Askep Persarafan Lansia
Askep Persarafan Lansia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. SISTEM RANGKA
Dipelihara oleh “Sistem Haversian” yaitu sistem yang berupa rongga yang
di tengahnya terdapat pembuluh darah.
Terjadi proses pembentukan jaringan tulang baru dan reabsorpsi jaringan
tulang yang telah rusak.
C. FUNGSI TULANG
1. Menyokong memberikan bentuk
2. Melindungi organ vital.
3. Membantu pergerakan.
4. Memproduksi sel darah merah pada sumsum.
5. Penyimpanan garam mineral.
2
D. PEMBAGIAN TULANG
1. Tulang axial ( tulang pada kepala dan badan)
Seperti : tl. tengkorak, tl. vertebrae, tl. rusuk dan sternum.
E. HISTOLOGI TULANG
Ada 2 tipe tulang : a. Kompaktum→ kuat, tebal, padat.
b. Kankellous → lebih kopong, renggang
3
Metafisis : Bagian tulang yang mengembang di antara
epifisis dan diafisis.
2) Amphiarthrosis :
- Sendi dengan pergerakan sedikit/terbatas, seperti tl. simphisis pubis
4
H. SISTEM MUSKULAR
40-50 % BB manusia.
Pergerakan terjadi karena adanya kontraksi.
Tipe-tipe otot :
1) Otot jantung
2) Otot polos
3) Otot lurik atau rangka.
I. KARTILAGE
Kartilage adalah jaringan konektif yang tebal yang dapat menahan
tekanan.
Kartilage umum terdapat pada tulang embrio
Umumnya kartilage ini berubah secara bertahap menjadi tulang dengan
proses ossifikasi tetapi beberapa kartilage tidak berubah setelah dewasa..
K. FRAKTUR
DEFINISI :
Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran
5
fragmen-fragmen fraktur.
Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang.
SEBAB :
a. Trauma :
Langsung (kecelakaan lalulintas)
Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
b. Patologis : Metastase dari tulang
c. Degenerasi
d. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.
JENIS FRAKTUR
a. Menurut jumlah garis fraktur :
Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
6
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
I. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,
kontaminasi ringan, luka <1 cm.
II. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1
cm.
III. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan
neurovaskuler, kontaminasi besar.
Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
PATOFISIOLOGI
Fraktur
7
Perdarahan
Kerusakan jaringan di ujung tulang
↓
1. Vasodilatasi
2. Pengeluaran plasma
3. Infiltrasi sel darah putih
2. Proliferasi sel :
Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar
fraktur
Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung
terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi
membentuk collar di ujung fraktur.
8
3. Pembentukan callus :
Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan
terbentuk callus.
Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter
tulang melebihi normal.
Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan,
sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.
4. Ossification
Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan
garam kalsium dan bersatu di ujung tulang.
Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian
dalam dan berakhir pada bagian tengah
Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
KOMPLIKASI
1. Umum :
Shock
Kerusakan organ
Kerusakan saraf
Emboli lemak
2. D i n i :
Cedera arteri
9
Cedera kulit dan jaringan
Cedera partement syndrom.
3. Lanjut :
Stffnes (kaku sendi)
Degenerasi sendi
TATA LAKSANA
1. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik).
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Riwayat perjalanan penyakit.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya.
3. Pertolongan pertama yang dilakukan
4. Pemeriksaan fisik :
Identifikasi fraktur
10
Inspeksi
Palpasi (bengkak, krepitasi, nadi, dingin)
Observasi spasme otot.
5. Pemeriksaan diagnostik :
Laboratorium (HCt, Hb, Leukosit, LED)
RÖ
CT-Scan
6. Obat-obatan : golongan antibiotika gram (+) dan gram (-)
Penyakit yang dapat memperberat dan mempermudah terjadinya fraktur :
a. Osteomyelitis acut
b. Osteomyelitis kronik
c. Osteomalacia
d. Osteoporosis
e. Gout
f. Rhematoid arthritis
DATA SUBYEKTIF
Data biografi
Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan,
pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan sensasi.
