Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MODEL HUBUNGAN KURIKULUM PEMBELAJARAN


Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu : Dr. Nur Afif, M.Pd.I.

Disusun oleh:

Achmad Andika Sulaeman 211310151


Muhammad Hafidzuddin 211310187

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

TAHUN AJARAN 2022-2023


KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Evaluasi Pendidikan, yang
kami sajikaan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.
Nur Afif, M.Pd.I. selaku dosen mata Pengembangan Kurikulum yang telah memberikan tugas
kepada kami.

Semoga makalah ini dapat memeberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca.

Jakarta, 25 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1


Latar Belakang.................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
Tujuan ................................................................................................................................. 1
BAB II ....................................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2

BAB III .................................................................................................................................... 10

PENUTUP ............................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11

ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang sangat pesat,
baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada
mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak
diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri,
pembangunan ekonomi dan industri, era globalisaasi dengan berbagai permasalahannya, politik,
bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan
komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal
yang dapat mempengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum.
Pada saat ini masih banyak sekali masyarakat pendidikan yang belum mengerti dan memahami
pendekatan dan model-model pengembangan kurikulum. Sebagian besar hanya pernah mendengar
tetapi belum mengerti dan memahami secara jelas. Padahal pendekatan dan model pengembangan
kurikulum ini sangat mempengaruhi pengembangan dan pembentukan suatu kurikulum.1

Kurikulum dan pembelajaran sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan.
Pembelajaran sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan, jenis dan prosedur kegiatannya,
membutuhkan rangkaian pemikiran yang cermat. Rangkaian pemikiran yang cermat itu, diperlukan
agar jenis dan prosedur kegiatan yang dipilih dan ditetapkan nantinya mempunyai nilai fungsional
yang tinggi sebagai alat untuk pencapaian tujuan.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Model Kurikulum ?
2. Apa saja Model Model Pembelajaran ?

Tujuan
1. Mengetahui dan memahami maksud dari hubungan kurikulum pembelajaran
2. Mengetahui dan memahami mode-model kurikulum.

1
Nana Shodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, cet.I, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1997), hlm. 150.
1
BAB II

PEMBAHASAN
Kurikulum dan Pengajaran
Al-Syaibany mendifinisikan bahwa kurikulum terbatas pada pengetahuanpengetahuan yang
dikemukakan oleh guru atau institusi pendidikan lainnya dalam bentuk mata pelajaran atau kitab-kitab karya
para ulama terdahulu yang dikaji begitu lama oleh para peserta didik dalam tiap tahap pendidikannya.2
Selain itu, Peter F. Olivia, sebagaimana dikutip Muhaimin mendifinisikan kurikulum sebagai rencana atau
program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati peserta didik dibawah pengerahan guru,
managemen sekolah atau pergururan tinggi.3

Dua definisi tentang kurikulum di atas sudah cukup mewakili definisi kurikulum secara umum,
karena pada umumnya kurikulum didefinisikan dalam dua definisi yang sedikit berbeda, yang satu
menekankan kurikulum terbatas pada materi pelajaran, dan yang lain menekankan pada segala aspek
pengalaman yang menjadi proses belajar bagi peserta didik. Namun keduanya sama-sama mengandung
pengertian bahwa kurikulum adalah rencana belajar.

Sementara itu, Abdullah Idi berpendapat bahwa kurikulum memiliki beberapa pengertian yang
memiliki perbedaan satu sama lain. karena menurutnya, kurikulum bisa diartikan sesuai dengan konteks
dari mana kurikulum itu diimplementasikan.4 Adapun beberapa pengertian tersebut adalah sebagai berikut;

1. Kurikulum sebagai bahan pelajaran (curriculum as subject matter)


Pengertian ini berimplikasi pada kurikulum yang diaktualisasikan sebagai bahan ajar (subject matter).
Pengertian ini merupakan pengertian kurikulum yang paling tradisional dan sederhana. Kurikulum
dalam konteks ini digambarkan sebagai kombinasi dan komposisi bahan ajar yang akan diberikan kepada
peserta didik.

2. Kurikulum sebagai pengalaman (curriculum as experience)


Dalam pengertian ini, kurikulum dideskripsikan sebagai seperangkat pengalaman yang telah dirancang
oleh pendidik untuk proses pembelajaran peserta didik.

