Anda di halaman 1dari 20

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Diajukan untuk memenuhi salat satu tugas Mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran

Dosen Pengampu : 1. Dra. Hj. Rd. Deti Rostika, M. Pd.

Disusun Oleh :

Fadhilah Salsabila Riadi (2002214)


Sekar Ayu Cahyani (2000247)
Silsi Nur Azizah (2001313)
Kelompok 2 Kelas 3D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir
zaman. Atas rahmat Allah SWT, akhirnya penyusunan makalah mengenai “Landasan
Pengembangan Kurikulum” dapat selesai tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah ini ditujukan sebagai bentuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Kurikulum dan Pembelajaran di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Cibiru. Dalam penulisan makalah ini tim
penyusun banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu tim
penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dra. Hj. Rd. Deti Rostika, M. Pd., selaku dosen I mata kuliah Kurikulum dan
Pembelajaran.
2. Seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi dan motivasi yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna. Maka dari itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat lebih baik lagi dalam
penulisan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun juga bagi pembaca
sekalian.

Bandung, September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan................................................................................................................................ 1
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................... 2
2.1 Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum................................................................. 2
2.2 Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum.............................................................. 4
2.3 Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum............................................................. 10
2.4 Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pengembangan Kurikulum........................ 12
2.5 Kesesuaian Landasan Pengembangan Kurikulum dengan Kurikulum yang Berlaku....... 14
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................ 16
3.2 Saran................................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kurikulum merupakan pedoman pelaksanaan pendidikan. Dengan kata lain, kurikulum
merupakan jantungnya pendidikan. Seiring berjalannya waktu kurikulum melalui proses
perubahan. Melalui pengembangan kurikulum hendaknya dapat meningkatkan kualitas
pendidikan. Selain itu kurikulum dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan
perkembangan zaman, yang mana harus didasarkan pada suatu landasan. Terdapat empat
landasan pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, dimana didalamnya
mencakup perencanaan, penerapan, dan evaluasi. Dalam pengembangan kurikulum tidak
hanya melibatkan orang-orang yang berhubungan secara langsung dengan dunia pendidikan,
tetapi melibatkan banyak pihak yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Maka
memahami landasan kurikulum bukan berarti hanya perlu dilakukan oleh para penyusun
khusus kurikulum, tetapi para pelaksana kurikulum juga perlu memahami agar dapat
mendukung implementasi kurikulum tersebut. Untuk memahami landasan pengembangan
kurikulum, maka makalah ini mengkaji empat landasan pengembangan kurikulum tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana landasan filosofis pengembangan kurikulum ?
1.2.2 Bagaimana landasan psikologis pengembangan kurikulum ?
1.2.3 Bagaimana landasan sosiologis pengembangan kurikulum ?
1.2.4 Bagaimana landasan ilmu pengetahuan dan teknologi pengembangan kurikulum ?
1.2.5 Bagaimana kesesuaian landasan pengembangan kurikulum dengan kurikulum yang
berlaku ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengkaji landasan filosofis pengembangan kurikulum.
1.3.2 Untuk mengkaji landasan psikologis pengembangan kurikulum.
1.3.3 Untuk mengkaji landasan sosiologis pengembangan kurikulum.
1.3.4 Untuk mengkaji landasan ilmu pengetahuan dan teknologi pengembangan kurikulum.
1.3.5 Untuk mengetahui kesesuaian landasan pengembangan kurikulum dengan kurikulum
yang berlaku.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum


