Anda di halaman 1dari 15

Makalah Kimia Organik Bahan Alam

STILBENOID

KELOMPOK II
Disusun Oleh:
ANDRIAN NARDUS YOEL H031 17 1314
MOH FADLI AHMAD H031 17 1502
RAFIQI BARID H031 17 1308
SUMIATI HADRIANI H031 17 1317
NURHAINI H031 17 1015
ERISKA REGITA CH H031 17 1303
A. SITI RU’YAH QALBIYAH .F H031 17 1501

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa


Ta’ala karena atas izin-Nya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat sebagai bahan diskusi di kelas pada mata kuliah Kimia
Organik Bahan Alam semester ganjil 20198020 dan sebagai salah satu syarat dan
penilaian kelulusan mata kuliah ini. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada
Bapak dan Ibu dosen atas arahan dan ilmunya pada kuliah Kimia Oragnik Bahan
Alam ini, serta teman-teman yang terlibat dalam penyusunan dan diskusi makalah
ini.
Kami sadari makalah ini masih mengandung banyak kekurangan, oleh karena
itu penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila pada pemanfaatannya
nanti terdapat kekurangan sehingga kritik dan saran sangat diharapkan untuk
melengkapi makalah ini.

Makassar, Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu kimia organik pada hakekatnya seiring dengan usaha
pemisahan dan penyelidikan bahan alam. Sebagian besar senyawa organik bahan
alam adalah senyawa-senyawa aromatik. Senyawa-senyawa ini tersebar luas sebagai
zat warna alam yang menyebabkan warna pada bunga, kayu pohon tropis,
bermacam-macam fungi dan lumut.
Senyawa aromatik ini mengandung cincin karboaromatik yaitu cincin aromatik
yang hanya terdiri dari atom karbon seperti benzene, naftalen dan antrasen. Cincin
karboaromatik ini biasanya tersubstitusi oleh satu atau lebih gugus hidroksil atau
gugus lainnya yang ekuivalen ditinjau dari segi biogenetiknya. Oleh karena itu
senyawa bahan alam aromaik ini sering disebut sebagai senyawa-senyawa fenol
walaupun sebagian diantaranya bersifat netral karena tidak mengandung gugus fenol
dalam keadaan bebas.
Aktivitas antioksidan dalam bidang kesehatan merupakan indikator terhadap
material kimiawi yang dapat dimanfaatkan sebagai penyediaan obat untuk penyakit
degeneratif, seperti antikanker, antidiabetes, antiobesitas, antitumor dan lain-lain.
Penyakit ini merupakan penyakit yang dalam istilah medis digunakan untuk
menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh
yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Salah satu penyebab terbesar
penyakit degeneratif adalah radikal bebas. fenolat bersifat sebagai antioksidan.
Antioksidan adalah senyawa kimia yang mampu menghambat dan mengatasi
berbagai penyakit kronis yang diakibatkan oleh radikal bebas
Berdasarkan uraian diatas maka dibuatkah makalah ini untuk lebih mengetahui
dan memahami tentang senyawa stilben
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini, diantaranya ialah:
1. Apa yang dimaksud dengan senyawa Stilben?
2. Bagaimana jalur biosintesis Stilben?
3. Bagaimana bioaktivitas dari stilben?
4. Bagaimana manfaat senyawa Stilben pada bidang kesehatan?
5. Bagaimana metode Stilben pada suatu senyawa bahan alam ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan senyawa Stilben.
2. Untuk mengetahui dan mempelajari jalur biogenesis stilbenoid.
3. Untuk mengetahui dan mempelajari bioaktivitas Stilben.
4. Untuk mengetahui manfaat senyawa Stilben pada bidang kesehatan.
5. Untuk mengetahui metode Stilben pada suatu senyawa bahan alam.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Senyawa Stilbenoid


