Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH LOKAL

Percampuran Tiga Budaya Di Pesisisr


Sungai Musi

Nama

: Mutmainnah (06041181320022)
Devi Permatasari (06041181320008)
M. Al-Hafiz (06041181320001)

Dosen Pembimbing

: Dr. FARIDA, M.Si.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2014

Daftar Narasumber

No

Nama

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

1.

Mulyadi

53

S1

Wiraswasta

2.

Slamet Wijaya

59

SMA

Wiraswasta

3.

Silvia

27

SMA

Ibu Rumah Tangga

Keterangan
Keturununan Kapitan
Ke-13
Keturununan Kapitan
Ke-13
Keturununan Kapitan
Ke-14

Percampuran Tiga Budaya Di Pesisir Sungai Musi


Kampung Kapitan memang salah satu bangunan peninggalan China. Namun, bukan
ciri khas China yang melekat di sana, melainkan perpaduan antara budaya Palembang, China,
dan Belanda yang terasa kental mewarnai kawasan yang terletak di pinggir Sungai Musi ini.
Munculnya Kampung Kapitan berkaitan dengan runtuhnya Kerajaan Sriwijaya pada abad XI
dan munculnya Dinasti Ming di China pada abad XIV.Sejak zaman Sriwijaya hingga kini,
Sungai Musi menjadi urat nadi jalur transportasi air untuk menggerakkan perekonomian Kota
Palembang dan sekitarnya. Alur mudik kapal, perahu, getek, tongkang, tug boat maupun
speed boat yang membawa hasil bumi, dapat terlihat. Namun, di balik padatnya aktivitas di
sungai yang membelah Kota Palembang menjadi dua, yakni Seberang Ulu dan Ilir ini, ada
yang lebih menarik perhatian wisatawan, yaitu Kampung Kapitan.(Wawancara dengan Bapak
Slamet, 2 September 2014)
Kampung Kapitan merupakan kelompok 15 bangunan rumah panggung ala Cina.
Kampung ini pada awalnya merupakan tempat tinggal seorang perwira keturunan Cina
berpangkat kapitan (kapten) yang bekerja untuk pemerintah kolonial Belanda.Lahan di
Seberang Ulu ini memang untuk para pendatang dari luar Palembang. Uniknya, bentuk rumah
mengadopsi bentuk rumah limas (rumah tradisional Palembang) yang diperuntukkan bagi
para bangsawan Palembang. Namun, bentuk rumah juga mengadopsi tipologi rumah
masyarakat Cina dengan bentuk ruang terbuka pada bagian tengahnya, yang berguna bagi
sirkulasi udara dan masuknya cahaya.Rumah-rumah tua di Kampung Kapitan juga memiliki

kesamaan ciri yang lain seperti dilengkapi tangga kayu, teras, satu pintu utama, ruang tamu,
ruang tengah, ruang terbuka, dan rumah bagian belakang yang posisinya mengapit rumah
induk. (Wawancara dengan Bapak Slamet, 2 September 2014)

