Sisy angelina Aulia Aska Mei 1, Muhammad Yuanda Risnadiputra2, Lulu Nur
Maulida3, Ika Wahyu Kinnasih4, Firly Maulidya5 Rohim Amirullah Firdaus6
1
Departement of Physics, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya
2
E-mail: rohimfirdaus@unesa.ac.id
Abstrak. PEMF (Pulsed Electromagnetic Field) merupakan salah satu metode proses
penyembuhan fraktur dengan berbasis medan elektromagnetik. Kumparan Helmzton yang
digunakan dalam hal uji medan elektromagnetik memiliki nilai medan magnet yang
dipengaruhi oleh jumlah lilitan dan arus dimana hal tersebut berhubungan dengan proses
penyembuhan fraktur. Dalam penelitian ini, metode penyembuhan menggunakan PEMF
dibandingkan dengan metode menggunakan LMHFV untuk mencari efek penyembuhan yang
lebih baik dan memiliki masa pemulihan yang lebih singkat. Studi literatur yang dilakukan
pada pengujian PEMF menggunakan hewan coba tikus putih menunjukkan bahwa .
Penyembuhan tulang yang cepat akan memudahkan rehabilitasi sebelumnya, dan
pasien dapat memperoleh kembali fungsinya setelah patah. Tingkat penyembuhan
patah tulang yang cepat juga akan menyebabkan penurunan tingkat kegagalan implan.
Berdasarkan hasil utama dan parameter lainnya, hasil kami menyarankan bahwa
penerapan LMHFV langsung pada daerah fraktur mempromosikan pembentukan
tulang dan penyembuhan lebih baik daripada aplikasi PEMF.
1. Pendahuluan
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat
total maupun sebagian. Secara umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik [1]. Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti
proses degeneratif dan patologi [2]. Secara khusus, tulang ini dapat retak di tiga area: kepala / leher
tulang (ujung atas), diafisis (bagian tengah), atau dekat lutut (ujung bawah).
Salah satu metode fisioterapi yang paling populer yang berhasil digunakan dalam ortopedi, tetapi
juga dalam reumatologi atau untuk pengobatan penyakit dalam adalah magnetoterapi. Di antara
manfaat utama dari metode ini adalah menghilangkan rasa sakit dan mempersingkat waktu
penyembuhan untuk jaringan tulang yang retak. Magnetoterapi memiliki efek signifikan pada
stimulasi trofik tulang dan kolagen dengan memproduksi arus mikro yang mempercepat osteogenesis.
Magnetoterapi didasarkan pada prinsip dasar induksi elektromagnetik. Arus listrik yang berubah-ubah
terhadap waktu yang melewati sebuah kumparan yang ditempatkan pada daerah anatomi menciptakan
medan magnet yang berubah-ubah terhadap waktu. Medan magnet ini menghasilkan medan listrik
pada jaringan tersebut yang bergantung pada karakteristik medan magnet yang diterapkan dan sifat-
sifat jaringan tersebut [3].
Alat terapi medik berbasis elektromagnetik meliputi berbagai alat yang menggunakan listrik untuk
menghasilkan medan listrik dan medan magnet, diantaranya adalah TENS (transutaneous electrical
nerve stimulation), NMES (neuromuscular electrical stimulation), HVPG (high voltage pulsed
galvanic) dan PEMF (pulse electromagnetic field). TENS, NMES dan HVPG menghasilkan medan
listrik pada jaringan secara langsung karena adanya arus listrik yang dialirkan melalui kedua elektroda
yang diletakkan pada jaringan target sehingga bersifat semi invasif. Pulse Electromagnetic Fields
(PEMF) merupakan teknik non invasifyang bersifat induktif yaitu menghasilkan medan listrik pada
jaringan karena adanya perubahan medan magnet. Munculnya medan listrik pada jaringan akan
menyebabkan efek fisiologis pada sel yang disebabkan karena pergerakan ion antara lain Ca2+, K+,
Na+, Cl-, yang merupakan proses penting dalam metabolisme sel [4].
