Anda di halaman 1dari 12

JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA

p-ISSN: 2302-1497, e-ISSN: 2715-2774


http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jft

INTERFEROMETER MICHELSON
A. Ainur Fadilla1, Astriyani Nur2, Fadel3 , Nurfalah Miseldi4 , Selvi Sewang5 , Serli
Yuniar6

Jurusan Fisika, Fakultas A,2Fakultas Sains dan Teknologi,3Universitas Islam Negeri


1

Alauddin Makassar

email: andiainurfadilla17@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRACT

Status artikel: Telah dilakukan percobaan Interferometer Michelson dengan


Diterima: tujuan untuk memahami prinsip dasar Interferometer Michelson
Disetujui: dan mengukur Panjang gelombang (𝝀) sumber cahaya yang
Tersedia online: digunakan. Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini
yaitu laser, beam splitter, 2 buah cermin, mikrometer sekrup,
Keywords: Cahaya, viewing screen dan lensa. Adapun metode yang digunakan pada
Inferometer Michelson, percobaan ini dengan atur posisi laser kemudian menembakkan
Panjang Gelombang. sinar laser hijau yang akan terjadi penumbukan cahaya yang
berasal dari cermin 1 dan cermin 2. Lalu atur tombol
micrometersatu putaran berlawanan arah jarum jam hingga titik
nol dan atur pula posisi viewing screen sehingga salah satu tanda
pada skala milimeter segaris dengan frinji pola interfensi. Hasil
interferensi yang berupa pola-pola frinji dapat digunakan untuk
menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan
interferensi, misalnya Panjang gelombang suatu sumber cahaya.
Adapun hasil pengamatan pada percobaan ini diperoleh data untuk
NST skala Utama 0,5 Skala, NST Skala Nonius 0,01 Skala dan
𝝀literatur 532 nm. Adapun jumlah frinji (N) berturut-turut, 27, 29,
31, 32, dan 35 dengan nilai penunjuk SU adalah 9 mm, nilainya
sama dari data 1 sampai data ke 5. Lalu nilai penunjuk SN
berturut-turut adalah 26 mm, 29 mm, 32 mm, 34 mm dan 37 nm.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pergeseran cermin
mempengaruhi jumlah frinji, dan panjang gelombang berbanding
terbalik dengan pergeseran cermin dan jumlah frinji (N), dimana
semakin kecil nilai N maka panjang gelombang akan semakin
kecil begitupun sebaliknya. Dari data yang diperoleh dapat
diketahui bahwa letak kesalahan yang mungkin terjadi karena
kurang telitinya praktikan untuk menyesuaikan antara ketepatan
mengubah frinji dan pemutaran skala micrometer.

JFT | 1
Penulis Pertama, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (Tahun Terbit) Vol. X (Nomor): halaman - halaman

