Anda di halaman 1dari 16

Velg Titanium vs Velg Aluminium vs Velg Baja Carbon vs Velg Magnesium

1434 H Muharram 27
------------------------

Berikut ini adalah pertandingan antara 4 kontestan material velg yang populer di dunia balap
roda dua dan modifikasi, yaitu antara Velg Titanium alloy vs Velg Aluminium alloy vs
Velg Baja Carbon vs Velg Magnesium alloy. Yup, keempat material tersebut adalah
material yang cukup populer dan diminati di ajang balap, karena  salah satunya kualitas, salah
duanya kekuatan dan salah tiganya adalah bobot yang enteng, hingga akhirnya malah
pengguna motor harian kepincut juga memakai velg dengan material seperti ini, karena warna
dan tampilannya itu lho, salah semua, ehhh.... mengkilap dan terkesan mewah...

Yup, pada postingan ini ane akan membahas keringanan cicilan kredit bank perbedaan bobot
dari keempat material velg tersebut mana yang paling enteng. Karena ada yang bilang
titanium itu paling enteng, atau ada juga magnesium itu paling enteng, ada juga yang bilang,
aluminium alloy enteng dan kuat dan juga baja karbon lebih enteng lagi, soale dipake di
ducati. Nah, karena itulah yukk kita buktikan, siapa sih yang paling enteng dari keempat velg
tersebut.

Kontestan adalah 4 buah velg belakang tapak lebar custom untuk Suzuki Satria FU
dengan ukuran 2,75 x 17 .
Gimana cara membuktikannya ? Kita akan buktikan pake software CAD bikinan Dassault
System, yakni : SOLIDWORKS. Solidworks yang ane gunakan ini adalah versi educational
dari komputer kampus.

Penasaran ? Yukk kita lihat hasilnya...


1. Velg Titanium Alloy Ti-6Al-4V, bobotnya  6,3 kg

2. Velg Baja Carbon, bobotnya 11,1 kg


3. Velg Aluminium 6061 Alloy, bobotnya 3,8 kg
4. Velg Magnesium Alloy, inilah dia juaranya, dengan bobot paling enteng dari keempat

velg lainnya, yaitu sebesar 2,4 kg. Bisa diangkat pake jari.

Yup, ternyata yang paling enteng adalah velg dengan bahan magnesium alloy, kedua
aluminium alloy, ketiga titanium alloy dan paling berat adalah baja carbon.

Lhohh, aneh, mosok titanium alloy luwih abot (lebih berat) tinimbang (ketimbang)
aluminium alloy.

Wah rusak nih softwarenya...

Hehe, enggak kangmas, mbakyu,,, itu emang betul titanium alloy itu lebih berat dari
aluminium alloy, dan hampir 2 kalinya. Titanium itu memiliki struktur atom yang lebih padat

ketimbang aluminium alloy, sehingga wajar kalo lebih berat.


original post by : Zul Fauzi

Kenapa bisa begitu ? Itu karena titik lebur titanium itu lebih tinggi dari aluminium, yaitu
sekitar 6000 C, sedangkan aluminium 750 C. Beda jauh kan ? Jadi keistimewaan titanium
bukan pada bobotnya yang enteng, tapi logam ini sangat kuat tapi enggak berat, ya walaupun
masih agak beratan dikit dari aluminium.
Kalo mau yang enteng tapi kuat ya magnesium alloy...tapi harganya bikin kantong
jebol,,,,hehe...
Atau mau yang enteng tapi murah ya aluminium alloy... tapi dari segi kekuatan masih di
bawah titanium dan magnesium

Yup itulah perbandingan antara 4 material velg yang berbeda, semoga bermanfaat, silakan
disobek-sobek
sekian, wassalamu'alaikum...
Diposkan oleh mandira soundsytem di 11.16
Proses Pembuatan Velg Mobil Unik
October 8, 2014

Velg mobil dahulu dibuat menggunakan bahan dasar magnesium, namum karena alasan
ketahanan dan durabilitas, kini velg mobil dibuat dengan bahan dasar Alumunium. Velg
mobil berbahan dasar alumunium ini bukan hanya lebih variatif motifnya, namun juga sangat
ringan sehingga berpengaruh ke tingkat konsumsi bahan bakar yang menjadi lebih irit.
Penelitian juga membuktikan bahwa velg alumunium berpengaruh dalam peningkatan
handling / kendali, akselerasi dan pengereman.