Menurut Ongaro dkk [5] salah satu pemakaian PEMF yang telah disetujui oleh FDA
adalah untuk membantu penyembuhan patah tulang non union. Seiring meningkatnya
mobilitas penduduk saat ini, diestimasi hampir sekitar 10% fraktur tulang menunjukkan
penyembuhan tidak sempurna sehingga menyebabkan nonunion dan delayed union. PEMF
telah cukup lama diteliti baik dalam skala in vitro (penelitian sel), pre klinis (penelitian
hewan coba) maupun klinis, antara lain dilakukan oleh Ongaro dkk yang memberikan
stimulus fisika berupa pajanan PEMF (1.5 mT, 75 Hz) selama masa periode diferensiasi sel
tulang yaitu 28 hari, diperoleh hasil terjadi peningkatankadar Alkaline phosphatase (ALP) dan
Osteokalsin (OCL) yang merupakan penanda terjadinya pembentukan tulang (osteogenesis).
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki medan magnet, dikhawatirkan akan menimbulkan
dampak negatife bagi kesehatan manusia. Sehingga Badan Kesehatan Dunia atau World
Health Organization (WHO) merekomendasikan paparan medan magnet 100 μT –500 μT [6].
Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dikembangkan alat PEMF yang sesuai dengan
rekomendasi.
2. Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini berbasis medan elektromagnetik menggunakan
kumparan Helmholtz. Langkah pertama yaitu menghubungkan kumparan Helmholtz ke adaptor 20V,
kemudian mengukur arus dengan clamp multimeter serta mengukur medan magnet menggunakan
Gaussmeter yang diletakkan di bagian tengah kumparan Helmholtz, hal ini berlaku untuk setiap variasi
baik variasi arus, jarak, lilitan, maupun diameter. Variasi diameter menggunakan 19,8 cm dan 22 cm,
variasi arus 0,12 A , 0,15 A, 0,17 A, 0,18 A dan 0,19 A, variasi jarak 5cm, 10cm, 15cm, 20cm, dan
25cm, serta variasi jumlah lilitan 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, dan 400 lilitan [7].
Kumparan Helmholtz dibuat dengan diameter 45 cm, menggunakan kawat tembaga 0.7 mm dengan
jumlah lilitan 1000 lilitan. Dalam proses pengukuran dibutuhkan variasi arus dari 0-1 A dengan 1000
lilitan yang masing-masing kumparan mempunyai 500 lilitan kawat tembaga [8].
Telah ditunjukkan bahwa menggunakan kumparan pencarian elektromagnetik kemungkinan
menghasilkan medan listrik dengan PEMFs. Tikus ditahan di penahan untuk perawatan yang
diperlukan setiap hari. PEMF (1,5 mT–50 Hz, 4 jam/hari) dihasilkan oleh dua pasang kumparan
Helmholtz (diameter 70 cm) yang dikelilingi oleh sangkar Faraday (130 65 80 cm3) yang dipasang
pada penahan (Gambar 2). PEMF yang dihasilkan diukur dengan Gauss/ Teslameter (F.W. Bell,
Sypris, Orlando, FL) pada 15 titik berbeda untuk uji reliabilitas. Regimen dimulai lima hari setelah
prosedur patah tulang dan berlanjut selama 21 hari [9].
Gambar 1. Desain dan rangkaian alat
(Hasmia et al 2021)
Tabel 1. Nilai medan magnet pada variasi jumlah lilitan dan variasi arus
dengan diameter kumparan 19,8 cm.
Pada tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa nilai daripada medan magnet mempengaruhi terhadap jumlah
daripada lilitan serta arus yang ditimbulkan pada saat jumlah lilitan yang digunakan berbeda. Dengan
menggunakan kumparan yang berdiameter 19,8 cm ini menghasilkan nilai tertingginya yaitu 800 µT
dan nilai terendah yang dihasilkan yaitu 130 µT.
