Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PERMODELAN HOT TEARING : PENDEKATAN


MIKROSTRUKTUR YANG DITERAPKAN PADA
SOLIDIFIKASI BAJA

Disusun Oleh

HABDI TITO
NIM. 1804102010055

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2021
PROPOSAL TUGAS AKHIR

A. Judul Tugas Akhir


Permodelan Hot Tearing : Pendekatan Mikrostruktur Yang Diterapkan Pada Solidifikasi Baja

B. Ruang Lingkup

Kata kunci : hot tearing, aproach microstructure, steel.


C. Latar Belakang
Hot tearing selama proses solidifikasi telah diselidiki secara mendalam dalam beberapa
tahun terakhir dan terakhir melalui pengujian, permodelan, dan pengembangan sejumlah
kriteria hot tearing makroskopik. Tujuannya adalah utuk mendahului terjadinya retak selama
proses solidifikasi industry , yang dalam produksi baja,sebagian besar batang dan pengecoran
berkelanjutan. Karya ini terinsipirasi oleh kriteria yang diusulkan dalam karya bellet dkk
disebut kriteria CBC, dari mana pendekatan metodologis dan data eksperimen yang digunakan
untuk kelibrasi , terkait dengan sembillan baja karbon, telah diturunkan. Kriteria hot tearing
yang di usulkan mengadopsi parameter : jarak lengan primer dan sekunder, ketahanan mekanis
di dekat suhu solidus, parameter pemadatan G (Gradien) dan (kecepatan ujung dendrit),
perpanjangan runge rapuh dibagian depan dendritic dan suhu pembentukan sulfide mangan.
Formuliasi baru merupakan upaya untuk menggantikan kisaran suhu getas dan kandungan
baja, yang muncul dalam kriteria CBC, karakteristik struktur dendritic, dengan tujuan untuk :
1. Bergerak menuju ekspresi umum indeks retak yang berlaku untuk kelas baja yang berbeda
2. Memperkenalkan ketergantungan kerentanan retak pada kondisi pendinginan .
Kesepakan nilai indeks perobekan panas baru dengan yang eksperimental adalah dari jenis
yang sama dengan eritoterion CBC, menunjukkan bahwa parameter dan ketergantungan
yang diadopsi dalam kriteria baru masuk akal. Studi lebih lanjut dan pekerjaab
eksperimental diperlukan untuk menilai pengaruh morfologi struktur mikro pada
sensitivitas retak panas dan untuk memeriksa kesesuaian pendekatan untuk komposisi baha
yang lebih luas.

D. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui hasil analisa berbagai analisa tes hot tearing terhadap solidifikasi baja
melalui pendakatan mikrostruktur.
E. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya mengkaji pada permasalahan sebagai berikut :


1. Retakan proses solidifikasi industri
2. Berbagai tes hot tearing dalam evaluasi sensitivitas retakan panas.
3. Analisis variabilitas regangan krisis dengan kondisi transfer panas lokal
F. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui terjadinya retakan selama proses solidifikasi industri, yang dalam
produksi baja, sebagian besar batang dan pengecoran berkelanjutan.
2. pengembangan dalam berbagai tes hot tearing dalam mengevaluasi sensitivitas
retakan panas.