Proses pembuatan velg ini dimulai dengan pemilihan bahan alumunium yang baik yaitu
logam alumunium dengan kadar 97%. Bahan dasar alumunium ini kemudian dipanaskan
dengan temperatur 750 derajat celsius sampai mencair. Dalam keadaan mencair, alumunium
ini kemudian dicampur dengan gas argon(Ar) untuk memisahkan hidrogen dari cairan
alumunium yang fungsinya adalah untuk meningkatkan kepadatan atau densiti dari
alumunium tersebut. Untuk menambahkan kekuatan lebih pada alumunium maka
ditambahkanlah titanium dan magnesium ke dalam ‘adonan’, proses ini juga berfungsi untuk
mengeleminir alumunium oksida dari dalam campuran, alumunium oksida terpisah dari
campuran cairan dalam bentuk debu berwarna hitam. Setelah proses ini selesai, ‘adonan’ siap
untuk dicetak.

Kemudian cairan alumunium ini dicetak kedalam cetakan baja. Untuk menghindari
banyaknya gelembung udara, cara pencetakan alumunium ini dilakukan dengan
menyuntikkan alumunium cair ke dalam cetakan dari arah bawah. Adanya gelembung udara
akan menyebabkan cacat produksi. Alumunium ini hanya membutuhkan waktu 7-10 menit
untuk mengeras. Setelah mengeras tidak serta merta velg siap pakai, velg ini masih harus
dipanaskan didalam tungku dengan temperatur 500 derajat celcius, kemudian dicelupkan ke
dalam air dengan temperatur 80 derajat celcius, kemudian dipanaskan lagi ke temperatur 130
derajat selama 9 jam untuk menstabilkan molekul. Belum selesai sampai disini, masih
terdapat sisa-sisa pengerasan alumunium di sudut-sudut velg. Kotoran ini dibersihkan dengan
menggunakan mesin bubut sekaligus mempercantik bentuk dan tekstur permukaan velg.

Setelah semua proses selesai, velg diuji dan kemudian dicat.


Velg aftermarket biasanya memiliki material yang beraneka macam lazimnya terbuat dari jenis
logam ringan sebut saja billet steel, forged alloy, atau magnesium. Velg dari bahan tersebut memiliki
berat utuh yang lebih ringan dibandingkan velg standar yang umumnya terbuat dari material baja
(lebih berat).

Dengan menerapkan velg yang lebih ringan di mobil Anda, diyakini bisa mengurangi bobot
keseluruhan mobil tanpa mengesampingkan daya tahan velg itu sendiri. Dengan keseluruhan nilai
berat mobil yang berkurang tadi otomatis berpengaruh juga pada kerja mesin yang tidak terlalu
berat dalam memutar roda. Contohnya seperti Enkei, Speedline, TRD, Mugen dan Weld Racing yang
tersedia mulai dari ukuran 14 hingga 19 inci dengan harga bervariasi mulai dari Rp 5 jutaan ke atas
satu set.
Proses finishing dilakukan setelah pelepasan produk dari cetakan. Produk yang sudah jadi kemudian
difinshing dengan cara dikrom. Proses ini menghasilkan limbah cair yang cukup berbahaya, oleh
karena itu harus diolah agar tidak mencemari lingkunan.
Untuk menanganinya, chromic acid harus dirubah menjadi ion chrom bervalensi tiga (trivalent
chrom), yang tidak mudah larut dalam air. Untuk mereduksi chromic acid digunakan sodium
metabisulfite. Chromic acid (Cr 6+) yang tadinya berwarna kuning akan berubah menjadi warna hijau
(Cr 3+) dan dengan diberi soda api (Na OH) akan terbentuk chrome hidroksida yang tidak larut dalam
air, sehingga dapat mudah dipisahkan dengan air.

Untuk mempercepat pemisahan digunakan larutan tawas sebagai koagulant.Untuk menambah


waktu pengendapan dibutuhkan bak pengendapan dengan design seperti pada gambar di bawah ini.

