinan atas effect

size dari keseluruhan sampel penelitian. Untuk mendapatkan nilai varian populasi

dilakukan sebagai berikut:

a. Mengestimasi kesalahan observasi (Sr2) dari seluruh koefisien korelasi individu

seluruh studi yang menjadi sampel penelitian sebagai berikut:

Sr2 = ∑ (Ni ( ri - ř ) /∑Ni

Nilai (Sr2 ) digunakan untuk mengestimasi total kesalahan observasi korelasi individual

di sekitar koefisien korelasi rata-rata ( ř). Menurut Hunter & Schmidt (1990) dan Hunter

et al. (1982), observed variance belum mencerminkan varian populasi. Hal ini
60
disebabkan kemungkinan terdapatnya kesalahan artefak statistik dalam varian

observasi. Oleh sebab itu, kesalahan artifak statistik (Se2) harus diestimasi.

b. Mengestimasi kesalahan artefak statistik dengan rumus sebagai berikut:

Se2 = (1- r2)2 K/∑Ni

K, merupakan jumlah studi terdahulu yang dianalisis. Satu artikel penelitian pada

umumnya diperlakukan sebagai satu studi karena satu artikel penelitian biasanya

menganalisis satu setting sampel untuk satu atau beberapa tujuan penelitian. Dalam

hal ini satu artikel tersebut diperlakukan sebagai satu K. Satu artikel dapat

diperlakukan sebagai lebih dari satu studi apabila artikel tersebut menganalisis

hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada lebih dari satu setting sampel yang

berbeda-beda. Dalam kondisi ini satu artikel penelitian diperlakukan sebagai lebih dari

satu K.

c. Menentukan varians populasi (Sp2) dengan mengurangkan varian observasi dengan

varian artefak statistik, dengan rumus sebagai berikut:

Sp2 = Sr2 - Se2

4. Menentukan signifikansi hubungan CSR dengan kinerja keuangan didasarkan estimasi

koefisien korelasi rata-rata dan standar deviasi (Sp) dengan tingkat kepercayaan 95%.

Apabila nilai koefisien korelasi rata-rata berada di antara interval kepercayaan maka

hubungan CSR dengan kinerja keuangan dinyatakan signifikan:

ř - (Sp x 1,96) ≥ ř ≤ ř + (Sp x 1,96)

5. Analisis pengaruh variabel pemoderasi

Variabel pemoderasi adalah variabel yang menyebabkan perbedaan dalam korelasi

antara dua variabel lain (Ahmed & Courtis, 1999). Dalam Analisis Meta mendeteksi

61
keberadaan variabel pemoderasi dapat dilakukan dengan membandingkan varian error

dengan varian observasi. Apabila seluruh atau sebagian besar varian observasi

merupakan varian error, hal ini menunjukkan bahwa populasi adalah homogen dan

analisis hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak dipengaruhi

oleh keberadaan variabel pemoderasi. Akan tetapi, apabila varian error hanya mampu

menjelaskan sebagian kecil varian observasi, hal ini menunjukan hubungan antar

varaibel adalah heterogen.

Pada umumnya heterogenitas hubungan dibagi menjadi tiga level yakni, heterogenitas

level rendah (low heterogeinity), heterogenitas moderate, dan heterogenitas level tinggi

(high heterogeneity). Akan, tetapi klasifikasi level heterogenitas adalah berbeda diantara

bidang studi. Dalam ilmu kesehatan misalnya, level heterogenitas dideteksi dengan uji

Higgins (Higgins et al, 2003). Nilai uji Higgins 25% menunjukan tingkat heterogenitas

yang rendah, dan nilai uji Higgins 50% termasuk dalam klasifikasi moderate, sementara

nilai uji 75% disebut heterogenitas level tinggi.

Penelitian ini mendeteksi heterogenitas hubungan CSR dengan kinerja keuangan

merujuk pada klasifikasi Ahmed & Courtis, (1999). Bila minimal 75% dari varians

observasi mampu dijelaskan varians error maka hubungan antar variabel disebut

homogen atau bebas dari potensi heterogenitas (Ahmed & Courtis, 1999). Untuk lebih

akurat penelitian ini juga menggunakan uji Chi-square dari Hunter et al. (1990) dalam

menentukan apakah terdapat variabel-variabel moderasi atau tidak dengan formula

sebagai berikut:

Jika uji Chi-Square menghasilkan nilai tidak signifikan, berarti hasil penelitian yang

dianalisis adalah homogen. Hal ini memberi indikasi tidak ada variabel moderasi,

62
sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara korelasi yang ada adalah

kesalahan statistik dan bukan kesalahan fungsi dari beberapa variabel pemoderasi

(Ahmed & Courtis, 1999). Jika uji Chi-Square menghasilkan nilai yang signifikan berarti

terjadi heterogenitas sehingga diperlukan memasukan variabel pemoderasi. Artinya,

variasi hasil penelitian yang ada dimoderasi oleh variabel lain. Pengujian efek variabel-

variabel moderasi dilakukan dengan melakukan pengelompokan (sub-group) studi dan

perhitungan r (koefisien korelasi) serta S 2r untuk masing-masing hipotesis sub-grup.

Pengklasifikasian sub-grup dilakukan menurut perbedaan pengukuran variabel dependen

dan variabel independen (explanatory). Tujuan dari sub-grup ini adalah untuk mengurangi

heterogenitas hubungan antar variabel, dan untuk meningkatkan kekuatan explanatory

(Lyons, 2000; Ahmed & Courtis, 1999).

63
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Sampel

Lampiran 1 menyajikan artikel penelitian terdahulu yang menjadi sampel penelitian.

Terdapat 49 artikel yang memenuhi persyaratan sebagai sampel penelitian. Pada umumnya

satu artikel penelitian mengambarkan satu konteks penelitian. Oleh sebab itu, satu artikel

penelitian pada umumnya adalah sebuah studi. Namun, dalam penelitian ini terdapat dua

artikel penelitian yang masing-masing dilakukan pada 4 konteks penelitian, yakni artikel

penelitian Inoue & Lee (2011), dan Kang et al. (2010) sebagaimana tersaji pada lampiran 5.

Kedua artikel penelitian tersebut menguji hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada

empat industri secara terpisah tanpa melakukan agregasi sampel atas ke empat industri

yang tersebut. Oleh sebab itu, artikel penelitian Inoue & Lee (2011), dan Kang et al. (2010)

masing-masing diperlakukan sebagai 4 studi. Oleh karena dalam analisis meta sebuah studi

dipandang sebagai sebuah sampel, maka jumlah sampel penelitian ini dipandang sebagai

55 studi. Jumlah observasi yang diperoleh dari 55 studi yang dilakukan adalah 11.090

observasi.

Studi-studi terdahulu mengenai hubungan CSR terhadap kinerja keuangan banyak

yang menggunakan data CSR perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek negara

dimana penelitian dilakukan, seperti bursa saham negara Indonesia, Italia, Nigeria, Inggris,

Catalonia dan lainnya. Banyak pula peneliti terdahulu yang menggunakan data KLD atau

data yang dipublikasi pihak ketiga lainnya, seperti Bloomberg, US Fortune, majalah

Competitive Media Reporting Database, dan lainnya.

Di antara studi terdahulu mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan ada

yang menggunakan data sebuah negara saja, seperti dilakukan Fiori et al. (2007), Huang &
64
Yang (2014), Fauzi et al. (2007) dan peneliti lainnya. Terdapat pula penelitian yang

menggunakan sekelompok negara dalam kriteria tertentu, seperti kelompok negara-negara

berkembang dan negara maju atau klasifikasi lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh

Cheung et al. (2010), Dragomir (2010), Asraf et al. (2017). Peneliti terdahulu menekankan

industri spesifik dalam menganalisis hubungan antara CSR dan kinerja keuangan,

sebagaimana yang dilakukan oleh Lee & Park (2010), Kang et al. (2010), dan peneliti

lainnya yang tersaji dalam lampiran 1.

5.2 Pengukuran Kinerja Keuangan

Sampel penelitian menunjukkan kecenderungan peneliti terdahulu menggunakan

strategi pengukuran akuntansi. Terdapat 16 peneliti yang menggunakan strategi pengukuran

akuntansi seperti tersaji dalam lampiran 2, namun secara teknis strategi pengukuran

akuntansi diimplementasikan dengan sangat beragam. Terdapat 14 teknik dari strategi

pengukuran akuntansi seperti terlihat dalam kolom ke empat lampiran 2. Pada umumnya

strategi pengukuran akuntansi menggunakan informasi laba akuntansi, yang di aplikasikan

dengan bervariasi, diantaranya: Laba Kotor (Awan & Saeed, 2015), EBITDA (Oeyono et al.,

2011; Michelon et al., 2013; Awan & Saeed, 2015), Laba Sebelum Pajak (Jhon et al., 2013),

Laba Bersih (Abiodun, 2012; Menguc & Ozanne, 2005; Awan & Saeed, 2015; Kanwal et al.,

2013). Banyak peneliti mengukur kinerja keuangan dengan rasio profitabilitas, yakni: ROE

dan ROA seperti tersaji dalam lampiran 2.

Strategi pengukuran pasar umumnya mengacu kepada harga saham dan

kapitalisasi pasar seperti yang dilakukan oleh Afiff & Anantadjaya (2013), Fiori (2007),

Brammer et al. (2006), Michelon et al. (2013), dan Lee & Park (2010). Selain harga pasar,

return saham juga dirujuk oleh para peneliti dalam mengukur kinerja keuangan

sebagaimana yang dilakukan oleh Dragomir (2010), Luo & Bhattacharya (2006), Makni et

al. (2009), Karagiorgos (2010), Hogan et al. (2014), Muller & Kräussl (2011), dan Wang et al.
65
(2011). Teknis pengukuran dengan return pasar dilakukan dengan bervariasi antara lain,

dengan Excess Return, Average Return, dan Cummulative Abnormal Return. Terdapat pula

pengukuran yang merujuk pada Holding Period (Filbeck & Gorman, 2004) dan Market Share

Growth (Saeidi et al., 2014; Menguc & Ozanne, 2005).

Peneliti terdahulu juga mengukur kinerja keuangan dengan kombinasi antara data-

data laporan keuangan (pengukuran akuntansi) dan data yang berhubungan dengan kinerja

saham perusahaan (pengukuran pasar). Pengukuran kombinasi (mix) pada umumnya

menggunakan Tobins Q seperti tersaji dalam lampiran 2. Selain itu, terdapat juga penelitian

yang menggunakan hasil survei dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan

(pengukuran persepsi).

Keragaman implementasi pengukuran kinerja keuangan ini mengindikasikan belum

terdapat kesepakatan mengenai pengukuran kinerja keuangan dalam menganalisis

hubungan antara CSR dan kinerja keuangan. Sebagian besar peneliti menggunakan lebih

dari satu pengukuran kinerja keuangan sebagai upaya menutupi kelemahan penggunaan

hanya satu pengukuran kinerja keuangan. Diantaranya, terdapat peneliti yang

menggunakan pengukuran akuntansi dan pasar. Terdapat juga peneliti yang menggunakan

pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi, seperti Tobins Q. Hasil pemetaan atas 55 studi

terdahulu menunjukkan kecenderungan peneliti terdahulu menggunakan akuntansi ROA

dan ROE dan pengukuran kombinasi Tobins Q, seperti tersaji pada lampiran 2. Analisis

Meta atas hubungan CSR dan kinerja keuangan yang telah dilakukan oleh Ortlitzky et al.

(2003) juga menunjukkan kecenderungan menggunakan pengukuran ROA dan ROE,

namun variasi pengukuran kinerja keuangan dalam studi ini, menunjukkan variasi yang lebih

besar dibanding dengan Analisis Meta yang dilakukan oleh Orlitzky et al. (2003).

66
5.3. Pengukuran CSR

Lampiran 3 menyajikan pengukuran CSR yang dilakukan peneliti terdahulu yang

menjadi sampel penelitian. Strategi pengukuran yang paling banyak dilakukan adalah

pengukuran dengan strategi reputasi yakni 19 penelitian, pengukuran pengungkapan

(content analysis) 14 penelitian, strategi pengukuran dengan survei 9 penelitian, dan strategi

pengukuran dengan audit sosial, yakni 6 penelitian. Sementara strategi pengukuran dengan

prinsip dan nilai CSR hanya dilakukan oleh seorang peneliti, yakni: Lin et al. (2009).

Fenomena pengukuran CSR penelitian terdahulu menunjukkan kecenderungan teknik

pengukuran yang beragam meskipun strategi pengukuran nya sama. Afiff & Anantadjaya

(2013) dan Dragomir (2010), misalnya sama-sama menggunakan strategi pengukuran

content analysis, akan tetapi kedua peneliti tersebut berbeda dalam melakukan content

analysis seperti tersaji dalam lampiran 3. Afiff & Anantadjaya (2013) membuat skala

penilaian merujuk pada peneliti terdahulu yakni, Fiori et al. (2007), orlitzky et al. (2003),

sedangkan Drogomir (2010) mengacu kepada GRI.

Di antara peneliti lain yang menggunakan strategi pengungkapan terdapat juga yang

mengacu kepada pedoman lain selain GRI seperti, Yang et al. (2010) yang berpedoman

pada ARESE. Peneliti lainnya melakukan content analysis dengan mengkonstruksikan

sendiri skala pengukuran, seperti yang dilakukan oleh Uadiale & Fagbemi (2012). Strategi

pengukuran dengan reputasi dilakukan menggunakan skor yang dikeluarkan lembaga

independen seperti KLD Stat, EIRIS scores, Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA),

Community and Environment Responsibility (CER) score, dan lainnya. Keterlibatan para ahli

yang independen dalam melakukan penilaian CSR perusahaan merupakan kelebihan dari

pengukuran dengan strategi reputasi.

Strategi audit sosial cenderung mengukur CSR dari nilai moneter, namun para peneliti

yang menggunakan strategi pengukuran ini juga berbeda-beda dalam implementasi nya.

67
Abiodun (2012), Kanwal et al. (2013), dan Crisostomo et al. (2011) mengukur dari nilai

moneter pengeluaran yang terkait dengan CSR, sementara Hogan et al. (2014), dan Muller

& Kräussl (2011) menggunakan data publikasi donasi filantropi, seperti tersaji dalam

lampiran 3. Peneliti yang menggunakan strategi survei cenderung mengikuti peneliti

terdahulu dalam menyusun daftar pertanyaan, seperti Rettab et al. (2009); Saeidi et al.

(2014), Torugsa et al. (2012), sehingga aspek-aspek penilaian dalam daftar pertanyaan

memiliki banyak kesamaan.

5.4 Hasil Analisis Meta

Analisis Meta atas hubungan CSR dan kinerja keuangan, dilakukan secara aggregat

atas segala keragaman penelitian terdahulu, baik keragaman bentuk dan dimensi,

keragaman pengukuran, maupun keragaman konteks penelitian lainnya. Analisis Meta

secara aggregate kemudian diikuti dengan analisis sub-group untuk mengungkap

keberadaan variabel pemoderasi dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan.

5. 4. 1. Analisis Meta Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan secara Aggregate

5. 4. 1. 1. Deskripsi Korelasi Studi Terdahulu

Lampiran 5 menyajikan daftar koefisien korelasi hubungan CSR dengan kinerja

keuangan dari tiap-tiap studi yang menjadi sampel penelitian. Sebagian studi terdahulu

menyajikan t hitung, seperti di informasikan dalam kolom 4 lampiran 5, sehingga t hitung

tersebut ditransformasikan menjadi koefisien korelasi (r) yang disajikan dalam kolom 7

lampiran 5. Kolom 5 menginformasikan halaman referensi dari studi terdahulu yang

menyajikan nilai t hitung atau koefisien korelasi.

Pada umumnya studi terdahulu menguji hubungan CSR dengan kinerja keuangan

menggunakan lebih dari satu pengukuran kinerja keuangan seperti yang dilakukan oleh

68
Drogomir (2010), Elsayed & Paton (2005), Inoue & Lee (2011), dan para peneliti lainnya.

Dalam kondisi demikian penelitian ini menggunakan korelasi rata-rata variabel – variabel

dependen tersebut. Selain itu banyak studi yang melakukan pengujian berdasarkan

komponen atau dimensi CSR. Dalam kondisi tersebut penelitian ini akan menggabungkan

korelasi dalam satu model penelitian. Pengujian hubungan CSR dengan kinerja keuangan

dengan lebih dari satu variabel kinerja keuangan dan variabel CSR menyebabkan korelasi

yang dihasilkan dari 55 studi dalam sampel penelitian berjumlah 355 korelasi seperti tersaji

pada lampiran 5. Total observasi yang dilakukan dalam analisis aggregate hubungan antara

CSR dengan kinerja keuangan adalah sebanyak 11.090 observasi. Jumlah observasi

sebesar 11.090 adalah hasil penjumlahan seluruh observasi penelitian (N) dari studi

terdahulu yang menjadi sampel penelitian ini, yakni 55 studi terdahulu. Dalam studi

terdahulu Afiff & Anantadjaya (2013) misalnya, menganalisis 104 observasi penelitian.

Terdapat dua studi yang jumlah observasi nya di atas 1000, yakni: Cheung et al. (2010)

sebanyak 1188 observasi, dan Seo et al. (2010) sebanyak 1122 observasi. Studi lainnya

memiliki jumlah observasi ratusan atau bahkan puluhan, seperti jumlah observasi dalam

studi Fiori (2007) sebanyak 75 observasi, seperti tersaji pada lampiran 5.

5.4.1.2. Hasil Pengujian Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan

Fokus analisis dalam pengujian hipotesis pertama adalah substansi korelasi CSR dan

kinerja keuangan tanpa memandang bentuk dan dimensi, pengukuran, dan konteks CSR

lainnya. Penelitian ini berargumen bahwa hubungan CSR dan kinerja keuangan memiliki

daya generalisasi yang kuat apabila dalam segala pengukuran, bentuk dan dimensi, dan

konteks lainnya hubungan CSR dengan kinerja keuangan tetap signifikan. Oleh sebab itu,

pengujian ini juga menggabungkan korelasi dari seluruh kinerja keuangan dengan segala

pengukurannya, yakni pengukuran pasar, pengukuran akuntansi, persepsi, dan lainnya.

69
Ringkasan hasil Analisis Meta hubungan CSR dengan kinerja keuangan secara menyeluruh

disajikan dalam Tabel 5.1.

Hasil pemetaan atas 55 studi terdahulu menghasilkan 355 korelasi CSR dengan

kinerja keuangan, pada 11.090 jumlah observasi studi. Koefisien korelasi rata-rata atas 55

studi adalah sebesar 0,247679 seperti disajikan pada baris ketiga Tabel 5.1. Dengan tingkat

keyakinan 95% koefisien korelasi rata-rata tersebut berada dalam interval keyakinan, yakni

antara nilai: 0,013859 hingga nilai 0,481498 seperti disajikan pada Tabel 5.1. Dapat

disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi tersebut signifikan. Dengan demikian, hasil

pemetaan menunjukkan bahwa pada segala konteks CSR dan kinerja keuangan, CSR

berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hipotesis pertama yang mengatakan bahwa

CSR mempengaruhi kinerja keuangan dengan demikian telah terbukti dari hasil Analisis

Meta secara aggregate.