Landasan filosofis berarti landasan yang berkenaan dengan filsafat yang dianut oleh
individu atau lembaga. Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum merupakan
asumsi-asumsi atau rumusan yang diperoleh dari hasil berpikir secara mendalam, analitis, logis
dan sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum
(Syafi’i, 2017). Dengan begitu landasan filosofis terdapat dalam semua aspek yang terkait
dengan pengelolaan program pendidikan, seperti halnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang
ikut terlibat, rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, proses pelaksanaan dan bagaimana
cara untuk mengetahui hasil yang dicapai dari sebuah program pendidikan.
Filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan,
sebaliknya, praktik-praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis
(Sudarman, 2019). Kedua hal tersebut berkaitan erat. Karena itulah landasan pengembangan
kurikulum perlu ada landasan filosofis. Raharjo yang dikutip oleh Safaruddin mengemukakan
terdapat empat fungsi landasan filosofi pengembangan kurikulum (Safaruddin, 2015) yaitu
dapat mengarahkan tujuan pendidikan, mata pelajaran atau isi yang mesti dipelajari, strategi
dalam mencapai tujuan dan tolak ukur keberhasilan dari proses pendidikan.
Adapun Nasution (dalam Sukirman, 2007) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat
pendidikan, yaitu:
1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah.
2) Melalui tujuan pendidikan yang dilandasi oleh filsafat yang dianut, dapat memberikan
gambaran yang jelas berkenaan dengan hasil yang harus dicapai.
3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat untuk segala usaha
pendidikan.
4) Tujuan pendidikan mengarahkan pendidik untuk menilai usahanya, sejauh mana tujuan
tersebut tercapai.
5) Tujuan pendidikan memberikan motivasi dalam setiap kegiatan pendidikan.
Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat
besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia
pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Masing-masing aliran memiliki
empat konnsep fillsafat yang sama yakni metafisika mengenai hakikat realitas atau kenyataan,

2
3

humanologi mengenai hakikat jiwa manusia, epistomologi mengenai hakikat pengetahuan, dan
aksiologi mengenai hakikat nilai. Meski begitu terdapat perbedaan pada konsep filafat di setiap
aliran. Dimana konsep tersebut dapat berimplikasi pada ranah pendidikan yang meliputi tujuan,
isi, metode dan peranan peserta didik dan pendidik. Ketiga aliran tersebut lebih jelasnya
sebagai berikut :
1) Idealisme
Idealisme adalah aliran yang berpandangan bahwa kenyatan yang ada ini terdiri
dari ide-ide yang sudah dilahirkan. Konsep filsafat pada aliran idealisme ini sebagai
berikut: Pertama, metafisika yang berkenanaan bahwa kenyataan bersifat spiritual.
Kedua, humanologi berkenaan mengenai manusia dikaruniai kemampuan berpikir
sehingga mampu memilih. Ketiga, epistomologi yang berkenaan bahwa pengetahuan
yang benar dapat diperoleh saat berpikir melalui intuisi dan pengingatan kembali.
Keempat, aksiologi berkenaan dengan hakikat nilai kehidupan manusia yang diatur oleh
kewajiban moral dari metafisika, sehingga aksiologi bersifat mutlak.
Implikasinya pada konsep pendidikan melalui konsep tersebut sebagai betikut:
Dalam tujuan pendidikan berarti mengutamakan pembentukan karakter yang kemudian
tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial. Kemudian pada isi pendidikan
berarti pengembangan kemamuan berpikir dan keterampilan bekerja suatu mata
pencaharian. Metode pendidikan yang disusun yaitu metode dialektik. Peserta didik
memiliki kebebasan dalam mengembangkan bakat dan minatnya. Maka pendidik
bertugas menciptakan lingkungan bagi peserta didik agar dapat belajar dengan efisien
dan efektif.
2) Realisme
Realisme memiliki pandangan yang berbalikan dengan idealism, dimana
reaslisme berpandangan bahwa realitas indrawi didasarkan pada pengalaman. Konsep
filsafat pada aliran realisme ini sebagai berikut: Pertama, metafisika yang berpandangan
kenyataan ataurealitas bersifat materi. Kedua, konsep humanologi yang mana di
realisme ini berkenaan dengan hakikat manusia terletak pada apa yang dapat manus
tersebut kerjakan, yang mana mungkin dapat memiliki kebebasan atau bahkan tidak.
Ketiga, epistomologi yang berkenaan pengetahuan diperoleh menggunakan fikiran
melalui penginderaan, sehingga kebenarannya dibuktikan melalui pemeriksaan
kesesuaian fakta. Keempat, aksiologi yang berkenaan dengan hakikat nilai menyatakan
tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam dan kebiasaan atau adat istiadat dalam
kehidupan.
4

