Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 2 :

1. Anggita Cahyaningtiyas 201712041


2. Aulia Rif’ati Rahayu 201712068
3. Ilma Wulandari 201712090
4. M. Faruq Al Afif 201712157

A. PROFIL PERUSAHAAN

PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (IDX : AISA) merupakan perusahaan multinasional yang
memproduksi makanan. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1959 dan berpusat di Jakarta.
Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam-macam bahan makanan.Pada tahun 1959,
almarhum Tan Pia Sioe mendirikan bisnis keluarga yang nantinya berkembang menjadi PT Tiga
Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPS-Food). Dimulai dari memproduksi bihun jagung dengan nama
Perusahaan Bihun Cap Cangak Ular di Sukoharjo, Jawa Tengah.Tiga Pilar Sejahtera memiliki
badan hukum perseroan terbatas pada tahun 1992 dan go public pada tahun 2003.Saat ini, TPS
Food sudah memegang sertifikasi ISO 9001:2008, HACCP, dan Halal (MUI).

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

Jenis Publik (IDX: AISA)

Industri Makanan

Didirikan 1959

Kantor Jakarta, Indonesia
pusat

Tokoh Stefanus Joko Magoginto (CEO)


kunci Hendra Adisubrata (COO)
Sjambiri Lioe (CFO)

Produk Makanan

Karyawan 1.567

Situs web www.tigapilar.com

PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPSF) merupakan perusahaan publik yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2003 yang pada awalnya hanya bergerak di bisnis makanan
(TPS Food). Sejalan dengan proses transformasi bisnis yang dimulai pada 2009, TPSF telah
menjadi salah satu perusahaan yang termasuk dalam Indeks Kompas 100. Pada 2011, TPSF
menjadi salah satu perusahaan yang termasuk dalam daftar “A List of the Top 40 Best
Performing Listed Company” dari Majalah Forbes Indonesia dan pada 2012, TPSF mendapatkan
penghargaan Indonesia Best Corporate Transformation dari Majalah SWA. Selain itu, TPSF juga
dianugerahi penghargaan Asia’s Best Companies 2014 kategori Best Small Cap dari Finance
Asia dan termasuk dalam daftar 20 Rising Global Stars dari Forbes Indonesia pada 2014.

B. Analisa Tiga Pilar Sejahtera (AISA) – Kinerja Jatuh, Segmen Food Bertahan
Emiten AISA, PT Tiga Pilar Sejahter Food (TPS Food) terkena krisis. Harga Saham
AISA  pun jatuh sangat dalam. Divisi bisnis beras berhenti beroperasi, padahal kontribusi
revenue-nya paling besar.  Hutang sangat besar, dan terancam tidak bisa melunasinya. Rencana
untuk menjaul divisi beras tidak disetujui oleh para pemegang obligasi, padahal cara yang paling
feasible untuk melunasi hutang-hutang ya dari menjual divisi beras ini.

Namun di balik kekacauan berita yang beredar tentang kinerjanya yang jatuh, ternyata
divisi bisnis makanan (food) masih menguntungkan. Bahkan di tengah badai krisis inipun,
berdasarkan laporan keuangan 2017, revenue masih tumbuh 2%, dan labanya positif meskipun
turun dari tahun sebelumnya.

Bagaimanakah prospek investasi di Saham AISA? Tulisan ini akan membahas hal-hal berikut
ini:

 Sekilas TPS Food, dan Latar Belakang Krisis


 Analisa Kinerja Fundamental yang Jatuh, dan Segment Food yang Tetap Bertahan
 Analisa Kinerja Market, dan Valuasi Harga Saham AISA
 Mempertanyakan Kemampuan dan Niat Baik Manajemen
 Adakah Peluang Penyelamat dari Segment Food?

Catatan: di dalam tulisan ini, penyebutan TPS Food dan AISA akan sering digunakan secara
bergantian. TPS Food menunjukkan perusahaan, dan AISA menunjukkan kode saham di market.
Namun AISA sendiri lebih terkenal daripada TPS Food, sehingga kadang disebut AISA untuk
menunjukkan nama perusahaan. Tidak apa-apa, yang penting kita sama-sama tahu apa yang
dimaksud.