Bangunan inti di Kampung Kapitan terdiri atas tiga rumah, merupakan bangunan
yang paling besar dan menghadap ke arah Sungai Musi. Rumah di tengah paling sering
difungsikan untuk menyelenggarakan pesta dan tempat pertemuan, sementara kedua rumah di
sisi timur dan barat untuk rumah tinggal.Dari arah darat, hanya ada satu jalan masuk ke
Kampung Kapitan yang berjarak sekitar 800 meter dari bawah Jembatan Ampera. Di jalan
masuk terdapat dua gerbang yang daun pintunya hilang. Tapi kini, keanggunan Kampung
Kapitan nyaris hilang. Hanya bangunan-bangunan kuno yang masih tegak berdiri, meskipun
banyak kerusakan kecil di berbagai sudut.Selain itu, bagian bangunan yang terbuat dari kayu
tampak kusam. Namun, dinding kayu tidak rusak karena terbuat dari kayu unglen yang tahan
selama ratusan tahun. Di dalam rumah, meja abu dan altar sembahyang yang dihiasi beberapa
patung dewa, juga terlihat berdebu dan dikotori sarang laba-laba. Hampir tidak ada lagi meja
kursi atau lemari yang dapat menggambarkan situasi masa lalu. Hanya ada beberapa foto
kapitan masih terpampang di ruang tamu rumah sebelah timur.Taman bagian tengah kampung
juga sudah berubah menjadi tanah lapang yang tidak terurus. Dua patung singa, lambang
rumah perwira China yang dulu pernah menghiasi bagian depan rumah inti juga hilang.
Kampung Kapitan tidak terurus setelah ditinggalkan para keturunan kapitan.(Wawancara
dengan Bapak Mulyadi, 6 September 2014)
Rumah kapitan merupakan bukti hubungan yang dibangun oleh masyarakat
tionghoa, terhadap pemerintah kolonial belanda. Kolom penyangga bagian teras depan pada
rumah pertama berbahan kayu, bertransformasi menjadi sebuah kolom bata dengan style
klasik eropa, walau dengan proporsi lebih kecil.Bagian ini disebut juga courtyard, yaitu suatu
ruang terbuka, yang berguna bagi penghawaan , dan masuknya cahaya. ini menunjukkan

bahwa, walaupun rumah ini mengadopsi bentuk rumah limas, akan tetapi denah rumah
tersebut masih mengadopsi tipologi rumah masyarakat tionghoa.Bangunan ini masih
menampakkan keasliannya, demikian juga bagian atap yang memakai genting buluh, atau
bambu. pintu-pintu yang ada di bangunan ini, terlihat tinggi dan kokoh.Ruang ini disebut
ruang induk, berisi meja sembahyang dan foto-foto para kapitan. dalam kehidupan sehari-hari
pun mereka mencoba berinteraksi secara aktif terhadap penjajah belanda, yaitu dengan
penggunaan jas, yang merupakan pakaian masyarakat eropa. penggunaan elemen yang
menjadi ciri orang eropa, dimaksudkan sebagai identitas bahwa mereka mempunyai relasi
yang cukup dekat dengan pemerintah belanda. Antara rumah kapitan dan rumah abu,
dihubungkan dengan sebuah jembatan kayu, yang terdapat di bagian depan, dan bagian
tengah rumah.(Wawancara dengan Bapak Mulyadi, 6 September 2014)
Walaupun sama-sama beratap limas, rumah kapitan dan rumah abu berbeda dalam
bentuk arsitekturnya. rumah kapitan berasitektur cina-melayu, sedangkan rumah abu telah
mendapat sentuhan arsitektur belanda. ini terlihat pada bagian pilar depan rumah yang terbuat
dari beton berbentuk silinder, menggembung di bagian tengahnya.Pintu-pintu yang ada di
rumah abu sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rumah kapitan. selain itu, tangga yang
ada di rumah abu terbuat dari batu, sedangkan tangga yang ada di rumah kapitan, terbuat dari
kayu.Secara spesifik, pemukiman etnis china tersebar di daerah seberang ilir dan seberang
ulu. walaupun demikian yang kemudian terkenal dengan china town adalah kampung kapiten
di tujuh ulu. pola pemukiman tampak jelas , serta membentuk ruang terbuka dibagian tengah.
legam arsitektur di kawasan pecinan tersebut dipengaruhi oleh arsitektur palembang, cina dan
belanda.(Wawancara dengan Bapak Mulyadi, 6 September 2014)