G. Tinjauan Pustaka

1. Keadaan seni
Berbagai tes hot tearing telah dikembangkan untuk mengevaluasi sensitivitas retak
panas (HCS). Penjelasan rinci dutemukan di Dantzig dimana uji tatur digunakan oleh
Rosenberg dkk dengan beberapa paduan A-Cu,. Tes jari, Tes cetakan cincin dan tes tulang
anjing menjelaskan bellet dkk menggunakan experiment yang dilakukan dengan dua alat
pengujian hot tearing untuk penyelidikan :
“pemain kriket “ tes hot tearing dan tes tes pembengkokan batangan . keduanya
dikembangkan oleh penulis yang sama. Uji yang disebutkan pertama telah digunakan untuk
menganalisis kesesuaian kriteria robekan bot yang berbeda yang tersedia dalam literature,
yang telah dihitung dengan permodelan elelmen hingga termo-mekanis dari solidifikasi
dakam peralatan. Uji lentur batangan telah digunakan untuk mengevaluasi regangan kritis
dalam rentangan sempit yang menimbulkan hot tearing pada Sembilan komposisi baja
karbon yang berbeda dan untuk laju rentang berkisar antara 0, 0005 dan 0, 02 s −¿1 ¿.
Permodelan termo mekanis telah diterapkan lagi untuk menghitung berbagai kriteria hot
tearing yang membedaka mereka yang lebih setuju dengan hasil eksperimen dan
melanjutkan pengembangan lebih lebjut. Regangan kritis juga telah diukur dengan mesin uji
tarik panas Trabel pada 4 baja karbon pada 0,001 s. Won dkk. Menyebutkan pengukuran
regangan kritis yang dilakukan pada baja karbon oleh penulis yang berbeda di 70s dan 80s
terutama menggunakan uji blentur yang dijelaskan secara rinci oleh matsumiya.
Beberapa kriteria hot tearing telah dikembangkan sejak tahun 1960 . Bellet dkk
menyajikan tinjauan yang sangat hati-hati dari semua kriteria, dengan premis bahwa mereka
adalah eriteria makroskropik, yaitu berdasarkan nilai bidang rata-rata pada skala mewakili
volume dasar hidup dari zona lembek seperti suhu, regangan, tegangan, . kriteria tersebut
kemudian dibagi lagi menjadi 3 kategori :kriteria berdasarkan pertimbangan termal saja,
kriteria berdasarkan mekanik padat, kriteria berdasarkan mekanika padat dan fluida. Kriteria
Clyne dab Davies termasuk dalam kategori pertama, telah dibuktikan bahwa prediksinya
salah, karena keterbatasan yang kuat dari pertimbangan rermal eksklusif. Untuk kategori
kedua termasuk kriteria Won dan Prokhorov, yang menganggap struin, laju reganganlaju
pendinginan dan interval getas sebagai variable yang kriteria didasarkan kriteria RDG (yang
namanya berdasarkan dari nama penulis : Rappaz, Drezet, Gremaud) termasuk kategori dan
merupakan satu-satunya kriteria diantara yang lain yang disebutkan di atas, berdasarkan
deskripsi fisik mekanisme hot tearing.menggunakan kekekalan massa dan hukum Darcy
pendekatan ini mengarahkan pada kriteria regangan, tekanan local, teknana kavitasi,
kepadatan fase padat, dan cair, viskositas dinamis, interval getas. Dan kecepatan depan
pemadatan mucul sebagai variable . kriteria ini telah diakui lebih cocok untuk prediksi
porositas dari pada hot tearing hanya karena ini menggambarkan pembentukan rongga
setelah kavitasi cair yang disebabkan oleh pengumpanan cairan yang tidak mencukupi
diruang interdendritik.Beckerman juga mengembangkan kriteria yang didasarkan pada
deskripsi fisik dari fenomena hot tearing hanya berdasarkan persamaan kontinuitas yang
diterapkan pada zona lembek dimana terdapat fraksi padat, cair, dan porgo. Pendekatan
yang lebih canggih telah dikembangkan untuk memprediksi pemberontakan hot tearing,
menggunakan permodelan numeric untuk memecahkan masalah mekanik dan dinamis
fluida. Pendekatan-pendekatan ini merupakan evolusi dari kriteria RDG yang mencoba
menggabungkan analisis mekanis dengan analisis dinamis-fluida dan dengan
mempertimbangkan reologi kompleks material dalam lembek.
Deskripsi perilaku mekanik dari lembek memainkan peran kunci dalam pendekatan ini
berkonsentrasi ketergantungan hot tearing pada morfologi mikro dan hukum konstitusional
yang solid.
Semua metode prediksi mot tearing sangat bergantung pada nilai fraksi padat dimana
hot tearing tidak dapat berkembang kerena cairan yang tersisa terkantung dalam tetesan
yang terisolasi.
Karena hot tearing yang dikembangkan dalam karya ini dimaksudkan sebagai kemajuan
lebih lanjut dari yang pertama kali diperkenalkan oleh Won dan oleh karena itu dimodifikasi
oleh Hellet dkk. Kedua kriteria tersebut dikerjakan dengan menulis ketergantungan
regangan kritis pada beberapa parameter dan mengkalibrasi koefisien yang sesuai (faktor
dan eksponen) agar sesuai dengan data eksperimen.Won dkk. Mengansumsikan bahwa
regangan kritis ε cr berbanding terbalik dengan BTR ∆ T br dan laju regangan ε menurut
persamaan :

Elemen Bellet dkk dari komposisi baja untuk mengkhususkan ketergantungan pada
bahan yang dinyatakan, dalam formulasi Won, hanya melalui AT, dan menciptakan kriteria
baru yang disebut kriteria hot tearing CBC, memiliki bentuk sebagai berikut :

Data eksperimen regangan kritis dipasang pada gambar (1) dan (2) untuk mendapatkan
nilai parameter φ , m, n, b, c, dan d. Won dkk menggunakan data literature dari Miyazuki
dkk, Fuji dkk, Naritu dkk, , dan Matsumiya dkk. Bellet dkk menggunakan uji hot tearing
“crickacier” dikembangkan oleh penulis yang sama , dan uji tekukan batang awalnya
dikembangkan oleh Bobadilla dkk.
Ketertarikan pada evolusi kriteria semacam ini berasal dari keberhasilan yang dihadapi
oleh kriteria Won yang sebagian besar digunakan untuk prediksi resiko robekan panas
untuk baja karbon, memberikan respon yang baik. Selanjutnya itu adalah yang mudah
diterapkan dalam kode elemen hingga yang banyak digunakan untuk analisis termo-mekanis
dari proses solidifikasi industry.
Pengembangan kriteria baru yang diusulkan menggantikan : ∆ T br , ε , dan komposisi.
Muncul dalam formulasi asli Bellet dkk. (persamaan (2)).parameter menggambarkan mikro
dendritic dan kondisi pendinginan sementara respon mekanisnya tergantung pada laju
regangan yang diterapkan pendekatan baru karena itu merupakan upaya untuk memperkuat
bidang kriteria penerapan dan untuk menghubungkan regangan kritis untuk pecah juga
dengan kondisi pendinginan.
Kriteria telah diturunkan dengan menggunakan metode yang sama yang terdiri dari
penerapan ketergantungan batas regangan pada parameter yang dipilih dan pengaturan
koefisien dengan menyesuaikan data eksperimen