Cara PQRST :
o Provikatif (penyebab)
o Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
o Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
o Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
o Timing (kapan mulainya)
11
Pengkajian pada sistem lain
o Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat
kesehatan masa lalu.
o Riwayat dirawat di RS
o Riwayat keluarga, diet.
o Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang
digunakan
o Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah klien ganti baju,
membuka kran dll.
DATA OBYEKTIF
Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
Bandingakan dengan sisi lainnya.
Pengukuran kekuatan otot (0-5)
Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
Kyposis, scoliosis, lordosis.
PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. X-ray dan radiography
2. Arthrogram (mendiagnosa trauma pada kapsul di persendian atau
ligamen). Anestesi lokal sebelum dimasukkan cairan kontras/udara ke
daerah yang akan diperiksa.
3. Lamnograph (untuk mengetahui lokasi yang mengalami destruksi atau
mengevaluasi bone graf).
4. Scanograph (mengetahui panjang dari tulang panjang, sering dilakukan
pada anak-anak sebelum operasi epifisis).
5. Bone scanning (cairan radioisotop dimasukkan melalui vena, sering
dilakukan pada tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur).
6. MRI
7. Arthroscopy (tindakan peneropongan di daerah sendi)
8. Arthrocentesis (metode pengambilan cairan sinovial)
12
MASALAH-MASALAH YANG UMUM TERJADI
1. Gangguan dalam melakukan ambulasi.
Berdampak luas pada aspek psikososial klien.
Klien membutuhkan imobilisasi → menyebabkan spasme otot dan
kekakuan sendi
Perlu dilakukan ROM untuk menguragi komplikasi :
- Kaki (fleksi, inverse, eversi, rotasi)
- Lutut (ekstensi)
3. Spasme otot
13
Spasme otot (kram/kontraksi otot involunter)
Spasme otot dapat disebabkan iskemi jaringan dan hipoksia.
Tindakan keperawatan :
a. Rubah posisi
b. Letakkan guling kecil di bawah pergelangan kaki dan lutut
c. Berikan ruangan yang cukup hangat
d. Hindari pemberian obat sedasi berat → dapat menurunkan
aktivitas pergerakan selama tidur
e. Beri latihan aktif dan pasif sesuai program
INTERVENSI
1. Istirahat
Istirahat adalah intervensi utama
Membantu proses penyembuhan dan meminimalkan inflamasi,
pembengkakan dan nyeri.
Pemasangan bidai/gips.
2. Kompres hangat
Rendam air hangat/kantung karet hangat
Diikuti dengan latihan pergerakan/pemijatan
14
3. Kompres dingin
Metoda tidak langsung seperti cold pack
Dampak fisiologis adalah vasokonstriksi dan penerunan metabolic
Membantu mengontrol perdarahan dan pembengkakan karena trauma
Nyeri dapat berkurang, dapat menurunkan aktivitas ujung saraf pada
otot
Harus hati-hati, dapat menyebabkan jaringan kulit nekrosis
Tidak sampai > 30 menit.
TRAKSI
15
BEBAN TRAKSI
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB
JENIS TRAKSI
1. Traksi kulit Buck’s
Traksi yang paling sederhana dan dipasang untuk jangka waktu yang
pendek.
Indikasi :
o Untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum
dioperasi
o Digunakan pada anak.
Komplikasi :
o Perban elastis dapat mengganggu sirkulasi
o Timbul alergi kulit
o Dapat timbul ulserasi akibat tekanan pada maleolus
16
o Pada lansia, traksi yang berlebihan dapat merusak kulit yang
rapuh.
