DISERTASI
oleh:
NIM: 137020300112004
Oleh :
GOLRIDA KARYAI'TIATI P.
1370203001 12004
Mengetahui,
KOMISI PROMOTOR
TIM PENGUJI
a.n. Dekan
ram Studi Doktor llmu Akuntansi
Tidak terdapat karya ilmiah yang pemah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam
naskah ini disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Mahasiswa,
Golrida Karyawati P, merupakan anak ke-lima dari enam bersaudara yang dilahirkan dari
Ayah: Kartianus Purba dan Ibu: Sarianta Saragih, dan menikah dengan Jhon Marlin
Simamora. Pendidikan Sarjana Ekonomi Jurusan akuntansi ditempuh di Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utama, lulus tahun 1995. Lulus dari Pendidikan Magister Akuntansi
Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 2003.
Pendidikan Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya angkatan 2013 kelas UB Jakarta.
Pengalaman bekerja setelah lulus S1, di Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Insani, Kantor
Akuntan, dan beberapa perusahaan di Indonesia hingga tahun 1997, dan menjadi dosen
sejak 1997 hingga saat ini.
Golrida Karyawati P
137020300112004
v
Serenity Prayer
God, grant me the serenity to accept the things I can not
change; courage to change the things I can; and
wisdom to know the difference (Reinhold Niebuhr)
vi
Ucapan Terima Kasih
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat Nya disertasi yang berjudul
“Hubungan CSR Dengan Kinerja Keuangan - Sebuah Analisis Meta” ini dapat terselesaikan.
Semoga pencapaian ini dapat menjadi jalan untuk mengabdi kepada Nya lebih baik lagi.
Peneliti ingin berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan
bantuan hingga selesainya disertasi ini:
1. Penghargaan yang setinggi-tinggi nya Kepada Tim Promotor: Prof. Dr. Bambang Subroto,
SE., MM., Ak., CA., selaku Promotor, Prof. Dr. Sutrisno T, SE.,MSi.,Ak., CA selaku Ko-
Promotor 1, dan Dr. Erwin Saraswati, SE., M.Acc., Ak., CMA., CSRA., CA., selaku Ko-
Promotor 2. Kesulitan dan berbagai tantangan dalam penyusunan disertasi dapat peneliti
lalui dengan support yang sangat berarti dari Tim Promotor. Hormat kepada Prof.
Bambang Subroto yang selama proses bimbingan disertasi mengajarkan arti komitmen
dan kedisiplinan yang tinggi. Hormat kepada Prof. Sutrisno yang memiliki empati yang
sangat besar selama proses bimbingan namun tetap menjaga kualitas bimbingan yang
tinggi. Hormat kepada Dr. Erwin Saraswati yang sangat detail dalam proses bimbingan
namun memberikan solusi agar proses disertasi dapat lebih cepat.
2. Ucapan terima kasih juga peneliti haturkan kepada para penguji yang dengan
ketulusannya telah membuat disertasi ini menjadi jauh lebih baik yakni: Prof. Eko Ganis
Sukoharsono, Se., M.Com (Hons)., PhD., CSRA, Noval Adib, SE, MSi, Ak, PhD, dan
Yeney Widya Prihatiningtias, SE, MSA, PhD, AK, CA.
3. Ucapan terima kasih kepada Kepala Program Doktor Ilmu Akuntansi Universitas
Brawijaya yang telah memberikan dukungan sejak peneliti pertama sekali diterima di
Universitas tersebut hingga menyelesaikannya, yakni: Prof. Iwan Triyuwono, SE., MEc.,
Ak. PhD; Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE, MSI, AK; Dr. Erwin Saraswati SE, MAcc., AK.,
CMA., CSRA; dan Dr. Aulia Fuad Rahman, SE., MSi., AK.
4. Terima kasih kepada para Dosen Program Doktor Ilmu Akuntansi yang telah memberikan
ilmu, motivasi dan dukungan selama peneliti menempuh proses pendidikan di Program
Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya.
5. Terima kasih kepada teman-teman PDIA Jakarta angkatan 2013 yang bersama-sama
mengalami suka duka dalam menempuh pendidikan jarak jauh, yakni: Bu Erna Lovita, Bu
vii
Nursanita, Bu Sovia, Bu Dahlifa, Bu Uun Sunarsih, Bu Rimi Gusliana, Bu Deasy, Pak
Hasbih Saleh, Pak Mulyani, Pak Adrian , dan Pak Maruli Tampubolon
6. Terima kasih kepada teman-teman Program Doktor Ilmu Akuntansi di Malang yang
sangat kooperatif. Secara khusus peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arum
Prastiwi, Ibu Ida Ayu, Bapak Zulkamim Salampessy, Bunda Darti, dan teman-teman
lainnya yang banyak membantu akibat keterbatasan waktu dan jarak yang dialami
peneliti..
7. Terima kasih kepada Dr. Cevdet Kizil yang telah bersedia memberi tanggapan mengenai
kelayakan publikasi artikel dari disertasi ini sebelum submission pada “Emerging Market
Journal “ dilakukan.
8. Terima kasih kepada Prof. Prem L Joshi, yang banyak memberi masukan mengenai
publikasi bagian dari disertasi ini
9. Terima kasih dan syukur kepada suami, Jhon Marlin Simamora, atas pengorbanan
selama peneliti menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya Malang hingga proses
penyelesaian disertasi ini.
Peneliti mempersembahkan disertasi ini kepada kedua orang tua yang telah berada di
surga, Bapak Kartianus Purba yang telah mengajarkan arti harga diri dan kejujuran, dan Ibu
Sarianta Saragih yang mengajarkan kesabaran dan ketekunan. Mengenang hari-hari
kebersamaan dengan kedua orang tua mengingatkan peneliti bahwa hidup haruslah
berbuah. Semoga disertasi ini juga dapat memotivasi adik tercinta, Alek Ansawarman Purba
dalam perjuangannya menaklukan segala tantangan dan rintangan kehidupan.
viii
ABSTRAK
Kata kunci: corporate social responsibility, kinerja keuangan, karakteristik negara, dimensi
dan bentuk CSR, keragaman pengukuran
ix
ABSTRACT
This research argues that inconsistency on the results of previous studies on the relationship
between CSR and financial performance is caused by the complexity of the relationship.
Therefore, to gain a comprehensive description on the relationship between CSR and
financial performance, the cause of the complexity of such relationship must also be
analyzed. This study aims to disclose the relationship between CSR and financial
performance by integrating 55 previous studies using meta-analysis method. A correlation
coefficient was used as the effect size in measuring the strength of the relationship between
CSR and financial performance. The result of the meta-analysis proves that CSR and
financial performance are positively related across a wide variety of context. Further analysis
shows that the relationship is very heterogeneous. It reveals the existence of moderating
variables in the relationship between CSR and financial performance; they are country’s
characteristic, form and dimension of CSR, CSR measurement variation, and financial
performance measurement variation.
x
Kata Pengantar
Penelitian ini menggunakan tiga Grand Theory secara bersamaan yakni Teori
Stakeholder, Teori Legitimasi, dan Teori Neo Institusional dalam meninjau hubungan CSR
dan kinerja keuangan untuk mendapatkan gambaran hubungan CSR dan kinerja keuangan
yang komprehensif. Penelitian ini memiliki kebaharuan yakni mengungkapkan keniscayaan
kompleksitas hubungan CSR dan kinerja keuangan dan memberikan argumentasi yang logis
bahwa metode Analisis Meta merupakan metode yang terbaik jika tujuan penelitian ingin
mengungkapkan hubungan yang CSR dan kinerja keuangan secara komprehensif.
Golrida Karyawati P
137020300112004
xi
DAFTAR ISI
isi
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
RIWAYAT HIDUP v
ABSTRAK ix
KATA PENGANTAR xi
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
xii
2.7. Keragaman Dimensi dan Bentuk CSR 28
xiii
5.4.2. Pengujian Variabel Pemoderasi 71
5. 5. Pembahasan 84
BAB VI PENUTUP 94
6. 1. Kesimpulan 94
6. 2. Implikasi Penelitian 95
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem pengukuran kinerja dewasa ini semakin berperan penting dalam menyajikan
informasi mengenai kinerja perusahaan. Sistem dan strategi pengukuran kinerja dapat
meningkatkan kinerja perusahaan (Gomes et al., 2010; Ittner et al.,1998; Ittner et al., 2003).
Oleh sebab itu, sistem dan strategi pengukuran kinerja merupakan salah satu isu yang
informasi yang andal mengenai kinerja perusahaan, karena bersifat subjektif (Krishnan et
al., 2005; Ittner et al., 2003), cenderung berorientasi jangka pendek, serta dipengaruhi oleh
regulasi akuntansi, khususnya accrual basis (Krishnan et al., 2005) yang memberikan
fleksibiltas penyajian. Pengukuran kinerja keuangan dengan ukuran pasar tidak dapat
menghindari bias persepsi khususnya dalam kondisi informasi pasar yang asimetris (Kelana
& Wijaya, 2008). Oleh sebab itu, diperlukan sistem pengukuran kinerja non keuangan.
Isu sistem dan pengukuran kinerja semakin penting dalam kondisi lingkungan yang
yang bersifat jangka panjang. Kinerja keuangan yang bersifat jangka pendek dapat
perusahaan harus diarahkan pada sustainability. Saat ini terdapat fenomena dan kejadian
menghasilkan kinerja keuangan yang baik (Gray, 2010). CSR merupakan salah satu strategi
1
Isu tanggung jawab sosial perusahaan mulai menarik perhatian dunia seiring dengan
masyarakat luas. Kisah keberanian Erin Brokovich, seorang aktivis lingkungan melawan
perusahaan Pacific Gas and Electric (PG&E) di California Amerika pada tahun 1993
mengenai isu pencemaran lingkungan, telah membuka mata masyarakat dunia atas
yang terkena dampak operasi perusahaan. Masalah tanggung jawab sosial juga dialami
oleh Sinarmas Pulp and Paper (Greenpeace, 2010), sebuah perusahaan nasional. Sekitar
tahun 2010 Nestle yang merupakan pelanggan utama Sinar Mas Pulp and Paper
memutuskan kontrak pembelian Kit Kat secara sepihak atas desakan Greenpeace, yang
mengklaim bahwa produk yang dihasilkan Sinarmas berasal dari penebangan hutan secara
Kasus Sinarmas Pulp and Paper menunjukkan posisi stakeholder yang semakin kuat.
bahkan aktivis seperti Erin Brokovich, dan lainnya. Pihak-pihak yang tidak berhubungan
tidak dapat melepaskan diri dari para stakeholder nya (Freeman,1984). Pada sisi lain,
perusahaan yang memiliki image yang baik dari stakeholder mendapat keuntungan,
sebagaimana yang dialami perusahaan The Body Shop International, sebuah perusahaan
yang menghasilkan produk kecantikan. Sejak awal berdirinya The Body Shop telah
Animal Testing” . Kampanye tersebut telah berhasil menarik perhatian stakeholder. Image
peduli lingkungan telah membuat The Body shop mendapat positioning ramah lingkungan
yang kuat di mata stakeholder (The Body Shop, 2015), dan positioning yang positif tersebut
keuangan dari berbagai kegiatan CSR (Barnet & Salomon, 2006; Brammer & Millington,
2008). Implikasi atas kinerja keuangan diperoleh melalui penciptaan, dan peningkatan akses
memandang CSR sebagai upaya dan bahkan strategi perusahaan untuk mendapatkan
approval dari hubungannya dengan stakeholder (Kaplan & Ruland, 1991). Dengan legitimasi
yang baik, perusahaan terhindar dari tekanan atas kelangsungan hidupnya (Sethi, 1979)
(Wang et al., 2011; Jo & Harjoto, 2011; Mishra & Suar, 2010; Cheung et al., 2010; Rettab et
al., 2009; sayekti & Wondabio, 2007; Sembiring, 2005; Goll & Rasheed, 2004; Billings, 1999;
McGuire et al., 1988; Cowen et al., 1987). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
hubungan antara CSR dan kinerja keuangan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Goll &
Rasheed, 2004). Dalam lingkungan yang lebih dinamis kebijakan CSR dapat meningkatkan
kinerja keuangan, dan sebaliknya dalam lingkungan yang cenderung statis CSR tidak
meningkatkan kinerja keuangan. Analisis kebijakan CSR dan kinerja keuangan secara detail
pada berbagai dimensi CSR seperti dimensi karyawan, pelanggan, investor, masyarakat,
lingkungan alam, dan suplier, mengindikasikan hubungan yang positif antara CSR dengan
keuangan perusahaan (Aupperle et al., 1985; McGuire et al.,1988; McWilliam & Siegel,
2000; Seifert et al., 2003; Brammer et al., 2006; Mehar & Rahat, 2007; Chih et al.,2010).
Bukti-bukti empiris dari penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa hubungan CSR dan
kinerja keuangan tidak linier. Brammer & Millington (2008) menemukan bahwa hubungan
perusahaan. Pada level yang sangat rendah dan dan sangat tinggi pengungkapan CSR
3
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Pada level yang sangat rendah pengungkapan
CSR meningkatkan kinerja jangka pendek, dan pada level yang sangat tinggi pengungkapan
Menguji hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada dasarnya sarat akan berbagai
keterbatasan, seperti keterbatasan prosedur dan metodologi (Aupperle et al., 1985; Griffin &
Mahon, 1997) yang menyebakan riset-riset mengenai hubungan CSR dengan kinerja
keuangan tidak sempurna (Macdonald & Maher, 2013). Penyebab utamanya adalah
karakteristik alamiah (nature) CSR yang sangat kompleks dan kontekstual (Valiente et al.,
2012; Hutchins & Sutherland, 2008; Jamali & Mirshak, 2007; Mehar & Rahat, 2007;
Waddock & Graves, 1997). Secara harafiah CSR tidak memiliki definisi yang berdiri sendiri,
praktiknya definsi CSR sering tertukar dengan konsep-konsep seperti konsep etika,
corporate governance, sustainability, dan konsep lainnya (Sprinkle & Maines, 2010; Kang et
al., 2010; Grosbois, 2012; Zheng et al., 2014; Weber, 2008; Taysir & Pazarcik, 2013). Oleh
sebab itu, studi-studi mengenai CSR rentan terhadap kritik konseptual dan metodologikal
(Elsayed & Paton, 2005; Filbeck & Gorman, 2004). Hal ini mengakibatkan sulitnya
melakukan generalisasi atas hasil studi terdahulu mengenai CSR (Grifin & Mahon, 1997)
tunggal. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam menganalisis praktik CSR.
Faktor negara merupakan salah satu pertimbangan utama. Karakteristik negara menentukan
kecenderungan praktik CSR suatu negara (Falck & Heblich, 2007). Negara-negara
maju (Beddewala & Herzig, 2013; Jones & Wicks, 1999; Welford R, 2004; Baughn et al.,
2007). Jones & Wicks (1999) menekankan bahwa tingkat perkembangan ekonomi nasional
dibanding dengan di negara-negara maju (Baughn et al., 2007). Praktik CSR di negara-
4
negara yang kaya sumber daya alamnya namun lemah institusi tata kelolanya, justru
memperjelas apa yang disebut dengan istilah kutukan kekayaan alam atau resource curse
(Wiig & Kolstad, 2010). Analisis mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan sejauh
menganalisis hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan. Filantropi merupakan bentuk
lainnya (Beddewela & Herzig, 2013; Jamali & Mirshak, 2007). Luasnya konsep CSR
menimbulkan permasalahan dalam metode (Brammer & Millington, 2008) dan pengukuran
CSR. Penelitian terdahulu menggunakan pengukuran CSR yang beragam (Griffin & Mahon,
1997). Mengambil kesimpulan yang robust dan dapat di generalisasi atas hubungan CSR
dengan kinerja keuangan bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Diperlukan analisis
yang comprehensive dan detail guna mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat dalam
analisis. Pemetaan atas berbagai penelitian mengenai hubungan CSR dan kinerja keuangan
pada berbagai setting penelitian lebih mungkin menghasilkan analisis yang lebih
Analisis Meta telah digunakan oleh peneliti terdahulu dalam menganalisis hubungan
CSR dengan kinerja keuangan (Aupperle et al., 1985; Grifin & mahon, 1997; McWilliams &
Siegel, 2001; Orlitzky et al., 2003). Orlitzky et al. (2003) menyempurnakan kelemahan
metode yang digunakan oleh peneliti sebelumnya, khususnya mengenai keragaman metode
dan pengukuran CSR dan kinerja keuangan yang digunakan sebelumnya. Analisis Meta
yang dilakukan oleh Orlitzky et al. (2003) menyimpulkan bahwa CSR berkorelasi positif
dengan kinerja keuangan. Orlizky et al. (2003) juga menemukan bahwa hubungan antara
CSR dengan kinerja keuangan dimoderasi oleh keragaman pengukuran variabel CSR dan
kinerja keuangan.
5
Setelah Analisis Meta yang dilakukan Orlitzky et al. (2003) hasil penelitian mengenai
hubungan CSR dengan kinerja keuangan tetap menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Perubahan lingkungan bisnis dan sosial yang sangat dinamis akhir-akhir ini, perhatian
masyarakat internasional atas isu-isu CSR yang semakin besar, dan posisi stakeholder yang
Penelitian ini dilakukan dengan metode Analisis Meta dengan menggunakan artikel
penelitian pada tahun setelah tahun penelitian Orlitzky et al. (2003). Teori Neo-Institusional
Penelitian ini memasukan karakteristik negara dan bentuk-bentuk CSR dalam memetakan
hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan, yang tidak dilakukan oleh Orlitzky et al.
(2003) sebelumnya.
Ada beberapa hal yang memotivasi dilakukannya penelitian ini. Pertama, semakin
meningkatnya tuntutan stakeholder atas tanggung jawab sosial perusahaan, dan semakin
gencarnya program-program CSR yang dilakukan. Penelitian ini ingin memetakan bukti-bukti
empiris penelitian terdahulu untuk memperoleh kesimpulan bahwa CSR yang dilakukan
kinerja keuangan secara teoretis. Ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut antara lain
juga disebabkan pendekatan dan pengukuran CSR dan kinerja keuangan yang beragam.
6
komprehensif atas hubungan CSR dengan kinerja keuangan, sehingga hubungan CSR
pengujian hubungan CSR dan kinerja keuangan pada setting penelitian terkini, membuat
penelitian ini semakin perlu dilakukan. Metode analisis meta merupakan rujukan yang tepat
untuk menganalisis robustness hubungan CSR dan kinerja keuangan. Analisis meta baik
digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel yang secara empiris tidak konsisten.
CSR meningkatkan kinerja keuangan. Akan tetapi praktik CSR sangat dipengaruhi oleh
karakteristik negara, khususnya perkembangan ekonomi dan institusi tata kelola negara.
meningkatkan kinerja keuangan. Keragaman pengukuran CSR dan kinerja keuangan yang
digunakan oleh peneliti terdahulu juga dipertanyakan sebagai faktor penyebab ketidak-
2. Apakah keragaman bentuk dan dimensi CSR merupakan variabel pemoderasi hubungan
kinerja keuangan?
7
4. Apakah keragaman pengukuran CSR merupakan variabel pemoderasi hubungan CSR
3. Untuk menguji apakah keragaman bentuk dan dimensi CSR merupakan variabel
8
antara CSR dengan kinerja keuangan merupakan keniscayaan yang harus diungkap untuk
memberikan hasil analisis yang lebih baik mengenai hubungan CSR dengan kinerja
keuangan.
Penelitian ini berkontribusi memperkaya analisis hubungan CSR dan kinerja keuangan
dengan Teori Neo-Institusional. Kajian hubungan CSR dan kinerja keuangan berdasarkan
Hubungan CSR dan kinerja keuangan yang akan lebih terungkap jika karakter CSR yang
luas dan kontekstual (Valiente et al., 2012; Hutchins & Sutherland, 2008; Jamali & Mirshak,
2007) diungkapkan. Kompleksitas karakter CSR ini telah disadari oleh Wood (1991) yang
menyarankan model untuk memahami CSR berdasarkan tiga perspektif yang saling
berhubungan. Ketiga perpekstif tersebut yakni prinsip-prinsip yang mendasari CSR, proses
CSR, dan outcome CSR. Memahami outcome CSR termasuk diantaranya kinerja keuangan
harus memahami prinsip yang memotivasi praktik CSR dan implementasikan CSR (proses
CSR). Untuk memberikan jawaban yang lebih baik atas hubungan CSR dengan kinerja
keuangan dalam realitas karakter CSR yang luas dan kontekstual sangat tepat dianalisis
Stakeholder dan Teori Legitimasi sehingga analisis hubungan CSR dan kinerja keuangan
menghasilkan temuan yang komprehensif dan memiliki daya generalisasi yang lebih baik
Pada dasarnya hasil penelitian dapat dipakai sebagai masukan atau referensi bagi
para pembuat kebijakan yang terkait dengan hasil penelitian. Hasil penelitian yang tidak
konsisten tidak dapat diandalkan menjadi masukan dalam pengambilan keputusan. Hasil
Analisis Meta mengenai hubungan CSR dengan kinerja perusahaan memberikan gambaran
yang lebih komprehensif dan dapat digeneralisasi mengenai hubungan antara CSR dengan
9
jawab CSR perusahaan telah diwajibkan dalam Undang-undang no.40 tahun 2007. Hasil
Analisis Meta ini memberikan kontribusi bagi implementasi yang efektif undang-undang
tersebut.
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan dan bisnis untuk mengevaluasi
praktik CSR yang telah dilakukan. Peningkatan praktik CSR dewasa ini pada umumnya
adalah karena regulasi institusi pemerintah atau institusi lainnya mengenai praktik CSR.
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan kesadaran perusahaan bahwa praktik CSR
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hingga saat ini konsep tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility) atau disebut CSR belum menjadi definisi yang robust dan diterima secara
universal (Windsor, 2013; Moon & Shen, 2010; Sprinkle & Maines, 2010; Carrol,1999).
Kesulitan mendefinisikan CSR ini disebabkan konsep CSR pada dasarnya bukan
merupakan konsep yang berdiri sendiri, melainkan berhubungan erat bahkan melekat
dengan konsep konsep lainnya (Valiente et al., 2012; Hutchins & Sutherland, 2008; Jamali &
Mirshak, 2007).
Dalam praktiknya Konsep CSR sering tertukar dengan konsep sustainability, corporate
citizenship, corporate governance, etika, dan corporate accountability (Sprinkle & Maines,
2010; Kang et al., 2010; Grosbois, 2012; Zheng et al., 2014; Weber, 2008; Taysir &
Pazarcik, 2013). Murphy & Schlegelmilch (2013) menyatakan bahwa CSR merupakan
berorientasi sosial. Oleh sebab itu, menentukan batasan isu yang termasuk dalam konsep
CSR pada dasarnya adalah sulit. Jangkauan isu CSR menjadi sangat luas (Carron et al.,
2006). Isu-isu etika bisnis misalnya sering dianggap sebagai bagian dari CSR, dan
sebaliknya CSR juga adalah bagian dari etika bisnis (Grosbois, 2012). Sementara itu isu-isu
CSR sangat beragam sepanjang waktu dan tempat (Mehar & Rahat, 2007). Isu-isu CSR di
CSR sangat kontekstual (Mehar & Rahat, 2007) dan mengalami perubahan sepanjang
“ CSR naturally evolves over time as values change. Thus, CSR might be seen as
inherently subjective”.
11
Pada dasarnya konsep CSR merupakan turunan dari konsep praktik bisnis. CSR
menghubungkan bisnis dengan masyarakat (Halme & Laurila, 2009). Pada awalnya konsep
tanggung jawab sosial dikemukanan oleh Bowen pada tahun 1953 (Falck & Heblich, 2007)
yang lebih menekankan pada individu pebisnis, bukan pada tanggung jawab perusahaan
secara organisasi. Konsep tersebut juga masih berupa nilai-nilai yang harus di miliki oleh
the obligations for the business men to pursue those policies, to make those decisions, or
to follow those lines of action which are desirable in terms of the objectives and values of
our society' ( Bowen, 1953).
Definisi tersebut muncul dari kondisi dimana bisnis masih sangat sederhana dan
individu-individu pelaku bisnis masih sagat dominan. Ketika bisnis semakin berkembang
dan semakin terorganisasi dengan baik tanggung jawab sosial semakin bergeser kepada
tanggung jawab sosial perusahaan. Pada tahun 1960 Davis (1973) memasukan konteks
perusahaan dalam definisi tanggung jawab sosial ( Falck & Heblich, 2007).
sosial berubah menjadi tanggung jawab sosial perusahaan (Taysir & Pazarcik, 2013).