2. Deskripsi kriteria hot tearing yang diusulkan


Sebagian besar masalah hot tearing yang dihadapi dalam pengecoran baja
berkelanjutan terkait dengan zona kolumnar dimana retakan hot tearing bawah permukaan
dapat terbentuk dan kemudian terbuka ke permukaan. Di zona kolumnar arah tumbuh dendrit
cendrung searah dengan arah aliran panas yang membentuk butir-butir yang bercirikan
orientasi yang sama. Misorientasi antara dendrit butir yang berdekatan tidak melebihi nilai
urutan 10 sampai 20 derajat. Kolom dendrit memiliki suhu koalesensi yang lebih tinggi dan
daktilitas yang lebih tinggi dalam rentang getas daripada dendrit equiaxed. Meskipun
demikian sturktur mikro kolumnar sebagian besar terlibat dalam hot tearing karena mereka
tumbuh dihadapan gradient termal yang menginduksi regangan termal tegak lurus terhadap
batas butir kolumnar.
Meskipun pertumbuhan dendrit nyata sampai batas tertentu didominasi oleh
sejumlah gangguan yang menyimpang dari keteraturannya, kerangka dendrut dicirikan oleh
kerangka dasar yang kurang lebih dapat dibedakan tergantung pada seberapa banyak suhu
dan medan konsentrasi zat terlarut didepan ukuran pemadatan yang terganggu.
Dizona kolumnar penuh, kerangka dasar biasanya dapat dibedakan karena tidak
terlalu terpengaruh oleh ketidakteraturan pertumbuhan dendritic. Kriteria hot tearing yang
dibahas disini didasarkan pada fitur geometris kerangka dendritic dan akibatnya terbatas
pada suhu struktur mikro kolumnar tipikal yang dapat diamati pada produk cor. Ini
berlangsung dari zona dingin luar, bila ada sampai jarak tergantung pada evolusi termal dan
sifat fisik baja.
Oleh karena itu, skema sederhana diadopsi untuk mengembangkan kriteria, yang
mewakili bingkai kolumnar dalam visualisasi 2D. hot tearing terbentuk didaerah rapuh yang
ditujukan pada gambar 2, karena penerapan tegangan tarik tegak lurus terhadap arah
pertumbuhan hot tearing terbentuk ketika regangan yang terakumulasi mencapai nilai kritis.
Gagasan sederhana yang menjadi dasar kriteria ini adalah bahwa regangan
maksimum sebelum pecahnya sebagian kecil material di daerah getas, seperti yang terlampir
dalam rangka pada Gambar. 2, berasal dari morfologi kerangka dendritik dan dari reologi
material.
Daktilitas rendah disebabkan oleh adanya kantong-kantong cairan sisa yang
tertinggal di antara cabang samping. Penyederhanaan jaringan padat sepertu gambar 2,
cairan sisa yang terperangkap di antara lengan sekunder merupakan tumbuh dari batang.
tegangan tarik yang bertanggungjawab untuk inisiasi retak menumpuk didaerah yang lebih
lemah yang terletak disepanjang ruang interdendritik. Akhirnya retakan akan terbuka
disepanjang sambungan terlemah yang diwakili oleh batas butir kolumnar yang memiliki
sudut salah arah terbesar.
Regangan kritis dianggap sebanding dengan jumlah situs yang lebih lemah yang
berkontribusi terhadap perpanjangan total sebelum pecah. Jumlah ini berbanding terbalik
dengan Primary dendrit Arm Spacing (PDAS). Asumsi ini tetap berlaku juga mengacu pada
skema 3D dendrit kolumnar. Demikian :
Regangan kritis juga berbanding terbalik dengan ∆ T br , seperti yang muncul dari
kriteria Won.
Alasan ketergantungan ini dapat dijelaskan dengan bantuan gambar 4, didalam
daerah getas kurva elaktivitas, dinyatakan dengan regangan untuk pecahan, diplot
terhadap fraksi padat gs , mencapai minimum disekitar titik koalesensi. Disebelah
kanan G scoal (G s ¿ G scoal ), daktilitas rendah disebabkan oleh lapisan tipis cairan yang
disisipkan di antara dendrit yang bersentuhan (liat keterangan 1 pada gambar 3) :
sedangkan disebelah kiri (Gs ¿ G scoal ) karena adanya jembatan yang masih lemah
(lihat keterangan 2 pada gambar 3).
Interval getas pendek mengandung beberapa jumlah koneksi “kritis” (keduanya
untuk G s ¿ G scoal dan untuk G s ¿ G scoal ), sementara sejumlah besar hadir dalam
interval getas yang panjang (gambar 4). Oleh karena itu jika interval getas pendek,
ada beberapa cabang samping yang bersentuhan yang bertindak sebagai sambungan
lemah, sebaliknya sejumlah besar sambungan lemah hadir dalam interval getas yang
panjang.. perbedaan ini menimbulkan perbedaan yang masuk akal dalam kurva
daktilitas yang sesuai dengan interval getas pendek dan panjang. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4. Khususya regangan untuk pecah hanya memiliki zona
minimum yang lebih besaar dengan nilai minimum yang lebih rendah ketika interval
getas panjang (lihat perbandingan ε R kurva yang di tunjukkan pada gambar 4).
Regangan kritis oleh karena itu dapat diasumsikan berbanding terbalik dengan
jumlah sambungan kritis yang ditemukan di daerah getas. Ini dapat dinyatakan
sebagai rasio antara perluasan daerah getas dan jarak lengan dendrit sekunder
(SDAS). Karena ekstensi daerah getas diberikan oleh DT br dibagi dengan gradient
termal rata-rata di zona rapuh : G b r , akhirnya diperoleh :

