KEPERAWATAN
Disusun oleh :
Nama : Maria Ulfa ( 18220008)
Prodi : S1 Keperawatan
Semester : 6 ( enam )
ABSTRAK
Dengan terjadinya perubahan diberbagai aspek kehidupan keperawatan pada saat ini
telah berkembang menjadi suatu profesi yang memiliki keilmuan unik yang menghasilkan
peningkatan minat dan perhatian diantara anggotanya dalam meningkatkan pelayanan sesuai
dengan keyakinan profesi dan standar yang ditetapkan. Salah satu tugas dan tanggung jawab
perawat adalah melakukan pendokumentasian mengenai intervensi yang telah dilakukan, maka
pendokumentasian sangat penting bagi perawat karena sebagai dasar hukum atau tindakan
keperawatan yang di lakukan jika ada tuntutan dari pasien suatu saat nanti.Dokumrntasi
keperawatan tidak bisa dibuat sembarangan karena dokumentasi ini menjadi bahan bagi perawat
untuk mengkomunikasikan kondisi pasien kepada tenaga medis lainnya.
PENUTUP
Asmadi. (2013). Konsep Dasar
Salah satu indikator kinerja Keperawatan. Jakarta : EGC
perawat dalam melaksanankan asuhan
Aziz,A.Alimul.2004. Pengantar
keperawatan bisa dilihat dari
Konsep Dasar Keperawatan.
pelaksanaan pendokumentasian asuhan.
Jakarta : Salemba Medika
Perawat yang melaksanakan
dokumentasi keperawatan dengan baik Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Syukur, A. (2018). Hubungan Beban
rezkytitha@gmail.com
Abstrak
Latar Belakang : Keperawatan itu sendiri semakin berkembang seiring dengan perkembangan
zaman, dimana keperawatan pada zaman terdahulu belum seperti keperawatan yang ada
sekarang ini. Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan dalam perkembangan keperawatan yang
ada di luar indonesia dan di indonesia dari zaman ke zaman, mengetahui proses keperawatan,
tujuan, fungsi dan manfaat proses keperawatan itu sendiri dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dan pengaruhnya terhadap derajat kesehatan klien tersebut. Metode :
Metode yang di gunakan yaitu Literature review,dengan menganalisa buku-buku ataupun jurnal
yang berkaitan tentang perkembangan keperawatan di dunia. Hasil : Perawat tahu mengenai
perkembangan keperawatan dari zaman ke zaman dan apa itu proses keperawatan.
Pembahasan: Sejarah perkembangan keperawatan di dunia terjadi karena faktor sikap dan
pandangan masyarakat dan juga terpengaruh oleh perang, yang mengakibatkan kebutuhan
kesehatan dan perawatan bertambah. Dan dalam pemberian asuhan keperawatan, haruslah
menerapkan proses keperawatan karena memiliki manfaat dan tujuan yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan pasien dan perawat. Penutup : Perkembangan keperawatan di dunia cenderung
semakin maju dari zaman ke zaman. Untuk meningkatkan kepuasan dan derajat kesehatan klien,
maka pemberian asuhan keperawatan harus dilakukan sesuai dengan proses keperawatan.
sakit pada saat itu yaitu para budak serta tempat tinggal. Pada masa ini
Perkembangan keperawatan di
Tujuan proses keperawatan,
dunia cenderung semakin maju dari
yaitu :
zaman ke zaman. Namun
1. Sebagai metode problem
keperawatan juga sempat mengalami
solving.
kemunduran. Sikap masyarakat
2. Menggunakan satandar
terhadap keperawatan juga
praktik keperawatan.
menentukan perkembangan
3. Peroleh metode yang baku ,
keperawatan itu sendiri.
sesuai, rasional, sistematis
dan didasari oleh ilmiah. Untuk semakin meningkatkan
4. Memperoleh metode dalam kepuasan dan kenaikan derajat
memberikan asuhan kesehatan klien, maka dalam
keperawatan yang dapat pemberian asuhan keperawatan
dilakukan dalam situasi harus dilakukan sesuai dengan
apapun. proses keperawatan, untuk
Adapun manfaat proses menghindari tindakan ilegal dan
keperawatan itu dapat dirasakan oleh agar klien mendapatkan perawatan
klien dan jugaoleh perawat itu sendiri. yang berkualitas.