Gambar 3. Grafik perubahan medan magnet terhadap perubahan jumlah lilitan dan variasi arus dengan
diameter kumparan 19,8 cm
Dari data tabel 1 dan gambar 3, arus dan lilitan yang paling aman digunakan adalah 0.15 A dan 300
lilitan dengan medan magnet yang dihasilkan sebesar 150 µT dimana besar medan magnet tidak
melebihi batas ambang paparan medan magnet terhadap tubuh manusia.
Dalam pendeteksian medan magnet, digunakan sensor Efek Hall, sensor ini digerakkan secara
manual menggunakan batang ulir bergerak ke kiri dan kanan searah dengan koordinat X. Dalam hal ini
terdapat hubungan antara medan magnet dengan tegangan yang dikeluarkan oleh sensor pada saat
menguji intensitas medan megnet menggunakan sensor Efek Hall. Oleh karena itu, hubungan antara
medan magnet dengan tegangan yang dikeluarkan melalui sensor dengan meletakkan sensor di pusat
kumparan dan kumparan diberi variasi arus dari 0-1 A.
4. Conclusion
Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan pada peenggunaan magnetoterapi untuk pemulihan
pada pasien yang mengalami patah tulang dapat dipastikan bahwa penggunaan metode PEMF dan
LMHFV terbukti efektif. Dalam pengujian yang dilakukan pada tikus putih dengan menggunakan
PEMF menunjukkan adanya percepatan penyembuhan fraktur secara molekuler, kontinu dan
intermiten. namun masalah yang terjadi secara klinis yang disebabkan oleh hubungan antara medan
terhadap tegangan melalui keluaran sensor hall yang berbahaya bagi manusia. Oleh karena itu,
terdapat ambang batas yang ditetapkan agar tidak menimbulkan gejala saat menerima paparan radiasi
elektromagnetik. Pada metode terapi LMHFV kalus angiogenesis yang mampu meningkatkan
pembentukan tulan dan memiliki masa penyembuhan yang lebih cepat dengan masalah klinis yang
lebih kecil.
5. Reference
[1] A. Oryan, S. Monazzah, and A. Bigham-Sadegh, “Bone injury and fracture healing
biology,” Biomed. Environ. Sci., vol. 28, no. 1, pp. 57–71, 2015, doi: 10.3967/bes2015.006
[2] Budiyanto, “Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus close frakture 1/3 distal humerus
sinistra di RSUD Panembahan Senopati Bantul,” Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2014
[3] A. Krawczy, P. Murawski, E, Korzeniewska, Medical and technical analysis of
magnetotherapeutical devices, IEEE Int. Conf. on Modern Electrical and Energy Systems
(MEES), 15–17 Nov. 2017
[4] B. Wade, “A review of pulse eectromagnetic field mechanism at a cellular level : a
rationale for clinical use”, in American Journal of Health Research, 2013; 1(3):51-55
[5] A. Ongaro, A. Pellati, L. Bagheri, C. Fortini, S. Setti, & M.D. Mattei, Pulsed
Electromagnetic Fields Stimulate Osteogenic Differentiation in Human Bone Marrow
and Adipose Tissue Derived Mesenchymal Stem Cells, New York: Bioelectromagnetic
Wiley Periodical, 2014, pp 426-436
[6] WHO, “Electromagnetic fields and public health,” Electromagnetic fields
(EMF)Publications and information resources, 2006.
[7] Hasmia, Maskur, L. Mahmudin, A. Nismayanti, Design of Electromagnetic Field Based
device Device for Fracture Therapy, Gravitasi , Vol. 20, No. 1, pp. 1-4, 2021.
[8] Umiatin, T. Apriyanti, and S. K. Wijaya, “Desain dan Pembuatan Prototipe Pulse
Electromagnetic Therapy (PEMFT) untuk Studi Bioelektromagnetik,” Spektra J. Fis. dan
Apl., vol. 2, no. 3, pp. 165–172, 2017.
[9] H. M. Bilgin, F. Celik, M. Gem, V. Akpolat, I. Yildiz, A. Ekinci, M. S. Ozerdem and S. Tunik,
Effects of Local Vibration and Pulsed Electromagnetic Field on Bone Fracture:A Comparative
Study, Willey Online Library, vol. 38, no. 5, pp. 339-348