Anda di halaman 1dari 55

CRITICAL BOOK REPORT

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas KKNI Mata Kuliah Kebijakan Moneter dan
Kebanksentralan)

Dosen Pengampu: Putri Sari Margaret Julianty Silaban, S.E., M.Si.

Disusun oleh :

Kelompok 6

BRADA ASTORA TARIGAN (7192540007)


HAWARIYAH GINTING (7192240002)
PUTRI PERMATASARI MENDROFA (7191240011)
ROMANTI EFRIKA BANJARNAHOR (7193240031)
SOPHIA AZZAHRA (7192240003)

PRODI ILMU EKONOMI/B

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Critical
Book Report” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk
memenuhi tugas dari Ibu “Putri Sari Margaret Julianty Silaban, S.E., M.Si.” pada Mata Kuliah
“Kebijakan Moneter dan Kebanksentralan”. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Putri Sari Margaret Julianty Silaban, S.E.,
M.Si., selaku Dosen Mata Kuliah Kebijakan Moneter dan Kebanksentralan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan CBR ini. Saya menyadari, CBR
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan CBR ini. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih kepada para pembaca, semoga tugas ini bermanfaat bagi yang
membacanya.

Medan, Oktober 2021

(Kelompok 6)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

I.1 LATAR BELAKANG RASIONALISASI PENTINGNYA CBR ........................... 1

I.2 TUJUAN PENULISAN ........................................................................................... 1

I.3 MANFAAT PENULISAN ....................................................................................... 1

BAB II RINGKASAN BUKU .......................................................................................... 2

II.1 IDENTITAS BUKU ................................................................................................ 2

II.2 RINGKASAN BUKU ............................................................................................. 3

BAB III PERBANDINGAN BUKU ................................................................................ 50

III.1 KELEBIHAN BUKU............................................................................................. 50

III.2 KELEMAHAN BUKU .......................................................................................... 50

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 52

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG RASIONALISASI PENTINGNYA CBR

Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami. Terkadang
kita memilih satu buku, namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya dari segi analisis bahasa
pembahasan tentang Kebijakan Moneter dan Kebanksentralan. Oleh karena itu penulis
membuat Critical Book Report (CBR) ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku
refrensi. Terkhususnya pada pokok bahasa tentang Kebijakan Moneter dan Kebanksentralan.

I.2 TUJUAN PENULISAN

Mengkritisi/ membandingkan satu buku mata kuliah Kebijakan Moneter dan


Kebanksentralan dengan satu buku yang berbeda.

I.3 MANFAAT PENULISAN

1. Untuk menambah wawasan tentang Kebijakan Moneter dan Kebanksentralan.

2. Untuk memahami dan menelaah mengenai konsep aspek didalam Kebijakan Moneter
dan Kebanksentralan.

1
BAB II

RINGKASAN BUKU

II.1 IDENTITAS BUKU

• BUKU UTAMA • BUKU PEMBANDING

Judul buku : Ekonomi Moneter Teori & Judul buku : Ekonomi Uang,

Kebijakan Perbankan, dan Pasar Keuangan (The


Economics of Money, Banking, and
Penulis : Dr. M. Natsir, S.E., M.Si.
Financial Markets)
ISSBN : 978-979-3514-60-4
Penulis : Frederic S. Mishkin
Tebal : XI + 250 hlm
ISSBN : 978-979-691-500-1
Penerbit : Polines Semarang
Tebal : 485 halaman
Tahun terbit : 2012
Penerbit : Salemba Empat
Kota terbit : Semarang
Tahun terbit : 2008

Kota terbit : Jakarta Selatan

2
II.2 RINGKASAN BUKU

• BUKU UTAMA

BAB I: TEORI TENTANG UANG

Dalam ilmu ekonomi tradisional, uang didefinisikan".money... any good that people
generally accepted in exchange good and services.". Uang adalah sesuatu (benda) yang
diterima secara umum dalam proses pertukaran barang dan jasa. Alat tukar yang dimaksud
dapat berupa benda apa saja yang dapat diterima oleh setiap orang di dalam transaksi barang
dan jasa. Dari definisi tersebut, ada 2 (dua) unsur penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu
sesuatu benda dan diterima secara umum. Dalam ilmu ekonomi modem, uang didefinisikan
sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi
pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk
pembayaran utang.

Fungsi asli (utama) uang ada 3 (tiga) yaitu, sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung (a
medium of exchange), sebagai satuan hitung (unit of account) dan sebagai penyimpanan nilai
(store of value).

Jika peradaban manusia semakin modern maka bentuk uangnya juga semakin
berkembang (maju) (Manurung dan Rahadja, 2004:4). Secara garis besar sejarah
perkembangan ekonomi dapat dibagi kedalam 3 tahap, yaitu: Masa Pra-barter, Masa barter dan
Masa perekonomian uang.

Uang dapat dikelompokkan dalam berbagai jenis antara lain:

• Berdasar Bahan baku


✓ Uang logam
✓ Uang kertas
• Berdasarkan nilai uang
✓ Uang bernilai penuh (full bodied money)
✓ Uang Tanda (token money)
• Berdasakan lembaga
✓ Uang Kartal
✓ Uang Giral
• Berdasarkan kawasan
✓ Uang Lokal
3
✓ Uang Regional
✓ Uang Internasional

Nilai uang menjadi sangat penting karena perubahan nilai uang yang salah satunya
ditunjukkan oleh Inflasi sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi, baik di sektor moneter
maupun di sektor riil. Misalnya, jika terjadi kenaikan harga-harga umum (Inflasi), maka
respons kebijakan bank sentral (Bank Indonesia) adalah0 dengan cara menaikkan tingkat suku
bunga acuannya (suku bunga SBI), selanjutnya kenaikan tersebut akan berpengaruh terhadap
suku bunga di pasar uang, misalnya suku bunga PUAB, suku bunga deposito dan suku bunga
kredit dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap output (GDP) dan Inflasi.

Teori nilai uang dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:

• Teori Uang statis


✓ Teori Metalisme
✓ Teori Konvensi
✓ Teori Nominalisme
✓ Teori Negara
• Teori Uang Dinamis
✓ Teori Kuantitas (David Richardo)
✓ Teori Kuantitas uang (Irving Fisher)

BAB II: JUMLAH UANG YANG BEREDAR

Jumlah uang beredar (money supply) didefinisikan sebagai “the total quantity of money
in the economy”. Jumlah atau keseluruhan uang dalam suatu perekonomian (Hubbard, 2005:7).
Definisi tersebut sangat bersifat umum dan dinamis serta berbeda antara satu negara dengan
negara lainnya, misalnya jumlah uang beredar dalam konteks perekonomian Inggris berbeda
dengan perhitungan jumlah uang beredar di Indonesia.

Jumlah uang beredar mencakupi semua mata uang kertas dan uang logam yang beredar
di masyarakat di luar peti simpanan (kas) tembaga lembaga keuangan dan pemerintah dan
rekening giro pada lembaga deposit (bank umum) yang dimiliki perorangan dan perusahaan
(Puspapranoto, 2004:2). Secara teoritis dan empiris banyak faktor yang mempengaruhi
fluktuasi jumlah uang beredar, salah satu diantaranya adalah peran yang dimainkan oleh bank
sentral yang di Indonesia disebut Bank Indonesia. Bank sentral di Amerika Serikat (AS)

4
dikenal dengan nama Federal Reserve System yang disingkat The Fed, lembaga ini yang
bertanggungjawab atas perilaku jumlah uang beredar dalam jangka panjang.

Jika Jumlah uang beredar di suatu negara meningkat lebih cepat dibandingkan dengan
kemampuannya dalam menambah produksi (pasokan barang dan jasa) dan berlangsung dalam
jangka waktu yang relatif lama, maka akan terjadi peningkatan harga-harga umum atau yang
lazim disebut sebagai Inflasi. Inflasi definisikan sebagai kenaikan tingkat harga-harga umum
yang terus menerus di suatu negara. Penyebab Inflasi yang paling mendasar adalah adanya
kenaikan yang berlebihan dari belanja barang dan jasa. Ekspansi yang cepat dari jumlah uang
beredar pada umumnya mengakibatkan kenaikan yang cepat dalam pengeluaran untuk belanja
barang dan jasa. Hubungan antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan Inflasi dapat
dijelaskan dengan menggunakan Teori Kuantitas Uang yang dikembangkan oleh Irving Fisher,
teori tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan (korelasi) langsung antara pertumbuhan
jumlah uang beredar dengan kenaikan tingkat harga-harga umum (Inflasi). Puspopranoto
(2004:3) menyatakan bahwa korelasi tersebut bersifat positif dan kuat namun tidak sempurna,
karena faktor-faktor lain di luar pertumbuhan jumlah uang beredar juga mempengaruhi
perilaku tingkat harga.

Faktor-faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap perilaku jumlah uang beredar
adalah Uang Primer (base money) dan pengganda uang (money multiplier).

Ada dua pendekatan (approach) yang umum digunakan untuk menghitung jumlah uang
beredar (JUB), yakni:

• Pendekatan transaksi
• Pendekatan Likuiditas

BAB III: TEORI PERMINTAAN UANG

Inti Teori Permintaan Uang adalah pertanyaan tentang alasan- alasan atau faktor-faktor
yang memotivasi seseorang memegang kekayaan dalam bentuk uang tunai (saldo kas). Dalam
teori ekonomi dijelaskan bahwa manusia sebagai pelaku ekonomi harus memilih alokasi
sumber yang optimal agar memberi kepuasan yang maksimal. Oleh karena itu pelaku ekonomi
yang rasional berhadapan dengan pilihan antara memegang uang tunai (saldo kas) dan
kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan bunga. Sementara kalau memegang atau

5
membeli aset yang menghasilkan bunga (interest bearing account). misalnya saham, tabungan
dan obligasi akan memperoleh pendapatan bunga (interest rates income).

1. Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory of Money)

Secara umum, setiap ekonom penganut Teori Kuantitas Uang akan menjelaskan
mengenai eksistensi hubungan antara jumlah uang dan nilai output perekonomian dalam
periode tertentu. Salah satu pandangan teori kuantitas adalah bahwa tingkat harga merupakan
fungsi dari jumlah uang. Artinya, perubahan harga berhubungan secara proporsional dengan
jumlah uang. Jika penawaran uang dilipatgandakan, maka tingkat harga umum juga akan
berlipat ganda. Hal ini berarti bahwa permintaan uang merupakan fungsi stabil dari tingkat
pendapatan ril. Ekonom Kuantitas Uang juga menyatakan bahwa perubahan jumlah uang
beredar ikan menyebabkan perubahan dalen inghat harga.

2. Teori Permintaan Uang: John Maynard Keynes

Sejatinya, Keynes mengembangkan teori permintaan uang kaum Klasik dengan


menambahkan bahwa uang bukan hanya sekedar alat alat (medium of exchange) saja tetapi juga
sebagai penyimpan kekayaan (store of value/whealth). Teori permintaan akan uang yang
dikembangkan oleh Keynes dinamakan The Theory of Liquidity Preference. Dalam teorinya,
Keynes dalam Bofinger (2001:24) memperkenaikan tiga motif yang melandasi permintaan
akan uang, yakni: (1). motif transaksi, (2) berjaga-jaga dan (3) spekulatif. Artinya, Keynes
membedakan antara motif memegang uang kas untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga serta
spekulasi. Keynes juga mengakui adanya motif transaksi, hanya saja motif spekulasi dianggap
lebih besar penting pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi.

3. Teori Permintaan Uang: Monetarist (Milton Friedman)

Menurut Friedman, teori permintaan uang merupakan bagian integral dari teori modal
atau teori tentang kemakmuran yang dipengaruhi oleh komposisi neraca pembayaran atau
komposisi portofolio aset. Menurut Friedman, teori permintean uang dapat ditinjau dari dua
sudut pandang, yaitu (1). Sudut pandang perseorangan/individu dan (2). Sudut pandang pemilik
perusahaan (Indrawati, 1988:76).

4. Perbedaan Pandangan: Friedman vs Keynes

Perbedaan pandangan antara Friedman vs Keynes adalah menyangkut 3 hal. Ketiga hal
itu merupakan pandangan dari kaum klasik yang menjadi dasar Teori kuantitas uang, baik yang

6
tradisional maupun modern. Ketiga hal yang dimaksud adalah: (1)Asumsi Full Employment
dalam jangka Panjang, (2)kelakuan harga dalam Jangka pendek dan (3)Kecenderungan
Likuiditas absolut.

BAB IV: BANK SENTRAL

Di Indonesia, fungsi Bank Sentral diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI). Sebagai
Bank Sentral, BI diberikan mandat untuk mewujudkan dan memelihara stabilitas moneter
(harga) yang salah satunya dilihat dari Inflasi yang rendah dan stabil (UU No.23/1999 yang
kemudian diamandemen menjadi UU No.3/2004 tentang BI). Artinya, BI berusaha agar
mewujudkan tujuan akhir kebijakan moneter yaitu tingkat Inflasi terkendali dan selalu berada
pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi yang optimal bagi perekonomian. Untuk
mencapai tujuan tersebut, BI memiliki berbagai instrumen yang dapat digunakan untuk
merumuskan dan menjalankan kebijakan moneter.

Sejarah Bank Sentral. Sejarah Bank Sentral erat kaitannya dengan atau evolusi uang,
khususnya uang sebagai alat tukar dalam perdagangan dan mulai ditemukannya metode
perbankan (bank = simpanan dengan kepercayaan/jaminan) Sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Hubbard (2005:12) bahwa pada tahap awal pembangunan atau masa pra-barter manusia
belum mengenal transaksi atau pertukaran barang dan jasa antara satu dengan yang lainnya.
Pada masa ini manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri (seif- sufficient). Masyarakat
memperoleh makanan dari kegiatan berburu atau mengambil langsung dari alam, memproduksi
bahan-bahan kebutuhannya sendiri. Karena kebutuhannya relatif sederhana, maka mereka
belum membutuhkan bantuan orang lain. Misalnya, mereka berkebun, bersawah, mencari ikan
di laut dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Fungsi bank sentral pada masa penjajahan dilakukan oleh De Javasche Bank yang
bertindak sebagai bank sirkulasi dan menjalankan beberapa fungsi bank sentral lainnya. De
Javasche Bank didirikan pada tanggal 24 Januari 1828. Di samping menjalankan fungsinya
sebagai bank sentral, bank tersebut juga melakukan kegiatan bank umum. Pada masa
perjuangan kemerdekaan, Bank Negara Indonesia (BNI) didirikan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 2 tanggal 5 Juli 1946 sebagai bank sentral pemerintah RI dengan tugas utama
sebagai berikut:

• Memberikan pinjaman kepada pemerintah

7
• Menarik uang tentara pendudukan Jepang untuk diganti dengan ORI (Oeang, Repceblik
Indonesia)
• Menyediakan fasilitas kredit untuk perusahaan-perusahaan industri dan perdagangan
yang beroperasi di daerah kekuasaan pemerintah RI
• Membantu pembiayaan misi-misi pemerintah ke luar negeri.