Buat bak untuk instalasi limbah sesuai dengan kapasitas limbah chrom dan proses limbah tersebut
dengan benar. Untuk mengurangi jumlah limbah sebaiknya dibuatkan sistem pembilasan yang baik,
sehingga jumlah bahan kimia yang dibutuhkan untuk pengolahan limbah juga ikut berkurang. Harga
bahan kimia untuk limbah seperti sodium metabisulfite, soda api, dan tawas, tidaklah mahal.
Sehingga biaya proses jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh limbah yang tidak diolah.
Aluminium murni memiliki sifat yang lunak/lemah karena nilai kekuatannya rendah, sehingga tidak
banyak dipergunakan untuk berbagai macam, keperluan teknik. Untuk itu Aluminium, murni perlu
dipadukan dengan unsur?unsur lain seperti mangan, silikon, magnesium dan tembaga. Sehingga
dibuat aluminium: paduan Contoh penggunaan Aluminium paduan ini adalah pada bagian pesawat
terbang, velg mobil, piston, cylinder head motor bakar, peralatan Japur dan peralatan kimia. Salah
satu jenis Aluml1ium paduan yang banyak dipakai untuk pembuatan velg adalah Aluminium Alloy
2024. Paduan ini dapat memperbaiki sifat Aluminum tetapi seringkali sifat tahan korosi dan
keuletannya menjadi berkurang. Aluminium Alloy 2024 (AI 2024) sebagai material cor untuk
pembuatan velg banyak digunakan pada industri kecil dan menengah, yaitu dengan proses
remelting. Namun tenyata proses ini menyebabkan penunan kekuatan tarik dan kekerasan pada
hasil coran. Keadaan seperti ini akan mempengaruhi tingkat keamanan (safety factor) pada
pengendara, yaitu berhubungan dengan kelelahan dan ketahanan terhadap retak. Sehingga untuk
produk cor yang bempa velg misalnya tingkat keamanannya lebih baik dan umur pakai (life time)
lebih lama. Untuk itu perlu pemecahan masalah agar hasil coran tersebut tetap memiliki
karakteristik sifat mekanik yang baik. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan perlakuan
panas age hardening atau precipitation hardening. Proses precipitation hardening atau age
hardening ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu solution treatment, aging dan quenching.
Solution treatment adalah memanaskan paduan aluminium ini hingga temperatur di atas solvus line.
Kemudian paduan di-Aging (penuaan), yaitu menahan (holding) pada suatu temperatur tertentu
temperatur kamar atau temperatur di bawah solvus line selama waktu tertentu. Setelan itu
dilakukan proses quenching, yaitu didinginkan dengan cepat pada media tertentu. Penelitian ini
bertujuan menguji korelasi temperatur dan variasi media pendingin terhadap kekerasan dan
kekuatan tank material Alumunium Alloy 2024 hasil remelting pada tahap solution heat treatment
dalam proses age hardening. Juga untuk mengetahui dampak temperatur dan variasi media
pendingin terhadap peningkatan kekerasan dan kekuatan material. Temperatur yang diujikan dalam
penelitian ini adalah 475 derajad C, 500derajad C .dan 550derajad C, sedangkan media pendingin
yang digunakan adalah air, NaOH dan oii. Dari pengolahan data hasil penelitian menggunakan
analisis statistik dengan uji kontras terbukti adanya pengaruh variasi temperatur pemanasan dan
media dan media pendinginan terhadap kekerasan dan kekuatan tarik Aluminimum AIloy 2024 hasil
remelting. Hasil penelitian menunjukkan spesin1en Aluminium AIloy 2024 hasil remelting yang
dipanaskan hingga temperatur 475 derajad C dan diholding selama 5 menit kemudian dilanjutkan
dengan pendinginan menggunakan media NaOH memiliki kekerasan tertinggi dibandingkan dengan
menggunakan media air maupun oli. Sedangkan pemanasan spesimen Aluminium Alloy 2024 hasil
remelting pada temperatur; 500derajad C dan holding selama 5 menit dilanjutkan quenching dalam
media air mampu menghasilkan kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur
475derajad C dan 550derajad C pada media yang sama maupun media NaOH dan oli pada
temperatur 475derajad C, 500derajad C dan 550derajad C.