Topic penting lainnya mengenai pengurangan daktifilitas adalah belerang, ini


menurunkan suhu solidus dan energy antarmuka padat-cair γ sl . Dengan mengurangi
γ sl ., suhu koalesensi lebih rendah dan fraksi padat yang sesuai akan meningkat.
Angka 5 menunjukkan bagaimana daerah rapuh berubah ketika belerang meningkat
dari jumlah awal (sketsa kiri berlabel S persen tinggi). Penurunan dari γ sl .
Menyebabkan penurunan suhu tak tertembus cairan dan suhu koalesensi
(kebalikannya terjadi pada fraksi padat yang sesuai F s yang meningkat), sedangkan
jumlah belerang yang lebih tinggi yang merupakan elemen leleh rendah, juga
menginduksi penurunan suhu solidus, konsekuensi yang paling penting adalah
bahwa interval antara suhu tak tertembus cairan dan suhu koalesensi (daerah
kerapuhan maksimum) melebar.
Upaya untuk mengukur efek belerang interdendritik pada daktilitas diusulkan
dalam hal perbedaan antara suhu liquidus dan suhu pembentukan mangat sulfida
(MnS) : T liq - T MnS , asalkan kandungan sulfur interdendritik tiba-tiba turun setelah
pengendapannya. Ada dua ekstrim

Gambar 2 – skema referensi yang menjelaskan kriteria hot tearing


Gambar 3 – asal dari kerapuhan dibagian depan dendritic.

Interval pemadatan kecil

gambar 4 – representasi skematis dari struktur daerah getas dibagian depan


dendritic dari baja yang memiliki interval pemadatan yang berbeda.
Contoh yang menjelaskan bagaimana perbedaan suhu ini harus benar
menjelaskan efek belerang interdendritik. Yang pertama adalah ketika MnS tebentuk
pada suhu di atas interval getas (rendah T lig - T MnS ). Dalam hal ini daktifilitasnya
tinggi karena kandungan sulfur interdendritik di daerah gatas rendah. Sebaliknya
(contoh kedua), ketika MnS terbentuk dibawah suhu solidus (Tinggi T lig - T MnS ),
daktilitasnya rendah karena jumlah sulfur didaerah getas yang tinggi, oleh karena
itu regangan kritis secara kasar dapat dianggap berbanding terbalik dengan
perbedaan antara suhu liquidus dan suhu pembentukan MnS :

Akhirnya regangan pecah sangat tergantung pada tegangan regangan


perilaku logam padat pada suhu yang sangat dekat dengan padatan. Delta-ferit
menunjukkan perilaku mekanis yang lebih lemah daripada autenit seperti yang
dijelaskan oleh Koric dan Thomas. Yang menggunakan dua model konstitutif
terpisah untuk delta-ferit dan autenit, dikembangkan agar sesuai dengan pengukuran
uji tarik Wray dan data uji merayap dari Suzuki, tingginya laju mulur delta-ferit
dapat diartika terbalik sebagai kemampuan untuk menghasilkan elongasi yang besar.
Dengan begitu tegangan yang sesuai dengan regangan dan laju regangan tetap.
Selanjutnya nilai tegangan ini disebut suhu solidus dan 1 persen regangan.
Hubungan tersebut mengambil bentuk :

Meringkas semua pertimbangan di atas, regangan kritis mengansumsikan


bentuk berikut:

Dimana semua SDAS adalah jarak lengan dendrit sekunder (um), G br adalah
gradient suhu yang melintas pada daerah getas ( K mm−1 ) ∆ T br adalah interval
suhu getas (K), PDAS adalah jarak lengan dendrit utama (um), T liq adalah suhu
cairan (K), T MnS adalah suhu presipitasi mangan sulfide (K), σ 1 persen adalah tegangan
pada 1 persen regangan pada solidus (MPa).
Gambar 5 – modifikasi daerah getas dalam hal regangan (eR) dan tegangan (RR) pecah
karena kandungan belerang yang berbeda.
Dari perbandingan antara persamaan (3) dan persamaan (1) dan (2) dapat dicatat :

- Persamaan (3) mendefinisikan regangan kritis sebagai sebanding dengan ∆ T br -1

daripada ∆ Tbr −0,8638


- Ketergantungan pada jalur regangan dinyatakan secara tidak langsung melalui σ 1 persen
,
- Komposisi baja terdapat dalam istilah jarak lengan dendrit primer dan sekunder
(PDAS dan SDAS) dan T liq - T MnS yang mengintegrasikan juga ketergantungan pada
parameter pemadatan,
- Dalam persamaan (3) ε crtergantung pada perpanjangan daerah getas dan bukan pada

BTR : ∆ T br

- Gbr dan parameter pemadatan G. V tersirat dalam PDAS dan SDAS membuat
regangan kritis tergantung pada kondisi perpindahan panas local.
Setiap istilah yang muncul dalam persamaan (3) dapat dicapai melalui model tertentu
yang selanjutnya dijelaskan dengan penyesuaian G br .