Tabel 5.1 Analisis Menyeluruh Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan

No Keterangan Nilai

1 Total Koefisien korelasi atas 11.090 observasi 2746,7552

2 Korelasi rata-rata (ř) 0,247679*

3 Standar Deviasi (Sp) 0,11930

4 Batas keyakinan minimun pada alpha 5% 0,013859

5 Batas keyakinan maksimum pada alpha 5% 0,481498

6 Varians observasi (Sr2) 0,03437

7 Varians error (Se2) 0,00437

8 Persentase varians observasi yang dapat dijelaskan 12,71%**

9 Chi Square hitung 432,64513

10 Chi Square tabel 72,153


* Nilai ř (0,247679) adalah signifikan, karena berada di antara interval keyakinan
minimum pada alpha 5% (0,013859) dan keyakinan makimum ( 0,481498). **Varians
observasi yang mampu dijelaskan oleh varians error: 0,00437/0,00437=12,71%
70
Analisis lebih lanjut berdasarkan perhitungan varians observasi menunjukkan

heterogenitas yang sangat tinggi atas 55 studi terdahulu yang dipetakan. Hanya 12,71%

varians observasi yang disebabkan oleh varians error. Hal ini mengindikasikan terdapatnya

variabel pemoderasi di antara hubungan CSR dan kinerja keuangan. Pengujian

heterogenitas hubungan CSR dengan kinerja keuangan juga dilakukan dengan

membandingkan nilai Chi Square hitung dan nilai tabel hitung Chi Square yang disajikan

pada dua baris akhir Tabel 5.1. Nilai hitung Chi Square dalam Tabel 5.1 sebesar: 432,64513

menunjukkan jumlah yang jauh lebih besar dari nilai tabel Chi Square yakni 72,153. Hal ini

mengkonfirmasi hoterogenitas hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Dengan demikian

diperlukan analisis sub-grup dari variabel-variabel yang diduga memoderasi hubungan CSR

dan kinerja keuangan, yakni: karakteristik negara, bentuk dan dimensi CSR, pengukuran

CSR, dan pengukuran kinerja keuangan.

5.4.2 Pengujian Variabel Pemoderasi

5.4.2.1. Analisis Sub-group - Karakteristik Negara

Hipotesis kedua mengatakan bahwa hubungan CSR dengan kinerja keuangan

dimoderasi oleh karakteristik negara. Untuk menemukan indikasi bahwa karakteristik negara

merupakan salah satu variabel pemoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan,

dilakukan sub-group ke dalam dua kelompok, yakni negara maju dan negara berkembang.

Hasil analisis sub-group disajikan pada Tabel 5.2. Analisis sub-group mengidentifikasi 18

studi yang sesuai dengan konteks negara berkembang, dan 20 studi pada konteks negara

maju. Walaupun jumlah studi yang dilakukan di negara berkembang dan di negara maju

tidak jauh berbeda namun jumlah observasi yang dilakukan di negara berkembang dan

negara maju berbeda cukup signifikan, yakni 3.483 observasi di negara berkembang

dibandingkan 4.143 observasi di negara maju. Koefisien korelasi yang dianalisis di negara
71
maju juga jauh lebih besar dibanding dengan negara berkembang, yakni 132 korelasi di

negara maju dan 88 buah korelasi di negara berkembang.

Analisis sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan dalam kelompok negara

maju dan negara berkembang menunjukkan hasil yang berbeda. Hubungan CSR dan kinerja

keuangan positif di negara-negara maju. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi rata-

rata negara maju yang bernilai 0,285812 masih berada di antara batas interval keyakinan

sebesar 0,180768 hingga 0,390857. Berbeda dengan kondisi di negara maju, di negara

berkembang hubungan CSR dengan kinerja keuangan tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat

dari nilai interval keyakinan koefisien korelasi yang bertanda positif dan negatif, yakni: -

0,07186 dan 0,532008.

Hasil analisis sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan yang berbeda di negara

maju dan di negara berkembang menunjukkan bahwa karakterisitik negara dapat

menguatkan dan melemahkan hubungan CSR dengan kinerja keuangan, sehingga

merupakan variabel pemoderasi dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan. Hipotesis ke-

2 yang mengatakan bahwa karakteristik negara memoderasi hubungan CSR dan kinerja

keuangan dengan demikian telah terbukti. Akan tetapi, hasil analisis sub-group berdasarkan

karakteristik negara maju dan negara berkembang masih menunjukkan heterogenitas

hubungan CSR dan kinerja keuangan pada dua kelompok negara tersebut, seperti tersaji

pada Tabel 5.2. Pada kelompok negara maju memang terjadi peningkatan homogenitas

studi dari yang sebelumnya 12,71% menjadi 29,67%, namun pada kelompok negara

berkembang hasil studi justru menjadi semakin sangat heterogen yakni 9,39%.

Hasil uji dengan Chi Square juga menunjukkan heterogenitas hubungan CSR dan

kinerja keuangan, pada kedua kelompok negara. Hal ini terbukti dari nilai hitung Chi Square

yang lebih tinggi dari nilai tabel Chi Square, baik pada negara maju, maupun pada negara

berkembang, seperti tersaji pada Tabel 5.2. Pada negara berkembang nilai uji Chi Square

sebesar 191,60570 berada jauh di atas nilai tabel, yakni 27,587. Pada negara maju hasil uji
72
Chi Square senilai 67,41226 juga jauh di atas nilai tabel yakni: 30,144. Hasil uji Chi Square

ini menjadi indikasi yang kuat bahwa terdapatnya variabel pemoderasi lain dalam hubungan

CSR dan kinerja keuangan. Untuk itu diperlukan analisis sub-group lebih lanjut guna

mengungkap variabel-variabel pemoderasi lainnya.

Tabel 5.2 Analisis Variabel Pemoderasi Karakteristik Negara

No Keterangan Negara Negara maju


berkembang

1 Jumlah studi (K) 18 20

2 Jumlah korelasi yang disajikan 88 132

3 Jumlah observasi (N) 3.483 4.143

4 Korelasi rata-rata sampel (ř) 0,2301* 0,285812**

5 Standar Deviasi (Sp) 0,15405 0,05359

6 Batas keyakinan minimun pada alpha 5% -0,07186 0,180768

7 Batas keyakinan maksimum pada alpha 5% 0,532008 0,390857

8 Varians observasi (Sr2) 0,04934 0,01378

9 Varians error (Se2) 0,00464 0,00407

10 Varians observasi yang dijelaskan varians error 9,39% 29,67%

11 Nilai Chi Square 191,60570 67,41226

12 Chi Square tabel 27,587 30,144

*Nilai koefisien korelai rata-rata (ř) negara berkembang (0,2301)tidak signifikan, karena berada pada
batas keyakinan yang bertanda negatif (-0,07186) dan positif .( 0,532008) ** Nilai koefisien korelai
rata-rata maju signifikan karena berada di antara interval keyakinan mainimum(0,180768) dan
maksimum (0,390857)

5.4.2.2. Analisis Sub-group - Bentuk dan Dimensi CSR

Pengujian hipotesis ke-3 dilakukan dengan melakukan analisis sub-group berdasarkan

bentuk dan dimensi CSR. Terdapat 7 kecenderungan bentuk dan dimensi kegiatan CSR

73
perusahaan yang dianalisis oleh studi-studi terdahulu sebagaimana tersaji pada Tabel 5.3,

yakni, CSR corporate governance, CSR yang berhubungan dengan produk (product), CSR

mengenai keragaman (diversity), Ketenagakerjaan (employement), Lingkungan

(environment), kemasyarakatan atau sosial (social), dan bentuk kegiatan filantropi.

Hasil analisis sub-group berdasarkan bentuk dan dimensi CSR menunjukkan

hubungan CSR dan kinerja keuangan yang berbeda di antara 7 sub-group. Dari tujuh bentuk

dan dimensi CSR hanya dua kelompok yang menghasilkan hubungan yang positif CSR dan

kinerja keuangan, yakni: CSR tata kelola dan CSR filantropi. Nilai korelasi rata-rata CSR tata

kelola senilai 0,137521 atas observasi sejumlah 1201 berada di antara interval keyakinan

yang ditetapkan yakni: 0,0968 interval keyakinan minimum dan 0,178241 interval keyakinan

maksimum. Hal yang sama terjadi pada CSR filantropi dengan nilai korelasi rata-rata

0,194624 yang masih berada pada interval keyakinan yang ditetapkan, yakni dari nilai

0,180597 hingga 0,208652.

Adapun analisis sub-group pada lima bentuk dan dimensi CSR lainnya yakni: produk,

keragaman, tenaga kerja, lingkungan, dan sosial, tidak menghasilkan hubungan yang

signifikan antara CSR dengan kinerja keuangan. Nilai korelasi rata-rata ke lima bentuk dan

dimensi CSR tersebut tidak berada pada interval keyakinan yang ditetapkan pada alpha 5%,

karena interval keyakinan ke lima bentuk dan dimensi CSR tersebut bertanda positif dan

negatif. Analisis sub-group pada 7 bentuk dan dimensi CSR, yang menghasilkan hubungan

signifikan dan tidak signifikan CSR dan kinerja keuangan, menjadi bukti bahwa keragaman

bentuk dan dimensi CSR dapat memperkuat dan memperlemah hubungan CSR dan kinerja

keuangan. Dengan demikian, hipotesis ke-3 yang mengatakan bahwa keragaman bentuk

dan dimensi CSR memoderasi hubungan CSR dan kinerja keuangan adalah terbukti. CSR

dimensi tata kelola dan CSR bentuk filantropi memperkuat hubungan CSR dan kinerja

keuangan, sementara lima dimensi CSR lainnya memperlemah hubungan CSR dan kinerja

keuangan.

74
Pada uji heterogenitas hubungan CSR dengan kinerja keuangan atas tujuh kelompok

analisis, ditemukan bahwa hubungan CSR dan kinerja keuangan homogen pada 4 bentuk

dan dimensi, yakni: CSR dimensi tata kelola (corporate governance), produk, keragaman,

dan CSR bentuk filantropi. Hasil uji Chi Square pada empat bentuk dan dimensi CSR

tersebut lebih rendah dibanding dengan nilai tabel Chi Square pada alpha 5%, yang

maknanya adalah bahwa hubungan CSR dan kinerja keuangan pada 4 bentuk dan dimensi

CSR tersebut tidak diperkuat atau diperlemah faktor-faktor lain secara signifikan.

Pada uji heterogenitas berdasarkan kemampuan varians error menjelaskan varians

observasi (Sr2), CSR dimensi tata kelola tampaknya memiliki hubungan heterogen karena

kemampuan varians error nya menjelaskan varians observasi 53,52% atau kurang dari 75%

yang diisyaratkan. Akan tetapi, menurut Ahmed & Courtis (1999) hasil pengujian yang lebih

akurat adalah dengan membandingkan nilai uji Chi Square dengan nilai tabel Chi Square.

Hasil uji nilai Chi Square dimensi tata kelola sebesar 7,474079 adalah lebih kecil dari nilai

tabel nya pada alpha sebesar 5%, yakni: 7,815. Dengan demikian, hubungan CSR dengan

kinerja keuangan pada dimensi tata kelola disimpulkan homogen.

Hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada tiga dimensi CSR yakni lingkungan,

ketenagakerjaan, dan kemasyarakatan adalah sangat heterogen. Hasil uji Chi Square ketiga

dimensi CSR tersebut jauh lebih besar dari nilai tabel Chi Square nya. Pengujian

berdasarkan kemampuan varians error menjelaskan varians observasi juga menunjukkan

hasil yang sangat heterogen pada tiga dimensi tersebut. Varians error ke tiga dimensi

tersebut hanya mampu menjelaskan kurang dari 20% varians observasi nya, seperti

disajikan pada Tabel 5.3. Hasil yang sangat heterogen tersebut menyarankan dilakukannya

kembali sub-group atas CSR dimensi tenaga kerja, lingkungan, dan sosial, guna

meningkatkan homogenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan.

75
Tabel 5.3 Bentuk dan dimensi CSR

Keterangan Tata kelola Produk Keragaman Tenaga kerja Lingkungan Sosial Filantropi

Jumlah studi 4 7 6 16 19 16 6

Jumlah observasi 1201 1201 907 2.794 3602 3185 535

Korelasi rata-rata 0,137521 0,012441 -0,00474 0,144896 0,117057 0,176566 0,194624

Standar deviasi 0,020776 0,007844 -0,04549 0,10171 0,098826 0,105154 0,0071569

keyakinan minimun 0,0968 -0,00293 0,084424 -0,05445 -0,07664 -0,02954 0,208652

Keyakinan maksimum 0,178241 0,027816 -0,09391 0,344243 0,310756 0,382668 0,180597

Variansi observasi (Sr2) 0,00599 0,007086 0,001284 0,03090 0,029056 0,030214 0,008974

Variansi error 0,003206 0,084177 0,006615 0,00549 0,005131 0,004715 0,010381

Sr2 dijelaskan 53,52% 100% 100% 17,77% 17,66% 15,61% 100%

Nilai Chi Square 7,474079 8,512596 1,165007 90,086710 107,5883 102,5244 5,186699

Chi Square tabel 7,815 12,592 11,070 24,996 28,869 24,996 11,070

Koefisien korelasi rata-rata bentuk produk (0,012441),keragaman(-0,00474), tenaga kerja (0,144896) , lingkungan (0,117057), dan sosial
(0,176566), adalah tidak signifikan karena berada diantara interval keyakinan yang bertanda negatif dan positif (produk: (-0,00293) -
0,027816; keragaman: (-0,09391) - 0,084424; lingkungan: (-0,07664) - 0,310756; tenaga kerja: (-0,05445) - 0,344243; dan sosial (:-
0,02954) - 0,382668. Sementara korelasi rata-rata tata kelolah dan pilantropi adalah signifikan karena berada diantara interval keyakinan
yang positif.
Penelitian mencoba meningkatkan homogenitas hubungan dengan mengelompokan

ketiga dimensi CSR atas negara. maju dan negara berkembang. Pengelompokan ketiga

dimensi CSR pada negara maju dan negara berkembang disajikan pada Tabel 5.4 dan

Tabel 5.5. Pengelompokan CSR ke tenaga kerjaan, sosial dan lingkungan berdasarkan

karakteristik negara maju dan berkembang hanya menghasilkan hubungan CSR dengan

kinerja keuangan yang homogen pada CSR di negara berkembang.

Tabel 5.4. Kecenderungan Bentuk dan Dimensi CSR-Negara Maju

Keterangan Ketenaga Sosial Lingkungan


Kerjaan

Jumlah studi 6 5 8

Observasi (N) 1534 1359 1804

Korelasi rata-rata 0,16117* 0,192021** 0,1832411***

Standar Deviasi 0,114759 0,1395681 0,122192

keyakinan minimun -0,06376 -0,08153 -0,05626

Keyakinan maksimum 0,386098 0,465574 0,422738

Sr2 0,030862 0,039199 0,0348

Se2 0,003711 0,003413 0,004142

Sr2 dijelaskan 12,02% 8,71% 11,90%

Nilai Chi Square 49,90094 57,42862 67,21826

Chi Square tabel 11,070 9,488 14,067

Koefisien korelasi rata-rata dimensi ketenagakerjaan, dimensi sosial, dan dimensi


lingkungan tidak signifikan karena berada pada interval keyakinan positif dan negatif.
(Interval keyakinan dimensi ketenagakerjaan: -0,06376 - 0,386098; dimensi sosial: -0,08153
- 0,465574; dan dimensi lingkungan : -0,05626 - 0,422738)

Hasil uji Chi Square ketiga dimensi CSR berada dibawah nilai tabel Chi Square, yang

bermakna hubungan yang homogen antara CSR dan kinerja keuangan seperti tersaji pada
77
Tabel 5.5. Pengelompokan dimensi CSR pada negara berkembang juga menghasilkan

hubungan yang signifikan antara CSR dengan kinerja keuangan, dengan nilai koefisien

korelasi rata-rata ke tiga dimensi berada pada interval keyakinan yang ditetapkan. Koefisien

korelasi dimensi ketenagakerjaan 0,217661 berada di antara nilai interval 0,117194 -

0,318128; koefisien korelasi rata-rata dimensi sosial 0,266639 berada di antara interval

0,210357 - 0,322921; dan koefisien korelasi rata-rata dimensi lingkungan 0,204214 berada

di antara interval 0,175029-0,175029.

Di negara maju hasil analisis sub-group menunjukkan hasil yang tetap heterogen

hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada ke tiga dimensi CSR yang dianalisis, seperti

tersaji pada Tabel 5.4. Bahkan homegenitas semakin menurun pada dimensi sosial di

negara maju. Baik pengujian heterogenitas berdasarkan uji Chi Square maupun pengujian

berdasarkan kemampuan varians error menjelaskan varians observasi, menunjukkan hasil

yang sangat heterogen. Bahkan kemampuan varians error menjelaskan varians observasi

pada tiga dimensi CSR kurang dari 15%. Studi ketiga dimensi CSR di negara maju juga

menunjukkan hasil yang tidak signifikan atas hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Hal

ini disebabkan nilai koefisien korelasi rata-rata ketiga dimensi yang dianalisis berada di

antara interval keyakinan yang positif dan negatif seperti tersaji pada Tabel 5.4.

5.4.2.3 . Analisis Sub-group - Pengukuran CSR

Analisis sub-group atas keragaman pengukuran CSR sebagai variabel pemoderasi

hubungan CSR dengan kinerja keuangan dilakukan dengan pengelompokan analisis pada 5

strategi pengukuran, yakni, strategi pengungkapan (content analyis) terdiri dari 13 studi,

strategi reputasi 25 studi, strategi survei 9 studi dan audit sosial 7 studi. Adapun strategi

pengukuran dengan prinsip dan nilai CSR hanya terdiri dari 1 studi, sehingga analisis sub-

group tidak akan menghasilkan kesimpulan yang memiliki generaliasi yang lebih baik. Oleh

78
sebab itu, analisis hanya dilakukan pada 4 strategi pengukuran, yakni: strategi

pengungkapan (content analyis), strategi reputasi, strategi survei, dan audit sosial.

Tabel 5.5. Kecenderungan Bentuk dan Dimensi CSR - Negara Berkembang

Keterangan Ketenaga Sosial Lingkungan


Kerjaan

Jumlah studi 4 4 4

Observasi (N) 394 394 394

Korelasi rata-rata 0,217661 0,266639 0,204214

Standar Deviasi -0,05126 0,028715 -0,01489

keyakinan minimun 0,318128 0,210357 0,2334

Keyakinan maksimum 0,117194 0,322921 0,175029

Sr2 0,002 0,01496 0,0066693

Se2 0,009213 0,00876 0,009323

Sr2 dijelaskan 100 58,56% 100

Nilai Chi Square 0,868517 6,830947 2,861402

Chi Square hitung 7,815 7,815 7,815

Krelasi rata-rata ketiga dimensi signifikan karena berada di antara interval keyakinan (koefisien
korelasi dimensi ketenagakerjaan 0,217661 berada di antara nilai interval 0,117194; koefisien
korelasi rata-rata dimensi sosial 0,266639 berada di antara interval 0,210357 - 0,322921; dan
koefisien korelasi rata-rata dimensi lingkungan 0,204214 berada di antara interval 0,175029-
0,175029.

Strategi pengukuran reputasi paling banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Hal ini

disebabkan keberadaan institusi yang melakukan penilaian kinerja CSR perusahaan-

perusahaan semakin diakui dan dianggap lebih objektif dan reliable. Sementara itu, studi

CSR yang dilakukan pada satu negara tertentu biasanya dilakukan dengan strategi

pengungkapan (content analysis) atau strategi survei. Strategi audit sosial cenderung

dilakukan dengan pendekatan nilai moneter namun sangat beragam implementasinya

79
seperti nilai moneter invetasi dalam CSR, nilai moneter donasi, nilai moneter beban yang

masuk dalam klaifikasi CSR, pengeluaran CSR, dan lainnya.