Senyawa stilbenoid merupakan molekul yang relative kecil dengan berat
molekul yang relative kecil dengan berat molekul antara 200-300 g/mol. Senyawa
stilbenoid yang terdapat pada tanaman dikelompokkan menjadi empat kelompok
utama yaitu kelompok senyawa stilbenoid bebas, (aglikon), kelompok oligemor
aglikon, kompleks glioksida, dan kelompok oligomer glioksida. Contoh senyawa
stilbenoid bebas antara lain resveratrol, piseatanol, dan pterostilbena. Sedangkan
beberapa senyawa stilbenoid dengan struktur oligomer antara lain α-viniferin, gnetin
H, hemsleianol D, hopeaphenol, trans-diptoindonesin B, vatikanol B. sementara itu
stilbenoid glikosida merupakan kerangka senyawa astringin dan piceid sedangkan
bentuk oligomer glikosida direpresentasikan pada struktur diptoindonesin A. dari
keempat kelompok tersebut kebanyakan stilbenoid yang ada pada tanaman
merupakan golongan senyawa bebas dan glioksida. Stilbenoid glikosida biasanya
mengandung aglikon, yang juga ditemukan dalam bentuk senyawa bebasnya
(Raharjo, 2013).

Gambar 1. Struktur umum senyawa stilben.

Stilbenoid merupakan agen kemotaksonomik yang menarik dan diekstrak


dalam kayu yang digunakan untuk bubur kayu. Mereka adalah kelompok senyawa
organik yang dihasilkan oleh tanaman kayu sebagai metabolit dan juga sebagai agen
konstitutif. Senyawa ini terdapat dialam sebagai aglikon dan glukosida yang sama,
hanya dua stilben terprenilasi yang telah diperoleh dari Chlorophlora excelsa pada
tanaman famili Moraceae (Hakim dkk., 2012). Stilben adalah molekul dasar untuk
menyelidiki fotoisomerisasi, senyawa ini telah menjadi subjek yang substansial
dalam penelitian. Stilben adalah model yang dimengerti bersifat lebih rumit, seperti
retinal, kromofor dari rodopsin, dan untuk mengerti efek dari lingkungan yang
berbeda dalam potoisomerisasi. Isomerisasi dari stilben dapat dimulai baik dari
geometri cis dan trans (Hakim dkk., 2012).

Gambar 2. Perbedaan struktur cis-stilben dan trans-stilbene

2.2 Jalur Biogenesis Stilbenoid


Stilben adalah etilen yang tersubstitusi oleh dua cincin fenil. Cincin A
biasanya memiliki dua gugus hidroksi dalam posisi m dan memiliki jalur biosintesis
asam mevalonat, sedangkan cincin B membawa sebuah gugus hidroksi dan metoksi
dalam posisi o-,m-,p- dan jalur biosintesisnya asam shikimat. Stilben aglikon dan
stilben glikosida terbentuk secara alami pada lumut dan tumbuhan tingkat
tinggi.senyawa ini merupakan bagian terpenting dari antifungal pitoaleksins fenolik
yang biasanya disintesis hanya melalui respon terhadap infeksi atau luka. Suatu
kesatuan senyawa-senyawa terbentuk berdasarkan pada jumlah dan lokasi gugus
hidroksil:kehadiran gugus ini dapat tersubstitusi oleh gula, metal, metoksi dan residu
lainnya:konfigurasi sterik bagi molekul-molekul identik secara kimia;
kemampuannya untuk memasuki reaksi membentuk dimmer, trimer, atau polimer-
polimer besar (Atum dkk., 2014).
Stilben memiliki struktur C6-C2-C6. Senyawa turunan stilben dipercaya
memiliki aktivitas antioksidan. Stilben, trans resveratrol telah diisolasi pertama kali
pada tahun 1940 dari akar veratrum grandiflorum. Senyawa ini sering diperoleh dari
berbagai spesies pada sembilan famili tumbuhan, bersama-sama oksiresveratrol
dalam Gymnospermae, Lilaceae, Moraceae, dan Myrtaceae. Cis dan trans resveratrol
telah dilaporkan dari Arachis hypogen (Fabaceae) dan dari Eucalyptus spesies dari
Myrtaceae. Dihidroksi stilben dan tetrahidroksi stilben sering terdapat di alam.
Stilben terprenilasi telah dilaporkan hanya dari tumbuhan Leguminous. Dengan cara
yang sama, hanya dua stilben terprenilasi yang telah diperoleh dari Chlorophlora
excelsa pada tanaman famili Moraceae (Atum dkk., 2014).