BAB V: KEBIJAKAN MONETER

Secara umum, kebijakan moneter adalah proses yang dilakukan oleh otoritas moneter
suatu negara dalam mengontrol/mengendalikan jumlah uang beredar, dengan pentargetan
tingkat suku bunga dengan tujuan mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, sudah
termasuk didalamnya stabilitas harga dan tingkat pengangguran yang rendah.

Implementasi kebijakan moneter sangat diperlukan untuk merespons siklus dunia


usaha, tetapi otoritas moneter harus menerapkan prinsif kehati-hatian. Artinya para pembuat
kebijakan harus mampu mengidentifikasi posisi perekonomian dalam siklus dunia usaha dan
menentukan kapan waktu yang tepat untuk menerapkan kebijakan moneter. Sehingga
pelaksanaan kebijakan moneter Dengan kata lain, pemetaan tentang efektivitas mekanisme
transmisi kebijakan moneter menjadi sesuatu hal yang penting, khususnya bagi BI yang telah
diberikan kewenangan penuh untuk merumuskan dan menjalankan kebijakan moneter.

Perdebatan Tentang: Rules Vs Discretion

Taylor (1996) menjelaskan bahwa perilaku pendekatan rules-base policy adalah


sistematis. Artinya pendekatan ruies-base policy berdasarkan metodologi dan perencanan,
bukan berdasarkan langkah yang bersifat kasual dan acak. Salah satu contoh rules adalah
proposal yang diajukan oleh Friedman dalam Bernanke et al.(1999: 5) yang menganjurkan agar
kebijakan moneter didasarkan peda pertumbuhan jumlah uang beredar yang konstan (the
constant-money-growth rule).

Sedangkan, pada pendekatan discretion (discretion base-pollcy) mengacu pada


evaluasi dari waktu ke waktu yang memperhitungkan kondisi yang sedang berlangsung dan
menganggap perkembangan serta kebijakan masa lalu sebagai sesuatu yang tidak relevan.
Mankiw (2003:381) menyatakan bahwa dalam pendekatan discretion, para pembuat kebijakan
moneter bebas membuat penilaian terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dan memilih
kebijakan apapun yang tepat pada saat itu. Artinya, dengan pendekatan discretion otoritas

8
moneter memiliki kebebasan dalam menjalankan kebijakan moneter sesuai dengan kondisi
aktual yang dihadapi oleh suatu perekonomian.

Para ekonom yang mendukung pendekatan discretion mengacu pada pandangan bahwa
terdapat ketidakpastian (uncertainty) dalam manajemen moneter, khususnya ketidakpastian
dalam transmisi kebijakan moneter yang meliputi: parameter uncertainty, lag uncertainty, and
uncertainty about the nature of the shock. Apabila respon kebijakan moneter diserahkan pada
suatu rutes, maka akan bersifat mekanis dan tidak produktif bagi perekonomian.

Perdebatan: Monetarist vs Keynesians

Perdebatan antara kedua kelompok pemikir (school of thought) tersebut pada dasamya
menyangkut perdebatan tentang keberadaan varlabel-variabel yang mendorong pemintaan dan
penawaran agregat dalam perekonomian (Warjiyo, 2004a: 27). Kelompok Monetarist
berpendapat bahwa permintaan agregat semata-mata dipengaruhi oleh perkembangan jumlah
uang beredar dan pengaruhnya adalah stabil. Selanjutnya, Moneterist berpandangan
perekonomian dapat berjalan secara otomatis. Jika terjadi perbedaan antara permintaan dan
penawaran maka harga-harga dapat segera menyesuaikan. Perkembangan harga hanya
dipengaruhi oleh perubahan jumlah uang beredar yang diakibatkan oleh kebijakan moneter.
Artinya, kebijakan moneter hanya berpengaruh terhadap nilai nominal permintaan agregat
melalui perubahan harga-harga tersebut dengan pengaruh yang relatif stabil.

Sebaliknya kelompok Keynesians berpendapat bahwa permasalahan dalam suatu


perekonomian adalah sangat kompleks, sehingga bukan hanya uang yang berperan penting
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga variabel-variabel lain. Keynesians
berpandangan bahwa dalam dunla nyata terjadi kekakuan dalam bekerjanya mekanisme pasar
di dalam perekonomian. Misalnya, karena adanya kontrak kerja antara majikan dan karyawan.
Dalam kondisi seperti ini, jika terjadi perubahan (shock) dalam perekonomian, misalnya karena
adanya kebijakan moneter secara aktif melakukan kontraksi atau ekspansi moneter, maka
dalam jangka pendek akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang pada akhimya
dalam jangka menengah-panjang juga akan mempengaruhi perkembangan harga (Inflasi).

Secara umum, kerangka kerja kebijakan moneter terdiri dari 4 (empat) komponen
utama, yaitu: (1). Instrumen-instrumen kebijakan moneter, (2). Sasaran operasional, (3).
Sasaran antara dan (4). Sasaran akhir kebijakan moneter.

9
BAB VI: STRATEGI KEBIJAKAN MONETER

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa mayoritas bank sentral, baik di Negara-negara


industry maupun di Negara-negara berkembang termasuk di Indonesia telah nereorientasi
sasaran akhir kebijakan moneternya dari kebijakan moneter yang bersasaran tunggal (single
objective) yang lebih focus pada sasaran tunggal yaitu menjaga dan memelihara stabilan nilai
rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat Inflasi yang rendah dan stabil sesuai amanat
pasal 7 ayat (1) UU No.23 Tahun 1999 tentang BI yang kemudian diamandemen menjadi UU
No. 3 Tahun 2004 Tentang BI. Reorientasi tersebut mengharuskan BI mengubah strategi
implementasi kebijakan moneternya.

Secara teoritis dan empiris, bank sentral memiliki beberapa pilihan kerangka/strategi
kebijakan moneter yang dapat digunakan untuk mewujudkan sasaran/tujuan akhir kebijakan
moneternya. Masing-masing strategi memiliki karakteristik sesuai dengan indikator yang
digunakan, indikator tersebut berfungsi sebagai jangkar nominal atau semacam sasaran antara
untuk mewujudkan sasaran akhir yang telah ditetapkan sebelumnya. Strategi kebijakan
moneter yang dimaksud adalah sebagai berikut:

6.1 Penargetan Nilai Tukar

Melalui penargetan nilai tukar, bank sentral focus pada upaya penargetan nilai tukar
sebagai sasaran antara untuk mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, penargetan ini
umumnya dipraktikkan di Negara-negara yang perekonomiannya relative kecil, tetapi
sangat terbuka seperti Singapura dan Belanda.

Dalam pelaksanaannya terdapat tiga alternative yang umum digunakan yaitu, (1).
Menetapkan nilai mata uang domestic terhadap harga komoditas tertentu yang diakui secara
internasional, seperti emas. (2). Menetapkan nilai mata uang domestic terhadap mata uang
Negara-negara industry yang tingkat Inflasinya rendah. (3). Menyesuaikan mata uang
domestic terhadap mata uang Negara asing tertentu (warjiyo,2004a:15).

Penargetan nilai tukar memiliki beberapa kelebihan: pertama, penargetan nilai tukar
dapat meredam Inflasi yang bersumber dari perubahan harga barang-barang import. Kedua,
dapat mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap Inflasi. Ketiga, penargetan nilai tukar
mata uang merupakan kerangka kebijakan moneter dengan pendekatan rules, sehingga
dapat mendisiplinkan pelaksanaan kebijakan moneter. Keempat, kerangka ini sangat
sederhana dan jelas sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

10
Disamping kebijakan-kebijakan tersebut, penerapan penargetan nilai tukar mempunyai
beberapa kelemahan, antara lain: (1). Jika perekonomian suatu Negara sangat terbuka dan
mobilitas modal luar negeri sangat tinggi, maka kebijakan moneter tidak bisa dilakukan
secara independen. (2). Perubahan structural yang terjadi dinegara tertentu akan
ditransmisikan atau berdampak secara langsung pada stabilitas perekonomian dalam
negeri. (3). Pentargetan nilai tukar sangat rentan terhadap tindakan spekulasi pemegang
uang domestic, misalnya uang rupiah.

Untuk alasan-alasan tersebut di atas, menyebabkan penargetan nilai tukar kurang


diminati dan tidak menjadi pilihan utama bagi bank sentral dalam kerangka kebijakan
moneter, bahkan sebagian besar bank sentral termasuk BI meninggalkan dan menggantinya
dengan penargetan besaran moneter.

6.2 Penargetan Besaran Moneter

Penargetan ini berpandangan bahwa terdapat hubungan yang stabil antara besaran
moneter (Mo,M1 dan M2) dengan sasaran akhir kebijakan moneter (Inflasi dan
pendapatan). Penerapan pentargetan ini dilakukan dengan cara menetapkan pertumbuhan
jumlah uang beredar sebagai sasaran antara (M1 dan M2). Kelebihan utama dari penargetan
ini dibanding dengan pentargetan lainnya adalah dimungkinkannya implementasi
kebijakan moneter yang independen sehingga bank sentral focus pada usaha pencapaian
tujuan akhir kebijakan moneter yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya laju Inflasi
yang rendah dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relative tinggi.

6.3 Penargetan Inflasi


1. Definisi dan Konsep

Secara teoritis, inflation targeting (penargetan Inflasi) merupakan kerangka kerja yang
sederhana. Melalui kerangka ini bank sentral melakukan proyeksi mengenai arah
perkembangan laju Inflasi dimasa depan. Hasil proyeksi tersebut dibandingkan dengan
sasaran Inflasi yang diinginkan, perbedaan (gap) antara proyeksi dan sasaran Inflasi yang
telah ditetapkan tersebut akan menentukan seberapa besar besar perubahan atau
penyesuaian yang diperlukan dari instrument kebijakan moneter yang digunakan
(alamsyah dan masyhuri, 2003).

Kerangka kerja tersebut menggunakan pendekatan harga (suku bunga) yang sasaran
akhirnya adalah Inflasi dan expected inflation berfungsi sebagai jangkar nominal atau

11
sasaran antara bagi kebijakan moneter. Agar hal itu dapat efektif, maka pada setiap awal
periode program moneter, bank sentral harus menetapkan dan memberikan komitmen
secara eksplisit kepada masyarakat mengenai target Inflasi yang akan dicapai dalam
suatu periode tertentu, periode pencapaian sasaran tersebut umumnya lebih dari satu
tahun. Kredibilitas suatu bank sentral tergantung pada keberhasilannya mewujudkan atau
mencapai target Inflasi.

Agar sasaran Inflasi dapat diwujudkan, maka kebijakan moneter dilakukan secara
‘forward looking’ artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melalui
evaluasi apakah perkembangan Inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran Inflasi yang
telah ditetapkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh
transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada public. Secara operasional, stance
kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI rate) yang
diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan
suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
mempengaruhi output dan Inflasi.

2. Persyaratan Model ITF

Secara teoritis dan empiris kemampuan strategi/model inflation targeting sangat


menjanjikan dalam mengendalikan laju Inflasi. Pengalaman empiris di beberapa Negara
yang menggunakan model tersebut memperlihatkan kecenderungan Inflasi mereka
relative rendah (alamsyah dan masyhuri, 2003). Meskipun demikian, tentu saja kita perlu
meneliti secara mendalam mengenai faktor-faktor apa saja yang diperlukan sebelum
model tersebut di implementasikan.

Agar bisa efektif, penerapan model ITF membutuhkan beberapa persyaratan


institusional sebagai berikut:

1) Mandat dalam undang-undang bagi bank sentral untuk tujuan akhir kebijakan
moneter (stabilitas Negara). Dalam hal UU menyatakan bahwa stabilitas
moneter (Inflasi dan nilai tukar), dimana tujuan akhir Inflasi diutamakan
2) Pengumuman target Inflasi yang akan dicapai bank sentral. Target dapat
ditetapkan oleh pemerintah (goal independence) dengan terlebih dahulu
koordinasi dengan bank sentral atau oleh bank sentral sendiri (goal
independence).

12
3) Independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneternya
(instrument independence).
4) Tidak ada dominasi fiscal (fiscal dominance), yaitu adanya larangan atau
batasan yang ketat atas pembiayaan deficit anggaran oleh bank sentral dan
pemerintah.
3. Penetapan Target Inflasi

Secara garis besar kerangka kerja/model inflation targering meliputi 3 (tiga) langkah
kegiatan, yakni: (1). Menetapkan target Inflasi, (2). Melakukan prediksi Inflasi dan (3).
Menetapkan kebijakan operasional sebagai fine tuning apabila perkembangan Inflasi
menurut hasil prediksi akan melesat dari target Inflasi yang telah ditetapkan. Alamsyah
dan masyhuri (2003) menyatakan bahwa dalam menetapkan target Inflasi ada 3 (tiga)
masalah yang perlu dipertimbangkan, yaitu: target Inflasi yang akan dicapai, jangka
waktu pencapaian dan fleksibilitas dalam pencapaiannya.

6.4 Strategi Kebijakan Moneter Tanpa Jangkar Yang Tegas

Kerangka ini tidak melakukan penargetan secara tegas mengenai sasaran akhir dan
sasaran antara tertentu, tetapi bank sentral tetap memberikan perhatian dan komitmen untuk
mencapai tujuan akhir kebijakan moneter, yaitu Inflasi yang rendah dan stabil. Dalam
implementasinya, kerangka tersebut biasanya menggunakan suku bunga sebagai sasaran
operasionalnya (warjiyo, 2005:43).

BAB VII: MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER

7.1 Definisi

Miller and vanhoose (2007:380) menjelaskan mekanisme transmisi kebijakan moneter


(MTKM) dapat dijelaskan dalam 2 (dua) tahap keterkaitan: pertama berawal dari ketika
bank sentral melakukan perubahan kebijakan moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka (OPT) yakni bank sentral membeli surat-surat berharga. Akibatnya, jumlah uang
beredar akan meningkat dan selanjutnya akan menurunkan tingkat suku bunga pasar uang.
Kedua, penurunan tingkat suku bunga pasar uang (khususnya tingkat suku kredit) akan
meningkatkan kegiatan kegiatan investasi rill dan pada gilirannya kebijakan moneter yang
ekspansioner akan mendorong kenaikan GDP rill.

13
Dari uraian diatas, dapat dikatakan MTKM menggambarkan bagaimana kebijakan
moneter yang dilakukan oleh bank sentral suatu Negara dapat mempengaruhi berbagai
aktivitas ekonomi dan keuangan hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh suatu bank sentral. Secara spesifik taylor (1995) menyatakan bahwa
mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which monetary
policy decision are transmitted into changes in real GDP and inflation” artinya, mekanisme
transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh kebijakan moneter
untuk dapat mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu pendapatan nasional dan
Inflasi.