2
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), 2.
3
Ibid., 3.
4
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011),
47. 4 Nasution, Pengembangan Kurikulum (Bandung: Alumni, 1988), 10.
2
1.1 Model – Model Kurikulum
Pengembangan kurikulum berkenaan dengan model kurikulum yang dikembangkannya. Minimal
ada empat model kurikulum yang banyak diacu dalam pengembangan kurikulum, yaitu model kurikulum
subjek Akademis, Humanistik, Rekonstruksi Sosial dan Kompetensi. Masing-masing model sejalan dengan
teori yang mendasarinya, bertolak dari asumsinya atau keyakinan dasar yang berbeda sehingga
menimbulkan pandangan yang berbeda pula tentang kedudukan dan peranan pendidik, peserta didik, isi
maupun proses pendidikan. Keempat model kurikulum tersebut memiliki acuan teori atau konsep
pendidikan yang berbeda.5

A. Kurikulum Subjek Akademis

Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua. Kurikulum
ini menekankan isi atau materi pelajaran yang bersumber dari disiplin ilmu. Kurikulum subjek akademis
bersumber dari pendidikan klasik, yang berorientasi pada masa lau, bahwa semua ilmu pengetahuan,
teknologi, dan nilai-nilai budaya telah ditemukan oleh para ahli di masa lalu.

Fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskanya kepada generasi baru. Kurikulum ini
sangat mengutamakan isi pendidikan. Ukuran keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah yang
menguasai seluruh atau sebagian besar dari isi pendidikan yang diajarkan guru.

Para pengembang kurikulum tinggal memilih bahan-bahan materi ilmu yang telah dikembangkan
oleh para ahli disiplin ilmu, kemudian mengorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan
pendidikan dan tahap perkembangan peserta didik . Guru sebagai penyampai bahan ajar harus
menguasai semua pengetahuan yang menjadi isi kurikulum.

Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis6

a. Correlated curriculum
Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu peajaran dikorelasikan denga
pelajaran lainnya.
b. Unfied atau concentrated curriculum
pola organisasi bahan peajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup

5
Arifin. Z, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 137.
6
Abdullah Idi, pengembangan Kurikulum: Teori dan praktek, (Yogyakarta: Ar- Ruzz, 2007), hlm. 50
3
materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
c. Integrated curriculum
Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated
warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu
persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
d. Problem solving curriculum
Pola organisasi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan
dengan menggunakan pengetahuan dan keterampian yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran
atau disiplin ilmu

B. Kurikulum humanistic

Model kurikulum humanistic menekankan pengembangan kepribadian peserta didik secara


utuh dan seimbang, antara perkembangan segi intelektual (kognitif), afektif, dan psikomotor.
Kurikulum humanistic menekankan pengembangan potensi dan kemampuan dengan memperhatikan
minat dan kebutuhan peserta didik.

Pembelajaran segi-segi social, moral, dan afektif mendapat perhatian utama dalam model kurikulum
ini. Pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student centererd).7

Model kurikulum ini bersumber dari pendidikan pribadi. Kurikulum humanistic dikembangkan oleh
pata ahli pendidikan humanistic, didasari oleh konsep-konsep pendidikan pribadi (personalized
education), yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J. Rousseau (Romantic Education).

C. Kurikulum rekonstruksi social

Kurikulum rekontruksi social lebih memusatkan perhatiannya pada pemersalahan yang


dihadapi peserta didik dalam masyarakat kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan intruksional.
Pendidikan merupakan kegiatan bersama, interaksi dan kerja sama. Kerja sama atau interaksi bukan
hanya terjadi pada peserta didik dan guru melainkan juga antara peserta didik dengan peserta didik,
peserta didik dengan orang-orang lingkungannya dan sumber-sumber belajar lainnya. Melalui interasi

7
https://media.neliti.com/media/publications/162545-ID-kurikulum-humanistik-dan-pendidikan-kara.pdf diakses
pada tanggal 25 Pukul 00.20 WIB
4
kerjasama ini, peserta didik berusaha memecahkan permasalahan yang dihadapinya dengan
masyarakat, menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.

Kurikulum rekonstruksi social memiliki kompenen-kompenen yang sama dengan model


kurikulum lain, tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda. Setiap tahun program pendidikan mempunyai
tujuan yang berbeda. Tujuan utama dari rekonstruksi social adalah menghadapkan para peserta didik
dengan tantangan, ancaman, hambatan, atau gangguan yang biasanya dihadapi manusia. Tantangan
merupakan bidang garapan dari studi social yang perlu didekati dari bidang-bidang lain, seperti
ekonomi, sosialogi, spikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam dan matematika. Masalah-masalah
masyarakat bersifat universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum.

Dalam pembelajaran rekonstruksi social, para pengembangan kurikulum berusaha mencari


keselarasan antara tujuan nasional dengan tujuan peserta didik. Guru-guru berusaha membantu para
peserta didik menemukan minat dan kebutuhannya. Para peserta didik sesuai dengan minatnya masing-
masing, berusaha memecahkan masalah social yang dihadapinya.