Gambar 3. Biosintesis senyawa stilben

Stilben aglikon terdistribusi diantara 17 famili tanaman berbunga. Pinaceae,


Cupressaceae dan Gnetaceae adalah famili Gymnospermae yang dilaporkan
mengandung stilben. Akan tetapi, stilben juga telah diidentifikasi dalam anggota
Malvaceae. Banyak stilben alam telah diisolasi sebagai trans isomer. Meskipun trans
stilben itu sendiri telah dilaporkan dari spesies Alnus, sebelumnya telah diusulkan
dalam minyak Perubalsam berdasarkan pada titik lelehnya (Fatony dkk., 2015).
Stilben glukosida telah diisolasi dari beberapa tumbuhan termasuk 4 famili
tumbuhan, dengan mayoritas dari mereka terjadi dalam spesies dari spesies Picea
pada Pinaceae. Stilben glukosida astringin dan isorhapontin ada dalam tingkat tinggi
dalam kulit kayu pada kebanyakan dari tujuh spesies Picea. Tingkatan mereka di
bagian lain dari tanaman ini seperti getah kayu dan akar yang relatif rendah. Selain
itu, tumbuhan lain yang tergolong stilben glukosida dalah Rhapontin, yang
merupakan glukosida yang pertama kali dikenal, telah dilaporkan berasal dari Rheum
rhaponticum. Resveratrol glukosida ”piceid” terdapat dalam anggota dari tiga famili
tanaman, dimana glukosida pada piceatannol telah dilaporkan hanya dari spesies
Picea. Sedikit stilben glukosida dikenal dari genera Gaylussacia dan Polygonium
(Dewi dkk., 2014).

2.3 Bioaktivitas Stilben


Secara alami, stilben ada dalam range yang luas terhadap aktivitas biologi,
termasuk toksisitas terhadap fungi, rayap, serangga. Resveratrol, stilbenol yang
secara luas didistribusi, telah ditemukan mempunyai aktivitas anti fungal dan bentuk
dimer dan trimernya dalam daun Vitis vinifera telah dihubungkan dengan ketahanan
penyakit.
Oligomer resveratrol sebagai salah satu senyawa fenolik memiliki aktivitas
biologi yang beragam dan menarik. Aktivitas oligomer resveratrol yang pernah
dilaporkan, antara lain sebagai antimikroba, yaitu resveratrol, ε-viniferin, kopaliferol
A, kopaliferol B, kanalikulatol, dan vatikafinol. Kanalikulatol, distikol dan α-
viniferin bersifat anti fungal. Selain itu, α– viniferin juga bersifat anti inflamasi dan
penghambat enzim asetilkolinesterase, vatikanol B bersifat anti oksidan.
Balanokarpol dan dibalanokarpol bersifat sebagai anti-HIV. Aktivitas biologis
lainnya adalah sitotoksisitas, antara lain ε-viniferin aktif terhadap sel leukemia HL60
dan vatikanol C aktif terhadap sel leukemia HL60 dan sel kanker usus SW480. ε-
viniferin juga aktif terhadap sel kanker murin leukemia P-388 merupakan sel yang
digunakan oleh NCI (National Cancer Institute) untuk skrining ekstrak atau senyawa
murni yang bersifat anti kanker (Rustani dan Roharjo, 2014).

2.4 Manfaat Senyawa Stilbenoid


Pemanfaatan senyawa stilben dalam bidang kesehatan merupakan indikator

terhadap material kimiawi yang dapat dimanfaatkan sebagai penyediaan obat untuk

penyakit degeneratif, seperti antikanker, antidiabetes, antiobesitas, antitumor dan anti

fungi, anti bakteri, anti HIV, anti kanker dan anti Inflamasi. Penyakit ini merupakan

penyakit yang dalam istilah medis digunakan untuk menjelaskan suatu penyakit yang

muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh yaitu dari keadaan normal

menjadi lebih buruk. Beberapa tumbuhan diketahui mengandung senyawa stilben

seperti tumbuhan penghasil buah, kacang-kacangan dan juga umbi yang dihasilkan
tumbuhun. Namun beberapa sumber menyebutkan senyawa stilben juga banyak

terdapat pada bagian akar dan kulit batang tanaman itu sendiri (Atum dkk,m 2014).