A. Jarak lengan dendrit sekunder (SDAS)

Teori pengkasaran lengan sekunder selama pertumbuhan dendritic paduan biner,


dijelaskan oleh Dantzig dan Rappaz berasal dari karya Kattamis dan Flemings
sebelumnya. Hal ini memungkinkan untuk memerkirakan ketergantungan π 2 (jarak
lengan dendrit sekunder : SDAS) pada sifat fisik yang terlibat. Teori menggambarkan
pembubaran cabang sekunder jari-jari yang lebih kecil r o dibawah pengaruh gradient
komposisi yang dihasilkan oleh cabang samping tetangga dari jari-jari yang lebih besar
®, dengan asumsi suhu yang sama pada dua antarmuka padat/cair. Angka 6
menunjukkan skema referensi yang dilaporkan oleh Dantzig dan Rappaz menunjukkan
bagian dari dua lengan tetangga, disederhanakan sebagai lingkara. Menyamakan fluks
massa zat terlaurt antara dua cabang samping dengan yang terkait pembubaran lengan
yang lebih kecil, diperoleh persamaan berikut :

SDAS membuat regangan kritis tergantung pada kondisi perpindahan panas.


Dimana C 1 ( r – 0) adalah konsentrasi dairan pada antarmuka lengan yang lebih kecil
pada saat pembubaran lengkap. Persamaan (4) menghubungkan jarak lengan sekunder
awal ke parameter fisik yang terlibat dank e waktu dimana lengan yang lebih kecil
dilebur (t), melalui nilai awal yang diasumsikan dari jari-jari kedua lengan (R, Ro ). Jadi
ini mewakili hubungan antara SDAS awal dan waktu yang dibutuhkan oleh mekanisme
pengkasarn untuk menghilangnya lengan yang lebih kecil. Menentukan waktu pelelehan
sempurna ( RO = 0 ) sama dengan waktu pemadatan :
Gambar 6 – skema model pengkasaran lengan dendrit tetangga yang dijelaskan dalam re(3).

Bersamaan (4) mengembalikan hubungan yang sama antara jarak lengan sekunder
akhir dan waktu pemadatan.

Dimana konsentrasi cairan C 1 (r – o ) sesuai dengan akhir pemadatan (konsentrassi

eutektik (C eut) . persamaan (5) masih hanya mewakili mekanisme mekanisme


pertumbuhan lengan yang lebih besar dengan mengorbankan yang lebih kecil, tergantung
pada geometri awal, yang ditentukan oleh r 0 , R, dan π 2. Yang terakhir ini tidak
didenisikan unik oleh persamaan (5).
Persamaan (5) dapat dinyatakan dalam bentuk yang berbeda dengan
memperkenalkan jari-jari ujung dendrit yang diperoleh dari formulasi sederhana yang
disediakan oleh model perkiraan pertumbuhan ujung dendrit yang dibatasi

Dengan asumsi kemiringan linear untuk kurva likuidus,

Gambar 5, kembali :
Dimana SDAS yaitu (i , e , π 2 ) adalah fungsi dari morfologi dendrit Rtip , gradient
suhu (G), dan temperature solidus dan liquidus.
Persamaan (7) telah diturunkan untuk paduan biner dan penggunaannya untuk
paduan multi-komponen tidak dapat dianggap ketat. Bagaimana itu telah diadopsi dalam
pekerjaan ini untuk memperkirakan SDAS dalam paduan multi-komponen, sehingga
mengansumsikan bahwa mekanisme percabangan sekunder telah ketergantungan yang
sama pada morfologi dendrit, parameter solidifikasi, dan interval solidifikasi baik dalam
paduan biner dan multi-komponen. Rtip untuk paduan multikomponen diperoleh melalui
fungsi yang diusulkan oleh Bobadilla dkk. Dan oleh Rappaz dkk digunakan dalam model
komersial pertumbuhan ujung dendrit bernama pertumbuhan dendrit. Dibatasi (CDG)
yang dikembangkan oleh Miettinen di Universitas Teknologi Helsinki .
Secara praktis persamaan (7) dapat digunakan untuk menghitung SDAS dengan
mengkalibrasi dua parameter yang tidak diketahui R0 dan R melalui data percobaan.
Sebenarnya kalibrasi ini telah dilakukan dengan memperkenalkan dua parameter lain
yang didefinisikan sebagai :

Nilai SDAS terukur telah diturunkan dari Miettinen mengacu pada baja paduan
rendah, melalui persamaan regresi berikut :

Dimana :
a = 122, 6 n = -0,329
C1 = C persen a 2 = 0,175 C 2 = Mn persen a 1 = 0,281
C 3 = Cr persen a 4 = 0,1361 C 4 = Mo persen a 3 = 0,063
C 5 = Ni persen r = rolling late (K / s) a 5 = 0,091
Persamaan (8) menghubungkan SDAS dengan laju pendiginan dan komposisi baja.
Memperkenalkan
Didalam persamaan (7) diperoleh :

Dimana

Persamaan (9) menghubungkan SDAS dengan dua parameter solidifikasi (V melalui Rtip ,
dan G) bukan hanya seperti pada persamaan (8) dan komposisi baja melalui nilai suhu.
Persamaan pemasangan (7) dengan nilai yang dihitung dengan persamaan (8)
mengarah ke sebuah 7, sesuai dengan pasangan nilai (F1, F2) mengikuti kurva yang
diplot pada gambar 7 terdiri dari

Gambar 7 – hubungan antar faktor F1, dan F2 dari persamaan (7) pas nilai
eksperimental jarak lengan dendrit sekunder (SDAS).
Selang waktu (0 ≤ f1 ≤ 1, 0,07407 ≤ f2 ≤ 1) perbandingan antara hasil yang
diperoleh kedua persamaan ditunjukkan pada gambar 8 untuk baja no.1 dan 6 dari table
1, dan set parameter pemadatan yang berbeda (G, r) kesesuaian antara kedua persamaan
tersebut cukup baik.
B. ∆ T br

Interval getas disini dihitung menggunakan model solidifikasi interdendritik


komersial IDS (paket analisis solidifikasi yang dikembangkan oleh Jyki Miettinen,
Seppo Louhenkilpo, Jukka Laine, di universitas Teknologi Helsinki), yang formulasinya
dijelaskan secara luas oleh Miettonen. Menurut IDS, fraksipadat 0, 995 telah ditetapkan
ke batas bawah interval getas dan 0,9 ke batas atas koelesensi).
C. Primary Dendrite Arm Spacing (PDAS)

PDAS diperoleh melalui perkiraan :


Gambar 8- perbandingan antara jarak lengan dendrit sekunder (SDAS) dihitung
dengan persamaan (6) dan (7).

