Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulisan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan jiwa
ketidakberdayaan dapat diselesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Saw,
keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga akhir
hayat.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang keperawatan, yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh
kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari individual maupun
yang datang dari luar. Namun penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan
akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Team kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami
menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon
untuk saran dan kritikannya supaya kedepannya akan lebih baik dari sebelumnya.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehilangan dan berduka dapat diwujudkan dalam bentuk depresi, marah, apatis, dan
kehilangan kontrol terhadap suatu keadaan atau kejadian. Kondisi inilah merupakan
respon yang ditujukan oleh individu yang sedang mengalami keadaan yang disebut
dengan istilah ketidakberdayaan. Kebanyakan individu secara subyektif mengalami
ketidakberdayaan dalam bermacam-macam situasi. Berikut ini kami akan membahas
mengenai respon ketidakberdayaaan terhadap suatu kondisi atau situasi serta bagaimana
melakukan pengkajian, melakukan analisa juga menentukan intervensi yang baik untuk
keberhasilan asuhan keperawatan pasien dengan ketidakberdayaan.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian ketidakberdayaan
2. Bagaimana tanda dan gejala dari ketidakberdayaan
3. Apa saja factor predisposisi dan factor presipitasi ketidakberdayaan
4. Bagaimana cara melakukan pengkajian, membuat analisa serta menentukan
intervensi keperawatan dengan masalah keperawatan ketidakberdayaan

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi ketidakberdayaan
2. Mengetahui tanda dan gejala dari ketidakberdayaan
3. Mengetahui factor predisposisi dan factor presipitasi dari ketidakberdayaan
4. Menjelaskan bagaimana cara melakukan pengkajian, membuat analisa hingga
menentukan intervensi dari masalah keperawatan ketidakberdayaan.
BAB II
PEMBAHASAAN KETIDAKBERDAYAAN

2.1 Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan
yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan
membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan
situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011).
Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa
tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian
yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Sedangkan menurut
Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang
individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.
Keputusasaan berbeda dengan ketidakberdayaan. Dalam hal ini, individu yang putus
asa tidak melihat adanya solusi untuk mengatasi masalahnya atau jalan untuk mencapai
keinginannnya, bahkan ia sangat merasa ingin memegang kendali atas hidupnnya.
Individu yang tidak berdaya mungkin melihat alternative atau jawaban untuk
masalahnya, tetapi tidak mampu berbuat apa pun karena persepsi tentang control dan
sumber yang ada. Ketidakberdayaan yang berkepanjangan bisa menyebabkan
keputusasaan.

2.2 Rentang Respon


1. Perilaku Adaptif dan Maladaftif
Perilaku Adaptif merupakan Tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Tingkah laku disesuaikan dengan lingkungan. Sesuai dengan norma-norma dan
adata istiadat yang berlaku dilingkungan dan masayarakat tersebut. Sedangkan
Perilaku Maladaptif Merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan, tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku serta tidak sesuai
dengan adat istiadat yang ada dalam lingkungan masyarakat setempat.
Respon adaftif Respon Maladaftif

Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Bedaya Putus Asa

a. Harapan
Harapan akan mempengaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu memahami
kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan individu
mengkaji situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan.
Ketidakpastian menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan hampa,
kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala (batasan karakteristik) (Townsend, 1998):
a. Ekspresi verbal dari tidak adanya kontrol atau pengaruh atau situasi, hasil atau
perawatan diri.
b. Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan keputusan saat
kesempatan diberikan.
c. Mengekspresikan keragu-raguan yang berkenaan dengan pelaksanaan peran.
d. Segan mengekspresikan perasaan sebenarnya, takut diasingkan dari pengasuh.
e. Apatis dan pasif
f. Ketergantungan pada orang lain yang dapat menghasilkan lekas tersinggung,
kebencian, marah, dan rasa bersalah.

Pohon Masalah

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Disfungsi Proses
Berduka Kurangnya
Umpan Balik
Umpan Balik Negatif yang Konsisten

3. Faktor Presdiposisi dan Faktor Prespitasi


a. Faktor predisposisi
1) Biologis :
1. Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita
gangguan jiwa)
2. Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan
Pengalaman penggunaan zat terlarang
3. Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal
terakhir periksa)
4. Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu
pelaksana aktivitas harian pasien
5. Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai
kejang-kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang
menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic.
6. Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau
AIDS
2) Psikologis :
1. Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2. Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan
perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya
3. Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara
progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel,
kanker terminal atau AIDS
4. Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
5. Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6. Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu
otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi
7. Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam
mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari
8. Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai
saksi
9. Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah
cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
10. Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
3) Sosial budaya :
1. Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2. Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran
yang dijalankan dalam kehidupannya
3. Pendidikan rendah
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5. Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol
(misalnya kontrol lokus internal)
6. Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,
tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif,
enggan bergaul dan kadang menghindar dari orang lain
7. Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8. Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara
pasif.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdyaan
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien
kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi
eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui
keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya.
Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu
terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan, dengan
jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut
dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan memperberat kondisi
ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi timbulnya
ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a) Biologis :
1. Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program
pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang,
sulit dan kompeks) (proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
2. Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3. Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan
kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal,
temporal dan limbic
4. Terdapat gangguan sistem endokrin
5. Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6. Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7. Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan gender
8. Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
b) Psikologis :
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial
yang berdampak pada keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain.
c) Sosial budaya :
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada dalam
lingkungan perawatan kesehatan).
3. Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab
yang lain
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat

2.3 Pengkajian
Data-data yang biasa ditampilkan pada pasien dengan ketidakberdayaan adalah
mengatakan secara verbal ketidakmampuan mengendalikan atau memengaruhi situasi.
1. Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
2. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
3. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat kesempatan diberikan.
4. Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya.
5. Apatis, pasif.
6. Ekspresi muka murung.
7. Bicara dengan lambat.
8. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
9. Tidur berlebihan.
10. Menghindari orang lain.