Implikasinya pada konsep pendidikan melalui konsep tersebut sebagai betikut:


Pada tujuan pendidikan berarti dapat menyesuaikan diri dan melaksanakan tanggung
jawab sosial. Isi pendidikan berarti berkenaan dengan kurikulum yang isinya
pengetahuan yang berguna untuk penyesuaian diri dan tanggung jawab sosial. Metode
pendidikan yang disusun yaitu beroeientasi pada pembiasaan melalui pengalaman
langsung maupun tidak langsung. Peserta didik di aliran realism ini berarti hendaknya
mampu menguasai pengetahuan yang berubah-ubah, disiplin mental, dan moral untuk
setiap tingkat kebajikan. Maka peran pendidik yaitu menguasai pengetahuan, terampil
dan teknik mendidik, dan memiliki kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang
dibebankan kepadanya.
3) Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang beroreintasi pada hasil yang bersifat
praktis dan mengandung manfaat bagi kehidupan. Konsep filsafat pada aliran
pragmatisme ini sebagai berikut: Pertama, metafisika yang berkenaam perihal suatu
teori tentang kenyataan tidak mungkin dan tidak perlu. Kedua, humanologi di
pragmatisme ini berkenaan dengan hakikat manusia itu hasil evolusi biologis,
psikologis dan sosial. Ketiga, epistomologi yang berkenaan perihal pengetahuan itu
sifatnya relative dan akan terus berkembang. Keempat, aksiologi perihal hakikat nilai
tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman-
pengalaman hidup.
Implikasinya pada konsep pendidikan melalui konsep tersebut sebagai betikut:
Pada tujuan pendidikan berarti bertujuan memperoleh pengalaman yang berguna untuk
memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat.
Dengan isi pendidikan yang mengaharah pada kurikulum dengan berisi pengalaman-
pengalaman yang telah teruji serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak. Metode
pendidikan yang dilaksanakan yaitu metode pemecahan masalah atau berpikir reflektif.
Serta pendidik yang berperan mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa
terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik (Tim
Pengembang MKDP, 2019).

2.2 Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum


Syafruddin Nurdin (dalam Bahri, 2011) mengatakan, bahwa pada dasarnya pendidikan
tidak terlepas dengan unsur-unsur psikologi, sebab pendidikan adalah menyangkut perilaku
manusia itu sendiri, mendidik berarti merubah tingkah laku anak menuju kedewasaan. Namun
5

demikian perlu juga diingatkan bahwa tidak semua perubahan perilaku siswa mutlak sebagai
akibat intervensi dari program pendidikan. Ada juga perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh
kematangan siswa itu sendiri atau pengaruh dari lingkungan di luar program pendidikan
(Masykur, 2019). Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum harus senantiasa
berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik maka landasan
psikologi mutlak harus menjadi dasar pengembangan kurikulum.
Terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, psikologi
perkembangan, dan psikologi belajar. Pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan
anak disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan atau masa
perkembangan tertentu. Kedua, anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan
periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Ketiga,
pemahaman akan perkembangan anak, akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas
pendidikan, baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi, maupun dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan
(Kristiawan, 2019).
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, penahapan perkembangan yang
digunakan sebaiknya bersifat efektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi
bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan erat. Syamsu
Yusuf (dalam Baderiah, 2018) perkembangan individu sejak lahir sampai masa kematangan
dapat digambarkan melewati fase-fase berikut.