Di depan pintu masuk menuju ke altar, ada tulisan menarik berbahasa China yang

ditulis diatas papan panjang. Tulisan itu diberikan sebagai hadiah pernikah salah satu
keturunan asli China, yang artinya semoga bahagia, langgeng, dan kata-kata pernikahan.
Tulisan yang digunakannya adalah aksara China kuno, sedangkan aksara China yang
diajarkan di sekolah-sekolah saat ini, aksara China Modern, yang tulisannya sangat berbeda
dengan aksara China kuno. Tradisi juga masih nampak pada interior rumah yang dilengkapi
dengan meja altar pemujaan bagi leluhur. Perpaduan ini dapat dipahami, sebab pada masa
akhir pemerintahan Kesultanan Palembang, masyarakat Tionghoa mulai membaur dengan
masyarakat asli Palembang melalui perkawinan atau memeluk agama Islam.Oleh karena itu
meskipun bangunan di kampung kapitan merupakan bangunan peninggalan Cina, bukan ciri
khas Cina yang melekat di sana. Perpaduan antara budaya Palembang, Cina, dan Belanda
yang terasa kental mewarnai kawasan yang terletak di pinggir Sungai Musi ini.Bangunan inti
di Kampung Kapitan terdiri atas tiga rumah, merupakan bangunan yang paling besar dan
menghadap ke arah Sungai Musi. Rumah di tengah paling sering difungsikan untuk
menyelenggarakan pesta, tempat pertemuan dan tempat ibadah, sementara kedua rumah di
sisi timur dan barat untuk rumah tinggal keluarga kapitan (keluarga Tjoa). (Wawancara
dengan Bapak Slamet, 2 September 2014)
Pasca Kesultanan Palembang Darussalam dihapus oleh Pemerintah Hindia Belanda
pada 1823, diberlakukan sebuah undang-undang yang mewajibkan setiap etnis memiliki
struktur komunitas masing-masing.Komunitas itu biasanya dipimpin oleh seorang kuat yang
diangkat langsung oleh pemerintah Hindia Belanda.Mereka dianugerahi pangkat Mayor atau
Kapiten. Pada 1830, di Palembang, komunitas Hokian dipimpin oleh seorang Mayor.
Namanya Tjoa Kie Tjuan, yang pada 1855 digantikan oleh putranya yang bernama Kapiten
Tjoa Ham Hin.Kapiten Ham Hin-lah yang kemudian menempati dan merenovasi gedung
yang letaknya tepat di bawah lindungan Jembatan Ampera itu. Konon, sebelumnya gedung
tersebut ditempati oleh seorang putri dari Keraton Kesultanan Palembang dan sudah ada sejak
1600-an.Keturunan she (marga) Tjoa sendiri hingga kini sudah sampai pada 14 generasi.
Mereka menyebar ke berbagai tempat di Indonesia, dan sebagian besar bermukim di Pulau
Jawa.Kalaupun rumah itu sekarang terbengkalai dan tak terurus, itu semata-mata karena
keluarga Tjoa sudah tak memiliki lagi uang untuk merawatnya, terlebih untuk melakukan
renovasi. Karena masalah ekonomi, keturunannya menjual sebagian dari harta peninggalan
leluhurnya. Dan bahkan pernah ada 35 tempat abu untuk bersemayang hilang dicuri di rumah
abu. Kurangnya perhatian dari pemerintah membuat kampung ini menjadi kurang terawat dan
terlihat usang, namun sejak 5 tahun terakhir, pemerintah telah membangun Restoran
Kampung Kapitan dan taman-taman di depan rumah inti sebagai bentuk perhatian pemerintah

terhadap warisan sejarah.(Wawancara dengan Bapak Mulyadi, 6 September 2014)

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Tionghoa mengalami perubahan dari