Table 1 komposisi 9 baja yang digunakan dalam uji banding batang

Dimana ∆ T dihitung sebagai perbedaan antara suhu cairan yang kurang dingin dan
suhu yang sesuai dengan fraksi padat 0,7 demana cabang sisi dendrit diasumsikan
bersentuhan. Ujung pendinginan dihitung dengan model pertumbuhan ujung dendrit
dibatasi (CDG) yang disebutkan di atas
D. T liq - T MnS

T liq adalah suhu liquidus yang kurang dingin sedangkan T MnS diperoleh dari model
solidifkasi interdendritik IDS yang meliputi perlakuan kesetimbangan antara mangan
sulifa dan fasa cair.
Gambar 9. Regangan kritis yang diukur secara eksperimental vs kandungan karbon
dari penulis yang berbeda.

Gambar 10- perbandingan antara nilai regangan kritis eksperimental dan yang
diperoleh dari kriteria yang diusulkan oleh persamaan (1). Setiap symbol sesuai dengan
salah satu dari 9 baja. Table 1, sedangkan dimensi menurun dari simnol menunjukkan 3
nilai laju regangan 0,0002, 0,001 dan 0,0005 s-1 dari percobaan. (A) nilai yang dihitung
dari persamaan (3), (B) nilai yang dihitung dari persamaan (2) gambar diambil dari ref
(1).
E. σ 1 persen

Tegangan pada regangan 1 persen dihitung dari model konstitutif baja. Megacu
masinng- masing ke ferit dan austenite dan untuk tujuan ini disusun ulang dalam bentuk
berikut ini :
3. Batas regangan eksperimental

Strain kritis telah diukur terutama dengan cara uji lentur, uji lentur batang, dan di
tempat pengujian tarik panas. Ketika metode pengujian tersebut berbeda dalam hal struktur
mikro specimen dan pembebanan. Rentang regangan kritis yang diukur juga menunjukkan
beberapa perbedaan. Pengujian lentur dilakukan pada specimen yang dipotong langsung
dari zona kolom penuh dari batang cor menerus yang mengalami pembengkokan uniaksial,
regangan kritis diukur pada baja dengan kandungan karbon berkisar antara 0,04 sampai
0,064 persen dan regangan kritis terdiri antara 0,5 dan 5 persen. Uji lentur batang dilakukan
pada sebagian antara 0,04 hingga 0,064 persen dan regangan kritis terdiri antara 0,5 dan 5
persen. Uji lentur ingot. dilakukan pada sebagian batang yang didapatkan dimana retakan
diamati pada struktur mikro kolumnar yang mengalami status tegangan 3 aksial, baja yang
dijuji memiliki kandungan karbon mulai dari 0, 11 sampai 0, 64 persen,sementara regangan
kritis 0,1 sampai 2, 2 persen ditemukan. Perngujian tarik panas dilakukan pada struktur
mikro bersamaan yang diperoleh dari pemadatan specimen leleh yang mengalami tegangan
tarik uniaksial, pengujian dilakukan pada baja dengan kandungan karbon 0, 033 hingga
0,76 persen. Sedangkan regangan kritis yang dihasilkan antara 0,1 dan 1 persen. Semua
nilai dirangkum dalam gambar 9. Penyimpangan di antara rentang regangan kritis dapat
dikaitkan dengan kedua aspek : struktur mikro dan status tegangan. Juga cara regangan
kritis telah diturunkan dari 3 tes bisa memainkan peran penting dalam mempengaruhi
ukuran. Secara khusus, nilai yang lebih rendah yang diukur dengan uji hot tearing sebagian
dapat dikaitkan dengan sifat struktur mikro specimen yang sama.

Strain kritis dievaluasi dengan uji tekunan batang yang dilakukan di intitut de
Recherches de la Siderurgie Francaise telah dipilih untuk digunakan melalui pekerjaan ini
untuk menilai kriteria hot tearing. Terutama dua alasan yang menyebabkan pilihan ini :
investigasi permodelan mendalam yang dilakukan untuk mengevaluasi regangan kritis dan
amplitude komposisi dan rentang lanju regangan.

Sembilan komposisi baja dari pengujian diberikan dalam table 1. Komposisi yang
dipilih bertujuan memperluas bidang penyelidikan pada baja yang memiliki rentang
kandungan karbon yang luas (0,11 ¿ C¿0,41) dan rasio Mn/S (5¿ Mn/S¿92). Strain kritis
eksperimental yang diperoleh memungkinkan untuk menilai kriteria dalam kisaran laju
regangan yang terdiri antara 0, 0005 dan 0, 0002 detik.