Hasil analisis sub-group hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada 4 strategi

pengukuran CSR disajikan pada Tabel 5.6. Analisis sub-group yang dillakukan menunjukkan

hasil yang beragam hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Dua diantaranya, yakni,

strategi reputasi dan strategi survei menghasilkan hubungan signifikan antara CSR dan

kinerja keuangan, dengan nilai korelasi rata-rata masing-masing senilai 0,239308, dan

0,368883 yang berada dalam interval keyakinan minimum dan maksimum. Sementara dua

strategi pengukuran CSR lainnya, strategi pengungkapan dan strategi audit sosial, tidak

menghasilkan hubungan yang signifikan antara CSR dan kinerja keuangan, karena kedua

strategi pengukuran tersebut memiliki interval keyakinan yang bertanda positif dan negatif.

Temuan analisis sub-group yang berbeda atas hubungan CSR dan kinerja keuangan

di antara strategi-strategi pengukuran CSR, membuktikan bahwa keragaman strategi

pengukuran CSR bersifat memperkuat atau memperlemah hubungan CSR dengan kinerja

keuangan. Dengan demikian hipotesis ke-4 yang mengatakan bahwa keragaman

pengukuran CSR memoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan telah terbukti dari

hasil sub-group yang dilakukan, dimana sub-group dengan pengukuran reputasi dan survei

menunjukkan hubungan yang positif, sementara, sub-group berdasarkan strategi

pengukuran content analysis dan audit sosial tidak menunjukkan hubungan yang signifikan

antara CSR dan kinerja keuangan.

80
Tabel 5.6 Analisis Variabel Pemoderasi – Pengukuran CSR

Keterangan Content Reputasi Survei Sosial


analysis audit

Jumlah studi (K) 13 25 9 7

Jumlah observasi (N) 1518 6413 1788 1338

Korelasi rata-rata sampel 0,212856 0,239308 0,368883 0,193978

Standar Deviasi (Sp) 0,120419 0,107476 0,097234 0,140439

Batas keyakinan minimun alpha 5% -0,02316 0,028655 0,178305 -0,08128

Batas keyakinan maksimum alpha 5% 0,448876 0,449961 0,559461 0,469239

Varians observasi (Sr2) 0,043584 0,027668 0,025131 0,04412

Varians error (Se2) 0,007805 0,003465 0,003757 0,004845

Varians observasi yang mampu dijelaskan 17,91% 12,52% 14,95% 10,98%

Nilai Chi Square 72,58867 199,6465 60,20342 63,73913

Chi Square tabel 21,026 36,415 15,507 12,592

Koefisien korelai rata-rata strategi pengukuran reputasi (0,239308) dan survei (0,368883) adalah
signifikan karena berada di antara interval keyakinan minimum dan maksimum, masing – masing :
0,028655 hingga 0,449961, dan 0,178305 hingga 0,559461. Sementara korelasi rata-rata strategi
pengukuran dengan content analysis dan sosial audit adalah tidak signifikan karena berada pada
interval keyakinan negatif dan positif.

Akan tetapi, analisis sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan pada 4 strategi

pengukuran CSR tidak meningkatkan homogenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan.

Varians observasi yang mampu dijelaskan oleh varians error atas strategi pengukuran

pengungkapan, reputasi, survei dan audit sosial berturut-turut adalah: 17,91%, 12,52%,

14,95%, dan 10,98%. Hal ini mengindikasikan banyaknya variabel yang perlu dianalisis

dalam hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Pengujian dengan Chi Square

menunjukkan nilai uji yang berada jauh di atas nilai tabel Chi Square, seperti tersaji pada

Tabel 5.6. Kondisi ini menunjukkan hubungan CSR dan kinerja keuangan yang sangat

heterogen.
81
5.4.2.4 Analisis Sub-group - Pengukuran Kinerja Keuangan

Sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan berdasarkan strategi pengukuran

kinerja keuangan disajikan pada Tabel 5.7. Pengukuran kinerja keuangan dengan akuntansi

lebih banyak dilakukukan studi terdahulu, yakni, 40 jumlah studi dengan 6.362 jumlah

observasi. Pengukuran berdasarkan akuntansi dilakukan menggunakan antara lain, laba

kotor, laba sebelum pajak, laba bersih, dan rasio-rasio laba yakni: ROI, ROE, dan ROA,

namun yang paling banyak dilakukan adalah dengan ROE dan ROA. Pengukuran kombinasi

pasar dan akuntansi juga banyak dilakukan oleh studi terdahulu. 22 studi terdahulu

menggunakan pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi dengan jumlah observasi yang

besar yakni 5.756, sedangkan pengukuran dengan pasar dilakukan oleh 13 studi dengan

jumlah observasi 2.281. Pengukuran kinerja keuangan dengan persepsi paling jarang

dilakukan yakni, 3 studi dengan jumlah observasi 770.

Sub-grouping berdasarkan kinerja keuangan juga menunjukkan hasil yang berbeda di

antara 4 strategi pengukuran. Hasil yang signifikan ditemukan pada 3 kelompok pengukuran

yakni pengukuran akuntansi, pasar dan pengukuran berdasarkan persepsi, dengan

koefisien korelasi rata-rata berturut-turut: 0,2588 (interval keyakinan 0,006071 - 0,511607),

0,383145 (interval keyakinan 0,043628 - 0,722662), dan 0,378768 (interval keyakinan

0,355418 - 0,402117). Koefisien korelasi rata-rata dengan pengukuran pasar dan persepsi

lebih tinggi dibanding dengan pengukuran akuntansi, namun pengukuran kinerja keuangan

dengan persepsi hanya dilakukan oleh 3 studi sehingga hasil tersebut kurang dapat di

interpretasikan dengan baik. Hasil yang tidak signifikan terjadi pada sub-group strategi

pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi, dengan nilai koefisien korelasi rata-rata yang

sangat rendah yakni, 0,146053. Nilai ini berada diluar interval keyakinan yang bertanda

positif dan negatif yakni, -0,29653 interval minimum, dan 0,588639, seperti tersaji pada

Tabel 5.7.

Hasil analisis sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan yang berbeda atas

empat strategi pengukuran kinerja keuangan membuktikan bahwa strategi pengukuran

82
kinerja keuangan memperkuat atau memperlemah hubungan CSR dan kinerja keuangan.

Hipotesis ke-5 yang mengatakan bahwa keragaman strategi pengukuran kinerja keuangan

memoderasi hubungan CSR dan kinerja keuangan, telah terbukti dari hasil analisis sub-

group yang signifikan dan tidak signifikan di antara 4 strategi pengukuran kinerja keuangan.

Tabel 5.7 Pengukuran Kinerja Keuangan

Keterangan Akuntansi Pasar Kombinasi Persepsi

Jumlah studi (K) 40 13 22 3

Jumlah observasi (N) 6362 2281 5756 770

Korelasi rata-rata sampel 0,2588 0,383145 0,146053 0,378768

Standar Deviasi (Sp) 0,128963 0,173223 0,225809 0,011913

Batas keyakinan minimun pada alpha 5% 0,006071 0,043628 -0,29653 0,355418

Batas keyakinan maksimum alpha 5% 0,511607 0,722662 0,588639 0,402117

Varians observasi 0,041186 0,05647 0,081975 0,004274

Varians error 0,005473 0,004149 0,003661 0,0028584

Varians observasi yang mampu dijelaskan 13,29% 7,35% 4,47% 66,88%

Nilai Chi Square 271,3463 176,9459 492,6431 4,485897

Chi Square tabel 54,572 21,026 32,671 5,991

Korelasi rata-rata dengan strategi pengukuran akuntansi, pasar, dan persepsi bernilai signifikan
karena berada di antara interval keyakinan minimum dan maksimum, sementara korelasi rata-rata
dengan strategi pengukuran kombinai 0,146053 tidak signifikan karena berada di antara interval
keyakinan yang bertanda positif dan negatif yakni : -0,29653 interval minimum dan 0,588639 interval
maksimum

Hasil sub-group berdasarkan strategi pengukuran kinerja keuangan masih

menunjukkan hubungan yang heterogen antara CSR dan kinerja keuangan pada tiga

strategi pengukuran kinerja keuangan, yakni: pengukuran akuntansi, pengukuran pasar, dan

pengukuran kombinasi. Varians observasi dari ke tiga strategi pengukuran kinerja keuangan

tersebut hanya mampu dijelaskan kurang dari 15% varians error. Pengujian hubungan CSR

83
dan kinerja keuangan menggunakan Chi Square menunjukkan nilai uji yang jauh lebih tinggi

dari nilai tabel Chi Square atas tiga strategi pengukuran kinerja keuangan tersebut. Hal ini

memperkuat bukti heterogennya hubungan CSR dan kinerja keuangan berdasarkan strategi

pengukuran kinerja keuangan.

Analisis sub-grup menggunakan strategi pengukuran persepsi meningkatkan

homegenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan. Kemampuan menjelaskan varians

observasi pada analisis sub-grup berdasarkan strategi pengukuran perspsi, yakni sebesar

66,88% dengan nilai tabel Chi Square yang berada di atas nilai uji Chi Square menunjukkan

hubungan CSR dan kinerja keuangan homogen. Akan tetapi, jumlah studi yang dapat di

petakan dengan strategi pengukuran persepsi adalah sangat kecil, yakni 3 studi, dengan

sampel 770. Menurut Ahmed & Courtis (1999) kesimpulan yang dapat diambil mengenai

homogenitas analisis sub-grup pada jumlah studi yang kecil hanya merupakan kesimpulan

tentative. Analisis Meta hanya akan menghasilkan kesimpulan yang daya generalisasinya

luas bila jumlah studi yang dianalisis semakin besar. Dengan demikian, kesimpulan

mengenai homogenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan pada strategi pengukuran

persepsi merupakan kesimpulan yang daya generalisasinya terbatas atau tentative.

5.5. Pembahasan

Analisis Meta dilakukan pada 55 setting penelitian membuktikan bahwa CSR

berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hasil pengujian pada ragam konteks

penelitian ini menunjukkan daya generalisasi yang luas dan komprehensif dalam

mengungkap hubungan CSR dan kinerja keuangan. Hasil penelitian ini menjawab temuan

penelitian sebelumnya yang inkonsiten mengenai hubungan CSR dan kinerja keuangan

(Aupperle et al.,1985; McGuire et al., 1988; McWilliam & Siegel, 2000; Seifert et al., 2003;

Brammer et al., 2006; Mehar & Rahat, 2007; Chih et al., 2010). Hasil analisis sejalan dengan

hasil Analisis Meta yang dilakukan Ortlitzky et al. (2003) pada berbagai setting penelitian.

84
Pengaruh positif CSR atas kinerja keuangan pada berbagai konteks penelitian

menunjukkan adanya unsur pengelolaan CSR sebagai strategi perusahaan. Perusahaan

cenderung menggunakan CSR sebagai strategi bisnis dengan pendekatan stakeholder

untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan (Freeman & McVea, 2001). Praktik CSR

tidak lagi sebatas memenuhi kewajiban moral perusahaan terhadap stakeholder seperti

dinyatakan dalam perspektif normatif Teori Stakeholder, melainkan telah dikelolah

sedemikian untuk mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.

Teori Stakeholder perspektif instrumen menyatakan hubungan antara pendekatan

stakeholder dengan hasil yang ingin dicapai dalam hubungan tersebut (Donaldson &

Preston, 1995). Hasil penelitian membuktikan keberadaan CSR sebagai “cause” dan kinerja

keuangan sebagai “effect” dari praktik CSR. Hal ini sejalan dengan Teori Stakeholder

perspektif instrumen yang memandang CSR dalam sudut pandang perannya bagi

perusahaan. Dengan demikian, hubungan CSR dan kinerja keuangan dapat dijelaskan

dengan Teori Stakeholder perspektif instrumen.

Hubungan yang positif CSR dan kinerja keuangan secara aggregat juga menunjukkan

bahwa praktik praktik CSR diapresiasi oleh stakeholder dan mampu meningkatkan reputasi

perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang menunjukkan kepedulian terhadap stakeholder

melalui kegiatan-kegiatan CSR sesuai dengan concern perusahaan pada akhirnya

mendapat keuntungan dari kepedulian tersebut dalam bentuk peningkatan kinerja

keuangan. Dengan demikian hasil Analisis Meta mengkonfirmasi bekerjanya Teori

Stakeholder instrumen dan Teori Legitimasi dalam praktik-praktik CSR (Barnet & Salomon,

2006; Brammer & Millington, 2008; Sethi, 1979; Suchman, 1995)

Walaupun secara aggregate hubungan CSR dan kinerja keuangan adalah positif,

namun hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan tersebut sangat heterogen.

Heterogenitas hubungan ini mengkonfirmasi karakteristik natural hubungan CSR dan kinerja

keuangan yang sangat kompleks (Valiente et al., 2012; Hutchins & Sutherland, 2008; Jamali

& Mirshak, 2007; Mehar & Rahat, 2007; Waddock & Graves, 1997). Heterogenitas

85
hubungan CSR dan Kinerja keuangan mengindikasikan terdapatnya variabel-variabel lain

yang juga menentukan hubungan CSR dan kinerja keuangan. Heterogenitas hubungan ini

dapat dijelaskan dengan faktor-faktor institusional yang mempengaruhi praktik-praktik CSR

(Sprinkle & Maines, 2010; Kang et al., 2010; Grosbois, 2012; Zheng et al., 2014; Weber,

2008; Taysir & Pazarcik, 2013). Oleh sebab itu, Teori Neo-Institusional harus diaplikasikan

dalam menganalisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Analisis sub-group yang

dilakukan berdasarkan karakteristik negara membuktikan hasil yang berbeda di negara maju

dan di negara berkembang. Bukti empiris di negara maju menunjukkan hubungan CSR dan

kinerja keuangan positif, sedangkan di negara berkembang tidak terbukti bahwa CSR

berhubungan positif dengan kinerja keuangan.

Perbedaan temuan empiris di negara maju dan negara berkembang mengkonfirmasi

eksistensi karakteristik negara dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan (Falck &

Heblich, 2007; Beddewala & Herzig, 2013; Jones & Wicks, 1999; Welford R, 2004; Baughn

et al., 2007). Perbedaan hubungan CSR dan kinerja keuangan pada negara maju dan

negara berkembang dapat dijelaskan dari perbedaan proses institusionalisasi praktik-praktik

CSR pada negara-negara maju dan negara-negara berkembang (Baughn et al., 2007)

antara lain disebabkan perbedaan tingkat ekonomi (Jones & Wicks, 1999), etika

(Bhattacharyya, 2015), budaya (,Quazi et al., 2007; Jamali & Mirshak, 2007) dan konteks

institusional lainnya (Li et al., 2010; Griffin & Mahon, 1997).

Berdasarkan Teori Neo-Institusional praktik CSR melalui proses isomorphism, baik

secara mimetik, coercive, maupun normatif. Kecenderungan perusahaan-perusahaan multi

nasional di negara-negara berkembang meniru praktik CSR perusahaan induk yang berada

di negara-negara maju (Husted & Allen, 2006; Beddewela & Hezig, 2013) menunjukkan

dominannya institusionalisasi dengan mimetic isomorphism di negara-negara berkembang.

Praktik CSR seringkali merupakan agenda dari perusahaan multinasional yang justru tidak

berdampak pada masyarakat (Wiig & Kolstad, 2010).

86
Institusionalisasi mimetik pada umumnya berjalan sesuai dengan faktor institusi

negara, seperti penegakan hukum, perkembangan ekonomi, dan faktor-faktor lainnya. Di

negara-negara berkembang intitusionalisasi mimetik berada dalam sistem penegakan

hukum yang lemah, dan ekonomi yang masih berkembang, sehingga praktik-praktik CSR

masih rendah dan belum diarahkan sebagai strategi untuk mendapatkan keuntungan bagi

perusahaan. Akibatnya, stakeholder di negara-negara berkembang seringkali kurang

menyadari kegiatan-kegiatan CSR perusahaan (Mellahi & Wood (2003), sehingga kegiatan-

kegiatan CSR di negara-negara berkembang relatif kurang diapresiasi. Hal ini menjelaskan

hubungan CSR dengan kinerja keuangan yang tidak signifikan di negara-negara

berkembang.

Di negara-negara maju institusinalisasi praktik CSR cenderung terjadi dengan coercive

dan normative isomorphism. Coercive isomorphism bukan hanya terjadi karena faktor

regulasi dan perangkat hukum yang kuat, melainkan juga karena tuntutan stakeholder akan

tanggung jawab sosial perusahaan. Media mengekspos perusahaan-perusahaan yang

melakukan pelanggaran CSR, dan sebaliknya media juga mengapresiasi praktik-praktik

CSR perusahaan. Praktik CSR di negara-negara maju lebih tinggi dibanding dengan praktik-

praktik CSR di negara-negara berkembang (Baughn et al., 2007). Faktor-faktor institusional

negara maju, seperti penegakan hukum,yang lebih kuat dibanding dengan di negara-negara

berkembang (Chapple & Moon, 2005; Mishra & Suar, 2010) menyebabkan praktik CSR

dilakukan lebih intensif (Park et al., 2014) yang akhirnya sampai kepada stakeholder dan

diapresiasi oleh stakeholder.

Selain coercive isomorphism, praktik CSR negara-negara maju juga terjadi karena

kesadaran perusahaan melakukan CSR, atau disebut normative isomorphism. Hal ini dapat

dijelaskan dari kecenderungan inisiatif CSR yang sebagian besar berasal dari negara maju.

CSR bahkan cenderung dipandang sebagai fenomena negara-negara maju (Misrah & Suar,

2010) karena isu CSR berasal dari negara maju. Di negara-negara maju praktik-praktik CSR

telah dikelolah menajdi strategi bisnis perusahaan negara-negara maju (Kumar & Tiwari,

87
2011; Kan, 2012; Mullerat, 2013). Konsep-konsep CSR bahkan lebih mencerminkan

gambaran institusi negara-negara maju, seperti negara Amerika atau Eropah Barat (Willi,

2014) dibanding negara-negara berkembang. Fenomena ini menunjukkan bahwa normative

isomorphism mendominasi praktik-praktik CSR di negara- negara maju. Normative

Ismorphism terjadi karena kesadaran bahwa praktik CSR mendatangkan benefit bagi

perusahaan, sehingga praktik CSR dikelolah sebagai strategi yang mendatangkan

keuntungan bagi perusahaan. Di negara-negara maju CSR terkomunikasi dengan baik

kepada publik, sehingga praktik-praktik CSR di negara-negara maju lebih terapresiasi

dibanding di negara-negara berkembang. Hal ini menjelaskan hubungan positif CSR dengn

kinerja keuangan.

Institusionalisasi melalui proses Isomorphism menyebabkan kecenderungan praktik

CSR yang sama dalam sebuah negara atau kawasan yang memiliki karakter yang sama.

Hasil pemetaan menunjukkan kecenderungan praktik CSR pada 7 bentuk dan dimensi CSR,

yakni: dimensi tata kelola, dimensi diversity, produk, ketenagakerjaan, sosial, dan

lingkungan, dan bentuk filantropi. Kecenderungan bentuk dan dimensi kegiatan CSR

menunjukkan motif perusahaan melakukan praktik CSR. Bukti-bukti empiris membuktikan

bahwa kecenderungan bentuk dan dimensi CSR dapat memperkuat atau memperlemah

hubungan CSR dan kinerja keuangan. CSR tata kelola dan kegiatan filantropi berpengaruh

positif terhadap kinerja keuangan, sementara dimensi diversity, produk, ketenagakerjaan,

sosial, dan lingkungan tidak memiliki korelasi dengan kinerja keuangan.