1. PENDAHULUAN
Cahaya adalah rambat gelombang elektromagnetik yang menjalar kesegala arah
yang dibedakan oleh panjang gelombang dan frekuensi dengan gelombang elektromagnetik
lainnya. Kehidupan manusia sangat bergantung pada cahaya karena cahaya merupakan
bagian mutlak dari kehidupan dan tanpa cahaya kehidupan di atas bumi tidak dapat
berkembang. Pencahayaan didalam ruangan merupakan hal mutlak untuk menghadirkan
rumah sehat dan setiap warna memiliki potensi untuk memberikan faktor refleksi yang
berbeda-beda. Interferometer Michelson adalah salah satu jenis dari interferometer, yaitu
suamu alat yang digunakan untuk menghasilkan suamu pola interfernsi (Giancoli, 2001).
Interferometer Michelson merupakan alat yang paling umum digunakan dalam
mengukur pola interferensi untuk bidang optic yang ditemukan oleh Albert Abraham
Michelson pada tahun 1887. Sebuah pola intereferensi dihasilkan dengan membagi
seberkas cahaya menggunakan sebuah alat yang bernama pembagi sinar (beam splitter).
Dua properti cahaya yang paling jelas dapat langsung dideskripsikan dengan teori
gelombang untuk cahaya yaitu, intensitas dan warna. Intensitas cahaya merupakan energi
yang dibawa oleh cahaya per satuan waktu, dan sebanding dengan kuadrat amplitudo
gelombang, sama seperti gelombang yang lain. Warna cahaya berhubungan dengan panjang
gelombang atau frekuensi cahaya tersebut (Giancoli, 2001).
Interferometer Michelson adalah salah satu jenis dari interferometer, yaitu suatu alat
yang digunakan untuk menghasilkan suatu pola interferensi. Interferometer Michelson
merupakan alat yang paling umum digunakan dalam mengukur pola interferensi untuk
bidang optik yang ditemukan oleh Albert Abraham Michelson pada tahun 1887. Sebuah
pola interferensi dihasilkan dengan membagi seberkas cahaya menggunakan sebuah alat
yang bernama pembagi sinar (beam splitter). Interferensi terjadi ketika dua buah cahaya
yang telah dibagi digabungkan kembali.Interferensi Michelson menghasilkan interferensi
dari pembelokkan sinar cahaya dalam dua bagian. Setiap bagian dibuat melalui bagian yang
berbeda dan membawa kembali semuanya menurut intreferensi panjang gelombang yang
berbeda (Anonim, 2011).

JFT | 2
JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA
p-ISSN: 2302-1497, e-ISSN: 2715-2774
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jft

Interferometer Michelson merupakan seperangkat peralatan yang memanfaatkan


gejala interferensi. Prinsip interferensi adalah kenyataan bahwa beda lintasan optik (d) akan
membentuk suatu. Gambar dibawah merupakan diagram skematik interferometer
Michelson. Oleh permukaan beam splitter (pembgi berkas) cahaya laser, sebagian
dipantulkan ke kanan dan sisanya ditransmisikan ke atas. Bagian yang dipantulkan ke
kanan oleh suatu cermindatar (cermin 1) akan dipantulkan kembali ke beam splitter yang
kemudian menuju ke screen (layar). Adapun bagian yang ditransmisikan ke atas oleh
cermin datar (cermin 2) juga akan dipantulkan kembali ke beam splitter, kemudian bersatu
dengan cahaya dari cermin 1 menuju layar, sehingga kedua sinar akan berinterferensi yang
ditunjukkan dengan adanya pola-pola cincin gelap-terang (Falah, 2006).
Interferensi cahaya adalah perpaduan dari dua atau lebih gelombang cahaya. Agar
hasil interferensinya mempunyai pola yang teratur, kedua gelombang cahaya harus
koheren, yaitu memiliki frekuensi dan amplitudo yang sama serta selisih fase tetap. Pola
hasil interferensi ini dapat ditangkap pada layar, yaitu garis terang yang merupakan hasil
interferensi maksimum dan garis gelap sebagai hasil dari interferensi minimum. Jarak
tempuh cahaya yang melalui dua celah sempit mempunyai perbedaan beda lintasan, hal ini
yang menghasilkan pola interferensi (Rita, 2012).
Salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi pola interferensi
tersebut adalah interferometer. Alat ini dapat dipergunakan untuk mengukur panjang
gelombang atau perubahan panjang gelombang dengan ketelitian sangat tinggi berdasarkan
penentuan garis-garis interferensi. Walaupun pada awal mula dibuatnya alat ini
dipergunakan untuk membuktikan ada tidaknya eter (Halliday,1994: 715).
Dalam interferometer ini, kedua gelombang yang berinterferensi diperoleh dengan
jalan membagi intensitas gelombang semula. Contohnya adalah intreferometer Michelson
yang menghasilkan kesimpulan negatif tentang adanyaeter, interferometer ini juga sangat
berguna dalam pengukuran indeks bias dan jarak. Prinsip kerja dari percobaan yang
dilakukan oleh A.A Michelson telah menghasilkan beberapa variasi konfigurasi. Agar pola
interferensi yang misalnya berwujud lingkaran-lingkaran gelap-terang dapat terjadi,