Kerja sama yang terbentuk baik antara individu dalam kegiatan kelompok, maupun
antarkelompok dalam kegiatan pleno, sangat mewarnai metode rekonstruksi social. Kerja sama ini juga
terjadi antara peserta didik dengan tokoh masyarakat. Bagi rekontruksi social, belajar merupakan
kegiatan bersama, ada ketergantungan antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar
mereka tidak ada kompetesi, yang ada adalah kerja sama, saling pengertian dan consensus. Oleh karena
itu, pendekatan pembelajaran yang cocok adalah pendekatan pembelajaran kooperatif, bukan
kompetitif.

D. Kurikulum kompetensi

Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan kompetensi menjadi suatu keharusan. Setiap
orang dituntut kompeten dibidangnya. Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Selanjutnya, berdasarkan kajian dari literature. Widyastono merumuskan kompetensi adalah


pengetahuan (kognitif) yang setelah dimiliki seseorang, harus diwujudkan dalam bertindak
(spikomotor) dan bersikap (afektif). Seseorang dikatakan kompeten dibidang tertentu, apabila ia

5
memiliki pengetahuan dibidang itu, kemudian pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bertindak dan
bersikap dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, kita tau bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan, tetapi masih ada diantara kita
hobi nya merokok. Nah, orang yang hobi nya merokok itu, dapat dikatakan baru sekadar memiliki
pengetahuan dibidang kesehatan, tetapi belum memiliki kompetensi atau belum kompeten dibidang
kesehatan karena pengetahuannya belum diwujudkan dalam bertindak dan bersikap.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tekonologi , dibidang pendidikan berkembang pula teknologi
pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum,
tetapi diarahkan bukan pada pemelihararaa dan pengawetan ilmu tersebut, melainkan pada penguasaan
kompetensi. Suatu kompetensi yang benar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih spesifik dan
menjadi perilaku yang dapat diamati atau diukur. Penerapan tekonologi dalam bidang pendidikan
khususnya kurikulum ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat keras (teknologi alat) dan
perangkat (teknologi system).

1.2 Model – Model Pengembangan Kurikulum


Mengenai keterhubungan antara kurikulum dan pembelajaran Oliva menggambarkan
melalui beberapa model sebagai berikut:8

1.2.1 Model dualistis (the dualistic model)

Pada model ini kurikulum dan pengajaran terpisah. Keduanya tidak bertemu.
Kurikulum yang seharusnya menjadi input dalam menata sistem pengajaran tidak tampak.
Demikian juga pengajaran yang semestinya memberikan balikan dalam proses
penyempurnaan kurikulum tidak terjadi, karena kurikulum dan pengajaran berjalan sendiri.
Pada model dualistik, implementasi proses belajar mengajar yang dikendalikan oleh guru
tidak dikaitkan dengan perencanaan program kurikulum, walaupun mungkin sebenarnya
berkaitan. Pembuat kurikulum mengabaikan para pengajar demikian juga para pengajar
mengabaikan program kurikulum. Pada model dualistik ini, kurikulum dan proses

8
T.V Savage & Armstrong, D.G, Effective Teaching in Elementary Social Studies (Ohio: Prentice Hall, 1996), 17.
6
pembelajaran mungkin berubah tanpa saling mempengaruhi satu sama lain secara
singnifikan.

Adapun kelebihan dari model ini adalah dengan adanya pemisahan pada model dualistic ini,
kurikulum dan pembelajaran dapat lebih leluasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
dilapangan. Pembelajaran tidak kaku karena bisa digerakan tanpa harus mengacu pada
kurikulum. Kekurangan dari model ini terdapat pemisahan kurikulum dan pembelajaran.
Dengan demikian tentu tidak akan ada kesamaan dan keseiringan laju kurikulum dan
pembelajaran sehingga tentu program pembelajaran dan prakteknya akan berlainan. Model ini
digambarakan sebagai berikut :

Kurikulum Pengajaran

1.2.2 Model berkaitan (the interlocking model)

Dalam model ini kurikulum dan pengajaran dianggap sebagai suatu sistem yang
keduanya memiliki hubungan. Kurikulum dan pengajaran maupun sebaliknya pengajaran
dan kurikulum menjadi dua hal yang berkaitan antara satu degan yang lain, sehingga
keduanya memiliki hubungan. Pada model interlocking, kurikulum dan pembelajaran
memiliki posisi yang sama. Keduanya saling mempengaruhi, pemisahan dari keduanya
dianggap akan membahayakan. Keberhasilan pembelajaran dianggap dipengaruhi oleh
perencanaan kurikulum yang baik, sebaliknya perencanaan kurikulum yang baik harus
mempertimbangkan pembelajarannya.