Pendefinisian konsep CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR pertama
sekali dilakukan oleh Friedman (1970). Friedman (1970) membatasi tanggung jawab sosial
Pendefinisian ini dilakukan dalam asumsi lingkungan bisnis yang stabil dan
perusahaan berada dalam kapasitasnya ekonominya. Menurut Friedman (1970) jika seluruh
perusahaan melakukan tanggung jawab kepada pemegang saham dan karyawan dengan
baik maka kehidupan sosial akan meningkat. Akan tetapi, dalam lingkungan bisnis yang
semakin turbulen dan stakeholder yang semakin kuat perusahaan tidak mungkin lagi hanya
berfokus pada pemegang saham dan karyawan. Davis (1973) dan McGuire (1963)
12
berpendapat bahwa selain tanggung jawab kepada karyawan dan pemegang saham,
Konsep CSR semakin terukur oleh Carrol (1999) yang mendefinisikan tanggung jawab
sosial perusahaan pada 4 lapisan yakni: tanggung jawab ekonomi, tanggung jawab hukum,
tanggung jawab etika, dan filantropi. Wood (1991) membuat model tanggung jawab
prinsip CSR, proses CSR dan outcome dari CSR. Kemper et al. (2013) yang mendefinisikan
CSR sebagai komitmen untuk membagikan sebagian laba perusahaan kepada organisasi
Dalam kondisi bisnis yang sangat dinamis dimana posisi stakeholder semakin kuat
dan semakin menentukan kelangsungan hidup perusahaan konsep CSR lebih arahkan pada
dengan CSR membuat definisi-definisi tersebut semakin kaya. Dunia bisnis yang terus
Dengan perubahan isu-isu CSR mengembangkan definisi CSR yang baku dan berlaku
secara global sangat kompleks (Park & Ghauri, 2015). Sebagai solusi Wood (1991) dan
Garay & Font (2012) menyarankan untuk tidak membuat rumusan definitf CSR, melainkan
hanya mengadopsi pendekatan prinsip yang berlaku dalam segala kondisi dan situasi.
atas CSR. Model tersebut terdiri dari tiga perpektif yang saling berhubungan, yakni prinsip-
prinsip yang melandasi CSR, proses CSR, dan outcome CSR. Memahami praktik CSR
menurut model ini harus dihubungkan dengan prinsip-prinsip yang melandasi praktik
tersebut. Perbedaan prinsip yang melandasi praktik CSR akan menentukan outcome dari
CSR. Model Wood (1991) baik untuk dijadikan rujukan dalam memahami karakter CSR yang
13
sangat luas dan kontektual. Penjelasan praktik CSR di berbagai negara dan kondisi sangat
Teori Stakeholder merupakan turunan dari Teori Sistem yang diaplikasikan dalam
organisasi (Freeman & McVea, 2001). Suatu organisasi digambarkan sebagai sebuah
sistem yang terbuka (open system) terdiri dari banyak jaringan dengan berbagai pemangku
Pemangku kepentingan dalam sebuah perusahaan bukan hanya pihak yang terlibat
langsung dengan operasi perusahaan saja seperti pemegang saham, karyawan, atau
suplier saja, melainkan seluruh pihak yang ikut menentukan keberadaan dan jalannya
perusahaan secara langsung aupun tidak langsung. Bahkan Freeman menjelaskan bahwa
stakeholder sebagai kelompok atau individu yang mempengaruhi atau terpengaruhi oleh
pencapaian visi dan misi perusahaan (Freeman, 1984). Pelanggan, pemasok, masyarakat,
dan pemerintah adalah juga stakeholder perusahaan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
membuat perusahaan semakin tidak bisa lagi mengabaikan suplier, customer, masyarakat
sekitar perusahaan, selain pekerja, dan karyawan (Freeman, 2001). Dalam kondisi ini
organiasi menciptakan kesejahteraan yang memadai, menciptakan nilai atau kepuasan pada
dengan para pemangku kepentingan, Teori Stakeholder dapat dianalisis kedalam perpektif
14
etika dan perspektif manajerial (Fernando & Lawrence, 2014). Perspektif etika memandang
bahwa seluruh stakeholder tanpa kecuali memiliki hak yang sama untuk diperlakukan
dengan fair oleh perusahaan, dan perusahaan diharapkan memaintain hubungan tersebut.
atas hubungan yang baik dengan stakeholder. Berbeda dengan perspektif etika, dalam
positif atau negatif bagi perusahaan, oleh sebab itu perusahaan memiliki tantangan untuk
perspektif Teori Stakeholder, yakni: perspektif deskriptif, perspektif normatif, dan perspektif
hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder adalah interaksi mutual. Jensen
(2001) menyatakan terdapat nexus of contract antara perusahaan dengan stakeholder dan
empiris, sehingga perspektif deskriptif disebut juga sebagai aspek empiris (Donaldson &
Preston, 1995). Freeman (2004) menyebut perspektif deskriptif ini sebagai ranah teori
perusahaan dengan stakeholder masa lalu, saat ini, dan prediksi ke depannya (Freeman,
strategi perusahaan.
15
Teori Stakeholder perspektif normatif lebih bersifat menginterpretasikan fungsi atau
dengan berpedoman pada prinsip moral dan filosopi dasar dari operasi dan manajemen
perusahaan (Freeman, 2004). Oleh sebab itu, dalam perspektif normatif tidak diperlukan
pembuktian teori dengan observasi fakta empiris. Freeman (2004) menyatakan perspektif
normatif sebagai aspek preskriptif, yakni aspek yang memberikan saran-saran secara
perusahaan. Berpegang pada filosofi tersebut secara moral perusahaan memiliki tanggung
jawab terhadap para stakeholder. Outcome dari Teori Stakeholder perspektif normatif antara
lain adalah saran mengenai lingkup kewajiban perusahaan kepada para stakeholder sesuai
Teori Stakeholder perspektif instrumental pertama kali dikenalkan oleh Jones (1995).
Teori Stakeholder Instumental merupakan sintesa antara konsep stakeholder, teori ekonomi,
perspektif yang berada di antara deskriptif dan normatif (Donaldson & Preston, 1995). Teori
bahwa strategi yang baik harus dilakukan dengan pendekatan stakeholder. Hubungan
dengan stakeholder yang dikelola dengan prinsip-prinsip ekonomi dan etika menjadi
competitive advantage bagi perusahaan. Dalam hal ini, perspektif instrumental berhubungan
dengan perspektif normatif. Oleh karena beragamnya stakeholder dengan kepentingan yang
yang oleh Park et al. (2014) disebut primary stakeholder. Hubungan perspektif instrumental
16
Teori Stakeholder dalam banyak penelitian diaplikasikan pada ranah tanggung jawab
sosial perusahaan, karena isu stakeholder merupakan isu sosial (Freeman, 2004) yang
dihadapi perusahaan. Perspektif etika dan perspektif manajerial dari Teori Stakeholder
menekankan bahwa perusahaan harus melakukan tanggung jawab sosial (Fernando &
Lawrence, 2014). Dalam perspektif etika perusahaan harus memberikan manfaat kepada
karena pentingnya peranan stakeholder bagi perusahaan. Potensi konflik timbul apabila
perusahaan tidak sejalan dengan tuntutan stakeholder (Donaldson & Preston, 1995). Praktik
CSR dalam sudut pandang Teory Stakeholder dipandang sebagai dialog antara perusahaan
dan stakeholder dan cara yang paling berhasil dalam menjalankan hubungan tersebut
(Grougiou et al., 2014). Teori Stakeholder membantu pemahaman atas dimensi nilai-nilai
CSR, memberikan arah yang lebih baik dalam evaluasi CSR dan memberikan jalan untuk
memberikan pemikiran mengenai tanggung jawab perusahaan Mishra & Suar (2010).
Ketiga perspektif Teori Stakeholder berhubungan dengan isu tanggung jawab sosial
(CSR) perusahaan. Perspektif normatif fokus pada legitimasi para pemangku kepentingan
CSR seperti dilakukan oleh Carroll (1999) dan Donaldson & Preston (1995) adalah termasuk
Surroca et al., 2010). Perspektif instrumental menjelaskan bagaimana CSR dimanage untuk
mendatangkan manfaat bagi perusahaan dan memberi saran pemangku kepentingan mana
17
Penelitian terdahulu cenderung mengukur kinerja sebagai kinerja keuangan, namun
terdapat pula penelitian yang mengukur menfaat sosial dari praktik CSR seperti disarankan
oleh (Halme & Laurila, 2009). Perspektif deskriptif menggambarkan konstelasi kepentingan-
kepentingan yang saling mendukung atau saling bertentangan dengan nilai-nilai intrinsik
empiris apakah CSR merupakan instrumen yang mendatangkan manfaat atau keuntungan
bagi perusahaan, atau riset untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi praktik
CSR.
Teori legitimasi memiliki persamaan dengan Teori Stakeholder, karena kedua teori
Teori Legitimasi fokus kepada strategi yang harus dilakukan perusahaan akibat hubungan
dampak bila perusahaan memenuhi harapan stakeholder, dan dampak apabila perusahaan
tidak sejalan dengan harapan stakeholder. Perspektif instrumen dari Teori Stakeholder
menjelaskan bahwa pendekatan stakeholder dapat dijadikan pilihan strategi yang dapat
Teori Legitimasi pertama sekali dikenalkan oleh Suchman (1995) yang menyatakan
bahwa legitimasi adalah pandangan atau persepsi menyeluruh bahwa tindakan perusahaan
mendapat penerimaan atau harmonis dengan sistem nilai, norma atau keyakinan
18
tindakan perusahaan dengan norma, dan sistem nilai perusahaan dapat mendatangkan
perusahaan. Legitimasi memberikan dukungan yang besar kepada perusahaan, oleh sebab
itu perusahaan harus mendapatkan dan mempertahankan legitimasi nya agar kelangsungan
Legitimasi suatu perusahaan seringkali diperoleh dengan proses yang tidak singkat.
Tilling (2004) membagi proses legitimasi menjadi empat fase yakni: establishment,
perusahaan menyadari konstruksi dan nilai-nilai sosial, dan bertindak sesuai dengan apa
tahapan dimana perusahaan perlu mengantisipasi dan mencegah berbagai kondisi yang
potensial merusak legitimasi. Extending legitimasi merupakan tahapan yang tidak dapat
dihindari ketika bisnis semakin berkembang dan perubahan harus dilakukan. Proses ini
dinamis, ancaman akan legitimasi perusahaan adakalanya tidak dapat dicegah. Isu-isu
seperti pencemaran lingkungan, isu gender, dan isu keselamatan kerja dapat menjatuhkan
legitimasi perusahaan. Dalam kondisi ini perusahaan harus bersikap reaktif terhadap
CSR diantaranya adalah merupakan sebuah cara untuk agar perusahaan mendapatkan
legitimasi (Panwar et al., 2013). Teori Legitimasi memandang CSR sebagai cara untuk
sejalan dengan norma dan nilai-nilai sosial guna mempertahankan reputasi di antara
19
beragam pemangku kepentingan yang terpengaruh oleh aktifitas perusahaan (Garay & Font,
2012).
Dalam hubungan dengan praktik CSR sudut pandang Teori Legitimasi berbeda
dengan dengan Teori Stakeholder. Bila Teori Stakeholder memendang CSR sebagai
memandang CSR sebagai upaya dan bahkan strategi perusahaan untuk mendapatkan
approval dari hubungannya dengan stakeholder (Kaplan & Ruland, 1991). CSR merupakan
tindakan yang sangat efektif dalam mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Menurut Teori
(approval) bahwa tindakan-tindakan tersebut adalah sesuai dengan aturan, norma dan
sistem nilai stakeholder pada umumnya (Zheng et al., 2014; Suchman, 1995). Dengan
dan pada akhirnya meningkatkan kepuasan karyawan (Bansal & Roth, 2000).
legitimasi karena praktik CSR memberikan perusahaan modal reputasi (Du & Vieira, 2012;
Panwar et al., 2013). Perusahaan yang memperoleh legitimasi melalui praktik CSR lebih
menarik dimata investor potensial (Hill et al., 2007; Maignan & Ferrell, 2004; Sen et al.,
2006) dan tenaga kerja (Greening & Turban, 2000). Laan et al. (2008) menyatakan bahwa
praktik CSR dimaksudkan untuk mempertahankan legitimasi perusahaan. Akan tetapi, tidak
selalu CSR efektif dalam membangun legitimasi perusahaan. Menurut Panwar et al. (2013)
efektifitas CSR sebagai strategi legitimasi ditentukan oleh sejumlah variabel, seperti strategi
komunikasi CSR, kinerja CSR dimasa lalu, dan industri dimana perusahaan berada. Deegan
dalam laporan tahunan (annual report). Pengungkapan tanggung jawab sosial dalam annual
20
report merupakan alat yang ampuh untuk mengurangi dampak dari peristiwa-peristiwa yang
mendatangkan persepsi yang tidak menguntungkan atas perusahaan (Deegan et al., 2000).
Teori Legitimasi banyak digunakan dalam menganalisis hubungan antara CSR dengan
kinerja keuangan perusahaan (Dragomir, 2010; Garay & Font, 2012; Laan et.al., 2008; Luo
Institusional. Teori Institusional menjelaskan tentang makro sosiologi, sejarah sosial, dan
studi-studi mengenai budaya, namun kurang membahas aspek politis perilaku sebuah
dalam proses institusi (Lang, 2018). Institusi dalam pandangan Teori Neo-Institusional
adalah institusi politik (Amenta & Ramsey, 2010). Teori Neo-Institusional menjelaskan
institusional (Clemens & Cook, 1999). Proses perubahan institusi terjadi secara seragam
berlangsung sehingga perilaku dalam organisasi atau institusi mirip satu dengan lainnya
(Meyer & Rowan, 1977). Teori Neo-Institusional menguji bentuk organisasi dan menjelaskan
alasan karakter homogenitas dalam sebuah borganisasi (Fernando & Lawrence, 2014).
dengan tekanan institusi, menggunakan mitos-mitos yang rasional, ilmu yang mendapat
legitimasi melalui sistem pendidikan dan profesi, opini publik, dan hukum (Powell, 2007;
21
Palmer et al., 2008). Institusionalisasi merupakan proses politis untuk memanage nilai dan
norma secara kolektif untuk kepentingan atau tujuan dari kelompok atau aktor tertentu
isomorphism.
Institutional ismorphism menurut DiMaggio & Powel (1991) dilakukan dengan mimetic,
coercive, dan normatif forces. Mimetic isomorpism merupakan tekanan untuk meng copy
karakter dengan perusahaan. Mimetic isomorphism ini khususnya dilakukan dalam kondisi
adalah mengurangi risiko yang dihadapi akibat ketidakpastian tersebut. Umumnya, individu
akan melakukan tindakan mengacu pada tindakan individu pada umumnya atau individu
tertentu yang dianggap paling representatif untuk mengurangi risiko tersebut. Akibatnya,
Coercive isomorphism merupakan tekanan yang berasal dari pihak eksternal biasanya
dari pemerintah atau regulasi untuk melakukan tindakan tertentu yang sesuai dengan sistem
IFRS misalnya adalah karena pengaruh pemerintah yang telah berkomitmen mengikuti
IFRS. Normative isomorphism merupakan tekanan untuk mengadopsi sistem atau cara
tertentu demi untuk memenuhi standar atau profesionalisme demi mendapatkan sertifikasi
dapat berlangsung jika terdapat legitimasi dan dukungan kultur secara institusional (Deep
house & Carter, 2005). Praktik ISO atau akreditasi perguruan tinggi banyak dilakukan oleh
tekanan untuk menyesuaikan karakteristik internalnya, agar sesuai dengan harapan stake
institusionalisasi sosial, politik, dan ekonomi mempengaruhi individu dan organisasi dalam
mengelolah (govern) aktivitas sosial (Globerman & Shapiro, 2003; Li & Filer, 2004).
tekanan institusional dalam mempengaruhi empat negara bagian Amerika yakni New York,
Ohio, Delaware, Michigan, dalam mengadopsi GAAP. Pada awalnya empat negara bagian
ketergantungan sumber daya (resource dependent) yang dialami empat negara bagian ini
mematuhi GAAP.
CSR dengan mengeksplorasi proses bagaimana batasan antara bisnis perusahaan dengan
timbulnya isu CSR karena perusahaan harus memenuhi kepentingan. Teori Legitimasi
menyarankan CSR sebagai alat untuk meningkatkan reputasi perusahaan. Akan tetapi
kedua teori tersebut tidak menjelaskan kondisi-kondisi yang memungkinkan CSR dilakukan
23
Menurut Teori Neo-Institusional berbagai kekuatan mempengaruhi organisasi dalam
mengadopsi praktik CSR (Fernando & Lawrence, 2014). Diantaranya, adalah faktor institusi.
Perusahaan yang memiliki institusi ekonomi yang kuat memiliki kesanggupan yang lebih
besar dalam melakukan praktik CSR. Perilaku organisasi akan menentukan persepsi
perusahaan atas praktik CSR dan preferensi melakukan kegiatan CSR. Regulasi dan hukum
pemahaman bagaimana praktik CSR diimplementasikan dalam suatu negara atau kelompok
atas tekanan stakeholder yang berpengaruh signifikan (Islam & Deegan, 2008).
CSR diberbagai negara (Baughn et al., 2007) melalui proses isomorphism. Faktor institusi
institusi memiliki kecenderungan praktik CSR yang sama melalui mimetic isomorphism.
Perusahaan-perusahaan cenderung lebih aktif dalam kegiatan CSR bila terdapat regulasi
dan penegakan hukum yang kuat mengenai kegiatan CSR, oleh karena normative dan
coercive isomorphism.
governance dengan CSR. Park et al. (2014) menggunakan Teori Neo-Institusional dalam
praktik CSR yang sama antara perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama. Husted
praktik CSR yang sama atau mirip dalam sebuah negara. Dalam hal ini perusahaan multi
nasional cenderung hanya mengikuti praktik CSR yang sesuai dengan institutional pressure
24
2.6. Praktik CSR di Negara Maju dan Negara Berkembang
memiliki kesamaan karakteristik sehubungan dengan praktik CSR. Praktik CSR perusahaan
negara berkembang.
melakukan CSR termotivasi oleh faktor etika dan nilai kebersamaan yang dipegang teguh
menolong untuk kebaikan masyarakat (Quazi et al., 2007; Jamali & Mirshak, 2007;
India sangat kuat dipengaruhi nilai-nilai etika masyarakat. Quazi et al. (2007) menyatakan
kewajiban moral untuk giving back (mengembalikan) kepada masyarakat. Ameshi et.al
(2006) menemukan bahwa pemahaman Nigeria atas CSR lebih kepada kegiatan-kegiatan
Di negara-negara berkembang kegiatan CSR lebih bersifat kurang formal dan kurang
diatur secara spesifik dalam suatu aturan atau standar. Oleh sebab itu, praktik CSR di
Banglades misalnya, praktik CSR pada umumnya dipengaruhi oleh inisiatif perusahaan-
perusahaan untuk memberi perhatian yang lebih tinggi atas CSR. Di Indonesia praktik-
praktik CSR perusahaan-perusahaan publik juga cenderung ke arah filantropi, dimana CSR
dipandang sebagai sumbangan dan kebaikan kepada stakeholder (Hermawan & Mulyawan,
2014). Walaupun di Indonesia CSR telah diatur dalam Undang-undang PT No.40 Tahun
25
2007 dan Undang-undang No.25 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa perusahaan-
perusahaan yang beroperasi di Industri yang berhubungan dengan sumber daya alam harus
melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun law enforcement undang-undang
pada perkembangan masyarakat (Kumar & Tiwari, 2011; Mullerat, 2013). Studi yang
sangat penting untuk membangun brand, menciptakan produk-produk inovatif, menjadi lebih
sustainable dan secara finansial perusahaan akan lebih stabil. Dalam praktiknya CSR di
negara-negara maju lebih terstruktur. Di negara-negara maju CSR diatur secara lebih baik
melakukan CSR.
kegiatan filantropi semata, karena kesadaran atas lingkungan semakin tinggi di negara-
negara maju. Misalnya, di UK terdapat regulasi yang menjadi dasar bagi suatu institusi
otoritas untuk meng akses dampak perusahaan atas lingkungan, yakni: Integrated Pollutant
and Prevention Control (IPPC) Act tahun 1999, yang mengatur secara luas sumber-sumber
undang lingkungan tahun 1993, pedoman laporan lingkungan tahun 2000, dan pedoman
akuntansi lingkungan tahun 2005 untuk menjamin seluruh perusahaan menyadari tugas dan
tanggung jawabnya melestarikan lingkungan dalam menjalankan aktifitas nya. Pada sisi lain
26
Informasi mengenai pengelompokan negara-negara berkembang dan negara-negara
maju secara reguler dipublikasikan oleh lembaga-lembaga seperti Bank Dunia, UNDP, dan
lainnya. Ketiga institusi ini banyak dirujuk dalam mengklasfikasi suatu negara sebagai
negara berkembang atau negara maju. Pengkategorian suatu negara sebagai negara
Bank Dunia mengklasifikasikan suatu negara ke dalam kelompok negara maju dan
negara berkembang berdasarkan faktor ekonomi yang diukur berdasarkan Gross National
Income (GNI). OLeh karena GNI per kapita berubah sepanjang waktu pengelompokan
negara dalam income rendah dan tinggi juga mengalami perubahan. Bank Dunia juga
mengacu kepada income per kapita suatu negara, akan tetapi batasan antara negara maju
dan negara berkembang tidak semata-mata ditentukan oleh income perkapita melainkan
faktor-faktor lain yang tidak dipublikasikan. UNDP pada sisi lain fokus pada “human
27
development” dalam pengklasifikasiannya. Pengelompokan negara versi Bank Dunia
Sebagaimana definisi CSR yang beragam dan dinamis, bentuk dan dimensi kegiatan
CSR sangat beragam dan dinamis. Pada awalnya CSR dipandang sebagai kegiatan-
kegiatan filantropi. Seiring dengan perkembangan bisnis dan lingkungan bisnis, CSR
kemudian mengalami perkembangan. CSR kini dipandang lebih luas menjadi bagian operasi
bisnis perusahaan (Jackson & Nelson, 2004; Rudolph, 2005). Perusahaan-perusahaan kini
mulai lebih transparan mengenai proses produksinya sebagai bagian dari CSR nya.
Penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, pemilihan suplier yang memiliki
kepedulian lingkungan dan sosial di klaim sebagai upaya pemenuhan tangung jawab sosial
perusahaan.
dimensi yakni, dimensi ekonomi, dimensi hukum, dimensi etika, dan kegiatan filantropi.
Konstruksi CSR ini memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai cakupan atau ruang
lingkup CSR. Konstruksi CSR Carrol (1999) digambarkan dalam bentuk piramida dengan
dimensi ekonomi sebagai tanggung jawab sosial yang paling mendasar dan diikuti oleh
tanggung jawab legal, tanggung jawab etika dan filantropi sebagai dimensi yang paling
tinggi. Tanggung jawab ekonomi sebagai dimensi paling dasar merupakan tanggung jawab
sosial yang paling bersifat mandatori, diikuti oleh tanggung jawab legal. Pengabaian atas
kedua dimensi tersebut menimbulkan masalah bagi perusahaan. Tanggung jawab etika
merupakan tanggung jawab yang diatur oleh hukum namun secara moral perusahaan harus
kerja, menghormati sesama, dan lainnya. Adapun kegiatan filantropi menurut Carrol (1999)
28
perusahaan. Dengan demikian dimensi filantropi bukan merupakan kewajiban mandatori
lainnya (Halme & Laurila, 2009; Porter & Kramer, 2006; Brammer & Millington, 2005; Zheng
et al., 2014), dan memandang filantropi sebagai kegiatan CSR yang dianggap paling murni
(Barnea & Rubin, 2009; Godfrey, 2005; Porter & Kramer, 2006). Filantropi menurut Halme &
Laurila (2009) adalah kegiatan-kegiatan CSR tidak berhubungan dengan core business
perusahaan. Kegiatan filantropi misalnya, pemberian donasi berupa kas atau sumbangan
bentuk lainnya. Filantropi dapat juga berupa program-program diluar aktivitas utama
pemberian beasiswa, atau program-program yang mendorong orang atau kelompok lain
terlibat dalam pekerjaan sukarela, seperti donor darah, melakukan pembersihan lingkungan,
dan lainnya. Berbeda dengan Halme & Laurila (2009), peneliti lainnya seperti Zheng et al.
Menurut Halme & Laurila (2009), Zheng et al. (2014) dan Godfrey (2005) kegiatan
filantropi dilakukan untuk memperbaiki dan membangun reputasi perusahaan. Oleh sebab
itu, filantropi dapat dijadikan kegiatan yang strategis (Porter & Kramer, 2006; Muller &
Kräussl, 2011). Muller & Kräussl (2011) menyatakan bahwa bentuk filantropi biasanya
dilakukan sebagai strategic CSR. CSR diharapkan menghasilkan tangible benefit jika
terdapat kejelasan antara strategi filantopi dan tujuan bisnis secara keseluruhan (Muller &
merupakan bentuk CSR yang berhubungan dengan core bisnis perusahaan, seperti
29
pemenuhan setiap regulasi dan undang-undang sehubungan dengan operasi dan bisnis
dengan core bisnis perusahaan menjadi CSR integrated dan inovasi. Perbedaan antara
inovasi dan CSR terintegrasi adalah nilai tambah yang dihasilkan kegiatan CSR. Kegiatan
CSR yang memberi nilai tambah secara signifikan disebut inovasi. Inovasi misalnya adalah
daur ulang limbah perusahaan menjad suatu produk yang bermanfaat bagi perusahaan atau
bagi masyarakat. Halme & Laurila (2009) bahkan lebih menyarankan CSR yang
berhubungan dengan core bisnis perusahaan sebagai bentuk CSR yang lebih memberikan
benefit bagi perusahaan, baik merupakan benefit sosial maupun benefit keuangan.
luas dan beragam sumber daya, proses dan output nya (Brammer & Millington, 2008).
Konstruk yang multi dimensional tersebut berdampak pada pengukuran CSR. Referensi
mengenai CSR menyajikan beragam definisi dan pengukuran CSR (McWilliams et al.,
2006). Masing-masing pengukuran memiliki perspektif yang berbeda terhadap CSR. Oleh
karena karakteristik CSR yang sangat dimensional (Waddock & Graves, 1997), pengukuran-
melakukan rating atau penilaian atas CSR dengan metode penilaian yang berbeda dan
dirujuk oleh para peneliti menyebabkan pengukuran CSR menjadi semakin beragam (Huang
& Watson, 2015) dan sulit melakukan generalisasi dari hasil penelitian mengenai CSR.
