Disusun oleh:
Rifa Nabilla R (10060318140)
Muhammad Adliansyah P H (10060318141)
Ega Nirmala (10060318142)
Eky Bagus Wahyudi (10060318143)
Erica Yola Pramana P (10060318144)
I. Tujuan Percobaan
I.1. Mengisolasi senyawa aktif pada kayu secang
I.2. Menguji kemurnian senyawa aktif hasil isolasi pada simplisia kayu secang
I.3. Menentukan senyawa aktif yang terkandung pada simplisia kayu secang
IV. Prosedur
IV.1. Skrinning Fitokimia
Untuk analisis kualitatif polifenolat, flavonoid, saponin, tannin, dan
antrakuinon maka terlebih dahulu bahan ditimbang kemudian dilarutkan dengan
air. Kemudian simplisia dimasukan kedalam gelas kimia yang telah berisi air lalu
dipanaskan hingga mendidih. Ekstrak yang diperoleh disaring kemudian filtrat
dipisahkan hingga diperoleh larutan uji untuk skrining. Selanjutnya masing-
masing larutan uji dimasukan kedalam tabung reaksi dan diberi label untuk
selanjutnya dilakukan skrining.
IV.1.1. Alkaloid
Pertama-tama larutan uji diasamkan dengan HCl 2N lalu disaring, kemudian
filtrate dibasakan dengan menggunakan ammonia 10%. Selanjutnnya
ditambahkan CHCl3 kemudian dikocok kuat. Lalu lapisan CHCl3 disaring sambil
di pipet kemudian ditambahkan lagi HCl 2N kemudian dikocok kuat hingga
terdapat 2 lapisan. Bagian lapisan asam di pipet lalu dibagi menjadi 3 bagian.
Pada tabung 1 ditambahkan dengan pereaksi meyer, tabung 2 ditambahkan
pereaksi Dragendroff, dan tabung 3 sebagai blanko.
IV.1.2. Polifenolat
Pertama-tama simplisia di ekstraksi dengan menggunakan akuades lalu
disaring, kemudian diperoleh filtrat, selanjutnya diamati perubahan warna yang
terjadi.
IV.1.3. Flavonoid
Pertama-tama simplisia diekstrak dengan menggunakan akuades kemudian
disaring, lalu ditambah serbuk Mg dan ditambahkan 1 mL HCl pekat. Setelah itu
ditambahkan amil alkohol, lalu dikocok kuat. Kemudian diamati perubahan warna
pada lapisan amil alkohol.
IV.1.4. Saponin
Pertama-tama simplisia diekstrak dengan menggunakan akuades lalu
disaring hingga diperoleh filtrat. Kemudian filtrat dikocok kuat. Busa yang
terbentuk setinggi 1 cm dan tidak hilang selama 10 menit dinyatakan positif
saponin.
IV.1.5. Antrakuinon
Pertama-tama simplisia di ekstraksi dengan menggunakan akuades lalu
disaring dan dihasilkan filtrat kemudian ditambahkan NaOH 1N, lalu diamati
perubahan warna yang terjadi.
IV.1.6. Tanin
Pertama-tama simplisia di ekstraksi dengan menggunakan akuades lalu
disaring, dan dibagi menjadi 3 bagian. Filtrat 1 ditambahkan FeCl3 1%, Filtrat 2
ditambahkan gelatin 1%, kemudian Filtrat 3 ditambahkan pereaksi steasny lalu
dipanaskan. Hasil yang diperoleh disaring dan ditambahkan Natrium Asetat dan
FeCl3 1%, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi.
IV.1.7. Monoterpena dan Seskuiterpena
Pertama-tama simpisia digerus dengan menggunakan eter lalu disaring.
Kemudian filtrat diuapkan, setelah semua pelarut menguap kemudian
ditambahkan Vanilin 10%. Timbulnya warna menandakan positif senyawa
monoterpen dan seskuiterpen.
IV.1.8. Triterpenoid dan Steroid
Pertama-tama simplisia digerus bersamaan dengan eter, kemudian disaring.
Lalu filtrat yang dihasilkan diuapkan dalam cawan penguap. Setelah itu
ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Terbentuknya warna merah-ungu
menandakan positif triterpenoid, sedangkan terbentuknya warna hijau-biru
menandakan positif steroid.