7.2 Jalur-jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah


menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat
Inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu BI menetapkan suku bunga
kebijakan BI rate sebagai instrument kebijakan utama untuk mempengaruhi
aktivitas/kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian Inflasi yang rendah dan
stabil. Namun, jalur atau transmisi dari sejak keputusan perubahan BI rate sampai dengan
pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter (Inflasi) tersebut sangat kompleks dan
memerlukan waktu tunda (time lag), untuk alasan itu, maka para ekonom menyebutnya
sebagai “kotak hitam”.

Mekanisme bekerjanya, perubahan BI rate sampai mempengaruhi Inflasi tersebut


sering disebut sebagai MTKM. Mekanisme ini menggambarkan tindakan BI melalui
perubahan-perubahan (shock) instrument moneter dan target operasionalnya
mempengaruhi berbagai variabel ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke
tujuan akhir Inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara bank sentral,
perbankan dan sector keuangan, serta sector rill. Perubahan BI Rate mempengaruhi Inflasi
melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur
harga asset dan jalur ekspektasi.

Sebagaimana penjelasan pada bab 4 bahwa bekerjanya MTKM memerlukan waktu


tunda (time lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai
tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar
bekerja sangat cepat. Kondisi sector keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada
kecepatan transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat resiko perekonomian

14
cukup tinggi, maka respons perbankan terhadap penurunan suku bunga BI Rate biasanya
sangat lambat. Disamping itu, jika perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk
memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan
kredit belum tentu direspons dengan menaikkan penyaluran kredit.

Disisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspons
oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian
sedang lesu. Kesimpulannyaa, kondisi sector keuangan, perbankan dan kondisi sector rill
sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses mekanisme transmisi
kebijakan moneter (WWW.BI.Go.id).

7.3 Indikator Efektivitas MTKM

Indikator atau ukuran efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter pada suatu
rentang waktu (time horizon) tertentu diukur dengan 2 (dua)) indikator, yaitu: (1). Seberapa
cepat atau berapa tenggat waktu (time lag) dan (2). Berapa kekuatan variabel-variabel pada
masing-masing jalur tersebut merespons shock instrument moneter sehingga terwujudnya
sasaran/tujuan akhir kebijakan moneter. Kedua indikator tersebut diperoleh dari hasil uji
IRF dan uji VD/FEV.

1) Uji impulse response function (IRF)

Berdasarkan hasil uji IRF dapat dijelaskan bahwa perubahan (shock) yang terjadi pada
variabel ke-i tidak hanya secara langsung berdampak pada nilai variabel-I tersebut namun
juga ditularkan kepada semua variabel endogen yang ada dalam struktur dinamis VAR. IRF
memberikan informasi tentang arah hubungan dan kecepatan serta besarnya kekuatan
pengaruh natar variabel itu sendiri. Artinya, shock terhadap suatu variabel endogen dengan
datangnya informasi baru akan mempengaruhi variabel itu sendiri dan variabel-variabel
lainnya dalam system.

Indikator kecepatan diukur dari beberapa time lag yang dibutukan oleh variabel-
variabel dalam suatu jalur untuk dapat merespon perubahan (shock) instrument kebijakan
sehingga tercapainya sasaran akhir (Inflasi). Sementara itu, indikato kekuatan diukur dari
order of magnitude setiap variabel. Jika order of magnitude suatu variabel semakin lebar
atau jauh dari titik keseimbangan, maka menunjukkan semakin kuat variabel tersebut
merespons perubahan instrument moneter atau variabel lainnya. Disamping itu, indikator
kekuatan akan diperkuat oleh hasil uji variance decomposition.

15
2) Variance docomposition (VD)

Jika IRF melacak pengaruh dari adanya shock pada salah satu variabel endogen
terhadap variabel lain yang ada dalam VAR, maka VD menguraikan atau memisahkan
keragaman pada variabel endogen menjadi komponen-komponen shock yang ada dalam
system VAR. jadi, VD memberikan informasi mengenai tingkat kepentingan/konstribusi
setiap inovasi acak (et) dalam mempengaruhi besarnya nilai-nilai variabel dalam model
VAR.

VD/FEV digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu
seberapa besar perbedaan antara varian sebelum dan sesudah shock, baik yang berasal dari
variabel itu sendiri maupun dari variabel lain atau untuk melihat pengaruh relative variabel-
variabel penelitian terhadap variabel lainnya. Misalnya shock rSBI secara langsung akan
mempengaruhi variabel rSBI sendiri setelah unsur gangguan tersebut ditransmisikan
kepada semua variabel (misalnya rPUAB) melalui struktur dinamis model VAR
(enders,1995:267).

Prosedurnya dengan cara mengukur presentase kejutan-kejutan terhadap masing-


masing avriabel. Misalnya, jika terjadi shock rSBI maka VD dari shock tersebut dapat
dijelaskan: berapa persen variasi tersebut dapat dijelaskan oleh rSBI sendiri dan berapa
persen variasi tersebut dapat dijelaskan oleh rPUAB. Uji VD/FEV juga menunjukkan
kekuatan hubungan granger causality yang mungkin ada di antara variabel-variabel yang
dianalisis. Jika suatu variabel menjelaskan porsi yang besar dari FEV dibanding porsi
variabel lain atau sebaliknya, maka hal itu menunjukkan atau mengindikasikan adanya
hubungan granger causality yang kuat atau signifikan (sim,1992).

7.4 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter: Kajian Empirik

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa studi transmisi kebijakan moneter pada


dasarnya memberikan penjelasan mengenai bagaimana perubahan dalam instrument
kebijakan moneter dapat mempengaruhi variabel makroekonomi lainnya hingga
terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter (Inflasi). Seberapa besar pengaruhnya
terhadap harga dan kegiatan di sector rill, semuanya sangat tergantung dari perilaku atau
respons perbankan dan dunia usaha lainnya terhadap perubahan instrument kebijakan
moneter itu sendiri (perubahan suku bunga SBI).

16
Instrument kebijakan moneter terdiri dari: operasi pasar terbuka, tingkat bunga diskonto
dan penetapan giro wajib minimum serta instrument yang bersifat persuasif. Jalur-jalur
yang dilalui oleh kebijakan moneter terdiri dari: jalur uang, jalur suku bunga, jalur nilai
tukar, jalur kredit, jalur harga asset dan jalur ekspektasi Inflasi. Dalam kajian empiris ini
jalur yang dianalisis adalah jalur suku bunga, jalur nilai tukar dan jalur ekspektasi Inflasi.

Model analisis yang digunakan dalam kajian empiric ini mensyaratkan adanya uji
stasloneritas, uji kausalitas, uji kointegrasi dan penentuan lag optimal. Hasil uji yang
disyaratkan oleh model tersebut dapat disimak pada uraian berikut. Kajian empiric ini
merupakan bagian dari disertasi penulis yang berjudul studi efektivitas mekanisme
transmisi kebijakan moneter di Indonesia melalui jalur suku bunga dan jalur nilai tukar
serta jalur ekspektasi Inflasi periode 1990:2-2007:1.

BAB VIII: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai perjalanan singkat sejarah implementasi
kebijakan moneter di Indonesia. Perjalanan singkat sejarah tersebut, kita dapat dikelompokkan
dalam dua periode yang berbeda, yaitu: pertama, periode 1983-1997 merupakan era
liberalisasi, dimana system perbankan dan keuangan diserahkan sepenuhnya pada mekanisme
pasar dan peran pemerintah semakin minimal. Kedua, periode pasca 1997, dalam periode ini
terjadi perubahan fundamental dalam perekonomian Indonesia, antara lain: peralihan rezim
nilai tukar dari system managed floating yang telah dipraktikkan oleh pemerintah dan BI sejak
tahun 1978 hingga bulan Juli 1997 ke free floating sejak tanggal 14 agustus 1997. Pada periode
tersebut juga telah terjadi perubahan mendasar mengenai filosofi pelaksanaan kebijakan
moneter yang termuat dalam perubahan UU No.13 tahun 1968 tentang BI menjadi UU No. 23
tahun 1999 kemudian diamandemenkan menjadi UU No. 3 tahun 2004 tentang BI.

8.1 Periode 1983-1997

Perkembangan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari pengaruh lingkungan


perekonomian regional dan lingkungan ekonomi global. Hingga dekade tahun 1970-an ,
hampir semua Negara di asia melakukan pembatasan pagu kredit, suku bunga kredit dan
capital inflow. Pembatasan-pembatasan tersebut ditunjukkan untuk melindungi industry
domestic dari pengaruh eksternal. Kondisi tersebut mulai berbalik pada dekade tahun 1980-
an dimana semangat liberalisasi dan keterbukaan mulai melanda dunia. Serangkaian paket

17
deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah dan BI pada awal 1980-an menunjukkan bahwa
liberalisasi terhadap sector perbankan dan keuangan mulai berkembang di Indonesia.

Restrukturiasasi perbankan telah dimulai sejak tahun 1983 yang dikenal sebagai paket
Juni (PAKJUN) 1983 dengan tujuan utama mengurangi intervensi pemerintah dalam
menstimulasi perekonomian dan meningkatkan kapabilitas bank untuk memobilisasi dana
tabungan dan deposito (satria,2008:38). Kebijakan ini mendorong pesatnya perkembangan
sector perbankan dan keuangan. Perbankan di sector perbankan ditandai dengan makin
banyaknya jumlah bank yang beroperasi, besarnya dana masyarakat yang dapat
dimobilisasi, baik dalam bentuk giro, tabungan dan deposito, maupun kredit dan jenis
pembiayaan lainnya.

Perkembangan dipasar keuangan ditandai dengan meningkatnya volume transaksi dan


perkembangannya jenis produk keuangan (saham, obligasi dan produk derivative lainnya)
yang diperdagangkan. Akibatnya, semakin banyak dana yang berputar di sector keuangan
yang selanjutnya menyebabkan hubungan antara uang dan Inflasi menjadi tidak stabil yang
pada akhirnya mempersulit implementasi kebijakan moneter.

Seiring dengan diberlakukannya PAKJUN 1983, pemerintah dan BI kembali


menggunakan instrumen-instrumen kebijakan moneter secara tidak langsung dan
berorientasi pasar. Misalnya untuk mengendalikan likuiditas perekonomian
(mengendalikan jumlah uang beredar sebagai sasaran antara dan uang primer sebagai
sasaran operasional) dilakukan melalui instrument operasi pasar terbuka (OTP).

Operasi di pasar keuangan dilakukan dengan cara lelang SBI yang mulai diterbitkan
pada bulan Februari 1984. Tujuannya ialah mempengaruhi jumlah lukuiditas perbankan
dalam rupiah. Dengan menjual SBI bank Indonesia berhasil menyedot likuiditas rupiah
perbankan dan memaksa perbankan menukarkan aktiva luar negerinya ke dalam rupiah,
konversi ini identik dengan aliran modal masuk (capital inflow). Di samping itu,
pemerintah dan BI melakukan intervensi dipasar uang rupiah dengan cara memberi
pinjaman jangka pendek antara overnight hingga tujuh hari. Intervensi ini bertujuan untuk
mencapai sasaran operasional (uang primer) agar sasaran antara (jumlah uang beredar)
tetap terkendali sesuai dengan rencana awal.

Dalam periode 1983-1997 mulai diperkenaikan instrument-instrumen kebijakan


moneter yang bersifat tidak langsung antara lain:

18
1) Sertifikat bank Indonesia (SBI) sebagai instrument operasi pasar terbuka (OPT) yang
digunakan sebagai instrument konstraksi jika situasi moneter dinilai terlalu ekspansif.
2) Fasilitas diskonto yang dapat digunakan oleh bank-bank sebagai alternative dalam
pengendalian likuiditasnya disediakan sejak februari 1984.
3) Februari 1985 surat berharga pasar uang (SBPU), instrument SBPU merupakan
instrument OPT yang digunakan sebagai instrument ekspansi jika situasi moneter
dinilai terlalu kontraktif.
4) Cadangan primer masih dipergunakan sebagai instrument tidak langsung.
8.2 Periode Pasca 1997

Sebagaimana sebelumnya telah dijelaskan bahwa telah terjadi perubahan fundamental


dalam perekonomian Indonesia yaitu perubahan rezim nilai tukar dari managed floating ke
free floating. Dengan perubahan rezim tersebut, maka besaran nilai tukar rupiah dilepaskan
ke mekanisme pasar. Pelepasan ini dilatar belakangi oleh karena tidak efektifnya kebijakan
intervensi BI dipasar uang dan kebijakan pelebaran band intervensi.

Sejak diterapkannya system nilai tukar free floating, nilai tujar rupiah mengalami
tekanan-tekanan yang berpengaruh terhadap semakin melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS. Pada awal agustus 1997 rupiah mencapai Rp. 2.650/dollar AS.
Sementara itu, tingkat Inflasi mencapai 77% pada tahun 1998 dan suku bunga juga
meningkat hingga kisaran 60%. Akibatnya, para nasabah tertarik untuk menyimpan
dananya dalam bentuk deposito berjangka.

BAB IX: INFLASI, PERTUMBUHAN UANG DAN TINGKAT SUKU BUNGA

9.1 Inflasi

Para ekonom sepakat bahwa Inflasi merupakan penyakit ekonomi yang sering kali
muncul dan dialami oleh hampir semua perekonomian. Sebagai suatu penyakit, Inflasi harus
dikendalikan atau dikontrol pada tingkat yang wajar sesuai dengan kondisi perekonomian.
Langkah atau strategi untuk mengontrol atau mengendalikan tingkat Inflasi merupakan salah
satu fokus kebijakan monster (lnsukindro, 1983:136).

Secara umum, Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum yang terus menerus
dalam sushi perekonomian. Secara spesifik Raharja dan Manurung (2004:155) mendefinisikan
Inflasi sebagai gejala kenaikan harga-harga yang bersifat umum dan berlangsung secara terus

19
menerus. Sedangkan menurut Nopirin (1990:17) Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga
umum secara terus menerus, Jad Inflasi tidak berarti bahwa harga-harga barang dan jasa
meningkat dalam persentase yang sama. Lebih lanjut Boediono (1995:34) mengemukakan
bahwa Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus
menerus.

Dari beberapa definisi Inflasi tersebut, ada tiga aspek yang perlu mendapat perhatian
khusus, yakni:

1. Kecenderungan Kenaikan Harga

Inflasi memiliki makna adanya kecenderungan kenaikan harga dibandingkan dengan


tingkat harga sebelumnya, dimana tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau
naik dibandingkan dengan sebelumnya, tapi tetap dalam kecenderungan yang meningkat.

2. Bersifat Umum

Jika kenaikan harga yang hanya berlaku pada satu komoditi dan kenaikan itu tidak akan
mendorong naiknya harga-harga komoditi lainnya, maka gejala ini belum dapat disebut sebagai
Inflasi karena kenaikan harga tersebut tidak bersifat umum. Tetapi jika pemerintah menaikkan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM), maka hampir bisa dipastikan bahwa harga-harga
komoditas lainnya akan ikut naik. Artinya, dengan naiknya harga BBM maka tarif angkutan
akan naik yang pada gilirannya akan mendorong naiknya harga-harga komoditas lainnya.