Signifikannya hubungan CSR dan kinerja keuangan pada dimensi tata kelola dan

bentuk filantropi mengindikasikan pragmatisme Teori Stakeholder (Ayadi & Pesqueux, 2005)

Kegiatan filantropi cenderung dianggap sebagai bentuk CSR yang paling murni (Godfrey,

2005; Mirvis & Googins, 2006) sehingga lebih mendapat perhatian masyarakat. Publik

bahkan mempersepsikan CSR sebagai kegiatan filantropi, oleh sebab itu kegiatan filantropi

mudah di identifikasi dan di apresiasi oleh stakeholder. Dalam sudut pandang perusahaan

CSR filantropi merupakan bentuk CSR yang paling mudah dikomunikasikan kepada

88
stakeholder sehingga cenderung dijadikan kegiatan yang strategi untuk meningkatkan

reputasi perusahaan (Burke & Logsdon, 1996; Porter & Kramer, 2006; Porter & Kramer,

2002; Muller & Kräussl, 2011), sehingga perusahaan-perusahaan memanage kegiatan

filantropi sedemikian rupa (Kumar & Tiwari, 2011; Mullerat, 2013). Kegiatan CSR lebih cepat

meningkatkan reputasi perusahaan, sehingga lebih dipilih oleh perusahaan (Wang & Qian,

2011), dibanding dengan CSR bentuk dan dimensi lainnya, seperti produk dan keragaman

(diversity). Hal ini menjelaskan signifikannya hubungan CSR dan kinerja keuangan pada

CSR filantropi.

Berbeda dengan filantopi, CSR tata kelola merupakan isu CSR yang relatif baru

dibanding dengan bentuk dan dimensi lainnya. Isu tata kelola perusahaan (corporate

governance) menyita perhatian publik dengan terkuaknya berbagai skandal perusahaan-

besar dunia seperti kasus enron, Enron, Worldcom, Tyco. Paradigma stakeholder bergeser

pada pentingnya dimensi corporate governance sebagai bagian dari CSR (Berghe &

Louche, 2005; Jamali et al. (2008). Perhatian publik semakin kritis mengenai tanggung

jawab perusahaan. Berbagai regulasi pemerintah mengenai mekanisme tata kelola

perusahaan, dan lahirnya berbagai institusi yang menilai tata kelolah organisasi membuat

isu tata kelola menjadi isu yang banyak dibicarakan. Hasil analisis sub-group menjelaskan

bahwa isu corporate governance direspon oleh publik. Corporate governance dapat berupa

mekanisme internal yang membuat perusahaan stabil dan kokoh dalam menjalankan

operasinya. Corporate Governance juga dapat berupa mekanisme eksternal dalam

mengurangi conflict of interest diantara stakeholder. Corporate Governance yang baik pada

akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan.

Analisis sub-grup berdasarkan bentuk dan dimensi CSR menghasilkan temuan yang

berbeda dari analisis sub-grup lainnya dimana analisis sub - grup berdasarkan bentuk dan

dimensi CSR telah berhasil mengubah hubungan CSR dan kinerja keuangan yang

heterogen menjadi homogen pada 4 bentuk dan dimensi CSR, yakni: corporate governance,

diversity, produk, dan filantropi. Namun demikian, hubungan CSR dan kinerja keuangan

89
pada dimensi lingkungan, sosial (kemasyarakatan) dan ketenagakerjaan masih sangat

heterogen.

Analisis sub-group lebih lanjut atas tiga dimensi CSR menunjukkan hubungan CSR

dan kinerja keuangan yang berbeda antara negara maju dan negara berkembang. Di negara

maju hubungan CSR dan kinerja keuangan pada ketiga dimensi ini tidak signifikan,

sementara di negara-negara berkembang ketiga dimensi CSR ini berhubungan positif

dengan kinerja keuangan. Temuan dari analisis sub-group ini menarik karena jumlah studi

terdahulu mengenai tiga dimensi ini lebih banyak dilakukan di negara maju dibanding

dengan negara berkembang,yakni: 8 studi dimensi lingkungan, 6 studi dimensi

ketenagakerjaan, dan 5 studi dimensi sosial untuk negara maju, dibanding dengan masing-

masing 4 studi untuk ke tiga dimensi di negara berkembang.

Isu-isu sosial, ekonomi termasuk ketenagakerjaan, dan isu lingkungan merupakan isu

yang paling rentan menimbulkan persoalan di negara berkembang (Visser, 2009 ). Hal ini

menjelaskan signifikannya tiga dimensi CSR tersebut di negara-negara berkembang. Kasus-

kasus ketenagakerjaan, pencemaran lingkungan dan kondisi masyarakat sekitar

perusahaan yang terkena dampak operasi perusahaan merupakan isu yang rentan terjadi

dan dianggap isu penting di negara-negara berkembang. Sementara, di negara-negara maju

yang memiliki perangkat hukum lebih baik isu-isu lingkungan, ketenagakerjaan dan isu

kemasyarakatan sudah ditata dengan baik. Ketiga isu tersebut sudah di ekspektasi oleh

stakeholder sebagai kewajiban mendasar perusahaan yang harus dilakukan berdasarkan

undang-undang (Bichta, 2003; Krukowska, 2014)

Hasil Analisis Meta menunjukkan bahwa heterogenitas hubungan CSR dan kinerja

keuangan adalah juga disebabkan pengukuran CSR yang sangat beragam. Analisis Meta

mengungkap kecenderungan peneliti terdahulu mengukur CSR berdasarkan 4 strategi

pengukuran CSR, yakni strategi pengungkapan (content analysis), reputasi, survei, dan

sosial audit. Strategi pengukuran dengan reputasi dan survey cenderung menggunakan

hasil penilaian lembaga penilai CSR independen atau standar penilaian yang baku,

90
sementara pengukuran dengan content analysis lebih subjektif dalam implementasinya.

Analisis sub-grup menunjukkan dengan pengukuran yang objektif hubungan CSR dan

kinerja keuangan adalah positif, sementara dengan pengukuran content analysis dan sosial

audit CSR tidak berhubungan dengan kinerja keuangan. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa

analisis hubungan CSR dan kinerja keuangan memiliki keterbatasan metode dan

pengukuran (Brammer & Millington, 2008). Hasil analisis ini menunjukkan diperlukannya

pengukuran yang lebih objektif dalam mengungkap hubungan CSR dan kinerja keuangan.

Hubungan CSR dan kinerja keuangan tidak terungkap dengan pengukuran CSR yang

subjektif.

Analisis lebih lanjut mengungkap bahwa pengelompokan berdasarkan keragaman

pengukuran CSR tidak meningkatkan homogenitas hubungan CSR dengan kinerja

keuangan. Heterogenitas hasil analisis pada pengelompokan berdasarkan strategi

pengukuran CSR dijelaskan oleh sangat ragamnya teknis pengukuran CSR (Griffin &

Mahon, 1997). Walaupun berdasarkan strategi nya pengukuran CSR dapat diklasifikasikan

dalam 4 strategi namun dalam implementasi nya pengukuran CSR dilakukan dengan sangat

beragam. Pengukuran CSR merupakan alasan yang paling fundamental atas ketidak

pastian hubungan CSR dengan kinerja keuangan (Mahoney & Roberts, 2007).

Hasil Analisis Meta mengungkap eksistensi keragaman pengukuran kinerja keuangan

sebagai variabel pemoderasi yang menyebabkan heterogenitas hubungan CSR dan kinerja

keuangan. Strategi pengukuran akuntansi, pasar, dan persepsi mampu mengungkap

hubungan CSR dan kinerja keuangan, sementara strategi pengukuran kombinasi pasar dan

akuntansi tidak mampu mengungkap hubungan CSR dan kinerja keuangan. Bahkan

hubungan CSR dengan kinerja keuangan menjadi semakin heterogen dengan strategi

pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi. Tidak terdapatnya konsensus mengenai

pengukuran kinerja menjadi penyebab inkonsistensinya hasil penelitian mengenai CSR dan

kinerja keuangan (Carroll, 1991; Griffin & Mahon, 1997; Waddock & Graves, 1997; Wokutch

& McKinney, 1991)

91
Tobins Q merupakan pengkuran kinerja keuangan berorientasi jangka panjang,

sementara pengukuran berdasarkan akuntansi, pasar, dan persepsi merupakan pengukuran

kinerja keuangan berorientasi jangka pendek. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan

CSR dan kinerja keuangan hanya mampu diungkapkan oleh strategi pengukuran kinerja

jangka pendek, sementara pengukuran yang berorientasi jangka panjang seperti Tobins Q

tidak mampu menjelaskan hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Bukti empiris ini

mengindikasikan bahwa strategi CSR dapat memberikan manfaat kepada perusahaan

dalam waktu yang singkat. Pengaruh CSR filantropi dan tata kelola yang signifikan terhadap

kinerja keuangan mendukung bukti signifikannya hubungan CSR dan kinerja keuangan

pada pengukuran kinerja berorientasi jangka pendek. Filantropi dan CSR tata kelola

merupakan dimensi CSR yang paling mudah di identifikasi stakeholder dan meruapakan isu

terkini sehingga direspon dalam waktu yang singkat oleh stakeholder sehingga

mempengaruhi kinerja keuangan dalam jangka pendek.

Analis Meta secara aggregate dan analisis sub-grup menunjukkan hasil yang sangat

heterogen pada hampir semua pengujian yang dilakukan. Analisis Meta melakukan 24

pengujian dan hanya 4 pengujian yang menunjukkan homogenenitas yang tinggi hubungan

CSR dan kinerja keuangan,yakni: hasil pengujian pada dimensi keragaman, sub-group CSR

filantropi, hasil pengujian pada negara berkembang kelompok dimensi ketenagakerjaan dan

dimensi lingkungan. Sementara itu, pada 20 pengujian lain kemampuan varians error

menjelaskan varians observasi sangat rendah, bahkan pada umumnya di atas 20%.

Hasil pengujian yang heterogen ini mengkonfirmasi inkonsistensi hasil penelitian

terdahulu mengenai hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan karena nature

hubungan tersebut memang sangat kompleks (Macdonald & Maher, 2013). Luas dan

kompleksitas karakter CSR menyebababkan keterbatasan perolehan data, sehingga data-

data CSR penelitian terdahulu tidak menggambarkan CSR secara komprehensif melainkan

data kontekstual CSR, baik kontekstual pada pengukuran, kontekstual pada bentuk dan

dimensi CSR, maupun kontekstual pada faktor institusi utamanya karakteristik negara.

92
Ragamnya pengukuran kinerja keuangan juga mempengaruhi inkonsistensi hasil penelitian

terdahulu mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Hasil analisis sub-group

berdasarkan pengukuran kinerja keuangan sangat heterogen dengan kemampuan varians

observasi dijelaskan oleh varians error tidak lebih dari 15%. Tidak terdapatnya kesepakatan

mengenai pengukuran kinerja keuangan yang paling baik digunakan menjelaskan temuan

analisis sub-group ini.

Hasil Analisis Meta ini memperkuat argumen bahwa analisis hubungan CSR dengan

kinerja keuangan tepat dilakukan dengan Analisis Meta. Penelitian individual akan

menghasilkan kesimpulan yang memeiliki daya generalisasi yang sempit karena

keterbatasan metode untuk menangkap karakteristik CSR yang kompleks dan pengukuran

kinerja keuangan yang ragam (Auperle et al., 1985; Griffin & Mahon, 1997). Analisis Meta

dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan tidak hanya berguna untuk menangkap

konsistensi hasil penelitian terdahulu yang telah banyak dilakukan, melainkan untuk

mengintegrasikan penelitian individual sehingga kesimpulan yang lebih komprehensif dapat

dicapai (Sanchez & Martinez, 2010).

93
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini menguji hubungan CSR dengan kinerja keuangan menggunakan data

dari berbagai seting penelitian terdahulu, yakni dengan Analisis Meta. Terdapat 49 artikel

yang menghasilkan 55 konteks penelitian dipetakan dari penelitian terdahulu periode 1999

hingga 2017. Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh disimpulkan bahwa secara aggregate

dalam segala konteks CSR meningkatkan kinerja keuangan. Kesimpulan ini memiliki

generalisasi yang luas karena dilakukan pada berbagai setting data sehingga menangkap

berbagai konteks penelitian. Hasil analisis lebih lanjut menunjukan bahwa hubungan CSR

dan kinerja keuangan adalah sangat heterogen. Heterogenitas hubungan CSR dan kinerja

keuangan ini mengungkap eksistensi dari variabel-variabel pemoderasi yang dapat

memperkuat atau memperlemah hubungan CSR dan kinerja keuangan, yakni: karakteristik

negara, keragaman bentuk dan dimensi CSR, keragaman pengukuran CSR, dan keragaman

pengukuran kinerja keuangan

Karakteristik negara merupakan variabel pemoderasi hubungan CSR dan kinerja

keuangan. Hasil analisis meta membuktikan bahwa di negara maju CSR meningkatkan

kinerja keuangan, tetapi di negara berkembang CSR tidak meningkatkan kinerja keuangan.

Temuan ini membuktikan bahwa karakteristik negara dapat memperkuat atau memperlemah

hubungan CSR dan Kinerja keuangan.

Keragaman bentuk dan dimensi CSR bersifat memperkuat atau memperlemah

hubungan CSR dan kinerja keuangan. CSR dimensi corporate governance dan filantropi

berhubungan positif dengan kinerja keuangan, sementara CSR pada dimensi

ketenagakerjaan, sosial, lingkungan, produk, dan keragaman (diversity), tidak berdampak

pada kinerja keuangan perusahaan. Akan tetapi, pada dimensi ketenagakerjaan, sosial dan

94
lingkungan ditemukan bahwa karakteristik negara terbukti memperkuat dan memperlemah

hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Di negara berkembang ke tiga dimensi CSR

tersebut berdampak positif terhadap kinerja keuangan, sementara di negara maju ke tiga

dimensi CSR tidak menghasilkan hubungan dampak yang signifikan terhadap kinerja

keuangan.

Keragaman pengukuran CSR dan Kinerja keuangan merupakan variabel peemoderasi

hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Pada pengukuran CSR, strategi reputasi dan

strategi survei menghasilkan hubungan yang positif antara CSR dan kinerja keuangan,

sedangkan pada strategi pengukuran content analysis dan strategi pengukuran audit sosial

tidak menghasilkan hubungan yang signifikan antara CSR dan kinerja keuangan. Pada

pengukuran kinerja keuangan, strategi pengukuran akuntansi, strategi pengukuran pasar,

dan strategi pengukuran persepsi menghasilkan hubungan yang positif antara CSR dan

kinerja keuangan, sementara strategi pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi tidak

menghasilkan hubungan yang signifikan antara CSR dan kinerja keuangan.

Secara keseluruhan hasil penelitian telah menjawab semua pertanyaan penelitian

mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan dan faktor-faktor yang memoderasi

hubungan CSR dan kinerja keuangan. Hasil penelitian ini juga mengkonfirmasi bahwa

karakteristik natural hubungan CSR dan kinerja keuangan adalah sangat kompleks. Oleh

sebab itu, analisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan harus dilakukan dengan

menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut.

6.2. Implikasi Penelitian

6.2.1. Implikasi Teori

1. Hasil penelitian ini mengungkap heterogenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan.

Heterogenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan adalah keniscayaan karena


95
kompleksitas hubungan CSR dan kinerja keuangan. Konsekuensinya adalah sulitnya

mengambil kesimpulan yang memiliki daya generalisasi yang baik bila analisis hubungan

CSR dan kinerja keuangan dilakukan dalam satu setting penelitian. Jika tujuan penelitian

adalah untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif hubungan CSR dan kinerja

keuangan maka Analisis Meta merupakan metode yang tepat untuk digunakan.

2. Hasil penelitian mengkonfirmasi bekerjanya Teori Neo-Institusional dalam hubungan CSR

dan kinerja keuangan. Dalam menganalisis hubungan CSR dan kinerja keuangan faktor-

faktor institusional yang menyebabkan kompleksitas hubungan CSR dan kinerja

keuangan harus turut dianalisis untuk mendapatkan gambaran hubungan yang lebih

menggambarkan realitas.

3. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa untuk mengungkap hubungan CSR dan kinerja

keuangan secara komprehensif, maka Teori Stakeholder, Teori Legitimasi dan Teori Neo-

Institusional harus digunakan secara bersama-sama. Ketiga teori ini secara bersama-

sama membangun teori hubungan CSR dan kinerja keuangan.

6.2.2. Implikasi Kebijakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CSR memiliki dampak finansial yang positif. Hasil

temuan ini diharapkan menjadi rujukan bagi pemerintah dan para pembuat kebijakan lainnya

dalam merumuskan regulasi CSR. Di Indonesia dewasa ini, pemerintah mulai

memanfaatkan CSR perusahaan sebagai dana pembangunan. Hasil penelitian ini dapat

mendorong optimisme pemerintah dan para pembuat kebijakan CSR lainnya untuk

membuat regulasi dan kebijakan yang mendorong peningkatan praktik CSR sejalan dengan

program pemerintah. Dalam melaksanakan program peningkatan kualitas sumber daya

manusia misalnya, pemerintah dapat mengeluarkan regulasi yang mewajibkan perusahaan-

96
perusahaan publik untuk melakukan training dan edukasi lainnya bagi masyarakat sekitar

perusahaan sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.

6.2.3. Implikasi Praktik

1. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang positif CSR dan kinerja keuangan pada

dimensi Corporate governance. Fenomena ini menunjukkan peningkatan kesadaran

masyarakat bahwa corporate governance adalah bagian dari tanggung jawab sosial

perusahaan. Hasil Analisis Meta ini diharapkan mendorong perusahaan melakukan

peningkatan tata kelola perusahaan, karena stakeholder mengapresiasi tata kelola

perusahaan

2. Hasil Analisis Meta menunjukkan bahwa isu ketenagakerjaan, isu sosial, dan isu

lingkungan direspon oleh stakeholder negara berkembang. Hal ini menunjukkan ketiga

isu ini penting artinya bagi stakeholder negara berkembang. Oleh sebab itu, untuk

mendapatkan legitimasi, ketiga isu tersebut harus mendapat perhatian yang baik bagi

perusahaan-perusahaan di negara berkembang.

6.3. Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Selanjutnya

1. Hasil Analisis Meta menunjukkan hubungan CSR dan kinerja keuangan yang sangat

heterogen. Penelitian ini telah berhasil menemukan 4 variabel pemoderasi yang menjadi

penyebab heterogenitas hubungan tersebut, yakni: karakteristik negara, keragaman

bentuk dan dimensi CSR, keragaman pengukuran CSR dan keragaman pengukuran

kinerja keuangan. Meskipun demikian, analisis sub-group pada 4 variabel pemoderasi

tetap menunjukkan hasil yang heterogen. Hal ini menunjukkan masih terdapat variabel

pemoderasi lain dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan. Penelitian selanjutnya

97
disarankan menemukan variabel pemoderasi lain dalam hubungan CSR dan kinerja

keuangan agar dihasilkan hubungan yang homogen antara CSR dan kinerja keuangan.

Oleh karena hubungan CSR dan kinerja keuangan tidak terlepas dari faktor-faktor

intitusional, variabel pemoderasi lain dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan dapat

ditemukan dengan memperluas analisis faktor-faktor institusional.