Pengukuran CSR sejauh ini dilakukan berdasarkan persepsi dan berdasarkan fakta
(Griffin & Mahon, 1997). Pengukuran berdasarkan persepsi tampaknya lebih subjektif
Pengukuran CSR berdasarkan fakta sering sulit dilakukan. Pengukuran berdasarkan fakta
biasanya mengacu kepada pendekatan proses dan pendekatan hasil (outcome) CSR.
Pengukuran proses dapat dilakukan dengan merujuk kepada biaya-biaya CSR yang
keuangan perusahaan biaya-biaya CSR seringkali tidak terakumulasi dalam satu akun
melainkan tersebar dalam berbagai akun. Hal ini disebabkan standar atau regulasi
karakter atau jenis biaya tersebut dan kurang menghiraukan tujuan penggunaan biaya.
penjualan, biaya marketing dan biaya-biaya lainnya. Oleh sebab itu, amat sulit mengukur
Mendefinisikan outcome dari sebuah program CSR bukan merupakan hal yang mudah.
Outcome dari program-program CSR seringkali sulit di identifikasi dan dapat bersifat jangka
dalam jangka pendek. Kesulitan lainnya adalah terlalu banyak variabel yang mengintervensi
seperti yang dilakukan oleh Seifert et al., (2003), Lin et al. (2009), Brammer & Millington
(2008), dan Mehar & Rahat (2007). Pengukuran berdasarkan persepsi biasanya dilakukan
dengan survei seperti yang dilakukan oleh Okamoto (2009), Goll & Rasheed (2004),
berhubungan dengan CSR. Diantaranya yang sering digunakan adalah pengukuran KLD
31
(Kinder, Lydenberg, dan Domini) yang dilakukan oleh Harjoto & Jo (2011), Laan et al.
menghasilkan penilaian yang lebih baik. Ullmann (1985) misalnya, menggunakan 2 kategori
pengukuran yakni: yakni social disclosure dan social perfomance. Social disclosure
merupakan pengukuran atas pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan, baik yang
dikeluarkan oleh institusi resmi, seperti Otoritas Jasa Keuangan, Global Reporting Initiatif
Vázquez & Hernandez (2014) mengukur CSR menggunakan indicator based method.
Indikator tersebut misalnya, dapat merupakan indikator nilai, dan sikap terhadap CSR
seperti yang dikembangkan Aupperle et al. (1985), atau empat dimensi CSR yang
dikembangkan oleh Carrol (1979). Orlitzky et al. (2003) memetakan CSP dengan empat
klasifikasi ukuran, yakni: CSP disclosure, CSP reputation rating, Social audit, CSP prcess
dan outcome yang dapat diobservasi, dan managerial CSR principle values. Keragaman
pengukuran CSR menjadi salah satu penyebab ragamnya analisis mengenai CSR.
Keragaman pengukuran CSR ini perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil analisis
32
BAB III
Teori Stakeholder (Jones & Wicks, 1999; Freeman, 2001) dan Teori Legitimasi (Zheng
et al., 2014; Tilling, 2004; Suchman, 1995; Mathews, 1993) mengindikasikan bahwa CSR
stakeholder demi kelangsungan hidupnya, dan CSR merupakan instrumen yang dipandang
bagi perusahaan mendapatkan akses yang mudah atas sumber-sumber daya perusahaan,
keuntungan bagi perusahaan, utamanya peningkatan kinerja keuangan (Wang et al., 2011;
Harjoto & Jo, 2011; Mishra & Suar, 2010; Cheung et al., 2010; Rettab et al., 2009; Sayekti &
Wondabio, 2007; Sembiring, 2005; Goll & Rasheed, 2004; McWilliam & Siegel, 2001;
Billings, 1999; McGuire et al.,1988; Cowen & Parker, 1987; Sethi, 1979).
Karakteristik negara tercermin dari faktor-faktor institusional yang dimiliki negara yang
CSR yang sama (Falck & Heblich, 2007). Teori Neo-Institusional menjelaskan
creation CSR. CSR akan berdampak pada kinerja keuangan bila diarahkan pada driver
value creation (Husted & Allen, 2009). Faktor-faktor institusional menjelaskan perbedaan
33
praktik CSR di negara maju dan negara berkembang, keragaman bentuk dan dimensi CSR,
hubungan CSR dengan kinerja keuangan hanya akan memberikan hasil yang baik bila
Keragaman Keragaman
Pengukuran Pengukuran
CSR Kinerja
Keuangan
Kinerja
CSR
Keuangan
Bentuk Karakteristik
CSR Negara
Teori Stakeholder (Jones & Wicks, 1999; Freeman, 2001) dan Teori Legitimasi (Zheng
et al., 2014; Tilling, 2004; Suchman, 1995; Mathews, 1993) menjelaskan hubungan positif
antara CSR dan kinerja keuangan. CSR merupakan instrumen untuk menjaga kepercayaan
stakeholder. Perusahaan yang dapat menjaga hubungan baik dengan stakeholder akan
mendapat legitimasi dari stakeholder. Legitimasi yang baik, selain memberi kemudahan bagi
34
perusahaan mendapat kemudahan akses sumber daya eksternal, juga membuat karyawan
dan internal perusahaan menunjukkan kinerja yang baik yang akhirnya mendatangkan
keuntungan bagi perusahaan, utamanya peningkatan kinerja keuangan (Wang et al., 2011;
Harjoto & Jo, 2011; Mishra & Suar, 2010; Cheung et al., 2010; Rettab et al., 2009; Sayekti &
Wondabio, 2007; Sembiring, 2005; Goll & Rasheed, 2004; McWilliam & Siegel, 2001;
Billings, 1999; McGuire et al., 1988; Cowen & Parker, 1987; Sethi, 1979).
keuangan yang beragam. Diantaranya adalah hubungan yang positif (Wang et al., 2011;
Harjoto & Jo, 2011; Mishra & Suar, 2010; Cheung et al., 2010; Rettab et al., 2009; Sayekti
& Wondabio, 2007; Sembiring, 2005; Goll & Rasheed, 2004; Billings, 1999; McGuire et al.,
1988; Cowen & Parker, 1987), dan hubungan negatif yang ditemukan oleh Jensen (2001),
Preston & O'Bannon (1997), Brummer (1991), Jensen & Meckling (1976). Selain itu bukti-
bukti empiris dari penelitian terdahulu juga mengindikasikan hubungan CSR dan kinerja
keuangan yang tidak linier dan kompleks (Bowman & Haire, 1975; Brammer & Millington,
2008; Barnett & Salomon, 2006). Brammer & Millington (2008), dan Barnett & Salomon
(2006) menemukan bahwa hubungan CSR dengan kinerja keuangan bervariasi menurut
intensitas CSR perusahaan. Menurut Brammer & Millington (2008), pada skala yang
sangat rendah dan sangat tinggi CSR meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dimana
pada skala yang sangat rendah CSR meningkatkan kinerja jangka pendek, dan pada skala
yang sangat tinggi CSR meningkatkan kinerja keuangan jangka panjang. Sementara,
Barnett & Salomon (2006) memprediksi hubungan CSR dengan kinerja keuangan sebagai
disebabkan praktik CSR yang sangat bergantung pada isu sosial (Husted, 2000), karena
karakter CSR yang sangat luas dan kontekstual (Valiente et al., 2012; Hutchins &
35
Meningkatnya perhatian terhadap CSR diawali oleh kemampuan CSR tersebut
meningkatkan kinerja perusahaan (Fiori et al., 2007). Berbagai teori menjelaskan fenomena
tersebut. Teori Stakeholder dan Teori Legitimasi mengindikasikan hubungan yang positif
(Freeman, 1984; Porter & Linde, 1995). Stanwick & Stanwick (1998) dan Verschoor (1998)
menegaskan bahwa CSR yang baik akan menyederhanakan hubungan antara perusahaan
dengan para stakeholder. Menurut Teori Stakeholder Instrumental, isu CSR dapat dikelola
dan memberi keuntungan bagi perusahaan (Jones, 1995). Salah satu argumen yang
Teori Legitimasi pada sisi lain menjelaskan kemudahan yang diperoleh perusahaan
akibat reputasinya yang baik. Dengan reputasi yang baik perusahaan mudah mendapatkan
keuangan diperoleh melalui penciptaan, peningkatan akses atas sumber daya yang
perusahaan menghadapi tekanan dari stakeholder (Sethi, 1979). Fiori et al. (2007)
namun menurut McWilliams & Siegel (2001) oleh karena investasi dalam CSR dilakukan
untuk memenuhi perimintaan CSR dalam keseimbangan pasar biaya CSR akan
terkompensasi oleh profit perusahaan. Hubungan negatif antara CSR dengan kinerja
36
keuangan dapat terjadi karena kegiatan dan program-program CSR menimbulkan biaya
yang tidak sedikit dan bahkan memperburuk competitive position perusahaan (Friedman,
1970) . Hubungan yang negatif ini mungkin disebabkan perilaku CSR bertentangan dengan
konsep maksimalisasi nilai perusahaan akibat social constraints (Jensen, 2001). Selain itu
bila manajer menggunakan CSR sebagai alat mengejar kepentingan pribadinya yang
bertentangan dengan tujuan pemilik pemegang saham dan stakeholder lainnya dapat juga
Husted & Allen (2009) berargumentasi bahwa hubungan antara CSR dengan financial
perfomance adalah positif bila CSR diarahkan pada driver value creation. Husted & Allen
(2009) mengidentifikasi 3 pengelolaan yang mengarahkan CSR pada value creation, yakni:
efektifitas CSR dalam mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Jika CSR dikelola
dengan baik maka CSR akan mempengaruhi kinerja keuangan secara positif. Dengan
Teori Stakeholder (Jones & Wicks, 1999; Freeman, 2001) dan Teori Legitmasi (Zheng
et al., 2014; Tilling, 2004; Suchman, 1995; Mathews, 1993) berargumen bahwa hubungan
antara CSR dan kinerja keuangan adalah positif, namun Teori Stakeholder dan Teori
hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Oleh sebab itu, hubungan antara CSR dengan
kinerja keuangan terlalu sederhana jika hanya ditinjau dari Teori Stakeholder dan Teori
37
ketidakonsistenan hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan CSR dengan kinerja
keuangan. Kompleksitas karakter CSR ini mempengaruhi hubungan CSR dengan kinerja
kompleksitas karakter CSR yang mempengaruhi hubungan CSR dengan kinerja keuangan.
negara atas praktik-praktik CSR. Pengaruh institusional atas praktik CSR pada level negara
telah diakui oleh peneliti-peneliti terdahulu (Husted & Allen, 2006; Baughn et al., 2007).
Husted & Allen (2006) menemukan bahwa tekanan institusional lebih memegang peranan
penting dalam pengambilan keputusan CSR dibanding dengan strategi mengenai isu-isu
sosial dan stakeholder. Wiig & Koldstat (2010) mengindikasikan bahwa faktor institusional
Besaran hubungan antara CSR dan kinerja keuangan adalah dipengaruhi oleh
konteks institusional negara-negara yang bersangkutan (Li et al., 2010; Griffin & Mahon,
1997). Negara-negara yang memiliki kesamaan faktor institusi memiliki karakter yang sama
dalam praktik-praktik CSR. Analisis praktik CSR berbagai negara pada umumnya mengacu
Peneliti terdahulu pada umumnya menganalisis praktik CSR antar negara berdasarkan
klasifikasi negara-negara maju dan negara-negara berkembang (Beddewela & Herzig, 2013;
Jamali & mirshak, 2007; Baughn et al., 2007; Chapple & Moon, 2005; Ewing & Windisch,
2007; Kimber & Lipton, 2005; de Oliviera, 2006; Qu, 2007; Roper & Weymes, 2007; Welford,
country characteristik (karakteristik negara) dalam menganalisis praktik CSR ( Baughn et al.,
2007).
38
Pertama, pentingnya ekonomi dalam memahami praktik CSR. Praktik CSR di suatu
negara dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi (Baughn et al., 2007; Jones & Wicks,
1999), Resource Base View mengatakan bahwa praktik CSR bergantung pada resource
yang dimiliki perusahaan. Hal ini disebabkan biaya komitmen CSR yang seringkali tidak
(Bondy, 2008). Ekonomi negara-negara maju pada umumnya lebih baik dibanding dengan
sebagai karakteristik negara yang signifikan dalam menganalisis praktik CSR. Perusahaan-
perkembangan ekonomi yang lebih rendah dibanding negara-negara maju (Baughn et al.,
2007).
yang lebih lemah dibanding dengan negara-negara maju (Beddewela & Herzig, 2013; Jamali
dibanding negara-negara maju, dimana hal ini membuat perusahaan kurang maksimum
dalam mengembangkan praktik-praktik CSR dan mendapat manfaat dari CSR yang
dilakukan (Rettab et al., 2009). Beddewela & Herzig (2013) menemukan duality Teori Neo-
antara institusi governance induk (host) perusahaan dan intistusi negara dimana anak
MNC yang berlokasi di negara-negara berkembang berbeda dengan praktik CSR anak
Ketiga, praktik CSR disuatu negara dipengaruhi juga dipengaruhi oleh budaya dan
politik (Gerson, 2007; North, 1990). Perbedaan negara, budaya, dan konteks sosial
39
menyebabkan perbedaan tipe tanggung jawab sosial perusahaan (Halme & Laurila, 2009;
memperhatikan arti kritis dari pengkomunikasian kegiatan CSR kepada stakeholder (Rettab
3.2.3. Bentuk dan Dimensi CSR Pemoderasi Hubungan CSR dan Kinerja Keuangan
untuk menjaga hubungan baik dengan stakeholder. CSR sebagai instrumen memberi
kesempatan bagi perusahaan untuk mengimplementasikan nya untuk memberi benefit yang
paling maksimum bagi perusahaan. Termasuk diantaranya adalah pilihan kegiatan CSR
yang dilakukan. Instrumen yang baik memberikan benefit yang maksimum bagi perusahaan.
Pilihan bentuk kegiatan CSR yang akan dilakukan perusahaan adalah merupakan
strategi perusahaan. Halme & Laurila (2009), Zheng et al. (2014), dan Orlitzky et al. (2003)
ditentukan oleh cara perusahaan mengelolah dan menerapkan strategi agar CSR efektif
dalam meningkatkan kinerja keuangan. Termasuk dalam strategi pengelolaan CSR adalah
mempengaruhi outcome yang diharapkan, termasuk diantaranya kinerja keungan (Halme &
Selanjutnya, Branco & Rodrigues (2006), McWilliams et al. (2006), dan Donaldson &
Preston (1995) meyakini bahwa CSR merupakan sumber competitive advantage yang jika
diintegrasikan akan menjadi bagian strategi perusahaan. Sebagai bagian dari strategi CSR
adalah termasuk juga menentukan bentuk-bentuk CSR yang paling efektif dalam mengelola
telah menjadi perhatian peneliti terdahulu (Halme & Laurila, 2009; Porter & Kramer, 2006).
40
Halme & Laurila (2009) lebih menyarankan bentuk CSR yang terintegrasi dengan core bisnis
dilakukan dengan isu-isu CSR yang tengah menjadi perhatian publik. Tiga isu CSR seperti
isu ketenagakerjaan, isu lingkungan dan isu kemasyarakatan mendapat perhatian publik.
Banyak peneliti mengklasifikasikan dimensi CSR berdasarkan ketiga isu tersebut seperti
yang dilakukan oleh Affif & Ananta (2013); Fiori et al. (2007); Uadiale & Fagbeni (2012); dan
Brammer et al. (2006). Selain itu, isu-isu mengenai produk, keragaman dan tata kelola
menjadi isu yang semakin penting, seperti yang diteliti oleh Inoue & Lee (2012), Schreck
Perhatian terhadap isu-isu CSR tidak sama disemua belahan dunia. Menurut Visser
(2009) CSR pada bidang ekonomi merupakan bentuk CSR yang penting di negara-negara
berkembang. Hal ini disebabkan persoalan kemiskinan yang masih dihadapi oleh negara-
negara berkembang. Sementara CSR pada dimensi hukum kurang mendapat perhatian di
negara-negara berkembang. CSR pada dimensi ketenagakerjaan, produk, dan sosial pada
perusahaan (Brammer & Millington, 2005; Williams & Barrett, 2000; Fombrun & Shanley,
stakeholder seperti investor, pelanggan, suplier, karyawan, dan sektor-sektor lainnya (Saiia,
et al., 2003; Smith, 1994). Membangun persepsi publik semakin penting dalam kondisi
dimana stakeholder semakin kuat. Kegiatan-kegiatan filantropi lebih mudah terlihat oleh
stakeholder dibanding dengan kegiatan CSR bentuk lainnya, dengan demikian lebih mudah
digunakan untuk membangun persepsi positif dan mendapatkan reputasi yang positif dimata
perusahaan dengan CSR (Fryxell & Wang, 1994; McGuire et al., 1988).
41
Menurut Halme & Laurila (2009) CSR berbentuk filantropi lebih menghasilkan social
outcome dibanding bentuk CSR lainnya. Wang & Qian (2011) menganalisis pengaruh
filantropi atas kinerja perusahaan dalam berbagai kondisi, dan menyarankan perusahaan
yang mendatangkan respon positif stakeholder dan memudahkan akses politik. Zheng et al.
perusahaan, mengurangi risiko bisnis dan meningkatkan akses pada sumber-sumber daya
yang dibutuhkan perusahaan (Arthur, 2003; Hillman & Keim, 2001; Jones, 1995; Wang et
al., 2008), yang pada akhirnya meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Secara empiris,
(Orlitzky et al., 2003; Saiia et al., 2003; Seifert et al., 2004). Muller & Kraussl (2011)
CSR filantropi diharapkan menghasilkan tangible benefit jika terdapat kejelasan antara
strategi filantopi dan tujuan bisnis secara keseluruhan (Muller & Kraussl, 2011; Hess et al.,
2002; Portera & Kramer, 2002). Kegiatan filantropi akan berpengaruh negatif terhadap
kinerja keuangan perusahaan bila filantropi dipersepsikan hanya sebagai usaha tumpul
(Godfrey, 2005), sementara filantropi akan berkorelasi positif dengan kinerja perusahaan jika
filantropi dipersepsikan tulus (Dean, 2003; McGuire et al. (2003). Oleh sebab itu, perlu
dipetakan hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan filantropi dengan kinerja keungan.
H3: Bentuk dan dimensi CSR memoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan
42
3.2.4. Keragaman Pengukuran Pemoderasi Hubungan CSR dan KInerja Keuangan
disebabkan oleh faktor institusi negara. Menurut Teori Neo-Institusional praktik-praktik CSR
disebuah negara menginstitusi melalui proses isomorphism (DiMaggio & Powell, 1991).
Dengan demikian praktik-praktik CSR bersifat kontekstual dan beragam antar negara.
CSR. Penelitian terdahulu melakukan pengukuran CSR per dimensi atau aspek,
Griffin & Mahon (1997) misalnya menggunakan dua pengukuran CSR berdasarkan
persepsi yakni KLD dan Fortune reputation survey, dan dua pengukuran berdasarkan fakta
yakni TRI dan filantropi. Hasil penelitian nya menunjukkan bahwa hubungan CSR dengan
pengukuran, yakni: pengukungkapan kinerja sosial, peringkat reputasi kinerja sosial, sosial
audit, proses kinerja sosial dan hasilnya yang teramati (observable), serta prinsip dan nilai
analisis konten (content analysis) atas informasi mengenai kegiatan CSR yang disajikan
dalam laporan tahunan, laporan CSR, dan laporan lainnya yang dipublikasi perusahaan.
informasi dalam laporan tahunan memenuhi kriteria CSR yang didefinisikan, dan melakukan
penilaian atas dengan membuat skor atau indeks penilaian. Salah satu kelemahan hasil
43
pengukuran CSR dengan strategi pengungkapan adalah subjektifitas hasil pengukuran
karena peneliti melakukan content analysis dengan standar penilaian yang beragam. Oleh
sebab itu, para peneliti terdahulu seperti Oeyono et al. (2011). mengacu kepada standar
rating pihak ketiga atas praktik-praktik CSR. Hasil rating dapat merupakan skor atau
kategori, seperti kategori “ baik” atau “buruk”. Strategi pengukuran ini cenderung digunakan
karena dipandang lebih objektif dan reliabel, karena penilaian CSR biasanya dilakukan oleh
pihak independen yang kompeten dalam melakukan pengukuran CSR. Penelitian terdahulu
hubungan CSR dengan kinerja keuangan seperti yang dilakukan oleh Cheung et al. (2010),
Elsayed & Paton (2005), Filbeck & Gorman (2004), dan Jang et al. (2013)
oleh pihak ketiga terhadap objektif perilaku CSR perusahaan, seperti kegiatan filantropi,
menggunakan nilai moneter dari kegiatan CSR dalam menerapkan strategi pengukuran
audit sosial seperti yang dilakukan oleh Abiodun (2012), Hogan et al. (2014), Muller &
Kräussl (2011), dan Kanwal et al. (2013). Pengukuran berdasarkan social audit ini dapat
Strategi pengukuran ke empat yakni berdasarkan prinsip dan nilai kinerja sosial yang
memegang teguh dan mengimplementasikan prinsip dan nilai CSR dalam perusahaan. Akan
tetapi, strategi pengukuran berdasarkan prinsip dan nilai kinerja sosial yang dianut
nya, dan sangat subjektif. Aupperle (1985) mengembangkan forced-choice survey untuk
sangat beragam teknisnya. Fiori et al., 2007 , Afif & Anantajaya, 2013 misalnya,
yang berbeda. Analisis meta yang dilakukan Orlitzky et al. (2003) mengindikasikan bahwa
.Pengukuran CSR yang tidak seragam ini menjadi salah satu penyebab beragamnya hasil
analisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan (Orlitzky et al., 2003; Griffin & Mahon,
H4: Keragaman pengukuran CSR memoderasi hubungan CSR dan kinerja keuangan
meningkatkan kinerja nya (Gomes et al., 2010; Ittner et al.,1998; Ittner et al., 2003).
Pengukuran kinerja akuntansi kurang memberikan informasi yang andal mengenai kinerja
perusahaan (Krishnan et al., 2005; Ittner et al., 2003), karena subjektif, berorientasi jangka
pendek, serta dipengaruhi oleh regulasi akuntansi yang bersifat accrual basis (Krishnan et
al., 2005). Pengukuran kinerja keuangan dengan ukuran pasar tidak dapat menghindari bias
persepsi pasar khususnya dalam kondisi informasi asimetris (Kelana & Wijaya, 2008).
selain disebabkan kompleksitas variabel CSR, juga disebabkan oleh problem pengukuran
kompleksitas konsep CSR, namun keragaman pengukuran kinerja keuangan terjadi karena
bahwa ketidak konsistenan hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan adalah
45
disebabkan kurangnya konsensus mengenai pengukuran kinerja keuangan (Carroll, 1991;
Griffin & Mahon, 1997; Waddock & Graves, 1997; Wokutch & McKinney, 1991)
menggunakan harga saham, return saham atau abnormal return. Pengukuran akuntansi
didasarkan informasi dalam laporan keuangan, seperti laba, ROA, ROI, dan lainnya. Adapun
menggunakan pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi seperti yang dilakukan oleh
Cheung et al. (2010), Dragomir (2010), Elsayed & Paton (2005), Castro et al. (2010),
Inoue & Lee (2011), Jang et al. (2013), Kang et al. (2010), Lee at al. (2013), Lioui &
Sharma (2012), Luo & Bhattacharya (2006). Huang dan Watson (2015) menyarankan
peneliti yang menganalisis hubungan antara CSR dan kinerja keuangan berhati-hati dalam
mengukur imbalan (return) CSR untuk menghasilkan analisis yang konklusif. Hipotesis ke
H5: Keragaman pengukuran kinerja keuangan memoderasi hubungan antara CSR dan
kinerja keuangan
46
BAB IV
METODE PENELITIAN
Tujuan dari suatu penelitian pada dasarnya adalah untuk menemukan kebenaran
yang dapat dijadikan solusi dari suatu masalah, menjelaskan peristiwa/kegiatan, hingga
Berbagai teknik dan metode penelitian ditemukan untuk menghasilkan kebenaran yang
dilakukan untuk menemukan hasil penelitian yang robust dan dapat digeneralisasi.
Permasalahan terjadi dalam kondisi dimana hasil penelitian mengenai suatu topik tidak
konsisten dan sulit melakukan generalisasi dari temuan-temuan yang ada. Dalam kondisi
dimana replikasi penelitian telah sering dilakukan namun tetap menghasilkan temuan yang
tidak konsisten, riset sintesis (research synthesis) merupakan alternatif solusi untuk
mendapatkan kesimpulan yang daya generalisasinya lebih kuat (Borenstein et al., 2009).
Riset sintesis (research synthesis) merupakan review atas penelitian atas suatu topik
penelitian terdahulu (Koricheva et al., 2013). Sintesis atas penelitian terdahulu dapat
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Riset sintesis yang dilakukan secara kualitatif
lazimnya disebut narrative review (Koricheva & Gurevitch, 2013). Peneliti yang melakukan
narratif review akan mereview studi-studi yang membahas permasalahan yang sama,
merangkum temuan dari studi-studi tersebut untuk kemudian sampai pada kesimpulan.