Latar Belakang Krisis


Dua anak usaha TPS Food yakni PT Indo Beras Unggul dan PT Jatisari Sri Rejeki diduga
memproduksi beras premium yang tidak sesuai dengan keterangan label. Kejadian bermula pada
20 Juli 2017, Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras
Mabes Polri mengerebek sebuah gudang beras Gudang milik PT Indo Beras Unggul di Bekasi,
dengan dugaan melakukan praktik curang penjualan beras. Pada tanggal 2 Februari 2018 PT
Jatisari Sri Rejeki diputuskan bersalah oleh Pengadilan Negeri Karawang atas kasus beras.
Kliping berita yang cukup lengkap diulas oleh portal Kontan.co.id.
Dampak dari kejadian ini sangat masif. Dari sisi market, harga saham AISA terus
merosot hingga sekarang. Dan dari sisi bisnis, operasi bisnis beras TPS Food hampir berhenti
total. Terlihat dari laporan keuangan 2017, praktis selama Q4 2017 dapat dikatakan tidak
terdapat penjualan dari divisi (segment) beras.Dengan beban utang yang berjangka pendek dalam
jumlah yang sangat besar, sementara cashflow yang tidak mencukupi, menjadikan TPS Food
kesulitan dalam menyelesaikan utang-utangnya. Sehingga menurunkan kredit rating AISA, dan
tentu saja market menghukumnya dengan harga saham AISA yang jatuh terlalu dalam.

Catatan dari auditor Laporan Keuangan tahun 2017 menyebutkan bahwa “… Perusahaan
dan beberapa entitas anak juga mengalami status default dari beberapa kreditur sehingga status
pinjaman menjadi jatuh tempo dan utang obligasi dan sukuk ijarah telah direstrukturisasi dengan
waktu pembayaran dan jatuh tempo pada tahun 2019. Kondisi ini mengindikasikan adanya suatu
ketidakpastian yang mungkin akan mempengaruhi usaha Perusahaan di masa mendatang …”

Kinerja Fundamental

Data yang disajikan meliputi penjualan/pendapatan/revenue, laba kotor, laba usaha, laba
bersih, aset, liabilitas, equitas, gross margin, operating margin, net margin, ROE, ROA, Financial
leverage, asset turnover, pertumbuhan per tahun (YoY), dan pertumbuhan jangka panjang
(CAGR) :
Tabel 1. AISA – Kinerja Fundamental Bisnis. Angka Laba-rugi dan Neraca dalam milyar rupiah.

Kinerja konsolidasi (semua segmen bisnis) tahun 2017 sangat buruk. Laba minus, alias
rugi besar. Tidak main-main, ruginya sebesar seperempat dari equitas, alias ROE -25%.
Bandingkan dengan kinerja tahun 2016 sebelum kena kasus besar, ROE masih atraktif di angka
17%. Berbeda dengan divisi makanan yang masih untung lumayan (251 milyar) dengan ROE
17%. Divisi beras rugi sangat besar (984 milyar) sehingga kinerja bagus dari divisi Makanan
tidak mampu menolong kinerja perusahaan secara keseluruhan (konsolidasi).

Tentang kerugian yang besar untuk laporan konsolidasi tahun 2017 ini, disebabkan oleh:

 Operasi bisnis beras yang hampir berhenti sama sekali sejak di Q3, sehingga di Q4
hampir tidak menghasilkan  revenue sama sekali (hanya 64 milyar).
 Sementara itu penurunan beban pokok penjualan tidak sebanding dengan penurunan
revenue karena adanya fixed cost yang besar.
 Beban usaha malah meningkat, khususnya pada biaya promosi, gaji, konsultan, dan
pengurusan perijinan. Untuk menahan laju kerusakan brand, perusahaan harus menambah
biaya promosi dan konsultan. Beban gaji naik karena banyak merumahkan pegawainya
(untuk pesangon).
 Beban hutang yang sangat besar, dan waktu jatuh tempo yang dekat.

Pertumbuhan Year on Year (YoY), Dibandingkan Tahun Sebelumnya

Tabel 2. AISA – Pertumbuhan Fundamental Bisnis

Kinerja konsolidasi (semua segmen bisnis) tahun 2017 turun semua dibandingkan tahun
2016. Jumlah utang yang naik 7%, itu juga bentuk penurunan kinerja. Berbeda dengan divisi
Makanan, penjualan tetap naik, dan walaupun laba turun dibandingkan tahun 2016 tapi nilainya
tetap positif.

Pertumbuhan Divisi Makanan dalam Jangka Panjang (CAGR)

Tabel 3. AISA – Pertumbuhan Jangka Panjang (CAGR) Fundamental Bisnis


Memang setahun terakhir pertumbuhan divisi makanan menurun juga. Namun dalam
jangka panjang, yaitu enam tahun, sejak tahun 2011 sampai 2017, pertumbuhan  ini sangat
bagus. Pertumbuhan penjualan, laba bersih, dan equitas berturut-turut 18%, 18%, dan 24%.
Seandainya perusahaan hanya focus di bisnis makanan saja, tentunya kinerja fundamental bisnis
konsolidasi akan sangat bagus.