2. Penelitian ini tidak melakukan analisis sub-group strategi pengukuran CSR dengan

prinsip dan nilai, karena kurangnya penelitian terdahulu yang menggunakan strategi

pengukuran dengan prinsip dan nilai. Penelitian selanjutnya dapat memperluas periode

penelitian pada periode kekinian untuk mendapatkan penelitian terdahulu yang

menggunakan strategi pengukuran persepsi dan nilai, sehingga efek strategi pengukuran

persepsi dan nilai terhadap kinerja keuangan dapat diuji.

3. Penelitian ini membatasi kriteria pengabilan sampel pada penelitian terdahulu yang

menggunakan model regresi. Model regresi hanya dapat mengolah variabel manifest

yang terobservasi secara langsung (observable variable) sementara banyak riset tentang

CSR menspesifikasikan variabel independen CSR sebagai konstruk laten (unobservable

variable) dengan indikator reflektif/formatif pembentuknya. Tidak semua penelitian CSR

sebagai variabel independen di spesifikasikan dalam model regresi. Oleh karena

penelitian ini tidak menyaring artikel penelitian terdahulu dengan pemodelan riset CSR

maka sampel penelitian menjadi sedikit. Penelitian berikutnya disarankan untuk

memperbanyak artikel penelitian dengan tidak membatasi pada artikel penelitian

terdahulu yang menggunakan model regresi semata.

4. Penelitian mendatang diharapkan mengembangkan penelitian ini dengan melakukan

analisis sub-grup berdasarkan karakteristik industri dan model Corporate Governance.

Perbedaan karakteristik industri mempengaruhi luas pengungkapan CSR dan pemilihan

dimensi dan kegiatan CSR, sehingga berpotensi menjadi faktor yang dapat

mempengaruhi hubungan CSR dan kinerja keuangan. Model Corporate Governance


98
yang dianut negara berkembang dan negara maju juga berpotensi menjadi faktor

kontekstual institusi dalam implementasi CSR, yang berpotensi menyebabkan

perbedaan dampak dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan pada negara maju dan

negara berkembang.

99
DAFTAR PUSTAKA

Abiodun, B.Y. 2012. The Impact of Corporate Social Responsibility on Firms Profitability in
Nigeria, European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, 45
(2012), 39-51.

Afiff, S. & Anantadjaya, S.P.D. 2013. CSR & Performance: Any Evidence from Indonesian
LQ45?, Review of Integrative Business & Economics Research, 2 (1), 85-101.

Ahmed, K. & Courtis, J.K. 1999. Associations Between Corporate Characteristics and
Disclosure Levels in Annual Report: A Meta-Analysis, British Accounting Review,
31(1), 35-61.

Allouche, J. & Laroche, P. 2005. A Meta-Analytical Investigation of The Relationship


Between Corporate Social and Financial Performance, Revue De Gestion Des
Ressources Humaines, 57, 18-41.

Amaeshi, K. 2011. Different Markets for Different Folks: Exploring The Challenges of
Mainstreaming Responsible Investment Practices, Journal of Business Ethics, 92,
41-56.

Amaeshi, K M., Adi, B.C., Ogbechie, C. & Amao, O.O. 2006. Corporate Social Responsibility
in Nigeria: Western Mimicry or Indigenous Influences?, The Journal of Corporate
Citizenship, 24, 83-99.

Amenta, E.A. & Ramsey, K.M. 2010. Institutional Theory, http://www.springer.com/978-0-


387-68929-6.

Arthur, A. 2003. A Utility Theory of Truth, Organization, 10, 205-221.

Asraf, M., Khan, B. & Tariq, R. 2017. Corporate Social Responsibility Impact on Financial
Perfomance of Bank‘s : Evidence of Asian Countries, International Journal of
Academic Research in Business and Social Science, 7 (4), 618 – 632.

Aupperle, K.E., Carroll, A.B. & Hatfield J.D. 1985. An Empirical Examination of The
Relationship Between Corporate Social Responsibility and Profitability, The Academy
of Management Journal, 28 (2 ), 446 - 463.

Awan, A.G. & Saeed, S. 2015. Impact of CSR on Firm’s Financial Perfomance: A Case
Study of Ghee and Fertilizer Industry in Southern Punjab – Pakistan, European
Journal of Business and Management, 7 (7), 375 - 384

Ayadi, S.D. & Pesqueux, Y. 2005. Stakeholder Theory in Perspective, Corporate


Governance: An International Review, 5 (2), 5-21.

Bansal, P. & Roth, K.G. 2000. Why Companies Go Green: A Model of Ecological
Responsiveness, The Academy of Management Journal, 43 (4), 717-736.

Barnea, A. & Rubin, A. 2010. Corporate Social Responsibility as a Conflict Between


Shareholders, Journal of Business Ethics, 97 (1), 71-86.

100
Barnett, M.L. & Salomon, R.M. 2006. Beyond Dichotomy: The Curvilinear Relationship
Between Social Responsibility dan Financial Performance, Strategic Management
Journal, 27 (1), 1101-1122.

Baughn, C., Bodie, N. & McIntosh. 2007. Corporate Social and Environmental Responsibility
in Asian Countries and Other Geographical Regions, Corporate Social Responsibility
and Environmental Management, 14 (4), 189-205.

Beddewela, E. & Herzig, C. 2013. Corporate Social Reporting by MNCs’ Subsidiaries in Sri
Lanka, Accounting Forum, 37, 135-149.

Beliveau, B., Cottrill, M. & Hugh, M.O. 1994. Predicting Corporate Social Responsiveness: a
Model Drawn from Three Perspectives, Journal of Business Ethics, 13 (9), 731-738.

Berghe, L.V.D. & Louche, C. 2005. The Link Between Corporate Governance and Corporate
Social Responsibility in Insurance, The Geneva Papers on Risk and Insurance -
Issues and Practice, 30 (3), 425-442

Bhattacharyya, A. 2015. Corporate Social and Environmental Responsibility in An Emerging


Economy: Through The Lens of Legitimacy Theory, Australian Accounting, Business
and Finance Journal, 9 (2), 79-92.

Bichta, C. 2003. Corporate Socially Responsible Industry (CSR) Practices in The Context of
Greek, Social Responsibility and Environmental Management, 10, 12-24.

Billings, B.K. 1999. Revisiting The Relation Between The Default Risk of Debt dan The
Earnings Response Coefficient, The Accounting Review, 74 (4), 509-522.

Bird, R., Hall, A.D., Momentè, F. & Reggiani, F. 2007. What Corporate Social Responsibility
Activities Are Valued by The Market?, Journal of Business Ethics, 76 (2), 189-206.

Bondy, K. 2008. The Paradox of Power in CSR: A Case Study of Implementation, Journal of
Business Ethics, 82 (2), 307-323.

Borenstein, M.J., Hedges, L.V., Higgins, J.P.T. & Rothstein, H.R. 2009. Introduction to
Meta Analysis, Chichester UK: Wiley.

Bowen, H.R. 1953. The Social Responsibilities of The Businessman, New York: Harper and
Row.

Bowman, E.H. & Haire, M. 1975. A Strategic Posture Toward Corporate Social
Responsibility, California Management Review, 18 (2), 49-58.

Bragdon, J.H.Jr. & Marlin, J.A.T. 1972. Is Pollution Profitable?, Risk Magement 19, 9-18.

Brammer, S., Jackson, G. & Matten, D. 2012. Corporate Social Responsibility and
Institutional Theory: New Perspectives on Private Governance, Socio - Economic
Review 10, 3–28

Brammer, S. & Millington, A. 2008. Does It Pay to Be Different? An Analysis of The


Relationship Between Corporate Social and Financial Performance, Strategic
Management Journal, 29 (12), 1325-1343.

101
Brammer, S., Brooks, C. & Pavelin, S. 2006. Corporate Social Performance and Stock
Returns: UK Evidence from Disaggregate Measures, Financial Management, 35 (3),
97-116.

Brammer, S. & Millington, A. 2005. Corporate Reputation and Philanthropy: An Empirical


Analysis, Journal of Business Ethics, 61, 29-44.

Branco, M.C. & Rodrigues, L.L. 2006. Corporate Social Responsibility and Resource-Based
Perspectives, Journal of Business Ethics, 69 (2), 111-132.

Brummer, J. 1991. Corporate Responsibility and Legitimacy, New York: Greenwood Press.

Burke, L. & Logsdon, J. 1996. How Corporate Social Responsibility Pays Off, Long Range
Planning, 29 (4), 495–502.

Campbell, J.L. 2006. Institutional Analysis and The Paradox of Corporate Social
Responsibility, American Behavioral Scientist, 49, 925-938.

Campbell, J. L. 2007. Why Would Corporations Behave in Socially Responsible Ways? An


Institutional Theory of Corporate Social Responsibility, Academy of Management
Review, 32, 946-967.

Carpenter, V.L. & Feroz, E.H. 2001. Institutional Theory and Accounting Rule Choice, An
Analysis of Four US Government’s Decision to Adopt Generally Accepted Accounting
Principles, Accounting, Organizations and Society 26, 565-596.

Carroll, A.B. 2008. A History of Corporate Social Responsibility: Concepts and Practices. In
Crane A., McWilliams, A., Matten, D., Moon, J & Siegel, D. (eds) The Oxford
Handbook of Corporate Social Responsibility (19-46), England: Oxford University
Press

Carroll, A.B. 1999. Corporate Social Responsibility: Evolution of a Definitional Construct,


Business Society, 38, 268-295.

Carroll, A.B. 1991. The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward The Moral
Management of Organizational Stakeholders, Business Horizons, 34, 39-48.

Carroll, A.B. 1979. A Three Dimensional Conceptual Model of Corporate Social


Performance, Academy Management Review, 4 (4), 497-505.

Carrón, M.P., Thomsen, P.L., Chan, A., Muro, A. & Bhushan, C. 2006. Critical
Perspectives on CSR and Development: What We Know, What We Don't Know, and
What We Need to Know, International Affairs (Royal Institute of International Affairs,
82 (5), 977-987.

Chapple, W. & Moon, J. 2005. Corporate Social Responsibility (CSR) in Asia: A Seven
Country Study of CSR Website Reporting, Business and Society, 44 (4), 415-441.

Cheung, Y.L., Tan, W., Ahn, H.J. & Zhang, Z. 2010. Does Corporate Social Responsibility
Matter in Asian Emerging Markets?, Journal of Business Ethics, 92 (3), 401-413.

Chih, H.L., Chih, H.H. & Chen, T.Y. 2010. On The Determinants of Corporate Social
Responsibility: International Evidence on The Financial Industry, Journal of Business
Ethics, 93 (1), 115-135.

102
Chih, H.L., Shen, C.H. & Kang, F.C. 2008. Corporate Social Responsibility, Investor
Protection, dan Earnings Management: Some International Evidence, Journal of
Business Ethics, 79 (1/2), 179-198.

Clemens, E.S. & Cook, J.M. 1999. Politics and Institutionalism: Explaining Durability and
Change, Annual Review of Sociology, 25, 441-466.

Cowen, S., Ferreri. L.D. & Parker, L.D. 1987. The Impact of Corporate Characteristics on
Social Responsibility Disclosure: A Typology dan Frequency Based Analysis,
Accounting, Organization and Society, 12 (2), 111-122.

Crisostomo, V.L., Freire, F.S., & Vasconcellos, F.C. 2011. Corporate Social Responsibility,
Firm Value, and Financial Perfomance in Brazil, Social Responsibility Journal, 7 (2),
295 – 309.

Dacin, M.T., Goodstein, J. & Scott, W.R. 2002. Institutional Theory and Institutional
Change: Introduction to The Special Research Forum, Academy of Management
Journal, 45 (1), 45-57.

Davis, K. 1973. The Case For and Against Business Assumption of Social Responsibilities,
Academy of Management Journal, 16, 312-322.

Dean, D. 2003. Consumer Perceptions of Corporate Donations: Effects of Company


Reputationfor Social Responsibility and Type of Donation, Journal of Advertising, 32
(4), 91-102.

Deegan, C., Rankin, M. & Voght, P. 2000. Firms Disclosure Reactions to Major Social
Incidents: Australian Evidence, Accounting Forum, 24 (1), 101-130.

Deephouse, D.L. & Carter, S.M. 2005. An Examination of Differences Between


Organizational Legitimacy and Organizational Reputation, Journal of Management
Studies, 42 (2), 2322-2380.

DeOliveira, J.A.P. 2006. Corporate Citizenship in Latin America: New Challenges for
Business, The Journal of Corporate Citizenship, 21, 17-20.

DiMaggio, P.J. & Powell, W.W. (Eds.). 1991. The New Institutionalism in Organisational
Analysis, Chicago: The University of Chicago Press.

Donaldson, T. & Preston, L.E. 1995. The Stakeholder Theory of The Corporation:
Concepts, Evidence, and Implications, The Academy of Management Review, 20
(1), 65-91.

Dragomir, V.D. 2010. Environmentally Sensitive Disclosures and Financial Perfomance in


European Setting, Journal of Accounting and Organizational Change, 6 (3), 359-388.

Du, S., Vieira, E.T. 2012. Striving for Legitimacy Through Corporate Social Responsibility:
Insights from Oil Companies, Journal of Business Ethics, 110 (4), 413-427.

Elsayed, K. & Paton, D. 2005. The Impact of Environmental Performance on Firm


Performance: Static and Dynamic Panel Data Evidence, Structural Change and
Economic Dynamics, 16 (2005), 395-412.

103
Ewing, M.T. & Windisch, L.E. 2007. Contemporary Corporate Social Responsibility in China:
An Extension of Confucian Philosophy?, Asian Business and Economics Research
Unit Discussion Paper 44, Monash University.

Falck, O. & Heblich, S. 2007. Corporate Social Responsibility: Doing Well by Doing Good,
Business Horizons, 50, 247-254.

Fauzi, H., Mahoney, L.S. & Rahman, A.A. 2007. The Link Between Corporate Social
Performance and Financial Performance: Evidence from Indonesian Companies,
Issues in Social and Environmental Accounting, 1 (1), 149-159.

Fernandez, M.R. 2016. Social Responsibility and Financial Perfomance, The Role of Good
Corporate Governance, Business Research Quarterly, 19, 137 – 151.

Fernando, S. & Lawrence, S. 2014. A theoretical Framework for CSR Practices: Integrating
Legitimacy Theory, Stakeholder Theory and Institutional Theory, The Journal of
Theoretical Accounting 10 (1), 149-178

Filbeck, G. & Gorman, R.F. 2004. The Relationship Between The Environmental and
Financial Performance of Public Utilities, Environmental and Resource Economics,
29, 137-157.

Fiori, G., Donato, F.D.D. & Izzo, M.F. 2007. Corporate Social Rersponsibility and Firms
Perfomance An Analysis on Italian Listed Companies,
http://ssrn.com/abstract=1032851.

Fogler, H.R. & Nutt, F. 1975. A Note on Social Responsibility and Stock Valuation,
Academy of Management Journal, 18, 155-160.

Fombrun, C. & Shanley, M. 1990. What’s in a Name? Reputation Building and Corporate
Strategy, Academy of Management Journal, 33, 233-258.

Freeman, R.E. 2004. The Stakeholder Approach Revisited. Zeitschrift für Wirtschafts- und
Unternehmensethik, 5 (3), 228-254. http://nbn-resolving.de/urn:nbn:de:0168-ssoar-
347076.

Freeman, R. 2001. A Stakeholder Theory of The Modern Corporation, Perspectives in


Business Ethics, 3 (144), 38-48.

Freeman, R.E. & McVea, J. 2001. A Stakeholder Approach to Strategic Management,


http://papers.ssrn.com/paper.taf?abstract_id=263511.

Freeman, R. 1984. Strategic Management: A stakeholder Perspective, Boston: Pitman.

Friedman, M. 1970, September 13. The Social Responsibility of Business Is to Increase Its
Profi ts, New York Times Magazine.

Fryxell, G.E. & Wang, J. 1994. The Fortune Corporation Reputation Index: Reputation for
What?, Journal of Management, 20 (1), 1-14.

Garay, L. & Font, X. 2012. Doing Good To Do Well? Corporate Social Responsibility
Reasons, Practices and Impacts in Small and Medium Accommodation Enterprises,
International Journal of Hospitality Management, 31, 329-337.

104
Gerson, B. 2007. CSR Best Practices, China Business Review, May-June, 20-25.

Globerman, S. & Shapiro, D. 2003. Governance Infrastructure and US Foreign Direct


Investment, Journal of International Business Studies, 34 (1), 19-39.

Godfrey, P.C. 2005. The Relationship Between Corporate Philanthropy and Shareholder
Wealth: a Risk Management Perspective, Academy of Management Review, 30 (4),
777-798.

Goll, I. & Rasheed, A.A. 2004. The Moderating Effect of Environmental Munificence and
Dynamism on The Relationship Between Discretionary Social Responsibility and
Firm Performance, Journal of Business Ethics, 49 (1), 41-54.

Gomez, P.S., Camões, S. & Carvalho, J.B. 2010. Effects of Performance Measurement
Practices on Public Performance: Evidence from Portuguese Central Government,
Prosiding 32nd EGPA Annual Conference: Temporalities, Public Administrations and
Public Policies.

Gray, R. 2010. Is Accounting for Sustainability Actually Accounting for Sustainability and
How Would We Know? An Exploration of Narratives of Organisations and The
Planet, Accounting, Organizations and Society, 35, 47-62.

Griffin, J.J. & Mahon, J.F. 1997. The Corporate Social Performance and Corporate Financial
Performance Debate, Business and Society, 36 (1), 5-31.

Greening, D.W. & Turban, D.B. 2000. Corporate Social Perfomance as A Competitive
advantage In attracting a Quality Workforce, Business & Society, 39 (3), 254-180

Grosbois, D.D. 2012. Corporate Social Responsibility Reporting by The Global Hotel
Industry: Commitment, Initiatives and Performance, International Journal of
Hospitality Management, 31, 896-905.

Grougiou, V., Leventis, S., Dedoulis, E. & Ansah, S.O. 2014. Corporate Social Responsibility
and Earnings Management in U.S. Banks, Accounting Forum, 38: 155-169.

Halme, M. & Laurila, J. 2009. Philanthropy, Integration or Innovation? Exploring The


Financial and Societal Outcomes of Different Types of Corporate Responsibility,
Journal of Business Ethics, 84 (3), 325-339.

Harjoto, M. & Jo, H. 2011. Corporate Governance and CSR Nexus, Journal of Business
Ethics, 100, 45-67.

Hay, D.C., Knechel, W.R. & Wong, N. 2006. Audit Fees: A Meta-Analysis of The Effect of
Supply and Demand Attributes, Contemporary Accounting Research, 23 (1), 141-
191.

Hermawan, M.S. & Mulyawan, S.G. 2014. Profitability and Corporate Social Responsibility :
An Analysis of Indonesia’s Listed Company, Asia Pacific Journal of Accounting and
Finance, 3 (1), 15-31.

Hess, D., Rogovsky, N. & Dunfee, T. 2002. The Next Wave of Corporate Community
Involvement: Corporate Social Initiatives, California Management Review, 44 (2),
110-125.

105
Higgins, J.P.T., Thompson, S.G., Deeks, J.J. & Altman, D.G. 2003, Measuring inconsistency
in meta-analyses, British Medical Journal, 327, 557-560

Hill, R.P., Ainscough, T., Shank, T. & Mannullang, D. 2007. Corporate Social Responsibility
and Socially Responsible Investing: A Global Perspective, Journal of Business
Ethics, 70 (2), 165 -174

Hillman, A.J. & Keim, G.D. 2001. Shareholder Value, Stakeholder Management, and Social
Issues: What's The Bottom Line? Strategic Management Journal, 22 (2), 125-139.