JFT | 3
Penulis Pertama, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (Tahun Terbit) Vol. X (Nomor): halaman - halaman

hubungan fase antara gelombang-gelombang di sembarang titik pada pola interferensi


haruslah koheren (Tjia,1994: 181).
Michelson dan Morley melakukan percobaan dengan menggunakan sebuah
interferometer yang di harapkan dapat menghasilkan pola interferensi. Interferensi terjadi
ketika dua gelombang dating bersama pada suatu tempat, agar hasil interferensi dapat
diamati maka syarat yang harus dipenuhi adalah dua sumber cahaya harus koheren
keduanya memiliki beda fase yang selalu tetap (memiliki frekuensi dan amplitudo harus
sama).Untuk mengukur panjang gelombang atau perubahan panjang gelombang dengan
ketelitian sangat tinggi berdasarkan interferensi digunakana alat interferometer Michelson.
Interferometer Michelson digunakan untuk mengukur panjang gelombang berdasarkan
pergeseran salah satu cermin yang berhubungan dengan perubahan pola interferensi yang
terjadi (Yuna, 2013).

Gambar 1. Interferometer Michelson


Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Interferometer_Michelson
Interferensi adalah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih yang
bertemu pada satu titik di ruang. Hasil interferensi yang berupa pola-pola frinji dapat
digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan interferensi,
misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias dan ketebalan bahan. Untuk
memahami fenomena interferensi harus berdasar pada prinsip optika fisis, yaitu cahaya
dipandang sebagai perambatan gelombang yang tiba pada suatu titik yang bergantung pada
fase dan amplitudo gelombang tersebut. Untuk memperoleh pola-pola interferensi cahaya

JFT | 2
JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA
p-ISSN: 2302-1497, e-ISSN: 2715-2774
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jft

haruslah bersifat koheren, yaitu gelombang-gelombang harus berasal dari satu sumber
cahaya yang sama. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari
sumber tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk
menghasilkan pola interferensi (Setyaningsih, 2007).
Interferensi gelombang merupakan perpaduan antara dua gelombang atau lebih pada
suatu daerah tertentu pada saat bersamaan. Interferensi dua gelombang yang mempunyai
frekuensi, amplitudo dan arah getaran sama yang serambat menurut garis lurus dengan
kecepatan yang sama tetapi berlawanan arahnya, menghasilkan gelombang stationer atau
gelombang diam. Interferensi desdruktif (saling meniadakan) terjadi bila gelombang-
gelombang yang mengambil bagian dalam interferensi memiliki fase berlawanan.
Sedangkan interferensi konstruktif (saling menguatkan) terjadi jika gelombang yang
mengambil bagian dalam interferensi memiliki fase yang sama. Interferensi konstruktif
biasa disebut juga dengan superposisi gelombang (Bahruddin, 2006).
Pada interferensi, apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang
gelombang sama tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan
merupakan gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fase. Perbedaan fase
antara dua gelombang sering disebabkan oleh adanya perbedaan panjang lintasan yang
ditempuh oleh kedua gelombang. Perbedaan lintasan satu panjang gelombang
menghasilkan perbedaan fase360°, yang ekivalen dengan tidak ada perbedaan fase 180°
(Tippler, 1991).
Prinsip interferensi adalah jika dua gelombang yang merambat dalam arah yang
sama (hampir sama) dengan beda fase yang tetap konstan terhadap waktu, maka dapat
terjadi keadaan sedemikian rupa sehingga energinya tidak didistribusikan secara merata,
tetapi pada titik-titik tertentu dicapai harga maksimum dan pada titik-titik lain dicapai harga
minimum. Pada percobaan Young, setiap celah bertindak sebagai sumber garis yang
ekivalen dengan sumber titik dalam dua dimensi. Pola interferensi diamati pada layar yang
jauh dari celah tadi, yang dipisahkan sejarak d. Pada jarak yang sangat jauh dari celah,
garis-garis dari kedua celah ke satu titik P di layar akan hampir sejajar dan perbedaan