3. Berlangsung Secara Terus Menerus

Kenaikan harga yang bersifat umum belum bisa dikatakan gejala Inflasi jika hanya
terjadi sesaat, misalnya hari ini terjadi kenaikan harga dibandingkan hari sebelumnya, tapi
keesokan harinya harga kembali turun pada tingkat semula. Secara empirik, perhitungan Inflasi
biasanya dalam rentang waktu satu bulan, triwulan, semester dan tahunan (Al Arif, 2010: 85).

Pertanyaan yang sering muncul di masyarakat adalah menyangkut pertanyaan apakah


setiap kenaikan harga akan dengan sendirinya mengakibatkan Inflasi?. Jawaban atas
pertanyaan ini tergantung pada kondisi yang terjadi, apakah kenaikan harga tersebut bersifat
umum dan terus menerus atau hanya bersifat sementara (temporer). Jika yang dihadapi oleh
masyarakat adalah kejadian yang terakhir maka kenaikan harga-harga itu belum dapat
dikatakan sebagai Inflasi.

20
DI Indonesia, angka Inflasi dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan cara
menghitung perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK merupakan nilai indeks yang
mengukur harga rata-rata barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga. Jika IHK pada saat
ini lebih unggul dibandingkan dengan periode sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa
terjadi kenaikan tingkat harga umum (Inflasi). Jika terjadi sebaliknya, maka disebut terjadi
penurunan tingkat harga umum (deflasi).

Jika Inflasi dikelompokkan berdasar periode, maka Inflasi terbagi menjadi 3 (tiga)
kelompok, yaitu: (i). Inflasi tahunan (year on year), (ii). lflasl bulanan (month to month) dan
(III). Inflasi kalender yang lebih dikenal sebagai year to date. Inflasi year on year mengukur
IHK periode bulan ini terhadap IHK di periode yang sama di tahun sebelumnya, misalnya
Desember 2012 terhadap Desember 2011. Inflasi month to month mengukur IHK bulan ini
terhadap IHK bulan sebelumnya, misalnya Desember 2011 terhadap IHK November 2011.
Sedangkan Inflasi year to date mengukur IHK bulan ini terhadap IHK awal tahun, misalnya
Inflasi dari bulan Januari hingga Desember 2011.

Jika Inflasi dikelompokkan berdasarkan komponen penggeraknya, maka Inflasi terbagi


menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu (1). Inflasi Inti (core inflation), (2). Inflasi yang harganya diatur
oleh pemerintah (administered prices inflation) dan (3). Inflasi bahan makanan yang
bergejolak. Inflasi inti adalah Inflasi yang mumi dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti
mekanisme permintaan dan penawaran masyarakat dan faktor eksternal, misalnya nilai tukar
antara rupiah dengan dolar Amerika Serikat, harga komoditas internasional dan Inflasi negara
yang menjadi mitra dagang. Inflasi yang harganya diatur oleh pemerintah terjadi karena campur
tangan pemerintah, misalnya kenaikan harga BBM, kenaikan TDL dan PHS untuk beberapa
komoditas. Sedangkan Inflasi bahan makanan yang bergejolak terjadi jika terjadi gejolak pada
kelompok bahan makanan yang dipengaruhi faktor-faktor teknis, misalnya gagal panen,
gangguan alam dan kendala transportasi serta perubahan, dan atau anomali cuaca.

Selanjutnya, jika Inflasi dikelompokkan menurut penyebabnya, maka Inflasi terbagi


atas 2 (dua) bagian utama, yaitu: Inflasi akibat tarikan permintaan dan inflasi akibat dorongan
biaya.

1. Inflasi Akibat Tarikan Permintaan

Secara teoritis Inflasi jenis ini berawal dari adanya kenaikan permintaan total (agregat
demand), sementara penawaran atau produksi telah berada pada tingkat kesempatan kerja
penuh (full employment). Jika perekonomian telah mencapai kesempatan kerja penuh, maka
21
kenaikan permintaan hanya akan meningkatkan harga (Inflasi). Jika kenaikan permintaan ini
menyebabkan keseimbangan GNP berada di etas atau meleblhl GNP pada kesempatan kerja
penuh, maka akan terjadi fenomena Inflationary gap. Inflationary gap ini yang dapat
menimbulkan Inflasi. Inflasi Akibat Dorongan Biaya

Inflasi akibat dorongan biaya (Cost-Push inflation) ditandai oleh kenaikan harga dan
turunnya tingkat produksi atau Inflasi jenis ini dibarengi dengan resesi ekonomi. Keadaan ini
muncul dimulai dari adanya penurunan dalam penawaran total (aggregat suppfy) sebagai akibat
dari adanya kenaikan biaya produksi yang pada gilirannya akan menaikkan harga (Inflasi) dan
berkurangnya jumlah produksi.

Inflasi yang terjadi akibat tekanan permintaan bersifat relatif permanen dibanding
Inflasi karena akibat dorongan biaya lebih bersifat temporer. Secara empiris, Inflasi akibat
dorongan biaya dapat juga disebabkan oleh depresiasi nilai tukar mata uang dalam negeri, di
mana hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga barang-barang impor yang dibutuhkan dalam
proses produksi oleh suatu negara, khususnya negara-negara yang proses produksi dalam
negerinya sangat tergantung pada impor barang modal dan bahan baku penolong.

Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa tingkat Inflasi harus dikendalikan?.
Penurunan Inflasi secara bertahap adalah penting dan memberikan berbagai manfaat antara
lain: Pertama, penurunan secara bertahap akan menghindarkan penerapan kebijakan moneter
yang terlampau ketat yang dapat berdampak buruk bagi proses pemulihan ekonomi. Artinya
kebijakan moneter yang terlalu ketat ataupun terlalu longgar akan dihindarkan karena akan
mendorong laju Inflasi dan meningkatkan volatilitas nilai tukar rupiah. Kedua target Inflasi
yang ditetapkan akan menjadi realistis Ketiga, tingkat Inflasi yang tinggi dan sekaligus
berfluktuasi memiliki biaya yang sangat mahal dalam perekonomian (Nasution, 2004).

Bank sentral {Bank Indonesia) memandang penting terciptanya kestabilan harga,


karena Inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial
ekonomi masyarakat, antara lain:

1. Inflasi yang tinggi menyebabkan pendapatan rill masyarakat akan terus turun dan
akhirnya semua orang, khususnya orang miskin akan bertambah miskin
2. Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku
ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa
Inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam konsumsi,
investasi dan produksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

22
3. Tingkat Inflasi domestik yang tinggi dibanding dengan tingkat Inflasi di manca negara
(negara tetangga) akan menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif
sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Di samping itu, stabilisasi harga dalam suatu perekonomian sangat diperlukan, karena
ketidakmampuan mekanisme pasar dalam menjamin adanya keseimbangan harga, hal ini
terutama disebabkan oleh adanya faktor non-ekonomi yang dapat mempengaruhi kenaikan
harga-harga umum, misalnya stabilitas sosial dan politik dan faktor distribusi pasokan barang
dan jasa di semua lokasi perekonomian.

Bagi individu dan masyarakat yang tingkat pendapatannya sudah tertentu (given),
tabungan (S) didefinisikan sebagai pendapatan (Y) dikurangi dengan konsumsi (C). Jika
konsumsi meningkat, maka tingkat tabungan akan berkurang. Karena tabungan digunakan
untuk konsumsi di masa yang akan datang, maka besarnya konsumsi masa kini berpengaruh
terhadap besarnya konsumsi di masa yang akan datang.

Ekspor neto juga berhubungan secara negatif dengan perubahan tingkat suku bunga.
Artinya, jika tingkat suku bunga meningkat, maka akan menyebabkan ekspor neto akan
menurun, karena tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan nilai tukar menjadi
menguat (apresiasi), akibatnya ekspor menurun dan impor akan meningkat (net ekspor akan
menurun).

9.2 Pertumbuhan Uang dan Inflasi

Analisis tentang hubungan antara pertumbuhan uang dan Inflasi diawali dengan asumsi
bahwa terjadi keseimbangan di sektor moneter atau pasar uang. Pasar uang dikatakan dalam
keseimbangan jika jumlah nominal penawaran uang (Ms) sama dengan jumlah nominal
permintaan uang (Md).

Salah satu pelajaran berharga yang dapat kita peroleh dari hasil riset di 82 negara
tersebut adalah bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap
kenaikan harga-harga barang dan jasa (Inflasi). Hasil ini merupakan konfirmasi yang baik
tentang pandangan Milton Friedman dalam Barro (2008:263) bahwa “inflation is always and
everywhere a monetary Phenomenon". Artinya Inflasi selalu dan di manapun merupakan
fenomena moneter.

Pertanyaan yang muncul bagaimana dengan Inflasi di negara-negara sedang


berkembang termasuk di Indonesia, apakah Inflasi juga semata-mata merupakan fenomena

23
moneter? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah Inflasi di Indonesia bukan semata-mata
merupakan fenomena moneter. Inflasi yang terjadi di Indonesia lebih bersifat multi dimensi,
artinya Inflasi yang terjadi dan kita rasakan disebabkan oleh faktor moneter dan non-moneter,
misalnya kenaikan harga-harga karena pasokan atau distribusi yang tidak mampu menjamln
keseimbangan pasokan dan permintaan di semua wilayah di Indonesia, akibatnya terjadi
kelebihan permintaan dibanding penawaran (produksi) yang pada gilirannya menyebabkan
peningkatan harga-harga barang dan Jasa atau Inflasi.

9.3 Inflasi dan Tingkat Suku Bunga

9.3.1 Inflasi Aktual dan Yang Diharapkan

Konsumen harus membuat pilihan apakah akan membelanjakan (konsumsi) semua


uangnya pada tahun ini atau akan dialihkan pada periode atau tahun yang akan datang?. Untuk
alasan itu, maka konsumen ingin mengetahui berapa tingkat perubahan harga sepanjang waktu
(over time). Karena harga di masa yang akan datang tidak diketahui, maka konsumen
membentuk atau membuat ramalan-ramalan atau memperkirakan tingkat Inflasi (expectations
of inflation) yang disimbolkan dengan 116.

Jika tingkat harga di masa depan tidak diketahui, maka rama1an terhadap Inflasi tidak
akan sempurna (imperfect), karena itu Inflasi aktual (m) akan berbeda dengan Inflasi yang
diharapkan (rf.) atau terdapat kesalahan ramalan (forecast error, atau unexpected inflation yang
nilainya berbeda dengan nol (wiil be nonzero). Secara empiris, unexpected inflation kadang-
kadang lebih besar dari nol dan atau lebih kecil dari nol.

Meskipun kesalahan (error, tidak dapat dihindarkan (unavoldabfe), tapi konsumen


berusaha untuk meminimalkan tingkat kesalahan dalam peramalan (forecasting). Untuk alasan
itu, mereka (konsumen) menggunakan informail inflasi di masa yang akan datang dan variabel-
variabel lainnya untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang sistematis. Ekspektasi yang
dilakukan atau dibentuk dengan cara seperti ini yang disebut ‘rational expectations'.

9.3.2 Tingkat Bunga Nominal dan Riil

Para ekonom menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang dibayar oleh bank adalah
tingkat suku bunga nominal (nominal Interest rate) dan kenaikan days bell diukur dengan
tingkat suku bunga rill (real Interest rate). Jika r merupakan simbol dari tingkat suku bunga
nominal dan i simbol untuk tingkat suku bunga rill.

24
Persamaan yang terakhir dinamakan persamaan Fisher (Fisher equation) atau lebih
dikenal dengan sebutan Efek Fisher. Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa
perubahan tingkat suku bunga disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu: (1). Perubahan tingkat suku
bunga riil (2). perubahan tingkat Inflasi.

Teori Kuantitas Uang menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan uang menentukan


tingkat Inflasi. Sementara itu, persamaan Fisher menjelaskan bahwa untuk menjaga tingkat
suku bunga riil maka tingkat suku bunga nominal harus dikaitkan dengan Inflasi. Artinya, jika
terjadi Inflasi, maka bank sentral harus merespons dengan cara menaikkan suku bunga
nominal.

BAB X: TEORI NILAI TUKAR

Pembahasan nilai tukar (exchange rates) atau kurs mata uang didasarkan atas beberapa
asumsi, antara lain:

1. Setiap negara menerbitkan atau mengeluarkan (issues) dan menggunakan mata


uangnya sendiri. Misalnya Amerika Serikat (AS) memiliki mata yang dinamakan dolar
AS, Uni Moneter Eropa (euro), Brazil (real) dan Indonesia (rupiah).
2. Negara-negara yang terlibat dalam perdagangan atau transaksi internasional
menggunakan suatu mata uang yang umum digunakan (a common currency), misalnya
dolar AS atau Pounds Inggris.
3. Analisisnya hanya mempertimbangkan atau melibatkan 2 (dua) negara, misalnya di
dunia ini hanya ada 2 (dua) negara yaitu Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Jumlah
nominal uang (M) AS diukur dalam dolar dan untuk jumlah nominal uang Inggris
diukur dalam Pounds (M').

Thomas (1997:161) menyatakan bahwa pasar valuta asing adalah pasar tempat di mana
mata uang beberapa negara seperti dolar AS, poundsterling, yen, rupiah dan lain-lain
dipertukarkan. Pasar ini bukanlah sebuah pasar yang terorganisasi dengan jam-jam tetap dan
sebuah tempat pertemuan fisik seperti Bursa Efek Jakarta dan New York Stock Exchange atau
Tokyo Stock Exchange. Pasar valas merupakan pasar “over the counter” di mana instrumen
komunikasi pokok yang dipergunakan adalah telepon dan komputer (Puspopranoto, 2004:211).

Barro (2008:440) menyatakan bahwa pasar valas merupakan wadah bagi pedagang
uang untuk melakukan transaksi antara satu dengan yang lainnya. Misalnya para pedagang

25
akan menukarkan dolar AS dengan pound Inggris. Dalam kaitan ini, rumah tangga dan
pemerintah dapat menggunakan pasar valuta asing untuk mengkonversi dolar AS terhadap
Pound Inggris atau sebaliknya. Perdagangan antar negara akan melibatkan pertukaran timbal
balik mata uang yang berbeda. Misalnya ketika perusahaan AS membeli barang dan jasa aset
keuangan dari luar negeri (misalnya dari Indonesia), maka dolar AS harus dipertukarkan
dengan mata uang Indonesia (deposito bank dalam mata uang Indonesia).

Jika pasar valas ditinjau dari segi struktur pasar, maka pasar valas merupakan contoh
yang baik mengenai penjelasan struktur pasar persaingan sempurna, karena di pasar ini terdapat
banyak penjual dan pembeli dari suatu produk yang homogen. Dalam pasar valas setiap
pembeli dan penjual relatif kecil dibandingkan seluruh pasar, sehingga tidak ada seorang
pembeli atau penjual pun yang dapat memengaruhi nilai tukar secara berarti (Puspopranoto,
004:219).