IV.2. Pemantauan Ekstrak dan Fraksinasi
IV.2.1. Pemantauan Ekstrak
a. Maserasi
Pertama-tama ukuran simplisia diperkecil terlebih dahulu dengan cara
digunting. Kemudian sebanyak 100 g simplisia ditimbang lalu dimasukkan
kedalam maserator. Kemudian ditambahkan 1000 mL pelarut (etanol) kedalam
maserator, lalu diratakan dengan menggunakan batang pengaduk. Setelah itu
maserator ditutup dan didiamkan selama 24 jam, kemudian diaduk sesekali.
Setelah 24 jam kemudian disaring. Selanjutnya, dilakukan maserasi kedua dengan
cara dimasukan kembali 1000 mL pelarut (alcohol) baru kedalam maserator.
Kemudian diaduk dan didiamkan kembali selama 24 jam lalu disaring (Prosedur
maserasi dilakukan sebanyak 3 kali).
b. Ekstraksi Sinambung dengan Alat Soxhlet
Pertama-tama timbang sebanyak 50 gram simplisia kemudian disiapkan
thimble (pembungkus simplisia) dari kertas saring. Panjang dan besar thimble
diukur supaya pas pada saat dimasukkan ke dalam klonsong soxhlet kemudian
dipotong sesuai dengan batas yang ditetapkan. Bagian bawah kertas saring di lipat
kemudian dikembungkan, selanjutnya simplisia yang sudah ditimbang dimasukan
lalu thimble diikat dengan menggunakan tali. Selanjutnya pelarut dan batu didih
dimasukkan kedalam labu destilasi, selanjutnya thimble dimasukkan kedalam
klonsong soxhlet, kemudian kondensor dipasangkan. Setelah kondensor
terpasang, aliran air pada kondensor dinyalakan, kemudian penangas air juga
dinyalakan. Selanjutnya dilakukan ekstraksi hingga tetesan tidak berubah
warna lagi, jika pelarut sudah tidak berwarna maka thimble yang berisi simplisia
lama diganti dengan yang baru. Ulangi beberapa siklus hingga diperoleh ekstrak.
c. Refluks
Pertama-tama alat refluks dirangkai, kemudian ditimbang 50 gram
simplisia, lalu dimasukkan kedalam labu destilasi. Setelah itu dimasukkan 500
mL pelarut kedalam labu destilasi. Lalu batu didih dimasukkan. Bagian mulut
kondensor dan labu destilasi diolesi dengan Vaseline kemudian labu dipasangkan
dengan kondensor. Setelah itu selang air pada kondensor dipasang lalu aliran air
dinyalakan. Selanjutnya, penangas air dinyalakan hingga mencapai suhu didih
pelarut secara bertahap. Proses ekstraksi dilakukan hingga pelarut jenuh,
kemudian ekstrak yang diperoleh disaring dan ditampung pada wadah yang
sesuai.
IV.2.2. Ekstraksi Cair-Cair
Pertama-tama 2 gram ekstrak kental ditimbang, setelah itu dilarutkan
dengan aquades 100 ml. Setelah larut kemudian dimasukkan ke dalam corong
pisah. Pelarut n – heksana 100 ml ditambahkan kedalam corong pisah. Corong
pisah kemudian dikocok selama 15 menit dan keran dibuka sesekali. Corong
pisah kemudian dibiarkan hingga kedua lapisan terpisah. Lapisan n – heksana
yang terbentuk di tampung pada wadah bersih dan dilakukan sebanyak dua kali.
Prosedur ECC diulangi dengan pelarut yang berbeda dimaana pada prosedur
kedua yang digunakan yaitu etil asetat. 100 ml etil asetat kemudian dtitambahkan
kedalam corong pisah. Corong pisah kemudian dikocok selama 15 menit dan
keran dibuka sesekali. Corong pisah kemudian dibiarkan hingga kedua lapisan
terpisah. Lapisan etil asetat yang terbentuk di tampung pada wadah bersih dan
dilakukan sebanyak dua kali. Hasil ekstraksi diamati dan dicatat hasilnya. Fraksi
yang didapatkan kemudian dipekatkan dengan Vacuum Rotary Evaporator,
dilanjut dengan pemekatan kembali pada waterbath supaya esktrak lebih kental.
