Anda di halaman 1dari 37

TUGAS REMEDIAL METOPEN TENTANG 5 JURNAL TENTANG

KEPERAWATAN

Disusun oleh :
Nama : Maria Ulfa ( 18220008)
Prodi : S1 Keperawatan
Semester : 6 ( enam )

Dosen pembimbing : Heru Listiono SKM.M,Kes

YAYASAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021
PROSES KEPERAWATAN DALAM MELAKUKAN
DOKUMENTASI KEPERAWATAN

DESTRI NAULI HUTAGALUNG/181101086


Destrinaulihutagalung27@gmail.com

ABSTRAK

Dengan terjadinya perubahan diberbagai aspek kehidupan keperawatan pada saat ini
telah berkembang menjadi suatu profesi yang memiliki keilmuan unik yang menghasilkan
peningkatan minat dan perhatian diantara anggotanya dalam meningkatkan pelayanan sesuai
dengan keyakinan profesi dan standar yang ditetapkan. Salah satu tugas dan tanggung jawab
perawat adalah melakukan pendokumentasian mengenai intervensi yang telah dilakukan, maka
pendokumentasian sangat penting bagi perawat karena sebagai dasar hukum atau tindakan
keperawatan yang di lakukan jika ada tuntutan dari pasien suatu saat nanti.Dokumrntasi
keperawatan tidak bisa dibuat sembarangan karena dokumentasi ini menjadi bahan bagi perawat
untuk mengkomunikasikan kondisi pasien kepada tenaga medis lainnya.

Kata kunci : Proses Keperawatan, Dokumentasi Keperawatan, Sejarah Keperawatan.

LATAR BELAKANG dalam kehidupannya selalu berinteraksi


dengan lingkungan, baik internal
Dalam rangka membuktikan maupun eksternal yang akan
pernyataan tersebut, maka beberapa berpengaruh terhadap status
pakar teori keperawatan berupaya untuk kesehatannya, asuhan/pelayanan
mendefinisikan keperawatan menjadi keperawatan merupakan
suatu konsep. praktik/tindakan keperawatan mandiri
yang diberikan karena adanya
Dari ketiga unsur utama diyakini
ketidakmampuan manusia dalam
bahwa manusia person merupakan
memenuhi kebetuhan dasarnya.
pusat/sentral asuhan keperawatan dan
care sebagai dasar/landasan dalam Keperawatan sebagai suatu profesi dan
praktik /asuhan keperawatan. Manusia berdasarkan pengakuan masyarakat
dipandang sebagai individu yang adalah ilmu kesehatan tentang asuhan
bersifat holistik dan humanistik yang
keperawatan atau the health science of materi penugasan dengan melakukan
caring. (Liendberg,1990:40). kajian bebas terhadap berberapa sumber
Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang jurnal yang mengikuti format tugas.
berkenaan dengan masalah-masalah
fisik, psikologi, sosiologis, budaya dan
HASIL
spiritual dari individu. Hasil dari perkembangan proses
keperawatan meningkatkan mutu
Pelayanan keperawatan dilakukan
pelayanan keperawatan, semua
dalam upaya meningkatkan derajat
kebutuhan klien dapat dipenuhi
kesehatan, mencegah penyakit,
mempercepat proses penyembuhan
penyembuhan, pemulihan serta
klien dan kepuasan bagi klien akan
pemeliharaan kesehatan dengan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
penekanan pada upaya pelayanan
kesehatan utama untuk memungkinkan PEMBAHASAN
setiap manusia mencapai kemampuan
Pertama kali proses
hidup sehat dan produktif yang
keperawatan diperkenalkan pada tahun
dilakukan sesuai wewenang, tanggung
1950-an dengan menggunakan proses 3
jawab dan etika profesi keperawatan
tahapan yaitu pengkajian, perencanaan,
(Gaffar, 1999).
dan evaluasi yang berdasarkan pada
TUJUAN metode ilmiah yaitu mengobservasi,
mengukur, mengumpulkan data, dan
Tujuan dari penulisan ini
menganalisis temuan-temuan tersebut.
bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah konsep dasar keperawatan II Namun, hal ini baru sekadar
tentang konsep dasar proses istilah dan belum dilaksanakan. Delapan
keperawatan dan untuk mengetahui tahun kemudian, Wiedenbach
proses keperawatan dalam dokumentasi memperkenalkan 3 langkah dalam
keperawatan. proses keperawatan, yaitu : observasi,
bantuan pertolongan, dan validasi
METODE (Deswani, 2011).

Metode penulisan kajian ini


Pada tahun 1977 Organisasi
menggunakan metode analisis terhadap
Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO) mendefinisikan keperawatan merupakan suatu metode
proses keperawatan sebagai istilah pada bagi perawat untuk memberikan asuhan
sistem karakteristik intervensi keperawatan kepada klien. Beberapa
keperawatan pada kesehatan individu, pengertian proses keperawatan adalah
keluarga dan komunitas. Sejalan dengan sebagai suatu metode pembeda
pendekatan Organisasi Kesehatan pemberihan asuhan keperawatan yang
Dunia, di Inggris sepanjang tahun 1980 sistematis dan rasional. Metode
membicarakan proses keperawatan yang pemberian asuhan keperawatan yang
meliputi 4 tahap yaitu pengkajian, terorganisisr dan sistematis, berfokus
perencanaan, implementasi, evaluasi pada respon yang unik dari individu
( Basfor & Slevin, 2006). terhadap masalah kesehatan yang aktual
dan potensial.
Pada tahun 1982, National
Council of State Boards of Nursing Menurut Potter&Perry(2005)
menyempurnakan tahapan dari proses menjelaskan proses keperawatan adalah
keperawatan menjadi 5 tahap, yaitu satu pendekatan untuk pemecahan
pengkajian, diagnosis, perencanaan, masalah yang memampukan perawat
implementasi, dan evaluasi. Lima untuk mengatur dan memberikan
tahapan inilah yang sampai saat ini asuhan.
digunakan sebagai langkah-langkah
Secara umum, tujuan proses
proses keperawatan (Deswani, 2011).
keperawatan adalah membuat kerangka
Sekitar tahun 1980-an proses konsep berdasarkan kebutuhan individu
keperawatan mulai dikenal di Indonesi. dari klien, keluarga, dan, masyarakat
Perawat yang dididik sebelum tahun (Carpenito dan Moyet 2007). Selain itu,
tersebut pada umumnya belum dengan membuat proses keperawatan,
mengenal proses keperawatan karena seorang perawat akan menyelesaikan
kurikulum di pendidikan belum suatu masalah secara sistematis dan
mengajarkan metode tersebut. Proses logis sehingga menghasilkan pelayanan
keperawatan mulai dikenal di yang berkualitas. Proses keperawatan
pendidikan keperawatan Indonesia sangat penting karena berfungsi sebagai
dalam Katalog Pendidikan Diploma III alat untuk mengenal masalah pasien,
Keperawatan pada tahun 1984. Proses menyusun perencanaan secara
sistematik, melaksanakan tindakan dan berhubungan dengan
menilai hasil tindakan (Muhlisin, 2011) pelayanan kesehatan
yang diberikan.
Dokumentasi keperawatan
 Kualitas pelayanan yaitu
adalah suatu catatan yang memuat
memberi kemudahan
seluruh data yang dibutuhkan untuk
dalam menyelesaikan
menentukan diagnosis keperawatan,
masalah pelayanan
perencanaan keperawatan, tindakan
kesehatan sehingga
keperawatan, dan penilaian keperawatan
tercapai pelayanan
yang disusun secara sistematis, valid,
kesehatan yang
dan dapat dipertanggungjawabkan
berkualitas.
secara moral dan hukum (Zaidin
 Sebagai alat komunikasi
Ali,2009). Dokumentasi keperawatan
yaitu sebagai alat
tidak hanya sebagai persyaratan untuk
perekam terhadap
akreditasi, tetapi juga merupakan
masalah yang berkaitan
catatan permanen tentang apa yang
dengan klien.
terjadi pada klien.
 Terhadap keuangan yaitu

Dokumentasi ini juga sebagai acuan atau

merupakan persyaratan legal dalam pertimbangan dalam

setiap lingkungan pelayanan kesehatan, biaya perawatan terhadap

dimana dengan banyaknya gugatan dan klien.


sorotan mal praktik agresif dalam  Terhadap pendidikan

masyarakat, semua aspek rekam medis yaitu sebagai bahan atau

penting untuk pencatatan legal. referensi pembelajaran


 Terhadap penelitian yaitu
Menurut Serri (2010) manfaat sebagai bahan atau objek
dokumentasi keperawatan yaitu : riset dalam
pengembangan profesi
 Bernilai hukum yaitu
keperawatan.
dokumentasi
 Untuk akreditas sebagai
keperawatan dapat
acuan untuk mengetahui
dijadikan sebagai bukti
sejauh mana peran dan
dalam persoalan yang
fungsi perawat dalam (Nursalam (2008) menyebutkan
memberikan asuhan Instrumen studi dokumentasi penerapan
keperawatan kepada standar asuhan keperawatan meliputi :
klien.
 Standar I : Pengkajian
Tujuan pendokumentasian keperawatan
keperwatan adalah sebagai alat  Standar II : Diagnosa
komunikasi antara klien, keluarga, tim keperawatan
perwata dan tim kesehatan lain sehingga  Standar III : Perencanaan
terbentuk komunikasi yang baik dalam keperawatan
perawatan klien, sebagai tanggung  Standar IV :
jawab dan tanggung gugat perlindungan Implementasi
klien dalam pelayanan dan keamanan keperawatan
perawat dalam memberikan asuhan  Standar V : Evaluasi
keperawatan. keperawatan
 Standar VI : Catatan
Standar dokumentasi adalah
asuhan keperawatan.
suatu pernyataan tentang kualitas dan
kuantitas dokumentasi yang Dalam pendokumentasian ada 3
dipertimbangkan secara adekuat dalam teknik, yaitu :
suatu situasi tertentu, sehingga
 Teknik naratif, pencatatan
memberikan informasi bahwa adanya
tradisonal dan dapat
suatu ukuran terhadap kualitas
bertahan paling lama serta
dokumentasi keperawatan.
merupakan sistem
pencatatan yang fleksibel.
Menurut (Potter & Perry, 2005)
 Teknik flowsheet
Dokumentasi harus mengikuti standar
(bentuk grafik), cara
yang ditetapkan untuk mempertahankan
tercepat dan paling
akreditasi, mengurangi
efisien untuk mencatat
pertanggungjawaban, dan untuk
informasi
menyesuaikan kebutuhan pelayanan
 Teknik checklist, tinggal
keperawatan
mengisi item yang sesuai
dengan keadaan pasien
dengan mencentang.