Definisi lain dari nilai tukar adalah harga dari suatu mata uang dalam mata uang yang
lain, misalnya berapa nilai rupiah setelah dikonversi dalam dolar AS. Mishkin (2004)
menyatakan bahwa "exchange raate is the price of one currency in terms of another”.
Selanjutnya, VanHoose & Miller (2007) menyatakan bahwa exchange rate is the price of one
nation currency in terms of the currency of another country.

Efek Perubahan Nilai Tukar

Pertanyaan yang sering diajukan mengapa nilai tukar (exchange rates) sangat penting?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, maka terlebih dahulu dijelaskan beberapa konsep yang
berkaitan dengan pertanyaan tersebut, antara lain depresiasi, apresiasi, devaluasi, revaluasi dan
arbitrase.

Depresiasi adalah melemahnya atau turunnya harga mata uang domestik terhadap mata
uang asing, misalnya melemahnya rupiah terhadap dolar AS. Devaluasi adalah depresiasi yang
dilakukan oleh pemerintah. Contoh depresiasi rupiah terhadap dolar AS, darl 1 US$ = Rp 5.000
menjadi 1 US$= Rp 10.000.

Apresiasi adalah naiknya atau menguatnya harga mata uang domestik terhadap mata
uang asing. Revaluasi adalah apresiasi yang dilakukan oleh pemerintah. Contoh apresiasi dolar
AS terhadap Yen dari 1 US$= 100 Yen menjadi 1 US$= 150 Yen.

Perubahan nilai tukar akan berpengaruh terhadap perekonomian dan kehidupan kita
sehari, karena jika dolar AS menguat (apresiasi) terhadap mata uang asing (misalnya rupiah).

26
Barang-barang luar negeri (Indonesia) menjadi relatif murah untuk orang-orang Amerika dan
barang-barang Amerika relatif mahal bagi orang-orang Indonesia. Jika terjadi sebaliknya, jika
dolar AS melemah (depresiasi) terhadap rupiah, maka barang-barang Indonesia menjadi lebih
mahal bagi orang-orang Amerika dan barang-barang Amerika menjadi lebih murah bagi orang-
orang Indonesia.

Efek perubahan nilai tukar juga memengaruhi Inflasi maupun output dan menjadi
pertimbangan penting bagi pengambil kebijakan monster (pemerintah dan bank sentra). Jlka
dolar AS mengalami pelemahan (depresiasi), maka harga barang-barang yang diimpor menjadi
lebih mahal yang secara langsung akan mendorong kenaikan tingkat harga (Inflasi). Pelemahan
dolar AS menyebabkan barang-barang Amerika menjadi lebih murah bagi orang asing
(Indonesia). Efek perubahan tersebut akan mendorong penlngkatan permintaan untuk barang-
barang AS dan mendorong produksl dan output yang lebih tinggi (Mishkin, 2008:107).

Jawaban terhadap pertanyaan di atas, dapat dijawab dengan ilustrasi sebagai berikut.
Jika diasumslkan negara A adalah negara domestik dan negara B adalah negara asing, maka
efek dari menguatnya (apresiasi) nilai tukar mata uang negara B atau efek melemahnya
(depreslasi) nilai tukar mata uang negara A cenderung meningkatkan neraca perdagangan
negara A. Jika terjadi sebaliknya, efek depresiasi nilai tukar mata uang negara B akan
cenderung menurunkan neraca perdagangan negara A.

Sistem atau Regim Nilai Tukar.

Para ekonom, misalnya Appleyard-Field (1992) dafam Sugiyanto (2004) sepakat


bahwa sistem nilai tukar dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) sistem atau regim nilai tukar,
yaitu: (1). Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rates system), (2). Sistem nilai tukar
mengambang (flexible exchange rates system) dan (3). Sistem nilai tukar campuran (hybrid
exchange rates system), sistem yang ketiga ini merupakan perpaduan atau campuran antara
sistem yang pertama dan kedua. Penjelasan lengkap mengenal ketiga sistem nilai tukar tersebut
dapat disimak pada uraian berikut:

A. Sistem Nilai Tukar Tetap.

Barro (2008:444) menyatakan jika “countries try to maintain a constant nominal


exchange rate with respect to another currency, often the US dollar”, maka dapat dikatakan
bahwa negara-negara tersebut menganut sistem nila tukar tetap. Artinya, dalam sistem tersebut

27
nilai tukar mata uang suatu negara dinyatakan sebesar nilai tertentu terhadap mata uang negara
lain, misalnya dolar AS.

Sistem nilai tukar tetap memiliki beberapa keuntungan atau kekuatan, antara lain:

1. Dapat mencegah perekonomian dari kecenderungan Inflasi, misalnya suatu negara


mengalami surplus neraca pembayaran. Meningkatnya cadangan devisa mendorong
meningkatnya jumlah uang beredar. Peningkatan tersebut akan menyebabkan
penurunan tingkat suku bunga, permintaan barang dan jasa meningkat dan tingkat harga
umum cenderung meningkat. Inflasi yang meningkat akan mendorong meningkatnya
permintaan terhadap barang-barang impor yang berarti akan mengurangi surplus dalam
neraca pembayaran
2. Dapat meminimalkan pemborosan-pemborosan sebagaimana yang sering terjadi pada
sistem nilai tukar yang mengambang
3. Merupakan keadaan yang kondusif untuk ekspansi ekspor
(Sugiyanto, 2004)

Disamping memiliki kekuatan, sistem nilai tukar ini juga memiliki segi kelemahan,
antara lain:

1. Hanya dapat diterapkan di negara yang memiliki cadangan devisa dalam jumlah yang
besar
2. Perbedaan struktur dan kebijakan ekonomi antar negara
menyebabkan tidak terjaminnya sistem tersebut dapat dipertahankan
3. Penjagaan terhadap nilai tukar tetap sulit dilakukan Kegiatan karena adanya kegiatan
spekulatif terhadap mata uang yang terdepresiasi.
4. Tidak ada satu pun negara yang menganut sistem ini yang aman dari gangguan
eksternal, terutama karena adanya contagion effect
5. Sistem nilai tukar tetap berpeluang menghambat tercapainya efisiensi perekonomian
(Sugiyanto, 2004).
B. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

Barro (2008:444) menyatakan bahwa "sometimes countries allow their nominal


exchange rates to move freely in response to market forces. These system are called flexible
exchange rates. Sistem nilai tukar mengambang bebas juga disebut sebagal sistem nilai tukar
fleksibel. Dalam sistem ini, nilai tukar suatu meta uang diserahkan sepenuhnya pada kekuatan
mekanisme pasar atau kekuatan antara permintaan dan penawaran valuta asing. Disamping itu,

28
dalam sistem ini otoritas moneter dan pemerintah tidak melakukan intervensi di pasar valas.
Artinya, nilai tukar ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan di pasar bebas.

Seperti halnya dengan sistem-sistem Nilai Tukar lainnya, sistem Nilai Tukar
mengambang memiliki beberapa kekuatan atau keuntungan, antara lain:

1. Penerapannya tidak membuahkan jumlah devisa yang terlalu banyak, karena itu
cadangan devisa yang ada dapat digunakan untuk kepentingan lainnya, misalnya untuk
membiayai kegiatan impor barang dan jasa yang belum bisa diproduksi di dalam negeri,
2. Alokasi sumber daya akan dapat dicapai karena harga akan secara fleksibel mengikuti
perkembangan pasar
3. Kebijakan moneter akan lebih efektif dibanding kebijakan fiskal
4. Tidak diperlukan adanya hambatan atau retruksi perdagangan
5. Kebijakan fiskal lebih diarahkan pada pencapaian sasaran internal
6. Dimungkinkan mengisolasi ekonomi domestik dari gejolak eksternal (Sugiyanto,
2004).

Kekurangan atau kelemahan sistem nilai tukar mengambang, antara lain:

1. Fluktuasi nilai tukar yang sangat tajam akan menciptakan pemborosan sumber daya
2. Penyesuaian nilai tukar berimplikasi terhadap terciptanya ketidakpastian dan risiko
dalam perdagangan internasional dan aliran modal serta dapat menurunkan aliran
modal dan perdagangan
3. Negara yang Inflasinya tinggi dan menganut sistem nilai tukar mengambang akan
mendorong tekanan kenaikan harga-harga (Inflasi) secara berkelanjutan.
4. Dalam sistem ini seringkali terjadi spekulasi yang tidak menstabilkan (destablizing
speculation)
5. Gejolak Internal dalam perekonomian dapat menjadi semakin tidak stabil dibanding
dengan sistem nilai tukar tetap (Sugiyanto, 2004).
C. Sistem Nilai Tukar Kombinasi

Sebelum kita menjelaskan sistem nilai tukar kombinasi, ada baiknya kita mengajukan
pertanyaan mengenai sistem nilai tukar apa sebaiknya diterapkan oleh suatu negara? Jawaban
terhadap pertanyaan ini dapat disimak pada uraian Mundel (1961) menyatakan bahwa dalam
kaitannya dengan pilihan tentang sistem nilai tukar apa yang akan diterapkan, seharusnya
mempertimbangkan struktur ekonomi yang relatif sama dan mobilitas faktor produksi yang
lancar. Selanjutnya, McKinnon (1963) dalam Sugiyanto (2004) menyatakan bahwa untuk

29
perekonomian yang relatif terbuka seharusnya menerapkan sistem nilai tukar tetap, sedangkan
pada perekonomian yang relatif tertutup diterapkan sistem nilai tukar mengambang.

Secara teoritis ada beberapa bentuk atau variasi dari sistem nilai tukar kombinasi, antara
lain:

1. Sistem Nilai Tukar Batas (Wider Bands)

Dalam sistem ini, nilai tukar mata uang suatu negara diperbolehkan bergerak atau
berubah di sekitar batas. Sejatinya, sistem ini sejiwa dengan sistem Bratton Woods. Dalam
sistem tersebut dimungkinkan nilai tukar bervariasi di sekitar paritasnya, hal ini dimaksudkan
untuk memberi kesempatan neraca pembayaran melakukan penyesuaian apabila neraca
pembayaran dalam keadaan tidak seimbang.

Jika perekonomian mengalami Inflasi yang tinggi, maka sistem ini tidak akan efektif.
Untuk alasan itu, perlu dilakukan penyesuaian kembali atas batas-batas nilai tukar tersebut.
Sistem ini mengharuskan adanya jumlah cadangan devisa dalam jumlah besar sebagal dalam
sistem nilai tukar tetap.

2. Sistem Nilai Tukar "Crawling Peg"

Dalam sistem ini, nilai tukar mata uang suatu negara diperbolehkan bervariasi di sekitar
paritasnya, tapi paritas yang dimaksud secara teratur disesuaikan dengan Jumlah atau posisi
cadangan devisa. Dalam sistem ini, dikenal konsep nilai tukar batas atas dan batas bawah. Nilai
tukar, baik batas alas maupun batas bawah dipertahankan untuk periode tertentu sesuai dengan
jumlah cadangan devisa yang dimiliki dan mampu menopang tujuan tersebut.

3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali.

Dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali, otoritas moneter dan pemerintah
seringkali melakukan intervensi sebagal upaya untuk mencegah volatilitas nilai tukar yang
dipandang ekstrem atau bertentangan dengan kepentingan perekonomian nasional
(Puspopranoto, 2004:219). Misalnya, Bank Indonesia berkali-kali melakukan intervensi di
pasar valas untuk mendukung nilai rupiah terhadap dolar AS dengan cara menambah pasokan
valuta asing di pasar valas.

Sugiyanto (2004) menyatakan bahwa dalam sistem nilai tukar ini, campur tangan
otoritas moneter dalam mengendalikan dan atau menentukan nilai tukar pada tingkat tertentu
sangat intens. Campur tangan otoritas moneter tersebut bersifat bebas, artinya campur tangan

30
tersebut tidak dikaitkan dengan nilai tukar paritas. Untuk alasan itu, campur tangan tersebut
sering juga disebut sebagai (menunggu arah angin Qeaming with the wind).

Determinan Nilai Tukar

1. Determinan Nilai Tukar Dalam Jangka Panjang

Untuk dapat memahami dengan baik tentang determinan nilai tukar dalam jangka
panjang, maka analisnya kita awali dengan penjelasan mengenai Hukum Satu Harga (the Law
of One Price). Hukum ini menjelaskan bahwa jika dua negara menghasilkan barang yang relatif
sama, dan biaya transportasi serta hambatan perdagangan internasional sangat rendah, maka
harga barang seharusnya sama di seluruh dunia, tidak peduli negara mana yang
menghasilkannya.

Mishkin (2004) memberi teladan mengenai hal ini, misalnya harga baja di Amerika
Serikat adalah $ 100 per ton dan baja Jepang yang sama harganya 10.000 yen per ton. Jika
Hukum Satu Harga terpenuhi, maka nilai tukar antara yen Jepang dan dolar AS seharusnya 100
yen per dolar AS atau $ 0,01 per yen sehingga satu ton baja Amerika dijual seharga 10.000
yen di Jepang (harga dari baja Jepang) dan satu ton baja Jepang dijual dengan harga $ 100 di
Amerika Serikat (harga dari baja Amerika). Jika nilai tukar-nya berubah menjadi 200 yen per
dolar AS, maka baja Jepang akan dijual seharga $50 per ton di Amerika Serikat atau setengah
dari harga baja Amerika dan baja Amerika akan dijual seharga 20.000 yen per ton di jepang
atau dua kali dari harga baja Jepang.

Dari contoh tersebut dapat dijelaskan bahwa jika tingkat harga-harga umum di suatu
negara (misalnya Jepang) meningkat relatif terhadap negara lain (AS), maka mata uang negara
tersebut (yen Jepang) seharusnya terdepresiasi, sedangkan mata uang dolar AS seharusnya
terapresiasi. Dengan menggunakan teori PPP, Mishkin menjelaskan bahwa dari tahun 1973
sampai akhir tahun 2005, tingkat harga di Inggris naik 84% secara relatif terhadap tingkat harga
di AS, dolar AS terapresiasi terhadap pound sebesar 43% suatu jumlah yang lebih kecil
dibanding dengan peningkatan 84% yang diprediksikan oleh teori PPP.

Menurut Mishkin (2004) kesimpulan teori PPP bahwa nilai tukar (kurs) ditentukan
semata-mata oleh perubahan tingkat harga. Kesimpulan tersebut didasarkan pada asumsi yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa semua barang adalah sama di kedua negara dan biaya
transportasi serta hambatan perdagangan internasional sangat rendah. Jika asumsi tersebut
benar, maka hukum Satu Harga menyatakan bahwa harga relatif dari semua barang-barang

31
akan menentukan nilai tukar. Asumsi bahwa barang yang diproduksi adalah sama mungkin
dapat diterima (masuk akal) untuk baja AS dan Jepang, tapi rasa-rasanya tidak masuk akal
untuk menyamakan antara mobil produksi AS dan Jepang.