47
Akan tetapi narrative review sangat subjektif karena ketidak jelasan kriteria mengenai
review. Riset sintesis secara kuantitatif disebut juga review sistematis (systematic review).
terdahulu yang dapat di ikut sertakan dalam analisis sehingga hasil analisis diharapkan lebih
objektif. Systematic review biasanya dilakukan dengan mensintesa statistika hasil penelitian
terdahulu. Ada beberapa metode systematic review yang banyak dilakukan, yakni antara
lain: vote counting, kombinasi probabiltas (Probability combining), dan yang saat ini banyak
Vote Counting merupakan systematic review yacg paling sederhana. Dalam vote
counting studi-studi terdahulu yang memenuhi kriteria sebagai bagian dari analisis dibagi
dalam tiga bagian yakni: studi-studi yang menghasilkan temuan yang signifikan sesuai
dengan hipotesis, studi-studi yang menghasilkan temuan signifikan namun berbeda arah
dengan prediksi atau hipotesis, dan studi-studi yang menghasilkan temuan tidak signifikan.
Ada kalanya temuan-temuan yang tidak signifikan dan temuan-temuan yang signifikan
namun berbeda dengan hipotesis diperlakukan sebagai bukti-bukti yang tidak sesuai
setiap kriteria yang ditetapkan dan dilakukan perbandingan antara kedua atau ketiga
klasifikasi yang ditetapkan. Apabila jumlah temuan pada klasifikasi yang sesuai dengan
hipotesis lebih besar dari klasifikasi yang tidak sesuai dengan hipotesis maka systematic
review menarik kesimpulan yang sesuai dengan hipotesis. Sebaliknya apabila temuan pada
klasifikasi yang berlawanan dengan hipotesis lebih besar dari jumlah temuan pada klasifikasi
yang sesuai dengan hipotesis maka kesimpulan systematic review adalah tidak sesuai
yang menggabungkan statistika nilai probabilitas (P-value) dari hasil studi terdahulu.
48
Penggabungan probablitas dilakukan dengan metode statistika seperti Fisher’s sum of logs
methods, dan lainnya. Nilai probabilitas (P-value) gabungan dari seluruh studi terdahulu
combining dipandang lebih objektif dibanding dengan vote counting karena meniadakan
klasifikasi studi-studi yang telah memenuhi kriteria analisis. Dalam Probability combining
seluruh studi yang telah memenuhi kriteria analisis diperlakukan dengan treatment yang
sama, yakni dengan memasukan seluruh P-value nya kedalam analisis. Probability
combining memiliki kelemahan, yakni mengabaikan effect size dari studi-studi terdahulu.
Dua studi terdahulu yang memiliki sampel yang berbeda secara signifikan namun apabila
melaporkan P-value yang sama, maka dalam probability combining kedua studi terdahulu
tersebut dianggap memiliki kualitas yang sama. Kelemahan dari probability combining ini
dari studi-studi terdahulu berdasarkan effect size nya (Sanchez & Martinez, 2010) Effect size
merupakan kekuatan sebuah fenomena. Kekuatan sebuah fenomena dapat diukur dengan
berbagai cara sesuai dengan permasalahan penelitian. Effect size merupakan pertimbangan
utama dalam Analisis Meta. Dalam dunia kedokteran effect size disebut treatment effect
(Lipsey &Wilson, 2001). Analisis Meta akan menentukan ukuran effect size sesuai dengan
masalah yang diteliti. Untuk mengukur effect size sebuah fenomena dapat digunakan
kekuatan korelasi dua variabel, koefisien regresi, atau perbedaan rata-rata (mean
difference), dan lainnya. Dalam penelitian mengenai efektifitas suatu pengobatan misalnya
risk ratio sering digunakan sebagai ukuran effect size. Untuk setiap jenis pengukuran yang
digunakan semakin tinggi nilai absolut effect size, semakin kuat effect size dari fenomena
yang dimaksud.
Dalam Analisis Meta pengambilan kesimpulan untuk menolak atau menerima sebuah
hipotesis adalah didasarkan gabungan dari seluruh effect size (summary effect size) studi-
studi yang masuk dalam analisis (Lipsey & Wilson, 2001). Untuk menggabungkan effect size
49
dari studi-studi yang termasuk dalam analisis dilakukan pembobotan (weight) didasarkan
standard error dari setiap effect size. Perhitungan Standard Error dalam analisis meta pada
umumnya menggunakan ukuran sampel (N) atau observasi studi-studi terdahulu. Oleh
sebab itu, jumlah sampel suatu studi terdahulu menentukan kekuatan effect size gabungan
(summary effect) suatu analisis meta. Semakin besar summary effect semakin besar daya
Analisis Meta dalam bidang sosial seperti bidang akuntansi dan keuangan relatif
baru digunakan dibanding dengan bidang ilmu lainnya, seperti ilmu kedokteran. Analisis
Meta dalam bidang akuntansi keuangan cenderung digunakan dalam hal terdapat ketidak
konsistenan hasil penelitian atas suatu masalah yang banyak dilakukan oleh peneliti namun
tidak menghasilkan kesimpulan yang konsisten. Salah satu diantaranya adalah penelitian
telah banyak dilakukan, namun hasil penelitian tersebut sangat beragam. Diantaranya
adalah hasil penelitian yang menemukan bukti hubungan yang positif antara CSR dengan
kinerja keuangan. Terdapat juga penelitian yang menemukan bukti hubungan negatif,
hubungan non linier, atau hubungan yang tidak signifikan antara CSR dengan kinerja
keuangan.
Ketidak konsistenan hasil penelitian dalam bidang sosial adalah hal yang lumrah
karena dalam bidang sosial hubungan antara dua variabel pada umumnya dipengaruhi oleh
berbagai variabel lain yang sering juga tidak terdeteksi pada awalnya. Analisis Meta
merupakan metode yang telah diterima dan sering digunakan dalam menjawab
variabel karakteristik negara seperti budaya, kondisi ekonomi dan karekteristik instotusional
50
(Khlif & Chalmers, 2015). Oleh sebab itu, Analisis Meta merupakan metode yang baik
Analisis Meta yang sering dilakukan dalam empat klasifikasi yakni: Pelaporan Keuangan,
Corporate Governance dan kualitas akuntansi, Akuntansi Manajemen, dan topik-topik lain
selain ketiga klasifikasi yang disebut sebelumnya. Ahmed dan Courtis (1999) misalnya,
dengan tingkat pengungkapan laporan tahunan. Hay et al. (2006) melakukan analisis meta
untuk menjelaskan faktor-faktor yang menentukan biaya audit. Anaisis meta atas hubungan
CSR dengan kinerja keuangan pertama sekali dilakukan oleh Orlitzky et al. (2003), yang
Hasil penelitian mengungkap bahwa reputasi dan keragaman metode pengukuran turut
kinerja keuangan untuk mendapat kesimpulan yang memiliki daya generalisasi lebih baik
mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Analisis Meta dilakukan pada
penelitian terdahulu atas pengaruh CSR terhadap knerja keuangan secara kuantitatif pada
setting penelitian tunggal. Penelitian terdahulu diukur kekuatan effect nya menggunakan
koefisien korelasi (r) dan digabungkan menggunakan koefisien korelasi tersebut. Effect size
menyeluruh dari penelitian yang dipetakan menjadi dasar pengambilan keputusan mengenai
51
4.4. Objek dan Sampel Penelitian
Objek penelitian ini adalah penelitian terdahulu yang merupakan penelitian empiris
1. Jurnal yang diterbitkan di Indonesia maupun di luar negeri. Pemilihan jurnal terpublikasi
2. Prosiding internasional dan prosiding yang berasal dari Seminar Nasional Akuntansi
Analisis Meta dilakukan atas penelitian terdahulu dengan metode purposive sampling,
1. Penelitian yang menganalis CSR sebagai variabel independen dan kinerja keuangan
2. Penelitian yang menyediakan data koefisien korelasi CSR dan kinerja keuangan,
atau data lain yang dapat ditransformasi menjadi koefisien korelasi CSR dan kinerja
keuangan.
3. Kelengkapan data penelitian seperti jumlah sampel atau jumlah observasi (N),
pengukuran CSR dan pengukuran kinerja keuangan, dan kelengkapan data lainnya.
Penelitian terdahulu yang menjadi data analisis penelitian diperoleh dari berbagai jurnal
pada perpustakaan digital seperti: JStor, Science Direct, Scopus, ABM, dan dari
pencarian pada situs goegle. Orlitzky et al. (2003) memetakan penelitan CSR dan
kinerja keuangan menggunakan data penelitian hingga tahun 1998. Penelitian ini
dimaksudkan memetakan hasil penelitian sejak tahun 1999 hingga tahun 2017 sebagai
periode terkini.
52
4.5 Variabel Penelitian
keuntungan finansial bagi perusahaan tersebut. Fokus penelitian adalah peningkatan bisnis,
dimana CSR diharapkan meningkatkan bisnis melalui kinerja keuangan. Oleh sebab itu,
penelitian ini memetakan CSR sebagai variabel independen, dan kinerja keuangan sebagai
variabel dependen. Penelitian ini juga menganalisis beberapa variabel yang diduga
memoderasi pengaruh CSR terhadap kinerja keuangan, yakni: Karakteristik Negara, Bentuk-
Penelitian ini menggunakan konsep CSR yang kompleks dalam memetakan variabel CSR,
yakni berbagai definisi yang berkaitan antara hubungan bisnis dan sosial (Matten & Moon,
2008). Konstruksi CSR Carrol (1999) yang meliputi tanggung jawab ekonomi, hukum, etika
dan kebijakan (filantropi) perusahaan menjadi acuan dalam menentukan variabel CSR.
Variabel CSR dalam penelitian ini meliputi seluruh informasi sehubungan dengan kegiatan
CSR perusahaan dari ke empat dimensi CSR konstruksi Carrol (1999). Termasuk dalam
definisi CSR adalah corporate governance dan global compact seperti yang dijelaskan oleh
keuangan, indeks atau skor CSR baik yang dikeluarkan organisasi independen seperti KLD,
GRI, DJSI maupun lainnya, peringkat reputasi kinerja sosial, hasil survei mengenai CSR
perusahaan dan informasi lainnya yang termasuk dalam definisi CSR. Variabel CSR yang
dipetakan dalam penelitian ini adalah variabel CSR yang merupakan variabel independen.
Apabila artikel penelitian terdahulu menyajikan CSR sebagai variabel independen dan
variabel dependen, maka penelitian ini hanya akan menggunakan data-data yang
53
2. Kinerja Keuangan
Variabel kinerja keuangan dalam penelitian ini merupakan kinerja perusahaan yang dapat
dinyatakan secara objektif dalam nilai moneter: Penelitian ini memetakan seluruh
pengukuran kinerja keuangan berdasarkan pengukuran akuntansi, pasar, dan persepsi atas
kinerja keuangan perusahaan, karena hingga saat ini belum terdapat konsensus
pengukuran kinerja yang paling baik dalam menganalisis hubungan CSR dengan kinerja
keuangan. Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan akuntansi antara lain adalah ROI,
ROE, ROA, ROS. Pengukuran berdasarkan pasar yang sering digunakan antara lain Tobins
Q, Market value, harga saham, return saham, abnormal return, dan lainnya. Pengukuran
kinerja keuangan dengan persepsi dilakukan dengan mendesain daftar pertanyaan seperti
3. Variabel Pemoderasi
a. Karakterstik Negara
Penelitian ini menganalisis karakteristik negara sebagai variabel pemoderasi hubungan CSR
dengan kinerja keuangan. Penelitian terdahulu akan diklasifikasikan sebagai penelitian pada
konteks negara maju atau negara berkembang dan akan dianalisis bagaimana pengaruh
Pengklasifikasian suatu penelitian kedalam konteks negara maju atau negara berkembang
atau negara maju, maka penelitian ini merujuk pada klasifikasi yang dilakukan dalam
studi terdahulu.
2. Apabila studi yang menjadi sampel penelitian tidak secara eksplisit menyatakan
berdasarkan kriteria negara maju dan negara berkembang yang dikeluarkan oleh
Bank Dunia menurut tahun penelitian. Misalnya studi yang menggunakan data tahun
2010 pada suatu negara, maka penelitian ini akan menggunakan kriteria Bank Dunia
tahun 2010 dalam menentukan apakah penelitian tersebut termasuk dalam klasifikasi
3. Apabila artikel yang menjadi sampel penelitian menggunakan data dengan tidak
menyebutkan negara dimana data diambil, maka penelitian ini tidak menggunakan
artikel peneltian tersebut dalam menganalisis apakah hubungan antara CSR dan
Untuk mengungkap apakah keragaman bentuk dan dimensi kegiatan CSR memoderasi
hubungan CSR dan kinerja keuangan, penelitian ini mengelompokan bentuk dan dimensi
kegiatan CSR yang digunakan oleh studi terdahulu, dan menganalisis hubungan CSR
dengan kinerja keuangan pada tiap kelompok bentuk dan dimensi CSR. Pengelompokan
kegiatan CSR berdasarkan bentuk dan dimensi CSR adalah sebagai berikut: bentuk
produk, dimensi keragaman (diversity), dan dimensi tata kelola (corporate governance)
c. Pengukuran CSR
Empat strategi pengukuran Orlitzky el al.(2003) digunakan dalam penelitian ini, yakni
dengan audit sosial, dan strategi pengukuran berdasarkan prinsip dan nilai CSR. Dalam
terdahulu yang menggunakan metode survei. Metode survei yang dilakukan peneliti-peneliti
55
terdahulu menggunakan daftar pertanyaan (questionaires). Oleh sebab itu, penelitian ini
juga memetakan dan menganalisis pengukuran CSR berdasarkan metode survei, dengan
demikian, terdapat lima kelompok CSR berdasarkan strategi pengukurannya, yakni: content
analysis, reputasi, audit sosial, prinsip dan nilai CSR, dan pengukuran dengan survei.
Analisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan dilakukan pada tiap kelompok
keuangan, dan melakukan analisis sub-grup hubungan CSR dengan kinerja keuangan atas
pengukuran kinerja keuangan yang dilakukan oleh Orlitzky et al. (2003) digunakan dalam
penelitian ini, yakni: strategi pengukuran akuntansi, strategi pengukuran pasar, dan strategi
kinerja keuangan yang memadukan nilai pasar dan nilai akuntansi (pengukuran kombinasi),
seperti Tobins Q. Oleh sebab itu, penelitian ini mengelompokan kinerja keuangan atas
56
4.6. Penyaringan Sampel
Penyaringan abstrak dan kata kunci dilakukan dengan memasukan kata kunci “ CSR and
Financial Perfomance” pada perpustakaan digital JStor, Science Direct, Scopus, ABM,
dan situs goegle.com, prosiding dari Seminar Nasional Akuntansi (SNA), dan prosiding
seminar internasional lebih dari 2.206 penelitian muncul dari kata kunci tersebut. Satu per
satu abstrak dan kata kunci penelitian dibaca. Apabila abstrak dan kata kunci
keuangan maka dilakukan pengunduhan pada penelitian tersebut. Pada tahap awal
Pada tahap ini artkel-artikel yang telah di unduh ditelaah sekilas dengan tujuan untuk
menyaring sampel yang merupakan penelitian kuantitatif. Pada tahapan ini artikel
penelitian yang tidak memenuhi persyaratan dikeluarkan dari sampel, antara lain:
- Artkel penelitian kuantitatif yang tidak menyediakan data koefisien korelasi (r) atau
- Kelengkapan data penelitian lainnya, seperti jumlah sampel dan jumlah observasi
tersaji
Sejumlah 195 artikel penelitian memenuhi tahap seleksi kedua disimpan dalam file
khusus.
57
3. Penentuan Sampel
Pada tahap ketiga seluruh artikel yang telah tersaring dalam tahap kedua dibaca secara
penuh untuk dijadikan sampel penelitian. Pada tahap ini terseleksi 49 artikel penelitian
yang djadikan sampel penelitian. Sebanyak 146 artkel penelitian tidak dapat djadikan
1. Artkel tersebut menganalisis CSR sebagai variabel dependen. Penelitian ini hanya
dikeluarkan dari sampel penelitian. Apabila artikel penelitian menguji variabel CSR
sebagai variabel independen dan variabel dependen, maka penelitian ini hanya
2. Data penelitian terdahulu setelah tahun 1998. Analisis meta telah dilakukan oleh
Orlitzky et al. (2003) menggunakan data penelitian periode hingga tahun 1998.
Orlitzky et al. (2003), yakni data penelitian setelah tahun 1998. Artikel penelitian
pada tahun 1998 masih dimungkinkan menjadi sampel penelitian apabila tidak
termasuk dalam artikel yang menjadi sampel penelitian Orlitzky et al. (2003).
Selain itu artikel penelitian yang menggunakan periode penelitian sebelum hingga
setelah tahun 1999 dan tidak termasuk dalam sampel penelitian Orlitzky et al.
penelitian ini ingin memastikan bahwa variabel CSR adalah merupakan variabel
independen, maka artikel penelitian terdahulu yang menjadi sampel penelitian ini
adalah artikel yang memodelkan hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada
model regresi.
58
4. Penelitian terdahulu yang merupakan Analisis Meta. Penelitian ini dimaksudkan
Penelitian individual yang menguji hubungan CSR dan kinerja keuangan pada
menyeluruh dari berbagai setting penelitian. Oleh sebab itu, penelitian terdahulu
4. 7. Analisis Data
Unit analisis dalam penelitian ini adalah artikel penelitian yang merupakan studi
terdahulu mengenai hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan pada satu setting
penelitian. Fokus penelitian adalah pada besaran pengaruh (effect size) CSR terhadap
kinerja keuangan. Penelitian ini menetapkan koefisien korelasi (r) sebagai effect size, dan
akan menganalisis koefisien korelasi dari seluruh studi terdahulu yang menjadi sampel
koefisien korelasi (r) sebagai effect size. Apabila artikel penelitian tidak menyajikan
koefisien korelasi namun menyajikan t hitung, maka t hitung dikonversi menjadi koefisien
r=
- Apabila satu artikel sampel penelitian menggunakan lebih dari satu variabel
59
- Apabila variabel CSR suatu artikel n terdiri dari beberapa komponen atau dimensi
CSR maka koefisien korelasi komponen dan dimensi CSR tersebut dijumlahkan
ř = ∑ (Ni ri)/ ∑ Ni
korelasi populasi. Dalam menilai signifikansi hubungan CSR dengan kinerja keuangan
perlu diestimasi confidence interval dari korelasi rata-rata. Apabila koefisien korelasi
masih berada didalam interval keyakinan (confidence interval) maka hubungan antara
Variasi kesalahan sampling perlu dianalisis untuk mendapatkan keyakinan atas effect
size dari keseluruhan sampel penelitian. Untuk mendapatkan nilai varian populasi
Nilai (Sr2 ) digunakan untuk mengestimasi total kesalahan observasi korelasi individual
di sekitar koefisien korelasi rata-rata ( ř). Menurut Hunter & Schmidt (1990) dan Hunter
et al. (1982), observed variance belum mencerminkan varian populasi. Hal ini
60
disebabkan kemungkinan terdapatnya kesalahan artefak statistik dalam varian
observasi. Oleh sebab itu, kesalahan artifak statistik (Se2) harus diestimasi.
K, merupakan jumlah studi terdahulu yang dianalisis. Satu artikel penelitian pada
umumnya diperlakukan sebagai satu studi karena satu artikel penelitian biasanya
menganalisis satu setting sampel untuk satu atau beberapa tujuan penelitian. Dalam
hal ini satu artikel tersebut diperlakukan sebagai satu K. Satu artikel dapat
diperlakukan sebagai lebih dari satu studi apabila artikel tersebut menganalisis
hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada lebih dari satu setting sampel yang
berbeda-beda. Dalam kondisi ini satu artikel penelitian diperlakukan sebagai lebih dari
satu K.
koefisien korelasi rata-rata dan standar deviasi (Sp) dengan tingkat kepercayaan 95%.
Apabila nilai koefisien korelasi rata-rata berada di antara interval kepercayaan maka
antara dua variabel lain (Ahmed & Courtis, 1999). Dalam Analisis Meta mendeteksi
61
keberadaan variabel pemoderasi dapat dilakukan dengan membandingkan varian error
dengan varian observasi. Apabila seluruh atau sebagian besar varian observasi
merupakan varian error, hal ini menunjukkan bahwa populasi adalah homogen dan
analisis hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak dipengaruhi
oleh keberadaan variabel pemoderasi. Akan tetapi, apabila varian error hanya mampu
menjelaskan sebagian kecil varian observasi, hal ini menunjukan hubungan antar
Pada umumnya heterogenitas hubungan dibagi menjadi tiga level yakni, heterogenitas
level rendah (low heterogeinity), heterogenitas moderate, dan heterogenitas level tinggi
(high heterogeneity). Akan, tetapi klasifikasi level heterogenitas adalah berbeda diantara
bidang studi. Dalam ilmu kesehatan misalnya, level heterogenitas dideteksi dengan uji
Higgins (Higgins et al, 2003). Nilai uji Higgins 25% menunjukan tingkat heterogenitas
yang rendah, dan nilai uji Higgins 50% termasuk dalam klasifikasi moderate, sementara
merujuk pada klasifikasi Ahmed & Courtis, (1999). Bila minimal 75% dari varians
observasi mampu dijelaskan varians error maka hubungan antar variabel disebut
homogen atau bebas dari potensi heterogenitas (Ahmed & Courtis, 1999). Untuk lebih
akurat penelitian ini juga menggunakan uji Chi-square dari Hunter et al. (1990) dalam
sebagai berikut:
Jika uji Chi-Square menghasilkan nilai tidak signifikan, berarti hasil penelitian yang
dianalisis adalah homogen. Hal ini memberi indikasi tidak ada variabel moderasi,
62
sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara korelasi yang ada adalah
kesalahan statistik dan bukan kesalahan fungsi dari beberapa variabel pemoderasi
(Ahmed & Courtis, 1999). Jika uji Chi-Square menghasilkan nilai yang signifikan berarti
variasi hasil penelitian yang ada dimoderasi oleh variabel lain. Pengujian efek variabel-
dan variabel independen (explanatory). Tujuan dari sub-grup ini adalah untuk mengurangi
63
BAB V
Terdapat 49 artikel yang memenuhi persyaratan sebagai sampel penelitian. Pada umumnya
satu artikel penelitian mengambarkan satu konteks penelitian. Oleh sebab itu, satu artikel
penelitian pada umumnya adalah sebuah studi. Namun, dalam penelitian ini terdapat dua
artikel penelitian yang masing-masing dilakukan pada 4 konteks penelitian, yakni artikel
penelitian Inoue & Lee (2011), dan Kang et al. (2010) sebagaimana tersaji pada lampiran 5.
Kedua artikel penelitian tersebut menguji hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada
empat industri secara terpisah tanpa melakukan agregasi sampel atas ke empat industri
yang tersebut. Oleh sebab itu, artikel penelitian Inoue & Lee (2011), dan Kang et al. (2010)
masing-masing diperlakukan sebagai 4 studi. Oleh karena dalam analisis meta sebuah studi
dipandang sebagai sebuah sampel, maka jumlah sampel penelitian ini dipandang sebagai
55 studi. Jumlah observasi yang diperoleh dari 55 studi yang dilakukan adalah 11.090
observasi.
yang menggunakan data CSR perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek negara
dimana penelitian dilakukan, seperti bursa saham negara Indonesia, Italia, Nigeria, Inggris,
Catalonia dan lainnya. Banyak pula peneliti terdahulu yang menggunakan data KLD atau
data yang dipublikasi pihak ketiga lainnya, seperti Bloomberg, US Fortune, majalah
Di antara studi terdahulu mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan ada
yang menggunakan data sebuah negara saja, seperti dilakukan Fiori et al. (2007), Huang &
64
Yang (2014), Fauzi et al. (2007) dan peneliti lainnya. Terdapat pula penelitian yang
berkembang dan negara maju atau klasifikasi lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh
Cheung et al. (2010), Dragomir (2010), Asraf et al. (2017). Peneliti terdahulu menekankan
industri spesifik dalam menganalisis hubungan antara CSR dan kinerja keuangan,
sebagaimana yang dilakukan oleh Lee & Park (2010), Kang et al. (2010), dan peneliti
akuntansi seperti tersaji dalam lampiran 2, namun secara teknis strategi pengukuran
pengukuran akuntansi seperti terlihat dalam kolom ke empat lampiran 2. Pada umumnya
dengan bervariasi, diantaranya: Laba Kotor (Awan & Saeed, 2015), EBITDA (Oeyono et al.,
2011; Michelon et al., 2013; Awan & Saeed, 2015), Laba Sebelum Pajak (Jhon et al., 2013),
Laba Bersih (Abiodun, 2012; Menguc & Ozanne, 2005; Awan & Saeed, 2015; Kanwal et al.,
2013). Banyak peneliti mengukur kinerja keuangan dengan rasio profitabilitas, yakni: ROE
kapitalisasi pasar seperti yang dilakukan oleh Afiff & Anantadjaya (2013), Fiori (2007),
Brammer et al. (2006), Michelon et al. (2013), dan Lee & Park (2010). Selain harga pasar,
return saham juga dirujuk oleh para peneliti dalam mengukur kinerja keuangan
sebagaimana yang dilakukan oleh Dragomir (2010), Luo & Bhattacharya (2006), Makni et
al. (2009), Karagiorgos (2010), Hogan et al. (2014), Muller & Kräussl (2011), dan Wang et al.