Dimana perawatan yang didapatkan
klien akan berkaualitas dan kontinyu ,
mendapatkan partisipasi dari klien
DAFTAR PUSTAKA
dan keluarga, pendidikan
keperawatan konsisten dan sistematik, Bandiyah, S. (2017). Keterampilan
pertumbuhsn professionalisme Dasar dalam Keperawatan
perawat , mennghidarkan perawat (KDDK). Yogyakarta: Nuha
dari tindakan ilegal, dapat digunakan Medika
sebagai standar keperawatan
Departemen Kesehatan RI. (2006).
professional dan juga proses
Keputusan Menteri Kesehatan
keperawatan ini dapat digunakan
Republik Indonesia, Jakarta.
sebagai akreditasi rumah sakit.
Doenges, ME. (2002). Penerapan Potter, P.A., & Perry, A.G. (2010).
Proses Keperawatan dan Fundamental Keperawatan Buku 1
Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
EGC
Rohma Nikmatur. (2010). Integrasi
Harahap, T, H. (2019). Aplikasi Berfikir Proses Keperawatan dalam
Kritis Dalam Mengolah Informasi Pembelajaran Klinik Keperawatan
dan Komunikasi dalam Tindakan One To One Teaching and Feed
Keperawatan. Osf.io Back. The Indonesian Journal of
Health Science.
Hutahaean, S. (2010). Konsep dan
Simamora, R. H. (2019). Menjadi
Dokumentasi Proses Keperawatan.
Perawat yang: CIH’HUY.
Jakarta : CV. Trans Info Media
Surakarta : Kekata Publisher
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi
Sumijatun. (2010). Konsep Dasar
dan Praktik Keperawatan
Menuju Keperawatan
Profesional. Jakarta: EGC
Profesional. Jakarta: CV. Trans
Mulati, N. (2006). Pengembangan Info Media
Manajeman Kinerja (PMK)
Supranto, J. (2009). Statistik Teori dan
Konsep, Strategi, dan Aplikasinya.
Aplikasi. Jakarta: Erlangga PT.
Jurnal Keperawatan Universitas
Gelora Aksara Pratama
Pajajaran, Bandung
Yeni Fitra. (2014). Pengaruh Pelatihan
Nursalam. (2002). Manajemen
Proses Keperawatan terhadap
Keperawatan Aplikasi dalam
Dokumentasi Asuhan
Praktik Keperawatan
Keperawatan di Puskesmas
Profesional.Jakarta: Salemba
Kabupaten Agam Provinsi
Medika
Sumatera Barat. Ners Journal
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku Keperawatan Volume 10, No1.
Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Praktek (edisi
4). Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 18 No.1, Maret 2015, hal 1-8
pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203
Jurusan Keperawatan, Prodi Keperawatan Persahabatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III, Jakarta 13230, Indonesia
*
E-mail: rdmaryam@yahoo.com
Abstrak
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan
keperawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Desain penelitian adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 173 perawat
dari 14 ruang rawat dan lembar observasi kelengkapan dokumentasi berjumlah 80 dokumen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan dokumentasi keperawatan dalam kriteria baik sebesar 47,4% dan perawat yang
melengkapi dokumentasi keperawatan sebesar 57,2%. Sedangkan faktor yang paling berkontribusi secara bermakna
dengan kelengkapan dokumentasi keperawatan adalah Ruang Dinas (p= 0,002; α= 0,05) setelah dikontrol oleh umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tipe kelas ruangan. Diharapkan bidang perawatan dapat melengkapi dokumentasi
keperawatan dengan format yang sama, memberi kesempatan perawat untuk melanjutkan kuliah dan mengikuti
pelatihan askep serta bertukar informasi atau gagasan antar ruang rawat.
Abstract
Factors Related to The Documentation Completeness of Nursing. Nursing documentation is proof of recording and
reporting is owned nurses in nursing notes were useful to the interests of clients, nurses and health team in providing
health services. The study design was an analytical survey with cross sectional approach. Amount of 173 samples taken
in a total nurse of 14 ward and 80 observation sheets about completeness of documentation in nursing process. The
results showed that the implementation of nursing documentation in good criterion of 47,4% and nurses who complete
the documentation of nursing at 57,2%. The factors most significantly associated with completeness of nursing
documentation is the ward (p= 0,002; α= 0,05) after controlled by age, sex, educational level, and class room type.
Advice can be given to the field of nursing in hospital to complete the documentation nursing with the same format,
allowing nurses to pursue graduate studies and follow nursing process training and exchange information or ideas
between the ward.