Hasil ekstrak pemekatan di catat dan diamati.
IV.2.3. Pemantauan Fraksi Kayu Secang
Hasil ECC yang sudah dipekatkan dan dilarutikan dalam beberapa ml
pelarut digunakan sebagai sampel uji. Eluen kloroform dan etil asetat dengan
perbandingan 1:3 dimasukkan kepada chamber. Kertas saring kemudian di
celupkan ke dalam bejana (chamber). Pada plat KLT (silica gel GF254) yang akan
digunakan diberi garis batas dan bawah 1 cm. Fraksi ekstrak yang akan diuji
ditotolkan pada plat KLT dengan pipa kapiler. Plat yang sudah ditotolkan
kemudian dimasukkan ke dalam bejana dan dibiarkan hingga fase gerak naik
mencapai tanda batas plat KLT. Plat KLT dikeluarkan lalu dilihat hasilnya di
bawah sinar UV 234 nm. Hasil di catat dan dihitung nilai Rf nya.
IV.2.4. Pemantauan Ekstrak Kayu Secang
Eluen kloroform dan etil asetat dengan perbandingan 1:3 dimasukkan
kepada chamber. Kertas saring kemudian di celupkan ke dalam bejana (chamber).
Pada plat KLT (silica gel GF254) yang akan digunakan diberi garis batas dan
bawah 1 cm. Ekstrak yang akan diuji ditotolkan pada plat KLT dengan pipa
kapiler. Plat yang sudah ditotolkan kemudian dimasukkan ke dalam bejana dan
dibiarkan hingga fase gerak naik mencapai tanda batas plat KLT. Plat KLT
dikeluarkan lalu dilihat hasilnya di bawah sinar UV 234 nm. Hasil di catat dan
dihitung nilai Rf nya.
IV.2.5. Fraksinasi ECC
Ekstrak kental ditimbang sebanyak 2 g kemudian dilarutkan dengan 100 ml
aquadest. Diaduk menggunakan spatel dan dimasukkan kedalam corong pisah.
Ditambahkan 100 ml N-heksan ke dalam corong pisah. Corong pisah dikocok
selama 15 menit dan keran dibuka sesekali untuk mengurangi tekanan uap pada
corong pisah. Dibiarkan hingga kedua lapisan terpisah, lalu lapisan N-heksan
ditampung dalam wadah bersih. Prosedur tersebut dilakukan sebanyak 2 kali.
Diulangi prosedur ECC menggunakan pelarut yang berbeda yaitu etil asetat.
Ditambahkan 100 ml etil asetat ke dalam corong pisah. Corong pisah dikocok
selama 15 menit dan keran dibuka sesekali untuk mengurangi tekanan uap pada
corong pisah. Dibiarkan hingga kedua lapisan terpisah, lalu lapisan etil asetat
ditampung dalam wadah bersih. Dilakukan prosedur yang sama pada ekstrak kulit
secang. Disiapkan hasil ECC ekstrak kayu secang menggunakan pelarut N-
heksana dan hasil ECC ekstrak kayu secang menggunakan pelarut etil asetat.
Kemudian faksi yang didapat dipekatkan menggunakan Vacuum Rotary
Evaporator.
IV.3. Subfraksinasi
IV.3.1. Kromatografi Cair Vakum dan Pemantauan Profil KLT
Pertama-tama yang dilakukan adalah menimbang bahan-bahan yang
dibutuhkan, yaitu 1,5 gram serbuk adsorben dan 1,5 gram ekstrak kental. Ekstrak
kental yang telah ditimbang kemudian ditambahkan dengan sedikit pelarut.
Kemudian ekstrak dimasukkan kedalam mortir yang berisi serbuk adsorben.
Kemuadian dilakukan pengadukkan dengan stamper. Setelah itu disiapkan
macam-macam komposisi eluen yang akan digunakan. Komposisi eluen yang
digunakan adalah sebagai berikut:
N-heksana Etil asetat Metana
10 0 0
6 4 0
4 6 0
0 10 0
0 6 4
0 4 6
0 0 10
Setelah dibuat eluen dengan berbagai macam komposisi, dipersiapkan alat
yang akan digunakan. Selanjutnya yaitu disiapkan kertas saring berbentuk
lingkaran yang kemudian dimasukkan kertas saring tersebut kedalam kolom KCV.