Salah satu kelemahan teori PPP adalah tidak memperhitungkan sejumlah barang dan
jasa milik suatu negara yang tidak diperdagangkan secara internasional, misalnya rumah, tanah
dan Jasa-Jasa seperti restoran, salon dan pelatihan golf bukan barang yang diperdagangkan.
Meskipun harga-harga dari barang dan jasa-jasa tersebut meningkat dan memberi tekanan
terhadap Inflasi yang tinggi secara relatif terhadap negara lain, mungkin hanya sedikit
pengaruhnya terhadap nilai tukar/kurs karena tidak diperdagangkan antar negara (Mishkin,
2008:114).

Para ekonom sepakat bahwa ada 4 (empat) faktor yang memengaruhi nilai tukar dalam
jangka panjang, faktor yang dimaksud adalah (1). Perubahan harga relatif, (2). Hambatan
perdagangan, (3). Preferensi barang domestik versus barang luar negeri dan (4). Produktivitas.

2. Determinan Nilai Tukar Dalam Jangka Pendek

Sebelum uraian mengenai determinan nilai tukar/kurs jangka pendek, terlebih dahulu
dijelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi perubahan nilai tukar dalam jangka panjang
sangat lambat sepanjang waktu. Di pihak lain, perubahan nilai tukar dalam jangka pendek
memperlihatkan fluktuasi yang sangat besar dan cepat, misalnya perubahan nilai tukar dari hari
ke hari. Untuk alasan itu, maka kita harus mengembangkan teori mengenai bagaimana nilai
tukar hari ini (spot exchange rates) ditentukan dalam jangka pendek.

Mishkin (2008:116) menyatakan bahwa kunci untuk memahami nilai tukar dalam
jangka pendek adalah mengetahu bahwa nilai tukar/kurs adalah harga dari aset domestik
(misalnya deposito bank, obligasi, saham yang didenominasikan dalam mata uang domestik)
dinyatakan dalam aset luar negeri ( aset yang serupa yang didominasikan dalam mata uang
asing). Dari penjelasan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa nilai tukar adalah harga dari
aset yang dinyatakan aset lainnya. Cara yang dapat digunakan untuk penentuan nilai tukar
jangka pendek adalah menggunakan pendekatan pasar aset yang bertumpu pada Teori
Permintaan Aset.

Penentuan nilai tukar dalam jangka pendek dapat dilakukan dengan cara
membandingkan perkiraan tingkat pengembalian aset domestik dan asing. Untuk memudahkan
analisis, maka kita perlakukan Amerika Serikat sebagai negara domestik, dimana asetnya

32
didominasikan dalam dolar AS (US $) dan Euro kita gunakan sebagai mata uang asing (aset
luar negeri ditentukan oleh Euro).

Teori Permintaan Aset menyatakan bahwa faktor penting yang memengaruhi aset
domestik (US $) adalah harapan terhadap aset-aset ini terhadap satu sama lain. Jika orang
Amerika Serikat mengharapkan tingkat pengembalian dari aset dolar AS naik relatif lebih
tinggi terhadap tingkat pengembalian aset luar negeri, maka akan menyebabkan permintaan
terhadap dolar AS lebih tinggi dan sebaliknya akan terjadi penurunan permintaan untuk asset
Euro. Untuk dapat memahami dengan baik bagaimana perubahan permintaan terhadap aset
dolar AS dan luar negeri, maka kita perlu membandingkan perkiraan tingkat pengembalian
terhadap dolar AS dan aset luar negeri (Mishkin, 2008:118).

Volatilitas Nilai Tukar/Kurs Rupiah

Pada bagian ini akan diketengahkan mengenai volatilitas (kelabilan) nilai tukar/kurs
terhadap berbagai peristiwa yang menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah dapat berubah sejalan
dengan perubahan berbagai faktor non ekonomis. Uraian mengenai hal ini dapat disimak pada
Tabel dibawah ini.

TANGGAL KURS RP/US$ PERISTIWA

20/10/1999 Rp 7.450 Penolakan pertanggungjawaban Presiden BJ.


Habibie

Terpilihnya Presiden Abdurahman Wahid dan


Rp 7.000
Wapres Megawati

15/12/1999 Rp 7.220 Suku Bunga SBI menjadi 12, 70%

24/02/2000 Rp. 7.445 Presiden jatuh sakit

28/03/2000 Ro 7.583 IMF menunda pinjaman untuk Indonesia

24/04/2000 Rp 7.855 Presiden memecat 2 menteri (Yusuf Kalla dan


Laksamana Sukardil)

30/05/2000 Rp 8.633 Gubernur Bl menolak mundur, indeks anjlok dan


kerusuhan

33
12/072000 Rp 9.425 Presiden melakukan pertemuan dengan Ketua MPR
dan Ketua OPR tanpa melibatkan Wapres, suku
bunga SBI naik menjadi 13,11%

5/09/2000 Rp 8.700 IMF menyetujui rencana pencairan pinjaman US$


398,94 iuta

30/11/2000 Ro 9.535 Teriadi konflik antara IMF dan pemerintah

22/01/2001 Rp 9.380 Presiden walk out dalam pertemuan denaan


Pansus Bu/oaaate & Bruneiaate

01/02/2001 Rp 9.530 DPR menjatuhkan Memorandum I kepada Presiden

09/03/2001 Rp 10.130 Moodys menurunkan peringkat utang Indonesia


dari positif jadi stabil

26/04/2001 Rp 12.100 Pasar khawatir terjadinya kerusuhan karena adanya


istighotsah pendukung Presiden
Abdurahman Wahid

30/04/2001 Rp 11.600 DPR menjatuhkan Memorandum II kepada


Presiden

30/05/2001 Rp 11.320 DPR minta agar MPR menyelenggarakan Sidang


Istimewa (SI)

23/07/2001 Rp 10.230 Presiden mengeluarkan Dekrit, SI digelar dan


memilih Megawati untuk mengganti Presiden
Abdurahman Wahid

34
• BUKU PEMBANDING

BAB I: MENGAPA MEMPELAJARI UANG, PERBANKAN, DAN PASAR


KEUANGAN

Uang

Adalah faktor utama dari Inflasi, siklus usaha, dan suku bunga. Karena variabel-
variabel ekonomi itu begitu penting dalam perekonomian yang sehat, maka sangat perlu
memahami apa yang dimaksud dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal agar stabilitas
perekonomian suatu negara dapat terjaga.

Perbankan

Adalah menyalurkan dana dari orang yang tidak menggunakannya secara produktif
kepada orang yang dapat menggunakannya secara produktif, sehingga memainkan peranan
penting dalam meningkatkan efisiensi perekonomian

Pasar keuangan

Pasar keuangan berfungsi dengan baik merupakan faktor kunci dalam menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan kinerja pasar keuangan yang buruk merupakan salah
satu alasan mengapa banyak negara di dunia masih tetap miskin. Kegiatan dalam pasar
keuangan secara langsung juga mempengaruhi kesejahteraan msyarakat, perilaku usaha, dan
konsumennya serta siklus perekonomian. Aktivasi dalam pasar keuangan mempunyai dampak
langsung pada kekayaan individu, perilaku usaha, dan efisiensi perekonomian

BAB II: GAMBARAN UMUM SISTEM KEUANGAN

- Fungsi dasar pasar keuangan adalah untuk menyalurkan dana dari penabung yang memiliki
kelebihan dana kepada pembelanja yang memiliki keterbatasan dana. Pasar keuangan dapat
melakukan hal ini melalui pendanaan langsung, dimana peminjam meminjam dana secara
langsung dari pemberi pinjaman dengan menjual sekuritas mereka, atau melalui pendanaan
tidak langsung.
- Pasar keuangan dapat diklasifikasikan sebagai pasar utang atau ekuitas, pasar primer dan
sekunder, bursa saham dan bursa paralel (over-the-counter), serta pasar uang dan pasar
modal

35
- Instrumen pasar uang utama (instrumen utang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun)
adalah U.S. Treasury bills, sertifikat deposito yang dapat dinegoisasi (negotiable bank
certificates of deposit), surat berharga komersial (commercial paper), akseptasi bank
(bankers acceptnces), perjanjian emmbeli kembali (repurchase agreement), dan federal
(federal funds), dan Eurodollar.
- Satu tren penting pada tahun-tahun ini adalah pertumbuhan internasionalisasi pasar
keuagan. Eurobonds, yangdidenominasi dalam mata uang selain negera tempat menjual
obligasi tersebut, kini merupakan sekuritas yang paling dominan di pasar obligasi
internasional dan telah melampaui obligasi-obligasi perusahaan AS sebafgai sumber dana
baru.
- Perantara keuanan utama terbagi dalam tiga kategori: (a) bank-bank komersial, asosiasi
simpan-pinjam, bank tabungan bersama, dan koperasi perkreditan; (b) lembaga tabungan
berdasarkan kontrak-perusahaan asuransi jiwa, perusahaan asuransi kebakaran dan
kecelakaan, dan dana pensiun; dan (c) perantara investasi-perusahaan pembiayaan, reksa
dana, dan reksa dana pasar uang.

BAB III: APA ITU UANG?

- Bagi ekonom, kata uang mempunyai arti yang berbeda engan pendapatan atau kekayaan.
Uang adalah segala sesuatu yang secara umum dapat diterima sebagai pembayaran atas
barang dan jasa atau pembayaran utang.
- Uang memiliki tigas fungsi utama; sebagai alat tukar, sebagai alat hitung, dan sebagai alat
penyimpan nilai. Uang sebagai alat tukar dapat mengatasi masalah pertemuan dua
kebutuhan secara kebetulan (double coincidence of wants) yang muncul pada
perekeonomian barter, sehingga dapat menurunkan biaya transaksi serta mendorong
spesialisasi dan pembagian kerja.
- Sistem pembayaran telah berkebang dari waktu ke waktu. Sampai beberapa ratus tahun yang
lalu, hampir semua sistem pembayaran pada sebagian besar masyarakat primitif utamanya
menggunakan logam bernilai tinggi. Penemuan uang kertas menurunkan biaya perpindhan
uang.
- federal reserve system telah mendefinisikan dua jenis pengukuran uang beredar, yautu M1
dan M2. Kedua pengukuran tersebut tidak setara dan tidak selalu bergerak searah, sehingga
penggunaan keduanya oleh pengambil kebijakan tidak dapat saling menggantikan.

36
- Masalah lain dalam pengukuran uang adalah data tidak selamanya akurat seperti yang kita
harapkan. Revisi data yang besar dapat terjadi; hal ini menunjukkan bahwa data uang yang
diumumkan di awal tidak dapat menjadi petunjuk pergerakan uang beredar yang dapat
diandalkan dalam jangka pendek (katakanlah, bulanan), walaupun data tersebut lebih akurat
dalam periode yang lebih panjang, seperti satu tahun

BAB IV: MEMAHAMI SUKU BUNGA

Suku bunga merupakan salah satu variabel yang paling banyak diamati dalam
perekonomian. hampir setiap hari pergerakannya dilaporkan di surat kabar. Hal ini disebabkan
oleh suku bunga langsung yang memengaruhi kehidupan kita dan mempunyai konsekuensi
penting bagi kesehatan perekonomian. suku bunga memengaruhi keputusan pribadi, seperti
memutuskan untuk dikonsumsi atau ditabung, akan membeli rumah atau tidak atau
memutuskan membeli obligasi atau menaruh dana dalam tabungan. Suku bunga juga
memengaruhi keputusan ekonomi usaha (bisnis) dan rumah tangga, seperti memutuskan
menggunakan dananya untuk berinvestasi dalam bentuk peralatan baru untuk pabrik atau untuk
disimpan di bank.

Mengukur Suku Bunga

Instrumen utang yang berbeda mempunyai arus pembayaran kas yang sangat berbeda
kepada pemiliknya dikenal sebagai arus kas (cash flow) dengan jangka waktu yang sangat
berbeda. Oleh karena itu, sebelum melihat bagaimana suku bunga diukur, terlebih dahulu kita
perlu memahami bagaimana cara membandingkan nilai daru satu jenis instrumen utang dengan
instrumen utang lainnya. Untuk melakukan ini, kita menggunakan konsep nilai sekarang
(present value).

Konsep nilai sekarang atau nilai diskonto sekarang didasarkan pada pengertian umum
bahwa uang satu dolar yang dibayarkan kepada Anda satu tahun dari sekarang akan lebih
berkurang nilainya daripada uang satu dolar yang dibayarkan kepada Anda sekarang. Konsep
nilai sekarang sangat berguna, karena konsep tersebut memungkinkan kita untuk memikirkan
nilai hari ini dari suatu instrumen pasar utang pada suatu suku bunga yang sederhana, i, hanya
dengan menjunlah nilai sekarang dari semua pembayaran di masa depan yang diterima secara
individu. Informasi ini memungkinkan kita untuk membandingkan nilai dari dua instrumen
atau lebih dengan waktu yang sangat berbeda pembayarannya.

37
Dalam pengertian jangka waktu pembayaran arus kas, terdapat empat jenis instrumen
pasar kredit, yaitu:

• Pinjaman sederhana (simple loan), dimana pemberi pinjaman memberikan kepada


peminjam sejumlah dana yang harus dibayarkan kembali kepada pemberi pinjaman pada
saat jatuh tempo dengan tambahan pembayaran untuk bunga. Banyak instrumen pasar
uang merupakan jenis ini. Misalnya pinjaman komersial untuk usaha.\
• Pinjaman dengan pembayaran yang tetap (fixed payment loan). Yang juga disebut dengan
istilah pinjaman yang diamortisasi penuh (full amortized loan), dimana pemberi pinjaman
memberikan kepada peminjam sejumlah dana yang harus dibayarkan kembali secara
berkala (misalnya bulanan) dalam jumlah yang sama kepada pemberi pinjaman, terdiri atas
pokok pinjaman dan suku bunga untuk sejumlah periode.
• Obligasi kupon (coupon bond) membayar kepada pemilik obligasi sejumlah suku bunga
yang tetap (pembayaran kupon) setiap tahun sampai dengan tanggal jatuh tempo, yaitu
ketika sejumlah akhir dana tertentu nilai nominal atau nilai par dilunasi.
• Obligasi diskonto (discount bond) disebut juga obligasi tanpa kupon (zero coupon bond)
dibeli pada harga lebih rendah dari nilai nominalnya (pada harga diskonto), dan nilai
nominalnya dibayarkan kembali pada tanggal jatuh tempo. Obligasi diskonto tidak
melakukan pembayaran bunga, tetapi hanya membayarkan nilai nominalnya.
Yield to Maturity

Dari beberapa cara umum untuk menghitung suku bunga, hal yang terpenting adalah
memahami yield to maturity yaitu suku bunga yang menyamakan nilai sekarang dari
pembayaran arus kas yang diterima dari suatu instrumen utang dengan nilai hari ini. Oleh
karena konsep di balik perhitungan yield to maturity memberikan arti ekonomi yang baik, para
ekonom menganggapnya sebagai ukuran yang paling akurat untuk suku bunga.