Menurut Potter & Perry (2005),


petunjuk cara pendoumentasian yang
benar yaitu : Jangan menghapus
menggunakan tipe-x atau mencatat
tulisan yang salah, koreksi semua DAFTAR PUSTAKA
kesalahan sesegera mungkin karena
Aba, M. Hartono, B. Dkk. (2018).
kesalahan menulis diikuti kesalahan
Analisis Organisasi dalam
tindakan, dan catatan harus akurat, teliti
Pendokumentasian Asuhan
dan reliabel, pastikan apa yang ditulis
Keperawatan di Ruang Rawat
adalah fakta, jangan berspekulatif atau
Inap Cendrawasi RSUD ARI.
menulis perkiraan saja.
12(11)

PENUTUP
Asmadi. (2013). Konsep Dasar
Salah satu indikator kinerja Keperawatan. Jakarta : EGC
perawat dalam melaksanankan asuhan
Aziz,A.Alimul.2004. Pengantar
keperawatan bisa dilihat dari
Konsep Dasar Keperawatan.
pelaksanaan pendokumentasian asuhan.
Jakarta : Salemba Medika
Perawat yang melaksanakan
dokumentasi keperawatan dengan baik Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan

akan mendokumentasikan keperawatan Keperawatan & Dokumentasi

dengan lengkap. Dengan dilakukannya Keperawatan, Diagnosis

dokumentasi yang baik dan benar, Keperawatan, dan Masalah

asuhan keperawatan yang harus Kolaborasi. Jakarta: Penerbit

berkualitas dapat dicapai. EGC

Nursalam. (2011). Proses dan


Dokumentasi Keperawatan:
Konsep dan Praktik. Jakarta:
Salemba Medika
Nursalam.2013. Metode Penelitian Ilmu University Reseacrh
Keperawatan (Pendekatan Coloquium
Praktis). Jakarta : Salemba Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan
Medika Dokumentasi Asuhan
Noorkasiani. Gustina. R. Siti Maryam. Keperawatan: Teori dan
(2015). Faktor-faktor yang Praktik. Yogyakarta: Graha
Berhubungan dengan Ilmu
Kelengkapan Dokumentasi
Keperawatan. Jurnal Siswanto. (2013). Faktor-faktor yang

Keperawatan Indonesia. Berhubungan dengan

18(01). 1-8 Kelengkapan


Pendokumentasian Asuhan
Olfah, Yustiana. (2013). Modul Keperawatan. Jakarta: PT.
Dokumentasi :Konsep Dasar Bumi Aksara
dan Aspek Legal Etik
Dokumentasi Keperawatan. Suprapto. (2012). Dokumentasi Proses

Badan PPSDM Kesehatan, Keperawatan. Yogyakarta:

Kemenkes RI Nuha Medika

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Syukur, A. (2018). Hubungan Beban

Buku Ajar Fundamental Kerja Dengan Dokumentasi

Keperawatan: Ajar Asuhan Keperawatan. Jurnal

Fundamental Keperawatan: Nerspedia. 1(2). 164-171

Konsep, Proses & Praktik.


Proses, & Praktik. (Alih
Bahasa: Yasmin Asih, et al.,)
(Edisi 4). Jakarta: Penerbit
EGC

Rohmayanti & Kamal, Sodiq. 2015.


Implementasi Perawatan
Luka Modern di RS Harapan
Magelang. Jurnal The 2nd
PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI DUNIA

Resky Titha Nurun Nubuwah / 181101050

rezkytitha@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang : Keperawatan itu sendiri semakin berkembang seiring dengan perkembangan
zaman, dimana keperawatan pada zaman terdahulu belum seperti keperawatan yang ada
sekarang ini. Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan dalam perkembangan keperawatan yang
ada di luar indonesia dan di indonesia dari zaman ke zaman, mengetahui proses keperawatan,
tujuan, fungsi dan manfaat proses keperawatan itu sendiri dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dan pengaruhnya terhadap derajat kesehatan klien tersebut. Metode :
Metode yang di gunakan yaitu Literature review,dengan menganalisa buku-buku ataupun jurnal
yang berkaitan tentang perkembangan keperawatan di dunia. Hasil : Perawat tahu mengenai
perkembangan keperawatan dari zaman ke zaman dan apa itu proses keperawatan.
Pembahasan: Sejarah perkembangan keperawatan di dunia terjadi karena faktor sikap dan
pandangan masyarakat dan juga terpengaruh oleh perang, yang mengakibatkan kebutuhan
kesehatan dan perawatan bertambah. Dan dalam pemberian asuhan keperawatan, haruslah
menerapkan proses keperawatan karena memiliki manfaat dan tujuan yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan pasien dan perawat. Penutup : Perkembangan keperawatan di dunia cenderung
semakin maju dari zaman ke zaman. Untuk meningkatkan kepuasan dan derajat kesehatan klien,
maka pemberian asuhan keperawatan harus dilakukan sesuai dengan proses keperawatan.

Kata kunci : Sejarah perkembangan keperawatan, Proses keperawatan, Perawat

1. Latar Belakang keperawatan berkualitas tinggi

Perawat adalah individu dalam mengatasi masalah

yang dipersiapkan untuk menjadi keperawatan yang dihadapi oleh

pribadi terpilih, yang dinyatakan sasaaran asuhan keperawatan

layak secara legal, mampu dalam segala situasi maupun

melayani dengan memberikan kondisi, sesuai pada kapasitas

layanan sistem asuhan


professionalisme yang melekat merupakan rangkaian tindakan
padanya. (Roymond, 2019) pada praktik keperawatan yang
Keperawatan adalah sutu diberikan secara langsung kepada
bentuk pelayanan professional klien dalam berbagai tatanan
yang setiap tindakan yang pelayanan kesehatan. Asuhan
diberikan dapat dipertanggung keperawatan dilaksanakan
jawabkan dan didasari dari ilmu berdasarkan kaidah – kaidah
pengetahuan. Pelayanan yang keperawatan yang berdasarkan
diberikan berbentuk pelayanan pada kebutuhan objektif klien
biopsikososial. untuk mengatasi keluhan yang
Keperawatan itu sendiri dirasakan oleh klien.
semakin berkembang seiring
dengan perkembangan zaman, 3. Metode
dimana keperawatan pada zaman Metode yang dilakukan
terdahulu belum seperti yaitu literature review, yaitu
keperawatan yang ada sekarang dengan menganalisa buku-buku
ini. dan jurnal yang berkaitan tentang
Perkembangan Keperawatan dan
2. Tujuan Proses Keperawatan untuk
Untuk mengetahui mengetahui perkembangan
perbedaan dalam perkembangan keperawatan yang ada di dunia.
keperawatan yang ada di luar
indonesia dan di indonesia dari 4. Hasil
zaman ke zaman, mengetahui Hasil yang diharapkan
proses keperawatan, tujuan, fungsi yaitu, kita sebagai perawat tahu
dan manfaat proses keperawatan mengenai perkembangan
itu sendiri dalam memberikan keperawatan dari zaman ke zaman
asuhan keperawatan kepada klien dan mengetahui apa itu proses
dan pengaruhnya terhadap derajat keperawatan serta tujuan , fungsi
kesehatan klien tersebut. dan manfaat dari proses
Asuhan keperawatan itu keperawatan tersebut dalam
sendiri merupakan sutu proses atau
peningkatan derajat kesehatan dan korban luka dan terbunuh,
kepuasan klien. kelaparan, munculnya berbagai
penyakit dan lain sebagainya. Hal
5. Pembahasan ini mengakibatkan ilmu

Perkembangan pengobatan dan perawatan

keperawatan mengalami perubahan semakin berkembang.

yang sangat pesat seiring dengan Perkembangan

peningkatan kebutuhan manusia. keperawatan di benua Asia

Berbagai aspek dan peristiwa khususnya di negara Arab,

sangat mempengaruhi terhadap keperawatan mulai berkembang

perkembangan keperawatan itu pada abad ke-7 seiring dengan

sendiri. Misalnya yaitu, sikap dan hadirnya agama islam di tengah –

peran masyarakat dan perang yang tengah masyarakat. Perkembangan

terjadi. dan penyebaran agama islam

Pada abad ke-19 profesi diikuti dengan perkembangan ilmu

keperawatan belum berkembang pengetahuan seperti ilmu pasti,

dan belum mendapatkan kimia, kesehatan dan obat –

penghargaan dan dipandang obatan. Bahkan di dalam Al-

rendah oleh masyarakat, pada Qur’an tercantum bahwa kita harus

masa ini perawat dilakukan oleh menjaga kebersihan diri,

wanita. Para perawat di rumah makanan , limgkungan sekitar

sakit pada saat itu yaitu para budak serta tempat tinggal. Pada masa ini

dan tahanan yang dipaksa muncul tokoh keperawatan dalam

untukmelakukan pekerjaan sebagai islam yaitu Rufaidah.

perawat, dan perawat – perawat ini Perkembangan

tidak berpendidikan. keperawatan di negara Cina atau

Perang juga berperan Tiongkok yaitu bangsa Tiongkok

dalam perkembangan keperawatan. telah mengenal adanya penyakit

Sejarah mencatat bahwa dengan kelamin yaitu gonorhoea dan

adanya perang besar antar-agama shypilis. Seng Lung ( bapak

yang dikenal sebagai perang salib. pengobatan) yang ahli penyakit

Perang ini menimbulkan banyak dalam telah menggunakan obat –


obat dari tumbuhan dan mineral. Perkembangan sejarah
Semboyannya yang sangat terkenal keperawatan di Indonesia dibagi
yaitu lihat, dengar, tanya dan rasa. menjadi dua, yaitu masa sebelum
Perkembangan kemerdekaan dan sesudah
keperawatan di benua Eropa, kemerdekaan. Pada masa sebelum
beberapa tokoh keperawatan kemerdekaan, negara indonesia
memiliki peran yang besar masih dijajah. Pada masa jajahan
terhadap perubahan sejarah Belanda, didirikan rumah sakit
perkembangan keperawatan. Salah (Binnen Hospital) di Jakarta tahun
satu tokoh yang berperan yaitu, 1799. Tenaga keperawatannya
Florence Nightingale. Berkat kerja diambil dari penduduk pribumi
keras, perjuangan dan dedikasinya yang berperan sebagai penjaga
yang luar biasa dan keinginannya orang sakit. Pada masa ini
untuk memajukan keperawatan, terbentuk dinaskesehatan tentara
beliau dianugrahi sebuah gelar dan dinas kesehatan rakyat. Pada
“Lady with the lamp” oleh para masa penjajahan Inggris,
tentara korban perang, kemudian dipelopori oleh Rafless, perbaikan
di negara Inggris terjadi kemajuan dibidang kesehatan dan
yang sangat pesat di bidang keperawatan mulai
keperawatan, contohnya yaitu berkembang ,mereka
pembentukan sekolah – sekolah memperhatikan kesehatan
perawat (British Nurse masyarakat dengan motto
Association) oleh Erenwick kesehatan adalah milik manusia
( 1887), kemudian pada 1 juli dan pada saat itu pulatelah
1899, Erenwick mendirikan sebuah diadakan berbagai usaha dalam
lembaga yang disebut memelihara kesehatan. Pada tahun
International Council of Nurses 1942 -1945 terjadi kekalahan
(ICN). Setelah era ini, tentara sekutu dan kedatangan
perkembangan keperawatan tentara Jepang, pada masa ini
semakin pesat dan muncullah justru keperawatan mengalami
tokoh – tokoh penting dalam kemunduran yang sangat drastis.
keperawatan.
Yang kedua yaitu masa memecahkan masalah yang
setelah kemerdekaan pada tahun didasari oleh metode ilmiah yang
1949, pada masal ini telah banyak ditujukan untuk memenuhih
di rumah sakit yang didirikan serta kebutuhan pasien.
balai pengobatan untuk memenuhi Proses keperawatan terdiri
kebutuhan tenaga kesehatan. Dan dari lima tahapan yang konsisten,
mulai tahun 1952 mulai di dirikan sesuai dengan perkembangan
sekolah perawat, 1962 dibuka profesi keperawatan. Kelima
pendidikan keperawatan setingkat proses ini saling berkaitan mulai
dengan sarjana di Universitas tahap pertama hingga ke lima.
Indonesia dan beberapa tahun Lima tahapan proses
kemudian diikuti berdirinya keperawatan yaitu :
pendidikan keperawatan setingkat 1. Tahap Pengkajian
S1 di Bandung, Yogyakarta, keperawatan.
Surabaya dan lain-lain. Dengan 2. Tahap Diagnosa
berdirinya pendidikan keperawatan.
keperawatan, profesi keperawatan 3. Tahap Perencanaan
berkembang menjadi sebagai keperawatan.
profesi yang mandiri dan tidak 4. Tahap implementasi/
bergantung pada profesi lain dan tindakan.
profesi keperawatan telah 5. Tahap evaluasi keperawatan.
mendapatkan pengakuan dari
profesi lain. Fungsi dari proses
Dalam memberikan asuhan keperawatan ini adalah:
keperawatan, terdapat suatu proses 1. Sebagai kerangka berfikir
keperawatan yang harus untuk melaksanakan fungsi
dilaksanakan. Proses keperawatan dan tanggung jawab
merupakan metode dimana suatu keperawatan.
konsep diterapkan dalam praktik 2. Sebagai alat untuk mengenali
keperawatan, hal ini disebut masalah klien, merencanakan
pendekatan problem solving yang secara sistematis,
merupakan suatu modal untuk
melaksanakan rencana dan
menilai hasil dari tindakan. 6. Penutup