65
(2011). Teknis pengukuran dengan return pasar dilakukan dengan bervariasi antara lain,
dengan Excess Return, Average Return, dan Cummulative Abnormal Return. Terdapat pula
pengukuran yang merujuk pada Holding Period (Filbeck & Gorman, 2004) dan Market Share
Peneliti terdahulu juga mengukur kinerja keuangan dengan kombinasi antara data-
data laporan keuangan (pengukuran akuntansi) dan data yang berhubungan dengan kinerja
menggunakan Tobins Q seperti tersaji dalam lampiran 2. Selain itu, terdapat juga penelitian
(pengukuran persepsi).
hubungan antara CSR dan kinerja keuangan. Sebagian besar peneliti menggunakan lebih
dari satu pengukuran kinerja keuangan sebagai upaya menutupi kelemahan penggunaan
menggunakan pengukuran akuntansi dan pasar. Terdapat juga peneliti yang menggunakan
pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi, seperti Tobins Q. Hasil pemetaan atas 55 studi
dan ROE dan pengukuran kombinasi Tobins Q, seperti tersaji pada lampiran 2. Analisis
Meta atas hubungan CSR dan kinerja keuangan yang telah dilakukan oleh Ortlitzky et al.
namun variasi pengukuran kinerja keuangan dalam studi ini, menunjukkan variasi yang lebih
besar dibanding dengan Analisis Meta yang dilakukan oleh Orlitzky et al. (2003).
66
5.3. Pengukuran CSR
menjadi sampel penelitian. Strategi pengukuran yang paling banyak dilakukan adalah
(content analysis) 14 penelitian, strategi pengukuran dengan survei 9 penelitian, dan strategi
pengukuran dengan audit sosial, yakni 6 penelitian. Sementara strategi pengukuran dengan
prinsip dan nilai CSR hanya dilakukan oleh seorang peneliti, yakni: Lin et al. (2009).
pengukuran yang beragam meskipun strategi pengukuran nya sama. Afiff & Anantadjaya
content analysis, akan tetapi kedua peneliti tersebut berbeda dalam melakukan content
analysis seperti tersaji dalam lampiran 3. Afiff & Anantadjaya (2013) membuat skala
penilaian merujuk pada peneliti terdahulu yakni, Fiori et al. (2007), orlitzky et al. (2003),
Di antara peneliti lain yang menggunakan strategi pengungkapan terdapat juga yang
mengacu kepada pedoman lain selain GRI seperti, Yang et al. (2010) yang berpedoman
sendiri skala pengukuran, seperti yang dilakukan oleh Uadiale & Fagbemi (2012). Strategi
independen seperti KLD Stat, EIRIS scores, Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA),
Community and Environment Responsibility (CER) score, dan lainnya. Keterlibatan para ahli
yang independen dalam melakukan penilaian CSR perusahaan merupakan kelebihan dari
Strategi audit sosial cenderung mengukur CSR dari nilai moneter, namun para peneliti
yang menggunakan strategi pengukuran ini juga berbeda-beda dalam implementasi nya.
67
Abiodun (2012), Kanwal et al. (2013), dan Crisostomo et al. (2011) mengukur dari nilai
moneter pengeluaran yang terkait dengan CSR, sementara Hogan et al. (2014), dan Muller
& Kräussl (2011) menggunakan data publikasi donasi filantropi, seperti tersaji dalam
terdahulu dalam menyusun daftar pertanyaan, seperti Rettab et al. (2009); Saeidi et al.
(2014), Torugsa et al. (2012), sehingga aspek-aspek penilaian dalam daftar pertanyaan
Analisis Meta atas hubungan CSR dan kinerja keuangan, dilakukan secara aggregat
atas segala keragaman penelitian terdahulu, baik keragaman bentuk dan dimensi,
keuangan dari tiap-tiap studi yang menjadi sampel penelitian. Sebagian studi terdahulu
tersebut ditransformasikan menjadi koefisien korelasi (r) yang disajikan dalam kolom 7
Pada umumnya studi terdahulu menguji hubungan CSR dengan kinerja keuangan
menggunakan lebih dari satu pengukuran kinerja keuangan seperti yang dilakukan oleh
68
Drogomir (2010), Elsayed & Paton (2005), Inoue & Lee (2011), dan para peneliti lainnya.
Dalam kondisi demikian penelitian ini menggunakan korelasi rata-rata variabel – variabel
dependen tersebut. Selain itu banyak studi yang melakukan pengujian berdasarkan
komponen atau dimensi CSR. Dalam kondisi tersebut penelitian ini akan menggabungkan
korelasi dalam satu model penelitian. Pengujian hubungan CSR dengan kinerja keuangan
dengan lebih dari satu variabel kinerja keuangan dan variabel CSR menyebabkan korelasi
yang dihasilkan dari 55 studi dalam sampel penelitian berjumlah 355 korelasi seperti tersaji
pada lampiran 5. Total observasi yang dilakukan dalam analisis aggregate hubungan antara
CSR dengan kinerja keuangan adalah sebanyak 11.090 observasi. Jumlah observasi
sebesar 11.090 adalah hasil penjumlahan seluruh observasi penelitian (N) dari studi
terdahulu yang menjadi sampel penelitian ini, yakni 55 studi terdahulu. Dalam studi
terdahulu Afiff & Anantadjaya (2013) misalnya, menganalisis 104 observasi penelitian.
Terdapat dua studi yang jumlah observasi nya di atas 1000, yakni: Cheung et al. (2010)
sebanyak 1188 observasi, dan Seo et al. (2010) sebanyak 1122 observasi. Studi lainnya
memiliki jumlah observasi ratusan atau bahkan puluhan, seperti jumlah observasi dalam
Fokus analisis dalam pengujian hipotesis pertama adalah substansi korelasi CSR dan
kinerja keuangan tanpa memandang bentuk dan dimensi, pengukuran, dan konteks CSR
lainnya. Penelitian ini berargumen bahwa hubungan CSR dan kinerja keuangan memiliki
daya generalisasi yang kuat apabila dalam segala pengukuran, bentuk dan dimensi, dan
konteks lainnya hubungan CSR dengan kinerja keuangan tetap signifikan. Oleh sebab itu,
pengujian ini juga menggabungkan korelasi dari seluruh kinerja keuangan dengan segala
69
Ringkasan hasil Analisis Meta hubungan CSR dengan kinerja keuangan secara menyeluruh
Hasil pemetaan atas 55 studi terdahulu menghasilkan 355 korelasi CSR dengan
kinerja keuangan, pada 11.090 jumlah observasi studi. Koefisien korelasi rata-rata atas 55
studi adalah sebesar 0,247679 seperti disajikan pada baris ketiga Tabel 5.1. Dengan tingkat
keyakinan 95% koefisien korelasi rata-rata tersebut berada dalam interval keyakinan, yakni
antara nilai: 0,013859 hingga nilai 0,481498 seperti disajikan pada Tabel 5.1. Dapat
disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi tersebut signifikan. Dengan demikian, hasil
pemetaan menunjukkan bahwa pada segala konteks CSR dan kinerja keuangan, CSR
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hipotesis pertama yang mengatakan bahwa
CSR mempengaruhi kinerja keuangan dengan demikian telah terbukti dari hasil Analisis
No Keterangan Nilai
heterogenitas yang sangat tinggi atas 55 studi terdahulu yang dipetakan. Hanya 12,71%
varians observasi yang disebabkan oleh varians error. Hal ini mengindikasikan terdapatnya
membandingkan nilai Chi Square hitung dan nilai tabel hitung Chi Square yang disajikan
pada dua baris akhir Tabel 5.1. Nilai hitung Chi Square dalam Tabel 5.1 sebesar: 432,64513
menunjukkan jumlah yang jauh lebih besar dari nilai tabel Chi Square yakni 72,153. Hal ini
diperlukan analisis sub-grup dari variabel-variabel yang diduga memoderasi hubungan CSR
dan kinerja keuangan, yakni: karakteristik negara, bentuk dan dimensi CSR, pengukuran
dimoderasi oleh karakteristik negara. Untuk menemukan indikasi bahwa karakteristik negara
merupakan salah satu variabel pemoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan,
dilakukan sub-group ke dalam dua kelompok, yakni negara maju dan negara berkembang.
Hasil analisis sub-group disajikan pada Tabel 5.2. Analisis sub-group mengidentifikasi 18
studi yang sesuai dengan konteks negara berkembang, dan 20 studi pada konteks negara
maju. Walaupun jumlah studi yang dilakukan di negara berkembang dan di negara maju
tidak jauh berbeda namun jumlah observasi yang dilakukan di negara berkembang dan
negara maju berbeda cukup signifikan, yakni 3.483 observasi di negara berkembang
dibandingkan 4.143 observasi di negara maju. Koefisien korelasi yang dianalisis di negara
71
maju juga jauh lebih besar dibanding dengan negara berkembang, yakni 132 korelasi di
Analisis sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan dalam kelompok negara
maju dan negara berkembang menunjukkan hasil yang berbeda. Hubungan CSR dan kinerja
keuangan positif di negara-negara maju. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi rata-
rata negara maju yang bernilai 0,285812 masih berada di antara batas interval keyakinan
sebesar 0,180768 hingga 0,390857. Berbeda dengan kondisi di negara maju, di negara
berkembang hubungan CSR dengan kinerja keuangan tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat
dari nilai interval keyakinan koefisien korelasi yang bertanda positif dan negatif, yakni: -
Hasil analisis sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan yang berbeda di negara
merupakan variabel pemoderasi dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan. Hipotesis ke-
2 yang mengatakan bahwa karakteristik negara memoderasi hubungan CSR dan kinerja
keuangan dengan demikian telah terbukti. Akan tetapi, hasil analisis sub-group berdasarkan
hubungan CSR dan kinerja keuangan pada dua kelompok negara tersebut, seperti tersaji
pada Tabel 5.2. Pada kelompok negara maju memang terjadi peningkatan homogenitas
studi dari yang sebelumnya 12,71% menjadi 29,67%, namun pada kelompok negara
berkembang hasil studi justru menjadi semakin sangat heterogen yakni 9,39%.
Hasil uji dengan Chi Square juga menunjukkan heterogenitas hubungan CSR dan
kinerja keuangan, pada kedua kelompok negara. Hal ini terbukti dari nilai hitung Chi Square
yang lebih tinggi dari nilai tabel Chi Square, baik pada negara maju, maupun pada negara
berkembang, seperti tersaji pada Tabel 5.2. Pada negara berkembang nilai uji Chi Square
sebesar 191,60570 berada jauh di atas nilai tabel, yakni 27,587. Pada negara maju hasil uji
72
Chi Square senilai 67,41226 juga jauh di atas nilai tabel yakni: 30,144. Hasil uji Chi Square
ini menjadi indikasi yang kuat bahwa terdapatnya variabel pemoderasi lain dalam hubungan
CSR dan kinerja keuangan. Untuk itu diperlukan analisis sub-group lebih lanjut guna
*Nilai koefisien korelai rata-rata (ř) negara berkembang (0,2301)tidak signifikan, karena berada pada
batas keyakinan yang bertanda negatif (-0,07186) dan positif .( 0,532008) ** Nilai koefisien korelai
rata-rata maju signifikan karena berada di antara interval keyakinan mainimum(0,180768) dan
maksimum (0,390857)
bentuk dan dimensi CSR. Terdapat 7 kecenderungan bentuk dan dimensi kegiatan CSR
73
perusahaan yang dianalisis oleh studi-studi terdahulu sebagaimana tersaji pada Tabel 5.3,
yakni, CSR corporate governance, CSR yang berhubungan dengan produk (product), CSR
hubungan CSR dan kinerja keuangan yang berbeda di antara 7 sub-group. Dari tujuh bentuk
dan dimensi CSR hanya dua kelompok yang menghasilkan hubungan yang positif CSR dan
kinerja keuangan, yakni: CSR tata kelola dan CSR filantropi. Nilai korelasi rata-rata CSR tata
kelola senilai 0,137521 atas observasi sejumlah 1201 berada di antara interval keyakinan
yang ditetapkan yakni: 0,0968 interval keyakinan minimum dan 0,178241 interval keyakinan
maksimum. Hal yang sama terjadi pada CSR filantropi dengan nilai korelasi rata-rata
0,194624 yang masih berada pada interval keyakinan yang ditetapkan, yakni dari nilai
Adapun analisis sub-group pada lima bentuk dan dimensi CSR lainnya yakni: produk,
keragaman, tenaga kerja, lingkungan, dan sosial, tidak menghasilkan hubungan yang
signifikan antara CSR dengan kinerja keuangan. Nilai korelasi rata-rata ke lima bentuk dan
dimensi CSR tersebut tidak berada pada interval keyakinan yang ditetapkan pada alpha 5%,
karena interval keyakinan ke lima bentuk dan dimensi CSR tersebut bertanda positif dan
negatif. Analisis sub-group pada 7 bentuk dan dimensi CSR, yang menghasilkan hubungan
signifikan dan tidak signifikan CSR dan kinerja keuangan, menjadi bukti bahwa keragaman
bentuk dan dimensi CSR dapat memperkuat dan memperlemah hubungan CSR dan kinerja
keuangan. Dengan demikian, hipotesis ke-3 yang mengatakan bahwa keragaman bentuk
dan dimensi CSR memoderasi hubungan CSR dan kinerja keuangan adalah terbukti. CSR
dimensi tata kelola dan CSR bentuk filantropi memperkuat hubungan CSR dan kinerja
keuangan, sementara lima dimensi CSR lainnya memperlemah hubungan CSR dan kinerja
keuangan.
74
Pada uji heterogenitas hubungan CSR dengan kinerja keuangan atas tujuh kelompok
analisis, ditemukan bahwa hubungan CSR dan kinerja keuangan homogen pada 4 bentuk
dan dimensi, yakni: CSR dimensi tata kelola (corporate governance), produk, keragaman,
dan CSR bentuk filantropi. Hasil uji Chi Square pada empat bentuk dan dimensi CSR
tersebut lebih rendah dibanding dengan nilai tabel Chi Square pada alpha 5%, yang
maknanya adalah bahwa hubungan CSR dan kinerja keuangan pada 4 bentuk dan dimensi
CSR tersebut tidak diperkuat atau diperlemah faktor-faktor lain secara signifikan.
observasi (Sr2), CSR dimensi tata kelola tampaknya memiliki hubungan heterogen karena
kemampuan varians error nya menjelaskan varians observasi 53,52% atau kurang dari 75%
yang diisyaratkan. Akan tetapi, menurut Ahmed & Courtis (1999) hasil pengujian yang lebih
akurat adalah dengan membandingkan nilai uji Chi Square dengan nilai tabel Chi Square.
Hasil uji nilai Chi Square dimensi tata kelola sebesar 7,474079 adalah lebih kecil dari nilai
tabel nya pada alpha sebesar 5%, yakni: 7,815. Dengan demikian, hubungan CSR dengan
Hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada tiga dimensi CSR yakni lingkungan,
ketenagakerjaan, dan kemasyarakatan adalah sangat heterogen. Hasil uji Chi Square ketiga
dimensi CSR tersebut jauh lebih besar dari nilai tabel Chi Square nya. Pengujian
hasil yang sangat heterogen pada tiga dimensi tersebut. Varians error ke tiga dimensi
tersebut hanya mampu menjelaskan kurang dari 20% varians observasi nya, seperti
disajikan pada Tabel 5.3. Hasil yang sangat heterogen tersebut menyarankan dilakukannya
kembali sub-group atas CSR dimensi tenaga kerja, lingkungan, dan sosial, guna
75
Tabel 5.3 Bentuk dan dimensi CSR
Keterangan Tata kelola Produk Keragaman Tenaga kerja Lingkungan Sosial Filantropi
Jumlah studi 4 7 6 16 19 16 6
Variansi observasi (Sr2) 0,00599 0,007086 0,001284 0,03090 0,029056 0,030214 0,008974
Nilai Chi Square 7,474079 8,512596 1,165007 90,086710 107,5883 102,5244 5,186699
Chi Square tabel 7,815 12,592 11,070 24,996 28,869 24,996 11,070
Koefisien korelasi rata-rata bentuk produk (0,012441),keragaman(-0,00474), tenaga kerja (0,144896) , lingkungan (0,117057), dan sosial
(0,176566), adalah tidak signifikan karena berada diantara interval keyakinan yang bertanda negatif dan positif (produk: (-0,00293) -
0,027816; keragaman: (-0,09391) - 0,084424; lingkungan: (-0,07664) - 0,310756; tenaga kerja: (-0,05445) - 0,344243; dan sosial (:-
0,02954) - 0,382668. Sementara korelasi rata-rata tata kelolah dan pilantropi adalah signifikan karena berada diantara interval keyakinan
yang positif.
Penelitian mencoba meningkatkan homogenitas hubungan dengan mengelompokan
ketiga dimensi CSR atas negara. maju dan negara berkembang. Pengelompokan ketiga
dimensi CSR pada negara maju dan negara berkembang disajikan pada Tabel 5.4 dan
Tabel 5.5. Pengelompokan CSR ke tenaga kerjaan, sosial dan lingkungan berdasarkan
karakteristik negara maju dan berkembang hanya menghasilkan hubungan CSR dengan
Jumlah studi 6 5 8
Hasil uji Chi Square ketiga dimensi CSR berada dibawah nilai tabel Chi Square, yang
bermakna hubungan yang homogen antara CSR dan kinerja keuangan seperti tersaji pada
77
Tabel 5.5. Pengelompokan dimensi CSR pada negara berkembang juga menghasilkan
hubungan yang signifikan antara CSR dengan kinerja keuangan, dengan nilai koefisien
korelasi rata-rata ke tiga dimensi berada pada interval keyakinan yang ditetapkan. Koefisien
0,318128; koefisien korelasi rata-rata dimensi sosial 0,266639 berada di antara interval
0,210357 - 0,322921; dan koefisien korelasi rata-rata dimensi lingkungan 0,204214 berada
Di negara maju hasil analisis sub-group menunjukkan hasil yang tetap heterogen
hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada ke tiga dimensi CSR yang dianalisis, seperti
tersaji pada Tabel 5.4. Bahkan homegenitas semakin menurun pada dimensi sosial di
negara maju. Baik pengujian heterogenitas berdasarkan uji Chi Square maupun pengujian
yang sangat heterogen. Bahkan kemampuan varians error menjelaskan varians observasi
pada tiga dimensi CSR kurang dari 15%. Studi ketiga dimensi CSR di negara maju juga
menunjukkan hasil yang tidak signifikan atas hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Hal
ini disebabkan nilai koefisien korelasi rata-rata ketiga dimensi yang dianalisis berada di
antara interval keyakinan yang positif dan negatif seperti tersaji pada Tabel 5.4.
hubungan CSR dengan kinerja keuangan dilakukan dengan pengelompokan analisis pada 5
strategi pengukuran, yakni, strategi pengungkapan (content analyis) terdiri dari 13 studi,
strategi reputasi 25 studi, strategi survei 9 studi dan audit sosial 7 studi. Adapun strategi
pengukuran dengan prinsip dan nilai CSR hanya terdiri dari 1 studi, sehingga analisis sub-
group tidak akan menghasilkan kesimpulan yang memiliki generaliasi yang lebih baik. Oleh
78
sebab itu, analisis hanya dilakukan pada 4 strategi pengukuran, yakni: strategi
pengungkapan (content analyis), strategi reputasi, strategi survei, dan audit sosial.
Jumlah studi 4 4 4
Krelasi rata-rata ketiga dimensi signifikan karena berada di antara interval keyakinan (koefisien
korelasi dimensi ketenagakerjaan 0,217661 berada di antara nilai interval 0,117194; koefisien
korelasi rata-rata dimensi sosial 0,266639 berada di antara interval 0,210357 - 0,322921; dan
koefisien korelasi rata-rata dimensi lingkungan 0,204214 berada di antara interval 0,175029-
0,175029.
Strategi pengukuran reputasi paling banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Hal ini
perusahaan semakin diakui dan dianggap lebih objektif dan reliable. Sementara itu, studi
CSR yang dilakukan pada satu negara tertentu biasanya dilakukan dengan strategi
pengungkapan (content analysis) atau strategi survei. Strategi audit sosial cenderung
79
seperti nilai moneter invetasi dalam CSR, nilai moneter donasi, nilai moneter beban yang
Hasil analisis sub-group hubungan CSR dengan kinerja keuangan pada 4 strategi
pengukuran CSR disajikan pada Tabel 5.6. Analisis sub-group yang dillakukan menunjukkan
hasil yang beragam hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Dua diantaranya, yakni,
strategi reputasi dan strategi survei menghasilkan hubungan signifikan antara CSR dan
kinerja keuangan, dengan nilai korelasi rata-rata masing-masing senilai 0,239308, dan
0,368883 yang berada dalam interval keyakinan minimum dan maksimum. Sementara dua
strategi pengukuran CSR lainnya, strategi pengungkapan dan strategi audit sosial, tidak
menghasilkan hubungan yang signifikan antara CSR dan kinerja keuangan, karena kedua
strategi pengukuran tersebut memiliki interval keyakinan yang bertanda positif dan negatif.
Temuan analisis sub-group yang berbeda atas hubungan CSR dan kinerja keuangan
pengukuran CSR bersifat memperkuat atau memperlemah hubungan CSR dengan kinerja
pengukuran CSR memoderasi hubungan CSR dengan kinerja keuangan telah terbukti dari
hasil sub-group yang dilakukan, dimana sub-group dengan pengukuran reputasi dan survei
pengukuran content analysis dan audit sosial tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
80
Tabel 5.6 Analisis Variabel Pemoderasi – Pengukuran CSR
Koefisien korelai rata-rata strategi pengukuran reputasi (0,239308) dan survei (0,368883) adalah
signifikan karena berada di antara interval keyakinan minimum dan maksimum, masing – masing :
0,028655 hingga 0,449961, dan 0,178305 hingga 0,559461. Sementara korelasi rata-rata strategi
pengukuran dengan content analysis dan sosial audit adalah tidak signifikan karena berada pada
interval keyakinan negatif dan positif.
Akan tetapi, analisis sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan pada 4 strategi
pengukuran CSR tidak meningkatkan homogenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan.
Varians observasi yang mampu dijelaskan oleh varians error atas strategi pengukuran
pengungkapan, reputasi, survei dan audit sosial berturut-turut adalah: 17,91%, 12,52%,
14,95%, dan 10,98%. Hal ini mengindikasikan banyaknya variabel yang perlu dianalisis
dalam hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Pengujian dengan Chi Square
menunjukkan nilai uji yang berada jauh di atas nilai tabel Chi Square, seperti tersaji pada
Tabel 5.6. Kondisi ini menunjukkan hubungan CSR dan kinerja keuangan yang sangat
heterogen.
81
5.4.2.4 Analisis Sub-group - Pengukuran Kinerja Keuangan
kinerja keuangan disajikan pada Tabel 5.7. Pengukuran kinerja keuangan dengan akuntansi
lebih banyak dilakukukan studi terdahulu, yakni, 40 jumlah studi dengan 6.362 jumlah
kotor, laba sebelum pajak, laba bersih, dan rasio-rasio laba yakni: ROI, ROE, dan ROA,
namun yang paling banyak dilakukan adalah dengan ROE dan ROA. Pengukuran kombinasi
pasar dan akuntansi juga banyak dilakukan oleh studi terdahulu. 22 studi terdahulu
menggunakan pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi dengan jumlah observasi yang
besar yakni 5.756, sedangkan pengukuran dengan pasar dilakukan oleh 13 studi dengan
jumlah observasi 2.281. Pengukuran kinerja keuangan dengan persepsi paling jarang
antara 4 strategi pengukuran. Hasil yang signifikan ditemukan pada 3 kelompok pengukuran
0,355418 - 0,402117). Koefisien korelasi rata-rata dengan pengukuran pasar dan persepsi
lebih tinggi dibanding dengan pengukuran akuntansi, namun pengukuran kinerja keuangan
dengan persepsi hanya dilakukan oleh 3 studi sehingga hasil tersebut kurang dapat di
interpretasikan dengan baik. Hasil yang tidak signifikan terjadi pada sub-group strategi
pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi, dengan nilai koefisien korelasi rata-rata yang
sangat rendah yakni, 0,146053. Nilai ini berada diluar interval keyakinan yang bertanda
positif dan negatif yakni, -0,29653 interval minimum, dan 0,588639, seperti tersaji pada
Tabel 5.7.
Hasil analisis sub-group hubungan CSR dan kinerja keuangan yang berbeda atas
82
kinerja keuangan memperkuat atau memperlemah hubungan CSR dan kinerja keuangan.
Hipotesis ke-5 yang mengatakan bahwa keragaman strategi pengukuran kinerja keuangan
memoderasi hubungan CSR dan kinerja keuangan, telah terbukti dari hasil analisis sub-
group yang signifikan dan tidak signifikan di antara 4 strategi pengukuran kinerja keuangan.
Korelasi rata-rata dengan strategi pengukuran akuntansi, pasar, dan persepsi bernilai signifikan
karena berada di antara interval keyakinan minimum dan maksimum, sementara korelasi rata-rata
dengan strategi pengukuran kombinai 0,146053 tidak signifikan karena berada di antara interval
keyakinan yang bertanda positif dan negatif yakni : -0,29653 interval minimum dan 0,588639 interval
maksimum
menunjukkan hubungan yang heterogen antara CSR dan kinerja keuangan pada tiga
strategi pengukuran kinerja keuangan, yakni: pengukuran akuntansi, pengukuran pasar, dan
pengukuran kombinasi. Varians observasi dari ke tiga strategi pengukuran kinerja keuangan
tersebut hanya mampu dijelaskan kurang dari 15% varians error. Pengujian hubungan CSR
83
dan kinerja keuangan menggunakan Chi Square menunjukkan nilai uji yang jauh lebih tinggi
dari nilai tabel Chi Square atas tiga strategi pengukuran kinerja keuangan tersebut. Hal ini
memperkuat bukti heterogennya hubungan CSR dan kinerja keuangan berdasarkan strategi
observasi pada analisis sub-grup berdasarkan strategi pengukuran perspsi, yakni sebesar
66,88% dengan nilai tabel Chi Square yang berada di atas nilai uji Chi Square menunjukkan
hubungan CSR dan kinerja keuangan homogen. Akan tetapi, jumlah studi yang dapat di
petakan dengan strategi pengukuran persepsi adalah sangat kecil, yakni 3 studi, dengan
sampel 770. Menurut Ahmed & Courtis (1999) kesimpulan yang dapat diambil mengenai
homogenitas analisis sub-grup pada jumlah studi yang kecil hanya merupakan kesimpulan
tentative. Analisis Meta hanya akan menghasilkan kesimpulan yang daya generalisasinya
luas bila jumlah studi yang dianalisis semakin besar. Dengan demikian, kesimpulan
mengenai homogenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan pada strategi pengukuran
5.5. Pembahasan
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hasil pengujian pada ragam konteks
penelitian ini menunjukkan daya generalisasi yang luas dan komprehensif dalam
mengungkap hubungan CSR dan kinerja keuangan. Hasil penelitian ini menjawab temuan
penelitian sebelumnya yang inkonsiten mengenai hubungan CSR dan kinerja keuangan
(Aupperle et al.,1985; McGuire et al., 1988; McWilliam & Siegel, 2000; Seifert et al., 2003;
Brammer et al., 2006; Mehar & Rahat, 2007; Chih et al., 2010). Hasil analisis sejalan dengan
hasil Analisis Meta yang dilakukan Ortlitzky et al. (2003) pada berbagai setting penelitian.