Tabel 1. Fase-Fase Perkembangan Individu

Tahap Perkembangan Usia


Masa Usia Pra Sekolah 0-6 tahun
Masa Usia Sekolah Dasar 6-12 tahun
Masa Usia Sekolah Menengah 12-18 tahun
Masa Usia Mahasiswa 18-25 tahun
Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena terdapat dimensi-
dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap
perkembangan lainnya. Anak adalah pribadi yang unik harus diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri dan memiliki
perbedaan dan juga persamaan. Implikasi dengan kita memahami fase pekembangan individu
adalah:
6

1) setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya;
2) di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran yang sesuai dengan minat
anak;
3) kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan, juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang
akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan
berikutnya;
4) kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari perkembangan anak terhadap proses pembelajaran menurut Susilana, dkk.
(2006) adalah:

1) tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada


perubahan tingkah laku peserta didik;
2) bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak,
bahan tersebut mudah diterima oleh anak;
3) strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan
anak;
4) media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak;
5) sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan
dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus-menerus (Afgani,
2014).
Pengembangan kurikulum juga tidak akan terlepas dari teori belajar. Sebab pada
dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan peserta didik. Sedikitnya ada tiga jenis teori
belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh terhadap pengembangan
kurikulum di Indonesia pada khususnya., yakni:

1) Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)


Teori Gestalt dinamakan juga Cognitive Gestalt Field. Dalam pengembangan
kurikulum, teori Gestalt lebih menekankan pada Landasan dan Prinsip Pengembangan
Kurikulum bahan-bahan yang berhubungan dengan berpikir analitis melalui pemecahan
masalah (Problem Solving). Piaget (1970) memperkenalkan empat faktor yang
mendasari seseorang membuat pemahaman, yaitu:
7

a. Kematangan, yaitu saatnya seseorang siao melaksanakan suatu tugas


perkembangan tertentu.
b. Aktivitas, adalah kemampuan untuk bertindak terhadap lingkungan dan belajar
darinya.
c. Pengalaman sosial, proses belajar dari orang lain atau interaksi dengan orang-
orang yang ada di sekitar kita
d. Ekuilibrasi adalah proses terjadinya perubahan-perubahan aktual dalam berpikir
(Tim Pengembang MKDP, 2019).
Piaget mengungkapkan bahwa ada empat tahap pokok dalam perkembangan
kognitif-intelektual, yaitu : tahap Senso-Motoris (0-2 tahun), tahap pra-Operasional (2-
7 tahun), tahap Operasional Konkret (7-11 tahun), dan tahap Operasional (11 tahun-
dewasa). Berdasarkan empat tahapan perkembangan kognitif Piaget tersebut, berarti
maksudnya cara berpikir anak prasekolah berbeda dengan anak usia SD, demikian pula
cara berpikir anak SD berbeda dengan cara berpikir anak SMP dan SMA. Karena itu
teori perkembangan kognitif Piaget mengimplikasikan bahwa proses belajar mengajar
harus memperhatikan tahap perkembangan kognisi anak.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai peranan
dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a. Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi
pelajaran, dan mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri dan
interaksi dengan lingkungan.
b. Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada
murid yang sejajar dengan tingkat perkembangannya.
c. Mendorong perkembangan murid kea rah perkembangan berikutnya dengan
cara memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan
eksplorasi (Tim Pengembang MKDP, 2019).

2) Teori Psikologi Behavioristik


Teori belajar behavioristik disebut juga Stimulus-Respon Theory (S-R).
Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement.
Kelompok teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak
memiliki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan
oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Hasil belajar adalah perubahan tingkah
8

laku yang dapat diamati dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri
individu.
Teori S – R Bond, berasal dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi.
menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses kegiatan untuk membentuk sebuah
hubungan stimulus-respons (Kholik, 2019). Tokoh utama dari teori ini adalah Edward
L. Thorndike. Thorndike mengembangkan tiga hukum belajar yang utama yaitu:
Pertama, hukum kesiapan, ketika satuan kondisi siap bertindak, maka bertindak akan
menyenangkan dan tidak bertindak menjadi menyebalkan. Kedua, hukum Latihan,
diperkuat sebanding dengan banyak kalinya perulangan, sebanding dengan intensitas
dan durasinya. Ketiga, hukum pengaruh dan respon, yang disertai kepuasan untuk
memperkuat hubungan sebaliknya respon yang disertai ketidaksenangan akan
melemahkan koneksi (Kristiawan, 2019).
Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning. Tokoh utama dari
teori ini adalah John B. Watson, yang mengemukakan bahwa belajar atau pembentukan
hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Teori
ketiga adalah reinforcement dengan tokoh utamanya C.L.Hull. Dalam teori ini kondisi
diberikan pada respons, misalnya memberikan reward berupa nilai tinggi, pujian atau
bahkan hadiah.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori psikologi
behavioristik adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan
yang spesifik.
b. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk
kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik
dalam tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini
sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar.
c. Mengidentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata
pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan
yang dipilih siswa.
d. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah
pola perilaku yang dikehendaki (Tim Pengembang MKDP, 2019).
3) Teori Psikologi Humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini
berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri. Berbeda
9