Perkembangan keperawatan di
Tujuan proses keperawatan,
dunia cenderung semakin maju dari
yaitu :
zaman ke zaman. Namun
1. Sebagai metode problem
keperawatan juga sempat mengalami
solving.
kemunduran. Sikap masyarakat
2. Menggunakan satandar
terhadap keperawatan juga
praktik keperawatan.
menentukan perkembangan
3. Peroleh metode yang baku ,
keperawatan itu sendiri.
sesuai, rasional, sistematis
dan didasari oleh ilmiah. Untuk semakin meningkatkan
4. Memperoleh metode dalam kepuasan dan kenaikan derajat
memberikan asuhan kesehatan klien, maka dalam
keperawatan yang dapat pemberian asuhan keperawatan
dilakukan dalam situasi harus dilakukan sesuai dengan
apapun. proses keperawatan, untuk
Adapun manfaat proses menghindari tindakan ilegal dan
keperawatan itu dapat dirasakan oleh agar klien mendapatkan perawatan
klien dan jugaoleh perawat itu sendiri. yang berkualitas.
Dimana perawatan yang didapatkan
klien akan berkaualitas dan kontinyu ,
mendapatkan partisipasi dari klien
DAFTAR PUSTAKA
dan keluarga, pendidikan
keperawatan konsisten dan sistematik, Bandiyah, S. (2017). Keterampilan
pertumbuhsn professionalisme Dasar dalam Keperawatan
perawat , mennghidarkan perawat (KDDK). Yogyakarta: Nuha
dari tindakan ilegal, dapat digunakan Medika
sebagai standar keperawatan
Departemen Kesehatan RI. (2006).
professional dan juga proses
Keputusan Menteri Kesehatan
keperawatan ini dapat digunakan
Republik Indonesia, Jakarta.
sebagai akreditasi rumah sakit.
Doenges, ME. (2002). Penerapan Potter, P.A., & Perry, A.G. (2010).
Proses Keperawatan dan Fundamental Keperawatan Buku 1
Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
EGC
Rohma Nikmatur. (2010). Integrasi
Harahap, T, H. (2019). Aplikasi Berfikir Proses Keperawatan dalam
Kritis Dalam Mengolah Informasi Pembelajaran Klinik Keperawatan
dan Komunikasi dalam Tindakan One To One Teaching and Feed
Keperawatan. Osf.io Back. The Indonesian Journal of
Health Science.
Hutahaean, S. (2010). Konsep dan
Simamora, R. H. (2019). Menjadi
Dokumentasi Proses Keperawatan.
Perawat yang: CIH’HUY.
Jakarta : CV. Trans Info Media
Surakarta : Kekata Publisher
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi
Sumijatun. (2010). Konsep Dasar
dan Praktik Keperawatan
Menuju Keperawatan
Profesional. Jakarta: EGC
Profesional. Jakarta: CV. Trans
Mulati, N. (2006). Pengembangan Info Media
Manajeman Kinerja (PMK)
Supranto, J. (2009). Statistik Teori dan
Konsep, Strategi, dan Aplikasinya.
Aplikasi. Jakarta: Erlangga PT.
Jurnal Keperawatan Universitas
Gelora Aksara Pratama
Pajajaran, Bandung
Yeni Fitra. (2014). Pengaruh Pelatihan
Nursalam. (2002). Manajemen
Proses Keperawatan terhadap
Keperawatan Aplikasi dalam
Dokumentasi Asuhan
Praktik Keperawatan
Keperawatan di Puskesmas
Profesional.Jakarta: Salemba
Kabupaten Agam Provinsi
Medika
Sumatera Barat. Ners Journal
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku Keperawatan Volume 10, No1.
Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Praktek (edisi
4). Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 18 No.1, Maret 2015, hal 1-8
pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN


DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Noorkasiani, Gustina, R. Siti Maryam*

Jurusan Keperawatan, Prodi Keperawatan Persahabatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III, Jakarta 13230, Indonesia

*
E-mail: rdmaryam@yahoo.com

Abstrak

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan
keperawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Desain penelitian adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 173 perawat
dari 14 ruang rawat dan lembar observasi kelengkapan dokumentasi berjumlah 80 dokumen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan dokumentasi keperawatan dalam kriteria baik sebesar 47,4% dan perawat yang
melengkapi dokumentasi keperawatan sebesar 57,2%. Sedangkan faktor yang paling berkontribusi secara bermakna
dengan kelengkapan dokumentasi keperawatan adalah Ruang Dinas (p= 0,002; α= 0,05) setelah dikontrol oleh umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tipe kelas ruangan. Diharapkan bidang perawatan dapat melengkapi dokumentasi
keperawatan dengan format yang sama, memberi kesempatan perawat untuk melanjutkan kuliah dan mengikuti
pelatihan askep serta bertukar informasi atau gagasan antar ruang rawat.

Kata kunci: dokumentasi, kelengkapan, ruang dinas keperawatan

Abstract

Factors Related to The Documentation Completeness of Nursing. Nursing documentation is proof of recording and
reporting is owned nurses in nursing notes were useful to the interests of clients, nurses and health team in providing
health services. The study design was an analytical survey with cross sectional approach. Amount of 173 samples taken
in a total nurse of 14 ward and 80 observation sheets about completeness of documentation in nursing process. The
results showed that the implementation of nursing documentation in good criterion of 47,4% and nurses who complete
the documentation of nursing at 57,2%. The factors most significantly associated with completeness of nursing
documentation is the ward (p= 0,002; α= 0,05) after controlled by age, sex, educational level, and class room type.
Advice can be given to the field of nursing in hospital to complete the documentation nursing with the same format,
allowing nurses to pursue graduate studies and follow nursing process training and exchange information or ideas
between the ward.

Keywords: completeness, documentation, nursing ward

Pendahuluan dan lengkap serta sesuai dengan standar asuhan


keperawatan maka sulit untuk membuktikan
Pelaksanaan dokumentasi keperawatan merupa- bahwa tindakan keperawatan telah dilakukan
kan salah satu alat ukur untuk mengetahui, dengan benar (Gillies, 2000; Carpenito, 1999).
memantau, dan menilai suatu pelayanan asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh rumah sakit Hasil penelitian mengenai kelengkapan doku-
(Fischbach, 1991). Dokumentasi keperawatan mentasi keperawatan bervariasi tiap rumah sakit.
tidak hanya mencerminkan kualitas perawatan Penelitian yang dilakukan Hartati, Handoyo, dan
saja tetapi membuktikan pertanggunggugatan Anis (2001) didapatkan skor 58%; penelitian
setiap tim keperawatan (Potter & Perry, 2005). yang dilakukan Soetisno dan Christophara (2000)
Oleh karena itu, jika kegiatan keperawatan tidak didapatkan angka 60%; penelitian yang dilakukan
didokumentasikan dengan baik, akurat, obyektif, Gaos dan Keliat (2002) pada 3 ruangan di RSUP
2 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 18, No. 1, Maret 2015, hal 1-8

Persahabatan (Soka Atas, Soka Bawah dan yang baik melalui komunikasi yang efektif di
Anggrek Bawah) ditemukan dokumentasi asuhan antara perawat dan dengan pemberi perawatan
keperawatan mencapai 57,8%; dan penelitian yang lain seperti keluarga pasien. Bjorvell (2002)
yang dilakukan Sumitra dan Savitri (2000) di menyatakan dari hasil FGD perawat bahwa cara
RSUD Karawang didapatkan rata-rata keleng- menuliskan dokumentasi keperawatan membuat
kapan pendokumentasian asuhan keperawatan mereka menjadi berpikir kritis dan berpikir
mencapai ±50%. Hasil penelitian tersebut menun- dengan cara yang berbeda terkait pelayanan
jukkan kelengkapan dokumentasi keperawatan yang diberikan kepada pasiennya.
belum memenuhi standar asuhan keperawatan
Depkes yaitu 80% sehingga mencerminkan mutu Hasil observasi awal dan wawancara terhadap
pelayanan keperawatan yang masih rendah. dokumentasi keperawatan diketahui dan ditemu-
kan beberapa dokumen yang tidak diisi dengan
Keberhasilan pendokumentasian asuhan kepera- benar dan lengkap terutama pada evaluasi
watan sangat dipengaruhi oleh seorang perawat keperawatan. Penilaian terhadap kelengkapan
sebagai ujung tombak dalam memberikan dokumentasi keperawatan untuk ruangan yang
asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005). memiliki cara pendokumentasian yang sama
Menurut Gibson (1996) dalam Suratun (2008) belum pernah dilakukan.
bahwa faktor individu yang memengaruhi
perilaku kerja antara lain umur, lama kerja, Metode
pendidikan, dan pelatihan. Produktivitas seorang
pekerja menurun dengan bertambahnya umur, Desain penelitian yang digunakan adalah survei
sedangkan lama kerja mempunyai hubungan analitik yaitu survei yang mencoba menggali
yang positif terhadap produktivitas pekerjaan. bagaimana dan mengapa fenomena terjadi
Siagian (2002) menyatakan bahwa makin tinggi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
tingkat pendidikan seseorang makin besar dilakukan di RS X, Jakarta pada Bulan
keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan September 2010 sampai dengan Februari 2011.
dan keterampilan. Pelatihan merupakan bagian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
dari proses pendidikan untuk meningkatkan perawat yang bekerja di RS X dan memenuhi
pengetahuan dan keterampilan (Notoatmodjo, kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel pada
2003). penelitian ini adalah 173 perawat yang bekerja
di RS X dan memenuhi kriteria inklusi yaitu
Dokumentasi dibutuhkan untuk keamanan semua perawat di 14 ruangan dinas yang
pasien dan menjaga catatannya untuk tetap jelas, memiliki format dokumentasi keperawatan
akurat, dan komprehensif menjadi bermanfaat yang sama (Ruang Rawat Bedah dan Penyakit
bagi perawat dalam pekerjaan sehari-hari (Bjorvell, Dalam) dan bersedia menjadi responden.
2002 & Owen, 2005). Hal ini didukung pula Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah
oleh pendapat Wang, Hailey, dan Yu (2011) kepala ruangan dan wakil kepala ruangan.
yang menyatakan bahwa kualitas dokumentasi Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat
keperawatan menunjukkan pemberian perawatan dan multivariat dengan regresi logistik.

Tabel 1. Karakteristik Responden Menurut Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan

Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan Jumlah Persentase

Kurang Lengkap 74 42,8


Lengkap 99 57,2
Total 173 100
Noorkasiani, et al., Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Dokumentasi 3

Hasil perawat yang bekerja kurang dari 5 Tahun,


terdapat 59 perawat (58,4%) yang dokumentasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi keperawatannya lengkap. Dari 22 perawat
perawat yang dokumentasi keperawatannya yang bekerja selama 5–10 Tahun, sebanyak 10
lengkap lebih banyak (57,2%) dibandingkan perawat (45,5%) yang dokumentasi keperawatan-
dengan proporsi perawat yang dokumentasi nya lengkap. Dari 50 perawat yang bekerja
keperawatannya kurang lengkap (42,8%) (lihat lebih dari 10 tahun, sebanyak 30 (60,0%) yang
pada Tabel 1). dokumentasi keperawatannya lengkap.

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 93 perawat Hasil menunjukkan bahwa dari 114 perawat
yang berusia lebih dari hingga sama dengan 28 yang tidak pernah mengikuti pelatihan asuhan
tahun, sebanyak 57 perawat (61,3%) yang keperawatan, sebanyak 64 perawat (56,1%)
melakukan dokumentasi kepera-watan dengan yang dokumentasi keperawatannya lengkap.
lengkap. Hasil didapatkan bahwa dari 80 Dari 59 perawat yang pernah mengikuti pe-
perawat yang berusia kurang dari 28 tahun, latihan, ada sebanyak 35 perawat (59,3%) yang
terdapat 42 perawat (52,5%) yang dokumentasi dokumentasi keperawatannya lengkap.
kepera-watannya lengkap. Hasil penelitian juga
didapatkan bahwa dari 11 perawat yang Hasil menunjukkan bahwa dari 84 perawat yang
berpendidikan SPK, sebanyak empat perawat pengetahuan terkait dokumentasi keperawatan-
(36,4%) yang melakukan dokumentasi nya rendah, sebanyak 49 perawat (58,3%) yang
keperawatan dengan lengkap. Selain itu, dari dokumentasi keperawatannya lengkap. Dari 89
162 perawat yang berpendidikan DIII perawat yang pengetahuan dokumentasi ke-
Keperawatan, sebanyak 95 (58,6%) perawat perawatannya tinggi hanya ada sebanyak 50
yang dokumentasi keperawatannya lengkap. perawat (56,2%) yang melakukan dokumentasi
Hasil juga menunjukkan bahwa dari 101 keperawatan dengan lengkap.