JFT | 5
Penulis Pertama, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (Tahun Terbit) Vol. X (Nomor): halaman - halaman

lintasannya kira-kira d sin θ, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Dengan demikian
terdapat interferensi maksimum pada suatu sudut yang diberikan oleh:

d sin θ=nλ …(1)

Keterangan: d = Jarak antar celah (cm)


n = Jumlah frinji
𝝀 = Panjang gelombang (nm)
Interferensi minimum terjadi saat:

1
d sin θ=(n+ ¿ ) λ ¿ …(2)
2

Keterangan: d = Jarak antar celah (cm)


n = Jumlah frinji
𝝀 = Panjang gelombang (nm)

Gambar 2. Konfigurasi Interferensi Celah 2 Young


(Sumber : Handayani, 2014)
Jika terdapat tiga sumber atau lebih yang berjarak sama dan sefase satu sama lain,
pola intensitas pada layar yang jauh akan serupa dengan pola yang diberikan oleh dua
sumber, tetapi ada beberapa perbedaan penting. Kedudukan maksima intensitas di layar
adalah sama tanpa memandang berapa banyak sumber yang ada, tetapi maksima ini

JFT | 2
JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA
p-ISSN: 2302-1497, e-ISSN: 2715-2774
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jft

memiliki intensitas yang lebih terang dan lebih tajam jika terdapat banyak sumber
(Handayani, 2014).
Pola interferensi tersebut dapat terbentuk dengan menggunakan interferometer.
Interferometer memiliki berbagai macam susunan seperti Interferometer Michelson, Fabry
Perot dan Mach Zehnder. Interferometer Michelson memiliki susunan paling sederhana dan
memiliki akurasi yang sangat tinggidiantarainterferometer yang lain. Interferometer
Michelson disusun oleh sumber cahaya yang koheren, dua cermin, beam splitter dan
detektor (Nguyen & Kim, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka hal yang melatarbelakangi dilakukannya
percobaan ini yaitu untuk memahami prinsip dasar Interferometer Michelson dan mengukur
panjang gelombang (𝝀) sumber cahaya yang digunakan. Rumusan masalah pada percobaan
ini adalah bagaimana prinsip dasar dari Interferometer Michelson dan bagaimana cara
mengukur panjang gelombang (𝝀) sumber cahaya yang digunakan. Tujuan percobaan pada
praktikum ini adalah untuk memahami prinsip dasar dari Interferometer Michelson dan
untuk mengetahui cara mengukur panjang gelombang (𝝀) sumber cahaya yang digunakan.

2. METODE PENELITIAN
Praktikum eksperimen Interferometer Michelson dilaksanakan pada hari Rabu, 19
Oktober 2022, pada pukul 13.00 – 14.30 WITA, bertempat di Laboratorium Fisika Optik,
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
Alat dan bahan yang digunakan pada eksperimen interferometer Michelson yaitu
meja interferometer berfungsi sebagai tempat meletakkan perlengkapan interferometer
Michelson. Sumber laser He-Ne berfungsi sebagai sumber cahaya yang akan digunakan
dalam eksperimen interferometer Michelson. Perlengkapan interferometer Michelson beam
splitter sebagai pemisah berkas cahaya menjadi dua bagian. Sebagian menuju Movable
mirror (M1) dan sebagian lagi menuju Adjustable mirror (M2). Compensator berfungsi
menyamakan fasa gelombang yang berasal dari sumber cahaya (laser He-Ne). Movable
mirror (M1) berfungsi sebagai transmisi berkas menuju pemisah bekas dan dari pemisah