84
Pengaruh positif CSR atas kinerja keuangan pada berbagai konteks penelitian
untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan (Freeman & McVea, 2001). Praktik CSR
tidak lagi sebatas memenuhi kewajiban moral perusahaan terhadap stakeholder seperti
stakeholder dengan hasil yang ingin dicapai dalam hubungan tersebut (Donaldson &
Preston, 1995). Hasil penelitian membuktikan keberadaan CSR sebagai “cause” dan kinerja
keuangan sebagai “effect” dari praktik CSR. Hal ini sejalan dengan Teori Stakeholder
perspektif instrumen yang memandang CSR dalam sudut pandang perannya bagi
perusahaan. Dengan demikian, hubungan CSR dan kinerja keuangan dapat dijelaskan
Hubungan yang positif CSR dan kinerja keuangan secara aggregat juga menunjukkan
bahwa praktik praktik CSR diapresiasi oleh stakeholder dan mampu meningkatkan reputasi
Stakeholder instrumen dan Teori Legitimasi dalam praktik-praktik CSR (Barnet & Salomon,
Walaupun secara aggregate hubungan CSR dan kinerja keuangan adalah positif,
Heterogenitas hubungan ini mengkonfirmasi karakteristik natural hubungan CSR dan kinerja
keuangan yang sangat kompleks (Valiente et al., 2012; Hutchins & Sutherland, 2008; Jamali
& Mirshak, 2007; Mehar & Rahat, 2007; Waddock & Graves, 1997). Heterogenitas
85
hubungan CSR dan Kinerja keuangan mengindikasikan terdapatnya variabel-variabel lain
yang juga menentukan hubungan CSR dan kinerja keuangan. Heterogenitas hubungan ini
(Sprinkle & Maines, 2010; Kang et al., 2010; Grosbois, 2012; Zheng et al., 2014; Weber,
2008; Taysir & Pazarcik, 2013). Oleh sebab itu, Teori Neo-Institusional harus diaplikasikan
dalam menganalisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Analisis sub-group yang
dilakukan berdasarkan karakteristik negara membuktikan hasil yang berbeda di negara maju
dan di negara berkembang. Bukti empiris di negara maju menunjukkan hubungan CSR dan
kinerja keuangan positif, sedangkan di negara berkembang tidak terbukti bahwa CSR
eksistensi karakteristik negara dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan (Falck &
Heblich, 2007; Beddewala & Herzig, 2013; Jones & Wicks, 1999; Welford R, 2004; Baughn
et al., 2007). Perbedaan hubungan CSR dan kinerja keuangan pada negara maju dan
CSR pada negara-negara maju dan negara-negara berkembang (Baughn et al., 2007)
antara lain disebabkan perbedaan tingkat ekonomi (Jones & Wicks, 1999), etika
(Bhattacharyya, 2015), budaya (,Quazi et al., 2007; Jamali & Mirshak, 2007) dan konteks
nasional di negara-negara berkembang meniru praktik CSR perusahaan induk yang berada
di negara-negara maju (Husted & Allen, 2006; Beddewela & Hezig, 2013) menunjukkan
Praktik CSR seringkali merupakan agenda dari perusahaan multinasional yang justru tidak
86
Institusionalisasi mimetik pada umumnya berjalan sesuai dengan faktor institusi
hukum yang lemah, dan ekonomi yang masih berkembang, sehingga praktik-praktik CSR
masih rendah dan belum diarahkan sebagai strategi untuk mendapatkan keuntungan bagi
menyadari kegiatan-kegiatan CSR perusahaan (Mellahi & Wood (2003), sehingga kegiatan-
kegiatan CSR di negara-negara berkembang relatif kurang diapresiasi. Hal ini menjelaskan
berkembang.
dan normative isomorphism. Coercive isomorphism bukan hanya terjadi karena faktor
regulasi dan perangkat hukum yang kuat, melainkan juga karena tuntutan stakeholder akan
CSR perusahaan. Praktik CSR di negara-negara maju lebih tinggi dibanding dengan praktik-
negara maju, seperti penegakan hukum,yang lebih kuat dibanding dengan di negara-negara
berkembang (Chapple & Moon, 2005; Mishra & Suar, 2010) menyebabkan praktik CSR
dilakukan lebih intensif (Park et al., 2014) yang akhirnya sampai kepada stakeholder dan
Selain coercive isomorphism, praktik CSR negara-negara maju juga terjadi karena
kesadaran perusahaan melakukan CSR, atau disebut normative isomorphism. Hal ini dapat
dijelaskan dari kecenderungan inisiatif CSR yang sebagian besar berasal dari negara maju.
CSR bahkan cenderung dipandang sebagai fenomena negara-negara maju (Misrah & Suar,
2010) karena isu CSR berasal dari negara maju. Di negara-negara maju praktik-praktik CSR
telah dikelolah menajdi strategi bisnis perusahaan negara-negara maju (Kumar & Tiwari,
87
2011; Kan, 2012; Mullerat, 2013). Konsep-konsep CSR bahkan lebih mencerminkan
gambaran institusi negara-negara maju, seperti negara Amerika atau Eropah Barat (Willi,
Ismorphism terjadi karena kesadaran bahwa praktik CSR mendatangkan benefit bagi
dibanding di negara-negara berkembang. Hal ini menjelaskan hubungan positif CSR dengn
kinerja keuangan.
CSR yang sama dalam sebuah negara atau kawasan yang memiliki karakter yang sama.
Hasil pemetaan menunjukkan kecenderungan praktik CSR pada 7 bentuk dan dimensi CSR,
yakni: dimensi tata kelola, dimensi diversity, produk, ketenagakerjaan, sosial, dan
lingkungan, dan bentuk filantropi. Kecenderungan bentuk dan dimensi kegiatan CSR
bahwa kecenderungan bentuk dan dimensi CSR dapat memperkuat atau memperlemah
hubungan CSR dan kinerja keuangan. CSR tata kelola dan kegiatan filantropi berpengaruh
Signifikannya hubungan CSR dan kinerja keuangan pada dimensi tata kelola dan
bentuk filantropi mengindikasikan pragmatisme Teori Stakeholder (Ayadi & Pesqueux, 2005)
Kegiatan filantropi cenderung dianggap sebagai bentuk CSR yang paling murni (Godfrey,
2005; Mirvis & Googins, 2006) sehingga lebih mendapat perhatian masyarakat. Publik
bahkan mempersepsikan CSR sebagai kegiatan filantropi, oleh sebab itu kegiatan filantropi
mudah di identifikasi dan di apresiasi oleh stakeholder. Dalam sudut pandang perusahaan
CSR filantropi merupakan bentuk CSR yang paling mudah dikomunikasikan kepada
88
stakeholder sehingga cenderung dijadikan kegiatan yang strategi untuk meningkatkan
reputasi perusahaan (Burke & Logsdon, 1996; Porter & Kramer, 2006; Porter & Kramer,
filantropi sedemikian rupa (Kumar & Tiwari, 2011; Mullerat, 2013). Kegiatan CSR lebih cepat
meningkatkan reputasi perusahaan, sehingga lebih dipilih oleh perusahaan (Wang & Qian,
2011), dibanding dengan CSR bentuk dan dimensi lainnya, seperti produk dan keragaman
(diversity). Hal ini menjelaskan signifikannya hubungan CSR dan kinerja keuangan pada
CSR filantropi.
Berbeda dengan filantopi, CSR tata kelola merupakan isu CSR yang relatif baru
dibanding dengan bentuk dan dimensi lainnya. Isu tata kelola perusahaan (corporate
besar dunia seperti kasus enron, Enron, Worldcom, Tyco. Paradigma stakeholder bergeser
pada pentingnya dimensi corporate governance sebagai bagian dari CSR (Berghe &
Louche, 2005; Jamali et al. (2008). Perhatian publik semakin kritis mengenai tanggung
perusahaan, dan lahirnya berbagai institusi yang menilai tata kelolah organisasi membuat
isu tata kelola menjadi isu yang banyak dibicarakan. Hasil analisis sub-group menjelaskan
bahwa isu corporate governance direspon oleh publik. Corporate governance dapat berupa
mekanisme internal yang membuat perusahaan stabil dan kokoh dalam menjalankan
mengurangi conflict of interest diantara stakeholder. Corporate Governance yang baik pada
Analisis sub-grup berdasarkan bentuk dan dimensi CSR menghasilkan temuan yang
berbeda dari analisis sub-grup lainnya dimana analisis sub - grup berdasarkan bentuk dan
dimensi CSR telah berhasil mengubah hubungan CSR dan kinerja keuangan yang
heterogen menjadi homogen pada 4 bentuk dan dimensi CSR, yakni: corporate governance,
diversity, produk, dan filantropi. Namun demikian, hubungan CSR dan kinerja keuangan
89
pada dimensi lingkungan, sosial (kemasyarakatan) dan ketenagakerjaan masih sangat
heterogen.
Analisis sub-group lebih lanjut atas tiga dimensi CSR menunjukkan hubungan CSR
dan kinerja keuangan yang berbeda antara negara maju dan negara berkembang. Di negara
maju hubungan CSR dan kinerja keuangan pada ketiga dimensi ini tidak signifikan,
dengan kinerja keuangan. Temuan dari analisis sub-group ini menarik karena jumlah studi
terdahulu mengenai tiga dimensi ini lebih banyak dilakukan di negara maju dibanding
ketenagakerjaan, dan 5 studi dimensi sosial untuk negara maju, dibanding dengan masing-
Isu-isu sosial, ekonomi termasuk ketenagakerjaan, dan isu lingkungan merupakan isu
yang paling rentan menimbulkan persoalan di negara berkembang (Visser, 2009 ). Hal ini
perusahaan yang terkena dampak operasi perusahaan merupakan isu yang rentan terjadi
yang memiliki perangkat hukum lebih baik isu-isu lingkungan, ketenagakerjaan dan isu
kemasyarakatan sudah ditata dengan baik. Ketiga isu tersebut sudah di ekspektasi oleh
Hasil Analisis Meta menunjukkan bahwa heterogenitas hubungan CSR dan kinerja
keuangan adalah juga disebabkan pengukuran CSR yang sangat beragam. Analisis Meta
pengukuran CSR, yakni strategi pengungkapan (content analysis), reputasi, survei, dan
sosial audit. Strategi pengukuran dengan reputasi dan survey cenderung menggunakan
hasil penilaian lembaga penilai CSR independen atau standar penilaian yang baku,
90
sementara pengukuran dengan content analysis lebih subjektif dalam implementasinya.
Analisis sub-grup menunjukkan dengan pengukuran yang objektif hubungan CSR dan
kinerja keuangan adalah positif, sementara dengan pengukuran content analysis dan sosial
audit CSR tidak berhubungan dengan kinerja keuangan. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa
analisis hubungan CSR dan kinerja keuangan memiliki keterbatasan metode dan
pengukuran (Brammer & Millington, 2008). Hasil analisis ini menunjukkan diperlukannya
pengukuran yang lebih objektif dalam mengungkap hubungan CSR dan kinerja keuangan.
Hubungan CSR dan kinerja keuangan tidak terungkap dengan pengukuran CSR yang
subjektif.
pengukuran CSR dijelaskan oleh sangat ragamnya teknis pengukuran CSR (Griffin &
Mahon, 1997). Walaupun berdasarkan strategi nya pengukuran CSR dapat diklasifikasikan
dalam 4 strategi namun dalam implementasi nya pengukuran CSR dilakukan dengan sangat
beragam. Pengukuran CSR merupakan alasan yang paling fundamental atas ketidak
pastian hubungan CSR dengan kinerja keuangan (Mahoney & Roberts, 2007).
sebagai variabel pemoderasi yang menyebabkan heterogenitas hubungan CSR dan kinerja
hubungan CSR dan kinerja keuangan, sementara strategi pengukuran kombinasi pasar dan
akuntansi tidak mampu mengungkap hubungan CSR dan kinerja keuangan. Bahkan
hubungan CSR dengan kinerja keuangan menjadi semakin heterogen dengan strategi
pengukuran kinerja menjadi penyebab inkonsistensinya hasil penelitian mengenai CSR dan
kinerja keuangan (Carroll, 1991; Griffin & Mahon, 1997; Waddock & Graves, 1997; Wokutch
91
Tobins Q merupakan pengkuran kinerja keuangan berorientasi jangka panjang,
kinerja keuangan berorientasi jangka pendek. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan
CSR dan kinerja keuangan hanya mampu diungkapkan oleh strategi pengukuran kinerja
jangka pendek, sementara pengukuran yang berorientasi jangka panjang seperti Tobins Q
tidak mampu menjelaskan hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Bukti empiris ini
dalam waktu yang singkat. Pengaruh CSR filantropi dan tata kelola yang signifikan terhadap
kinerja keuangan mendukung bukti signifikannya hubungan CSR dan kinerja keuangan
pada pengukuran kinerja berorientasi jangka pendek. Filantropi dan CSR tata kelola
merupakan dimensi CSR yang paling mudah di identifikasi stakeholder dan meruapakan isu
terkini sehingga direspon dalam waktu yang singkat oleh stakeholder sehingga
Analis Meta secara aggregate dan analisis sub-grup menunjukkan hasil yang sangat
heterogen pada hampir semua pengujian yang dilakukan. Analisis Meta melakukan 24
pengujian dan hanya 4 pengujian yang menunjukkan homogenenitas yang tinggi hubungan
CSR dan kinerja keuangan,yakni: hasil pengujian pada dimensi keragaman, sub-group CSR
filantropi, hasil pengujian pada negara berkembang kelompok dimensi ketenagakerjaan dan
dimensi lingkungan. Sementara itu, pada 20 pengujian lain kemampuan varians error
menjelaskan varians observasi sangat rendah, bahkan pada umumnya di atas 20%.
terdahulu mengenai hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan karena nature
hubungan tersebut memang sangat kompleks (Macdonald & Maher, 2013). Luas dan
data CSR penelitian terdahulu tidak menggambarkan CSR secara komprehensif melainkan
data kontekstual CSR, baik kontekstual pada pengukuran, kontekstual pada bentuk dan
dimensi CSR, maupun kontekstual pada faktor institusi utamanya karakteristik negara.
92
Ragamnya pengukuran kinerja keuangan juga mempengaruhi inkonsistensi hasil penelitian
terdahulu mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Hasil analisis sub-group
observasi dijelaskan oleh varians error tidak lebih dari 15%. Tidak terdapatnya kesepakatan
mengenai pengukuran kinerja keuangan yang paling baik digunakan menjelaskan temuan
Hasil Analisis Meta ini memperkuat argumen bahwa analisis hubungan CSR dengan
kinerja keuangan tepat dilakukan dengan Analisis Meta. Penelitian individual akan
keterbatasan metode untuk menangkap karakteristik CSR yang kompleks dan pengukuran
kinerja keuangan yang ragam (Auperle et al., 1985; Griffin & Mahon, 1997). Analisis Meta
dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan tidak hanya berguna untuk menangkap
konsistensi hasil penelitian terdahulu yang telah banyak dilakukan, melainkan untuk
93
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Penelitian ini menguji hubungan CSR dengan kinerja keuangan menggunakan data
dari berbagai seting penelitian terdahulu, yakni dengan Analisis Meta. Terdapat 49 artikel
yang menghasilkan 55 konteks penelitian dipetakan dari penelitian terdahulu periode 1999
hingga 2017. Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh disimpulkan bahwa secara aggregate
dalam segala konteks CSR meningkatkan kinerja keuangan. Kesimpulan ini memiliki
generalisasi yang luas karena dilakukan pada berbagai setting data sehingga menangkap
berbagai konteks penelitian. Hasil analisis lebih lanjut menunjukan bahwa hubungan CSR
dan kinerja keuangan adalah sangat heterogen. Heterogenitas hubungan CSR dan kinerja
memperkuat atau memperlemah hubungan CSR dan kinerja keuangan, yakni: karakteristik
negara, keragaman bentuk dan dimensi CSR, keragaman pengukuran CSR, dan keragaman
keuangan. Hasil analisis meta membuktikan bahwa di negara maju CSR meningkatkan
kinerja keuangan, tetapi di negara berkembang CSR tidak meningkatkan kinerja keuangan.
Temuan ini membuktikan bahwa karakteristik negara dapat memperkuat atau memperlemah
hubungan CSR dan kinerja keuangan. CSR dimensi corporate governance dan filantropi
pada kinerja keuangan perusahaan. Akan tetapi, pada dimensi ketenagakerjaan, sosial dan
94
lingkungan ditemukan bahwa karakteristik negara terbukti memperkuat dan memperlemah
hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Di negara berkembang ke tiga dimensi CSR
tersebut berdampak positif terhadap kinerja keuangan, sementara di negara maju ke tiga
dimensi CSR tidak menghasilkan hubungan dampak yang signifikan terhadap kinerja
keuangan.
hubungan CSR dengan kinerja keuangan. Pada pengukuran CSR, strategi reputasi dan
strategi survei menghasilkan hubungan yang positif antara CSR dan kinerja keuangan,
sedangkan pada strategi pengukuran content analysis dan strategi pengukuran audit sosial
tidak menghasilkan hubungan yang signifikan antara CSR dan kinerja keuangan. Pada
dan strategi pengukuran persepsi menghasilkan hubungan yang positif antara CSR dan
kinerja keuangan, sementara strategi pengukuran kombinasi pasar dan akuntansi tidak
mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan dan faktor-faktor yang memoderasi
hubungan CSR dan kinerja keuangan. Hasil penelitian ini juga mengkonfirmasi bahwa
karakteristik natural hubungan CSR dan kinerja keuangan adalah sangat kompleks. Oleh
sebab itu, analisis hubungan CSR dengan kinerja keuangan harus dilakukan dengan
1. Hasil penelitian ini mengungkap heterogenitas hubungan CSR dan kinerja keuangan.
mengambil kesimpulan yang memiliki daya generalisasi yang baik bila analisis hubungan
CSR dan kinerja keuangan dilakukan dalam satu setting penelitian. Jika tujuan penelitian
adalah untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif hubungan CSR dan kinerja
keuangan maka Analisis Meta merupakan metode yang tepat untuk digunakan.
dan kinerja keuangan. Dalam menganalisis hubungan CSR dan kinerja keuangan faktor-
keuangan harus turut dianalisis untuk mendapatkan gambaran hubungan yang lebih
menggambarkan realitas.
3. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa untuk mengungkap hubungan CSR dan kinerja
keuangan secara komprehensif, maka Teori Stakeholder, Teori Legitimasi dan Teori Neo-
Institusional harus digunakan secara bersama-sama. Ketiga teori ini secara bersama-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CSR memiliki dampak finansial yang positif. Hasil
temuan ini diharapkan menjadi rujukan bagi pemerintah dan para pembuat kebijakan lainnya
memanfaatkan CSR perusahaan sebagai dana pembangunan. Hasil penelitian ini dapat
mendorong optimisme pemerintah dan para pembuat kebijakan CSR lainnya untuk
membuat regulasi dan kebijakan yang mendorong peningkatan praktik CSR sejalan dengan
96
perusahaan publik untuk melakukan training dan edukasi lainnya bagi masyarakat sekitar
1. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang positif CSR dan kinerja keuangan pada
masyarakat bahwa corporate governance adalah bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan
2. Hasil Analisis Meta menunjukkan bahwa isu ketenagakerjaan, isu sosial, dan isu
lingkungan direspon oleh stakeholder negara berkembang. Hal ini menunjukkan ketiga
isu ini penting artinya bagi stakeholder negara berkembang. Oleh sebab itu, untuk
mendapatkan legitimasi, ketiga isu tersebut harus mendapat perhatian yang baik bagi
1. Hasil Analisis Meta menunjukkan hubungan CSR dan kinerja keuangan yang sangat
heterogen. Penelitian ini telah berhasil menemukan 4 variabel pemoderasi yang menjadi
bentuk dan dimensi CSR, keragaman pengukuran CSR dan keragaman pengukuran
tetap menunjukkan hasil yang heterogen. Hal ini menunjukkan masih terdapat variabel
pemoderasi lain dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan. Penelitian selanjutnya
97
disarankan menemukan variabel pemoderasi lain dalam hubungan CSR dan kinerja
keuangan agar dihasilkan hubungan yang homogen antara CSR dan kinerja keuangan.
Oleh karena hubungan CSR dan kinerja keuangan tidak terlepas dari faktor-faktor
intitusional, variabel pemoderasi lain dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan dapat
2. Penelitian ini tidak melakukan analisis sub-group strategi pengukuran CSR dengan
prinsip dan nilai, karena kurangnya penelitian terdahulu yang menggunakan strategi
pengukuran dengan prinsip dan nilai. Penelitian selanjutnya dapat memperluas periode
menggunakan strategi pengukuran persepsi dan nilai, sehingga efek strategi pengukuran
3. Penelitian ini membatasi kriteria pengabilan sampel pada penelitian terdahulu yang
menggunakan model regresi. Model regresi hanya dapat mengolah variabel manifest
yang terobservasi secara langsung (observable variable) sementara banyak riset tentang
penelitian ini tidak menyaring artikel penelitian terdahulu dengan pemodelan riset CSR
dimensi dan kegiatan CSR, sehingga berpotensi menjadi faktor yang dapat
perbedaan dampak dalam hubungan CSR dan kinerja keuangan pada negara maju dan
negara berkembang.
99
DAFTAR PUSTAKA
Abiodun, B.Y. 2012. The Impact of Corporate Social Responsibility on Firms Profitability in
Nigeria, European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, 45
(2012), 39-51.
Afiff, S. & Anantadjaya, S.P.D. 2013. CSR & Performance: Any Evidence from Indonesian
LQ45?, Review of Integrative Business & Economics Research, 2 (1), 85-101.
Ahmed, K. & Courtis, J.K. 1999. Associations Between Corporate Characteristics and
Disclosure Levels in Annual Report: A Meta-Analysis, British Accounting Review,
31(1), 35-61.
Amaeshi, K. 2011. Different Markets for Different Folks: Exploring The Challenges of
Mainstreaming Responsible Investment Practices, Journal of Business Ethics, 92,
41-56.
Amaeshi, K M., Adi, B.C., Ogbechie, C. & Amao, O.O. 2006. Corporate Social Responsibility
in Nigeria: Western Mimicry or Indigenous Influences?, The Journal of Corporate
Citizenship, 24, 83-99.
Asraf, M., Khan, B. & Tariq, R. 2017. Corporate Social Responsibility Impact on Financial
Perfomance of Bank‘s : Evidence of Asian Countries, International Journal of
Academic Research in Business and Social Science, 7 (4), 618 – 632.
Aupperle, K.E., Carroll, A.B. & Hatfield J.D. 1985. An Empirical Examination of The
Relationship Between Corporate Social Responsibility and Profitability, The Academy
of Management Journal, 28 (2 ), 446 - 463.
Awan, A.G. & Saeed, S. 2015. Impact of CSR on Firm’s Financial Perfomance: A Case
Study of Ghee and Fertilizer Industry in Southern Punjab – Pakistan, European
Journal of Business and Management, 7 (7), 375 - 384
Bansal, P. & Roth, K.G. 2000. Why Companies Go Green: A Model of Ecological
Responsiveness, The Academy of Management Journal, 43 (4), 717-736.
100
Barnett, M.L. & Salomon, R.M. 2006. Beyond Dichotomy: The Curvilinear Relationship
Between Social Responsibility dan Financial Performance, Strategic Management
Journal, 27 (1), 1101-1122.
Baughn, C., Bodie, N. & McIntosh. 2007. Corporate Social and Environmental Responsibility
in Asian Countries and Other Geographical Regions, Corporate Social Responsibility
and Environmental Management, 14 (4), 189-205.
Beddewela, E. & Herzig, C. 2013. Corporate Social Reporting by MNCs’ Subsidiaries in Sri
Lanka, Accounting Forum, 37, 135-149.
Beliveau, B., Cottrill, M. & Hugh, M.O. 1994. Predicting Corporate Social Responsiveness: a
Model Drawn from Three Perspectives, Journal of Business Ethics, 13 (9), 731-738.
Berghe, L.V.D. & Louche, C. 2005. The Link Between Corporate Governance and Corporate
Social Responsibility in Insurance, The Geneva Papers on Risk and Insurance -
Issues and Practice, 30 (3), 425-442
Bichta, C. 2003. Corporate Socially Responsible Industry (CSR) Practices in The Context of
Greek, Social Responsibility and Environmental Management, 10, 12-24.