2.4 Analisa Data


Pengelompokan Data
a. Data Subyektif
1. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
2. Mengungkapakan tidak dapat menghasilkan sesuatu
3. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya
4. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran
5. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
b. Data Obyektif
1. Ketidak mampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
2. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan
3. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
4. Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas,
ketidaksukaan,marah, dan rasa bersalah
5. Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika
mendapat perlawanan
6. Apatis dan pasif
7. Ekspresi muka murung
8. Bicara dengan gerakan lambat
9. Tidur berlebihan
10. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
11. Menghindari orang lain
2.5 Diagnosa Keperawatan
KETIDAKBERDAYAAN

2.6 Intervensi Keperawatan


a. Intervensi Untuk Klien
1. Tujuan umum
Klien mampu mengatasi rasa ketidakbeerdayaan yang dialaminyaa
2. Tujuan khusus
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenali dan mengekspresikan emosinya
c. Modifikasi pola kognitif yang negative
d. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenan dengan
perawatanya sendiri
e. Klien termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis
b. Intervensi Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar klien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu dengan
klien
2. Bantu klien mengenali dan mengekspresikan emosinya
a. Lakukan pendekatan yang hangat, bersifat empati, tunjukan respons
emosional dan menerima klien apa adanya.
b. Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri perawat
sendiri (misalnya rasa marah, frustasi, dan simpati )
c. Sediahkan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnyaa
suportif, beri waktu klien untuk berespon
d. Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi, dan klarifikasi
e. Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan identifikasi area-area
situasi kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk
mengontrol
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi factor-faktor yang dapat berpengaruh
terhadap ketidakberdayaan
g. Diskusi tentang masalah yang dihadapi klien tanpa memintanya untuk
menyimpulkan
3. Bantu klien memodifikasi pola kognitif yang negative
a. Identifikasi pemikiran yang negative dan bantu untuk menurunkan melalui
interupsi atau substitusi
b. Bantu klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif
c. Efaluasi ketepatan persepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat klien
d. Identifikasi persepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan
pendapatannya yang tidak rasional
e. Kurang penilaian klien yang negative terhadap dirinya
f. Bantu klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya batu perilakunya atau
perubahan yang terjadi
4. Bantu klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan keperawatanya sendiri
a. Libatkan klien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatan yang ingin
dicapai. Motivasi klien untuk membuat jadwal aktifitas perawatan dirinya
b. Berikan klien prifasi sesuai yang dibutuhkan
c. Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat dan jika klien
berhasil melakukan kegiatan atau penampilan yang bagus. Motivasi untuk
mempertahankan penampilan/ kegiatan tersebut
5. Memotivasi klien untuk aktif mencapai tujuan yang realistis
a. Diskusikan dengan klien pilihan yang realistis dalam perawaatan, berikan
penjelasan untuk pilihan ini. Bantu klien untuk menetapkan tujuan yang
realistic. Fokuskan kegiatan pada saat ini bukan pada kegiatan masa lalu.
b. Bantu klien mengidentifikasi area-area situasi kehidupan yang dapat
dikontrolnya. Dukung kekuatan-kekuatan diri yang dapat diidentifikasi
klien
c. Identifikasi cara-cara yang dapat dicapaai oleh klien. Dorong untuk
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas tersebut dan berikan penguatan
positif untuk partisipasi dan pencapainnya.
d. Dorong kemandirian, tetapi bantu klien jika tidak melakukan. Libaatkan
klien daalaam membuatan keputusan tentang rutinitas keperawatan.
Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepada klien.
e. Adakan suatu konferensi multi disiplin untuk mendiskusikan dan
mengembangkan perawatan rutin klien.

c. Intervensi Untuk Keluarga


1. Tujuan
a. Keluarga mampu mengenal masalah ketidakberdayaan pada anggota
keluarganya.
b. Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah ketidakberdayaan
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
ketidakberdayaan
d. Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan
ketidakberdayaan
e. Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami
ketidakberdayaan
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
keluarga merasa aman dan nyaman saat berinteraksi.
1. Mengucapkan salam terapiutik
2. Berjabat tangan
3. Menjelaskan tujuan interaksi
4. Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu keluarga
b. Bantu keluarga mengenal masalah ketidakberdayaan yang dialami oleh
anggota keluarganya :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian ketidakberdayaan
2. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala ketidakberdayaan.
c. Diskusikan dan memotivasi keluarga cara merawat anggota keluarga dengan
ketidakberdayaan melalui aktivitas yang dapat meningkatkan kemampuan
klien untuk mengatasi rasa ketidakberdayaan:
1. Membuat klien mengekspresikan emosinya
2. Membantu klien memodifikasi pola kognitif yang negative
3. Membantu klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
4. Memotivasi klien untuk mencapai tujuan yang realistic
d. Diskusikan dengan keluarga tentang kondisi-kondisi dimana pasien harus
dirujuk kefasilitas kesehatan dan bagaimana cara merujuknya
DAFTRA PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis.


Ed.9. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas
Kelompok. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri. Ed.3. Jakarta: EGC.
Wahyu, Purwaningsih, Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika Press.

Anda mungkin juga menyukai