JFT | 7
Penulis Pertama, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (Tahun Terbit) Vol. X (Nomor): halaman - halaman

berkas, sebagian dari berkas cahaya tersebut akan direfleksikan oleh pemisah berkas
menuju layar pengamatan dengan posisinya yang berubah-ubah. Adjustable mirror (M2)
berfungsi sebagai pereflaksi berkas menuju pemisah bekas dan dari pemisah berkas,
sebagian dari berkas cahaya tersebut akan ditransmisikan oleh pemisah berkas menuju layar
pengamatan dengan posisinya yang tetap. Lensa berfungsi sebagai pemfokus serta penyebar
berkas cahaya yang berasal dari sumbercahaya (laser He-Ne).
Prosedur kerja pada praktikum eksperimen Interferometer Michelson ini yang
pertama mengatur posisi laser dan interferometer untuk modus Michelson. Kedua mengatur
tombol mikrometer pada penunjukan menengah (misalnya 50 mikrometer). Ketiga memutar
tombol micrometer satu putaran berlawanan arah jarum jam hingga titik nol pada
mikrometer sejajar dengan tanda indeks. Mencatat penunjukan micrometer pada posisi
tersebut. Keempat mengatur posisi viewing screen sehingga salah satu tanda pada skala
militer segaris dengan frinji pola interferensi. Lima memutar tombol micrometer searah
jarum jam. Menghitung jumlah frinji yang melewati tanda referensi yang telah dibuat
(minimal 20 frinji) mencatat dm ingat, setiap divisi kecil pada micrometer sebanding
dengan 10-6 meter pada jarak gerakan cermin. Ketujuh mencatat N, jumlah transmisi frinji.
Kedelapan mengulangi langkah ketiga sampai dengan ketujuh minimal 5 kali. Kesembilan
membuat tabel pengamatan. Kemudian menghitung data rata-rata nilai λ yang diperoleh.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh data sebagai
besikut :
Tabel 3.1.1 Data Hasil Pengamatan
NST Skala Utama = 0,5 Skala, NST Skala Nonius = 0,01 Skala, dan 𝝀literatur = 532 nm

No. N Penunjuk SU (mm) Penunjuk SN (mm) Dm (10-6m)

1. 27 9 26 4,76 ×10-6
2. 29 9 29 4,79 ×10-6

JFT | 2
JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA
p-ISSN: 2302-1497, e-ISSN: 2715-2774
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jft

3. 31 9 32 4,82 ×10-6
4. 32 9 34 4,84 ×10-6
5. 35 9 37 4,87 ×10-6

Selanjutnya, berdasarkan data pada tabel 1, maka diperoleh nilai panjang


gelombang (λ) dan % perbedaan, sebagai berikut:
Penunjuk SU Penunjuk SN
No. N Dm (10-6m) 𝝀 (nm) %Error
(mm) (mm)
1. 27 9 26 4,76 350 34 %

2. 29 9 29 4,79 330 37 %
3. 31 9 32 4,82 310 41 %
4. 32 9 34 4,84 300 43 %
5. 35 9 37 4,87 270 49 %

Analisis data:
1.) Untuk menentukan nilai dm
Dm = NST SU (PSU) + NST SN (PSN)
= 0,5 (9) + 0,01 (26)
= 4,5 + 0,26
= 4,76 x 10-6 m
2.) Untuk menentukan panjang gelombang (λhitung)
Diketahui : Dm = 4,76 x 10-6 m
N = 27

Ditanyakan:

λhitung = .........?

Penyelesaian:

2 dm
λhitung=
N

JFT | 9
Penulis Pertama, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (Tahun Terbit) Vol. X (Nomor): halaman - halaman

−6
2(4,76 ×10 )
=
27

9 ,52 ×10−6
=
27

= 0,35 × 10-6 × 109 nm

= 0,35 × 103

= 350 nm

3.) Untuk menentukan % perbedaan


Diketahui:
λliterature = 532 nm
λhitung = 350 nm

Ditanyakan:

% Error = .......?