4. Penilaian terhadap kerusakan panas kriteria

Strain kritis untuk Sembilan baja table 1 telah dihitung dengan persamaan (3) untuk
3 kondisi laju regangan 0, 0005 dan 0, 002 s.

Kriteria hot tearing mengharuskan parameter G, v (dibutuhkan untuk SDAS dan


PDAS) dan DG br diperkirakan Cerri menjelaskan pengujian lentur yang dilakukan di
Intitusi de Recherches de la Siderurgie Francaise. Kesembilan baja tersebut dituangkan
dengan panas berlebih 50 K ke dalam cetakan setinggi 1, 2 m yang memiliki penampang
persegi panjang dengan lebar 250 mm dan tebal 150 mm. batang didinginkan dengan udara
dan hanya dipadatkan sebagian selama sekitar 10 menit. Dalam analisis termo-mekanik
yang dijelaskan dari pengujian lentur, kondisi pendinginan yang diterapkan pada
permukaan batang (dengan mengabaikan keberadaan dinding cetakan) adalah 150.000 W
m 2. Oleh karena itu, analisis termal yang disederhanakan dari uji tekuk telah diulang dalam
pekerjaan ini, mengambil keuntungan dari kondisi nput yang dijelaskan dalam karya Cerri,
untuk mengevaluasi G, v dan DG brA analisis perbedaan hingga 2D sederhana telah
diterapkan dengan mensimulasikan riwayat termal bagian transversal tengah dari uji
kelenturan batang.

Nilai untuk G dan v dihitung untuk rentang komposisi masing-masing antara 1 dan
2 K MM −1 dan 0, 05 dan 0,1 mm s−1 . Nilai yang sesuai dari G br berkisar antara 3 dan 4 K
MM −1.

Akhirnya, semua parameter fisik yang bersangkutan telah dihitung, menggunakan


model IDS dan CDG, R1 persen nilai dihitung delta ferit dan austenite tertimbang dengan
fraksi fase mereka.
Gambar 11 – profil yang dihitung dari parameter solidifikasi G dan v sepanjang
ketebalan yang dipadatkan dan ketebalan daerah getas (A), profil terhitung yang sesuai dari
jarak lengan dendrit primer dan sekunder (PDAS dan SDAS) (B) ; profil yang dihasilkan
dari regangan kritis diperoleh dari persamaan (1) (C)
Gambar 12 – skema yang menunjukkan evolusi morfologi dendritic depan
menjelaskan tren regangan kritis sepanjang ketebalan cangkang.
Perbandingan antara batas regangan eksperimental yag diturunkan dari Bellet dkk
dan nilai yang dihitung dengan persamaan (3) setelah pemasangan ditunjukkan pada gambar
10 (A) nilai parameter yang dipasang adalah C = 4 ( K m PA n mm) m = 0,93, n = 0,372.
Kesesuaian nilai eksperimen dengan yang dihitung dengan model yang diusulkan
mirip dengan yang ditemukan oleh Bellet dkk seperti yang dapat dilihat dengan
perbandingan pada gambar 10 (a) dan (b). tren keseluruhan regangan kritis dengan
komposisi terpenuhi. Ketergantungan pada laju rengan tampaknya lebih baik diwakili untuk
presentasi delta-ferit yang tinggi.
Ketergantungan pada Mn.S, karbon, dan fosfor secara eksplisit hadir dalam kriteria
CBC diperoleh melalui kehadiran implisit mereka di PDAS, SDAS, dan T liq - T MnS .
Kriteria baru harus dibaca sebagai upaya untuk menghubungkan HCS dengan
karakteristik local dari struktur mikro dendrit (morfologi, belerang dalam ruang lingkup
interdemdritik, ketahanan mekanis dari cabang dendrit. Pendekatan ini dapat menghasilkan
model hot tearing yang dapat di generalisasi untuk semua kelas baja dan juga mampu
memperhitungkan pengaruh kondisi pendinginan local.
Untuk memeriksa kepekaan model terhadap variasi kondisi pendinginan,
perhitungan regangan kritis melalui ketebalan cangkang yang dipadatkan dalam Billet
pengecoran konvensional berkelanjutan telah dilakukan seperti yang dijelaskan dalam
paragraph berikut :
5. Pertimbangan tentang cariabilitas regangan kritis dengan kondisi transfer panas lokal
Analisis termal cangkang pemadatan dalam cetakan Billet pengecoran konvensional
berkelanjutan telah dilakukan dengan model beda hingga yang memberikan sifat termo-
fiisika baja dari Tabel 1 sebagai masukan dari sifat material.
Hanya sentimeter pertama cangkang yang dipertimbangkan, dimana oertumbuhan
dendrit kemungkinan besar berbentuk kolom. Angka 11 (a) menunjukkan profil dari G dan
v dihasilkan dari analisis termal,memiliki tren penurunan khas yang bergerak dari
permukaan jauh menunjukan kurva yang dihasilkan dari regangan kritis yang dievaluasi
dengan kriteria yang dihasilkan dari regangan kritis yang diecaluasi dengan kriteria yang
diusulkan.kurva menunjukkan minimum yang terletak kira-kira antara 1 dan 2 cm dari
permukaan cangkang. Kehadiran minimum ini dapat dikaitkan terutama dengan peran yang
dimainkan oleh SDAS dan perluasan wilayan rapuh dalam kriteria seperti yang
digambarkan pada gambar 12.
Dekat dengan permukaan cangkang (titik 1 pada gambar 12) daerah getas pendek
dan SDAS kecil, kurva daktilitas yang dinyatakan dalam bentuk regangan hingga putus
memiliki zona minimum yang sempit, sesuai dengan jumlah sambungan kritis yang sedikit.
Di tengah (titik 2 pada gambar 12) daerah gatas menjadi lebih besar dan SDAS juga lebih
besar. Sejumlah besar koneksi kritis adalah hadir di daerah getas sehingga kurva daktalitas
menyajikan zona minimum yang lebih luas. Lebih dalam di bawah permukaan (titik 3 pada
gambar 12). Daerah getas terus bertambah tetapi kenaikan SDAS semakin curam sehingga
jumlah sambungan kritis berkurang dan melalui daktilitas menunjukkan zona minimum
yang sempit.
Ringkasnya model memprediksi keberadaan zona kritis di zona kolumnar dimana
daktalitas memiliki minimum karena variabilitas morfologi struktur dendritic

