Diajukan untuk memenuhi salat satu tugas Mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir
zaman. Atas rahmat Allah SWT, akhirnya penyusunan makalah mengenai “Landasan
Pengembangan Kurikulum” dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini ditujukan sebagai bentuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Kurikulum dan Pembelajaran di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Cibiru. Dalam penulisan makalah ini tim
penyusun banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu tim
penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Hj. Rd. Deti Rostika, M. Pd., selaku dosen I mata kuliah Kurikulum dan
Pembelajaran.
2. Seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi dan motivasi yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna. Maka dari itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat lebih baik lagi dalam
penulisan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun juga bagi pembaca
sekalian.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2
3
humanologi mengenai hakikat jiwa manusia, epistomologi mengenai hakikat pengetahuan, dan
aksiologi mengenai hakikat nilai. Meski begitu terdapat perbedaan pada konsep filafat di setiap
aliran. Dimana konsep tersebut dapat berimplikasi pada ranah pendidikan yang meliputi tujuan,
isi, metode dan peranan peserta didik dan pendidik. Ketiga aliran tersebut lebih jelasnya
sebagai berikut :
1) Idealisme
Idealisme adalah aliran yang berpandangan bahwa kenyatan yang ada ini terdiri
dari ide-ide yang sudah dilahirkan. Konsep filsafat pada aliran idealisme ini sebagai
berikut: Pertama, metafisika yang berkenanaan bahwa kenyataan bersifat spiritual.
Kedua, humanologi berkenaan mengenai manusia dikaruniai kemampuan berpikir
sehingga mampu memilih. Ketiga, epistomologi yang berkenaan bahwa pengetahuan
yang benar dapat diperoleh saat berpikir melalui intuisi dan pengingatan kembali.
Keempat, aksiologi berkenaan dengan hakikat nilai kehidupan manusia yang diatur oleh
kewajiban moral dari metafisika, sehingga aksiologi bersifat mutlak.
Implikasinya pada konsep pendidikan melalui konsep tersebut sebagai betikut:
Dalam tujuan pendidikan berarti mengutamakan pembentukan karakter yang kemudian
tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial. Kemudian pada isi pendidikan
berarti pengembangan kemamuan berpikir dan keterampilan bekerja suatu mata
pencaharian. Metode pendidikan yang disusun yaitu metode dialektik. Peserta didik
memiliki kebebasan dalam mengembangkan bakat dan minatnya. Maka pendidik
bertugas menciptakan lingkungan bagi peserta didik agar dapat belajar dengan efisien
dan efektif.
2) Realisme
Realisme memiliki pandangan yang berbalikan dengan idealism, dimana
reaslisme berpandangan bahwa realitas indrawi didasarkan pada pengalaman. Konsep
filsafat pada aliran realisme ini sebagai berikut: Pertama, metafisika yang berpandangan
kenyataan ataurealitas bersifat materi. Kedua, konsep humanologi yang mana di
realisme ini berkenaan dengan hakikat manusia terletak pada apa yang dapat manus
tersebut kerjakan, yang mana mungkin dapat memiliki kebebasan atau bahkan tidak.
Ketiga, epistomologi yang berkenaan pengetahuan diperoleh menggunakan fikiran
melalui penginderaan, sehingga kebenarannya dibuktikan melalui pemeriksaan
kesesuaian fakta. Keempat, aksiologi yang berkenaan dengan hakikat nilai menyatakan
tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam dan kebiasaan atau adat istiadat dalam
kehidupan.
4
demikian perlu juga diingatkan bahwa tidak semua perubahan perilaku siswa mutlak sebagai
akibat intervensi dari program pendidikan. Ada juga perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh
kematangan siswa itu sendiri atau pengaruh dari lingkungan di luar program pendidikan
(Masykur, 2019). Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum harus senantiasa
berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik maka landasan
psikologi mutlak harus menjadi dasar pengembangan kurikulum.
Terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, psikologi
perkembangan, dan psikologi belajar. Pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan
anak disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan atau masa
perkembangan tertentu. Kedua, anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan
periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Ketiga,
pemahaman akan perkembangan anak, akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas
pendidikan, baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi, maupun dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan
(Kristiawan, 2019).
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, penahapan perkembangan yang
digunakan sebaiknya bersifat efektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi
bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan erat. Syamsu
Yusuf (dalam Baderiah, 2018) perkembangan individu sejak lahir sampai masa kematangan
dapat digambarkan melewati fase-fase berikut.
1) setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya;
2) di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran yang sesuai dengan minat
anak;
3) kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan, juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang
akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan
berikutnya;
4) kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari perkembangan anak terhadap proses pembelajaran menurut Susilana, dkk.
(2006) adalah:
laku yang dapat diamati dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri
individu.
Teori S – R Bond, berasal dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi.
menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses kegiatan untuk membentuk sebuah
hubungan stimulus-respons (Kholik, 2019). Tokoh utama dari teori ini adalah Edward
L. Thorndike. Thorndike mengembangkan tiga hukum belajar yang utama yaitu:
Pertama, hukum kesiapan, ketika satuan kondisi siap bertindak, maka bertindak akan
menyenangkan dan tidak bertindak menjadi menyebalkan. Kedua, hukum Latihan,
diperkuat sebanding dengan banyak kalinya perulangan, sebanding dengan intensitas
dan durasinya. Ketiga, hukum pengaruh dan respon, yang disertai kepuasan untuk
memperkuat hubungan sebaliknya respon yang disertai ketidaksenangan akan
melemahkan koneksi (Kristiawan, 2019).
Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning. Tokoh utama dari
teori ini adalah John B. Watson, yang mengemukakan bahwa belajar atau pembentukan
hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Teori
ketiga adalah reinforcement dengan tokoh utamanya C.L.Hull. Dalam teori ini kondisi
diberikan pada respons, misalnya memberikan reward berupa nilai tinggi, pujian atau
bahkan hadiah.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori psikologi
behavioristik adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan
yang spesifik.
b. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk
kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik
dalam tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini
sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar.
c. Mengidentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata
pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan
yang dipilih siswa.
d. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah
pola perilaku yang dikehendaki (Tim Pengembang MKDP, 2019).
3) Teori Psikologi Humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini
berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri. Berbeda
9
dengan teori belajar behavioristik, teori humanistik menolak proses mekanis dalam
belajar, karena belajar adalah suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh.
Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan siswa itu sendiri (motivasi intrinsik). Carl
R. Roger mengemukakan prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori psikologi
humanistik sebagai berikut:
a. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan
eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru.
b. Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan
anak
c. Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman,
sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik
intelektual maupun perasaan.
e. Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian
diri sendiri. Penilaian dari luar merupakan hal yang sekunder.
Bertentangan dengan teori behavioristik yang lebih menekankan partisipasi aktif
guru dalam belajar, peranan guru menurut teori belajar behavioristik adalah sebagai
pembimbing, sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam
belajar. Menurut Carl R. Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap
belajar.
b. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan
kesempatan secara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan
ingin mereka pelajari.
c. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan
untuk belajar.
d. Menyediakan usmber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya
sebagai sumber belajar bagi siswa.
Guru berdasarkan psikologi humanistik harus mampu menerima siswa sebagai
seorang yang memiliki potensi, minat, kebutuhan, harapan, dan mampu
mengembangkan dirinya secara utuh dan bermakna. Teori ini juga memandang bahwa
siswa adalah sumber belajar yang potensial bagi dirinya sendiri. Dengan demikian teori
10
belajar ini lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar (Tim
Pengembang MKDP, 2019).
1) Mengajar keterampilan.
2) Mentransmisikan budaya.
3) Mendorong adaptasi lingkungan.
4) Membentuk kedisiplinan.
5) Mendorong bekerja berkelompok.
6) Meningkatkan perilaku etik, dan
7) Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Dari sisi sosiologis sistem pendidikan serta lembaga lembaga pendidikan di dalamnya
mempunyai berbagai fungsi bagai kepentingan masyarakat antara lain (Syafi’i, 2017):
11
1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya.
2) Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat
beragam. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk
mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti:
nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum di atas, terdapat pula
pendidikan yang bermuatan kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan tertentu
12
dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional. Maka pengembangan kurikulum
sekolah harus mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam menetapkan
materi kurikulum muatan lokal. Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah
dilaksanakan di sebagian besar sekolah adalah Mata Pelajaran Keterampilan, Kesenian, dan
Bahasa Daerah.
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional dan
kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan lokal
bertujuan:
kurikulum, dan kedua untuk melahirkan perkembangan IPTEK yang lebih maju dengan adanya
produk (Sudarman, 2019).
1) Pengembangan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif
dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana IPTEK,
pelaksanaan peneelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan
jasa.
2) Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas kesejahteraan dan kehidupan
bangsa.
3) Pembangunan IPTEK harus relevan dengan nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi
sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4) Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya meningkatkan produktivitas,
efektivitas, dan efisiensi penelitian dan pengembangan.
14
3.1 Kesimpulan
Kurikulum pada dasar nya disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan perkembangan peserta didik dan disesuaikan dengan kebutuhan lingkyngannya
serta menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman saat ini.
Dengan demikian, dalam penyusunan kurikulum harus memperhatikan landasan-landasan
yang dapat mengembangkan pendidikan saat ini. Dimana secara teori terdapat beberapa
landasan pengembangan kurikulum,yakni landasan filosofis, landasan psikologi, landasan
sosiologi dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada landasan filosofi pengembangan
kurikulum berdasarkan filsafat idealisme, realisme dan fragmatisme. Pada landasan psikologi
terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
berkaitan dengan perubahan tingkahlaku dan kemampuan peserta didik. Sementara psikologi
belajar berkaitan dengan bagaimana individu belajar.
Pada landasan Sosiologi mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan
masyarakat dan kebudayaan. Dan pada landasan ilmu pengetahuan dan teknologi kurikulum
yang dikembangkan haruslah peka dan mampu beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi.
Dengan hal-hal tersebut kita dapat melihat kesesuaian antara landasan pengembangan
kurikulum secara teori dengan landasan pengembangan kurikulum 2013 yang berlaku di
Indonesia pada saat ini memiliki ketersesuaian pada setiap landasannya. Sehingga kurikulum
2013 dapat dikatakan sudah cukup baik secara landasan pengembangannya, agar dapat
mencapai pendidikan yang telah ditetapkan maka kita harus lebih memaksimalkan dalam
pengimplementasian kurikulum tersebut.
3.2 Saran
Dalam pengembangan landasan kurikulum pada setiap satuan pendidikan di Indonesia
sebaiknya mengacu pada standar nasional pendidikan yang telah disusun namun tetap dengan
memperhatikan karakteristik siswa dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, dalam
pengembangan kurikulum juga sebaiknya kita harus mempersiapkan dan menggunakan
planning, organizing, actuating dan controling secara mntap sehingga setelah evaluasi kita bisa
mendapatkan hasil pendidikan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17