KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah
dengan judul tujuh unsur kebudayaan Provinsi Sumatera Selatan. Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi mata kuliah Antropologi Budaya. Dalam
menyusun makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih,
kami menyadari makalah ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membamgun guna sempurnanya
makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 1
1.3 TUJUAN MAKALAH 2
1.4 MANFAAT MAKALAH 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 BAHASA 3
2.2 SISTEM RELIGI (KEPERCAYAAN) 3
2.3 SISTEM MATA PENCAHARIAN 4
2.4 SISTEM PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI 4
2.5 MAKANAN KHAS 4
2.6 KESENIAN 5
2.7 PERKAWINAN 6
2.8 RUMAH ADAT PALEMBANG 8
2.9 PAKAIAN ADAT PALEMBANG 9
BAB III PENUTUP 15
3.1 KESIMPULAN 15
3.2 KRITIK DAN SARAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16
REPORT THIS AD
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BAHASA
Bahasa, seperti juga budaya, merupakan bahagian yang tak terpisah dari diri
manusia sehingga banyak orang tampil menganggapnya diwariskan secara genetik.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu di
pelajari. Bahasa Palembang mempunyai dua tingkatan, yaitu Baso Palembang Alus
atau Berbaso dan Baso Palembang sari-sari. Baso Palembang Alus digunakan
dalam percakapan dengan pemuka masyarakat, orang-orang tua, atau orang- orang
yang di hormati, terutama dalam upacara-upacara adat. Bahasa ini berakar pada
bahasa Jawa karena raja-raja Palembang berasal dari Kerajaan Majapahit, Kerajaan
Demak, dan Kerajaan Pajang. Itulah sebabnya perbendaharaan kata dalam bahasa
Jawa. Sementara itu, Baso sehari-hari dipergunakan oleh orang Palembang dan
berarkar pada bahasa Melayu. Dalam praktiknya sehari-hari, orang Palembang
biasanya menggabugkan bahasa ini dengan bahasa Palembang memiliki kemiripan
dengan bahasa di sekitarnya, seperti Jambi, Bengkulu, dan Jawa(dengan intonasi
beda). Di Jambi dan Bengkulu, akhiran ‘a’ pada kosakata bahasa Indonesia yang di
ubah menjadi ‘o’ banyak ditemukan.
b. Kerupuk Palembang
Salah satu makanan kecil dari Palembang yang terkenal, kerupuk ini terbuat dari
campuran terigu dan ikan tertentu. Biasanya terbuat dari ikan terbuat dari ikan
tenggiri, ikan gabus, dan ikan belida.
c. Martabak Har
Terbuat dari telur di campur dengan bumbu-bumbu tertentu dan daging, lalu
dibungkus adonan terigu di campurkan lalu di goreng. Martabak Har biasanya di
sajikan dengan saus yang lezat terbuat dari kentang, air, dan bumbu-bumbu
lainnya. Tempat yang terbaik untuk mencicipi martabak ini adalah di martabak kaji
Abdul Rosak di jalan sudirman.
d. Lepok Duren
Terbuat dari durian dan gula. Rasanya manis dan kenyal.
e. Tekwan
Sup tradisional yang terbuat dari bola-bola ikan, pasta ikan, soun, jamur dan
bengkoang kemudian di sajikan hangat-hangat.
f. Bekasem
Yaitu ikan yang di asinkan.
g. Makanan khas-khas lainnya dari provinsi ini seperti pindang patin, pindang
tulang, sambal jokjok, berengkes, dam tempoyak.
2.6 KESENIAN
Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari daerah lain, telah
menjadikan kota ini sebagai multi-budaya, penduduk kota ini mengadopsi budaya
Melayu di lihat dalam kebudayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata
seperti “lawan (pintu)”, “gedang (pisang)”. Adalah salah satu contohnya Gelar
kebangsawan pun bernuasa jawa, seperti Raden Mas atau Ayu. Makam-makam
peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan yang terdapat di Palembang
antara lain:
2.7 PERKAWINAN
Melihat perkawinan adat Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan ritual adatnya
mewariskan keagungan dan kesuksesan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalami
keemasan berpengaruh di semananjung Melayu berabad silam.