Tabel 2. Karakteristik Responden Menurut Usia, Tingkat Pendidikan, Lama Kerja, Mengikuti Pelatihan, Tingkat
Pengetahuan, Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan, dan Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan

Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan


Total
Variabel Kurang Lengkap Lengkap
n % N % N %

Usia
≥28 Tahun 36 38,7 57 61,3 93 100
<28 Tahun 38 47,5 42 52,5 80 100
Tingkat Pendidikan
SPK 7 63,6 4 36,4 11 100
DIII 67 41,4 95 58,6 162 100
Lama Kerja
<5 Tahun 42 41,6 59 58,4 101 100
5–10 Tahun 12 54,5 10 45,5 22 100
>10 Tahun 20 40,0 30 60,0 50 100
Mengikuti Pelatihan
Tidak pernah 50 43,9 64 56,1 114 100
Pernah 24 40,7 35 59,3 59 100
Tingkat Pengetahuan
Rendah 35 41,7 49 58,3 84 100
Tinggi 39 43,8 50 56,2 89 100
Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan
Kurang baik 41 45,1 50 54,9 91 100
Baik 33 40,2 49 59,8 82 100
4 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 18, No. 1, Maret 2015, hal 1-8

Tabel 3. Karakteristik Responden Menurut Ruangan Dinas dan Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan

Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan


Total
Ruangan Dinas Kurang Lengkap Lengkap p
n % n % n %
Griya Puspa 11 84,6 2 15,4 13 100 0,000
Mawar Atas 15 100,0 0 00,0 15 100
Mawar Bawah 0 00,0 17 100,0 17 100
Dahlia Atas 6 60,0 4 40,0 10 100
Dahlia Bawah 0 00,0 9 100,0 9 100
Melati Atas 10 71,4 4 28,6 14 100
Melati Bawah 6 31,6 13 68,4 19 100
Soka Atas 7 50,0 7 50,0 14 100
Soka Bawah 4 36,4 7 63,6 11 100
Cempaka Atas 8 57,1 6 42,9 14 100
Cempaka Bawah 0 00,0 9 100,0 9 100
Bedah Kelas 4 33,3 8 66,7 12 100
Anggrek Bawah 1 12,5 7 87,5 8 100
Bedah Thorax 2 25,0 6 75,0 8 100
Jumlah 74 42,8 99 57,2 173 100

Tabel 4. Karakteristik Responden Menurut Tipe Kelas Ruangan dan Kelengkapan Dokumentasi
Keperawatan

Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan


Total
Tipe Kelas Kurang Lengkap Lengkap p
n % n % n %
Kelas I 21 61,8 13 38,2 34 100 0,028
Kelas II 18 50,0 18 50,0 36 100
Kelas III 24 33,3 48 66,7 72 100
VIP 11 35,5 20 64,5 31 100

Tabel 5. Hasil Pemodelan Terakhir Analisis Multivariat

95 % CI
Variabel p OR
Batas Bawah Batas Atas
Usia 0,071 0,410 0,156 1,080
Jenis Kelamin 0,126 0,324 0,076 1,375
Tingkat Pendidikan 0,061 6,795 0,917 50,338
Ruang Dinas Melati Bawah 0,002 24,183 3,370 173,51
Tipe Kelas Ruangan 0,960 0,000 0,000 -

Hasil menunjukkan bahwa dari 91 perawat (59,8%) yang dokumentasi keperawatannya


yang kurang baik melaksanakan dokumentasi lengkap.
keperawatan, sebanyak 50 perawat (54,9%)
yang dokumentasi keperawatannya lengkap. Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 14 ruangan
Dari 82 perawat yang baik dalam pelaksanaan dinas, ada 3 ruangan dimana perawatnya meleng-
dokumentasi keperawatan, sebanyak 49 perawat kapi dokumentasi keperawatan sebesar 100%
yaitu ruang mawar bawah, dahlia bawah dan
Noorkasiani, et al., Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Dokumentasi 5

cempaka bawah. Sedangkan ruang griya puspa (2002) pada 3 ruangan di RSUP Persahabatan
hanya sebanyak 15,4% yang dokumentasi (Soka Atas, Soka Bawah dan Anggrek Bawah)
keperawatan lengkap. Dari hasil analisis lebih ditemukan dokumentasi asuhan keperawatan
lanjut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan mencapai 57,8%; dan penelitian yang dilakukan
yang signifikan antara ruangan dinas perawat Sumitra dan Savitri (2000) di RSUD Karawang
dengan kelengkapan dokumentasi keperawatan didapatkan rata-rata kelengkapan pendokumen-
(p = 0,000; α = 0,05). tasian asuhan keperawatan mencapai ±50%. Hasil
penelitian di atas menunjukkan kelengkapan
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 34 perawat dokumentasi keperawatan belum memenuhi
yang dinas di ruangan kelas I, sebanyak 13 standar asuhan keperawatan Depkes yaitu 80%
perawat (38,2%) yang dokumentasi keperawatan- sehingga mencerminkan mutu pelayanan ke-
nya lengkap. Dari 36 perawat yang dinas di perawatan yang masih rendah.
ruangan kelas II, ada sebanyak 18 perawat
(50,0%) yang dokumentasi keperawatannya Usia. Perawat yang berusia lebih dari hingga
lengkap. Dari 72 perawat yang dinas di ruangan sama dengan 28 tahun melakukan
kelas III, sebanyak 48 perawat (66,7%) yang pendokumentasian dengan lengkap sebesar 61,3%
dokumentasi keperawatannya lengkap. Sejumlah dibandingkan dengan perawat yang berusia
31 perawat yang dinas di ruangan VIP, sebanyak kurang dari 28 tahun. Hal ini memperlihatkan
20 perawat (64,5%) yang dokumentasi kepera- bahwa hubungan antara umur dan kinerja
watannya lengkap. Dari hasil analisis lebih merupakan isu penting, karena terdapat
lanjut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan keyakinan bahwa kinerja akan merosot dengan
yang signifikan antara tipe kelas ruangan dinas bertambahnya umur (Robbin, 2006). Akan
perawat dengan kelengkapan dokumentasi ke- tetapi, hasil penelitian ini merubah keyakinan
perawatan (p= 0,028; α= 0,05). tersebut. Penelitian ini didukung pendapat
Gibson (1996) dalam Suratun (2008) yang
Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil analisis mengemukakan bahwa pekerja yang lebih tua
didapatkan nilai OR dari variabel Ruang Dinas dianggap lebih cakap secara teknis, lebih
Melati Bawah adalah 24,2 artinya perawat yang banyak pengalaman dan lebih bijaksana dalam
berada di Ruang Dinas Melati Bawah melakukan pengambilan keputusan.
pendokumentasian keperawatan yang lebih
lengkap dibandingkan ruangan lain setelah Tingkat Pendidikan. Hasil penelitian menunjuk-
dikontrol variabel usia, jenis kelamin, tingkat kan bahwa perawat yang berpendidikan DIII
pendidikan, dan tipe kelas ruangan (p= 0,002; Keperawatan mendokumentasikan asuhan ke-
α= 0,05). Ruang Dinas Melati Bawah paling besar perawatan lengkap sebesar 58,6% dibanding
pengaruhnya terhadap kelengkapan dokumentasi dengan SPK (36,4%). Hal ini sesuai dengan
keperawatan. pendapat Gibson (1996) dalam Suratun (2008)
yang mengemukakan bahwa tingkat pendidikan
Pembahasan yang tinggi umumnya menyebabkan seseorang
lebih mampu dan bersedia menerima tanggung
Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan. jawab. Sedangkan Siagian (2002) menjelaskan
Kelengkapan dokumentasi keperawatan di 14 bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
ruang rawat inap RS X, Jakarta menunjukkan makin besar keinginan untuk memanfaatkan
proporsi perawat yang pendokumentasian ke- pengetahuan dan keterampilan. Penelitian ini
perawatannya lengkap sebesar 57,2%. Hal ini didukung pula oleh penelitian Fizran dan
hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Mamdy (2002) yang mendapatkan bahwa
Hartati, Handoyo, dan Anis (2001) didapatkan tingkat pendidikan berhubungan secara bermakna
skor 58%; penelitian yang dilakukan Soetisno dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian
dan Christophara (2000) didapatkan angka 60%; keperawatan serta penelitian Usman dan Tafal
penelitian yang dilakukan Gaos dan Keliat (2002) yang mengemukakan bahwa tingkat
6 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 18, No. 1, Maret 2015, hal 1-8

pendidikan berhubungan secara bermakna pelatihan berhubungan secara bermakna dengan


dengan motivasi perawat dalam penerapan kinerja perawat dalam pendokumentasian kepe-
proses keperawatan. rawatan dan penelitian Soetisno dan Christophora
(2000) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh
Lama Kerja. Hasil penelitian didapatkan perawat positif dari pelatihan pada kelengkapan doku-
yang bekerja lebih dari 10 Tahun melakukan mentasi keperawatan.
pendokumentasian keperawatan dengan lengkap
sebesar 60,0%. Hal ini sesuai dengan pendapat Pengetahuan terkait Dokumentasi Kepera-
Robbins (2006) dalam Suratun (2008) yang watan. Hasil penelitian menunjukkan perawat
menyatakan terdapat suatu hubungan yang positif yang pengetahuannya terkait dokumentasi
antara masa kerja dan produktifitas pekerjaan. keperawatan rendah, ada sejumlah 58,3% yang
Makin lama seseorang bekerja makin terampil dokumentasi keperawatannya lengkap. Sedangkan
dan berpengalaman melaksanakan pekerjaannya. perawat yang memiliki pengetahuan dokumentasi
Lama kerja menjadi sangat penting karena dapat keperawatan tinggi, ada sebanyak 56,2% yang
mencerminkan tingkat kepuasan akhir yang dokumentasi keperawatannya lengkap. Hal ini
dapat dicapai oleh karyawan. Hal ini didukung bertentangan dengan penelitian Fizran dan
pula oleh penelitian Hotnida dan Sumiatun Mamdy (2002) yang mendapatkan bahwa tingkat
(2002) yaitu faktor lama kerja berpengaruh pengetahuan berhubungan secara bermakna
terhadap kinerja perawat dalam pendokumentasi- dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian
an proses keperawatan. keperawatan. Begitu pula dengan penelitian
Kusumawaty dan Yani (2001) yang mendapatkan
Ruang Dinas. Hasil penelitian dari 14 ruang bahwa adanya hubungan bermakna dan berpola
dinas, ada 3 ruangan dengan perawat yang positif antara pemahaman terhadap pendokumen-
melengkapi dokumentasi keperawatan sebesar tasian proses keperawatan dengan kompetensi
100% yaitu Ruang Mawar Bawah (VIP), mendokumentasikan proses keperawatan. Asumsi
Dahlia Bawah (Kelas III), dan Cempaka peneliti menyatakan bahwa pengetahuan tinggi
Bawah (Kelas III). Sedangkan, Ruang Griya tidak selalu menunjukkan pelaksanaan doku-
Puspa (VIP) hanya ada sebanyak 15,4% yang mentasi keperawatan yang lengkap.
dokumentasi keperawatan lengkap. Dari hasil
analisis lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan. Hasil
ada hubungan yang signifikan antara ruangan penelitian menunjukkan bahwa perawat yang
dinas perawat dengan kelengkapan dokumentasi baik dalam pelaksanaan dokumentasi keperawatan,
keperawatan (p= 0,000, α= 0,05). Asumsi ada sebanyak 59,8% perawat yang dokumentasi
peneliti menyatakan bahwa ruang dinas dan keperawatannya lengkap. Hal ini sesuai dengan
tipe kelas yang tinggi tidak selalu menunjukkan pendapat Ali (2001) yang mengatakan bahwa
pendokumentasian keperawatannya lebih bagus penggunaan proses keperawatan sangat bermanfaat
dari ruang dinas dan tipe kelas yang lebih rendah. bagi pasien, perawat dan rumah sakit. Manfaat
bagi pasien antara lain mendapat pelayanan
Pelatihan. Hasil penelitian didapatkan bahwa keperawatan yang bermutu, efektif dan efisien;
perawat yang pernah mengikuti pelatihan akan pasien bebas mengemukakan pendapat atau kebu-
melengkapi dokumentasi keperawatannya sebesar tuhannya demi proses kesembuhan; mendapatkan
59,3% dibandingkan dengan perawat yang tidak kepuasan dari pelayanan yang diberikan. Manfaat
pernah mengikuti pelatihan asuhan keperawatan. untuk perawat adalah mengembangkan kemam-
Penelitian ini sesuai dengan pendapat Noto- puan berpikir kritis maupun keterampilan teknis;
atmodjo (2003) yang menyatakan pelatihan meningkatkan kemandirian perawat dan mening-
merupakan bagian dari proses pendidikan untuk katkan citra perawat di mata masyarakat. Manfaat
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi rumah sakit adalah meningkatkan citra
kerja. Hal ini didukung oleh penelitian Fizran rumah sakit sehingga meningkatkan keuntungan
dan Mamdy (2002) yang mendapatkan bahwa bagi rumah sakit.
Noorkasiani, et al., Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Dokumentasi 7