Gambar 4. Tumbuhan Penghasil Senyawa stilbenoid

2.5 Isolasi dan Elusidasi Senyawa Stilbenoid


2.5.1 Senyawa Golongan 2-arylbenzofuran dan Stilben dari Ekstrak Metilen
Klorida (CH2CL2) Daun Artocarpus fretsessi HASSK
Artocarpus fretsessi Hassk merupakan spesies endemik di Indonesia dikenal
dengan nama “Maumbi”. Nama lain dari spesies ini adalah artocarpus dasyphylla
MIQ yang merupakan sejenis cempedak hutan yang pohonnya terdapat di pulau
Sulawesi. Pada daun tumbuhan Artocarpus fretsessi terdapat penemuan dua senyawa
yaitu senyawa golongan 2-arylbenzofuran dan golongan stilben dari ekstrak metilen
klorida (CH2Cl2). Struktur molekul keduanya berdasarkan data spektroskopi IR dan
UV serta perbandingan data sejenis yang telah dilaporkan.
2.5.2 Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan bahan-bahan organik, yaitu larutan metanol
teknis, n-heksan teknis, metilen klorida (CH2Cl2) teknis, etil asetat (EtOAc) teknis,
aseton teknis dan aseton p.a., kloroform (CHCl3) p.a., silika gel kasar (merck,
no.katalog 7733), silika gel (merck, no.katalog 7734), silika gel (merck, no.katalog
7730), plat KLT (merck, no.katalog 1.05553), CeSO4. H2SO4, NaCl laut (sigma,
no.katalog S-9883), DMSO (merck, no.katalog 802912), telur Artemia salina Leach,
dan aquades. Alat-alat yang digunakan antara lain alat gelas yang umum di
Laboratorium, rotary evaporator, timbangan digital, kromatografi kolom vakum,
kromatografi kolom gravitasi, kromatografi kolom flash, mikropipet, penyaring
kristal, alat titik leleh, wadah penetasan, Alat KLT (chamber KLT, pipa kapiler,
pensil, cutter, dan mistar), Lampu UV, spektroskopi UV Cary Varian 100 Conc., dan
spektroskopi Perkin-Elmer Spectrum One FT-IR. Bahan tumbuhan yang digunakan
adalah serbuk daun Artocarpus fretessi Hassk, diperoleh dari Desa Kalaena Kiri,
Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur. Spesimen tumbuhan diidentifikasi
oleh Herbarium Bogoriense, LIPI Bogor. Serbuk daun Artocarpus fretessi Hassk
seberat 2,6 kg dimaserasi dengan pelarut metanol selama 24 jam sebanyak empat
kali. Maserat metanol tersebut kemudian dievaporasi hingga diperoleh residu kering
berwarna coklat seberat 147,82 gram. Residu (ekstrak metanol) ini masih
mengandung klorofil yang kemungkinan dapat mengganggu proses partisi dengan
metode ekstraksi cair-cair. Oleh karena itu, klorofilnya dipisahkan dengan cara
menambahkan aquades kirakira 1 : 2. Endapan yang terbentuk selanjutnya disaring
dan filtratnya diproses lebih lanjut. Berat kering filtrat tanpa klorofil adalah 121, 75
gram.
Filtrat metanol-air dipartisi secara kontinyu, mulai dari pelarut nonpolar yaitu
n-heksan kemudian semipolar CH2Cl2 dan pelarut polar etil asetat. Masing-masing
hasil partisi dievaporasi sampai kering. Hasil partisi n-heksan diperoleh berupa
residu berwarna coklat seberat 1,485 gram, hasil partisi CH2Cl2 berupa residu
berwarna hijau kehitam-hitaman seberat 2,77 gram, sedangkan hasil partisi etil asetat
berupa residu berwarna coklat seberat 9,9 gram.
Hasil partisi CH2Cl2 seberat 2,77 gram dianalisis dengan KLT dan
difraksinasi awal melalui kromatografi kolom vakum dengan eluen n-heksan, EtOAc
: n-heksan, EtOAc, aseton, dan metanol dengan urutan kepolaran yang terus
meningkat. Proses ini menghasilkan sebelas fraksi A-K. Fraksi K seberat 1,1485
gram difraksinasi lanjut melalui kromatografi kolom vakum dengan menggunakan
eluen EtOAc : n-heksan dengan kepolaran yang terus meningkat, EtOAc, aseton, dan
metanol, dan diperoleh sepuluh fraksi utama yaitu fraksi K1 sampai K10. Fraksi K4
dimurnikan melalui kromatografi kolom flash dengan menggunakan eluen EtOAc :
CHCl3 (1 : 19), dan diperoleh senyawa 1. Sedangkan fraksi C seberat 44 mg diproses
lanjut dengan cara kristalisasi dan rekristalisasi menggunakan pelarut EtOAc,
kemudian disaring dan selanjutnya dianalisis dengan KLT menggunakan dua macam
sistem eluen. Berdasarkan kromatogram analisis, dinyatakan bahwa endapan yang
diperoleh melalui proses tersebut merupakan isolat tunggal (senyawa 2).