Persahabatan (Soka Atas, Soka Bawah dan yang baik melalui komunikasi yang efektif di
Anggrek Bawah) ditemukan dokumentasi asuhan antara perawat dan dengan pemberi perawatan
keperawatan mencapai 57,8%; dan penelitian yang lain seperti keluarga pasien. Bjorvell (2002)
yang dilakukan Sumitra dan Savitri (2000) di menyatakan dari hasil FGD perawat bahwa cara
RSUD Karawang didapatkan rata-rata keleng- menuliskan dokumentasi keperawatan membuat
kapan pendokumentasian asuhan keperawatan mereka menjadi berpikir kritis dan berpikir
mencapai ±50%. Hasil penelitian tersebut menun- dengan cara yang berbeda terkait pelayanan
jukkan kelengkapan dokumentasi keperawatan yang diberikan kepada pasiennya.
belum memenuhi standar asuhan keperawatan
Depkes yaitu 80% sehingga mencerminkan mutu Hasil observasi awal dan wawancara terhadap
pelayanan keperawatan yang masih rendah. dokumentasi keperawatan diketahui dan ditemu-
kan beberapa dokumen yang tidak diisi dengan
Keberhasilan pendokumentasian asuhan kepera- benar dan lengkap terutama pada evaluasi
watan sangat dipengaruhi oleh seorang perawat keperawatan. Penilaian terhadap kelengkapan
sebagai ujung tombak dalam memberikan dokumentasi keperawatan untuk ruangan yang
asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005). memiliki cara pendokumentasian yang sama
Menurut Gibson (1996) dalam Suratun (2008) belum pernah dilakukan.
bahwa faktor individu yang memengaruhi
perilaku kerja antara lain umur, lama kerja, Metode
pendidikan, dan pelatihan. Produktivitas seorang
pekerja menurun dengan bertambahnya umur, Desain penelitian yang digunakan adalah survei
sedangkan lama kerja mempunyai hubungan analitik yaitu survei yang mencoba menggali
yang positif terhadap produktivitas pekerjaan. bagaimana dan mengapa fenomena terjadi
Siagian (2002) menyatakan bahwa makin tinggi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
tingkat pendidikan seseorang makin besar dilakukan di RS X, Jakarta pada Bulan
keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan September 2010 sampai dengan Februari 2011.
dan keterampilan. Pelatihan merupakan bagian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
dari proses pendidikan untuk meningkatkan perawat yang bekerja di RS X dan memenuhi
pengetahuan dan keterampilan (Notoatmodjo, kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel pada
2003). penelitian ini adalah 173 perawat yang bekerja
di RS X dan memenuhi kriteria inklusi yaitu
Dokumentasi dibutuhkan untuk keamanan semua perawat di 14 ruangan dinas yang
pasien dan menjaga catatannya untuk tetap jelas, memiliki format dokumentasi keperawatan
akurat, dan komprehensif menjadi bermanfaat yang sama (Ruang Rawat Bedah dan Penyakit
bagi perawat dalam pekerjaan sehari-hari (Bjorvell, Dalam) dan bersedia menjadi responden.
2002 & Owen, 2005). Hal ini didukung pula Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah
oleh pendapat Wang, Hailey, dan Yu (2011) kepala ruangan dan wakil kepala ruangan.
yang menyatakan bahwa kualitas dokumentasi Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat
keperawatan menunjukkan pemberian perawatan dan multivariat dengan regresi logistik.
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 93 perawat Hasil menunjukkan bahwa dari 114 perawat
yang berusia lebih dari hingga sama dengan 28 yang tidak pernah mengikuti pelatihan asuhan
tahun, sebanyak 57 perawat (61,3%) yang keperawatan, sebanyak 64 perawat (56,1%)
melakukan dokumentasi kepera-watan dengan yang dokumentasi keperawatannya lengkap.
lengkap. Hasil didapatkan bahwa dari 80 Dari 59 perawat yang pernah mengikuti pe-
perawat yang berusia kurang dari 28 tahun, latihan, ada sebanyak 35 perawat (59,3%) yang
terdapat 42 perawat (52,5%) yang dokumentasi dokumentasi keperawatannya lengkap.
kepera-watannya lengkap. Hasil penelitian juga
didapatkan bahwa dari 11 perawat yang Hasil menunjukkan bahwa dari 84 perawat yang
berpendidikan SPK, sebanyak empat perawat pengetahuan terkait dokumentasi keperawatan-
(36,4%) yang melakukan dokumentasi nya rendah, sebanyak 49 perawat (58,3%) yang
keperawatan dengan lengkap. Selain itu, dari dokumentasi keperawatannya lengkap. Dari 89
162 perawat yang berpendidikan DIII perawat yang pengetahuan dokumentasi ke-
Keperawatan, sebanyak 95 (58,6%) perawat perawatannya tinggi hanya ada sebanyak 50
yang dokumentasi keperawatannya lengkap. perawat (56,2%) yang melakukan dokumentasi
Hasil juga menunjukkan bahwa dari 101 keperawatan dengan lengkap.