dengan teori belajar behavioristik, teori humanistik menolak proses mekanis dalam
belajar, karena belajar adalah suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh.
Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan siswa itu sendiri (motivasi intrinsik). Carl
R. Roger mengemukakan prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori psikologi
humanistik sebagai berikut:
a. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan
eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru.
b. Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan
anak
c. Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman,
sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik
intelektual maupun perasaan.
e. Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian
diri sendiri. Penilaian dari luar merupakan hal yang sekunder.
Bertentangan dengan teori behavioristik yang lebih menekankan partisipasi aktif
guru dalam belajar, peranan guru menurut teori belajar behavioristik adalah sebagai
pembimbing, sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam
belajar. Menurut Carl R. Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap
belajar.
b. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan
kesempatan secara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan
ingin mereka pelajari.
c. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan
untuk belajar.
d. Menyediakan usmber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya
sebagai sumber belajar bagi siswa.
Guru berdasarkan psikologi humanistik harus mampu menerima siswa sebagai
seorang yang memiliki potensi, minat, kebutuhan, harapan, dan mampu
mengembangkan dirinya secara utuh dan bermakna. Teori ini juga memandang bahwa
siswa adalah sumber belajar yang potensial bagi dirinya sendiri. Dengan demikian teori
10

belajar ini lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar (Tim
Pengembang MKDP, 2019).

2.3 Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum


Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan
masyarakat dan kebudayaan. Landasan sosial budaya dalam pengembangan kurikulum
bertujuan untuk menyesuaikan masing-masing perbedaan, baik dari segi sosial maupun dari
segi budaya dan kultur yang ada dimasyarakat sehingga akan terjalin keseimbangan dalam
kegiatan pembelajaran (Safaruddin, 2015). Sehingga landasan sosiologi mempunyai peranan
penting dalam dalam mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bagsa di
muka bumi ini krena suatu kurikulum prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu
dan dan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus ditekankan pada
pengembangan individu dan keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat.
Melalui pendidikan diharapkan lahirnya manusia yang dapat lebih mengerti dan mampu
membangun kehidupan masyarakatnya (Bahri, 2011). Dalam konteks inilah kurikulum sebagai
program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk dapat
menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja,
melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru sebagai
pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan
masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa
di masyarakat (Sukirman, 2007). Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi
sosial pendidikan, yaitu:

1) Mengajar keterampilan.
2) Mentransmisikan budaya.
3) Mendorong adaptasi lingkungan.
4) Membentuk kedisiplinan.
5) Mendorong bekerja berkelompok.
6) Meningkatkan perilaku etik, dan
7) Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Dari sisi sosiologis sistem pendidikan serta lembaga lembaga pendidikan di dalamnya
mempunyai berbagai fungsi bagai kepentingan masyarakat antara lain (Syafi’i, 2017):
11

1) Mengadakan perbaikan bahkan perombakan sosial.