2.5.3 Hasil dan Pembahasan


Senyawa 2, diperoleh dalam padatan putih seberat 1,1 mg. Identifikasi

strukturnya melalui analisis data IR. Spektrum IR senyawa 2 menunjukkan adanya


pita-pita serapan (νmaks) antara lain yang khas untuk gugus hidroksil bebas dengan

munculnya peak tajam pada serapan 3445 cm-1 , C-H alifatik pada 2918 dan 2847

cm-1 , C=C aromatik pada serapan 1642 dan 1461 cm-1 , dan paradisubstitusi benzen

pada 804 cm-1.

Disimpulkan bahwa senyawa 2 memiliki struktur aromatik dengan gugus samping

OH bebas dan substituen alifatik. Untuk menentukan pola struktur yang

memungkinkan pada senyawa ini, spektrumnya dibandingkan dengan spektrum

standar yang ada. Data korelasi senyawa 2 dengan spektrum standar dapat dilihat

pada Tabel 2, dan perbandingan spektrumnya.

Pada data perbandingan ini terlihat bahwa senyawa 2 memiliki gugus fungsi yang

mirip dengan α-viniferin (tabel 2). Senyawa α-viniferin merupakan senyawa fenol

turunan stilben, yang banyak ditemukan dalam famili Dipterocarpaceae seperti pada

spesies Shorea seminis (Achmad, 2004), Shorea rugosa Heim (Haryoto dkk, 2004),
dan Hopea dryobalanoides (Sahidin dkk, 2004). Dari kemiripan ini dapat

diasumsikan bahwa senyawa 2 ini kemungkinan termasuk dalam golongan stilben.

Gambar 5. Struktur dari α-viniferin


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah ini dapat disimpulkan bahwa senyawa Stilben memiliki


struktur C6-C2-C6 yang memiliki molekul yang relative kecil dengan berat molekul
yang relative kecil dengan berat molekul antara 200-300 g/mol. Senyawa stilbenoid
yang terdapat pada tanaman dikelompokkan menjadi empat kelompok utama yaitu
yaitu, kelompok senyawa stilbenoid bebas, (aglikon), kelompok oligemor aglikon,
kompleks glioksida, dan kelompok oligomer glioksida.
Jalur biogenesis stilben adalah etilen yang tersubstitusi oleh dua cincin fenil.
Cincin A biasanya memiliki dua gugus hidroksi dalam posisi m dan memiliki jalur
biosintesis asam mevalonat, sedangkan cincin B membawa sebuah gugus hidroksi
dan metoksi dalam posisi o-,m-,p- dan jalur biosintesisnya asam shikimat. Oligomer
stilben terbatas pada enam famili tanaman. Senyawa-senyawa yang ditemukan
lazimnya merupakan oligomer dari monomer stilben yang juga disebut resveratrol,
baik dalam bentuk glikosida maupun tanpa glikosidanya. Bioaktivitas dan
pemanfaatan senyawa stilben banyak dimanfaatkan karena senyawa stilben dipercaya
dapat dijadikan sebagai senyawa anti fungi, anti bakteri, anti HIV, anti kanker dan
juga anti inflamasi.