Yield to maturity yaitu ukuran yang paling akurat mencerminkan suku bunga adalah
suku bunga yang sama dengan nilai sekarang dari pembayaran di masa depan dari suatu
instrumen utang dengan nilainya hari ini. Aplikasi dari prinsip ini menunjukkan bahwa harga
obligasi dan suku bunga berhubungan negatif. Ketika suku bunga meningkat, harga obligasi
turun dan sebaliknya.

Dua ukuran yang kurang akurat dari suku bunga pada umumnya digunakan untuk
mencatat suku bunga atas obligasi kupon dan obligasi diskonto. Current yield yang sama
dengan pembayaran kupon dibagi dengan harga obligasi kupon merupakan ukuran yield to

38
maturity yang kurang akurat jatuh tempo obligasi yang lebih pendek. Yield berbasis diskonto
(disebut juga yield diskonto) mengurangikan yield to maturity obligasi diskonto dan
pengurangsajian ini memperburuk jarak dari jatuh tempo sekuritas diskonto. Meskipun ukuran-
ukuran ini merupakan petunjuk yang menyesatkan terhadap ukuran suku bunga, perubahannya
selalu menandakan perubahan yang searah untuk yield to maturity.

Imbal hasila tas suatu sekuritas yang menjelaskan kepada Anda seberapa kaya Anda
dengan memiliki sekuritas ini selama periode waktu tertentu, dapat sangat berbeda dari suku
bunga yang diukur dengan yield to maturity. Harga obligasi jangka panjang mempunyai sangat
berfluktuasi ketika tingkat bunga berubah dan karenanya mengandung risiko suku bunga. Hasil
keuntungan dan kerugian modal dapat cukup besar, yang melatarbelakangi mengapa obligasi
jangka panjang tidak dianggap sebagai aset yang aman dengan imbal hasil yang pasti.

BAB V: PERILAKU SUKU BUNGA

• Teori tentang permintaan aset memberikan pengetahuan kepada kita bahwa jumlah aset
yang di minta (a) berhubungan positif kepada kekayaan, (b) berhubungan positif dengan
perkiraan imbal hasil atas aset relatif terhadap aset alternatif, (c) berhubungan negatif
dengan resiko aset relatif terhadap aset alternatif, dan (d) berhubungan positif dengan
likuiditas aset relatif terhadap aset alternatif.
• Analisis penawaran dan permintaan untuk obligasi memberikan satu teori mengenai
bagaimana suku bunga ketika ada perubahan permintaan karena perubahan pendapat (atau
kekayaan), perkiraan imbal hasil, resiko, dan likuiditas, atau ketika ada perubahan
penawaran karena perubahan peluang investasi yang menarik, biaya peminjaman riil, atas
anggaran pemerintah.
• Satu teori alternatif mengenai bagaimana suku bunga ditentukan juga diberikan oleh
kerangka kerja preferensi likuiditas, yang menganalisis penawaran dan permintaan untuk
uang. Teori ini menunjukkan bahwa suku bunga akan berubah ketika terdapat perubahan
permintaan untuk uang karena perubahan pendapatan atau tingkatan harga atau ketika
terdapat perubahan penawaran uang.
• Terdapat empat kemungkinan dampak dari peningkatan penawaran uang pada suku bunga:
dampak likuiditas, dampak pendapatan, dampak tingkat harga, dan dampak perkiraan
Inflasi. Dampak likuiditas bahwa peningkatan pertumbuhan penawaran uang akan
mendorong penurunan suku bunga; dampak lainnya bekerja dengan arah yang berlawanan.

39
Bukti empiris menunjukkan bahwa dampak pendapatan, dampak tingkat harga, dan dampak
Inflasi mendominasi dampak likuiditas sehingga meningkatkan penawaran uang mendorong
suku bunga lebih tinggi-bukan menurunkan suku bunga.

BAB VI: STRUKTUR RISIKO DAN STRUKTUR SUKU BUNGA


Obligasi dengan jatuh tempo yang berbeda akan memiliki suku bunga yang berbeda
karena tiga faktor: risiko gagal bayar, likuiditas dan pertimbangan-pertimbangan pajak.
Semakin tinggi risiko gagal bayar suatu obligasi,maka semakin tinggi suku bunganya terhadap
obligasi lain;semakin besar likuiditas suatu obligasi,maka semakin rendah suku bunganya;dan
obligasi dengan status bebas pajak akan memiliki suku bunga yang lebih rendah daripada yang
sebaliknya. Hubungan antara suku bunga obligasi dengan jatuh tempo yang sama yang muncul
karena ketiga faktor ini dikenal sebagai struktur risiko suku bunga.

Empat teori mengenai struktur jangka waktu memberikan penjelasan bagaimana suku
bunga obligasi dengan jangka waktu jatuh tempo yang berbeda berhubungan.teori ekspektasi
memandang suku bunga jangka panjang sebagai penyamaan rata-rata suku bunga jangka
pendek dimasa depan yang diharapkan terjadi selama umur obligasi. Sebaliknya,teori
segmentasi pasar memperlakukan penentuan suku bunga untuk setiap jangka waktu jatuh
tempo obligasi sebagai hasil dari penawaran dan permintaan hanya dipasar itu. Tidak satu dari
kedua teori ini dengan sendirinya dapat menjelaskan fakta bahwa suku bunga obligasi dengan
jatuh tempo yang berbeda bergerak bersama sepanjang waktu dan bahwa kurva imbal hasi
biasanya berkemiringan keatas.

Teori premi likuiditas dan teori habitat preferen menggabungkan sifat-sifat dari dua
teori lainnya, agar dapat menjelaskan fakta-fakta yang baru saja disebutkan. Teori premi
likuiditas dan teori habitat preferen memandang suku bunga jangka panjang sebagai
penyamaan rata-rata suku bunga jangka pendek dimasa depan yang diharapkan terjadi selama
umur obligasi ditambah premi likuiditas. Teori-teori ini memungkinkan kita untuk
menyimpulkan ekspektasi pasar mengenai pergerakan suku bunga jangka pendek dimasa
mendatang diharapkan meningkat, kurva yang berkemiringan keatas yang tidak curam
menunjukkan bahwa suku bunga jangka pendek diharapkan tetap sama, kurva mendatar
menunjukkan bahwa suku bunga jangka pendek diharapkan sedikit menurun,dan kurva imbal
hasil yang terbalik menunjukkan bahwa suku bunga jangka pendek diharapkan turun tajam
dimasa mendatang.

40
BAB VII: PASAR MODAL, TEORI PENGHARAPAN RASIONAL DAN HYPOTESIS
PASAR EFISIEN
1. Saham dinilai sebagai nilai sekarang dari dividen masa depan. Sayangnya, kita tidak tahu
persis apa dividen ini akan Ketidakpastian ini memperkenaikan banyak kesalahan pada
penilaian proses. Model pertumbuhan Gordon disederhanakan Metode perhitungan nilai
saham yang tergantung asumsi bahwa dividen tumbuh di a tingkat konstan selamanya
Mengingat ketidakpastian kami Dividen masa depan, asumsi ini sering terjadi terbaik yang
bisa kita lakukan.
2. Interaksi antar trader di pasaran adalah apa sebenarnya menetapkan harga pada hari-hari
dasar. Pedagang bahwa nilai keamanan yang paling (baik karena kurang ketidakpastian
tentang arus kas atau karena lebih besar perkiraan arus kas) akan bersedia membayar paling
banyak. Saat informasi baru dilepaskan, investor akan merevisi perkiraan mereka tentang
nilai sebenarnya dari keamanan dan kemauan baik membeli atau menjualnya tergantung
bagaimana pasar harga dibandingkan dengan perkiraan valuasinya. Karena Perubahan kecil
dalam perkiraan tingkat pertumbuhan atau kebutuhan Hasil kembali dalam perubahan harga
yang besar, tidak mengherankan bahwa pasar sering bergejolak.
3. Hipotesis pasar yang efisien menyatakan bahwa saat ini harga keamanan akan sepenuhnya
mencerminkan semua informasi yang tersedia, Karena di pasar yang efisien, semua tidak
dieksploitasi peluang keuntungan dieliminasi Eliminasi dari peluang keuntungan yang
belum dieksploitasi, diperlukan untuk Pasar keuangan menjadi efisien, tidak memerlukan
itu semua pelaku pasar mendapat informasi dengan baik.
4. Hipotesis pasar yang efisien menunjukkan bahwa tip panas, penasihat investasi menerbitkan
rekomendasi, dan analisis teknis tidak dapat membantu seorang investor mengungguli pasar.
Resep untuk investor adalah untuk mengejar beli beli saham pembelian strategi dan tahan
mereka dalam jangka waktu yang lama. Empiris bukti umumnya mendukung implikasi ini
hipotesis pasar yang efisien di pasar saham.
5. Kecelakaan pasar saham pada tahun 1987 dan jatuhnya teknologi 2000 telah meyakinkan
banyak ekonom keuangan itu versi yang lebih kuat dari hipotesis pasar yang efisien, yang
menyatakan bahwa harga aset mencerminkan fundamental sejati (intrinsik) nilai sekuritas,
tidak benar. Kurang jelas bahwa pasar saham crash menunjukkan hal itu versi lemah dari
hipotesis pasar yang efisien salah. Bahkan jika pasar saham digerakkan oleh faktor selain
fundamental, crash ini terjadi tidak jelas menunjukkan bahwa banyak yang mendasar

41
pelajaran dari hipotesis pasar yang efisien adalah tidak lebih lama berlaku, selama crash ini
tidak bisa sudah diprediksi
6. Bidang baru akuntansi perilaku menerapkan konsep. Dari ilmu sosial lainnya seperti
antropologi, sosiologi, dan khususnya psikologi untuk mengerti perilaku harga sekuritas.
Kehilangan keengganan, terlalu percaya diri, dan penularan sosial bisa terjadi jelaskan
mengapa volume perdagangan begitu tinggi, harga saham mendapatkan overvalued, dan
gelembung spekulatif terjadi.

BAB VIII: ANALISIS EKONOMI STRUKTUR KEUANGAN

Analisis ekonomi mengenai struktur keuangan menjelaskan bagaimana kinerja sektor


keuangan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan mengapa krisis keuangan terjadi dan
mempunyai konsekuensi sedemikian besar terhadap aktivitas perekonomian secara agregat. Di
dalam struktur keuangan AS terdapat beberapa fakta antara lain : pentingnya perantara
keuangan dan relatif tidak pentingnya pasar sekuritas untuk pendanaan perusahaan,
menunjukkan bahwa pasar keuangan merupakan satu di antara sektor dalam perekonomian
yang paling diregulasi, menyatakan bahwa hanya perusahaan – perusahaan mapan yang
mempunyai akses terhadap pasar sekuritas, menunjukkan bahwa jaminan merupakan hal
penting dari kontrak utang dan menunjukkan kontrak utang sebagai dokumen hukum yang
rumit yang menempatkan batasan – batasan substansial pada perilaku peminjaman.

Biaya transaksi menahan banyak penabung dan peminjam kecil dari keterlibatan
langsung dengan pasar keuangan. Perantara keuangan mengambil keuntungan dari skala
ekonomis dan lebih mampu untuk mengembangkan keahlian untuk menurunkan biaya
transaksi, dengan demikian memungkinkan penabung dan peminjam untuk mendapatkan
keuntungan dari keberadaan pasar keuangan.

Informasi asimetris menghasilkan dua masalah: adverse selection yang terjadi sebelum
transaksi dan moral hazard yang terjadi setelah transaksi. Adverse selection merujuk pada fakta
bahwa risiko kredit buruk adalah mereka yang kemungkinan besar paling banyak mencari
pinjaman, dan moral hazard merujuk pada risiko peminjam yang terlibat dalam kegiatan yang
tidak diinginkan dari sudut pandang pemberi pinjaman.

Adverse selection menghambat berfungsinya pasar keuangan secara efisien. Alat – alat
untuk membantu mengurangi masalah adverse selection meliputi produksi dan penjualan
informasi secara privat/swasta, regulasi pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan

42
informasi, intermediasi keuangan, serta jaminan dan kekayaan bersih. Masalah free-rider
terjadi ketika orang-orang yang tidak membayar untuk informasi mengambil keuntungan dari
informasi yang dibayar oleh orang lain. Masalah ini menjelaskan mengapa perantara keuangan,
khususnya bank, memainkan peranan yang lebih penting dalam pendanaan kegiatan usaha
daripada pasar sekuritas.

Moral hazard dalam kontrak ekuitas dikenal sebagai masalah prinsipal agen, karena
manger (agen) mempunyai insentif yang lebih sedikit untuk memaksimumkan keuntungan dari
pada para pemegan saham (prinsipal). Masalah prinsipal agen menjelaskan mengapa kontrak
utang lebih dominan di pasar keuangan dari pada kontrak ekuitas. Alat untuk membantu
mengurangi masalah prinsipal agen meliputi pemantauan, regulasi pemerintah untuk
meningkatkan ketersediaan informasi dan intermediasi keuangan. Alat untuk mengurangi
masalah moral hazard di kontrak utang meliuputi kekayaan besih, pemantauan dan pelaksanaan
kontrak restriktif, dan perantara keuangan.

Konflik kepentingan muncul ketika penyedia jasa keuangan atau para pekerjanya
melayani minat ganda dan mempunyai insentif untuk menyalahgunakan atau menyembunyikan
informasi yang diperlukan untuk berfungsinya pasar keuangan secara efektif. Kita peduli
tentang konflik kepentingan karena konflik kepentingan secara substansial dapat mengurangi
jumlah informasi yang dapat diandalkan di pasar keuangan, sehingga mencegahnya dari
menyalurkan dana kepada pihak – pihak dengan kesempatan investasi yang produktif. Dua
jenis kegiatan jasa keuangan yang berpotensi mengalami konflik kepentingan : pertanggungan
(underwriting) dan riset di bidang investasi perbankan, serta audit dan konsultasi di firma –
firma akuntan. Dua ukuran kebijakan utama yang diterapkan untuk membahas mengenai
konflik kepentingan : Undang – undang Sarbanes-Oxley Tahun 2002 dan global legal
settlement Tahun 2002, yang muncul dari tuntutan hukum oleh New York Attorney General
terhadap sepuluh bank Investasi terbesar.

Krisis keuangan merupakan gangguan besar di pasar keuangan. Krisis keuangan


disebabkan oleh peningkatan masalah adverse selection dan moral hazart yang mencegah pasar
keuangan menyalurkan dana kepada orang – orang dengan kesempatan investasi produktif,
yang mengakibatkan kontraksi tajam dalam kegiatan ekonomi. Lima faktor yang menyebabkan
krisis keuangan adalah peningkatan suku bunga, penungkatan ketidakpastian, dampak pasar
aset terhadap neraca, masalah – masalah dalam sektor perbankan dan ketidak seimbangan fiskal
pemerintah.