and evaluation of a comprehensive


Hasil penelitian didapatkan bahwa perawat intervention programme. Stockholm
yang berada di Ruang Dinas Melati Bawah Sweden: Karolinska Institutet.
pendokumentasian keperawatannya lebih lengkap
dibandingkan ruangan lain setelah dikontrol Carpenito, L.J. (1999). Rencana asuhan
keperawatan & dokumentasi keperawatan,
variabel usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan diagnosis keperawatan, dan masalah
dan tipe kelas ruangan (p= 0,002; α= 0,05). kolaborasi. Jakarta: Penerbit EGC.
Peneliti berasumsi karena Ruang Dinas Melati
Bawah didukung dengan banyaknya jumlah Fischbach, F.T. (1991). Dokumenting care,
perawat dibandingkan dengan ruangan lain communication, the nursing process, and
dan penerapan metoda tim serta penggunaan documentation standards. Philadelphia:
format RM 6 yaitu format rekaman asuhan F.A.Davis Company.
keperawatan yang hanya tinggal memberikan
checklist dan menambah data atau rencana dari Fizran, & Mamdy, Z. (2002). Faktor-faktor yang
yang sudah ada. berhubungan dengan kinerja perawat
dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan di unit rawat inap RSUD Dr.
Kesimpulan Achmad Muchtar Bukittinggi (Tesis,
Program Magister Fakultas Kesehatan
Perawat yang dinas di Ruang Melati Bawah Masyarakat UI). Fakultas Kesehatan
(Kelas I) menjadi faktor yang paling berhubungan Masyarakat UI, Jakarta.
dengan kelengkapan dokumentasi keperawatan
setelah dikontrol oleh usia, jenis kelamin, tingkat Gaos, A.S., & Keliat, B.A. (2002). Hubungan
pendidikan, dan tipe kelas ruangan. Perawat yang kelelahan kerja perawat pelaksana dengan
melaksanakan dokumentasi keperawatan dengan dokumentasi asuhan keperawatan di ruang
baik akan mendokumentasikan keperawatan rawat RS Persahabatan. (Tesis magister,
dengan lengkap. Diharapkan bagi RS dapat tidak dipublikasikan) Jakarta: FIK UI.
menetapkan kebijakan terkait pelayanan kepe-
Gillies, D.A. (2000). Nursing management: A system
rawatan yang bermutu dengan meningkatkan
approach. Philadelphia: Saunders Company.
kelengkapan dokumentasi keperawatan melalui
bidang keperawatan dengan melengkapi format Hotnida, L., & Sumiatun (2002). Analisis faktor-
dokumentasi keperawatan dan aturan yang sama faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
untuk setiap ruangan dan memberikan kesem- perawat dalam pendokumentasian proses
patan pada perawat untuk mengikutsertakan keperawatan di ruang rawat inap RSUD
atau mengadakan pelatihan terkait dokumentasi Koja (Tesis magister, tidak
keperawatan dengan sistem komputerisasi. dipublikasikan). Fakultas Kesehatan
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat Masyarakat UI, Jakarta.
mengidentifikasi faktor lain yang berhubungan
dengan kelengkapan dokumentasi keperawatan Kusumawaty, I., & Yani, A. (2001). Hubungan
antara pemahaman tentang proses
seperti supervisi, motivasi, pemberian reward
keperawatan dan fungsi supervisi dengan
dan punishment, jumlah ketenagaan perawat, kompetensi mendokumentasikan proses
beban kerja dan sebagainya (AS, RR). keperawatan di RS Karya Bhakti Bogor
(Tesis magister, tidak dipublikasikan).
Referensi Fakultas Ilmu Keperawatan UI, Jakarta.

Ali, Z. (2001). Dasar-dasar keperawatan Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan kesehatan


profesional. Jakarta: Penerbit EGC. masyarakat. Jakarta: Badan Penerbit
Kesehatan Masyarakat FKM UI.
Bjorvell, C. (2002). Nursing documentation in
clinical practice: Instrument development
8 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 18, No. 1, Maret 2015, hal 1-8

Owen, K. (2005). Documentation in nursing dipublikasikan). Fakultas Ilmu


practice. Nursing standard, 19 (32), 48– Keperawatan UI, Jakarta.
49.
Soetisno, B., & Christophora, S. (2000). Pengaruh
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar pelatihan perawat pada kelengkapan
fundamental keperawatan: ajar dokumentasi keperawatan di RS Imanuel
fundamental keperawatan: Konsep, proses (Tesis, Program Magister Fakultas
& praktik. proses, & praktik. (Alih Kesehatan Masyarakat UI). Fakultas
Bahasa: Yasmin Asih, et al.,) (Edisi 4). Kesehatan Masyarakat UI, Jakarta.
Jakarta: Penerbit EGC.

Siagian, S.P. (2002). Manajemen sumber daya Usman, S., & Tafal, Z. (2002). Faktor-faktor yang
manusia. sumber daya manusia. Jakarta: memotivasi perawat dalam penerapan
Bumi Aksara. proses keperawatan di ruang rawat inap
RS Zainoel Abidin Banda Aceh (Tesis,
Sumitra, & Savitri, M. (2000). Faktor-faktor yang Program Magister Fakultas Kesehatan
berhubungan dengan pelaksanaan Masyarakat UI). Fakultas Kesehatan
dokumentasi pengkajian keperawatan oleh Masyarakat UI, Jakarta.
perawat di ruang rawat inap RSUD
Karawang (Tesis magister, tidak Wang, N., Hailey, D., & Yu, P. (2011). Quality of
dipublikasikan). Fakultas Kesehatan nursing documentation and approaches to
Masyarakat UI, Jakarta. its evaluation: a mixed-method systematic
review. Journal of Advanced Nursing, 67
Suratun. (2008). Hubungan penerapan metode (9), 1858–1875. doi: 10.1111/j.1365-
penugasan tim dengan kelengkapan 2648.2011.05634.x
dokumentasi asuhan keperawatan di RSUP
Bekasi (Tesis magister, tidak
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357

PENELITIAN
IDENTIFIKASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN PADA PASIEN
DI RUANG PARU SEBUAH RUMAH SAKIT
Heni Apriyani*
*Dosen Prodi Keperawatan Kotabumi Poltekkes Tanjungkarang

Salah satu kegiatan yang penting dalam proses keperawatan adalah pengkajian keperawatan. Pengalaman
menunjukkan bahwa sering sekali perawat kesulitan dalam menentukan diagnosis keperawatan spesifik
yang dialami oleh pasien.Hal ini mungkin karena pengkajian keperawatan yang tidak terstruktur dengan
baik. Sejauh ini belum ada standar asuhan keperawatan yang disepakati terkait perawatan pasien dengan
gangguan pernapasan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi diagnosis keperawatan yang dialami
pasien yang dirawat di Ruang Paru di RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara. Penelitian dengan
rancangan deskriptif dilakukan selama 1 bulan (September s.d Oktober 2014), terhadap 30 responden
pasien dengan gangguan pernapasan menggunakan accidental sampling dan 2 responden perawat untuk
penegakan diagnosis keperawatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 2 diagnosis keperawatan
yang ditegakkan oleh perawat ruangan yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif dan Pola napas tidak
efektif. Sedangkan diagnosis keperawatan yang ditegakkan oleh peneliti lebih beragam meliputi aspek
biopsikososial spiritual. Bersihan jalan napas tidak efektif dialami oleh 100% responden, pola napas tidak
efektif dialami oleh 100% responden, risiko trauma vascular dialami oleh 100% responden, defisit
perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, dan aliminasi, dialami oleh 93% responden, kesiapan
meningkatkan pengetahuan dialami oleh 90% responden, mual dialami oleh 77% responden, gangguan
body image dialami oleh 70% responden.Saran bagi pihak RS menggunakan instrumen pengkajian
terstruktur berdasarkan NANDA, sehingga selanjutnya dapat dibuat standar asuhan keperawatan di ruang
paru.

Kata kunci: Diagnosis keperawatan, pasien, ruang paru

LATAR BELAKANG Profesi perawat menggunakan proses


keperawatan (nursing process) sebagai
Sistem respirasi pada manusia terdiri kerangka pikir dan kerangka kerja dalam
dari jaringan dan organ tubuh yang merawat pasien. Keperawatan sebagai
merupakan parameter kesehatan manusia. proses, diperkenalkan sejak tahun 1955
Jika salah satu sistem respirasi terganggu oleh Hall dan pada tahun 2004 proses
maka sistem lain yang bekerja dalam tubuh keperawatan (nursing process) ditetapkan
akan terganggu. Hal ini dapat sebagai series of steps oleh ANA
menimbulkan terganggunya proses (American Nursing Association)
homeostasis tubuh dan dalam jangka (Wilkinson, 2007), yang terdiri dari
panjang dapat menimbulkan berbagai assesment (pengkajian), diagnosis
macam penyakit seperti TB Paru, Asma (penetapan diagnosis), planning outcomes
Bronchiale, Bronkitis, Pneumonia, dan (perencanaan hasil), planning intervention
ISPA (Brunner & Suddarth, 2002). (perencanaan intervensi), implementation
Perawat sebagai tenaga kesehatan (implementasi) dan evaluation (evaluasi).
yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan Pada prakteknya kegiatan proses
dasar klien secara holistic memiliki keperawatan di atas tidaklah selalu
tanggung jawab untuk membantu berurutan tetapi bisa dikerjakan pada
pemenuhan kebutuhan oksigen klien yang waktu bersamaan/tumpang tindih
tidak adekuat.Dalam tindakannya, seorang (overlapping). Salah satu kegiatan yang
perawat sebelum memberikan asuhan penting dalam proses keperawatan adalah
keperawatanharus melakukan metode pengkajian keperawatan. Pengkajian
keperawatan berupa pengkajian, diagnosis keperawatan ini sangat penting karena dari
keperawatan, intervensi, dan evaluasi. pengkajian keperawatan maka perawat
akan mampu menentukan apa masalah