Dimasukkan dan diratakan serbuk adsorben (50 gram) kedalam kolom KCV.
Dimatikan alat vakum, lalu dimasukkan serbuk ekstrak diatas adsorben.
Diletakkan kertas saring bundar diatas serbuk ekstrak dan dinyalakan alat vakum.
Kemudian dimasukkan komposisi eluen pertama. Botol kosong tempat menaruh
komposisi eluen pertama ditempatkan dibawah keran yang akan digunakan
sebagai penampung eluen dan komponen yang terekstraksi. Dibiarkan eluen
terkumpul dalam kolom penampung sampai tidak ada lagi eluen yang menetes.
Kemudian dimatikan vakum dan dibuka keran pada kolom penampung. Setelah
itu dimasukkan komposisi eluen kedua, ditampung eluen dan komponen terekstak
seperti pada prosedur untuk komposisi eluen pertama. Dilakukan hingga
komposisi eluen ke-7.
Kemudian untuk fraksi-fraksi yang diperoleh dilakukan pemekatan dan
dilakukan pemantauan fraksi dengan KLT. Untuk pemantauan fraksi, terlebih
dahulu disiapkan fase gerak kloroform : etil asetat (1:3). Dimasukkan fase gerak
kedalam chamber, lalu celupkan kertas saring kedalamnya dan ditutup rapat.
Dibiarkan chamber jenuh dengan uap fase gerak. Selanjutnya dilakukan
pengenceran terhadap ekstrak kental dengan ditambahkannya beberapa mL
pelarut. Lalu disiapkan plat KLT, diberi batas atas dan bawah 1 cm. Ditotolkan
ekstrak pada plat menggunakan pipa kapiler, biarkan totolan ekstrak mengering.
Dimasukkan plat kedalam chamber dan dibiarkan fase gerak naik. Setelah itu
diangkat plat, dibiarkan plat mengering. Dilihat warna bercak dibawah sinar
tampak.
IV.3.2. Kromatografi Kolom Klasik dan Pemantauan Profil KLT
Untuk percobaan KKK, yang dilakukan pertama kali adalah dibuat seri
campuran pelarut dengan volume 20 mL setiap seri (perbandingan seperti
komposisi eluen pada KCV). Kemudian ditimbang 50 gram silika gel 60 dan
dilarutkan dengan n-heksana. Ditimbang pula 0,5 gram ekstrak kental kayu
secang, dilarutkan dengan sedikit eluen, dan ditambahkan dengan sedikit silika
gel. Kemudian dipindahkan kedalam mortar dan ditambahkan kembali silika gel
hingga ekstrak tercampur merata. Dimasukkan campuran silika gel 60 dan eluen
kedalam kolom sambil diketuk untuk mencegah udara terjebak dan mencegah
cracking. Dibiarkan kran terbuka hingga eluen. Setelah terbentuk adsorben yang
padat, disisakan sedikit eluen diatas permukaan dan kran ditutup kembali.
Kemudian dimasukkan ekstrak kedalam kolom, lalu dimasukkan pula sedikit demi
sedikit eluen sesuai dengan seri campuran yang telah dibuat. Ditampung fraksi
dalam vial hingga semua eluen dimasukkan kedalam kolom. Fraksi yang telah
ditampung dipekatkan diatas water bath dan dilakukan pemantauan fraksi dengan
KLT.
Untuk pemantauan fraksi, terlebih dahulu disiapkan fase gerak kloroform :
etil asetat (1:3). Dimasukkan fase gerak kedalam chamber, lalu celupkan kertas
saring kedalamnya dan ditutup rapat. Dibiarkan chamber jenuh dengan uap fase
gerak. Selanjutnya dilakukan pengenceran terhadap ekstrak kental dengan
ditambahkannya beberapa mL pelarut. Lalu disiapkan plat KLT, diberi batas atas
dan bawah 1 cm. Ditotolkan ekstrak pada plat menggunakan pipa kapiler, biarkan
totolan ekstrak mengering. Dimasukkan plat kedalam chamber dan dibiarkan fase
gerak naik. Setelah itu diangkat plat, dibiarkan plat mengering. Dilihat warna
bercak dibawah sinar tampak. Setelah itu ditentukan pada vial berapa terdapat
senyawa target, dan dilakukan KLT ulang dengan 5 vial pada rentang vial yang
diduga terdapat senyawa target.