43
BAB IX: PERBANKAN DAN MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN

Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset
keuangan atau tagihan (claims) dibandingkan aset nonfinancial atau aset riil. Lembaga
keuangan memberikan kredit kepada nasabah dan menanamkan dananya dalam surat-surat
berharga. Fungsi dan Peranan Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan berfungsi:

• Melancarkan pertukaran produk (barang dan jasa) dengan menggunakan uang dan
instrumen kredit.
• Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan ke masyarakat
dalam bentuk pinjaman.
• Memberikan pengetahuan dan informasi,
Pengelompokkan lembaga keuangan

• Lembaga keuangan dikelompokkan menjadi dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB)
dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).
• Perbedaan Lemabaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah:
• Kewajiban finansial LKB dan LKBB yaitu pada liabilitas atau pasiva LKB berupa uang,
sedangkan liabilitas atau pasiva LKBB yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai uang.
• Kemampuan kedua lembaga keuangan dalam menciptakan kredit dan uang, yaitu LKB
mempunyai kemampuan menciptakan kredit, mengedarkan uang, dan menambah JUB
(melalui efek pengganda uang), sedangkan LKBB menyalurkan dana kepada masyarakat
melalui penyertaan modal atau membiayai investasi perusahaan.
• Persamaan LKB dan LKBB mempunyai kesamaan dalam hal:
• Melancarkan pertukaran produk dengan menggunakan uang dan instrumen kredit.
• Membantu menyalurkan dana penabung (masyarakat yang kelebihan dana) kepada
pengusaha (masyarakat yang memerlukan dana).
Fungsi Bank

Secara umum fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara
lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agen of development, agen of servies.

44
• Agent of trust
• Agent of development
• Agent of servies
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan undang-undang nomor 13 tahun
1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengarahan dana-dana,
mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan
percetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu
sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.

Bank umum adalah lembaga keuangan yang menawarkan berbagai layanan produk dan
jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari
masyarakat dalam berbagai bentuk, member kredit pinjaman kepada masyarakat yang
membutuhkan, jual beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek,
menerima penitipan barang berharga,dan lain sebagainya.

Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah
opoerasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan
kredit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum,
menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dalam sertifikat bank
Indonesia, deposito berjangka, sertifikat, tabungan, dan lain sebagainya.

BAB X: INDUSTRI PERBANKAN STRUKTUR DAN PERSAINGAN

• Sejarah perbankan di AS telah meninggalkan kita dengan sistem perbankan ganda, dengan
bank komersial yang dibentuk oleh pemerintah Negara bagian dan federal. Banyak badan
yang mengatur bank komersial: The Office Of The Comptroller, The Federal Reserve,
FDIC, dan otoritas perbankan Negara bagian
• Perubahan lingkungan ekonomi akan mendorong lembaga keuangan untuk mencari
inovasi keuangan. Perubahan kondisi permintaan, khususnya peningkatan risiko suku
bunga, perubahan kondisi penawaran, khususnya perbaikan di bidang teknologi informasi,
dan keinginan untuk menghindari regulasi yang mahal telah menjadi kekuatan-kekuatan
yang mendorong di balik inovasi keuangan. Inovasi keuangan menyebabkan bank-bank
mengalami penurunan keunggulan biaya dalam memperoleh dana dan dalam keunggulan
pendapatan atas asset mereka. Penyempitan yang dihasilkan telah menurunkan profabilitas

45
usaha perbankan tradisional dan telah menyebabkan penurunan kegiatan perbankan
tradisional.
• Peraturan pembukaan cabang yang restriktif di Negara bagian dan undang-undang
McFadden, yang melarang pembukaan cabang di sepanjang batas Negara bagian,
mendorong sejumlah besar bank-bank komersial kecil. Jumlah bank komersial yang besar
di AS mencerminkan kurangnya persaingan di masa lalu, bukan adanya persaingan yang
kuat. Perusahaan induk bank dan ATM merupakan respon penting terhadap hambatan
pembukaan cabang yang melemahkan dampak batasan anti persaingan.
• Sejak pertengahan tahun 1980-an, konsolidasi bank telah terjadi pada tingkat yang cepat.
Fase pertama konsolidasi bank adalah hasil dari kegagalan bank dan mengurangi
efektivitas pembatasan pembukaan cabang. Fase kedua telah distimulasi oleh teknologi
informasi dan Undang-Undang Perbankan Antar Negara Bagian dab Efisiensi Pembukaan
cabang Riegle-Neal tahun 1994, yang mendirikan dasar bagi sistem perbankan di AS.
Setelah konsolidasi perbankan ditetapkan, kita kemungkinan besar ditinggalkan oleh
sistem perbankan dengan beberapa ribu bank. Sebagian besar ekonom percaya bahwa
manfaat dari konsolidasi bank dan perbankan di seluruh negeri akan menjadi lebih penting
daripada biayanya.
• Undang-undang Glass-Steahall memisahkan perbankan komersial dengan industry
sekuritas. Legalisasi pada tahun 1999 mencabut Undang-undang Glass-Stegall,
menghilangkan pemisah dari industri-industri ini.
• Regulasi dan struktur industry penyimpanan (asosiasi simpan pinjam, bank tabungan
bersama dan koperasi perkreditan) sejalan dengan regulasi dan struktur industry bank
komrsial.
• Dengan pertumbuhan perdagangan dunia yang cepat sejak tahun 1960. Perbankan
internasional telah tumbuh secara pesat. Bank-bank AS melakukan kegiatan perbankan
internasional dengan membuka cabang diluar negeri, mempunyai kepemilikan kendali atas
bank-bank asing, membentuk Edge Act Corporation, dan mengoperasikan fasilitas
perbankan internasional (IBF) yang terletak di AS. Bank- bank asing beroperasi di AS
dengan memiliki anak perusahaan bank Amerika atau dengan mengoperasikan cabang-
cabang atau kantor agen di AS.

46
BAB XI: ANALISIS EKONOMI REGULASI KEUANGAN

Regulasi keuangan yang diterapkan oleh pemerintah bertujuan untuk mengurangi


adanya asimetri informasi yang menimbulkan adverse selection. Seringkali konsumen
memiliki keterbatasan informasi mengenai bank-bank sebagai wadah menyimpan uang. Untuk
meminimalisir, pemerintah menerapkan berbagai

Ada 8 kategori dasar mengenai regulasi keuangan:

1. Keamanan Pemerintah (Government SafetyNet)


FDIC memiliki 2 metode dalam melakukan pembayaran simpanan, yaitu: Metode
payoff Dan Metode pembelian dan asumsi

2. Pembatasan kepemilikan aset dan modal

3. Penilaian Risiko Manajemen

4. Prompt Corrective Action (tindakan korektif yang cepat)

5. Chartering & Examination

6. Perlindungan konsumen

7. Persyaratan pengungkapan

8. Pembatasan kompetisi

BAB XII: BANK- BANK FEDERAL RESERVE

Feredal Reserve System Diciptakan pada tahun 1913 untuk mengurangi frekuensi bank
panic. Oleh karena itu pertentangan publik terhadap bank sentral dan sentralisasi kekuasaan,
Federal Reserve System diciptakan dengan banyak check and belance untuk menyebar
kekuasaan.

Struktur formal dari federal reserve system terdiri dari 12 bank federal reserve regional,
sekitar 2.000 bank komersial anggota, Dewan Gubernur Federal Reserve System, komite Pasar
Terbuka Federal (FOMC) dan komite penasehat pederal.

Perbedaan Antara Sistem Bank Sentral Eropa dengan Federal Reserve System

47
System bank sentral di Eropa mempunyai struktur yang serupa dengan Federal Reserve
System, dengan anggota masing- masing negara yang mempunyai bank sentaral nasional dan
dewan eksekutif Bank Sentral eropa yang berlokasi di Frenkfurt, Jerman.

Dewan pimpinan, yang terdiri atas enam anggota Badan Eksekutif ( termasuk presiden
bank sentral Eropa ) dan presiden bank sentral Nasional, membuat keputusan mengenai
kebijakan moneter.

Eurosystem, yang didirikan berdasarkan Maastrich Treaty, bahkan lebih independen


daripada federal reserve system karena peraturannya tidak bisa diubah oleh legalitas. Lebih
lanjur Eurosystem merupakan bank sentral yang paling independen di dunia.

Struktur Dan Independensi Bank Sentral Dan Bank Asing Lainnya

Terdapat kecenderungan yang mencolok terhadap peningkatan kebebbasan bank sentral


di seluruh dunia. Independensi yang semakin besar telah diberikan kepada bank sentral – bank
sental seperti Bank of England dan Bank of Japan dalam tahun – tahun terakhir ini, juga kepada
bank sentral lain di negara – negara lain seperti Selandia Baru dan Swadia.

Baik teori maupun pengalamannnya menunjukan bahwa bank sentar yang lebih
independensi menghasilkan kebijakan moneter yang lebih baik.

Teori perilaku birokrasi menyatakan bahwa suatu faktor yang mendorong perilaku bank
sentral merupakan upaya untuk meningkatkan kekuasaan dan prestasinya. Pandangan ini
menjelaskan banyak tindakan bank sentral, meskipun bank sentral mungkin juga bertindak atas
kepentingan publik.

Independensi Bank Sentral dan Kinerja Ekonomi Makro Di Seluruh Dunia

Kita telah melihat bahwa dukungan – dukungan kebebasan bank sentral menyakini
bahwa kinerja ekonomi makro akan leboh baik dengan membuat bank sentral menjadi lebih
bebas. Penelitian terbaru tampaknya mendukung pergerakan ini : Ketika bank sentral
diperingkat dari paling kecil tingkat kebebasannya hingga yang paling bebas, kinerja Inflasi
ditemukan lebih baik bagi negara – negara dengan bank sentral yang independen. Meskipun
bank sentral yang lebih independen tampaknya membuat tingkat Inflasi yang lebih rendaj, hal
ini tidak dicapai pada biaya kinerja ekonomi riil yang lebih buruk. Negara – negara dengan
bank sentral yang independen tidak lebih mempunyai tingkat pengangguran yang tinggi atau

48
fluktuasi output yang lebih besar daripada negra – negra dengan bank sentral yang kurang
independen.

BAB XIII: PENCIPTAAN SIMPANAN BERGANDA DAN PROSES UANG


BEREDAR

1. Terdapat empat pemain dalam proses uang beredar yaitu bank sentral, bank komersial
(lembaga penyimpanan), deposan dan peminjam dari bank.
2. Empat komponen dalam neraca bank sentral yang penting dalam memahami proses uang
beredar. Dua komponen dalam kewajiban yaitu uang kartal yang beredar dan cadangan,
dimana keduanya secara bersamaan menciptakan uang primer, serta dua komponen aset,
surat utang pemerintah dan discount loans.
3. FederalReserve(Bank Sentral AS) mengendalikan uang primer melalui operasi pasar
terbuka dan pengembangan discount loans dan mempunyai kendali yang lebih baik
terhadap uang primer dibandingkan terhadap cadangan. Walaupun float dan Theasury
deposits with the Fed menyebabkan fluktuasi jangka pendek yang signifikan, sehingga sulit
mengontrol uang primer secara menyeluruh, keduanya tidak mencegah the Fed untuk bisa
mengendalikannya secara tepat.
4. Satu bank dapat memberikan pinjaman sampai sebesar kelebihan cadangannya, sehingga
menciptakan nilai yang sama dengan simpanannya. Sistem perbankan dapat menciptakan
ekspansi simpanan berganda, karena setiap bank memberikan pinjaman dan menciptakan
simpanan, cadangan menemukan caranya untuk sampai ke bank lain, yang
menggunakannya untuk memberikan pinjaman dan menciptakan simpanan tambahan.
Dalam model sederhana penciptaan simpanan berganda dimana bank tidak memegang uang
kartal, peningkatan berganda dalam rekening giro (pengganda simpanan sederhana) sama
dengan satu dibagi dengan rasio cadangan wajib.
5. Model sederhana penciptaan simpanan berganda mempunyai beberapa kelemahan.
Keputusan oleh deposan untuk meningkatkan uang kartal yang dipegang atau dari bank
untuk memegang kelebihan cadangan akan menghasilkan ekspansi simpanan yang lebih
kecil daripada yang diprediksi oleh model sederhana. Keempat pemain The Fed, bank
komersial, deposan dan peminjam dari bank penting dalam menentukan uang beredar.

49
BAB III

PERBANDINGAN BUKU

III.1 KELEBIHAN BUKU

• Penulisan buku pada buku utama ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik serta
sesuai dengan EYD.
• Bahasa atau kata-kata yang digunakan dalam menulis buku mudah dimengerti oleh
pembaca karena memakai kata yang sederhana atau yang sering digunakan.
• Pemaparan materi diterangkan secara detail.
• Cover buku pada buku utama di desain dengan menarik.
• Tahun terbit pada bukuUtama merupakan keluaran yang lebih terbaru dari buku
pembanding, yaitu pada buku utama merupakan tahun terbit 2012 sedangkan pada buku
pembanding tahun terbitnya 2008.
• Pada kedua buku saling melengkapi dalam mengisi materi yakni pada buku utama
membahas tentang teori dan kebijakan ekonomi moneter sedangkan pada buku
pembanding membahas tentang ekonomi uang perbankan dan pasar keuangan.

III.2 KELEMAHAN BUKU

Pada buku terlalu banyak menggunakan bahasa mengulang, seperti uang kartal
merupakan uang kertas dan uang logam. Pada setiap bab terdapat menjelaskan materi tersebut
sehingga membuat pembaca merasa bosan. Bahkan pada setiap bab tidak memiliki contoh soal
pada buku tersebut, yang dapat membuat pembaca tidak dapat untuk mempelajari rumus-rumus
tersebut. Pada sejarah bank Indonesia dan bank sentral tidak menjelaskan awal mula berdirinya
bank Indonesia dan bank sentral.

50
BAB IV

KESIMPULAN

Dari kelemahan dan kelebihan masing-masing buku di atas disimpulkan bahwa masing-
masing buku memiliki keunggulan dan kelemahan. Setiap buku memiliki daya tarik tersendiri
untuk menarik minat pembaca. Secara keseluruhan kedua buku ini merupakan buku yang
sangat bagus dan bermanfaat untuk dimiliki dan dijadikan sebagai referensi dalam memahami
dan menambah pengetahuan tentang ekonomi moneter. Buku ini layak digunakan oleh para
analisa ekonomi maupun mahasiswa yang ingin mengembangkan wawasan ekonominya.

51
DAFTAR PUSTAKA

Natsir, M. 2012. Ekonomi Moneter Teori & Kebijakan. Semarang: Polines Semarang.

Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan (The Economics
of Money, Banking, and Financial Markets). Jakarta: Salemba Empat.

52

Anda mungkin juga menyukai