Tabel 2. Karakteristik Responden Menurut Usia, Tingkat Pendidikan, Lama Kerja, Mengikuti Pelatihan, Tingkat
Pengetahuan, Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan, dan Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan
Usia
≥28 Tahun 36 38,7 57 61,3 93 100
<28 Tahun 38 47,5 42 52,5 80 100
Tingkat Pendidikan
SPK 7 63,6 4 36,4 11 100
DIII 67 41,4 95 58,6 162 100
Lama Kerja
<5 Tahun 42 41,6 59 58,4 101 100
5–10 Tahun 12 54,5 10 45,5 22 100
>10 Tahun 20 40,0 30 60,0 50 100
Mengikuti Pelatihan
Tidak pernah 50 43,9 64 56,1 114 100
Pernah 24 40,7 35 59,3 59 100
Tingkat Pengetahuan
Rendah 35 41,7 49 58,3 84 100
Tinggi 39 43,8 50 56,2 89 100
Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan
Kurang baik 41 45,1 50 54,9 91 100
Baik 33 40,2 49 59,8 82 100
4 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 18, No. 1, Maret 2015, hal 1-8
Tabel 3. Karakteristik Responden Menurut Ruangan Dinas dan Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan
Tabel 4. Karakteristik Responden Menurut Tipe Kelas Ruangan dan Kelengkapan Dokumentasi
Keperawatan
95 % CI
Variabel p OR
Batas Bawah Batas Atas
Usia 0,071 0,410 0,156 1,080
Jenis Kelamin 0,126 0,324 0,076 1,375
Tingkat Pendidikan 0,061 6,795 0,917 50,338
Ruang Dinas Melati Bawah 0,002 24,183 3,370 173,51
Tipe Kelas Ruangan 0,960 0,000 0,000 -
cempaka bawah. Sedangkan ruang griya puspa (2002) pada 3 ruangan di RSUP Persahabatan
hanya sebanyak 15,4% yang dokumentasi (Soka Atas, Soka Bawah dan Anggrek Bawah)
keperawatan lengkap. Dari hasil analisis lebih ditemukan dokumentasi asuhan keperawatan
lanjut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan mencapai 57,8%; dan penelitian yang dilakukan
yang signifikan antara ruangan dinas perawat Sumitra dan Savitri (2000) di RSUD Karawang
dengan kelengkapan dokumentasi keperawatan didapatkan rata-rata kelengkapan pendokumen-
(p = 0,000; α = 0,05). tasian asuhan keperawatan mencapai ±50%. Hasil
penelitian di atas menunjukkan kelengkapan
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 34 perawat dokumentasi keperawatan belum memenuhi
yang dinas di ruangan kelas I, sebanyak 13 standar asuhan keperawatan Depkes yaitu 80%
perawat (38,2%) yang dokumentasi keperawatan- sehingga mencerminkan mutu pelayanan ke-
nya lengkap. Dari 36 perawat yang dinas di perawatan yang masih rendah.
ruangan kelas II, ada sebanyak 18 perawat
(50,0%) yang dokumentasi keperawatannya Usia. Perawat yang berusia lebih dari hingga
lengkap. Dari 72 perawat yang dinas di ruangan sama dengan 28 tahun melakukan
kelas III, sebanyak 48 perawat (66,7%) yang pendokumentasian dengan lengkap sebesar 61,3%
dokumentasi keperawatannya lengkap. Sejumlah dibandingkan dengan perawat yang berusia
31 perawat yang dinas di ruangan VIP, sebanyak kurang dari 28 tahun. Hal ini memperlihatkan
20 perawat (64,5%) yang dokumentasi kepera- bahwa hubungan antara umur dan kinerja
watannya lengkap. Dari hasil analisis lebih merupakan isu penting, karena terdapat
lanjut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan keyakinan bahwa kinerja akan merosot dengan
yang signifikan antara tipe kelas ruangan dinas bertambahnya umur (Robbin, 2006). Akan
perawat dengan kelengkapan dokumentasi ke- tetapi, hasil penelitian ini merubah keyakinan
perawatan (p= 0,028; α= 0,05). tersebut. Penelitian ini didukung pendapat
Gibson (1996) dalam Suratun (2008) yang
Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil analisis mengemukakan bahwa pekerja yang lebih tua
didapatkan nilai OR dari variabel Ruang Dinas dianggap lebih cakap secara teknis, lebih
Melati Bawah adalah 24,2 artinya perawat yang banyak pengalaman dan lebih bijaksana dalam
berada di Ruang Dinas Melati Bawah melakukan pengambilan keputusan.