Pada zaman kesultanan Palembang terdiri sekitar abad 16 lama berselang setelah
runtuhnya dinasti Sriwijaya,dan pasca kesultanan pada dasarnya perkawinan di
tentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot, bibit, dan bebet. Pada
masa sekarang ini perkawinan banyak di tentukan oleh kedua pasang calon
mempelai penganti itu sendiri.
Tata cara perkawinan
Calon pengantin
Dapat di ajukan oleh si anak yang akan dikawinkan, dapat juga diajukan
oleh tuanya. Bila dicalonkan oleh orang tua, maka mereka akan
menginventariskan dulu siapa-siapa yang di calonkan, anak siapa dan
keturuan dari keluarga siapa.
Madik
Madik adalah suatu proses penyelidikan atas seorang gadis yang dilakukan
oleh utusan pihak keluarga pria. Tujuannya untuk perkenalan, mengetahui
asal-usul serta selisih keluarga masing-masing serta melihat apakah gadis
tersebut belum ada yang meminang.
Menyengguk
Menyengguk atau sengguk berasal dari bahas Jawa kuno yang artinya
memasang ‘’Pagar’’ agar gadis yang dituju tidak terganggu oleh sengguk
(sebangsa musang, sebagai kiasan tidak terganggu perjaka lain)
Ngebet
Bila proses sengguk telah mencapai sasaran, maka kembali keluarga dari
pihak pria berkunjung dengan dengan membawa tenong sebanyak 3 buah,
masing-masing berisi terigu, gula pasir, dan telur itik. Pertemuan ini sebagai
tanda bahwa kedua pihak keluarga telah ‘’nemuke kato’’ serta sepakat
bahwa gadis telah di ikat oleh pihak pria.
Berasan
Berasal dari bahasa Melayu artinya bermusyawarah, yaitu bermusyawarah
untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga besar.
Mutuske kato
Acara ini bertujuan kedua pihak keluarga membuat keputusan dalam yang
berkaitan dengan “hari ngantarke belanjo” hari pernikahan, saat munggah,
Nyemputi dan nganter penganten, Ngalie Turon, Bercacap atau mandi
simburan dan teratib.
Nganterke Belanjo
Prosesi nganterke belanjo biasanya dilakukan sebulan atau setengah bulan
bahkan beberapa hari sebelum acara munggah. Prosesi ini lebih banyak
dilakukan oleh kaum wanita, sedangkan kaum pria hanya mengiringi saja.
Uang belanjo (duit belanjo) di masukan dalam ponjen warna kuning dengan
artribut pengiringnya berbentuk manggis. Hantaran pihak calon mempelai
pria ini juga di lengkapi dengan nampan-nampan paling sedikit 12 buah
berisi aneka keperluan pesta, antara lain berupa terigu, gula, buah-buahan
kaleng, hingga kue-kue dan jajanan. Lebih dari itu di antar pula ‘ejukan’
atau permintaan yang telah di tetapkan saat mutuske kato, yakni berupa
salah satu syarat adat pelaksanaan perkawinan sesuai kesepakatan.
2.8 RUMAH ADAT PALEMBANG
Rumah adat Sumatera Selatan (Palembang) bernama rumah Limas ia merupakan
rumah panggung, untuk tempat tinggal para bangsawan. Rumah Limas berjenjang
lima dengan bermakna lima emas, yaitu keagungan, rukun dan damai, sopan
santun, aman dan subur, kemudian makmur dan sejahtera. Pintu gerbang emas
harus ada pada rumah Limas.