Penyelesaian:

% Error = | λliterature – λhitung


λliterature |×100 %
=|
532 |
532 – 350
× 100 %

182
= ×100 %
532

=0,34 × 100 %

=34 %

JFT | 2
JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA
p-ISSN: 2302-1497, e-ISSN: 2715-2774
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jft

3.2 Pembahasan

Interferometer Michelson merupakan alat yang paling umum digunakan dalam


mengukur pola interferensi untuk bidang optic yang ditemukan oleh Albert Abraham
Michelson pada tahun 1887. Sebuah pola intereferensi dihasilkan dengan membagi
seberkas cahaya menggunakan sebuah alat yang bernama pembagi sinar (beam splitter).
Dua properti cahaya yang paling jelas dapat langsung dideskripsikan dengan teori
gelombang untuk cahaya yaitu, intensitas dan warna. Intensitas cahaya merupakan energi
yang dibawa oleh cahaya per satuan waktu, dan sebanding dengan kuadrat amplitudo
gelombang, sama seperti gelombang yang lain. Warna cahaya berhubungan dengan panjang
gelombang atau frekuensi cahaya tersebut (Giancoli, 2001).
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap penambahan jumlah frinji, dari
hasil pengukuran diperoleh data untuk jumlah frinji (N) berturut-turut, 27, 29, 31, 30, dan
35 dengan nilai Dm yaitu 4,76 x 10-6 m, 4,79 x10-6m, 4,82 x 10-6m, 4,84 x 10-6 m dan
4,87 x 10-6 m. Berdasarkan data tersebut, diperoleh hasil analisis data untuk nilai panjang
gelombang yaitu masing-masing 350 nm, 330 nm, 310 nm, 300 nm, dan 270 nm. Kemudian
ditentukan nilai % perbedaan dengan membandingkan antara nilai panjang gelombang
literatur dengan panjang gelombang hitung, maka diperoleh nilai % perbedaan yaitu 34%,
37%, 41%, 43%, dan 49%.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa pergeseran cermin
mempengaruhi jumlah frinji, dan panjang gelombang berbanding terbalik dengan
pergeseran cermin dan jumlah frinji (N). Dimana semakin kecil nilai N maka panjang
gelombang akan semakin kecil begitupun sebaliknya. Sedangkan jumlah frinji (N)
berbanding lurus dengan persen errornya, dimana semakin kecil nilai N maka persen
errornya juga akan semakin kecil begitupun sebaliknya.

JFT | 11
Penulis Pertama, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (Tahun Terbit) Vol. X (Nomor): halaman - halaman

4. SIMPULAN
Adapun simpulan pada percobaan ini adalah prinsip dasar dari interferometer
Michelson yaitu dari prinsip interferensi gelombang. Dimana pada interferometer panjang
lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola-pola cincin akan
masuk ke pusat pola. Sehingga panjang lintasan optik sebanding dengan jumlah cincin yang
terjadi. Panjang gelombang cahaya yang dipeoleh berturut-turut sebesar 350 nm, 330 nm,
310 nm, 300 nm, dan 270 nm.
Adapun saran pada percobaan ini adalah sebaiknya pada saat praktikum harus
memperhatikan penyesuaian antara ketepatan mengubah frinji dan pemutaran skala
micrometer agar persen errornya tidak terlalu tinggi.
5. DAFTAR PUSTAKA
Bahruddin, Drs. MM. 2006. Kamus Fisika Plus. Bandung: Epsilon Group.
Falah, Masroatul. 2006. Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson untuk
Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Giancoli. 2001. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Halliday, Resnick. 1986. Fisika jilid 2 edisi ketiga. Jakarta: Erlangga
Handayani, Sri Lestari. 2014. Analisis Pola Interferensi Celah Banyak Untuk Menentukan
Panjang Gelombang Laser He-Ne Dan Laser Dioda. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Nguyen, C., & Kim, S. 2012. Theory, Analysis and Design of RF Interferometric Sensors.
London: Springer.
Rita, Ferawati. 2012. Penentuan Koefisien Pemuaian Panjang Alumunium
(Al)Menggunakan Metode Difraksi Celah Tunggal. Jurnal fisika UAD.
Setyaningsih, Agustina. 2007. Penentuan Nilai Panjang Koherensi Laser Menggunakan
Interferometer Michelson. Semarang: Universitas Diponegoro.
Tipler, P. A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Tehnik Jilid 2 (alih Bahasa Dr.Bambang
Soegijono). Jakarta: Erlangga.

JFT | 2

Anda mungkin juga menyukai