Billings, B.K. 1999. Revisiting The Relation Between The Default Risk of Debt dan The
Earnings Response Coefficient, The Accounting Review, 74 (4), 509-522.
Bird, R., Hall, A.D., Momentè, F. & Reggiani, F. 2007. What Corporate Social Responsibility
Activities Are Valued by The Market?, Journal of Business Ethics, 76 (2), 189-206.
Bondy, K. 2008. The Paradox of Power in CSR: A Case Study of Implementation, Journal of
Business Ethics, 82 (2), 307-323.
Borenstein, M.J., Hedges, L.V., Higgins, J.P.T. & Rothstein, H.R. 2009. Introduction to
Meta Analysis, Chichester UK: Wiley.
Bowen, H.R. 1953. The Social Responsibilities of The Businessman, New York: Harper and
Row.
Bowman, E.H. & Haire, M. 1975. A Strategic Posture Toward Corporate Social
Responsibility, California Management Review, 18 (2), 49-58.
Bragdon, J.H.Jr. & Marlin, J.A.T. 1972. Is Pollution Profitable?, Risk Magement 19, 9-18.
Brammer, S., Jackson, G. & Matten, D. 2012. Corporate Social Responsibility and
Institutional Theory: New Perspectives on Private Governance, Socio - Economic
Review 10, 3–28
101
Brammer, S., Brooks, C. & Pavelin, S. 2006. Corporate Social Performance and Stock
Returns: UK Evidence from Disaggregate Measures, Financial Management, 35 (3),
97-116.
Branco, M.C. & Rodrigues, L.L. 2006. Corporate Social Responsibility and Resource-Based
Perspectives, Journal of Business Ethics, 69 (2), 111-132.
Brummer, J. 1991. Corporate Responsibility and Legitimacy, New York: Greenwood Press.
Burke, L. & Logsdon, J. 1996. How Corporate Social Responsibility Pays Off, Long Range
Planning, 29 (4), 495–502.
Campbell, J.L. 2006. Institutional Analysis and The Paradox of Corporate Social
Responsibility, American Behavioral Scientist, 49, 925-938.
Carpenter, V.L. & Feroz, E.H. 2001. Institutional Theory and Accounting Rule Choice, An
Analysis of Four US Government’s Decision to Adopt Generally Accepted Accounting
Principles, Accounting, Organizations and Society 26, 565-596.
Carroll, A.B. 2008. A History of Corporate Social Responsibility: Concepts and Practices. In
Crane A., McWilliams, A., Matten, D., Moon, J & Siegel, D. (eds) The Oxford
Handbook of Corporate Social Responsibility (19-46), England: Oxford University
Press
Carroll, A.B. 1991. The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward The Moral
Management of Organizational Stakeholders, Business Horizons, 34, 39-48.
Carrón, M.P., Thomsen, P.L., Chan, A., Muro, A. & Bhushan, C. 2006. Critical
Perspectives on CSR and Development: What We Know, What We Don't Know, and
What We Need to Know, International Affairs (Royal Institute of International Affairs,
82 (5), 977-987.
Chapple, W. & Moon, J. 2005. Corporate Social Responsibility (CSR) in Asia: A Seven
Country Study of CSR Website Reporting, Business and Society, 44 (4), 415-441.
Cheung, Y.L., Tan, W., Ahn, H.J. & Zhang, Z. 2010. Does Corporate Social Responsibility
Matter in Asian Emerging Markets?, Journal of Business Ethics, 92 (3), 401-413.
Chih, H.L., Chih, H.H. & Chen, T.Y. 2010. On The Determinants of Corporate Social
Responsibility: International Evidence on The Financial Industry, Journal of Business
Ethics, 93 (1), 115-135.
102
Chih, H.L., Shen, C.H. & Kang, F.C. 2008. Corporate Social Responsibility, Investor
Protection, dan Earnings Management: Some International Evidence, Journal of
Business Ethics, 79 (1/2), 179-198.
Clemens, E.S. & Cook, J.M. 1999. Politics and Institutionalism: Explaining Durability and
Change, Annual Review of Sociology, 25, 441-466.
Cowen, S., Ferreri. L.D. & Parker, L.D. 1987. The Impact of Corporate Characteristics on
Social Responsibility Disclosure: A Typology dan Frequency Based Analysis,
Accounting, Organization and Society, 12 (2), 111-122.
Crisostomo, V.L., Freire, F.S., & Vasconcellos, F.C. 2011. Corporate Social Responsibility,
Firm Value, and Financial Perfomance in Brazil, Social Responsibility Journal, 7 (2),
295 – 309.
Dacin, M.T., Goodstein, J. & Scott, W.R. 2002. Institutional Theory and Institutional
Change: Introduction to The Special Research Forum, Academy of Management
Journal, 45 (1), 45-57.
Davis, K. 1973. The Case For and Against Business Assumption of Social Responsibilities,
Academy of Management Journal, 16, 312-322.
Deegan, C., Rankin, M. & Voght, P. 2000. Firms Disclosure Reactions to Major Social
Incidents: Australian Evidence, Accounting Forum, 24 (1), 101-130.
DeOliveira, J.A.P. 2006. Corporate Citizenship in Latin America: New Challenges for
Business, The Journal of Corporate Citizenship, 21, 17-20.
DiMaggio, P.J. & Powell, W.W. (Eds.). 1991. The New Institutionalism in Organisational
Analysis, Chicago: The University of Chicago Press.
Donaldson, T. & Preston, L.E. 1995. The Stakeholder Theory of The Corporation:
Concepts, Evidence, and Implications, The Academy of Management Review, 20
(1), 65-91.
Du, S., Vieira, E.T. 2012. Striving for Legitimacy Through Corporate Social Responsibility:
Insights from Oil Companies, Journal of Business Ethics, 110 (4), 413-427.
103
Ewing, M.T. & Windisch, L.E. 2007. Contemporary Corporate Social Responsibility in China:
An Extension of Confucian Philosophy?, Asian Business and Economics Research
Unit Discussion Paper 44, Monash University.
Falck, O. & Heblich, S. 2007. Corporate Social Responsibility: Doing Well by Doing Good,
Business Horizons, 50, 247-254.
Fauzi, H., Mahoney, L.S. & Rahman, A.A. 2007. The Link Between Corporate Social
Performance and Financial Performance: Evidence from Indonesian Companies,
Issues in Social and Environmental Accounting, 1 (1), 149-159.
Fernandez, M.R. 2016. Social Responsibility and Financial Perfomance, The Role of Good
Corporate Governance, Business Research Quarterly, 19, 137 – 151.
Fernando, S. & Lawrence, S. 2014. A theoretical Framework for CSR Practices: Integrating
Legitimacy Theory, Stakeholder Theory and Institutional Theory, The Journal of
Theoretical Accounting 10 (1), 149-178
Filbeck, G. & Gorman, R.F. 2004. The Relationship Between The Environmental and
Financial Performance of Public Utilities, Environmental and Resource Economics,
29, 137-157.
Fiori, G., Donato, F.D.D. & Izzo, M.F. 2007. Corporate Social Rersponsibility and Firms
Perfomance An Analysis on Italian Listed Companies,
http://ssrn.com/abstract=1032851.
Fogler, H.R. & Nutt, F. 1975. A Note on Social Responsibility and Stock Valuation,
Academy of Management Journal, 18, 155-160.
Fombrun, C. & Shanley, M. 1990. What’s in a Name? Reputation Building and Corporate
Strategy, Academy of Management Journal, 33, 233-258.
Freeman, R.E. 2004. The Stakeholder Approach Revisited. Zeitschrift für Wirtschafts- und
Unternehmensethik, 5 (3), 228-254. http://nbn-resolving.de/urn:nbn:de:0168-ssoar-
347076.
Friedman, M. 1970, September 13. The Social Responsibility of Business Is to Increase Its
Profi ts, New York Times Magazine.
Fryxell, G.E. & Wang, J. 1994. The Fortune Corporation Reputation Index: Reputation for
What?, Journal of Management, 20 (1), 1-14.
Garay, L. & Font, X. 2012. Doing Good To Do Well? Corporate Social Responsibility
Reasons, Practices and Impacts in Small and Medium Accommodation Enterprises,
International Journal of Hospitality Management, 31, 329-337.
104
Gerson, B. 2007. CSR Best Practices, China Business Review, May-June, 20-25.
Godfrey, P.C. 2005. The Relationship Between Corporate Philanthropy and Shareholder
Wealth: a Risk Management Perspective, Academy of Management Review, 30 (4),
777-798.
Goll, I. & Rasheed, A.A. 2004. The Moderating Effect of Environmental Munificence and
Dynamism on The Relationship Between Discretionary Social Responsibility and
Firm Performance, Journal of Business Ethics, 49 (1), 41-54.
Gomez, P.S., Camões, S. & Carvalho, J.B. 2010. Effects of Performance Measurement
Practices on Public Performance: Evidence from Portuguese Central Government,
Prosiding 32nd EGPA Annual Conference: Temporalities, Public Administrations and
Public Policies.
Gray, R. 2010. Is Accounting for Sustainability Actually Accounting for Sustainability and
How Would We Know? An Exploration of Narratives of Organisations and The
Planet, Accounting, Organizations and Society, 35, 47-62.
Griffin, J.J. & Mahon, J.F. 1997. The Corporate Social Performance and Corporate Financial
Performance Debate, Business and Society, 36 (1), 5-31.
Greening, D.W. & Turban, D.B. 2000. Corporate Social Perfomance as A Competitive
advantage In attracting a Quality Workforce, Business & Society, 39 (3), 254-180
Grosbois, D.D. 2012. Corporate Social Responsibility Reporting by The Global Hotel
Industry: Commitment, Initiatives and Performance, International Journal of
Hospitality Management, 31, 896-905.
Grougiou, V., Leventis, S., Dedoulis, E. & Ansah, S.O. 2014. Corporate Social Responsibility
and Earnings Management in U.S. Banks, Accounting Forum, 38: 155-169.
Harjoto, M. & Jo, H. 2011. Corporate Governance and CSR Nexus, Journal of Business
Ethics, 100, 45-67.
Hay, D.C., Knechel, W.R. & Wong, N. 2006. Audit Fees: A Meta-Analysis of The Effect of
Supply and Demand Attributes, Contemporary Accounting Research, 23 (1), 141-
191.
Hermawan, M.S. & Mulyawan, S.G. 2014. Profitability and Corporate Social Responsibility :
An Analysis of Indonesia’s Listed Company, Asia Pacific Journal of Accounting and
Finance, 3 (1), 15-31.
Hess, D., Rogovsky, N. & Dunfee, T. 2002. The Next Wave of Corporate Community
Involvement: Corporate Social Initiatives, California Management Review, 44 (2),
110-125.
105
Higgins, J.P.T., Thompson, S.G., Deeks, J.J. & Altman, D.G. 2003, Measuring inconsistency
in meta-analyses, British Medical Journal, 327, 557-560
Hill, R.P., Ainscough, T., Shank, T. & Mannullang, D. 2007. Corporate Social Responsibility
and Socially Responsible Investing: A Global Perspective, Journal of Business
Ethics, 70 (2), 165 -174
Hillman, A.J. & Keim, G.D. 2001. Shareholder Value, Stakeholder Management, and Social
Issues: What's The Bottom Line? Strategic Management Journal, 22 (2), 125-139.
Hogan, K., Olson, G.T. & Sharma, R. 2014. The Role of Corporate Philanthropy on Ratings
of Corporate Social Responsibility and Shareholder Return, Journal of Leadership,
Accountability and Ethics,11 (3), 108-126.
Huang, S.K. & Yang, C.L. 2014. Corporate Social Perfomance: Why it Matters? Case of
Taiwan, Chinese Management Studies, 8 (4), 704 - 716.
Huang, X.B. & Watson, L. 2015. Corporate Social Research in Accounting, Journal of
Accounting Literature, 34 (2015), 1-16.
Hunter, J.E. & Schmidt, F.L. 1990. Methods of Meta Analysis: Correction Error and Bias in
Research Findings, Beverly Hills, CA: Sage.
Hunter, J. E., Schmidt, F. L., & Jackson, G. B. 1982. Meta-analysis: Cumulating research
findings across studies, Beverly Hills, CA: Sage.
Husted, B.W. & Allen, D.B. 2009. Strategic Corporate Social Responsibility and Value
Creation: A Study of Multinational Enterprises in Mexico, Management International
Review, 49 (6), 781-799.
Husted, B.W. & Allen, D.B. 2006. Corporate Social Responsibility in The Multinational
Enterprise: Strategic and Institutional Approaches, Journal of International Business
Studies, 37 (6), 838-849.
Husted, B.W. 2000. A Contingency Theory of Corporate Social Perfomance, Business and
Society, 39 (1), 24-48.
Hutchins, M.J. & Sutherland, J.W. 2008. An Exploration of Measures of Social Sustainability
and Their Application to Supply Chain Decisions, Journal of Cleaner Production, 16,
1688-1698.
Inoue, Y. & Lee, S. 2011. Effects of Different Dimensions of Corporate Social Responsibility
on Corporate Financial Performance in Tourism-Related Industries, Tourism
Management, 32 (2011), 790-804.
Islam, M.A. & Deegan, C. 2008. Motivations for An Organisation within a Developing
Country to Report Social Responsibility Information: Evidence from Bangladesh,
Accounting, Auditing & Accountability Journal, 21(6), 850-87.
Ittner, C.D., Larcker, D.F. & Meyer, M.W. 2003. Subjectivity and The Weighting of
Performance Measures: Evidence from a Balanced Scorecard, The Accounting
Review, 78 (3), 725-758.
106
Ittner, C.D. & Larcker, D.F. 1998. Are Nonfinancial Measures Leading Indicators of
Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction, Journal of Accounting
Research, 36, 1-35.
Jackson, I. & Nelson, J. 2004. Values-Driven Performance: Seven Strategies for Delivering
Profits with Principles, Working Paper of The Corporate Social Responsibility
Initiative, Kennedy School of Government, Working Paper No. 7.
Jamali, D., Safieddine, A.M. & Rabbath, M. 2008. Corporate Governance and Corporate
Social Responsibility Synergies and Interrelationships, Corporate Governance, 16
(5), 443-459.
Jamali, D. & Mirshak, R. 2007. Corporate Social Responsibility (CSR): Theory and Practice
in a Developing Country Context, Journal of Business Ethics, 72 (3), 243-262.
Jang, J.I., Lee, K.. & Choi, H.S. 2013. The Relation Between Corporate Social
Responsibility and Financial Performance: Evidence from Korean Firms, Pan Pacific
Journal of Business Research, 4 (2), 3-17.
Jensen, M.C. 2001. Value Maximisation, Stakeholder Theory, and Corporate Objective
Function, European Financial Management, 7 (3), 297-317.
Jensen & Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and
Ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3 (4), 305-360.
Jhon, E.A., Jhon A.O., & Adedayo, O.E. 2013. Corporate Social Responsibility and Financial
Perfomance: Evidence from Nigerian Manufacturing Sector, Asian Journal of
Management Research, 4 (1), 153 – 162.
Jo, H. & Harjoto, M.A. 2011. Corporate Governance and Firm Value: The Impact of
Corporate Social Responsibility, Journal of Business Ethics, 103 (3), 351-383.
Kan, P.W. 2012. Corporate Social Responsibility: A Profitable Alternative, New York:
University at Albany, State University of New York.
Kang, K.H., Lee, S. & Huh, C. 2010. Impacts of Positive and Negative Corporate Social
Responsibility Activities on Company Performance in The Hospitality Industry,
International Journal of Hospitality Management, 29, 72-82.
Kanwal, M., Khanam, F., Nasreen, S. & Hameed, S. 2013. Impact of Corporate Social
Responsibility on The Firm’s Financial Performance, IOSR Journal of Business and
Management (IOSR-JBM), 14 (5), 67-74.
Kaplan, R.S. & Norton, D.P. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into
Action, Boston: Harvard Business School Press.
Kaplan, S.E. & Ruland, R.G. 1991. Positive Theory, Rationality and Accounting Regulation,
Critical Perspectives on Accounting, 2 (4), 361-374.
107
Karagiorgos, T. 2010. Corporate Social Responsibility and Financial Perfomance, European
Research Studies, 13 (4), 86 – 108.
Kelana, S. & Wijaya, C. 2007. Harga Pasar dan Harga Buku, Jurnal Akuntansi, 4 (2), 1-7.
Kemper, J., Schilke, O., Reimann, M., Wang, X. & Brettel, M. 2013. Competition-Motivated
Corporate Social Responsibility, Journal of Business Research, 66, 1954-1963.
Kimber, D. & Lipton, P. 2005. Corporate Governance and Business Ethics in The Asia-
Pacific Region, Business & Society, 44 (2), 178-210.
Kolk, A. & Tulder, R.V. 2010. International Business, Corporate Social Responsibility and
Sustainable Development, International Business Review, 19, 119-125.
Krishnan, R., Luft, J.L. & Shields, M.D. 2005. Effects of Accounting-Method Choices on
Subjective Performance-Measure Weighting Decisions: Experimental Evidence on
Precision and Error Covariance, The Accounting Review, 80 (4), 1163-1192.
Kumar, S. & Tiwari, R. 2011. Corporate Social Responsibility: Insights Into Contemporary
Research. The IUP Journal of Corporate Governance, 10 (1), 22-44.
Laan, G.V.D., Ees, H.V. & Witteloostuijn, A.V. 2008. Corporate Social and Financial
Performance: An Extended Stakeholder Theory, and Empirical Test with Accounting
Measures, Journal of Business Ethics, 79 (3), 299-310.
Lee, S. & Park, S.Y. 2010. Financial Impacts of Socially Responsible Activities on Airline
Companies, Journal of Hospitality & Tourism Research, 34 (2), 185-203.
Lee, S., Singal, M., & Kang, K.H. 2013. The Corporate Social Responsibility – Financial
Perfomance Link in The U.S. Restaurant Industry: Do Economic Conditions Matter? ,
International Journal of Hospitality Management, 32 (2013), 2-10.
Lioui, A. & Sharma, Z. 2012. Environmental Corporate Social Responsibility and Financial
Perfomance: Disentangling Direct and Indirect Effects, Ecological Economics, 78
(2012), 100-111.
Li, S. & Filer, L. 2004. Governance Environment and Mode of Investment, Paper Presented
at The Academy of International Business Annual Meeting,Stockholm, Sweden.
Li, S., Fetscherin, M., Alon, I., Lattemann, C. & Yeh, K. 2010. Corporate Social
Responsibility in Emerging Markets: The Importance of The Governance
Environment, Management International Review, 50 (5), 635-654.
108
Lin, C.H., Yang, H.L., & Liou, D.Y. 2009. The Impact of Corporate Social Responsibility on
Financial Perfomance: Evidence from Business in Taiwan, Technology in Society, 31
(2009), 56-63.
Lipsey, M.W. & Wilson, D.B. 2001. Practical Meta-Analysis. Applied Sosial Reserach
Methods, California: Sage Publications, Inc.
Luo, X. & Bhattacharya, C.B. 2006. Corporate Social Responsibility, Customer Satisfaction,
and Market Value, Journal of Marketing, 70 (4), 1-18.
Macdonald, J.B. & Maher, M. 2013. The Relationship Between Equity Dependence and
Environmental Performance, Journal of Leadership, Accountability and Ethics, 10 (2),
35-45.
Mahoney, L. & Roberts, R.W. 2007. Corporate Social Perfomance, Financial Perfomance
and Institutional Ownership in Canadian Firms, Accounting Forum, 31 (2007), 233-
253.
Maignan, I. & Ferrell, O.C. 2004. Corporate Social Responsibility and Marketing: An
Integrateve Framework, Journal of The Academy of Marketing Science, 31 (1), 3-19.
Makni, R., Francoeur, C. & Bellavance, F. 2009, Causality Between Corporate Social
Perfomance and Financial Perfomance: Evidence from Canadian Firms, Journal of
Business Ethics, 89 (3), 409 – 422.
Margolis, J.D. & Walsh, J.P. 2003. Misery Loves Companies: Rethinking Social Initiatives
by Business, 268/Administrative Science Quarterly, 48, 268-305
Marom, I.Y. 2006. Toward a Unified Theory of The CSP-CFP Link, Journal of Business
Ethics, 67 (2), 191-200.
McGuire, J., Dow, S., & Argheyd, K. 2003. CEO Incentives and Corporate Social
Performance. Journal of Business Ethics, 45, 341-359.
McGuire, J.B., Sundgren, A.. & Schneeweis, T. 1988. Corporate Social Responsibility and
Firm Financial Performance, The Academy of Management Journal, 31 (4), 854-872.
McWilliams, A., Siegel, D.S. & Wright, P.M. 2006. Corporate Social Responsibility:Strategic
Implications, Journal of Management Studies, 43 (1), 1-18.
McWilliams, A. & Siegel, D. 2001. Corporate Social Responsibility: A Theory of The Firm
Perspective, The Academy of Management Review, 26 (1), 117-127.
109
McWilliams, A. & Siegel, D. 2000. Corporate Social Responsibility and Financial
Performance: Correlation or Misspecification? Strategic Management Journal, 21 (5),
603-609.
Mehar, A. & Rahat, F. 2007. Impact of Corporate Social Responsibility on Firm’s Financial
Performance, South Asian Journal of Management Sciences, 1 (1), 16-24.
Mellahi, K. & Wood, G. 2003. The Role and Potential of Stakeholders in Hollow
Participation, Business & Society Review ,108, 183 - 202.
Mengus, B. & Ozanne, L.K. 2005, Challenges of the “Green Imperative”: A Natural
Reseource- Base Approach to The Environmental Orientation – Business Perfomance
relationsip, Journal of Business Research, 58 (2005), 430-438.
Meyer, J.W. & Rowan, B. 1977. Institutionalized Organizations: Formal Structure as Myth
and Ceremony, American Journal of Sociology, 83 (2), 340-63.
Michelon, G., Boesso, G. & Kumar, K. 2013. Examining The Link Between Strategic
Corporate Social Responsibility and Company Performance: An Analysis of The Best
Corporate Citizens, Corporate Social Responsibility Environmental Management, 20,
81-94.
Midttun, A., Gautesen, K. & Gjølberg, M. 2006. The Political Economy of CSR in Western
Europe, Corporate Governance International Journal of Business in Society, 6 (4),
369-385.
Mishra, S. & Suar, D. 2010. Does Corporate Social Responsibility Influence Firm
Performance of Indian Companies?, Journal of Business Ethics, 95 (4), 571-601.
Moon, J. & Shen, X. 2010. CSR in China Research: Salience, Focus and Nature, Journal of
Business Ethics, 94 ( 4), 613-629.
Muller, A. & Kräussl, R. 2011. The Value of Corporate Philanthropy During Times of Crisis:
The Sensegiving Effect of Employee Involvement, Journal of Business Ethics, 103 (2),
203-220
Murphy, P.E. & Schlegelmilch, B.B. 2013. Corporate Social Responsibility and Corporate
Social Irresponsibility: Introduction to a Special Topic Section, Journal of Business
Research, 66, 1807-1813.
Okamoto, D. 2009. Social Relationship of a Firm and The CSP-CFP Relationship in Japan:
Using Artificial Neural Networks, Journal of Business Ethics, 87 (1), 117-132.
Orlitzky, M., Schmidt, F.L. & Rynes, S.L. 2003. Corporate Social and Financial Performance:
A Meta-analysis, Organization Studies, 24 (3), 403-441.
Palmer, D., Biggart, N. & Dick, B. 2008. Is the New Institutionalism a Theory?,
https://www.researchgate.net/publication/259043106.
Panwar, R., Paul, K., Nybakk, E., Hansen, E. & Thompson, D. 2013. The legitimacy of CSR
Actions of Publicly Traded Companies, Journal of Business Ethics, 125 (3), 481-496.
Park, B. II. & Ghauri, P.N. 2015. Determinants Influencing CSR Practices in Small and
Medium Sized MNE Subsidiaries: A Stakeholder Perspective, Journal of World
Business, 50, 192-204.
Park, B.II., Chidlow, A.. & Choi, J. 2014. Corporate Social Responsibility: Stakeholders
Influence on MNEs’ Activities, International Business Review, 23, 966-980.
Parket, I.R. & Eilbirt, H. 1975. Social Responsibility: The Underlying Factors, Business
Horizon, 18, 5-10.
Perrini, F., Russo, A., Tencati, A. & Vurro, C. 2011. Deconstructing The Relationship
Between Corporate Social and Financial Performance, Journal of Business Ethics,.
102 (1), 59-76.
Peters, B.G. 2000. Institutional Theory: Problems and Prospects, Institute for Advanced
Studies Viena: Political Science Series 69.
Porter, M. & Kramer, M. 2006. Strategy and Society: The Link Between Competitive
Advantage and Corporate Social Responsibility, Harvard Business Review, 85 (12), 1-
14.
Porter, M.E. & Linde, C.V.D. 1995. Toward a New Conception of The Environment-
Competitiveness Relationship, The Journal of Economic Perspectives, 9 (4), 97-118.
Powell, W.W. 2007. The New Institutionalism to Appear in The International Encyclopedia of
Organization Studies, California: Sage Publishers.
111
Quazi, A., Rahman, Z. & Keating, B. 2007. A Developing Country Perspective of Corporate
Social Responsibility: A Test Case of Bangladesh,
http://ro.uow.edu.au/commpapers/2983.
Rettab, B., Brik, A.B. & Mellahi, K. 2009. A Study of Management Perceptions of The
Impact of Corporate Social Responsibility on Organisational Performance in Emerging
Economies: The Case of Dubai, Journal of Business Ethics, 89 (3), 371-390.