pendokumentasian keperawatan yang lebih
lengkap dibandingkan ruangan lain setelah Tingkat Pendidikan. Hasil penelitian menunjuk-
dikontrol variabel usia, jenis kelamin, tingkat kan bahwa perawat yang berpendidikan DIII
pendidikan, dan tipe kelas ruangan (p= 0,002; Keperawatan mendokumentasikan asuhan ke-
α= 0,05). Ruang Dinas Melati Bawah paling besar perawatan lengkap sebesar 58,6% dibanding
pengaruhnya terhadap kelengkapan dokumentasi dengan SPK (36,4%). Hal ini sesuai dengan
keperawatan. pendapat Gibson (1996) dalam Suratun (2008)
yang mengemukakan bahwa tingkat pendidikan
Pembahasan yang tinggi umumnya menyebabkan seseorang
lebih mampu dan bersedia menerima tanggung
Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan. jawab. Sedangkan Siagian (2002) menjelaskan
Kelengkapan dokumentasi keperawatan di 14 bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
ruang rawat inap RS X, Jakarta menunjukkan makin besar keinginan untuk memanfaatkan
proporsi perawat yang pendokumentasian ke- pengetahuan dan keterampilan. Penelitian ini
perawatannya lengkap sebesar 57,2%. Hal ini didukung pula oleh penelitian Fizran dan
hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Mamdy (2002) yang mendapatkan bahwa
Hartati, Handoyo, dan Anis (2001) didapatkan tingkat pendidikan berhubungan secara bermakna
skor 58%; penelitian yang dilakukan Soetisno dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian
dan Christophara (2000) didapatkan angka 60%; keperawatan serta penelitian Usman dan Tafal
penelitian yang dilakukan Gaos dan Keliat (2002) yang mengemukakan bahwa tingkat
6 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 18, No. 1, Maret 2015, hal 1-8
Siagian, S.P. (2002). Manajemen sumber daya Usman, S., & Tafal, Z. (2002). Faktor-faktor yang
manusia. sumber daya manusia. Jakarta: memotivasi perawat dalam penerapan
Bumi Aksara. proses keperawatan di ruang rawat inap
RS Zainoel Abidin Banda Aceh (Tesis,
Sumitra, & Savitri, M. (2000). Faktor-faktor yang Program Magister Fakultas Kesehatan
berhubungan dengan pelaksanaan Masyarakat UI). Fakultas Kesehatan
dokumentasi pengkajian keperawatan oleh Masyarakat UI, Jakarta.
perawat di ruang rawat inap RSUD
Karawang (Tesis magister, tidak Wang, N., Hailey, D., & Yu, P. (2011). Quality of
dipublikasikan). Fakultas Kesehatan nursing documentation and approaches to
Masyarakat UI, Jakarta. its evaluation: a mixed-method systematic
review. Journal of Advanced Nursing, 67
Suratun. (2008). Hubungan penerapan metode (9), 1858–1875. doi: 10.1111/j.1365-
penugasan tim dengan kelengkapan 2648.2011.05634.x
dokumentasi asuhan keperawatan di RSUP
Bekasi (Tesis magister, tidak
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357
PENELITIAN
IDENTIFIKASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN PADA PASIEN
DI RUANG PARU SEBUAH RUMAH SAKIT
Heni Apriyani*
*Dosen Prodi Keperawatan Kotabumi Poltekkes Tanjungkarang
Salah satu kegiatan yang penting dalam proses keperawatan adalah pengkajian keperawatan. Pengalaman
menunjukkan bahwa sering sekali perawat kesulitan dalam menentukan diagnosis keperawatan spesifik
yang dialami oleh pasien.Hal ini mungkin karena pengkajian keperawatan yang tidak terstruktur dengan
baik. Sejauh ini belum ada standar asuhan keperawatan yang disepakati terkait perawatan pasien dengan
gangguan pernapasan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi diagnosis keperawatan yang dialami
pasien yang dirawat di Ruang Paru di RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara. Penelitian dengan
rancangan deskriptif dilakukan selama 1 bulan (September s.d Oktober 2014), terhadap 30 responden
pasien dengan gangguan pernapasan menggunakan accidental sampling dan 2 responden perawat untuk
penegakan diagnosis keperawatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 2 diagnosis keperawatan
yang ditegakkan oleh perawat ruangan yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif dan Pola napas tidak
efektif. Sedangkan diagnosis keperawatan yang ditegakkan oleh peneliti lebih beragam meliputi aspek
biopsikososial spiritual. Bersihan jalan napas tidak efektif dialami oleh 100% responden, pola napas tidak
efektif dialami oleh 100% responden, risiko trauma vascular dialami oleh 100% responden, defisit
perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan aliminasi, dialami oleh 93% responden, kesiapan
meningkatkan pengetahuan dialami oleh 90% responden, mual dialami oleh 77% responden, gangguan
body image dialami oleh 70% responden.Saran bagi pihak RS menggunakan instrumen pengkajian
terstruktur berdasarkan NANDA, sehingga selanjutnya dapat dibuat standar asuhan keperawatan di ruang
paru.