IV.4. Teknik Pemisahan dan Pemurnian Isolat
IV.4.1. KLT Preparatif untuk Subfraksi Bahan Hasil KKV
Eluen kloroform : etil asetat (1:3) dalam 50 mL dimasukkan ke dalam
chamber untuk dijenuhkan dan dimasukkan kertas saring ke dalam chamber. Pada
plat KLT preparatif diberi garis menggunakan pensil pada bagian atas dan bawah
dengan jarak 1cm dari ujung plat, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 15
menit. Hasil subfraksi KKV vial no. 6 dilarutkan dengan sedikit pelarut. Isolat
ditotolkan pada plat KLT preparatif membentuk pita bergaris pada salah satu garis
di plat KLT preparatif dengan menggunakan pipa kapiler. Setelah penotolan, plat
KLT dimasukkan ke dalam chamber dan dibiarkan hingga eluen naik sampai
batas atas plat. Setelah proses elusi selesai, plat KLT preparatif diamati di bawah
sinar UV 254 dan 366 nm untuk melihat bercak yang diduga sebagai senyawa
target. Bercak pita yang diduga senyawa target kemudian dikerok menggunakan
spatula dan dimasukkan ke dalam vial. Hasil kerok kemudian dilakukan pencucian
sebanyak 2 kali dengan ditambahkan 5 mL metanol ke dalam vial, diaduk dan
disaring menggunakan kertas saring.
IV.4.2. KLT Preparatif untuk Subfraksi Bahan Hasil KKK
Eluen kloroform : etil asetat (1:3) dalam 50 mL dimasukkan ke dalam
chamber dan dimasukkan kertas saring ke dalam chamber. Pada plat KLT
preparatif diberi garis menggunakan pensil pada bagian atas dan bawah dengan
jarak 1cm dari tepi plat, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit.
Hasil subfraksi KKK vial no. 27 dan 28 disatukan dengan ditambahkan sedikit
pelarut. Isolat ditotolkan pada plat KLT preparatif membentuk pita bergaris pada
salah satu garis di plat KLT preparatif dengan menggunakan pipa kapiler. Setelah
penotolan, plat KLT dimasukkan ke dalam chamber dan dibiarkan hingga eluen
naik sampai batas atas plat. Setelah proses elusi selesai, plat KLT preparatif
diamati di bawah sinar UV 254 dan 366 nm untuk melihat bercak yang diduga
sebagai senyawa target. Bercak pita yang diduga senyawa target kemudian
dikerok menggunakan spatula dan dimasukkan ke dalam vial. Hasil kerok
kemudian dilakukan pencucian sebanyak 2 kali dengan ditambahkan sedikit
pelarut ke dalam vial, diaduk dan disaring menggunakan kertas saring.
IV.5. Uji Pemurnian dan Karakterisasi Isolat
IV.5.1. Karakterisasi Subfraksi Hasil KKK menggunakan Spektrofotometer
UV-Vis
Dinyalakan alat spektrofotometer UV-Vis dan kuvet diisi dengan metanol
sebagai blanko, kemudian kuvet dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer UV-
Vis. Pada alat ditekan tombol 2, kemudian F1 dan tulis panjang gelombang 200-
600 nm, ditunggu sampai ada tanda bunyi. Kuvet dibilas dengan isolat dan
selanjutnya dimasukkan isolat ke dalam kuvet. Kuvet dimasukkan ke dalam alat
spektrofotometer UV-Vis, pada alat ditekan tombol start, lalu F2 untuk melihat
peak dari isolat.
IV.5.2. KLT Dua Dimensi untuk Isolat Hasil KKK
Disiapkan dua buah chamber dan dimasukkan eluen ke dalam masing-
masing chamber, chamber 1 kloroform : metanol (4:1) dan chamber 2 kloroform :
metanol (1:4), kemudian chambe dijenuhkan dengan dimasukkan kertas saring ke
dalam chamber. Dibuat garis batas pada 4 sisi plat KLT dengan jarak 1 cm dari
tepi plat dan dan plat KLT diaktivasi dengan cara dimasukkan ke dalam oven.