Kinerja Market (Harga Saham AISA)

Grafik 4. Historical Harga Saham AISA

Data sekarang per 2 Juli 2018:

Harga Saham : 191

Market Cap : 615 Milyar

PE (Annualized) : -1,11

PBV : 0,18
Dibandingkan dengan harga puncak sebelum jatuh (April 2017):

Harga saham : 2470

Turun : 92%

Dibandingkan dengan harga 10 tahun lalu (Juli 2008):

Harga saham : 466

Turun : 59%

Valuasi Harga Saham AISA


Tidak perlu ditanyakan lagi, harga saham AISA saat ini dengan PBV 0,11 adalah murah
sekali. Bagaimana tidak, perusahaan dengan total equitas 3,4 trilyun hanya dihargai dengan
market cap 615 milyar. Namun dengan murahnya harga saham AISA tersebut, tidak serta merta
memberikan Margin of Safety yang cukup.

Dengan total kerugian yang sangat besar, tentu saja PER saham AISA menjadi negatif (-
1,11). Seandainya semua aset divisi beras dijual, dan hasil penjualan divisi ini digunakan untuk
membayar hutang-hutangnya, sehingga yang tersisa adalah divisi makanan, maka PER dari divisi
makanan adalah:

Laba bersih (net earning) = 251 milyar

Market Cap = 615 milyar

PER = 615 /251  = 2,45

Lihat, hanya hari dari kontribusi bisnis makanan saja, PER saham 2,45. Betapa murahnya
harga saham AISA ini. Kerugian bisnis beras telah membuat market menghargai sahamnya
sangat murah sekali. Namun kita harus melihat lagi, bagaimana prospek ke depan perusahaan ini.

Mempertanyakan Kemampuan dan Niat Baik Manajemen,Curang dalam Berbisnis,


sehingga berkasus dengan hukum
Memang, sebelum kasus beras itu, market menilai fundamental perusahaan ini sangat
bagus. Nilai bisnis tumbuh dengan cepat ketika perusahaan mulai masuk ke bisnis beras. Kita
berandai-andai, seandainya perusahaan tidak tersandung kasus beras, mungkin kinerja tahun
2017 dan tahun-tahun ke depannya akan tetap bagus. Namun kesalahan dalam berbisnis harus
dibayar mahal. Dugaan kecurangan dalam perdagangan beras, telah dibuktikan oleh hukum.
Menimbulkan pertanyaan, di manakah integritas manajemen dalam menjalankan bisnisnya?

Kini reputasi perusahaan yang telah dibangun bertahun-tahun hancur dalam sekejap. Tapi
setidaknya, kejadian seperti ini akan membuat market berpikir sebaliknya, mencari-cari
kesalahan dan kelemahan lain. Dulu ketika jaya, keburukan tidak mudah terlihat. Sekarang
ketika jatuh, apa saja yang dilakukan perusahaan jadi lebih tampak sisi negatifnya.

Diversifikasi Agrobisnis (sawit) yang gagal

Akuisis PT Golden Plantation Tbk (GOLL) dibeli dengan harga mahal. Namun akhirnya
dijual dengan murah. Market tidak percaya kemampuan manajemen dalam membuat visi dan
strategi bisnis. Alasan yang disampaikan adalah Manajemen Perseroan menilai bahwa bisnis
perkebunan kelapa sawit tidak memberikan nilai tambah positif terhadap valuasi Perseroan. Total
penjualan yang masih relatif kecil karena usia kebun yang relatif muda, hutang dalam mata uang
asing dengan resiko kerugian kurs serta komitmen pembelanjaan kapital yang melebihi 30% dari
belanja kapital keseluruhan, membuat neraca dan kinerja Perseroan menjadi kelihatan berat.

Ada sisi yang lain, divestasi GOLL adalah melibatkan perusahaan berelasi sebagai
pembelinya. Yang perlu di-highlight dalam alasan penjualan GOLL: Total penjualan yang masih
relatif kecil karena usia kebun yang relatif muda. Dengan relatif mudanya usia perkebunan sawit
saat ini, namun di masa depan nanti akan sangat menguntungkan ketika perkebunan mencapai
usia produktif. Siapa yang akan untung? Tentu saja PT JOM yang juga dimiliki oleh Joko
Mogoginta. Sehingga menimbulkan pertanyaan, di manakah integritas manajemen (yang
sekaligus sebagai pihak pengendali perusahaan) dalam mengamankan kepentingan masa depan
perusahaan dan pemegang saham yang lainnya?