[107]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357
[108]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357
menegakkan diagnosis keperawatan sesuai bulan Oktober 2014, berada pada rentang
data pengkajian yang diperoleh dari pasien. usia 51 – 60 tahun adalah sebanyak 33%.
Analisis univariat digunakan untuk
mengetahui distribusi frekuensi atau Tabel 4: Daftar Diagnosis Keperawatan
prosentase masing-masing dari setiap yang Ditegakan oleh Perawat
diagnosis keperawatan yang muncul. Ruangan Paru dan Diagnosis
Keperawatan yang Ditegakkan
HASIL Peneliti
[109]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357
perawat sejumlah 4 diagnosis. Jika dilihat serangkaian data pada pasien dengan
dari jenis diagnosis, diagnosis berdasarkan gangguan pernapasan Pneumonia dan
NANDA meliputi diagnosis aktual (actual Asma.
diagnosis): 11 diagnosis, risiko (Risk Hal ini juga sesuai pendapat
diagnosis): 4 diagnosis, promkes (Wellness Antipuesto (2009), bahwa pasien dengan
diagnosis): 1 diagnosis dan potensial gangguan respirasi akan mengalami
komplikasi (Potensial complication): 1 masalah Bersihan jalan napas tidak efektif,
diagnosis, sedangkan diagnosis yang Pola napas tidak efektif, Gangguan
ditegakkan oleh perawat seluruhnya adalah pertukaran gas, Kurang pengetahuan, dan
diagnosis aktual. Ansietas.
Diagnosis keperawatan yang paling Diagnosis keperawatan yang
sering muncul berdasarkan NANDA-ISDA ditegakkan berdasarkan pengkajian
adalah adalah Bersihan jalan napas tidak NANDA-ISDA lebih beragam daripada
efektif (100%), Pola napas tidak efektif diagnosis keperawatan yang ditegakkan
(100%), Risiko trauma vascular (100%), oleh perawat. Dengan NANDA-ISDA
Risiko jatuh (97%), Defisit perawatan diri: pengkajian dilakukan dari berbagai Aspek
mandi (93%), Defisit perawatan diri: dan didasari pada pemahaman terhadap
berpakaian (93%), Defisit perawatan diri: definisi suatu diagnosis tersebut
eliminasi (93%), Defisit perawatan diri: (Nurjannah, 2010). Sedangkan diagnosis
makan (93%), Kesiapan peningkatan yang dibuat perawat tidak didasari pada
pengetahuan (90%), Mual (77%), pengkajian dan pemahaman tentang
Gangguan body image (70%), PC: reaksi definisi diagnosis itu sendiri, contohnya
allergi (33%), Ansietas (30%), terdapat diagnosis “Gangguan pola tidur”.
Ketidakefektifan performa peran (23%), Istilah ini tidak ditemukan dalam
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari nomenklatur NANDA-I, untuk data kurang
kebutuhan (20%), Risiko trauma (13%), tidur. Namun data “ kurang tidur “ akan
dan Risiko distress spiritual (6%). memunculkan diagnosis “Risiko jatuh”.