Rumah adat Limas memiliki luas antara 400 sampai dengan 1000 meter persegi.
Keseluruhan rumah, bertopang pada tiang-tiang kayu yang tertanam di tanah.
Rumah Limas terbagi menjadi beberapa bagian yakni Ruangan utama(Ruang
Gajah), Pangkeng (Bilik tidur), dan Pawon(dapur). Ruang utama (ruang gajah)
terletak ditingkat teratas dan tepat di bawah atap Limas. Di ruangan ini terdapat
Amben atau ruang musyawarah. Ruangan ini merupakan pusat dari rumah Limas,
baik untuk keperluan adat maupun dari dekorasinya.
1. SUKU KOMERING
Komering merupakan salah satu suku atau wilayah budaya di Sumatera
Selatan, yang berada sepanjang aliran sungai komering. Seperti halnya suku-
suku di Sumatera Selatan, karaktersuku ini adalah penjelajah sehingga
penyebaran suku ini cukup luas hingga ke lampung. Suku komering terbagi
atas dua kelompok besar yaitu komering Ilir yang tinggal di sekitar kayu
agung dan komering Ulu yang tinggal di baturaja. Komering terbagi
beberapa marga, di antaranya marga paku sekunyit, marga Sosoh Buay
Rayap, marga Buay Pemuka Peliyung, marga Buay Madang, dan marga
Semendawai. Wilayah budaya komering merupakan wilayah yang paling
luas jika dibandingkan dengan wilayah budaya suku-suku lainnya di
sumatera selatan. Selain itu, bila di lihat dari karakter masyarakatnya, suku
Komering dikenal memiliki temperamen yang tinggi dan keras. Berdasarkan
cerita rakyat masyarakat komering, suku Komering dan suku Batak,
SumateraUtara, di kisahkan masih bersaudara. Kakak beradik yang datang di
Negeri seberang. Setelah sampai di Sumatera, mereka berpisah. Sang kakak
pergi ke Selatan menjadi puyang suku Komering, dan sang adik ke Utara
menjadi puyang suku Batak.
2. SUKU PALEMBANG
Kelompok suku Palembang memenuhi 40-50 % daerah kota Palembang.
Suku Palembang dibagi menjadi dua kelompok yaitu Wong Jeroo
merupakan keturuan bangsawan atau hartawan dan sedikit lebih rendah dari
orang-orang istana dari kerajaan tempo dulu yang berpusat di Palembang,
dan Wong Jabo adalah rakyat biasa. Seorang yang ahli tentang asal-usul
orang Palembang yang disebut keturunan raja, mengikuti bahwa suku
Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa Arab, Cina, suku Jawa,
dan kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia. Suku Palembang sendiri
memiliki dua ragam bahasa yaitu Baso Palembang Alus dan Baso
Palembang Sari-Sari. Suku Palembang masih tinggal atau menentap di
dalam rumah yang didirikan di atas air. Model arsitektur rumah orang
Palembang yang paling khas adalah rumah limas yang kebanyakan didirikan
diatas panggung diatas air untuk melindungi dari bajir yang terus terjadi dari
dahulu sampai sekarang. Di kawasan sungai Musi sering terlihat orang
Palembang menawarkan dagangannya diatas perahu.
3. SUKU GUMAI
Suku Gumai adalah salah satu suku yang mendiami daerah kabupaten lahat.
Sebelum adanya kota lahat, Gumai merupakan satu kesatuan dari teritorial
GUMAI, yaitu Marga Gumai Lembak, Marga Gumai Ulu, dan Marga Gumai
Talang. Setelah adanya kota Lahat, maka Gumai Ulu menjadi terpisah
dimana Gumai Lembak dan Gumai Ulu menjadi bagian dari kecamatan
pulau Pinang sedangkan Talang menjadi bagian dari kecamatan kota Lahat.