Pelunasan Hutang yang Sangat Sulit. Terancam default (gagal bayar)


Per laporan keuangan tahun 2017, jumlah hutang yang harus dilunasi tahun 2018 ini (total 3,9
trilyun) adalah

 Hutang bank jangka pendek: 2191 milyar


 Bagian hutang bank jangka panjang yang jatuh tempo:250 milyar
 Obligasi: 598 milyar
 Sukuk Ijarah: 300 milyar

Dengan jumlah aset lancar yang hanya 4,5 trilyun (cash 182 milyar, piutang 2,1 trilyun, dan
persedianaan 1,4 trilyun), perusahaan tidak mungkin bisa membayar hutang jangka pendek
dengan sumber dananya sendiri. Oleh karena itu kemungkinan solusinya adalah:

 Menjual aset. Dalam hal ini menjual divisi bisnis beras, dengan total aset divisi beras 3,9
trilyun.
 Restrukturisasi hutang. Dengan berbagai opsi: renegosiasi untuk penjadwalan
pembayaran utang, mengambil hutang baru untuk menutup hutang lama, atau konversi
hutang menjadi saham.

Rencana penjualan divisi Beras sampai saat ini tidak disetujui oleh para kreditor. Beberapa
restrukturisasi hutang yang telah dilakukan pada tahun 2017 masih menyisakan banyak
pekerjaan restrukturisasi lagi di tahun 2018. Sehingga focus manajemen akan lebih banyak
disibukkan dengan usaha untuk mengatasi hutang ini daripada membesarkan bisnisnya.

Pemegang Saham Mayoritas “Kabur”?


Manajemen sangat terlambat dalam menyampaikan laporan keuangan tahun 2017.
Laporan di-release hanya satu hari menjelang deadline dari BEI. Market bertanya-tanya, kalau
manajemen berniat baik, mengapa harus mengulur-ngulur waktu release laporan keuangan?
Mungkinkah ada masalah besar yang ditutup-tutupi?

Selain itu, sejak awal tahun 2018 pemegang saham pengendali tercatat telah menjual
sahamnya di market secara bertahap, dan per 28 Juni 2018 kepemilikannya turun menjadi 7,19%
(dari 22,01% awal 2018). Market semakin bertanya-tanya lagi, apakah keterlambatan laporan
keuangan itu disengaja untuk memberi kesempatan pemegang saham mayoritas untuk menjual
sahamnya? Apakah mereka berniat untuk “kabur” karena melihat kinerja bisnis yang mungkin
tidak bisa diselamatkan lagi?

Ada analisa yang menarik dari Joeliardi Sunendar di Stockbit.com. Analisa yang
memandang ini dari sisi yang lebih optimis, namun tetap beliau menekankan bahwa analisa
tersebut merupakan wild speculation. Dan menurut saya, itu layak untuk kita simak. Saat ini ada
kemungkinan bahwa harga obligasi AISA di market harganya sangat jatuh, lebih jatuh daripada
harga sahamnya. Sehingga pemegang saham pengendali menjual sahamnya untuk mendapatkan
cash buat membeli obligasi AISA. Dengan harapan bahwa pemegang saham pengendali ini akan
mampu menguasai dan menjadi salah satu pemegang mayoritas obligasi, sehingga dapat
mempengaruhi keputusan pemegang obligasi “apakah akan mengijinkan perusahaan menjual
divisi beras apa tidak.”

Adakah Peluang Penyelamat dari Segment Food?


Sebuah catatan di bagian akhir laporan keuangan tahun 2017 disebutkan :

Berdasarkan perjanjian kerjasama antara PT Pertani (Persero) (PERTANI) dengan PT


Sukses Abadi Karya Inti (SAKTI), entitas anak, pada tanggal 30 Januari 2018 sepakat untuk
melakukan kerjasama perihal pengadaan, pengolahan gabah dan atau beras serta pemasaran dan
distribusi beras premium dibawah merek Delman dimana minimal volume produksi minimal
30.000 ton terhitung dari Pebruari 2018 sampai dengan Desember 2018. SAKTI akan menerima
penghasilan dari pengolahan gabah menjadi beras premium sebesar Rp536 per Kilogram dan
beras menjadi beras premium sebesar Rp260 per Kilogram dari PERTANI, hasil penjualan beras
premium dibagi 50% untuk SAKTI dan 50% untuk PERTANI.
Berdasarkan perjanjian kerjasama antara Perum Bulog (BULOG) dengan PT Sukses
Abadi Karya Inti (SAKTI), PT Indo Beras Unggul (IBU) and PT Jatisari Srirejeki (JSR),
semuanya entitas anak, pada tanggal 28 Pebruari 2018 sepakat untuk melakukan kerjasama
perihal pengolahan gabah dan atau beras untuk produksi beras premium Bulog. SAKTI, IBU dan
JSR melakukan pengolahan gabah dan atau beras menjadi beras premium sesuai dengan
permintaan BULOG. SAKTI, IBU dan JSR akan menerima semua sisa hasil pengolah sebagai
pengganti biaya penolahan dan penggunaan sarana dan prasarana. Perjanjian ini berlaku sampai
dengan 31 Desember 2018.

Anda mungkin juga menyukai