Daftar diagnosis di atas Begitu pula, tidak satupun tidak satupun
memperlihatkan hanya ada 2 (dua) masalah kolaborasi (potensial
diagnosis yang sama ditegakkan baik oleh complication) ditegakkan oleh perawat
perawat maupun diagnosis yang sementara dari rutinitas pekerjaan yang
ditegakkan berdasarkan NANDA-ISDA, dilakukan lebih banyak pada pekerjaan
yaitu: Bersihan jalan napas tidak efektif mengatasi masalah pontensial komplikasi.
dan pola napas tidak efektif. Sebagai contoh, pasien yang terpasang
tranfusi akan muncul diagnosis
PEMBAHASAN keperawatan PC : risiko allergi, dan ini
dialami oleh 10 responden atau sekitar
Diagnosis keperawatan Bersihan 33%.
jalan napas tidak efektif dan Pola napas Semua responden terpasang infus,
tidak efektif selalu ditegakkan oleh namun tidak ada perawat yang
perawat ruangan dan peneliti. Frekuensi menegakkan diagnosis keperawatan
kemunculan yang sering pada kedua “Risiko trauma vaskular”. Berdasarkan
diagnosis keperawatan ini, tidak hanya pengkajian NANDA-ISDA, data
dilakukan oleh perawat ruangan, namun pemasangan infus akan memunculkan
juga berdasarkan pengkajian NANDA- diagnosis keperawatan Risiko trauma
ISDA. Hal ini sesuai dengan hasil vaskular.
penelitian (Andrade, et.al. 2012), bahwa Menurut Saputra (2013), komplikasi
diagnosis Pola napas tidak efektif, pemasangan infus diantaranya adalah
Bersihan jalan napas tidak efektif dan hematoma, infiltrasi, tromboplebitis dan
Gangguan pertukaran gas merupakan emboli udara.
diagnosis keperawatan yang paling banyak Tidak satupun perawat menegakkan
ditegakkan oleh perawat berdasarkan diagnosis keperawatan “Defisit perawatan
[110]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357
DAFTAR PUSTAKA
[111]
JURNAL KEPERAWATAN SOEDIRMAN
ABSTRACT
The Post Stroke Depression (PSD) prevalence among stroke patients after three months onset was
high. Functional Outcome influenced depression on stroke patient. This study aimed to investigate the
correlation between these variables. This study was a correlational study. The participants were 44
ischemic stroke patients after three months onset, recruited in an outpatient unit. The tools were GRID-
Hamilton Rating Scale for Depression 17 (GRID-HAMD 17) for PSD and Barthel Index (BI) for functional
outcome. Data was examined using simple linier regression analyses. The prevalence of PSD was
56.82. The median of HAMD-GRID-17 was 10.38 ± 7.58, and Barthel Index was 69.56 ± 21.69. The
Barthel Index showed a positive correlation with HAMD-GRID-17 (β= -.41 ρ=.006). The Functional
Outcome influences PSD as many as 16.8 %. Correlation between Functional Outcome and PSD in
ischemic stroke patients demonstrated a moderate association. Nursing intervention development that
consists of functional outcome repairmen to reduce PSD among ischemic stroke patients should be
aimed.
Keywords: Functional Outcome, Post Stroke Depression, After Three Months Onset
ABSTRAK
Prevalensi Post Stroke Depression pada pasien stroke setelah tiga bulan tinggi.. Functional Outcome
mempengaruhi depresi pada pasien stroke iskemik.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi
kedua variable. Partisipan yang terlibat adalah 44 pasien stroke setelah tiga bulan serangan. Pasien
adalah pasien unit rawat jalan. Kuesioner adalah GRID-Hamilton Rating Scale for Depression 17
(GRID-HAMD 17) untuk PSD dan Barthel Index (BI) untuk functional outcome. Data dianalisis
menggunakan regresi linier sederhana. Presentasi PSD adalah 56.82. HAMD-GRID-17 adalah 10.38 ±
7.58 dan Barthel Index adalah 69.56 ± 21.69. Barthel Index dan HAMD-GRID-17 menunjukan
hubungan yang positip (β= -.41 ρ=.006). Functional Outcome menentukan PSD sebesar16.8 %.
Hubungan antara Functional Outcome dan PSD pada pasien stroke iskemik setelah tiga bulan
serangan adalah sedang. Intervensi keperawatan yang berfokus pada status fungsional untuk
menurunkan PSD harus dikembangkan.