[107]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357

keperawatan/diganosa keperawatan dan Berdasarkan uraian dan data-data


masalah kolaboratif/diagnosis potensial yang di kemukakan diatas penulis tertarik
komplikasi yang dialami oleh pasien dan untuk melakukan penelitian dengan
membuat perencanaan dalam merawat mengangkat judul “Identifikasi Diagnosis
pasien. Keperawatan Pada Pasien yang dirawat di
Pengalaman menunjukkan bahwa ruang Paru pada tahun 2014 di Rumah
sering sekali perawat kesulitan dalam Sakit Daerah HM. Ryacudu Kotabumi”.
menentukan diagnosis keperawatan Tujuan penelitian adalah untuk
spesifik yang dialami oleh pasien.Hal ini membandingkan diagnosis keperawatan
mungkin karena pengkajian keperawatan yang ditegakkan pada pasien yang dirawat
yang tidak terstruktur dengan di Ruang Paru RSD HM Ryacudu
baik.Pengalaman menunjukkan bahwa Kotabumi Lampung Utara, baik oleh
pengkajian yang dilakukan oleh perawat perawat ruangan maupun peneliti.
tidak mempunyai urutan yang runut dan
terkait dengan diagnosis METODE
keperawatan.Sering terjadi perawat
mempunyai data tertentu tetapi Desain penelitian ini adalah
kebingungan untuk menentukan data penelitian deskritif yaitu penelitian yang
tersebut mendukung diagnosis bertujuan untuk mendeskripsikan
keperawatan yang mana. Atau sebaliknya (memaparkan) peristiwa penting yang
perawat mempunyai prediksi pasien terjadi pada masa kini (Nursalam, 2011).
mempunyai diagnosis tertentu tetapi tidak Dalam penelitian ini terdapat satu variabel
tahu data apa yang perlu dikaji untuk yaitu diagnosis keperawatan pada pasien
mendukung diagnosis tersebut muncul yang dirawat diruang paru RSD H.M.
(Nurjannah, 2010). Mayjend Ryacudu Kotabumi Lampung
Panduan penulisan diagnosis Utara Tahun 2014.
keperawatan NOC, NIC (2011), Penelitian dilakukan di Ruang Paru
menyatakan bahwa diagnosis keperawatan RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung
yang timbul pada pasien penyakit Utara.Waktu penelitian dilaksanakan
pernafasan ada beberapa diagnosis, selama 1 bulan (September s.d Oktober
diantaranya bersihan jalan nafas tidak 2014), terhadap 30 orang responden
efektif, pola nafas tidak efektif, gangguan pasien dengan masalah Paru, dan
pertukaran gas, kurang pengetahuan, resiko responden perawat 2 orang untuk
aspirasi, dan ketidakseimbangan nutrisi membandingkan diagnosis keperawatan.
kurang dari kebutuhan tubuh (Herman, Dalam penelitian ini teknik
2014 ) pengambilan sampel yang digunakan
Sejauh ini belum ada standar asuhan adalah accidental sampling yaitu
keperawatan yang disepakati terkait pengambilan sampel berdasarkan
perawatan pasien dengan gangguan pertimbangan tertentu yang tidak
pernapasan. Sedangkan proses mengkaji dirancang pertemuannya terlebih dahulu
dan mendiagnosis merupakan kegiatan (Arikunto, 2006), dengan kriteria sampel
yang sangat penting karena menentukan yaitu sedang dirawat di Ruang Paru dan
keberhasilan keperawatan. Dalam bersedia menjadi responden. Sedangkan
merumuskan diagnosis keperawatan kriteria responden untuk perawat adalah
menurut Wilkinson (2007) terdapat pendidikan minimal D3 Keperawatan.
beberapa kegiatan yang dilakukan dalam Alat yang digunakan dalam
mendiagnosis keperawatan adalah penelitian ini yaitu kuesioner yang disusun
interpretasi dari data yang ada, kemudian berdasarkan pengkajian NANDA -ISDA.
melakukan verifikasi dengan pasien, Kuesioner diberikan kepada pasien lalu
menentukan label diagnosis keperawatan disimpulkan diagnosis keperawatan yang
dan menuliskan diagnosis keperawatan. dapat ditegakkan berdasarkan NANDA.
Responden perawat juga diminta

[108]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357

menegakkan diagnosis keperawatan sesuai bulan Oktober 2014, berada pada rentang
data pengkajian yang diperoleh dari pasien. usia 51 – 60 tahun adalah sebanyak 33%.
Analisis univariat digunakan untuk
mengetahui distribusi frekuensi atau Tabel 4: Daftar Diagnosis Keperawatan
prosentase masing-masing dari setiap yang Ditegakan oleh Perawat
diagnosis keperawatan yang muncul. Ruangan Paru dan Diagnosis
Keperawatan yang Ditegakkan
HASIL Peneliti

Tabel 1: Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Keperawatan oleh


f %
Penyakit Perawat
1. Bersihan jalan napas tidak 20 67
Penyakit f % efektif
TB Paru 11 36,7 2. Pola napas tidak efektif 10 33
Asma Bronkhial 7 23 3. Gangguan pola Tidur 21 70
Pneumonia 6 20 4. Kurang pengetahuan 30 100
Efusi Pleura 5 17 Diagnosis Keperawatan oleh
f %
PPOK 1 0,33 Peneliti
Jumlah 30 100 1. Bersihan jalan napas tidak 30 100
efektif
Berdasarkan tabel 1 hampir separuh 2. Pola napas tidak efektif 30 100
penyakit yang dialami pasien di Ruang 3. Risiko trauma vascular 30 100
Paru adalah TB Paru (36,7%). Prosentase 4. Risiko jatuh 29 97
selanjutnya adalah Asma Bronkial (23%), 5. Defisit perawatan diri: 28 93
Pneumonia (20%) dan Efusi Pleura (17%). mandi
6. Defisit perawat diri: 28 93
Tabel 2: Distribusi Responden Berdasarkan berpakaian
Jenis Kelamin 7. Defisit perawatan diri: 28 93
makan
Jenis Kelamin f % 8. Defisit perawatan diri: 28 93
Laki-laki 22 73 eliminasi
Perempuan 8 27 9. Kesiapan meningkatkan 27 90
Jumlah 30 100 pengetahuan
10. Mual 23 77
Berdasarkan tabel 2 sebagian besar 11. Gangguan body image 21 70
responden berjenis kelamin laki-laki 12. PC: Reaksi Allergi 10 33
(73%). 13. Ansietas 9 30
14. Ketidakefektifan performa 7 23
Tabel 3: Distribusi Responden Berdasarkan peran
Usia 15. Ketidakseimbangan 6 20
nutrisi: kurang dari
Usia (Tahun) f % kebutuhan tubuh
31 - 40 6 20 16. Risiko trauma 4 13
41- 50 5 17 17. Risiko distress spiritual 2 6
51 - 60 10 33
61 - 70 6 20 Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat
71 - 80 3 10 bahwa dari jumlah sampel 30 pasien,
Jumlah 30 100 diagnosis yang ditegakkan pada pasien
yang dirawat di Ruang Paru, berdasarkan
Berdasarkan tabel 3 usia terbanyak pengkajian dengan menggunakan NANDA
pasien yang dirawat di Ruang Paru pada terdapat 17 diagnosis dapat ditegakkan,
sedangkan diagnosis yang ditegakkan

[109]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357

perawat sejumlah 4 diagnosis. Jika dilihat serangkaian data pada pasien dengan
dari jenis diagnosis, diagnosis berdasarkan gangguan pernapasan Pneumonia dan
NANDA meliputi diagnosis aktual (actual Asma.
diagnosis): 11 diagnosis, risiko (Risk Hal ini juga sesuai pendapat
diagnosis): 4 diagnosis, promkes (Wellness Antipuesto (2009), bahwa pasien dengan
diagnosis): 1 diagnosis dan potensial gangguan respirasi akan mengalami
komplikasi (Potensial complication): 1 masalah Bersihan jalan napas tidak efektif,
diagnosis, sedangkan diagnosis yang Pola napas tidak efektif, Gangguan
ditegakkan oleh perawat seluruhnya adalah pertukaran gas, Kurang pengetahuan, dan
diagnosis aktual. Ansietas.
Diagnosis keperawatan yang paling Diagnosis keperawatan yang
sering muncul berdasarkan NANDA-ISDA ditegakkan berdasarkan pengkajian
adalah adalah Bersihan jalan napas tidak NANDA-ISDA lebih beragam daripada
efektif (100%), Pola napas tidak efektif diagnosis keperawatan yang ditegakkan
(100%), Risiko trauma vascular (100%), oleh perawat. Dengan NANDA-ISDA
Risiko jatuh (97%), Defisit perawatan diri: pengkajian dilakukan dari berbagai Aspek
mandi (93%), Defisit perawatan diri: dan didasari pada pemahaman terhadap
berpakaian (93%), Defisit perawatan diri: definisi suatu diagnosis tersebut
eliminasi (93%), Defisit perawatan diri: (Nurjannah, 2010). Sedangkan diagnosis
makan (93%), Kesiapan peningkatan yang dibuat perawat tidak didasari pada
pengetahuan (90%), Mual (77%), pengkajian dan pemahaman tentang
Gangguan body image (70%), PC: reaksi definisi diagnosis itu sendiri, contohnya
allergi (33%), Ansietas (30%), terdapat diagnosis “Gangguan pola tidur”.
Ketidakefektifan performa peran (23%), Istilah ini tidak ditemukan dalam
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari nomenklatur NANDA-I, untuk data kurang
kebutuhan (20%), Risiko trauma (13%), tidur. Namun data “ kurang tidur “ akan
dan Risiko distress spiritual (6%). memunculkan diagnosis “Risiko jatuh”.
Daftar diagnosis di atas Begitu pula, tidak satupun tidak satupun
memperlihatkan hanya ada 2 (dua) masalah kolaborasi (potensial
diagnosis yang sama ditegakkan baik oleh complication) ditegakkan oleh perawat
perawat maupun diagnosis yang sementara dari rutinitas pekerjaan yang
ditegakkan berdasarkan NANDA-ISDA, dilakukan lebih banyak pada pekerjaan
yaitu: Bersihan jalan napas tidak efektif mengatasi masalah pontensial komplikasi.
dan pola napas tidak efektif. Sebagai contoh, pasien yang terpasang
tranfusi akan muncul diagnosis
PEMBAHASAN keperawatan PC : risiko allergi, dan ini
dialami oleh 10 responden atau sekitar
Diagnosis keperawatan Bersihan 33%.
jalan napas tidak efektif dan Pola napas Semua responden terpasang infus,
tidak efektif selalu ditegakkan oleh namun tidak ada perawat yang
perawat ruangan dan peneliti. Frekuensi menegakkan diagnosis keperawatan
kemunculan yang sering pada kedua “Risiko trauma vaskular”. Berdasarkan
diagnosis keperawatan ini, tidak hanya pengkajian NANDA-ISDA, data
dilakukan oleh perawat ruangan, namun pemasangan infus akan memunculkan
juga berdasarkan pengkajian NANDA- diagnosis keperawatan Risiko trauma
ISDA. Hal ini sesuai dengan hasil vaskular.
penelitian (Andrade, et.al. 2012), bahwa Menurut Saputra (2013), komplikasi
diagnosis Pola napas tidak efektif, pemasangan infus diantaranya adalah
Bersihan jalan napas tidak efektif dan hematoma, infiltrasi, tromboplebitis dan
Gangguan pertukaran gas merupakan emboli udara.
diagnosis keperawatan yang paling banyak Tidak satupun perawat menegakkan
ditegakkan oleh perawat berdasarkan diagnosis keperawatan “Defisit perawatan