Kelebihan model ini mengaitkan kurikulum dan pembelajaran, memandang antara


keduanya tidak bisa dipisahkan. Hal ini tentu membuat proses pendidikan menjadi selaras,
dimana program dan praktek pembelajaran menjadi saling terkait dan mempengaruhi.
7
Sedangkan Kekurangan dengan model ini, dikhawatirkan akan adanya proses
pendidikan yang kaku. Artinya, pengembangan kurikulum dan pelaksaa pembelajaran
dipaksakan untuk selaras sehingga pembuat kurikulum tidak dengan leluasa
mengembangkan kurikulumnya, dan pelaksana pembelajaran terlalu berfokus pada
program yang telah ditulis dalam dokumen kurikulum. Model ini digambarkan sebagai
berikut :

Kurikulum Pengajaran

1.2.3 Model konsentris (the concentric model)

Pada model ini kurikulum dan pengajaran memiliki hubungan dengan kemungkinan
kurikulum bagian dari pengajaran atau pengajaran bagian dari kurikulum. Di sini ada
ketergantungan satu dengan yang lain. salah satu dari keduanya merupakan subsistem dari
yang lainnya. Pada model ini banyak ahli berpendapat bahwa kurikulum lebih dominan dan
pembelajaran sebagai subordinatnya. Sementara para ahli yang lain mengatakan bahwa
pembelajaran lebih dominan dan kurikulum sebagai subordinatnya.

Dengan adanya lingkup besar dan kecil (dominan dan subordinat) dari kurikulum
dan pembelajaran ini, memberikan batasan lingkup kajian masing-masing. Terlepas dari
kurikulum atau pembelajaran yang menjadi dominan, namun keduanya akan bergerak
sesuai dengan wilayah cakupannya masing-masing. Namun penulis dalam makalah ini
memandang bahwa kurikulum lebih dominan dibanding pembelajaran. Dengan demikian
kurikulum memberikan kontrol atas pelaksanaan pembelajaran. Model konsentris ini
digambarkan sebagai berikut :

Kurikulum Pengajaran

Pengajaran Kurikulum

8
1.2.4 Model Siklus (the ciclical model)

Model ini menggambarkan hubungan timbal balik antara kurikulum dan


pengajaran. Keduanya dianggap saling mempengaruhi. Segala yang ditentukan dalam
kurikulum akan menjadi dasar dalam proses pelaksanaan pengajaran. Sebaliknya yang
terjadi dalam pengajaran dapat memengaruhi keputusan kurikulum selanjutnya. Dalam
model ini hubungan keduanya sangat erat meski kedudukannya terpisah yang berarti dalam
analisis juga terpisah. Digambarkan sebagai berikut :

Kurikulu Pembelajara
m n

Melihat beberapa bentuk model hubungan antara Pembelajaran kurikulum di atas, maka dapat
dipahami bahwa eksistensi pendidikan sebagai hajat kehidupan, sangat erat kaitannya dengan pola
korelasional antara kurikulum sebagai blue print dan pembelajaran sebagai “aksi pendidikan”
karena proses pembelajaran tanpa adanya kurikulum sebagai program atau acuan, akan
terbengkalai sehingga akan berkonsekuensi pada semakin jauhnya dalam pencapaian tujuan
pendidikan yang menjadi cita-cita jangka panjangnya.

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum danpembelajaran pada
hakekatnya sama. Karena sama-sama memuat isi, tujuan, materi dan strategi pembelajaran, serta
memiliki pendekatan pengembangan dan model masing-masing dalam mengembangkannya.
Dalam proses kegiatan belajatr mengajar membutuhkan desain pembelajaran. Selanjutnya pada
desain pembelajaran terdapat materi dan tujuan kegiatan belajar dan pembelajaran. Sehingga
tidak dapat dibedakan antara kurikulum dan proses pembelajarannya, letak perbedaannya
terdapat pada implementasi kurikulum bagi sekolah dan bagi guru.

Saran

Demikian yang dapat dipaparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karna terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau refrensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek,. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Rajawali Pers, 2010.

Nasution, Pengembangan Kurikulum. Bandung: Alumni, 1988.

Oliva, Peter F. Developing the Curriculum, third edition. New York. Harper Collins Publishers, 1992.

Smith, Mark K. Curriculum Theory and Practice. London: Routladge, 2002.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Savage, T.V & Armstrong, D.G, Effective Teaching in Elementary Social Studies Ohio: Prentice Hall, 1996.

11

Anda mungkin juga menyukai