2) Mempertahankan kebebasan akademis dan penelitian.
3) Mendukung pada pencapaian tujuan pembangunan nasional.
4) Mempertahankan nilai-nilai yang diikuti oleh masyarakat.
5) Mewujudkan revolusi sosial untuk melenyapkan suatu rezim yang tidak baik.
6) Mengarahkan dan mendisiplinkan jalan pikiran generasi muda.
7) Mendorong dan mempercepat laju kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Para pengembang kurikulum dengan demikian dihadapkan pada tugas untuk:

1) Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana yang dirumuskan


dalam undang-undang, keputusan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya.
2) Menganalisis masyarakat tempat sekolah berada.
3) Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja.
4) Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat (Syafi’i,
2017).
Kebudayaan menentukan pandangan, tata cara hidup dan tingkah laku masyarakat, yang
merupakan tata cara hidup yang lebih dapat diterima dan lebih baik dari tata cara hidup lain
(Kristiawan, 2019). Oleh karena itu, dapat dilihat kebudayaan sebagai sesuatu yang penuh
muatan nilai. Kebudayaan membuat masyarakat dapat menentukan perbuatan yang baik dan
yang buruk, yang indah dan yang jelek, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Nilai-nilai tersebut turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan zaman.

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum


dengan pertimbangan:

1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya.
2) Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat
beragam. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk
mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti:
nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum di atas, terdapat pula
pendidikan yang bermuatan kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan tertentu
12

dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional. Maka pengembangan kurikulum
sekolah harus mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam menetapkan
materi kurikulum muatan lokal. Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah
dilaksanakan di sebagian besar sekolah adalah Mata Pelajaran Keterampilan, Kesenian, dan
Bahasa Daerah.

Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional dan
kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan lokal
bertujuan:

1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.


2) Mengubah nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan kea rah yang positif.
Jika dilihat dari sudut kepentingan peserta didik pengemangan kurkulum muatan lokal
bertujuan:

1) Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam,


sosial, dan budaya).
2) Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing
dengan lingkungannya.
3) Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan
masalah yang ditemukan di lingkungan sekitarnya (Tim Pengembang MKDP, 2019).

2.4 Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pengembangan Kurikulum


IPTEK adalah dua bidang kajian ilmu yang saling melengkapi satu sama lain dan saling
menyempurnakan. Kemajuan cepat di bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa
terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal (Bahri, 2011).
IPTEK berkembang dengan pesat, kurikulum yang dikembangkan haruslah peka dan
mampu beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi. Misalnya, dalam menentukan isi
kurikulum harus relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi,
bahkan idealnya dari pengembangan kurikulum yang dilakukan harus mampu melahirkan ilmu
pengetahuan dan teknologi baru. Dengan demikian landasan IPTEK memiliki dua sisi yang
sama-sama penting, yaitu: pertama sebagai masukan bagi kebijakan dalam menentukan isi
13

kurikulum, dan kedua untuk melahirkan perkembangan IPTEK yang lebih maju dengan adanya
produk (Sudarman, 2019).

Berikut beberapa hal yang melatarbelakangi dijadikannya IPTEK sebagai Landasan


Kurikulum:

1) Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri


seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya.
2) Pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan.
3) Perubahan masyarakat& IPTEK yang semakin pesat.
Tujuan Dijadikannya IPTEK sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum :

1) Membuat pelajar-pelajar di negeri kita dapat bersaing dan mengejar ketertinggalandari


pelajar di negeri maju tanpa perlu kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan budayayang
kita miliki.
2) Membekali dan mengarahkan peserta didik di jenjang pendidikan dasar guna
menujumasyarakat yang “melek teknologi” yaitu bercirikan mampu mengenal,
mengerti,memilih, menggunakan, memelihara, memperbaiki, menilai, menghasilkan
produk teknologi sederhana, dan peduli terhadap masalah yang berkaitan dengan
teknologi.
3) Memperkuat kurikulum yang dihasilkan.
4) Mengembangkan dan melahirkan IPTEK untuk lebih memajukan peradaban manusia
(Baderiah, 2018).
Untuk mencapai kemampuan dan tujuan tersebut, maka adabeberapa hal yang dijadikan
sebagai dasar, yaitu :