Hogan, K., Olson, G.T. & Sharma, R. 2014. The Role of Corporate Philanthropy on Ratings
of Corporate Social Responsibility and Shareholder Return, Journal of Leadership,
Accountability and Ethics,11 (3), 108-126.

Huang, S.K. & Yang, C.L. 2014. Corporate Social Perfomance: Why it Matters? Case of
Taiwan, Chinese Management Studies, 8 (4), 704 - 716.

Huang, X.B. & Watson, L. 2015. Corporate Social Research in Accounting, Journal of
Accounting Literature, 34 (2015), 1-16.

Hunter, J.E. & Schmidt, F.L. 1990. Methods of Meta Analysis: Correction Error and Bias in
Research Findings, Beverly Hills, CA: Sage.

Hunter, J. E., Schmidt, F. L., & Jackson, G. B. 1982. Meta-analysis: Cumulating research
findings across studies, Beverly Hills, CA: Sage.

Husted, B.W. & Allen, D.B. 2009. Strategic Corporate Social Responsibility and Value
Creation: A Study of Multinational Enterprises in Mexico, Management International
Review, 49 (6), 781-799.

Husted, B.W. & Allen, D.B. 2006. Corporate Social Responsibility in The Multinational
Enterprise: Strategic and Institutional Approaches, Journal of International Business
Studies, 37 (6), 838-849.

Husted, B.W. 2000. A Contingency Theory of Corporate Social Perfomance, Business and
Society, 39 (1), 24-48.

Hutchins, M.J. & Sutherland, J.W. 2008. An Exploration of Measures of Social Sustainability
and Their Application to Supply Chain Decisions, Journal of Cleaner Production, 16,
1688-1698.

Inoue, Y. & Lee, S. 2011. Effects of Different Dimensions of Corporate Social Responsibility
on Corporate Financial Performance in Tourism-Related Industries, Tourism
Management, 32 (2011), 790-804.

Islam, M.A. & Deegan, C. 2008. Motivations for An Organisation within a Developing
Country to Report Social Responsibility Information: Evidence from Bangladesh,
Accounting, Auditing & Accountability Journal, 21(6), 850-87.

Ittner, C.D., Larcker, D.F. & Meyer, M.W. 2003. Subjectivity and The Weighting of
Performance Measures: Evidence from a Balanced Scorecard, The Accounting
Review, 78 (3), 725-758.

106
Ittner, C.D. & Larcker, D.F. 1998. Are Nonfinancial Measures Leading Indicators of
Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction, Journal of Accounting
Research, 36, 1-35.

Jackson, I. & Nelson, J. 2004. Values-Driven Performance: Seven Strategies for Delivering
Profits with Principles, Working Paper of The Corporate Social Responsibility
Initiative, Kennedy School of Government, Working Paper No. 7.

Jamali, D., Safieddine, A.M. & Rabbath, M. 2008. Corporate Governance and Corporate
Social Responsibility Synergies and Interrelationships, Corporate Governance, 16
(5), 443-459.

Jamali, D. & Mirshak, R. 2007. Corporate Social Responsibility (CSR): Theory and Practice
in a Developing Country Context, Journal of Business Ethics, 72 (3), 243-262.

Jang, J.I., Lee, K.. & Choi, H.S. 2013. The Relation Between Corporate Social
Responsibility and Financial Performance: Evidence from Korean Firms, Pan Pacific
Journal of Business Research, 4 (2), 3-17.

Jensen, M.C. 2001. Value Maximisation, Stakeholder Theory, and Corporate Objective
Function, European Financial Management, 7 (3), 297-317.

Jensen & Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and
Ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3 (4), 305-360.

Jhon, E.A., Jhon A.O., & Adedayo, O.E. 2013. Corporate Social Responsibility and Financial
Perfomance: Evidence from Nigerian Manufacturing Sector, Asian Journal of
Management Research, 4 (1), 153 – 162.

Jo, H. & Harjoto, M.A. 2011. Corporate Governance and Firm Value: The Impact of
Corporate Social Responsibility, Journal of Business Ethics, 103 (3), 351-383.

Jones, T. 1995. Instrumental Stakeholder Theory: A Synthesis of Ethics and Economics,


Academy of Management Review, 20, 404-437.

Jones, T. and Wicks, A.1999. Convergent Stakeholder Theory, Academy of Management


Review, 24, 206-221.

Kan, P.W. 2012. Corporate Social Responsibility: A Profitable Alternative, New York:
University at Albany, State University of New York.

Kang, K.H., Lee, S. & Huh, C. 2010. Impacts of Positive and Negative Corporate Social
Responsibility Activities on Company Performance in The Hospitality Industry,
International Journal of Hospitality Management, 29, 72-82.

Kanwal, M., Khanam, F., Nasreen, S. & Hameed, S. 2013. Impact of Corporate Social
Responsibility on The Firm’s Financial Performance, IOSR Journal of Business and
Management (IOSR-JBM), 14 (5), 67-74.

Kaplan, R.S. & Norton, D.P. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into
Action, Boston: Harvard Business School Press.

Kaplan, S.E. & Ruland, R.G. 1991. Positive Theory, Rationality and Accounting Regulation,
Critical Perspectives on Accounting, 2 (4), 361-374.

107
Karagiorgos, T. 2010. Corporate Social Responsibility and Financial Perfomance, European
Research Studies, 13 (4), 86 – 108.

Kelana, S. & Wijaya, C. 2007. Harga Pasar dan Harga Buku, Jurnal Akuntansi, 4 (2), 1-7.

Kemper, J., Schilke, O., Reimann, M., Wang, X. & Brettel, M. 2013. Competition-Motivated
Corporate Social Responsibility, Journal of Business Research, 66, 1954-1963.

Khlif, H. & Chalmers, K. 2015. A Review of Meta-Analytic Research in Accounting, Journal of


Accounting Literature, 35, 1-27.

Kimber, D. & Lipton, P. 2005. Corporate Governance and Business Ethics in The Asia-
Pacific Region, Business & Society, 44 (2), 178-210.

Kolk, A. & Tulder, R.V. 2010. International Business, Corporate Social Responsibility and
Sustainable Development, International Business Review, 19, 119-125.

Koricheva, J. & Gurevitch, J. 2013. Place of Meta-Analysis Among Other Methods of


Research Synthesis, Book Chapter, US: Princeton University Press.

Krishnan, R., Luft, J.L. & Shields, M.D. 2005. Effects of Accounting-Method Choices on
Subjective Performance-Measure Weighting Decisions: Experimental Evidence on
Precision and Error Covariance, The Accounting Review, 80 (4), 1163-1192.

Krukowska, M. 2014. Determinants of Corporate Social Responsibility in Japanese


Companies, Management and Business Administration Central Europe, 22 (4)127,
39-57.

Kumar, S. & Tiwari, R. 2011. Corporate Social Responsibility: Insights Into Contemporary
Research. The IUP Journal of Corporate Governance, 10 (1), 22-44.

Laan, G.V.D., Ees, H.V. & Witteloostuijn, A.V. 2008. Corporate Social and Financial
Performance: An Extended Stakeholder Theory, and Empirical Test with Accounting
Measures, Journal of Business Ethics, 79 (3), 299-310.

Lang, T. 2018. Institutional Theory - New, https://www.researchgate.net/publication.

Lee, S. & Park, S.Y. 2010. Financial Impacts of Socially Responsible Activities on Airline
Companies, Journal of Hospitality & Tourism Research, 34 (2), 185-203.

Lee, S., Singal, M., & Kang, K.H. 2013. The Corporate Social Responsibility – Financial
Perfomance Link in The U.S. Restaurant Industry: Do Economic Conditions Matter? ,
International Journal of Hospitality Management, 32 (2013), 2-10.

Lioui, A. & Sharma, Z. 2012. Environmental Corporate Social Responsibility and Financial
Perfomance: Disentangling Direct and Indirect Effects, Ecological Economics, 78
(2012), 100-111.

Li, S. & Filer, L. 2004. Governance Environment and Mode of Investment, Paper Presented
at The Academy of International Business Annual Meeting,Stockholm, Sweden.

Li, S., Fetscherin, M., Alon, I., Lattemann, C. & Yeh, K. 2010. Corporate Social
Responsibility in Emerging Markets: The Importance of The Governance
Environment, Management International Review, 50 (5), 635-654.

108
Lin, C.H., Yang, H.L., & Liou, D.Y. 2009. The Impact of Corporate Social Responsibility on
Financial Perfomance: Evidence from Business in Taiwan, Technology in Society, 31
(2009), 56-63.

Lipsey, M.W. & Wilson, D.B. 2001. Practical Meta-Analysis. Applied Sosial Reserach
Methods, California: Sage Publications, Inc.

Luo, X. & Bhattacharya, C.B. 2006. Corporate Social Responsibility, Customer Satisfaction,
and Market Value, Journal of Marketing, 70 (4), 1-18.

Lyons, L.C. 2000. Meta-Analysis: Methods of Accumulating Result Across Research


Domains, Email Solomon @mnsinc.com.

Macdonald, J.B. & Maher, M. 2013. The Relationship Between Equity Dependence and
Environmental Performance, Journal of Leadership, Accountability and Ethics, 10 (2),
35-45.

Mahoney, L. & Roberts, R.W. 2007. Corporate Social Perfomance, Financial Perfomance
and Institutional Ownership in Canadian Firms, Accounting Forum, 31 (2007), 233-
253.

Maignan, I. & Ferrell, O.C. 2004. Corporate Social Responsibility and Marketing: An
Integrateve Framework, Journal of The Academy of Marketing Science, 31 (1), 3-19.

Makni, R., Francoeur, C. & Bellavance, F. 2009, Causality Between Corporate Social
Perfomance and Financial Perfomance: Evidence from Canadian Firms, Journal of
Business Ethics, 89 (3), 409 – 422.

Margolis, J.D. & Walsh, J.P. 2003. Misery Loves Companies: Rethinking Social Initiatives
by Business, 268/Administrative Science Quarterly, 48, 268-305

Marom, I.Y. 2006. Toward a Unified Theory of The CSP-CFP Link, Journal of Business
Ethics, 67 (2), 191-200.

Mathews, M.R. 1993. Socially Responsible Accounting. London: Chapman – Hall.

Matten, D. & Moon, J. 2008. Conceptual Framework for a Comparative Understanding of


Corporate Social Responsibility, The Academy of Management Review, 33 (2), 1-26.

McGuire, J., Dow, S., & Argheyd, K. 2003. CEO Incentives and Corporate Social
Performance. Journal of Business Ethics, 45, 341-359.

McGuire, J.W. 1963. Business and Society. New York: McGraw-Hill.

McGuire, J.B., Sundgren, A.. & Schneeweis, T. 1988. Corporate Social Responsibility and
Firm Financial Performance, The Academy of Management Journal, 31 (4), 854-872.

McWilliams, A., Siegel, D.S. & Wright, P.M. 2006. Corporate Social Responsibility:Strategic
Implications, Journal of Management Studies, 43 (1), 1-18.

McWilliams, A. & Siegel, D. 2001. Corporate Social Responsibility: A Theory of The Firm
Perspective, The Academy of Management Review, 26 (1), 117-127.

109
McWilliams, A. & Siegel, D. 2000. Corporate Social Responsibility and Financial
Performance: Correlation or Misspecification? Strategic Management Journal, 21 (5),
603-609.

Mehar, A. & Rahat, F. 2007. Impact of Corporate Social Responsibility on Firm’s Financial
Performance, South Asian Journal of Management Sciences, 1 (1), 16-24.

Mellahi, K. & Wood, G. 2003. The Role and Potential of Stakeholders in Hollow
Participation, Business & Society Review ,108, 183 - 202.

Mengus, B. & Ozanne, L.K. 2005, Challenges of the “Green Imperative”: A Natural
Reseource- Base Approach to The Environmental Orientation – Business Perfomance
relationsip, Journal of Business Research, 58 (2005), 430-438.

Meyer, J.W. & Rowan, B. 1977. Institutionalized Organizations: Formal Structure as Myth
and Ceremony, American Journal of Sociology, 83 (2), 340-63.

Michelon, G., Boesso, G. & Kumar, K. 2013. Examining The Link Between Strategic
Corporate Social Responsibility and Company Performance: An Analysis of The Best
Corporate Citizens, Corporate Social Responsibility Environmental Management, 20,
81-94.

Midttun, A., Gautesen, K. & Gjølberg, M. 2006. The Political Economy of CSR in Western
Europe, Corporate Governance International Journal of Business in Society, 6 (4),
369-385.

Mishra, S. & Suar, D. 2010. Does Corporate Social Responsibility Influence Firm
Performance of Indian Companies?, Journal of Business Ethics, 95 (4), 571-601.

Mirvis, P.H. & Googins, B. 2006. Stages of Corporate Citizenship: A Developmental


Framework. California Management Review, 48 (2), 104–126.

Moon, J. & Shen, X. 2010. CSR in China Research: Salience, Focus and Nature, Journal of
Business Ethics, 94 ( 4), 613-629.

Muller, A. & Kräussl, R. 2011. The Value of Corporate Philanthropy During Times of Crisis:
The Sensegiving Effect of Employee Involvement, Journal of Business Ethics, 103 (2),
203-220

Mullerat, R. 2013. Corporate Social Responsibility: A European Perspective, The Jean


Monnet/Robert Schuman Paper Series,13 (6), 1-22.

Murphy, P.E. & Schlegelmilch, B.B. 2013. Corporate Social Responsibility and Corporate
Social Irresponsibility: Introduction to a Special Topic Section, Journal of Business
Research, 66, 1807-1813.

Nielsen, L. 2011. Classification of Countries Based on Their Level of Development: How it is


Done and How it Could be Done, Working Paper International Monetary Fund,
WP/11/31

North, D. 1991. Institutions, The Journal of Economic Perpectives, 5 (1), 97-112

North, D. 1990. Institutional Change and Economic Perfomance, Cambridge University


Press, Cambridge
110
Oeyono, J., Samy, M. & Bampton, R. 2011. An Examination of Corporate Social
Responsibility and Financial Performance A Study of The Top 50 Indonesian listed
Corporations, Journal of Global Responsibility, 2 (1), 100 -112.

Okamoto, D. 2009. Social Relationship of a Firm and The CSP-CFP Relationship in Japan:
Using Artificial Neural Networks, Journal of Business Ethics, 87 (1), 117-132.

Oliver, C. 1991. Strategic Responses to Institutional Processes, Academy of Management


Review, 16 (1): 145-179.

Orlitzky, M., Schmidt, F.L. & Rynes, S.L. 2003. Corporate Social and Financial Performance:
A Meta-analysis, Organization Studies, 24 (3), 403-441.

Palmer, D., Biggart, N. & Dick, B. 2008. Is the New Institutionalism a Theory?,
https://www.researchgate.net/publication/259043106.

Panwar, R., Paul, K., Nybakk, E., Hansen, E. & Thompson, D. 2013. The legitimacy of CSR
Actions of Publicly Traded Companies, Journal of Business Ethics, 125 (3), 481-496.

Park, B. II. & Ghauri, P.N. 2015. Determinants Influencing CSR Practices in Small and
Medium Sized MNE Subsidiaries: A Stakeholder Perspective, Journal of World
Business, 50, 192-204.

Park, B.II., Chidlow, A.. & Choi, J. 2014. Corporate Social Responsibility: Stakeholders
Influence on MNEs’ Activities, International Business Review, 23, 966-980.

Parket, I.R. & Eilbirt, H. 1975. Social Responsibility: The Underlying Factors, Business
Horizon, 18, 5-10.

Perrini, F., Russo, A., Tencati, A. & Vurro, C. 2011. Deconstructing The Relationship
Between Corporate Social and Financial Performance, Journal of Business Ethics,.
102 (1), 59-76.

Peters, B.G. 2000. Institutional Theory: Problems and Prospects, Institute for Advanced
Studies Viena: Political Science Series 69.

Porter, M. & Kramer, M. 2006. Strategy and Society: The Link Between Competitive
Advantage and Corporate Social Responsibility, Harvard Business Review, 85 (12), 1-
14.

Porter, M. & Kramer, M. 2002. The Competitive Advantage of Corporate Philanthropy,


Harvard Business Review, 80, 56-68.

Porter, M.E. & Linde, C.V.D. 1995. Toward a New Conception of The Environment-
Competitiveness Relationship, The Journal of Economic Perspectives, 9 (4), 97-118.

Powell, W.W. 2007. The New Institutionalism to Appear in The International Encyclopedia of
Organization Studies, California: Sage Publishers.

Qu, R. 2007. Corporate Social Responsibility in China: Impact of regulations, Market


Orientation and Ownership Structure, Chinese Management Studies, 1 (3), 198-207.

111
Quazi, A., Rahman, Z. & Keating, B. 2007. A Developing Country Perspective of Corporate
Social Responsibility: A Test Case of Bangladesh,
http://ro.uow.edu.au/commpapers/2983.

Rettab, B., Brik, A.B. & Mellahi, K. 2009. A Study of Management Perceptions of The
Impact of Corporate Social Responsibility on Organisational Performance in Emerging
Economies: The Case of Dubai, Journal of Business Ethics, 89 (3), 371-390.

Roper, J. & Weymes, E. 2007. Reinstating The Collective: A Confucian Approach to Well-
Being and Social Capital Development in a Globalised Economy, Journal of Corporate
Citizenship, 26, 135-144.

Rudolph, P.H. 2005. In Corporate Social Responsibility: The Corporate Governance of The
21st century, Ramon Mullerat Eds, Netherlands: Kluwer Law International.

Saeidi, S. P., Sofian, S., Saeidi, P., Saeidi, S. P. & Saaeidi, S. A. 2014. How Does Corporate
Social Responsibility Contribute to Firm Financial Performance? The Mediating Role of
Competitive Advantage, Reputation, and Customer Satisfaction. Journal of Business
Research, 68, 341-350.

Saiia, D.H., Carroll, A.B. & Buchholtz, A.K.. 2003. Philanthropy as Strategy: When
Corporate Charity Begins at Home, Business & Society, 42 (2), 169-201.

Sánchez, M.J. & Martínez, M.F. 2010. Meta-Analysis in Psychological Research,


International Journal of Psychological Research, 3, 150-162.

Sayekti, Y. & Wondabio, L.S. 2007. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earnings
Response Coefficient (suatu Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta), Prosiding Simposium Nasional Akuntansi X.

Schreck, P. 2011. Reviewing The Business Case for Corporate Social Responsibility: New
Evidence and Analysis, Journal of Business Ethics, 103 ( 2), 167-188.

Schwartz, N. 2010, Desember 13. Survey Shows Unremarkable Cancer Rate in CA Town,
The Boston Globe.

Seifert, B., Morris, S.A. & Bartkus, B.R. 2004. Having, Giving, and Getting:Slack Resources,
Corporate Philanthropy,and Firm Financial Performance, Business & Society, 43 (2),
135-161.

Seifert, B., Morris, S.A. & Bartkus, B.R. 2003. Comparing Big Givers and Small Givers:
Financial Correlates of Corporate Philanthropy, Journal of Business Ethics, 45 (3),
195-211.

Sembiring, E.R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab


Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta,
Prosiding SNA VIII, 379-395.

Sen, S., Bhattarcharya, C.B. & Korschun, D. 2016, The Role of Corporate Social
Responsibility In Strengthening Multiple Stakeholder Relationships: A Field
Experiment, Journal of The Academy of Marketing Science, 34 (2), 158-166.

112
Seo, C.J., Min, K.Y. & Chongwoo, C. 2010. Corporate Social Responsibility and Corporate
Financial Perfomance: Evidence from Korea, Munic Personal Repec Archive Paper
No. 22159, http://mpra.ub.uni-muenchen.de/22159.