masyarakat yang diawasi menjadi masyarakat yang mempunyai kedudukan istimewa. Hal ini
terlihat pada bagian teras depan yang pada rumah pertama berbahan kayu (kayu ulen untuk
struktur dan kayu trembesi untuk lantai), berganti menjadi kolom bata dengan gaya klasik
eropa, walau dengan proporsi yang disesuaikan dengan tampang bangunan.Dilihat
arsitekturnya, rumah tua yang menjadi rumah tinggal keluarga kapitan sama seperti bangunan
bangunan di Kampung Kapitan yang merupakan simbol pembauran budaya Cina, Melayu,
dan Eropa. Sebab bangunan tersebut dasarnya berupa rumah panggung. Namun di sisi lain,
pilar-pilar yang menjadi penyangganya terkesan khas Eropa. Sementara bagian dalamnya
terdapat ruang terbuka yang dilengkapi meja sembahyang untuk tempat dupa dan abu
(Tionghoa).(Wawancara dengan Bapak Mulyadi, 6 September 2014)
Interaksi sosial yang terjadi dikampung kapitan ialah antara masyarakat keturunan
Cina dan masyarakat pribumi berlangsung dengan baik. Banyak warga keturunan Cina,
terutama dari keluarga besar kapitan, yang menikah dengan pribumi. Dalam melaksanakan
tugasnya untuk menarik pajak dan menjaga keamanan, kapitan juga bekerja sama dengan
para demang (setingkat lurah) yang merupakan penduduk pribumi. Mayoritas pegawai
kapitan juga berasal dari masyarakat pribumi dan mereka membangun rumah kecil yang
menempel di sisi rumah utama.Meskipun hubungan kapitan dan pegawainya adalah atasan
dan bawahan, Kapitan Tjoa Ham Hin sering berlaku seperti tetangga kepada para
pegawainya. Mereka saling membantu.Kerukunan antara masyarakat pribumi dan keluarga
kapitan terlihat dalam berbagai upacara hari besar keagamaan. Sikap saling bantu membantu
ini masih bisa dilihat hingga dikehidupan modern sekarang ini. Kapitan Tjoa Ham Hin pernah
mengadakan pesta untuk merayakan peringatan hari besar seperti Idul Fitri dan peringatan

hari raya masyarakat Cina. Pesta yang diselenggarakan di rumah bagian tengah itu
menggunakan alat musik campuran, antara alat musik Eropa, Cina, dan Palembang. Kegiatan
seperti ini sudah menjadi tradisi masyarakat kampung kapitan hingga sekarang dan terus
berlangsung secara turun temurun.Dalam pesta seperti itu, peralatan makan dan memasak
yang digunakan untuk orang keturunan Cina dan pribumi dibedakan. Pembedaan dilakukan
karena banyak masakan Cina yang mengandung daging babi dan arak, jenis makanan dan
minuman yang diharamkan masyarakat Muslim. Interaksi masyarakat kampung kapitan
berlangsung cukup baik, penduduknya saling menghargai satu sama lain meskipun dibedakan
oleh kaeyakinan agama, namun hal itu tidak membuat interaksi sosial diantara penduduk
masyarakat kampung kapitan menjadi berkelompok-kelompok. Dan di Era modern seperti
sekarang ini, masyarkat kampung kapitan masih mempunyai sifat gotong royong dan saling
membantu satu sama yang lain, Era modern tidak membuat mereka menjadi acuh tak acuh
antar penduduk yang satu dengan yang lain sebagimana yang kita tahu pada Era modern ini
masyarakat seringkali melupakan budaya peninggalan leluhurnya.(Wawancara dengan Ibu
Silvia, 2 September 2014)
Mata pencaharian masyarakat setempat juga sudah berubah dimana pada masa
kampung ini masih memiliki kapitan, mata pencaharian perdagangan merukan aktivitas
utama masyarakat setempat, namun pada masa kini aktivitas perdagangan sudah tidak terlihat
lagi, hanya terdapat beberapa industry rumahan, dimana masyarakat setempat memproduksi
makanan khas Palembang seperti kerupuk dan makanan pempek.Bila jeli melihat peluang
pada kampung ini, dimana kampung ini yang sudah menjadi kampung wisata di Palembang
namun masih sedikit pengunjung dan apabila dikelola dan dan dilakukan beberapa
perubahan, industry makanana khas Palembang tersebut dapat menjadi daya tarik yang besar
bagi wisatawan. Selain industry rumahan, masyarakat kampung kapitan sekarang juga banyak
merintis usaha lain dengan cara mengoperasikan ketek dari ulu hingga ilir, dan juga berfungsi
sebagai pengangkut barang-barang melalu jalur sungai musi ini. Masyarakat kampung
kapitan ini tidak semuanya mengoperasikan ketek, akan tetapi juga sudah mulai merintis
usaha lain dengan membuka rumah makan, menarik becak, angkot, ojek, dan juga ada
mengumpulkan barang-barang bekas untuk dikelola atau daur ulang.(Wawancara dengan Ibu
Silvia, 2 September 2014)
Kampung kapitan 7 ulu merupakan salah satu tujuan wisata domestik di kota
palembang. Kampung ini memiliki nilai sejarah yang tinggi karena merupakan salah satu
tempat awal masuk dan berkembangnya ras chinese di daerah kota palembang. Daerah
kampung kapitan ini menyimpan banyak potensi yang tersimpan pada sejarah dan rumah-