Kemudian isolat ditotolkan pada plat dengan posisi tepat disebelah kiri,
selanjutnya plat dielusi dengan dimasukkan ke dalam chamber pertama. Setelah
dielusi plat diamati di bawah sinar UV 254 nm. Selanjutnya plat dielusi kembali
pada chamber kedua dengan posisi plat diputar 90°. Setelah dielusi plat diamati di
bawah sinar uv 254 nm dan 366 nm.
IV.5.3. Karakterisasi Subfraksi Hasil KKV menggunakan Spektrofotometer
UV-Vis
Dinyalakan alat spektrofotometer UV-Vis dan kuvet diisi dengan metanol
sebagai blanko, kemudian kuvet dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer UV-
Vis. Pada alat ditekan tombol 2, kemudian F1 dan tulis panjang gelombang 600-
200 nm, ditunggu sampai ada tanda bunyi. Kuvet dibilas dengan isolat dan
selanjutnya dimasukkan isolat ke dalam kuvet. Kuvet dimasukkan ke dalam alat
spektrofotometer UV-Vis, pada alat ditekan tombol start, lalu F2 untuk melihat
peak dari isolat.
IV.5.4. KLT Dua Dimensi untuk Isolat Hasil KKV
Disiapkan dua buah chamber dan dimasukkan eluen ke dalam masing-
masing chamber, chamber 1 kloroform : metanol (4:1) dan chamber 2 kloroform :
metanol (1:4), lalu chamber dijenuhkan dengan dimasukkan kertas saring ke
dalam chamber. Dibuat garis batas pada 4 sisi plat KLT dengan jarak 1 cm dari
tepi plat dan plat KLT diaktivasi dengan cara dimasukkan ke dalam oven.
Kemudian isolat ditotolkan pada plat dengan posisi tepat disebelah kiri plat,
selanjutnya plat dielusi dengan dimasukkan ke dalam chamber pertama. Setelah
dielusi plat diamati di bawah sinar UV 254 nm. Selanjutnya plat dielusi kembali
pada chamber kedua dengan posisi plat diputar 90°. Setelah dielusi plat diamati di
bawah sinar uv 254 nm dan 366 nm.
Vial 5 = Bening
Vial 10 = Bening
Vial 15 = Agak kuning
Vial 20 = Orange
Vial 25 = Merah agak orange
Vial 30 = Merah agak orange
Vial 35 = Ungu
Vial 40 = Ungu pekat
VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
VII.1. Diperoleh sejumlah isolat sampel kayu secang
VII.2. Diperoleh 1 pita yang diduga sebagai senyawa target pada masing masing
subfraksi
VII.3. Senyawa yang terdapat pada isolat merupakan senyawa brazilin, yaitu
senyawa yang termasuk ke dalam golongan flavonoid dan memiliki Panjang
gelombang 444 nm
Daftar Pustaka
Adijuwana dan Nur M.A. (1989). Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi.
Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.
Ansel, H. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Ariningsih, I. Solichatun, dan Anggarwulan, E., (2003). Pertumbuhan Kalus dan
Produksi Antrakuinon Mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada Media
Murashige-Skoog (MS) dengan Penambahan Ion Ca 2+ dan Cu2+. Jurnal
Biof, 1: 39-43.
Arsyad, M. N. (2001). Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Ilmiah. Jakarta:
Gramedia.
Austin, G.T. (1984). Shreve's Chamical Process Industries. New York: Mc Graw
Hill,. Inc.
Bhat, S.V., B.A. Nagasampagiand S. Meenakshi. (2009). Natural Products:
Chemistry and Application. New Delhi: Narosa Publishing House.
Dalimartha, S. (2009). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 6. Jakarta: Pustaka
Bunda.
Day, R.A dan Underwood, A.L. (2001). Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta:
Erlangga.
Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ditjen POM. (1992). Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Fadliah, M. (2014). Kualitas organoleptik dan pertumbuhan bakteri pada susu
pasteurisasi dengan penambahan kayu secang (Caesalpinia sappan L.)
selama penyimpanan. [Skripsi]. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Fessenden. (2003). Kimia Organik. Erlangga: Jakarta.