2. Traksi Russell’s
Modifikasi dari traksi Buck’s
Digunakan untuk fraktur lutut
Digunakan pada orang dewasa
Komplikasi :
o Perlu bedrest → decubitus, pneumoni
o Penderita bergerak, beban turun → traksi tidak adekuat
o Infeksi
3. Cervical traksi
Digunakan pada fraktur cervical, maxillaries, clavicula
Beban 4-6 pounds
Komplikasi :
o Dapat terjadi gangguan integritas kulit
o Alergi
o Klien tidak nyaman dan melelahkan
4. Pelvic traksi
Digunakan pada dislokasi dan fraktur pelvis, fraktur tulang belakang
17
o Nadi cepat dan lemah
2. Emboli lemak → ss. Tulang dan kerusakan jaringan
↓
system pernapasan
- tacycardi
GIPS
INDIKASI
1. Immobilisasi dan penyangga fraktur
2. Stabilisasi dan istirahatkan
3. Koreksi deformitas
4. Mengurangi aktivitas pada pada daerah yang terinfeksi
5. Membuat cetakan tubuh orthotik
Gips yang ideal adalah dapat membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
Penggunaan gips sesudah operasi lebih memungkinkan klien untuk mobilisasi
dari pada pasien ditraksi.
18
2. Gips patah tidak bisa digunakan
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
4. Sebelum pemasangan perlu dicatat apabila ada luka
5. Untuk mencegah masalah pada gips :
Jangan merusak atau menekan gips
Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk.
Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
WINDOWS
Dilakukan untuk :
1. Memeriksa luka
2. Membuka jahitan
3. Memeriksa adanya penekanan
4. Membuang/mengangkat benda asing
5. mengurangi penekanan.
PEMBUKAAN
1. Dibuat garis terlebih dahulu
2. Mata gergaji hanya memotong benda yang keras
3. Pemotongan dihentikan bila pasien merasa kepanasan
4. Selama pemotongan, mata gergaji ditekan dengan lembut
5. Pada saat memotong, anggota ekstremitas harus disangga.
6. Cuci dan keringkan, beri pelembab
7. Ajarkan aktivitas bertahap.
19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERSARAFAN
1. Otak
Perbandingan pada otak yang normal dan otak pada lansia yang telah mengalami
perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut :
a. Normal
Otak terletak di dalam rongga kepala, yang pada orang dewasa sudah tidak dapat
lagi membesar, sehingga bila terjadi penambahan komponen rongga kepala akan
meningkatkan tekanan intra cranial.
Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375
gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun
penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak
berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100
million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls
listrik dari susunan saraf pusat.
b. Lansia
Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan
signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi
penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun.
Secara berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang disusul
membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi
fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment
wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom
20
atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang, inklusi
dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi
granulovakuole. Corpora amilasea terdapat dimana-mana dijaringan otak.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun
dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik
menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin,
posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat.
2. Saraf Otonom
Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan saraf otonom pada lansia yang
telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut :
a. Normal
• Saraf simpatis
Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan
aktifitas saluran cerna.
• Saraf parasimpatis
Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.
b. Lansia
Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang
dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah
penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada
“neurotransmisi” pada ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan
asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-
asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah
reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural,
regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi
disirkulasi serebral rusak sehingga mudah terjatuh.
21
3. Sistem Saraf Perifer
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada
lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:
a. Normal
• Saraf aferen
Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari maupun tidak, dari kepala,
pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan rangsangan dari
luar ke pusat.
• Saraf eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari otak menuju ke luar dari
susunan saraf pusat ke berbagai sasaran (sel otot/kelenjar).
b. Lansia
• Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan
penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.
• Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan
terjadinya penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer.
4. Medulla spinalis
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada
lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:
a. Normal
Fungsinya :
Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu motorik/ cornu ventralis.
Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut.
Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.
Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua bagian tubuh.
22
b. Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi
pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot
dan sendinya secara maksimal.