4. SUKU SEMENDO
Suku Semendo berada di kecamatan semendo, kabupaten Muara Enim,
provinsi Sumatera Selatan. Menurut sejarahnya, suku Semendo berasal dari
keturunan suku Banten yang berada abad silam pergi merantau dari Jawa ke
pulau Sumatera, dan kemudian menentap dan beranak cucu di daerah
Semendo. Hampir 100% penduduk Semendo hidup dari hasil pertanian,
yang masih diolah dengan cara tradisional. Lahan pertanian cukup subur,
karena berada kurang lebih 900 meter diatas permukaan laut. Ada dua
komoditi utama didaerah ini: kopi jenis robusta dengan jumlah produksi
mencapai 300 ton per tahunnya, dan padi dimana daerah ini termasuk salah
satu lumbung padi untuk di daerah Sumatera Selatan. Adat istiadat serta
kebudayaan daerah ini sangat dipengaruhi nafas keIslaman yang sangat kuat.
Mulai dari musik Rebana, lagu-lagu daerah, dan tari-tarian sangat
dipengaruhi oleh budaya Melayu Islam. Bahasa yang digunakan dalam
pergaulan sehari-hari adalah bahasa Semendo. Setiap kata pada setiap
bahasa ini umumnya berakhiran “e”.
5. SUKU LINTANG
Kawasan pegunungan bukit barisan di Sumatera Selatan merupakan tempat
tinggal suku lintang, diapit oleh suku Pasemah dan Renjang. Suku Lintang
merupakan salah satu suku Melayu yang tinggal di sepanjang tepi sungai
Musi di provinsi Sumatera Selatan. Suku Lintang hidup bercocok tanam
yang menghasilkan: kopi, beras, kemiri, karet, sayur-sayuran. Mereka juga
berternak kambing, kerbau, ayam, itik, perikanan, walaupun tinggal di tepi
sungai. Orang Lintang adalah penganut Islam yang cukup kuat. Hal ini
terlihat dengan banyaknya mesjid-mesjid dan pesantren untuk melatih kaum
mudanya.
6. SUKU KAYU AGUNG
Suku kayu agung berdomisili dinSumatera Selatan, tepatnya di kabupaten
Ogan Komering Ilir dengan ibukotanya Kayu Agung. Wilayah ini dialirin
sungai Komering. Bahasanya terdiri atas dua dialek, yaitu dialek kayu agung
dan dialek ogan. Mata pencaharian suku ini bertani, berdagang, dan
membuat gerabah dari tanah liat. Suku kayu agung mayoritas beragama
Islam, tetapi mereka masih mempertahankan kepercayaan lama, yaitu
kepercayaan mengenai dunia roh. Suku Kayu Agung percaya bahwa roh-roh
nenek moyang dapat menggangu manusia. Mereka juga percaya akan dukun
yang membantu dalam upacara pertanian, baik saat menanam maupun saat
panen. Selain itu tempat-tempat keramat yang mereka anggap sebagai
tempat bersemayamnya para arwah.
7. SUKU LEMATANG
Suku Lematang tinggal di daerah lematang yang terletak di antara kabupaten
Muara Enim dan kabupaten Lahat. Daerah ini berbatasan dengan daerah
kikim dan Enim. Suku ini menempati wilayah di sepanjang sungai lematang,
di sekitar kota Muara Enim dan kota Prabumulih. Asal-usul orang lematang
dari kerajaan Majapahit, keturunan orang Banten dan Wali sembilan. Orang
lematang sangat terbuka dan memiliki sifat ramah-tamah dalam menyambut
setiap pendatang yang ingin mengetahui seluk beluk dan keadaan daerah dan
budayanya.
8. SUKU OGAN
Suku Ogan terletak di kabupaten Ogan Komering ulu dan Ogan komering
Ilir. Mereka mendiami tempat sepanjang aliran sungai Ogan dari baturaja
sampai ke kaskus. Orang-orang biasa juga di sebut tiga(3) sub suku yakni
suku pegagan ulu, suku penesak, dan suku pegagan ilir. Kelompok
masyarakat ini adalah penduduk asli dan bertani, tetapi banyak juga menjadi
pegawai negeri. Makanan pokok suku ini ialah hasil pertanian.