H. Jadwal Kegiatan

Bulan Ke
Aktivitas 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi
Literatur
Persiapan
Alat dan
Spesimen
Pengujian
Spesimen

Uji tarik
Analisis
FEM
Analisis
SEM
Penulisan
KI
Seminar
KI
Penulisan
buku
TGA
Seminar/
Sidang
TGA
I. Daftar Pustaka
M. Bellet, O. Cerri, M. Bobadilla, and Y. Chastel: Metall. Mater. Trans. A, 2009, vol. 40A, pp.
2705–17
J. Campbell: Complete Casting Handbook, Butterworth-Heinemann, Oxford, 2011
J. Dantzig and M. Rappaz: Solidification, EPFL, Lausanne, 2010
R.A. Rosenberg, M.C. Flemings, and H.F. Taylor: Trans. AFS, 1960, vol. 68, pp. 518–28

O. Cerri: Doctoral Thesis, Mines-Paris Tech, Sophia Antipolis, France, 2011,

http://pastel.archives-ouvertes.fr
O. Cerri, Y. Chastel, and M. Bellet: ASME J. Eng. Mater. Technol., 2008, vol. 130, pp. 1 – 7
M. Bobadilla, B. Chamont, C. Gatellier, and J.M. Jolivet: Commissiondes Communautes
Europeennes, Convention n_7210-CA/ 316, RE 88/023, 1988
D. Senk, S. Stratemeier, B. Boettger, K. Goelher, and I. Steinbach:Adv. Eng. Mater., 2010, vol.
12 (3), pp. 94–100
Y.M. Won, T.-J. Yeo, D.J. Seol, and K.H. Oh: Metall. Mater.Trans. B, 2000, vol. 31B, pp. 779–
94
J. Miyazaki, T. Mori, and K. Narita: Second Process Technology Conference, Chicago, 1981,
vol. 2, pp. 35–43.
H. Fujii, T. Ohashi, and K. Hiromoto: Tetsu-to-Hagane, 1976, vol. 206, pp. 81–89
K. Narita, T. Mori, K. Ayata, and J. Miyajaki: Tetsu-to-Hagane, 1978, vol. 64, p. S152
B.T. Matsumiya, M. Ito, H. Kajioka, S. Yamaguchi, and Y. Nakamura: Trans. ISIJ, 1986, vol.
26, pp. 540–46.
T.W. Clyne and G.J. Davies: Solidification and Casting of Metals, TMS, Warrendale, PA, 1977
M. Rappaz, J.M. Drezet, and M. Gremaud: Metall. Mater. Trans. A, 1999, vol. 30A, pp. 449–56
C. Monroe and C. Beckermann: Mater. Sci. Eng. A, 2005, vols. 413–414, pp. 30–36
M. M’Hamdi, A. Mo, and C.L. Martin: Metall. Mater. Trans. A, 2002, vol. 33A, pp. 2081–93.
V. Mathier, J.-M. Drezet, and M. Rappaz: Model. Simul. Mater. Sci. Eng., 2007, vol. 15, pp.
121–34.
O. Ludwig, J.-M. Drezet, C.L. Martin, and M. Suery: Metall. Mater. Trans. A, 2005, vol. 36A,
pp. 1525–35
S. Koric and B.G. Thomas: J. Mater. Process. Technol., 2008, vol. 197, pp. 408–18.
P.F. Kozlowski, B.G. Thomas, J.A. Azzi, and H. Wang: Metall. Trans. A, 1992, vol. 23A, pp.
903–18.
H. Zhu: Ph.D. Thesis, University of Illinois, 1993
P.J. Wray: Metall. Trans. A, 1976, vol. 7, pp. 1621–27.
T. Suzuki, K.H. Tacke, K. Wunnenberg, and K. Schwerdtfeger: Ironmak. Steelmak., 1988, vol.

15 (2), pp. 90–100.


T.Z. Kattamis and M.C. Flemings: Trans. AIME, 1965, vol. 233, pp. 992–99

M. Bobadilla, J. Lacaze, and G. Lesoult: Scand. J. Metall., 1996, vol. 25, pp. 2–10

M. Rappaz, S.A. David, J.M. Vitek, and L.A. Boatner: Metall. Trans. A, 1990, vol. 21A, pp.

1767–82.
J. Miettinen: Metall. Mater. Trans. B, 2000, vol. 31B, pp. 365–79
J. Miettinen, S. Louhenkilpi, and J. Laine: IDS User manual, version 1.3.1.

J. Miettinen: Metall. Trans. A, 1992, vol. 23A, p. 1155.

Anda mungkin juga menyukai