Sethi, S.P. 1979. A Conceptual Framework for Environmental Analysis of Social Issues and
Evaluation of Business Response Patterns. Academy of Management Review, 4, 63-
74.

Shen, C.H. & Chang, Y. 2009. Ambition Versus Conscience, Does Corporate Social
Responsibility Pay Off? The Application of Matching Methods, Journal of Business
Ethics, 88 (1), 133-153.

Smith, C.N. 1994. The New Corporate Philanthropy, Harvard Business Review, 72 (3), 105-
116.

Sprinkle, G.B. & Maines, L.A. 2010. The Benefits and Costs of Corporate Social
Responsibility, Business Horizons, 53, 445-453.

Stanwick, P.A. & Stanwick, S.D. 1998. The Relationship Between Corporate Social
Performance, and Organizational Size, Financial Performance, and Environmental
Performance: An Empirical Examination, Journal of Business Ethics, 17, 195-204.

Suchman, M.C. 1995. Managing Legitimacy: Strategic and Institutional Approaches,


Academy of Management Review, 20, 571-610.

Surroca, J., Tribo, J.A. & Waddock, S. 2010. Corporate Responsibility and Financial
Perfomance: The Role of Intangible Resources, Strategic Management Journal, 31
(5), 463-490.

Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi Ketiga,


BPFE, Yokjakarta

Taysir, E.A. & Pazarcik, Y. 2013. Business Ethics, Social Responsibility and Corporate
Governance: Does The Strategic Management Field Really Care About These
Concepts?, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 99, 294-303.

The Body Shop. 2015. https://www.thebodyshop.com/medias/Values-Report-2015-


6.pdf?context=pdf/ha8/h40/9089793032222.pdf/.

Tilling, M. 2004. Communication at The Edge: Voluntary Social and Environmental Reporting
in The Annual Report of a Legitimacy Threatened Corporation. APIRA Conference
Proceedings.

Torugsa, N.A., O’Donohue, W. & Hecker, R. 2012. Capabilities, Proactive CSR and
Financial Perfomance in SME’s: Empirical Evidence from an Australian
Manufacturing Industry Sector, Journal of Business Ethics, 109 (2012), 483 – 500.

Uadiale, O.M. & Fagbemi, T.O. 2012. Corporate Social Responsibility and Financial
Performance in Developing Economies: The Nigerian Experience, Journal of
Economics and Sustainable Development, 3 (4), 44-55.

Ullmann, A. 1985. Data in Search of a Theory: A Critical Examination of The Relationship


among Social Performance, Social Disclosure and Economic Performance, Academy
of Management Review, 10, 450-477.

113
Undang-Undang No.40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas.

Valiente, J.M.A., Ayerbe, C.G. & Figueras, M.S. 2012. Social Responsibility Practices and
Evaluation of Corporate Social Performance, Journal of Cleaner Production, 35, 25-
38.

Berghe, L.V.D. & Louche, C. 2005. The Link Between Corporate Governance and
Corporate Social Responsibility in Insurance, The Geneva Papers on Risk and
Insurance: Issues and Practice, 30 (3), 425-442.

Vázquez, D.G. & Hernandez, S.M.I. 2014. Measuring Corporate Social Responsibility for
Competitive Success at a Regional Level, Journal of Cleaner Production, 72 (2014),
14-22.

Verschoor, C.C. 1998. A Study of The Link Between as Corporation’s Financial Performance
and Its Commitment to Ethics, Journal of Business Ethics, 17, 1509-1516.

Visser, W. 2009. Corporate Social Responsibility in Developing Countries,


https://www.researchgate.net/publication/285925758.

Waddock, S.A. & Graves, S.B. 1997. The Corporate Social Performance – Financial
Performance link, Strategic Management Journal, 18 (4), 303-320.

Wang, H. & Qian, C. 2011. Corporate Philanthropy and Corporate Financial Performance:
The Roles of Stakeholder Response and Political Access, Academy of Management
Journal, 54 (6), 1159-1181.

Wang, H., Choi, J. & Li, J. 2008. Too Little or Too Much? Untangling The Relationship
Between Corporate Philanthropy and Firm Financial Performance, Organization
Science, (1), 143-159.

Wang, M., Qiu, C. & Kong, D. 2011. Corporate Social Responsibility, Investor Behaviors,
and Stock Market Returns: Evidence from Natural Experiment in China, Journal of
Business Ethics, 101 (1), 127-141.

Weber, M. 2008. The Business Case for Corporate Social Responsibility: A Company-Level
Measurement Approach for CSR, European Management Journal, 26, 247-261.

Welford, R. 2004. Corporate Social Responsibility in Europe and Asia: Critical Elements and
Best Practice, Journal of Corporate Citizenship, 13 (1), 31-47.

Widiastuti, H. 2002. Pengaruh Luas Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan


terhadap Earning Response Coefficient (ERC), Prosiding Simposium Nasional
Akuntansi V.

Wiig, A. & Kolstad, I. 2010. Multinational Corporations and Host Country Institutions: A
Case Study of CSR Activities in Angola, International Business Review, 19 (2), 178-
190.

Williamson, O.E. 1964. The Economics of Discretionary Behavior: Managerial Objectives in


a Theory of The Firm, New York: Prentice-Hall.

Williams, R.J. & Barrett, J.D. 2000. Corporate Philanthropy, Criminal activity, and Firm
Reputation: Is There a Link? Journal of Business Ethics, 26, 341-350.
114
Windsor, D. 2013. Corporate Social Responsibility and Irresponsibility: A Positive Theory
Approach, Journal of Business Research, 66, 1937-1944.

Wokutch, R. E. & McKinney, E.W. 1991. Behavioral and Perceptual Measure of Corporate
Social Performance, Research in Corporate Social Performance and Policy, 12: 309-
330.

Wood, D.J. 1991. Corporate Social Performance Revisited, Academy of Management


Review 16, 691-718.

Yang, F.J., Lin, C.W. & Chang, Y.N. 2010. The Linkage Between Corporate Social
Perfomance and Corporate Financial Perfomance, African Journal of Business
Management, 4 (4), 406-413.

Zheng, Q., Luo, Y. & Maksimov, V. 2014. Achieving Legitimacy Through Corporate Social
Responsibility: The Case of Emerging Economy Firms, Journal of World Business,
687, 1-15.

115
LAMPIRAN 1. SAMPEL PENELITIAN

No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

1 Afiff & Anantadjaya CSR & Performance: Any Rev. Integr. Bus. Econ. 2004 - 104 Indonesia
(2013) Evidence from Indonesian LQ45? Res., Vol. 2 (1): 85 -101 2011

2 Abiodun (2012) The Impact of Corporate Social European Journal of 1999 - 100 Nigeria
Responsibility on Economics, Finance and 2008
Administrative Sciences
Issue, 45: 39 - 51

3 Brammer et al. (2006) Corporate Social Performance Financial Management, Vol. 2002 451 Ingris
and Stock Returns: UK Evidence 35 (3): 97 - 116
from Disaggregate Measures

4 Fauzi et al. (2007) The Link between Corporate Issues in Social and 2002 - 383 Indonesia
Social Perfomance and Financial Environmental Accounting, 2003
Perfomance: Evidence from Vol. 1 (1):149-159
Indonesian Companies

5 Fiori (2007) Corporate Social Responsibility http://ssrn.com/abstract=10 2004 - 25 Italia


and Firm Perfomance, An 32851 2006
Analysis of Italian Listed
Companies

6 Garay & Font (2012) Doing good to do well? Corporate International Journal of 2010 400 Catalonia
social responsibility reasons, Hospitality Management,
practices and 31: 329 – 337

116
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

7 Hogan et al. (2014) The Role of Corporate Journal of Leadership, 2003 - 540 Bloomberg
Philanthropy on Ratings of Accountability and Ethics, 2011
Corporate Social Responsibility Vol. 11 (3): 108 - 125
and Shareholder Return

8 Cheung et al. (2010) Does Corporate Social Journal of Business Ethics, 2001 - 1188 Asian
Responsibility Matter in Asian Vol. 92 (3): 401- 413 2004 Emerging
Emerging Markets?

9 Dragomir (2010) Environmentally sensitive Journal of Accounting 2006 - 60 Eropah


Disclosure and Financial &Organizational Change, 2007
Perfomance in European Setting Vol. 6 (3): 359 - 388

10 Elsayed & Paton (2005) The impact of environmental Structural Change and 1994 - 227 Ingris
performance on firm performance: Economic Dynamics, 16 2000
static and dynamic panel data (2005): 395 – 412
evidence

11 Filbeck & Gorman The Relationship between the Environmental and 1997 - 24 IRRC/S&P 500
(2004) Environmental and Financial Resource Economics, 29: 2002
Perfomance 0f Public utilities 137–157

12 Huang & Yang (2014) Corporate social performance: Chinese Management 2005 - 71 Taiwan
Why it Matters? Case of Taiwan Studies, Vol. 8 (4): 704 - 2011
716

13a Inoue & Lee (2011) - Effects of different dimensions of Tourism Management, 32 1991 - 73 KLD stat dan
Airline corporate social responsibility on (2011): 790 - 804 2007 Compustat
corporate Financial Perfomance in
Tourism Related Industry

117
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

13b Inoue & Lee (2011) - Effects of different dimensions of Tourism Management, 32 1991 - 59 KLD stat dan
Casino corporate social responsibility on (2011): 790 - 804 2007 Compustat
corporate Financial Perfomance in
Tourism Related Industry

13c Inoue & Lee (2011) - Effects of different dimensions of Tourism Management, 32 1991 - 51 KLD stat dan
Hotel corporate social responsibility on (2011): 790 - 804 2007 Compustat
corporate Financial Perfomance in
Tourism Related Industry

13d Inoue & Lee (2011) - Effects of different dimensions of Tourism Management, 32 1999 - 183 KLD stat dan
Restauran corporate social responsibility on (2011): 790-804 2007 Compustat
corporate Financial Perfomance in
Tourism Related Industry

14 Jang et al. (2013) The Relation between Corporate PPJBR, Vol. 4 (2): 3 - 17 1998 - 130 Korea
Social Responsibility and 2005
Financial Performance: Evidence
from Korean Firms

15a Kang et al. (2010) - Impacts of positive and negative International Journal of 1991 - 46 KLD stat
Hotel corporate social responsibility Hospitality Management, 29 2007
activities on Company (2010): 72 – 82
Perfomance in the Hospotality
Industry

15b Kang et al. (2010) - Impacts of positive and negative International Journal of 1991 - 58 KLD stat
Casino corporate social responsibility Hospitality Management, 29 2007
activities on Company (2010): 72– 82
Perfomance in the Hospotality
Industry

118
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

15c Kang et al. (2010) - Impacts of positive and negative International Journal of 1991 - 156 KLD stat
Restauran corporate social responsibility Hospitality Management, 29 2007
activities on Company (2010) :72–82
Perfomance in the Hospotality
Industry

15d Kang et al. (2010) - Impacts of positive and negative International Journal of 1991 - 70 KLD stat
Airline corporate social responsibility Hospitality Management, 29 2007
activities on Company (2010): 72–82
Perfomance in the Hospotality
Industry

16 Lee & Park (2010) Financial Impacts of Socially Journal of Hospitality & 1991 - 46 KLD database
Responsible Activities on Airline Tourism Research, Vol. 34 2006
Companies (2): 185 - 203

17 Lee et al. (2013) The corporate social International Journal of 1991 - 226 Amerika
responsibility–financial Hospitality Management, 32 2009
performance link in the U.S. Do (2013): 2–10
Economic Condition Matter?

18 Lin et al. (2009) The impact of corporate social Technology in Society, 31 2002 - 33 Taiwan
responsibility on financial (2009): 56 – 63 2004
performance: Evidence from
Business in Taiwan

19 Mahoney & Roberts Corporate social performance, Accounting Forum, 31: 233 1996 - 352 Kanada
(2007) financial performance and – 253 1999
Institutional Ownership in
Canadian Firms

119
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

20 Makni et al (2009) Causality between Corporate Journal of Business Ethics, 2004 - 179 Kanada
Social Performance and Financial Vol. 89 (3): 409 - 422 2005
Performance: Evidence
fromCanadian Firms

21 Muller & Kräussl (2011) The Value of Corporate Journal of Business Ethics, 2004 186 US Fortune
Philanthropy During Times of Vol. 103 (2): 203 - 220
Crisis: The Sensegiving Effect of
Employee Involvement

22 Oeyono et al. (2011) Employee Involvement Journal of Global 2003 - 50 Indonesia


Responsibility, Vol. 2 2007
(1):100 - 112

23 Rettab et al. (2009) A Study of Management Journal of Business Ethics, 2007 280 Dubai
Perceptions of the Impact of Vol. 89 (3): 371 - 390
Corporate Social Responsibility
onOrganisational Performance in
Emerging Economies: The Case
of Dubai

24 Saeidi et al. (2014) How does corporate social JBR-08124; No of Pages 10 2012 205 Iran
responsibility contribute to firm
financial performance? The
Mediating role of Competitive
advantage, reputation and
customer satisfaction

120
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

25 Seo et al. (2010) Corporate Social Responsibility http://mpra.ub.uni- 2002 - 1122 Korea
and Corporate Financial muenchen.de/22159/ 2008
Perfomance : Evidence from
Korea

26 Torugsa et al.(2012) Capabilities, Proactive CSR and Journal of Business Ethics, 2009 171 Australia
Financial Performance in SMEs: 109: 483 – 500
Empirical Evidence from An
Australian Manufacturing industry
Sector

27 Uadiale & Fagbemi Corporate Social Responsibility Journal of Economics and 2007 40 Nigeria
(2012) and Financial Performance in Sustainable Development,
Developing Countries: The Vol. 3 (4): 44 - 54
Nigerian Experience

28 Wei & Lin (2015) How can Corporate Social Corporate Reputation 2009 175 Taiwan
Responsibility Lead to Firm Review, Vol.18 (2): 111 -
Perfomance? A Longitudinal studi 127
in Taiwan

29 Yang et al.(2010) The linkage between corporate African Journal of Business 2005 - 150 Taiwan
social performance and Corporate Management, Vol. 4 (4): 2007
Financial Perfomance 406 - 413

30 Criso´stomo et al.(2011) Corporate Social Responsibility, Social Responsibility 2001 - 296 Brasil
Firm Value, and Financial Journal, Vol. 7 (2): 295 - 2006
Perfomance in Brazil 309

121
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

31 Fernandez (2016) Social responsibility and financial BRQ Business Research 2009 107 Spanyol
performance: The role of good Quarterly, 19: 137 - 151
corporate governance

32 Schreck (2011) Reviewing the Business Case for Journal of Business Ethics, 2006 294 Berbagai
Corporate Social Responsibility: Vol.103 (2):167-188 Negara
New Evidence and Analysis

33 Wang et al. (2011) Corporate Social Responsibility, Journal of Business Ethics, 2007 114 China
Investor Behaviors, and Stock Vol. 101 (1): 127 - 141
Market Returns: Evidence from
aNatural Experiment in China

34 Yusoff et al. (2013) The Influence of CSR Disclosure Procedia Economics and 2009 - 60 Malaysia
Structure on Corporate Financial Finance, Vol. 7 ( 2013 ): 2011
Performance from Stakeholders 213 – 220
Perspectives

35 Misrah & Suar (2010) Does Corporate Social Journal of Business Ethics, 2003 - 150 India
Responsibility Influence Firm Vol. 95 (4): 571 - 601 2006
Performance of Indian
Companies?

36 Luo & Bhattacharya Corporate Social Responsibility, Journal of Marketing, Vol. 2001 - 452 Competitive
(2006) Customer Satisfaction, and Market 70 (4): 1 - 18 2004 Media
Value Reporting
Database

122
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

37 Choi & Jung (2008) Ethical Commitment, Financial Journal of Business Ethics, 2004 - 248 Korea
Performance, and Valuation: An Vol. 81 (2): 447- 463 2005
Empirical Investigation ofKorean
Companies

38 Menguc & Ozanne Challenges of the ‘‘green Journal of Business 2000 140 Australia
(2005) imperative’’: a natural resource- Research, 58 (2005): 430 –
based approach to the 438
environmental orientation-
business perfomance relationship

39 Michelon et al. (2013) Examining the Link between Corporate Social 2005 - 188 KLD database
Strategic Corporate Social Responsibility and 2007
Responsibility and Company An Environmental
Analysis of the Best Corporate Management, 20: 81 – 94
Citizens

40 Surroca et al. (2009) Corporate Responsibility and Strategic Management 2001 - 599 28 negara
Financial Perfomance: The Role Journal, Vol. 31 (5): 463 - 2004
of Intangible Resources 490

41 Karagiorgos (2010) Corporate Social Responsibility European Research 2007 - 78 Yunani


and Financial Performance: An Studies, Vol. 13 (4): 87 - 2008
Empirical Analysis on Greek 108
Companies

42 Awan & Saeed (2015) Impact of CSR on Firms’ Financial European Journal of 2009 - 100 Pakistan
Performance: A Case Study of Business and Management, 2013
Ghee and Fertilizer Industry in Vol. 7 (7): 375 - 385
Southern Punjab-Pakistan

123
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

43 Kanwal et al. (2013) Impact of corporate social IOSR Journal of Business 2008 - 75 Pakistan
responsibility on the firm’s and Management, Vol.14 2012
financial performance (5): 67-74

44 Kamatra & Ghee and Fertilizer Industry in International Journal of 2009 - 76 Pakistan
Kartikaningdyah (2015) Southern Punjab-Pakistan Economics and Financial 2012
Issues, 5: 157 - 164

45 Mwangi & Jerotich The Relationship Between International Journal of 2007 - 50 Nairobi
(2013) Corporate Social Responsibility Business, Humanities and 2011
Practices and Financial Technology, Vol. 3 (2): 81 -
Performance of Firms in the 90
Manufacturing, Construction and
Allied Sector of the Nairobi
Securities Exchange

46 Yusoff & Adamu (2016) The Relationship between CSR International Business 2009 - 100 Malaysia
and Financial Perfomance - Management, Vol.10 (4): 2013
Evidence from Malaysia 345 - 351

47 Jamali et al. (2015) The Influence of Corporate International Journal of 2009 - 297 Indonesia
Governance and Corporate Social Business and Management 2012
Responsibility on Financial Invention, Vol. 4 (5): 01-10
Performancewith Efficiency as
Mediating Variable

48 Asraf et al (2017) Corporate Social Responsibility International Journal of 2010 - 17 Pakistan


Impact on Financial Performance Academic Research in
of Bank’s: Evidence from Asian Business and Social 2015
Countries

124
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan

Sciences, Vol. 7 (4): 618 -


632

49 Jhon et al. (2013) Corporate social responsibility and Asian JournalL of 2002 - 10 Nigeria
financial performance: Evidence Management Research, 2011
from Nigerian manufacturing Vol. 4 (1): 153-162
sector

125
Lampiran 2.Strategi Pengukuran Kinerja Keuangan

Teknik
No Penelitti Strategi Pengukuran
Pengukuran

1 Yisau Abiodun (2012), Menguc Akuntansi


& Ozanne (2005), Awan & Profit After Tax
Saeed (2015), Kanwal et al.
(2011)

2 Oeyono et al. ( 2011), Michelon Akuntansi EBITDA


et al. (2013),
Awan & Saeed (2015)

3 Jhon et al. (2013) Akuntansi Profit Before Tax

4 Awan & Saeed (2015) Akuntansi Gross Profit

5 Saeidi et al. (2014), Kamatra & Akuntansi Net Profit Margin


Kartikaningdyah (2015)