rumahnya, apabila pemerintah dan warga sekitar mampu mengembangkan potensi-potensi


tersebut dengan usaha yang maksimal, maka kampung kapitan 7 ulu ini akan

lebih

diperhatikan oleh para wisatawan lokal maupun asing. Kawasan ini bisa menjadi kawasan
sumber devisa negara, dalam hal ini selain meningkatkan jumlah turis lokal dan mancanegara
juga dapat meningkatkan devisa Negara. Selain itu, dapat menjadi tempat tujuan pariwisata,
karena mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Dapat menjadi kawasan dengan akses sungai
secara langsung (wisata dari air). Dalam hal ini, turis dapat melihat tempat sumber mata
pencaharian dan dapat berwisata menggunakan perahu wisata.Adanya tempat pembuatan
kerupuk khas daerah (kerupuk kemplang) yang dapat di ekspos, untuk menambah tujuan
tempat wisata. Menambah ikon bagi kota palembang. Dapat menjadi salah satu daerah yang
diperhatikan oleh pemerintah dan warga, khususnya masyarakat kota palembang.(Wawancara
dengan Ibu Silvia, 2 September 2014)
Jalan masuk mobil sempit dan tidak adanya pembatas jalan. Jalan masuk mobil
menuju lokasi cukup jauh dan sempit. Lokasi parkir dan tempat memutar tidak memadai.
Sepinya aktivitas masyarakat lokal di kompleks kampung. Hal ini diakibatkan oleh,
masyarakat lokal yang kegiatannya berpusat dibelakang kompleks yang merupakan Pasar
Ulu. Kurangnya fasilitas penunjang wisata seperti, wc umum, tempat peristirahatan pada
ruang publiknya.Kurangnya perawatan terhadap situs sejarah kawasan. Seperti, bangunan
kerajaan pada kampung kapitan yang memperihatinkan kondisinya, sebagai contoh lantai
kayu yang sudah mulai usang dan ruang tengah rumah yang sangat tidak terawat.(Wawancara
dengan Ibu Silvia, 2 September 2014)

Tingkat Kriminalitas yang tinggi disekitar kampung kapitan. Hal ini juga dapat
menjadi masalah karena turis yang datang cenderung enggan untuk mengambil resiko
keamanan. Kebersihan lingkungan yang kurang terjaga. Kurangnya perhatian masyarakat

setempat terhadap lingkungannya.Tidak adanya penunjuk arah menuju kampung kapitan.


Para pengunjung tidak melihat adanya penunjuk arah atau tanda menuju kampung kapitan
tersebut, akibatnya para pengunjung kurang memperhatikan kampung tersebut. Kurangnya
perhatian pemerintah kota palembang dalam merawat rumah tradisional di Kampung
Kapitan.Area kampung Kapitan yang minim penghijauan. Para pengunjung yang datang
sepertinya kurang berminat untuk mengelilingi kampung jika cuaca sedang panas.Dari data
diatas yang didapat dari survei langsung ke kampung Kapitan, ada potensi yang sangat tinggi
bagi pembangunan konservasi kawasan kampung kapitan untuk menjadikan kembali
kampung Kapitan ini sebagai Daya Tarik Bagi Wisatawan lokal maupun dari luar kota
Palembang.Potensi pembangunan konservasi ini dapat berdampak positif bagi daerah ini.
Adanya usaha rumahan kerupuk kemplang didaerah ini bisa di promosikan kepada para turis
untuk menaikkan nilai ekonomi. Pembangunan Souvenir Shop juga dapat menjadi perhatian
para pengunjung, dimana Souvenir Shop ini difungsikan sebagai tempat jual makanan dan
souvenir khas daerah.Dalam konteks sosial masyarakat, dengan luas daerah yang bisa
dibilang kecil harusnya tingkat aktivitas warga untuk berkumpul bersama sangat tinggi,
namun pada kampung ini terjadi tingkat aktivitas sosial warga yang kecil. Hal ini terjadi
karena pada siang hari warga berdagang sementara pada sore hari mereka berkumpul di
lorong, warga lebih memilih berkumpul di lorong dengan alasan area taman didepan Rumah
Kapitan digunakan untuk kerabat dekat Kapiten (ini juga dipengarhi oleh rasa segan warga
untuk berkumpul di area taman tersebut).(Wawancara dengan Ibu Silvia, 2 September 2014)