Gholib, I. dan Rohman, A. (2008). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Gritter R. J., J. M. Bobbit dan E. S. Arthur. (1991). Pengantar Kromatografi.
Bandung: Institut Teknologi Bandung Press.
Hadyana, A. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: EGC.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Diterjemahkan oleh Sujatmi. Bandung:
ITB Press.
Harmita. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku Dan Sediaan Farmasi. Jakarta:
Departemen Farmasi FMIPA UI.
Herbert, R. B. (1989). The Biosynthesis of Secondary Metabolism. New York:
Campman and Hall.
Helfmann, E. (1983). Steroid Dalam Kromatografi. Amsterdam: Fundamentals
and Aplication.
Hidayat, Syamsul, Rodame & Napitupulu. (2015). Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta:
Penerbit Agriflo.
Horvart, (1981). Tannins: Definition. https://www.ansci.cornell.edu/plant/toxic
agents/tannin/definition science webmaster, Cornert University. Diakses 30
Oktober 2020
Hostettmenn, K, dkk. (1986). Cara Kromatografi Preparatif. Bandung: ITB
Press.
Karlina, Y., Adirestuti, P., Agustini, D. M., Fadhillah, N. L., & Malita, D. (2012).
Pengujian Potensi Antijamur Ektrak Air Kayu Secang Terhadap aspergillus
niger dan Candida albicans. Jurnal Penelitian Biokimia. Bogor: IPB Press.
Landuma, dkk. (2014). Application Of Sappan Wood (Caesalpinia Sappan Linn)
as Sensitizer for Dye-sensitized Solar Cell (DSSC): AIPConference
Proceedings 1586. 109.
Lenny, S., (2006). Senyawa Terpenoida dan Steroida. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Luthria, D. L. (2006). Influence of sample preparation on the assay of
phytochemicals. USA: American Laboratory.
Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB.
Miller, A. L. (2002). Antioxidant Flavonoid Structure Function and Clinical
Usage. Journal Pharmaceutical Int.
Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gajah Mada. (2011). Jenis bahan
penyamak kulit ikan. Yogyakarta: UGM Press.
Puspasari, D. (2010). Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Dwi Media Press.
Ralph, P.H. (1996). Kimia Dasar Jilid 1 edisi 4. Jakarta: Erlangga.
Rath, G.; Ndonzao, M. and Hostettmann, K., (1995). Antifungal Anthraquinones
from Morinda Lucida. Journal Int Pharmacogol. 33: 107-114.
Raymond, C. (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Riswiyanto. (2009). Metodologi Penelititan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Rudi, L. (2010). Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas
Haluoleo.
Robinson, T., (1991). The Organic Constituen of Higher Plants Ed ke-6. USA:
University of Massachusetts.
Sastrohamidjojo, H. Dr. (1985). Analisis Kromatografi. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Simpson, N.J.K. (2000). Solid-Phase Extraction: Principles, Techniques, and
Applications. New York: CRC Press.
Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB,
Bandung.
Sudjadi. (1986). Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press.
Sumar H, dkk. (1994). Kimia Analitik Instrumen Edisi Kesatu. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Tjitrosoepomo, G. (2004). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta) Cetakan
kedelapan. Yogyakarta: UGM Press.
Tobo, F. (2001). Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia 1. Makassar: Unhas
Press.
Wall, P.E. (2005). Thin-Layer Chromatography, A Modern Practical Approach.
UK: RS C7.
Widiyantoro, A., Alimuddin, Andi Hairil., Sari, Dina Yuspita. (2018). Isolasi
Brazilin dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) dan Formulasinya
untuk Lipstik Batang. Jurnal Ilmu dan Terapan Kimia. Orbital, 3(1).
Wink, M. (2008). Ecological Roles of Alkaloids. Wink, M. (Eds.)Modern
Alkaloids, Structure, Isolation Synthesis and Biology. Jerman: Wiley-VCH
Verlag GmbH & Co. KgaA.
Yazid, E.(2005). Kimia Fisika Paramedis. Yogyakarta: Penerbit Andi.
LAMPIRAN