23
3. Gangguan persepsi sensori
Perubahan sensorik terjadi pada jalur sistem sensori dimulai dari reseptor hingga
ke korteks sensori, merubah transmisi atau informasi sensori. Pada korteks lobus
parietal sangat penting dalam interpretasi sensori dengan pengendaian
penglihatan, pendengaran, rasa dan regulasi suhu. Hilang atau menurunnya
sensori rasa nyeri, temperature dan rabaan dapat menimbulkan masalah pada
lansia.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
Elektroensefalogram ini adalah rekaman catatan grafik dari gelombang aktivitas
listrik otak.
2. Elektromiogram (EMG)
Merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan mencatat elektrik otot skeletal dan
konduksi saraf.
3. CT scan
24
Computed Tomography Scanning dapat memberikan gambaran secara mendetail
bagian-bagian dari otak. Misalnya dapat menentukan bentuk, ukuran dan posisi,
mendeteksi adanya perdarahan, dan edema.
5. Indeks Katz
Indeks Katz dalam aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan alat yang digunakan
untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia. Indeks Kartz
meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi seperti mandi, berpakaian,
toileting, berpindah, kontinen, dan makan (Kart, 1963).
25
Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Perubahan
Sistem Persarafan
A. Pengkajian
Pengkajian ini meliputi identitas klien, status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan
masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik sistem persarafan, pola
aktifitas sehari-hari, serta pengkajian psikososial dan spiritual.
Identitas klien
Identitas pasien meliputi :
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Status perkawinan
e. Agama
f. Suku
26
e. Kematian mendadak yang tidak jelas sebabnya
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa-diagnosa berikut ini adalah sebagian diagnosa yang dapat di angkat
pada pasien lansia dengan gangguan sistem persarafan yang di kutip dari diagnosa
keperawatan NANDA.
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
27
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
3. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi
dan integrasi.
4. Gangguan pola eliminasi BAB dan BAK berhubungan dengan penurunan
neuromuskuler.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan perubahan frekuensi
dan jadwal tidur.
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan
sistem saraf.
C. Intervensi
Di bawah ini adalah intervensi dan kriteria hasil dari diagnosa keperawatan yang
telah di angkat yang di kutip dati buku diagnosa keperawatan dengan intervensi
NIC dan kriteria hasil NOC.
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
Tujuan :
Pasien bebas dari resiko cedera.
Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik.
Intervensi :
Kaji status mental dan fisik.
Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk status
fisiologis.
Pertahankan tindakan kewaspadaan.
Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan pasien.
Hindari tugas-tugas yang membahayakan.
28
Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Intervensi :
Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat.
Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi yang
dapat di toleransi.
Intervensi :
Pantau perubahan status neurologis pasien.
Pantau tingkat kesadaran pasien.
Identifikasikan factor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi
sensori.
Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori.
Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang sesuai.
29
Pasien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi seperti biasa.
Pasien mampu mengidentifikasikan apabila ingin melakukan eliminasi.
Intervensi :
Kaji pola eliminasi BAB dan BAK klien.
Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas optimal.
Berikan privasi dan keamanan saat pasien melakukan eliminasi.
Intervensi :
Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik yang dapt
mengganggu pola tidur pasien.
Berikan/ciptakan lingkungan yang tenang sebelum tidur.
Bantu pasien untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan kurang tidur, seperti ketakutan, masalah yang tidak
terselesaikan, dan konflik.
Bantu pasien untuk membatasi tidur di siang hari dengan menyediakan
aktivitas yang meningkatkan kondisi terjaga.
30
Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang telah
mengalami perubahan
31
DAFTAR PUSTAKA
32
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA
33
L. ANATOMI DAN FISIOLOGI
M. SISTEM RANGKA
N. FUNGSI TULANG
O. PEMBAGIAN TULANG
P. HISTOLOGI TULANG
Q. KLASIFIKASI TULANG BERDASARKAN BENTUKNYA
34
35
36
37