Adanya pelebaran akses jalan untuk kendaraan roda empat dan penambahan area
parkir didepan akses masuk kampung kapitan, sehingga kampung kapitan merupakan area

bebas kendaraan.Dengan adanya penambahan lokasi pembuatan kerupuk kemplang


diharapkan tingkat aktivitas warga akan bertambah disekitar didalam kompleks Kampung
Kapitan.Pembuatan fasilitas penunjang wisata seperti wc umum, shelter untuk menunjang
kenyamanan para pengunjung.Dilakukannya konservasi bangunan terhadap situs bersejarah
dikampung kapitan agar menjadi lebih estetis dan terlihat seperti aslinya.Meletakkan pos
keamanan yang dijaga oleh warga setempat yang diletakkan sebelum memasuki kawasan
Kampung Kapitan.Meletakkan tong sampah disetiap sudut Kampung Kapitan.Membuat tanda
atau penunjuk arah, yang menunjukkan identitas kampung kapitan yang perletakkannya
sebelum dan didalam kawasan Kampung Kapitan.Membuat area penghijauan di sekitar dan
didalam kawasan Kampung Kapitan.(Wawancara dengan Ibu Silvia, 2 September 2014)
Rumah rumah yang ada di Kampung Kapitan ini masih merupakan peninggalan
asli dari kebudayaan setempat. Setiap warga masih mempertahankan bentuk asli rumah yang
umumnya rumah panggung dan berbahan dasar kayu sebagai strukturnya. Ini merupakan
potensi besar untuk kawasan tersebut sebagai kawasan bersejarah. Beberapa acara
kebudayaan seperti Imlek, Cap Gomeh dan Kirap Sriwijaya. Kegiatan ini yang nantinya di
berikan wadah pelaksanaan agar dapat juga menjadi daya tarik wisata.Sungai Musi menjadi
pariwisata komersil di kampung Kapitan ini. Dengan didukung oleh dermaga memadai, bisa
memfasilitasi transportasi penyembrangan sungai. Dengan begitu pengunjung yang ingin
mengunjungi Kampung Kapitan ataupun yang sekedar lewat dari seberang sungai bisa
langsung merapat ke dermaga Kampung Kapitan tersebut. Selain itu bisa memanfaatkan
potensi sungai untuk wisata kuliner seperti Warung Apung.Selain dijadikan tempat beribadah
dan kunjungan orang-orang China, kampung ini juga biasa dijadikan sebagai tempat foto
prawedding.(Wawancara dengan Ibu Silvia, 2 September 2014)
Satu hal lagi yang menarik dari Kampung Kapitan ini, yaitu Manuskrip Pusaka
Kampung Kapitan peninggalan Kapten terakhir, Tjoa Ham Him yang telah wafat hampir
seabad yang lalu. Buku manuskrip ini diduga berisi catatan silsilah dan sejarah leluhur
Kampung Kapitan di Palembang. Manuskrip ini ditulis dengan menggunakan aksara China,
namun terdapat beberapa larik kalimat berbahasa Melayu yang ditulis dengan aksara Arab
pegon. Namun sangat disayangkan, karena tak satu pun keluarganya yang bisa membaca
aksara China. Bahkan hingga kini, isi buku itu pun masih menjadi misteri.(Wawancara
dengan Bapak Mulyadi, 6 September 2014)

Anda mungkin juga menyukai