[110]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357

diri : mandi, berpakaian, eliminasi dan KESIMPULAN


makan”. Berdasarkan pengumpulan data
diperoleh bahwa 28 responden mengalami Berdasarkan penelitian diatas, dapat
defisit perawatan diri, dan berdasarkan disimpulkan bahwa Diagnosis keperawatan
pengkajian NANDA-ISDA responden yang ditegakkan oleh perawat ruangan
mengalami defisit perawatan diri pada 4 lebih sedikit dibandingkan diagnose
aspek yaitu mandi, berpakaian, eliminasi, keperawatan yang ditegakkan oleh peneliti.
dan makan.Hal ini sesuai pendapat Diagnosis keperawatan yang sama
Brunner & Suddarth (2002), bahwa ditegakkan oleh perawat ruangan dan
kelemahan pasien yang dirawat di RS akan peneliti adalah Bersihan jalan napas tidak
menyebabkan pasien memerlukan bantuan efektif dan pola napas tidak
untuk melaksanakan aktivitasnya sehari- efektif.Diagnosis keperawatan yang
hari. ditegakkan oleh peneliti tidak hanya
Berdasarkan pengkajian NANDA- meliputi aspek fisik, namun juga
ISDA, tidak hanya diagnosis keperawatan psikososial.
yang bersifat fisik yang dapat ditegakkan, Berkaitan dengan simpulan hasil
namun muncul pula masalah psikososial, penelitian diatas, ada beberapa hal yang
misalnya Ansietas dan Ketidakefektifan dapat disarankan untuk pengembangan dari
performa peran. hasil penelitian ini yaitu perlunya
Diagnosis keperawatan Nausea, sosialisasi penegakkan diagnosis
dialami oleh hampir sebagian besar keperawatan berdasarkan NANDA-ISDA.
responden, besar kemungkinan karena efek Selanjutnya berdasarkan diagnose
samping obat, namun tidak ditegakkan keperawatan yang sering muncul, pada
sebagai diagnosis keperawatan oleh pasien di Ruang Paru dapat dijadikan dasar
perawat ruangan. dalam pembuatan Standar Asuhan
Keperawatan, khususnya di Ruang Paru,

DAFTAR PUSTAKA

Antipuesto, D.J. 2009. Nursing for NANDA-I. 2012. Diagnosis Keperawatan:


Respiratory Disease. Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014.
(http:/nursingcrib.com/nursing.notes_ Jakarta:EGC.
reviewer/nursing-dx-for-respiratory- Nurjanah, I. 2010. Proses keperawatan:
disease/. Diakses pada 3 November NANDA, NOC dan NIC.
2014. Yogyakarta:Moco Media.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Nurjanah, I. 2012. ISDA (Intan’s Screening
Penelitian: Suatu Pendekatan Diagnosis Assesment. Yogyakarta:
Praktik. Rineka Cipta, Jakarta. Moco Media.
Brunner & Suddart. 2002. Buku ajar Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan
keperawatan medical bedah. Metodologi Penelitian Ilmu
Jakarta:EGC. Keperawatan: Pedoman Skripsi,Tesis
Herman. 2014. Daftar Diagnosis da Instrument Penelitian
Keperawatan Keperawatan (online). Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
(http://www.kampus.blogspot.com) Salemba Medika.
diakses pada tanggal 17 Juni 2014. Wilkinson. 2007. Diagnosis Keperawatan.
Jakarta:EGC.

[111]
JURNAL KEPERAWATAN SOEDIRMAN

journal homepage : www.jks.fikes.unsoed.ac.id

ASSOCIATION OF FUNCTIONAL OUTCOME AND POST STROKE DEPRESSION


AMONG ISCHEMIC STROKE PATIENTS AFTER THREE MONTHS ONSET: A
PRELIMINARY STUDY
Fitria Handayani1, Setyowati2, Dwi Pudjonarko3, Dian Ratna Sawitri4,
Hastaning Sakti4, J.B. Suparyatma5, Mateus Sakundarno Adi6

1. Doctoral Programm, Medicine Faculty, Diponegoro University


2. Professor in Nursing Faculty, Indonesia University
3. Neurologist, Medicine Faculty, Diponegoro University
4. Psychology Faculty, Diponegoro University
5. Patologist, Medicine Faculty, Sebelas Maret University
6. Epidemiologist, Public Health Faculty, Diponegoro University

ABSTRACT
The Post Stroke Depression (PSD) prevalence among stroke patients after three months onset was
high. Functional Outcome influenced depression on stroke patient. This study aimed to investigate the
correlation between these variables. This study was a correlational study. The participants were 44
ischemic stroke patients after three months onset, recruited in an outpatient unit. The tools were GRID-
Hamilton Rating Scale for Depression 17 (GRID-HAMD 17) for PSD and Barthel Index (BI) for functional
outcome. Data was examined using simple linier regression analyses. The prevalence of PSD was
56.82. The median of HAMD-GRID-17 was 10.38 ± 7.58, and Barthel Index was 69.56 ± 21.69. The
Barthel Index showed a positive correlation with HAMD-GRID-17 (β= -.41 ρ=.006). The Functional
Outcome influences PSD as many as 16.8 %. Correlation between Functional Outcome and PSD in
ischemic stroke patients demonstrated a moderate association. Nursing intervention development that
consists of functional outcome repairmen to reduce PSD among ischemic stroke patients should be
aimed.

Keywords: Functional Outcome, Post Stroke Depression, After Three Months Onset

ABSTRAK
Prevalensi Post Stroke Depression pada pasien stroke setelah tiga bulan tinggi.. Functional Outcome
mempengaruhi depresi pada pasien stroke iskemik.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi
kedua variable. Partisipan yang terlibat adalah 44 pasien stroke setelah tiga bulan serangan. Pasien
adalah pasien unit rawat jalan. Kuesioner adalah GRID-Hamilton Rating Scale for Depression 17
(GRID-HAMD 17) untuk PSD dan Barthel Index (BI) untuk functional outcome. Data dianalisis
menggunakan regresi linier sederhana. Presentasi PSD adalah 56.82. HAMD-GRID-17 adalah 10.38 ±
7.58 dan Barthel Index adalah 69.56 ± 21.69. Barthel Index dan HAMD-GRID-17 menunjukan
hubungan yang positip (β= -.41 ρ=.006). Functional Outcome menentukan PSD sebesar16.8 %.
Hubungan antara Functional Outcome dan PSD pada pasien stroke iskemik setelah tiga bulan
serangan adalah sedang. Intervensi keperawatan yang berfokus pada status fungsional untuk
menurunkan PSD harus dikembangkan.

Kata kunci: Functional Outcome, Post Stroke Depression, Tiga Bulan Setelah Serangan

Corresponding Author : Fitria Handayani ISSN : 1907-6637


Email : fitriaha@yahoo.co.id e-ISSN : 2579-9320

31
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37

BACKGROUND & Odole, 2010), this study was aimed to


Depression is a common investigate the association of functional
phenomenon which follows a stroke outcome and PSD among stroke ischemic
incident. Among ischemic stroke patients, survivor after three months onset. The
pattern of Post Stroke Depression (PSD) association between PSD and executive
score was increased within three months function as considered treatment factor at
after onset and persistent until six month three months after onset.
(Gbiri, Akinpelu, & Odole, 2010). The
score at three month was highest among METHODS
period after stroke onset. At three months a. Sample
after onset, patient engaged with real life Screening to 120 stroke patients was
in dealing with stroke (Gbiri, Akinpelu, & performed since February to May 2018.
Odole, 2010). The prevalence of PSD Forty four patients who were suffering
three months after onset was vary, 31.6 % from ischemic stroke after three months of
were in risk of PSD (McCarthy et al., onset were eligible for this study based on
2016), 27.3% (Li et al., 2014) and 33.5% the inclusion and exclusion criteria. The
had major PSD (Cheng et al., 2014), and sampling method was convenience
47.4% experienced PSD (Kim et al., sampling during the study period. Samples
2011). Besides a high range, PSD also were recruited at outpatient service in
causes fatigue after one and a half year Tugurejo Hospital and Kanjeng Raden
after the onset (Lerdal et al., 2011), Mas Tumenggung Wongsonegoro (KRMT)
prolonged PSD and suicidal thought (E. Hospital, Semarang City, Indonesia. The
Lang & Borgwardt, 2013), low of quality of participants had experienced an acute
life after five years onset (Kielbergerova et ischemic stroke onset which was
al., 2015), and recurrent stroke (Yuan et diagnosed according to the AHA 2013.
al., 2012). In-addition stroke patient with Stroke is classically characterized by a
PSD has 4.4 times of mortality risk than neurological deficit attributed to an acute
non-PSD stroke patient (Naess, Lunde, focal injury of the central nervous system
Brogger, & Waje-Andreassen, 2010). (CNS) by a vascular cause, including
Functional Outcome is another common cerebral infarction, intra cerebral
complication of stroke. Functional hemorrhage (ICH), and subarachnoid
Outcome after stroke rates of 49 % (Khan hemorrhage (SAH), and becomes a major
et al., 2012) and 60.9% (Ojagbemi & cause of disability and death worldwide
Owolabi, 2013) have been reported. A (Sacco et al., 2013). The criteria of
higher score of functional outcome is inclusion including, 18– 80 years old,
associated with the Return Home Program admitted to the hospital within three
versus institution-based rehabilitation months after stroke onset, had no aphasia
(Stein et al., 2015). and MMSE score >12. The exclusion
Stroke patient with functional criteria was patient with hearing
outcome impairment has mortality risk of impairment. The drop out was hemorrhage
1.7 (Naess et al., 2010). It was found that transformation. Ethic was legally from and.
there was a significance difference of Ethical approval was obtained from the
functional outcome between PSD and Ethics and Research Committee of
non-PSD in stroke patient (X.-G. Jiang, Medicine Faculty, Diponegoro University in
Lin, & Li, 2014). Although the association affiliation with Kariadi Hospital.
of functional outcome and PSD has been Considering the hospital research
well established among stroke patient, the procedure, Ethical approval was re-
association of functional outcome and checked at Tugurejo Hospital. The
PSD among stroke patient after three participants received an explanation
months onset has not been well described. regarding research procedure and were
The determination to opt three months then given an informed consent.
after the initial stroke was because the
pattern of PSD score mostly increases at
three months after onset (Gbiri, Akinpelu,
32
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37

b. Assessment c. Statistics Analysis


Assessment of PSD used GRID-HAMD Participants’ clinical and socio-
17. The questionnaire consists of 17 demographic characters such as age, sex,
questions (Williams et al., 2008). The income, and education were presented
GRID-HAMD 17 has passed language using descriptive statistics frequencies.
validity. Backward translation was Characteristics of age and GRID-HAMD
conducted into Bahasa and continued with 17 data continuum were analyzed for
face validity. Reliability test of GRID- homogeneity using Saphiro-Wilk.
HAMD 17 among stroke patient was also Homogeneity of variance was determined
conducted with Alpha Cronbach, r= .766. using median or mean. Age and GRID-
Assessment of executive function was HAMD 17 presented in mean/median and
conducted using Barthel-Index (Mahoney standard deviation. Post Stroke
& Barthel, 1965)(Oveisgharan et al., Depression and Executive Functional
2006). The tool was tested with inter-ratter category also described in percentages.
observation between two observers. The Post Stroke Depression and Executive
Kappa result was .001. Functional continuum data were analyzed
in simple linier regression. Level of
significance was set at ρ < .05.

RESULTS
Table 1 Characteristics of Participants
Characteristics n (participants) % Median (Range) IQR
Sex
- Male 20 45.5
- Female 24 54.5
Employed
- Employed 18 40.9
- Unemployed 26 41.9
Education
- Low Education 40 90.9
- Higher 4 9.1
Education
Income
- Low 23 52.3
- Moderate 20 45.5
- High 1 2.3
Age 57.9 (38-78) years ±8.87

The continuum data of GRID- no depression, 40.9% mild, 4.5%


HAMD 17 and BI were not normally moderate, and 11.4% severe. The
distributed. The median of GRID-HAMD percentages of Functional Outcome were
17 was 10.38 ±7.58 (0-26), and BI 69.56 70.5% mild dependent, 13.6% moderate
±21.69 (20-85) respectively. The dependent, 11.4% dependent, and 4.5%
percentages of PSD of ischemic stroke total dependent.
patients after 3 month onset were 43.2%

Table 2 Univariate of Post Stroke Depression and


Functional Outcome
n % Median (Range) IQR
GRID-HAMD 17 10.38 (0-26) ±7.58
≤ 7 no depression 19 43.2
≤ 18 Mild 18 40.9
≤ 24 Moderate 2 4.5
>24 Severe 5 11.4
Barthel Index 69.56 (20-85) ±21.69
Total Dependent 2 4.5

33
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37

n % Median (Range) IQR


Dependent 5 11.4
Moderate 6 13.6
Mild 31 70.5
Independent 0 0

Table 3 Simple linier Regression


Factor c Unstandardized Standardized ρ
Coefficient Coefficient
B (β)
Functional Outcome 20.25 -.142 -.41 <.001
R2= .168, adjusted R2= .148,

The correlation between Pohjasvaara, Vataja, & Leppa, 2001).