Fauzi et al. (2007), Elsayed &


Paton (2005), Huang & Yang
(2014), Inoue & Lee (2011),
Jang et al. (2013) , Kang et al.
(2010), Lin et al. (2009),
Mahoney & Roberts (2007),
Makni et al .(2009), Lee & Park
(2010), Saeidi et al. (2014), Seo
et al.. (2010), Uadiale &
6 Fagbemi (2012), Wei & Lin Akuntansi ROA
.(2015), Yang et al.(2010),
Criso´stomo et al.(2011),
Fernandez (2016 ) , Misrah &
Suar (2010), Choi & Jung
(2008), Kamatra &
Kartikaningdyah (2015),Mwangi
& jerotich (2013), Jamali et al.
(2015), Ashraf et al. (2017)
Fauzi et al. (2007), Dragomir
(2010),, Huang & Yang (2014) ,
Kang et al.(2010), Mahoney &
Roberts (2007), Makni et al.
(2009), Lee & Park (2010),
Saeidi et al. (2014), Seo et al..
7 (2010), Uadiale & Akuntansi ROE
Fagbemi.(2012), Yang et al.
(2010), Criso´stomo et al.(2011),
Fernandez (2016 ), Schreck
(2011), Choi & Jung (2008) ,
Yusoff & Adamu (2016), Asraf et
al. (2017)

8 Saeidi et al. (2014) Akuntansi ROI

126
Teknik
No Penelitti Strategi Pengukuran
Pengukuran

9 Oeyono et al. ( 2011) Akuntansi


EPS
Awan & Saeed (2015) Yusoff &
Adamu (2016)

10 Dragomir (2010) Akuntansi EPS Growth

Elsayed & Paton (2005), Lee &


11 Park (2010), Saeidi et al. (2014), Akuntansi ROS
Yang et al.(2010)

12 Jang et al. (2013) Akuntansi Cost of Capital

13 Saeidi et al. (2014), Menguc & Akuntansi


Sales growth
Ozanne (2005)

14 Yusoff et al. (2013) Akuntansi ROA + ROE + Ros

15 Afiff & Anantadjaya (2013), Fiori Pasar


Harga Saham &
(2007), Brammer et al. (2006),
Kapitalisasi
Michelon et al. (2013), Lee &
Park (2010)

Dragomir (2010), Luo &


Return Saham & Excess
16 Bhattacharya (2006), Makni et Pasar
Return
al.(2009) Karagiorgos (2010),
Hogan et al. (2014)

Cummulatif Abnormal
17 Muller & Kräussl (2011), Wang Pasar
Return
et al.(2011)

18 Filbeck & Gorman (2004) Pasar Holding Period

19 Saeidi et al. (2014), Menguc & Pasar Market Share Growth


Ozanne (2005)

127
Teknik
No Penelitti Strategi Pengukuran
Pengukuran
Cheung et al. (2010), Dragomir
(2010), Elsayed & Paton (2005),
Inoue & Lee (2011), Jang et al.
(2013), Kang et al. (2010), Lee
et al. (2013), Luo &
20 Bhattacharya (2006), Seo et al. Kombinasi Tobins Q
2010, Criso´stomo et al.(2011),
Fernandez (2016 ), Schreck
(2011, Luo & Bhattacharya
(2006), Choi & Jung (2008),
Surroca et al. (2009)

21 Cheung et al. (2010), Choi & Kombinasi Market/Price to Book Value


Jung (2008) Ratio

22 Kang et al.(2010), Choi & Jung Kombinasi


PER
(2008), Ashraf et al. 2017

23 Garay & Font (2012), Rettab et Persepsi Financial Health, CFP


al. (2009), Torugsa et al. (2012) Satisfaction

128
Lampiran 3. Strategi Pengukuran CSR

Dasar
No Penelitti Pengukuran Keterangan

Content analysis atas 3 dimensi CSR:


1 Afiff & Anantadjaya (2013) Disclosure Lingkungan (skala 0-3), Ketenagakerjaan
(skala 0-4)dan kemasyarakatan (skala 0-3)

2 Abiodun (2012) Audit sosial Nilai moneter Investasi dalam CSR

3 Brammer et al. (2006) Reputasi EIRIS scores

Content analysis dengan kodifikasi CSR


positif dan CSR negatif pada dimensi isu
sosial, keragaman ditempat pekerjaan,
hubungan pekerja, kinerja lingkungan, isu
4 Fauzi et al. (2007) Disclosure internasional,produk dan bisnis, variabel
yang berhubungan dengan kompensasi,
kerahasiaan, dan kepemilikan dalam
perusahaan
Content analisys menggunakan kriteria
5 Fiori (2007) Disclosure pengukuran Brammer, Brooks and Pavelin
(2006)

A self-completion questionnaire tested with


6 Garay & Font (2012) Survei in depth interviews and mailing academics,
CSR experts

7 Hogan et al. (2014) Social audit Published philanthropic contributions

Skor CSR yang berasal dairi 6 kriteria


8 Cheung et al. (2010) Reputasi lembaga independen Credit Lyonnais
Securities Asia (CLSA)
Content analysis berpedoman pada GRI
9 Dragomir (2010) Disclosure Guidelines

Management today’s Community and


10 Elsayed & Paton (2005) Reputasi
Environment Responsibility (CER) score

Skor CEPD (Corporate Environmental


Profiles) published by Investor Responsibility
11 Filbeck & Gorman (2004) Reputasi
Research Center (IRRC)’s
Skor akumulasi dari "CSR award" oleh
Global Views Monthly, dan Skor "Corporate
12 Huang & Yang (2014) Reputasi Citizenship Award" oleh Common Wealth
Magazine

13 Inoue & Lee (2011) Reputasi KLD Stats database

Skor KEJI oleh Korean Economic Justice


14 Jang et al. (2013) Reputasi Institute (KEJI)

129
Dasar
No Penelitti Pengukuran Keterangan

15 Kang et al. (2010) Reputasi The KLD CSR ratings

16 Lee & Park (2010) Reputasi KLD Research and Analytics score

Skor CSR dari dimensi terkait operasi


perusahaan; dan skor CSr dari dimensi yang
17 Lee et al. (2013) Reputasi
tidak terkait dengan operasi perusahaan.
Sumber data: KLD Stat
3 Prinsciple
- having a strong commitment to corporate
Prinsip dan and social governance
18 Lin et al. (2009) nilai kinerja - having an open dialogue with external
sosial stakeholders
- being determined to achieve
environmental sustainability

19 Mahoney & Roberts (2007) Reputasi CSR Score published by MJRA

Skor CSR kanada MJRA (Michael Jantzi


20 Makni et al. (2009) Reputasi Research Associates) dan skor 6 dimensi
KLD

21 Muller & Kräussl (2011) Sosial audit Publikasi donasi karyawan

Annual report dan web dengan panduan


22 Oeyono et al. (2011) Disclosure GRI (indonesia)
Questionaires: 26 items: community
responsibilities, environmental
responsibilities, employee responsibilities,
23 Rettab et al. (2009) survey investor responsibilities, customer
responsibilities, and
supplierr esponsibiliti

Questionaires: A 29 items, 5 scale likert to


24 Saeidi et al. ( 201) Survey
cover 4 CSR dimension of carrol construct

2 proxies based on the Korea Economic


25 Seo et al. (2010) Reputasi Justice Institute (KEJI) index: Equal weights
CSR index and stakeholders weight CSR
index

26 Torugsa et al .(2012) Survey Questionaires constist of :27 items

27 Uadiale & Fagbemi (2012) Disclosure Content analysis based on self constructed
index of CSR disclosure

130
Dasar
No Penelitti Pengukuran Keterangan

Questionaore Items related to customer-


oriented andemployee-oriented CSR
practices were
28 Wei & Lin (2015) Survey drawn from Aupperle et al. (1985) and
Maignan et al. (1999).

29 Yang et al.(2010) Disclosure Content analysis dengan panduan Arese


Method of France:

CSR index based on relative amounts spent


30 Criso´stomo et al.(2011) Audit Sosial on social action

Skor CSR dari GRI participation, Dow Jones


Sustainability Index (DJSI), GCG
31 Fernandez (2016) Reputation recommendations compliance
COMPLRECOM, and Global Compact (GC)
signee

32 Schreck (2011) Reputation KLD's rating dataset which designed as a


binary system: strengths or weaknesse

CSR scores compiled in 2008 by Southern


33 Wang et al. (2011) Reputation Weekend , China's leading weekly
newspaper

34 Yusoff et al. (2013) Disclosure Content analysis: company’s CSRD


structure-depth, breadth, concentration

A questionnaire respect to six stakeholder


groups - employees, customers, investors,
35 Misrah & Suar (2010) Survey community, natural environment, and
suppliers. A composite measure of CSR was
obtained by aggregating the six dimensio

36 Luo & Bhattacharya (2006) Reputation FAMA rating on CSR

questionnaires constructed for the purpose


37 Choi & Jung (2008) Survey of constructing an index of ethical
commitment (ECI): No=0, yes=1

38 Menguc & Ozanne (2005) Survey Questionaires , CERES Principles to


develop a 10-item, 5-point scale (1 =
strongly disagree, 5=strongly agree)

39 Michelon et al. (2013) Reputation KLD ratings on 7 CSR initiatives

131
Dasar
No Penelitti Pengukuran Keterangan

Sustainalytics Platform rating is used to


40 Surroca et al. (2009) Reputation measure CRP on 5 stakeholder-related
performance

41 Karagiorgos (2010) Disclosure Content analysis based on GRI guidelines

42 Awan & Saeed (2015) Survey Structured questionnaire including open


ended questions

43 Kanwal et al. (2013) Social audit CSR Spending in monetary unit

44 Kamatra & Kartikaningdyah Disclosure Content analiisys : average disclosure


(2015)

45 Mwangi & Jerotich (2013) Disclosure Content analysis using 5 indicators CSR

46 Yusoff & Adamu (2016) Disclosure Content analysis atas 4 dimensi CSR

47 Jamali et al. (2015) Disclosure Content analysis atas annual report

Investment in donation, health, environment


48 Asraf et al. (2017) Social audit protection, and social welfare

49 Jhon et al. (2013) Social audit CSR Investment in monetary unit

132
Lampiran 4. Dimensi dan Bentuk CSR

No Peneliti N Dimensi
1 Afiff & Anantadjaya (2013) 104 Lingkungan
2 Brammer et al. (2006) 451 Lingkungan
3 Fiori (2007) 75 Lingkungan
4 Garay & Font (2012) 320 Lingkungan
5 Hogan et al. (2014) 540 Lingkungan
6 Dragomir (2010) 60 Lingkungan
7 Elsayed & Paton (2005) 227 Lingkungan
8 Filbeck & Gorman (2004) 23 Lingkungan
9 Inoue & Lee (2011) 74 Lingkungan
10 Inoue & Lee (2011) 183 Lingkungan
11 Mahoney & Roberts (2007) 352 Lingkungan
12 Makni et al. (2009) 179 Lingkungan
13 Uadiale & Fagbemi (2012) 40 Lingkungan
14 Schreck (2011) 294 Lingkungan
15 Misrah & Suar (2010) 150 Lingkungan
16 Menguc & Ozanne (2005) 140 Lingkungan
17 Michelon et al. (2013) 188 Lingkungan
18 Yusoff & Adamu (2016) 100 Lingkungan
19 Ashraf et al. (2017) 102 Lingkungan
20 Afiff & Anantadjaya (2013) 104 Ketenagakerjaan
21 Brammer et al. (2006) 451 Ketenagakerjaan
22 Fiori (2007) 75 Ketenagakerjaan
23 Garay & Font (2012) 319 Ketenagakerjaan
24 Inoue & Lee (2011) 74 Ketenagakerjaan
25 Inoue & Lee (2011) 59 Ketenagakerjaan
26 Inoue & Lee (2011) 51 Ketenagakerjaan
27 Inoue & Lee (2011) 183 Ketenagakerjaan
28 Mahoney and Roberts (2007) 352 Ketenagakerjaan
29 Makni et al. (2009) 179 Ketenagakerjaan
30 Uadiale & Fagbemi (2012) 40 Ketenagakerjaan
31 Wei & Lin (2015) 175 Ketenagakerjaan
32 Schreck (2011) 294 Ketenagakerjaan
33 Misrah & Suar (2010) 150 Ketenagakerjaan
34 Michelon et al. (2013) 188 Ketenagakerjaan
35 Yusoff & Adamu (2016) 100 Ketenagakerjaan

133
No Authors Ni Dimensi
36 Afiff & Anantadjaya (2013) 104 Sosial /Kemasyarakat
37 Brammer et al. (2006) 451 Sosial /Kemasyarakat
38 Fiori (2007) 75 Sosial /Kemasyarakat
39 Garay & Font (2012) 302 Sosial /Kemasyarakat
40 Hogan et al. (2014) 540 Sosial /Kemasyarakat
41 Inoue & Lee (2011) 74 Sosial /Kemasyarakat
41 Inoue & Lee (2011) 51 Sosial /Kemasyarakat
43 Inoue & Lee (2011) 183 Sosial /Kemasyarakat
44 Mahoney & Roberts (2007) 352 Sosial /Kemasyarakat
45 Makni et al. (2009) 179 Sosial /Kemasyarakat
46 Uadiale & Fagbemi (2012) 40 Sosial /Kemasyarakat
47 Schreck (2011) 294 Sosial /Kemasyarakat
48 Misrah & Suar (2010) 150 Sosial /Kemasyarakat
49 Michelon et al. (2013) 188 Sosial /Kemasyarakat
50 Yusoff & Adamu (2016) 100 Sosial /Kemasyarakat
51 Ashraf et al. (2017) 102 Sosial /Kemasyarakat
52 Hogan et al. (2014) 540 Tata Kelolah
53 Makni et al. (2009) 179 Tata Kelolah
54 Schreck (2011) 294 Tata Kelolah
55 Michelon et al. (2013) 188 Tata Kelolah
56 Inoue & Lee (2011) 74 Produk
57 Inoue & Lee (2011) 59 Produk
58 Inoue & Lee (2011) 51 Produk
59 Inoue & Lee (2011) 183 Produk
60 Mahoney & Roberts (2007) 352 Produk
61 Schreck (2011) 294 Produk
62 Michelon et al. (2013) 188 Produk
63 Inoue & Lee (2011) 74 Keragaman
64 Inoue & Lee (2011) 59 Keragaman
65 Inoue & Lee (2011) 51 Keragaman
66 Inoue & Lee (2011) 183 Keragaman
67 Mahoney & Roberts (2007) 352 Keragaman
68 Michelon et al. (2013) 188 Keragaman
69 Abiodun (2012) 100 Filantropi
70 Lin et al. (2009) 33 Filantropi
71 Muller & Kräussl (2011) 125 Filantropi
72 Kanwal et al. (2013) 75 Filantropi
73 Ashraf et al. 2017 102 Filantropi
74 Jhon et al. (2013) 100 Filantropi

134
Lampiran 5. Daftar Korelasi Studi Terdahulu

No Peneliti N (r)/(t) Jumlah Hal.Ref Koefisien


(r)/(t) Korelasi
tersaji tersaji Studi

1 Afiff & Anantadjaya (2013) 104 t hit 3 11/18 0,5474

2 Abiodun (2012) 100 t hit 1 10/13 -0,0226

3 Brammer et al .(2006) 451 r 3 7/21 0,4500

4 Fauzi et al.(2007) 383 t hit 2 7/12 0,0083

5 Fiori (2007) 75 t hit 3 11/14 0,1586

6 Garay & Font (2012) 319 r 8 334(6) 0,3990

7 Hogan et al. (2014) 540 t hit 6 14/19 0,3438

8 Cheung et al. (2010) 1188 t hit 2 8/14 0,1938

9 Dragomir (2010) 60 r 25 22 0,0185

10 Elsayed & Paton (2005) 227 r 3 404(10/18 0,1293

11 Filbeck & Gorman (2004) 22 t hit 9 151(15/22 0,7333

12 Huang & Yang (2014) 71 r 2 7/14 0,3490

13 Inoue & Lee (2011) 74 r 10 797( 8/15) 0,7145

14 Inoue & Lee (2011) 59 r 6 797( 8/15) -0,1585

15 Inoue & Lee (2011) 51 r 8 797( 8/15) 0,2765

16 Inoue & Lee (2011) 183 r 10 797( 8/15) 0,0160

17 Jang et al.(2013) 130 r 3 12/16 0,2263

18 Kang et al. (2010) 44 r 8 77(6/11) 0,3461

19 Kang et al. (2010) 58 r 8 77(6/11) 0,0365

20 Kang et al. (2010) 132 r 8 77(6/11) 0,5045

21 Kang et al. (2010) 60 r 8 77(6/11) -0,1118

22 Lee & Park (2010) 46 t hit 2 196(12/19 -0,15483

23 Lee et al. (2013) 226 r 2 7(6/9) 0,1840

24 Lin et al. (2009) 33 t hit 1 61(6/8) 0,1464

135
No Peneliti N (r)/(t) Jumlah Hal.Ref Koefisien
(r)/(t) Korelasi
tersaji tersaji Studi

25 Mahoney & Roberts (2007) 352 r 16 243(11/21 0,3550

26 Makni et al.(2009) 179 r 21 7/15 0,0667

27 Muller & Kräussl (2011) 125 r 1 10/19 0,1880

28 Oeyono et al.(2011) 48 r 2 109(10/13 0,1715

29 Rettab et al. (2009) 280 r 1 13/21 0,3000

30 Saeidi et al. (2014) 205 r 28 6/6 0,6729

31 Seo et al.(2010) 1122 r 6 26/27 0,3533

32 Torugsa et al.(2012) 171 r 4 492 (10/19 0,4700

33 Uadiale & Fagbemi (2012) 40 r 6 51(8/12 0,8855

34 Wei & Lin.(2015) 175 r 4 119(9/18) 0,2250

35 Yang et al.(2010) 150 r 3 411 0,1163

36 Criso´stomo et al.(2011) 296 r 12 305 -0,1400

37 Fernandez (2016 ) 107 r 12 9 0,5259

38 Schreck (2011) 294 r 12 14 0,0693

39 Wang et al.(2011) 114 r 1 9 0,1990

40 Yusoff et al.(2013) 57 t hit 3 6 0,3951

41 Misrah & Suar (2010) 150 r 7 14/32 0,4100

42 Luo & Bhattacharya (2006) 339 r 2 10 0,1350

43 Choi & Jung (2008) 248 r 5 10 0,1696

44 Menguc & Ozanne (2005) 140 r 9 6 0,2000

45 Michelon et al. (2013) 188 r 16 86 (7/14) 0,5450

46 Surroca et al. (2009) 696 r 1 16 0,0700

47 Karagiorgos (2010) 78 t hit 1 15/24 0,4230

48 Awan & Saeed (2015) 100 r 5 8/11 0,5904

49 Kanwal et al. (2013) 75 r 1 7/8 0,4300

50 Kamatra & Kartikaningdyah (2015) 76 t hit 4 161/5 0,1806

136
No Peneliti N (r)/(t) Jumlah Hal.Ref Koefisien
(r)/(t) Korelasi
tersaji tersaji Studi

51 Mwangi & Jerotich (2013) 50 r 1 6/10 0,5380

52 Yusoff & Adamu (2016) 100 r 8 5/7 0,4375

53 Jamali et al. (2015) 297 t hit 1 6/10 0,1650

54 Asraf et al. (2017) 102 r 20 10/15 0,1964

55 Jhon et al. (2013) 100 r 1 6/10 0,4180

Jumlah Total Observasi 11.090

Jumlah Korelasi 355

137

Anda mungkin juga menyukai