Kata kunci: Functional Outcome, Post Stroke Depression, Tiga Bulan Setelah Serangan
31
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37
RESULTS
Table 1 Characteristics of Participants
Characteristics n (participants) % Median (Range) IQR
Sex
- Male 20 45.5
- Female 24 54.5
Employed
- Employed 18 40.9
- Unemployed 26 41.9
Education
- Low Education 40 90.9
- Higher 4 9.1
Education
Income
- Low 23 52.3
- Moderate 20 45.5
- High 1 2.3
Age 57.9 (38-78) years ±8.87
33
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37
35
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37
Kim, J. T., Park, M. S., Yoon, G. J., Jung, McCarthy, M. J., Sucharew, H. J., Alwell,
H. J., Choi, K. H., Nam, T. S., … K., Moomaw, C. J., Woo, D.,
Cho, K. H. (2011). White matter Flaherty, M. L., … Kissela, B. M.
hyperintensity as a factor associated (2016). Age, subjective stress, and
with delayed mood disorders in depression after ischemic stroke.
patients with acute ischemic stroke. Journal of Behavioral Medicine,
European Neurology, 66(6), 343– 39(1), 55–64.
349.
Naess, H., Lunde, L., Brogger, J., & Waje-
Kohen, R., Cain, K. C., Buzaitis, A., Andreassen, U. (2010). Depression
Johnson, V., Becker, K. J., Teri, L., predicts unfavourable functional
… Mitchell, P. H. (2011). Response outcome and higher mortality in
to psychosocial treatment in stroke patients: The Bergen Stroke
poststroke depression is associated Study. Acta Neurologica
with serotonin transporter Scandinavica, 122(SUPPL. 190),
polymorphisms. Stroke, 42(7), 2068– 34–38.
2070.
Nannetti, L., Paci, M., Pasquini, J.,
Lang, U. E., & Borgwardt, S. (2013). Lombardi, B., & Taiti, P. G. (2005).
Molecular Mechanisms of Motor and functional recovery in
Depression: Perspectives on New patients with post-stroke depression.
Treatment Strategies. Cellular Disability and Rehabilitation, 27(4),
Physiology and Biochemistry, 31, 170–175.
761–777.
Ojagbemi, A., & Owolabi, M. (2013).
Lerdal, A., Bakken, L. N., Rasmussen, E. Predictors of functional dependency
F., Beiermann, C., Ryen, S., Pynten, after stroke in Nigeria. Journal of
S., … Kim, H. S. (2011). Physical Stroke and Cerebrovascular
impairment, depressive symptoms Diseases, 22(8), e381–e387.
and pre-stroke fatigue are related to
fatigue in the acute phase after Oni, O. D., Olagunju, A. T., Olisah, V. O.,
stroke. Disability and Rehabilitation, Aina, O. F., & Ojini, F. I. (2018).
33(4), 334–342. Post-stroke depression: Prevalence,
associated factors and impact on
Li, J., Zhao, Y., Zeng, J., Chen, X., Wang, quality of life among outpatients in a
R., & Cheng, S. (2014). Serum Nigerian hospital. The South African
Brain-derived neurotrophic factor Journal of Psychiatry: The Journal of
levels in post-stroke depression. the Society of Psychiatrists of South
Journal of Affective Disorders, 168, Africa, 24, 1058.
373–379.
Oveisgharan, S., Shirani, S., Ghorbani, A.,
Lohner, V., Brookes, R. L., Hollocks, M. J., Soltanzade, A., Baghaei, A.,
Morris, R. G., & Markus, H. S. Hosseini, S., & Sarrafzadegan, N.
(2017). Apathy, but not depression, (2006). Barthel Index in a Middle-
is associated with executive East Country: Translation, validity
dysfunction in cerebral small vessel and reliability. Cerebrovascular
disease. PLoS ONE, 12(5), Diseases, 22, 350–354.
e0176943.
Pyöriä, O., Talvitie, U., Nyrkkö, H.,
Mahoney, F. I., & Barthel, D. W. (1965). Kautiainen, H., Pohjolainen, T., &
Functional evaluation: The Barthel Kasper, V. (2007). The effect of two
Index. Maryland State Medical physiotherapy approaches on
Journal, 14(Feb), 61-65. physical and cognitive functions and
independent coping at home in
36
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37
stroke rehabilitation: A preliminary Zhang, T., Wang, C., Liu, L., Zhao, X.,
follow-up study. Disability and Xue, J., Zhou, Y., … Wang, Y.
Rehabilitation, 29(6), 503–511. (2010). A prospective cohort study of
the incidence and determinants of
Sacco, R. L., Kasner, S. E., Broderick, J. post-stroke depression among the
P., Caplan, L. R., Connors, J. J., mainland Chinese patients.
Culebras, A., … Vinters, H. V. Neurological Research, 32(4), 347–
(2013). An updated definition of 352.
stroke for the 21st century: A
statement for healthcare
professionals from the American
heart association/American stroke
association. Stroke, 44(7), 2064–
2089.
37