Functional outcome and PSD among Major depression was strongly associated
ischemic stroke patients after three month with functional dependency (Ojagbemi &
onset showed moderate and negative Owolabi, 2013).
pattern at -.41. A higher Functional In comparison of statistics
Outcome decreases PSD. Coefficient analysis, many studies showed that
determination was .168. The coefficient functional outcome using BI score was
demonstrated that linier regression significantly difference between PSD and
determined 16.8% variation of functional non PSD group in stroke patient after
outcome well explain to the PSD variable. three months onset (Nannetti et al.,
Statistical analysis showed a significance 2005)(X.-G. Jiang et al., 2014).
correlation between Functional Outcome Specifically in ischemic stroke patient after
and PSD among ischemic stroke patients three months onset, the BI score was also
after three months onset p=<.001. different (Tang et al., 2013). However, few
studies found there was no significance
DISCUSSION difference of BI between PSD and non-
This study examined the PSD in ischemic stroke after three months
association between functional outcome onset (Zhang et al., 2010). In multivariate
and PSD among ischemic stroke patient statistics analysis, it was stated that
after three months onset. Our study handicap (mRS score) predicted the
showed that the percentage of PSD occurrence of PSD among ischemic stroke
among ischemic stroke patients after three patient at three months onset (Zhang et
month onset was higher than that in other al., 2010).
studies (McCarthy et al., 2016)(Li et al., For unspecified time after stroke,
2014)(Cheng et al., 2014)(Kim et al., comparison analysis supported that post
2011). In this study, the percentage of stroke disability using mRS score was
functional outcome impairment was 100% significantly different among stroke patient
ranged from mild to totally dependent, (Oni, Olagunju, Olisah, Aina, & Ojini,
meanwhile other studies found the 2018). Functional score was included into
impairment were 49 % (Khan et al., 2012) multivariate model in predicting the PSD
and 60.9% (Ojagbemi & Owolabi, 2013). among ischemic stroke patient with other
The results of our study showed negative variables (Tang et al., 2013).
moderate association between functional Correlation of PSD and functional
outcome and PSD. Other studies outcome can be explained by lesion area.
supported that PSD at discharge and after The cortex area lesion which determined
three months onset was associated with PSD and Functional Outcome Post Stroke
functional outcome, although PSD does Depression showed higher rates of infarcts
not influence the motor recovery (Nannetti, in cortical–subcortical area of the frontal
Paci, Pasquini, Lombardi, & Taiti, 2005). and temporal lobe as well as in internal
Depression at three month after onset capsule (including genu, anterior and
correlated with poor functional outcome at posterior limb) (Zhang et al., 2012)(X.
15 months after onset (Kaste, Erkinjuntti, Jiang, Lin, & Li, 2014).
34
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37

Other studies, however, found a patients in rehabilitation: The


different result. One study asserted that relationship between biological
Functional Outcome and depression is not impairment (CT scanning ), physical
correlated (Lohner, Brookes, Hollocks, disability and clinical depression.
Morris, & Markus, 2017). Physical European Psychiatry: The Journal of
disability and psychiatric rating scale, the Association of European
which measure the emotional dimension of Psychiatrists, 12, 399-404
disability caused by the disease expresses
as depression, showed no correlation as Cheng, S., Zhao, Y., Li, J., Chen, X.,
well. The PSD is not a simple reaction to Wang, R., & Zeng, J. (2014). Plasma
physical disability (Bendsen, Bendsen, levels of glutamate during stroke is
Lauritzen, & Vilmar, 1997). Other associated with development of
influencing factors toward PSD and its post-stroke depression.
pattern need to be investigated among Psychoneuroendocrinology, 47(183),
ischemic stroke patient after three months 126–135.
onset.
It is widely agreed that The Gbiri, C. A., Akinpelu, A. O., & Odole, A.
Functional Outcome and PSD should be C. (2010). Prevalence, pattern and
treated. One of studies suggested that impact of depression on quality of
physical exercise improves physical life of stroke patients. International
functional recovery after stroke (Pyöriä et Journal of Psychiatry in Clinical
al., 2007). The incident of Post Stroke Practice, 14(March), 198–203.
Depression can also be diminished after
patients receiving a treatment. The Jiang, X. G., Lin, Y., & Li, Y. S. (2014).
treatment was psychosocial intervention. Correlative study on risk factors of
The indicator of PSD was 5-HTTLPR and depression among acute stroke
STin2 VNTR polymorphisms of the SERT patients. European Review for
genotyped in DNA (Kohen et al., 2011). Medical and Pharmacological
Sciences, 18(9), 1315–1323.
CONCLUSION
The Functional Outcome was Kaste, M., Erkinjuntti, T., Pohjasvaara, T.,
moderately correlated with Post Stroke Vataja, R., & Leppa, A. (2001).
Depression on ischemic stroke patient Depression is an independent
after three months onset. Nursing predictor of poor long-term functional
intervention development which consisted outcome post-stroke. European
of functional outcome enhancement in Journal of Neurology, 8(4), 315–319.
order to reduce PSD among ischemic
stroke patients after three months onset Khan, M., Ahmed, B., Ahmed, M., Najeeb,
should be aimed. The obvious limitation is M., Raza, E., Khan, F., … Kamal, A.
this study explained only one variable K. (2012). Functional, cognitive and
which influences PSD in stroke ischemic psychological outcomes, and
patient after three months onset, therefore recurrent vascular events in
other variables need to be examined in Pakistani stroke patients: a cross
addressing the PSD phenomena. sectional study. BMC Research
Notes, 5(1), 89.
ACKNOWLEDGMENT
This research was funded by the Kielbergerova, L., Mayer, O. J., Vanak, J.,
annual grant of the Indonesian Ministry of Bruthans, J., Wohlfahrt, P., &
Research, Technology and Higher Ciffkova, R. (2015). Quality of life
Education. predictors in chronic stable post-
stroke patients and prognostic value
REFERENCES of SF-36 score as a mortality
Bendsen, B. B., Bendsen, E. B., Lauritzen, surrogate. Translational Stroke
L., & Vilmar, T. (1997). Post-stroke Research, 6(5), 375–383.

35
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37

Kim, J. T., Park, M. S., Yoon, G. J., Jung, McCarthy, M. J., Sucharew, H. J., Alwell,
H. J., Choi, K. H., Nam, T. S., … K., Moomaw, C. J., Woo, D.,
Cho, K. H. (2011). White matter Flaherty, M. L., … Kissela, B. M.
hyperintensity as a factor associated (2016). Age, subjective stress, and
with delayed mood disorders in depression after ischemic stroke.
patients with acute ischemic stroke. Journal of Behavioral Medicine,
European Neurology, 66(6), 343– 39(1), 55–64.
349.
Naess, H., Lunde, L., Brogger, J., & Waje-
Kohen, R., Cain, K. C., Buzaitis, A., Andreassen, U. (2010). Depression
Johnson, V., Becker, K. J., Teri, L., predicts unfavourable functional
… Mitchell, P. H. (2011). Response outcome and higher mortality in
to psychosocial treatment in stroke patients: The Bergen Stroke
poststroke depression is associated Study. Acta Neurologica
with serotonin transporter Scandinavica, 122(SUPPL. 190),
polymorphisms. Stroke, 42(7), 2068– 34–38.
2070.
Nannetti, L., Paci, M., Pasquini, J.,
Lang, U. E., & Borgwardt, S. (2013). Lombardi, B., & Taiti, P. G. (2005).
Molecular Mechanisms of Motor and functional recovery in
Depression: Perspectives on New patients with post-stroke depression.
Treatment Strategies. Cellular Disability and Rehabilitation, 27(4),
Physiology and Biochemistry, 31, 170–175.
761–777.
Ojagbemi, A., & Owolabi, M. (2013).
Lerdal, A., Bakken, L. N., Rasmussen, E. Predictors of functional dependency
F., Beiermann, C., Ryen, S., Pynten, after stroke in Nigeria. Journal of
S., … Kim, H. S. (2011). Physical Stroke and Cerebrovascular
impairment, depressive symptoms Diseases, 22(8), e381–e387.
and pre-stroke fatigue are related to
fatigue in the acute phase after Oni, O. D., Olagunju, A. T., Olisah, V. O.,
stroke. Disability and Rehabilitation, Aina, O. F., & Ojini, F. I. (2018).
33(4), 334–342. Post-stroke depression: Prevalence,
associated factors and impact on
Li, J., Zhao, Y., Zeng, J., Chen, X., Wang, quality of life among outpatients in a
R., & Cheng, S. (2014). Serum Nigerian hospital. The South African
Brain-derived neurotrophic factor Journal of Psychiatry: The Journal of
levels in post-stroke depression. the Society of Psychiatrists of South
Journal of Affective Disorders, 168, Africa, 24, 1058.
373–379.
Oveisgharan, S., Shirani, S., Ghorbani, A.,
Lohner, V., Brookes, R. L., Hollocks, M. J., Soltanzade, A., Baghaei, A.,
Morris, R. G., & Markus, H. S. Hosseini, S., & Sarrafzadegan, N.
(2017). Apathy, but not depression, (2006). Barthel Index in a Middle-
is associated with executive East Country: Translation, validity
dysfunction in cerebral small vessel and reliability. Cerebrovascular
disease. PLoS ONE, 12(5), Diseases, 22, 350–354.
e0176943.
Pyöriä, O., Talvitie, U., Nyrkkö, H.,
Mahoney, F. I., & Barthel, D. W. (1965). Kautiainen, H., Pohjolainen, T., &
Functional evaluation: The Barthel Kasper, V. (2007). The effect of two
Index. Maryland State Medical physiotherapy approaches on
Journal, 14(Feb), 61-65. physical and cognitive functions and
independent coping at home in

36
Handayani, Setyowati, Pudjonarko, Sawitri, DOI : 10.20884/1.jks.2019.14.1.888
Sakti, Suparyatma, Adi
Jurnal Keperawatan Soedirman 14 (1) 2019 : 31 – 37

stroke rehabilitation: A preliminary Zhang, T., Wang, C., Liu, L., Zhao, X.,
follow-up study. Disability and Xue, J., Zhou, Y., … Wang, Y.
Rehabilitation, 29(6), 503–511. (2010). A prospective cohort study of
the incidence and determinants of
Sacco, R. L., Kasner, S. E., Broderick, J. post-stroke depression among the
P., Caplan, L. R., Connors, J. J., mainland Chinese patients.
Culebras, A., … Vinters, H. V. Neurological Research, 32(4), 347–
(2013). An updated definition of 352.
stroke for the 21st century: A
statement for healthcare
professionals from the American
heart association/American stroke
association. Stroke, 44(7), 2064–
2089.

Stein, J., Bettger, J. P., Sicklick, A.,


Hedeman, R., Magdon-Ismail, Z., &
Schwamm, L. H. (2015). Use of a
standardized assessment to predict
rehabilitation care after acute stroke.
Archives of Physical Medicine and
Rehabilitation, 96(2), 210–217.

Tang, W. K., Liang, H., Chu, W. C. W.,


Mok, V., Ungvari, G. S., & Wong, K.
S. (2013). Association between high
serum total bilirubin and post-stroke
depression. Psychiatry and Clinical
Neurosciences, 67(4), 259–264.

Williams, J. B. W., Kobak, K. A., Bech, P.,


Engelhardt, N., Evans, K., Lipsitz, J.,
… Pearson, J. (2008). The GRID-
HAMD: standardization of the
Hamilton Depression Rating Scale.
International Clinical
Psychopharmacology, 23(3), 120–
129.

Yuan, H. W., Wang, C. X., Zhang, N., Bai,


Y., Shi, Y. Z., Zhou, Y., … Wang, Y.
J. (2012). Poststroke depression and
risk of recurrent stroke at 1 year in a
Chinese cohort study. PLoS ONE,
7(10).

Zhang, T., Jing, X., Zhao, X., Wang, C.,


Liu, Z., Zhou, Y., … Wang, Y.
(2012). A prospective cohort study of
lesion location and its relation to
post-stroke depression among
Chinese patients. Journal of
Affective Disorders, 136(1–2), e83-7.

37

Anda mungkin juga menyukai