9. SUKU PASEMAH
Suku Pasemah adalah suku yang mendiami wilayah kabupaten Empat
Lawang, kabupaten Lahat, Ogan Komering Ulu, dan sekitar kawasan
gunung berapi yang masih aktif, gunung Dempo. Suku bangsa ini juga
banyak yang merantau ke daerah-daerah provinsi Bengkulu. Menurut
sejarah, suku ini berasal dari keturunan raja Darmawijaya(Majapahit) yang
menyerang ke Palembang (pulau perca).
Suku ini tersebar di pegunungan Bukit Barisan, khususnya di lereng-
lerengnya. Menurut mitologi nama pasemah berasal dari kata Basemah yang
berarti berbahasa melayu. Hasil utama masyarakat ini adalah kopi, sayur-
sayuran, dan cengkeh, dengan makanan pokoknya ialah beras.
10.SUKU SEKAYU
Suku sekayu terletak di provinsi Sumatera Selatan. Dalam wilayah
kabupaten Musi Bayuasin, mayoritas penduduknya petani. Hasil
pertaniannya adalah padi, singkong, ubi, jagung, kacang tanah tanah, dan
kendelai. Hasil perkebunan yang menonjol ialah karet, cengkeh, dan kopi.
Suku sekayu merupakan ‘’Manusia Sungai’’dan senang mendirikan rumah-
rumah yang langsung berhubungan dengan sungai Musi.
11.SUKU RAWAS
Suku ini terletak di wilayah provinsi Sumatera Selatan, tepatnya di sekitar
dua aliran sungai Rawas dan sungai Musi bagian utara. Suku ini menempati
wilayah di kecamatan Rawas Ulu, Rawas Ilir, dan Muararupit, di kabupaten
Musi Rawas. Bahasa Rawas masih tergolong ke dalam rumpun melayu, di
wilayah ini banyak terdapat kebun karet rakyat.
12.SUKU BANYUASIN
Suku ini terutama tinggal di kabupaten Musi Banyuasin yaitu di kecamatan
Babat Toman, Banyu Lincir, sungai Lilin, dan Bayuasin dua dan tiga.
Umumnya mereka tinggal di daratan rendah yang selingi rawa-rawa dan
berada di daerah aliran sungai. Sungai yang terbesar adalah sungai Musi
yang memiliki banyak anak sungai, mata pencaharian pokoknya adalah
bertani di sawah dan ladang. Mereka masih percaya terhadap berbagai
takhyul, tempat keramat dan benda-benda kekuatan gaib mereka juga
menjalani beberapa upacara dan pantangan.
BAB III
PENUNTUP
3.1 KESIMPULAN
Setelah menganalisis kebudayaan yang ada pada masyarakat Sumatera Selatan
diatas dapat disimpulkan bahwa ethnis kebudayaan atau unsur yang paling
menonjol dari masyarakat Sumatera Selatan adalah segi “Sistem pengetahuan dan
Teknologi” khususnya pada makanan-makanan khasnya dan dari segi “Kesenian-
nya” baik seni tari, rumah adat, dan kerajiannya. Mereka mempunyai keahlian
dalam menciptakan karya seni yang indah dengan kesabaran dan kemampuannya.
Hal ini menunjukan bahwa Sumatera Selatan adalah provinsi yang kaya akan
kebudayaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, R.H.M.(1980) Sejarah dan kebudayaan Palembang Jakarta: proyek penerbit
Buku sastra Indonesia dan Daerah.
Abdullah Saleh, R. Dalyono BA. 1996, Kesenian Tradisional Palembang.
http:// dwiselly sejarah.blogspot.com/.