3.2 Saran

Materi tentang senyawa stilbenoid ini didalamnya masih banyak terdapat


kekurangan disebabkan keterbatasan yang dimiliki oleh penyusun. Kepada dosen
mata kuliah bersangkutan serta semua pihak yang membaca makalah ini agar
memberi masukan sehingga makalah ini dapat lebih bermanfaat serta mudah di
mengerti.
DAFTAR PUSTAKA

Atum, S., Achmad, S.A., Hakim, E.h., dan Syah, Y.M. 2014, Pemisahan dan
Elusidasi Struktur Dimer Stilbenoid dari Kayu Batang Vatica umbonata
Burck (Dipterocarpaceae), Jurnal Kimia Intitut Teknologi Bandung, 1(2): 1-
10.

Atum, S., Achmad, S.A., Hakim, E.H., dan Syah, Y.M. 2014, (-)-Ampelopsin F,
Laevifonol dan ε-Viniferin, Tiga Dimer Stilbenoid dari Kayu Batang Vatica
umbonata Burck (Dipterocarpaceae), Jurnal Kimia Intitut Teknologi
Bandung, 2(5): 1-11.

Achmad, S. A., Aimi, N., Ghisalberti, E. L., Hakim, E. H., Soekamto, N. H., dan
Syah, Y. M., 2003, Beberapa Senyawa Fenol dari Tumbuhan Morus
macroura Miq., Jornal Matematika dan Sains, 8(1), 35-40.

Choi, H. D., Kim, Y. W., Seo, P. J., dan Son, B. W., 2001, Synthesis of 2-
Arylbenzofuran Derivatives Using (Methylsulfinyl)acetophenones, 45(4),
391-394.

Dewi, C., Utami, R., Riyadi, H.N. 2014, Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba
Ekstrak melinjo (gnetum gnemon l.), Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, 5(2):
74-81.

Fatony, Z.A., Khairi, S., Yusuf, M., and Sudrajat, H. 2015, Structure Identification of
a Trimer Stilbenoid Compound from Stem Bark Hopea nigra, World Journal
of Chemistry 3(2): 39-41.

Hakim, E.H., Adimurti, V., Makmur, L., Achmad, S.A., Aimi, N., Kitajima, M.,
Mujahidin, D., dan Takayama, H.N 2012, Suatu senyawa stilben terprenilasi
dari kayu akar Tumbuhan Artocarpusa afiliss, PROC. ITP, 33(2): 75-80.

Hakim, E. H. et.al. 2005, “Molecular/diversity of Artocarpus champeden


(Moraceae), A species endemic to Indonesia”, Molecular Diversity (USA),
9(149), 1-3.

Ilyas, A., 2013, Senyawa Golongan 2-arylbenzofuran dan Stilben dari Ekstrak
Metilen Klorida (CH2Cl2) Daun Artocarpus fretsessi Hassk, Jurnal
Teknosains, 7(1): 1-9.

Ito, T., Akao, Y. H., Ohguchi, K., Matsumoto, K., Tanaka, T., Iinuma, M., and
Nozawa, Y. 2003, Antitumor effect of resveratrol oligomers against human
cancer cell lines and the molecular mechanism of apoptosis induced by
vaticanol C, Carcinogenesis, 24(9): 1489-1497.
Meyer, N., Ferrigini, N.R., Putman, J.E., Jacobsen, D.E., and Mc Laughlin, J.L.
1982, Brine shrimp a convenient general bioassay for active plant constituent,
Planta Med., 45(2): 31-34.
Mohamed, M. H., Kasai, R., Kanchanapoom, T., Kamel, M. S., dan Yamasaki, K.,
2002, Stilbene and 2-Arylbenzofuran Glucosides from the Rhizomes of
Schoenocaulon officinale, Journal of Chem Pharmacy, 58(6), 863-865.
Raharjo, J.T., 2013, Kimia Hasil Alam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Rustanti, E., dan Roharjo, T.J., 2014, Karakterisasi Fragmen 0,45 kb Gen Pengkode
Stileben (STS) dari Tanaman Melinjo (Gnetum Gnemon), Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan Kimia III, 1(3): 667-674.

Sahidin, Hakim, E.H., Syah, Y.M., Juliawaty, L.D., Achmad, S.A., dan Latip, J.
2013, Tiga oligomer resveratrol dari kulit batang Hopea gregaria
(dipterocarpaceae) serta sifat toksik dan sitotoksiknya, Majalah Farmasi
Indonesia, 17(3): 109-115.

Anda mungkin juga menyukai