1) Pengembangan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif
dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana IPTEK,
pelaksanaan peneelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan
jasa.
2) Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas kesejahteraan dan kehidupan
bangsa.
3) Pembangunan IPTEK harus relevan dengan nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi
sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4) Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya meningkatkan produktivitas,
efektivitas, dan efisiensi penelitian dan pengembangan.
14

5) Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang dapat memberikan


nilai tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan
(Hamalik, 2019).
Perkembangan dunia iptek yang demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa
bagi kemajuan peradaban umat manusia. Dengan telah ditemukannya formulasi-formulasi baru
aneka kapasitas komputer seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuanotak manusia
dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia. Kemajuan IPTEK yang telah kita capai
sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan
kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Perkembangan IPTEK, secaralangsung akan
menjadi isi/materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikantugas kepada
pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahanmasalah yang
dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan (Tim Pengembang MKDP, 2019).

2.5 Kesesuaian Landasan Pengembangan Kurikulum dengan Kurikulum yang Berlaku


2.5.1 Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam,
diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini dan untuk membangun dasar bagi
kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan. Mempersiapkan peserta didik untuk
kehidupan masa depan selalu menjadi kepedulian kurikulum. Hal ini mengandung makna
bahwa kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi
muda.Sehingga tugas mempersiapkan generasi bangsa menjadi tugas utama suatu kurikulum.
(Rahmatullah, 2018) menjelaskan pula kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar
yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan dan pada waktu bersamaan tetap
mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli
terhadap permasalahan masyarakat bangsa yang terjadi sekarang.
Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk mengembangkan potensi peserta didik dari
berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian dan
berpartisipasi dalam penyelesaian masalah sosial di masyarakat dan untuk membangun
kehidupan bangsa yang lebih baik lagi. Kurikulum 2013 pendidikan ditujukan untuk
mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan
disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik.
15

2.5.2 Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum


Kurikulum 2013 dirancang dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan perwujudan konsepsi
pendidikan yang bersumber pada perkembangan peserta didik beserta konteks kehidupannya
sebagai mana dimaknai dalam konsepsi pedagogik transformatif. Kurikulum 2013 ini di duduk
bukan sebagai wahana pendewasaan peserta didik sesuai dengan perkembangan psikologisnya
dan mendapatkan perlakuan pedagogi sesuai dengan konteks lingkungan dan zamannya.
Kebutuhan ini terutama menjadi prioritas dalam merancang kurikulum untuk jenjang sekolah
dasar. Di mana pendidikan di sekolah dasar dalam kurikulum 2013 dikembangkan menjadi
kurikulum yang bersifat tematik terpadu, dimana tematik terpadu ini mencerminkan
pertimbangan psikopedagogis anak usia sekolah yang sangat memerlukan penanganan
kurikuler yang sesuai dengan perkembangannya ( Suarga, 2017 ).
2.5.3 Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum
Kurikulum 2013 landasan sosial budaya menempati posisi yang berperan penting dalam
mengembangkan proses pembelajaran. Kurikulum 2013 dalam pengembangannya atas dasar
adanya kebutuhan akan perubahan zaman dan proses pendidikan dalam rangka memenuhi
dinamika kehidupan masyarakat bangsa dan negara. Yang mana hal tersebut dimaksudkan agar
anak setelah lulus dapat menjawab tuntutan perubahan zaman.
2.5.4 Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pengembangan Kurikulum
Adib (2017) menjelaskan Kurikulum 2013 ini dalam perkembangannya melihat
perkembangan pendidikan indonesia yang tidak bisa di lepaskan dari ilmu pengetahuan dan
teknologi. Maka dalam pelaksanaan pendidikan berdasarkan kurikulum 2013 ini pembelajaran
peserta didik dikemas harus memahami, menerapkan, menganalisa pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan
wawasan kemanusiaan berbangsa dan bernegara. Serta dalam pembelajarannya yang didukung
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peserta didik diharapkan dapat
menguasai dan memanfaatkan pengembangan teknologi tersebut.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kurikulum pada dasar nya disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan perkembangan peserta didik dan disesuaikan dengan kebutuhan lingkyngannya
serta menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman saat ini.
Dengan demikian, dalam penyusunan kurikulum harus memperhatikan landasan-landasan
yang dapat mengembangkan pendidikan saat ini. Dimana secara teori terdapat beberapa
landasan pengembangan kurikulum,yakni landasan filosofis, landasan psikologi, landasan
sosiologi dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada landasan filosofi pengembangan
kurikulum berdasarkan filsafat idealisme, realisme dan fragmatisme. Pada landasan psikologi
terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
berkaitan dengan perubahan tingkahlaku dan kemampuan peserta didik. Sementara psikologi
belajar berkaitan dengan bagaimana individu belajar.
Pada landasan Sosiologi mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan
masyarakat dan kebudayaan. Dan pada landasan ilmu pengetahuan dan teknologi kurikulum
yang dikembangkan haruslah peka dan mampu beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi.
Dengan hal-hal tersebut kita dapat melihat kesesuaian antara landasan pengembangan
kurikulum secara teori dengan landasan pengembangan kurikulum 2013 yang berlaku di
Indonesia pada saat ini memiliki ketersesuaian pada setiap landasannya. Sehingga kurikulum
2013 dapat dikatakan sudah cukup baik secara landasan pengembangannya, agar dapat
mencapai pendidikan yang telah ditetapkan maka kita harus lebih memaksimalkan dalam
pengimplementasian kurikulum tersebut.
3.2 Saran
Dalam pengembangan landasan kurikulum pada setiap satuan pendidikan di Indonesia
sebaiknya mengacu pada standar nasional pendidikan yang telah disusun namun tetap dengan
memperhatikan karakteristik siswa dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, dalam
pengembangan kurikulum juga sebaiknya kita harus mempersiapkan dan menggunakan
planning, organizing, actuating dan controling secara mntap sehingga setelah evaluasi kita bisa
mendapatkan hasil pendidikan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Adib, U. (2017). PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN


MENUJU KURIKULUM 2013 DITINJAU DARI LANDASAN FILOSOFIS,
PSIKOLOGIS, SOSIAL BUDAYA, ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DI MTS
DARUL FALAH SIRAHAN CLUWAK PATI (Doctoral dissertation, STAIN Kudus).
Afgani, J. (2014). Kurikulum dan pengembangannya. Analisis Kurikulum Matematika, 1-34.
Baderiah, B. (2018). Buku Ajar Pengembangan Kurikulum. Palopo: Lembaga Penerbit Kampus
IAIN Palopo.
Bahri, S. (2011). Pengembangan kurikulum dasar dan tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam
Futura, 11(1), 15-34.
Hamalik, O. (2019). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Kholik, A. N. (2019). Landasan psikologis pengembangan kurikulum abad 21. As-Salam:
Jurnal Studi Hukum Islam & Pendidikan, 8(1), 65-86.
Kristiawan, M. (2019). ANALISIS PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN.
Bengkulu: Unit Penerbitan dan Publikasi FKIP Univ. Bengkulu.
Masykur, R. (2019). TEORI DAN TELAAH PENGEMBANGAN KURIKULUM. Bandar
Lampung: Aura.
Rahmatullah, R. (2018). LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013. TaLimuna:
Jurnal Pendidikan Islam, 2(2), 123-135.
Safaruddin, S. (2015). LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM. Al-Qalam: Jurnal
Kajian dan Pendidikan Islam, 7(2), 98-114.
Suarga, S. (2017). Kerangka dasar dan landasan pengembangan kurikulum 2013. Jurnal
Inspiratif Pendidikan, 6(1), 15-23.
Sudarman, S. (2019). Pengembangan Kurikulum : Kajian Teori dan Praktik. Samarinda:
Mulawarman University Press.
Sukirman, D. (2007). Landasan Pengembangan Kurikulum. Bandung: UPI. Edu.
Syafi’i, S. (2017). Pengembangan Kurikulum. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.
Tim Pengembang MKDP. (2019). Kurikulum & Pembelajaran. Depok: Rajawali Pers.

17

Anda mungkin juga menyukai