Roper, J. & Weymes, E. 2007. Reinstating The Collective: A Confucian Approach to Well-
Being and Social Capital Development in a Globalised Economy, Journal of Corporate
Citizenship, 26, 135-144.
Rudolph, P.H. 2005. In Corporate Social Responsibility: The Corporate Governance of The
21st century, Ramon Mullerat Eds, Netherlands: Kluwer Law International.
Saeidi, S. P., Sofian, S., Saeidi, P., Saeidi, S. P. & Saaeidi, S. A. 2014. How Does Corporate
Social Responsibility Contribute to Firm Financial Performance? The Mediating Role of
Competitive Advantage, Reputation, and Customer Satisfaction. Journal of Business
Research, 68, 341-350.
Saiia, D.H., Carroll, A.B. & Buchholtz, A.K.. 2003. Philanthropy as Strategy: When
Corporate Charity Begins at Home, Business & Society, 42 (2), 169-201.
Sayekti, Y. & Wondabio, L.S. 2007. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earnings
Response Coefficient (suatu Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta), Prosiding Simposium Nasional Akuntansi X.
Schreck, P. 2011. Reviewing The Business Case for Corporate Social Responsibility: New
Evidence and Analysis, Journal of Business Ethics, 103 ( 2), 167-188.
Schwartz, N. 2010, Desember 13. Survey Shows Unremarkable Cancer Rate in CA Town,
The Boston Globe.
Seifert, B., Morris, S.A. & Bartkus, B.R. 2004. Having, Giving, and Getting:Slack Resources,
Corporate Philanthropy,and Firm Financial Performance, Business & Society, 43 (2),
135-161.
Seifert, B., Morris, S.A. & Bartkus, B.R. 2003. Comparing Big Givers and Small Givers:
Financial Correlates of Corporate Philanthropy, Journal of Business Ethics, 45 (3),
195-211.
Sen, S., Bhattarcharya, C.B. & Korschun, D. 2016, The Role of Corporate Social
Responsibility In Strengthening Multiple Stakeholder Relationships: A Field
Experiment, Journal of The Academy of Marketing Science, 34 (2), 158-166.
112
Seo, C.J., Min, K.Y. & Chongwoo, C. 2010. Corporate Social Responsibility and Corporate
Financial Perfomance: Evidence from Korea, Munic Personal Repec Archive Paper
No. 22159, http://mpra.ub.uni-muenchen.de/22159.
Sethi, S.P. 1979. A Conceptual Framework for Environmental Analysis of Social Issues and
Evaluation of Business Response Patterns. Academy of Management Review, 4, 63-
74.
Shen, C.H. & Chang, Y. 2009. Ambition Versus Conscience, Does Corporate Social
Responsibility Pay Off? The Application of Matching Methods, Journal of Business
Ethics, 88 (1), 133-153.
Smith, C.N. 1994. The New Corporate Philanthropy, Harvard Business Review, 72 (3), 105-
116.
Sprinkle, G.B. & Maines, L.A. 2010. The Benefits and Costs of Corporate Social
Responsibility, Business Horizons, 53, 445-453.
Stanwick, P.A. & Stanwick, S.D. 1998. The Relationship Between Corporate Social
Performance, and Organizational Size, Financial Performance, and Environmental
Performance: An Empirical Examination, Journal of Business Ethics, 17, 195-204.
Surroca, J., Tribo, J.A. & Waddock, S. 2010. Corporate Responsibility and Financial
Perfomance: The Role of Intangible Resources, Strategic Management Journal, 31
(5), 463-490.
Taysir, E.A. & Pazarcik, Y. 2013. Business Ethics, Social Responsibility and Corporate
Governance: Does The Strategic Management Field Really Care About These
Concepts?, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 99, 294-303.
Tilling, M. 2004. Communication at The Edge: Voluntary Social and Environmental Reporting
in The Annual Report of a Legitimacy Threatened Corporation. APIRA Conference
Proceedings.
Torugsa, N.A., O’Donohue, W. & Hecker, R. 2012. Capabilities, Proactive CSR and
Financial Perfomance in SME’s: Empirical Evidence from an Australian
Manufacturing Industry Sector, Journal of Business Ethics, 109 (2012), 483 – 500.
Uadiale, O.M. & Fagbemi, T.O. 2012. Corporate Social Responsibility and Financial
Performance in Developing Economies: The Nigerian Experience, Journal of
Economics and Sustainable Development, 3 (4), 44-55.
113
Undang-Undang No.40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas.
Valiente, J.M.A., Ayerbe, C.G. & Figueras, M.S. 2012. Social Responsibility Practices and
Evaluation of Corporate Social Performance, Journal of Cleaner Production, 35, 25-
38.
Berghe, L.V.D. & Louche, C. 2005. The Link Between Corporate Governance and
Corporate Social Responsibility in Insurance, The Geneva Papers on Risk and
Insurance: Issues and Practice, 30 (3), 425-442.
Vázquez, D.G. & Hernandez, S.M.I. 2014. Measuring Corporate Social Responsibility for
Competitive Success at a Regional Level, Journal of Cleaner Production, 72 (2014),
14-22.
Verschoor, C.C. 1998. A Study of The Link Between as Corporation’s Financial Performance
and Its Commitment to Ethics, Journal of Business Ethics, 17, 1509-1516.
Waddock, S.A. & Graves, S.B. 1997. The Corporate Social Performance – Financial
Performance link, Strategic Management Journal, 18 (4), 303-320.
Wang, H. & Qian, C. 2011. Corporate Philanthropy and Corporate Financial Performance:
The Roles of Stakeholder Response and Political Access, Academy of Management
Journal, 54 (6), 1159-1181.
Wang, H., Choi, J. & Li, J. 2008. Too Little or Too Much? Untangling The Relationship
Between Corporate Philanthropy and Firm Financial Performance, Organization
Science, (1), 143-159.
Wang, M., Qiu, C. & Kong, D. 2011. Corporate Social Responsibility, Investor Behaviors,
and Stock Market Returns: Evidence from Natural Experiment in China, Journal of
Business Ethics, 101 (1), 127-141.
Weber, M. 2008. The Business Case for Corporate Social Responsibility: A Company-Level
Measurement Approach for CSR, European Management Journal, 26, 247-261.
Welford, R. 2004. Corporate Social Responsibility in Europe and Asia: Critical Elements and
Best Practice, Journal of Corporate Citizenship, 13 (1), 31-47.
Wiig, A. & Kolstad, I. 2010. Multinational Corporations and Host Country Institutions: A
Case Study of CSR Activities in Angola, International Business Review, 19 (2), 178-
190.
Williams, R.J. & Barrett, J.D. 2000. Corporate Philanthropy, Criminal activity, and Firm
Reputation: Is There a Link? Journal of Business Ethics, 26, 341-350.
114
Windsor, D. 2013. Corporate Social Responsibility and Irresponsibility: A Positive Theory
Approach, Journal of Business Research, 66, 1937-1944.
Wokutch, R. E. & McKinney, E.W. 1991. Behavioral and Perceptual Measure of Corporate
Social Performance, Research in Corporate Social Performance and Policy, 12: 309-
330.
Yang, F.J., Lin, C.W. & Chang, Y.N. 2010. The Linkage Between Corporate Social
Perfomance and Corporate Financial Perfomance, African Journal of Business
Management, 4 (4), 406-413.
Zheng, Q., Luo, Y. & Maksimov, V. 2014. Achieving Legitimacy Through Corporate Social
Responsibility: The Case of Emerging Economy Firms, Journal of World Business,
687, 1-15.
115
LAMPIRAN 1. SAMPEL PENELITIAN
1 Afiff & Anantadjaya CSR & Performance: Any Rev. Integr. Bus. Econ. 2004 - 104 Indonesia
(2013) Evidence from Indonesian LQ45? Res., Vol. 2 (1): 85 -101 2011
2 Abiodun (2012) The Impact of Corporate Social European Journal of 1999 - 100 Nigeria
Responsibility on Economics, Finance and 2008
Administrative Sciences
Issue, 45: 39 - 51
3 Brammer et al. (2006) Corporate Social Performance Financial Management, Vol. 2002 451 Ingris
and Stock Returns: UK Evidence 35 (3): 97 - 116
from Disaggregate Measures
4 Fauzi et al. (2007) The Link between Corporate Issues in Social and 2002 - 383 Indonesia
Social Perfomance and Financial Environmental Accounting, 2003
Perfomance: Evidence from Vol. 1 (1):149-159
Indonesian Companies
6 Garay & Font (2012) Doing good to do well? Corporate International Journal of 2010 400 Catalonia
social responsibility reasons, Hospitality Management,
practices and 31: 329 – 337
116
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
7 Hogan et al. (2014) The Role of Corporate Journal of Leadership, 2003 - 540 Bloomberg
Philanthropy on Ratings of Accountability and Ethics, 2011
Corporate Social Responsibility Vol. 11 (3): 108 - 125
and Shareholder Return
8 Cheung et al. (2010) Does Corporate Social Journal of Business Ethics, 2001 - 1188 Asian
Responsibility Matter in Asian Vol. 92 (3): 401- 413 2004 Emerging
Emerging Markets?
10 Elsayed & Paton (2005) The impact of environmental Structural Change and 1994 - 227 Ingris
performance on firm performance: Economic Dynamics, 16 2000
static and dynamic panel data (2005): 395 – 412
evidence
11 Filbeck & Gorman The Relationship between the Environmental and 1997 - 24 IRRC/S&P 500
(2004) Environmental and Financial Resource Economics, 29: 2002
Perfomance 0f Public utilities 137–157
12 Huang & Yang (2014) Corporate social performance: Chinese Management 2005 - 71 Taiwan
Why it Matters? Case of Taiwan Studies, Vol. 8 (4): 704 - 2011
716
13a Inoue & Lee (2011) - Effects of different dimensions of Tourism Management, 32 1991 - 73 KLD stat dan
Airline corporate social responsibility on (2011): 790 - 804 2007 Compustat
corporate Financial Perfomance in
Tourism Related Industry
117
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
13b Inoue & Lee (2011) - Effects of different dimensions of Tourism Management, 32 1991 - 59 KLD stat dan
Casino corporate social responsibility on (2011): 790 - 804 2007 Compustat
corporate Financial Perfomance in
Tourism Related Industry
13c Inoue & Lee (2011) - Effects of different dimensions of Tourism Management, 32 1991 - 51 KLD stat dan
Hotel corporate social responsibility on (2011): 790 - 804 2007 Compustat
corporate Financial Perfomance in
Tourism Related Industry
13d Inoue & Lee (2011) - Effects of different dimensions of Tourism Management, 32 1999 - 183 KLD stat dan
Restauran corporate social responsibility on (2011): 790-804 2007 Compustat
corporate Financial Perfomance in
Tourism Related Industry
14 Jang et al. (2013) The Relation between Corporate PPJBR, Vol. 4 (2): 3 - 17 1998 - 130 Korea
Social Responsibility and 2005
Financial Performance: Evidence
from Korean Firms
15a Kang et al. (2010) - Impacts of positive and negative International Journal of 1991 - 46 KLD stat
Hotel corporate social responsibility Hospitality Management, 29 2007
activities on Company (2010): 72 – 82
Perfomance in the Hospotality
Industry
15b Kang et al. (2010) - Impacts of positive and negative International Journal of 1991 - 58 KLD stat
Casino corporate social responsibility Hospitality Management, 29 2007
activities on Company (2010): 72– 82
Perfomance in the Hospotality
Industry
118
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
15c Kang et al. (2010) - Impacts of positive and negative International Journal of 1991 - 156 KLD stat
Restauran corporate social responsibility Hospitality Management, 29 2007
activities on Company (2010) :72–82
Perfomance in the Hospotality
Industry
15d Kang et al. (2010) - Impacts of positive and negative International Journal of 1991 - 70 KLD stat
Airline corporate social responsibility Hospitality Management, 29 2007
activities on Company (2010): 72–82
Perfomance in the Hospotality
Industry
16 Lee & Park (2010) Financial Impacts of Socially Journal of Hospitality & 1991 - 46 KLD database
Responsible Activities on Airline Tourism Research, Vol. 34 2006
Companies (2): 185 - 203
17 Lee et al. (2013) The corporate social International Journal of 1991 - 226 Amerika
responsibility–financial Hospitality Management, 32 2009
performance link in the U.S. Do (2013): 2–10
Economic Condition Matter?
18 Lin et al. (2009) The impact of corporate social Technology in Society, 31 2002 - 33 Taiwan
responsibility on financial (2009): 56 – 63 2004
performance: Evidence from
Business in Taiwan
19 Mahoney & Roberts Corporate social performance, Accounting Forum, 31: 233 1996 - 352 Kanada
(2007) financial performance and – 253 1999
Institutional Ownership in
Canadian Firms
119
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
20 Makni et al (2009) Causality between Corporate Journal of Business Ethics, 2004 - 179 Kanada
Social Performance and Financial Vol. 89 (3): 409 - 422 2005
Performance: Evidence
fromCanadian Firms
21 Muller & Kräussl (2011) The Value of Corporate Journal of Business Ethics, 2004 186 US Fortune
Philanthropy During Times of Vol. 103 (2): 203 - 220
Crisis: The Sensegiving Effect of
Employee Involvement
23 Rettab et al. (2009) A Study of Management Journal of Business Ethics, 2007 280 Dubai
Perceptions of the Impact of Vol. 89 (3): 371 - 390
Corporate Social Responsibility
onOrganisational Performance in
Emerging Economies: The Case
of Dubai
24 Saeidi et al. (2014) How does corporate social JBR-08124; No of Pages 10 2012 205 Iran
responsibility contribute to firm
financial performance? The
Mediating role of Competitive
advantage, reputation and
customer satisfaction
120
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
25 Seo et al. (2010) Corporate Social Responsibility http://mpra.ub.uni- 2002 - 1122 Korea
and Corporate Financial muenchen.de/22159/ 2008
Perfomance : Evidence from
Korea
26 Torugsa et al.(2012) Capabilities, Proactive CSR and Journal of Business Ethics, 2009 171 Australia
Financial Performance in SMEs: 109: 483 – 500
Empirical Evidence from An
Australian Manufacturing industry
Sector
27 Uadiale & Fagbemi Corporate Social Responsibility Journal of Economics and 2007 40 Nigeria
(2012) and Financial Performance in Sustainable Development,
Developing Countries: The Vol. 3 (4): 44 - 54
Nigerian Experience
28 Wei & Lin (2015) How can Corporate Social Corporate Reputation 2009 175 Taiwan
Responsibility Lead to Firm Review, Vol.18 (2): 111 -
Perfomance? A Longitudinal studi 127
in Taiwan
29 Yang et al.(2010) The linkage between corporate African Journal of Business 2005 - 150 Taiwan
social performance and Corporate Management, Vol. 4 (4): 2007
Financial Perfomance 406 - 413
30 Criso´stomo et al.(2011) Corporate Social Responsibility, Social Responsibility 2001 - 296 Brasil
Firm Value, and Financial Journal, Vol. 7 (2): 295 - 2006
Perfomance in Brazil 309
121
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
31 Fernandez (2016) Social responsibility and financial BRQ Business Research 2009 107 Spanyol
performance: The role of good Quarterly, 19: 137 - 151
corporate governance
32 Schreck (2011) Reviewing the Business Case for Journal of Business Ethics, 2006 294 Berbagai
Corporate Social Responsibility: Vol.103 (2):167-188 Negara
New Evidence and Analysis
33 Wang et al. (2011) Corporate Social Responsibility, Journal of Business Ethics, 2007 114 China
Investor Behaviors, and Stock Vol. 101 (1): 127 - 141
Market Returns: Evidence from
aNatural Experiment in China
34 Yusoff et al. (2013) The Influence of CSR Disclosure Procedia Economics and 2009 - 60 Malaysia
Structure on Corporate Financial Finance, Vol. 7 ( 2013 ): 2011
Performance from Stakeholders 213 – 220
Perspectives
35 Misrah & Suar (2010) Does Corporate Social Journal of Business Ethics, 2003 - 150 India
Responsibility Influence Firm Vol. 95 (4): 571 - 601 2006
Performance of Indian
Companies?
36 Luo & Bhattacharya Corporate Social Responsibility, Journal of Marketing, Vol. 2001 - 452 Competitive
(2006) Customer Satisfaction, and Market 70 (4): 1 - 18 2004 Media
Value Reporting
Database
122
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
37 Choi & Jung (2008) Ethical Commitment, Financial Journal of Business Ethics, 2004 - 248 Korea
Performance, and Valuation: An Vol. 81 (2): 447- 463 2005
Empirical Investigation ofKorean
Companies
38 Menguc & Ozanne Challenges of the ‘‘green Journal of Business 2000 140 Australia
(2005) imperative’’: a natural resource- Research, 58 (2005): 430 –
based approach to the 438
environmental orientation-
business perfomance relationship
39 Michelon et al. (2013) Examining the Link between Corporate Social 2005 - 188 KLD database
Strategic Corporate Social Responsibility and 2007
Responsibility and Company An Environmental
Analysis of the Best Corporate Management, 20: 81 – 94
Citizens
40 Surroca et al. (2009) Corporate Responsibility and Strategic Management 2001 - 599 28 negara
Financial Perfomance: The Role Journal, Vol. 31 (5): 463 - 2004
of Intangible Resources 490
42 Awan & Saeed (2015) Impact of CSR on Firms’ Financial European Journal of 2009 - 100 Pakistan
Performance: A Case Study of Business and Management, 2013
Ghee and Fertilizer Industry in Vol. 7 (7): 375 - 385
Southern Punjab-Pakistan
123
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
43 Kanwal et al. (2013) Impact of corporate social IOSR Journal of Business 2008 - 75 Pakistan
responsibility on the firm’s and Management, Vol.14 2012
financial performance (5): 67-74
44 Kamatra & Ghee and Fertilizer Industry in International Journal of 2009 - 76 Pakistan
Kartikaningdyah (2015) Southern Punjab-Pakistan Economics and Financial 2012
Issues, 5: 157 - 164
45 Mwangi & Jerotich The Relationship Between International Journal of 2007 - 50 Nairobi
(2013) Corporate Social Responsibility Business, Humanities and 2011
Practices and Financial Technology, Vol. 3 (2): 81 -
Performance of Firms in the 90
Manufacturing, Construction and
Allied Sector of the Nairobi
Securities Exchange
46 Yusoff & Adamu (2016) The Relationship between CSR International Business 2009 - 100 Malaysia
and Financial Perfomance - Management, Vol.10 (4): 2013
Evidence from Malaysia 345 - 351
47 Jamali et al. (2015) The Influence of Corporate International Journal of 2009 - 297 Indonesia
Governance and Corporate Social Business and Management 2012
Responsibility on Financial Invention, Vol. 4 (5): 01-10
Performancewith Efficiency as
Mediating Variable
124
No Peneliti Judul Penerbit Periode N Keterangan
49 Jhon et al. (2013) Corporate social responsibility and Asian JournalL of 2002 - 10 Nigeria
financial performance: Evidence Management Research, 2011
from Nigerian manufacturing Vol. 4 (1): 153-162
sector
125
Lampiran 2.Strategi Pengukuran Kinerja Keuangan
Teknik
No Penelitti Strategi Pengukuran
Pengukuran
126
Teknik
No Penelitti Strategi Pengukuran
Pengukuran
Cummulatif Abnormal
17 Muller & Kräussl (2011), Wang Pasar
Return
et al.(2011)
127
Teknik
No Penelitti Strategi Pengukuran
Pengukuran
Cheung et al. (2010), Dragomir
(2010), Elsayed & Paton (2005),
Inoue & Lee (2011), Jang et al.
(2013), Kang et al. (2010), Lee
et al. (2013), Luo &
20 Bhattacharya (2006), Seo et al. Kombinasi Tobins Q
2010, Criso´stomo et al.(2011),
Fernandez (2016 ), Schreck
(2011, Luo & Bhattacharya
(2006), Choi & Jung (2008),
Surroca et al. (2009)
128
Lampiran 3. Strategi Pengukuran CSR
Dasar
No Penelitti Pengukuran Keterangan
129
Dasar
No Penelitti Pengukuran Keterangan
16 Lee & Park (2010) Reputasi KLD Research and Analytics score
27 Uadiale & Fagbemi (2012) Disclosure Content analysis based on self constructed
index of CSR disclosure
130
Dasar
No Penelitti Pengukuran Keterangan
131
Dasar
No Penelitti Pengukuran Keterangan
45 Mwangi & Jerotich (2013) Disclosure Content analysis using 5 indicators CSR
46 Yusoff & Adamu (2016) Disclosure Content analysis atas 4 dimensi CSR
132
Lampiran 4. Dimensi dan Bentuk CSR
No Peneliti N Dimensi
1 Afiff & Anantadjaya (2013) 104 Lingkungan
2 Brammer et al. (2006) 451 Lingkungan
3 Fiori (2007) 75 Lingkungan
4 Garay & Font (2012) 320 Lingkungan
5 Hogan et al. (2014) 540 Lingkungan
6 Dragomir (2010) 60 Lingkungan
7 Elsayed & Paton (2005) 227 Lingkungan
8 Filbeck & Gorman (2004) 23 Lingkungan
9 Inoue & Lee (2011) 74 Lingkungan
10 Inoue & Lee (2011) 183 Lingkungan
11 Mahoney & Roberts (2007) 352 Lingkungan
12 Makni et al. (2009) 179 Lingkungan
13 Uadiale & Fagbemi (2012) 40 Lingkungan
14 Schreck (2011) 294 Lingkungan
15 Misrah & Suar (2010) 150 Lingkungan
16 Menguc & Ozanne (2005) 140 Lingkungan
17 Michelon et al. (2013) 188 Lingkungan
18 Yusoff & Adamu (2016) 100 Lingkungan
19 Ashraf et al. (2017) 102 Lingkungan
20 Afiff & Anantadjaya (2013) 104 Ketenagakerjaan
21 Brammer et al. (2006) 451 Ketenagakerjaan
22 Fiori (2007) 75 Ketenagakerjaan
23 Garay & Font (2012) 319 Ketenagakerjaan
24 Inoue & Lee (2011) 74 Ketenagakerjaan
25 Inoue & Lee (2011) 59 Ketenagakerjaan
26 Inoue & Lee (2011) 51 Ketenagakerjaan
27 Inoue & Lee (2011) 183 Ketenagakerjaan
28 Mahoney and Roberts (2007) 352 Ketenagakerjaan
29 Makni et al. (2009) 179 Ketenagakerjaan
30 Uadiale & Fagbemi (2012) 40 Ketenagakerjaan
31 Wei & Lin (2015) 175 Ketenagakerjaan
32 Schreck (2011) 294 Ketenagakerjaan
33 Misrah & Suar (2010) 150 Ketenagakerjaan
34 Michelon et al. (2013) 188 Ketenagakerjaan
35 Yusoff & Adamu (2016) 100 Ketenagakerjaan
133
No Authors Ni Dimensi
36 Afiff & Anantadjaya (2013) 104 Sosial /Kemasyarakat
37 Brammer et al. (2006) 451 Sosial /Kemasyarakat
38 Fiori (2007) 75 Sosial /Kemasyarakat
39 Garay & Font (2012) 302 Sosial /Kemasyarakat
40 Hogan et al. (2014) 540 Sosial /Kemasyarakat
41 Inoue & Lee (2011) 74 Sosial /Kemasyarakat
41 Inoue & Lee (2011) 51 Sosial /Kemasyarakat
43 Inoue & Lee (2011) 183 Sosial /Kemasyarakat
44 Mahoney & Roberts (2007) 352 Sosial /Kemasyarakat
45 Makni et al. (2009) 179 Sosial /Kemasyarakat
46 Uadiale & Fagbemi (2012) 40 Sosial /Kemasyarakat
47 Schreck (2011) 294 Sosial /Kemasyarakat
48 Misrah & Suar (2010) 150 Sosial /Kemasyarakat
49 Michelon et al. (2013) 188 Sosial /Kemasyarakat
50 Yusoff & Adamu (2016) 100 Sosial /Kemasyarakat
51 Ashraf et al. (2017) 102 Sosial /Kemasyarakat
52 Hogan et al. (2014) 540 Tata Kelolah
53 Makni et al. (2009) 179 Tata Kelolah
54 Schreck (2011) 294 Tata Kelolah
55 Michelon et al. (2013) 188 Tata Kelolah
56 Inoue & Lee (2011) 74 Produk
57 Inoue & Lee (2011) 59 Produk
58 Inoue & Lee (2011) 51 Produk
59 Inoue & Lee (2011) 183 Produk
60 Mahoney & Roberts (2007) 352 Produk
61 Schreck (2011) 294 Produk
62 Michelon et al. (2013) 188 Produk
63 Inoue & Lee (2011) 74 Keragaman
64 Inoue & Lee (2011) 59 Keragaman
65 Inoue & Lee (2011) 51 Keragaman
66 Inoue & Lee (2011) 183 Keragaman
67 Mahoney & Roberts (2007) 352 Keragaman
68 Michelon et al. (2013) 188 Keragaman
69 Abiodun (2012) 100 Filantropi
70 Lin et al. (2009) 33 Filantropi
71 Muller & Kräussl (2011) 125 Filantropi
72 Kanwal et al. (2013) 75 Filantropi
73 Ashraf et al. 2017 102 Filantropi
74 Jhon et al. (2013) 100 Filantropi
134
Lampiran 5. Daftar Korelasi Studi Terdahulu
135
No Peneliti N (r)/(t) Jumlah Hal.Ref Koefisien
(r)/(t) Korelasi
tersaji tersaji Studi
136
No Peneliti N (r)/(t) Jumlah Hal.Ref Koefisien
(r)/(t) Korelasi
tersaji tersaji Studi
137