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/262378
Tipe One-piece Cast Wheels

Ini merupakan tipe velg aluminium yang paling banyak ditemukan dan merupakan proses
paling simpel. Casting merupakan proses pencetakan (menggunakan mould bentuk velg
sesuai desainnya) melalui penuangan aluminium yang dilelehkan. Semudah itu definisinya,
tapi dari hasilnya bisa kita lihat banyak velg legenda telah dihasilkan.

GRAVITY CASTING

Gravity casting merupakan proses casting paling basic, yaitu cuma dengan menuangkan
lelehan aluminium ke dalam cetakan dengan memanfaatkan gravitasi bumi untuk memenuhi
cetakannya. Jadi kunci utama adalah di desain cetakan yang benar-benar memperhitungkan
arah gravitasi sehingga kepadatan bentuk bisa didapat. Keuntungannya jelas: harga produksi
lebih murah. Tapi tentu desain seperti ini tidak bisa mengakomodir faktor “weight reduction”,
karena kepadatan hasil gravitasi membutuhkan lelehan dalam jumlah banyak, yang otomatis
akan menambah berat velg. Kepadatan aluminium juga tidak bisa diatur sedemikian rupa,
udara masih mudah ikut tercampur . Makanya biasanya proses model ini akan menambah
berat velg jika ingin menambah kekuatannya.Produsen kawakan seperti Enkei sendiri hingga
saat ini masih melakukan proses 1-piece casting ini, namun dengan berbagai modifikasi yang
dikembangkan.

LOW PRESSURE CASTING

Low pressure casting menggunakan tekanan tambahan untuk menuangkan lelehan aluminium
ke dalam cetakan, sehingga proses penuangan lebih cepat dan kondisi aluminium bisa lebih
padat daripada gravity casting. Tekanan bisa didapat dari pemutaran cetakan itu sendiri, ada
juga yang dibantu beberapa alat. Dengan harga produksi yang tidak jauh dari gravity casting,
proses casting tekanan rendah ini sekarang menjadi sangat umum. Beberapa produsen velg
juga telah mengembangkan proses ini dengan berbagai alat dan ukuran tekanan tertentu ,
demi terciptanya velg yang lebih enteng. Tentunya biaya pengembangan proses ini juga akan
membuat harga velg nya ikutan naik :D

Spun-Rim, Flow-Forming atau Rim Rolling Technology

Ini salah satu pengembangan dari  low pressure  casting; dengan menggunakan sebuah mesin
khsuus yang memutar casting awal; memanaskan bagian terluar casting nya; kemudian
menggunakan tekanan roller baja sehinggga meenghasilkan bentuk akhir velg. Kombinasi
panas, tekanan dan pemutaran itu menghasilkan penampang velg yang kuat — hampir mirip
dengan forged, tapi dengan biaya lebih murah. Banyak velg yang menggunakan metode ini
berhasil mencapai ‘cita-cita’ light wheel dengan cost yang masuk akal, walau gak murah.
BBS telah menggunakan teknologi ini untuk lini F1 dan Indy Cars nya. Contoh tipe
aftermarket nya adalah BBS RC.  Enkei juga telah mencoba teknik ini, seperti di Enkei J
Speed 3 nya. Bahkan sebenarnya, MAT (The Most Advanced Technology) nya Enkei
merupakan pengembangan dari teknologi ini.

Forged
Mesin forging yang computerized, detailnya akurat!

Tanpa lawan, inilah teknologi paling mutakhir dalam pengerjaan velg 1 piece. Forging
merupakan proses memampatkan billet aluminium solid dengan penekanan yang ekstrim.
Hasilnya, sebuah produk aluminium yang sangat padat, kuat dan bisa sangat ringan. Tapi
faktor biaya peralatan, pengembangan dan proses, membuat cara ini tidak banyak yang
mampu melakukannya. Maka jadilah ekslusifitas, harga membumbung walaupun demand
tetap tinggi.

Proses Forging (sumber: AMG Australia)

Semi forging

Secara teori, beberapa pabrikan mengganggap teknologi Semi-Solid Forging (SSF) itu yang
paling bagus, karena bisa menggabungkan kelebihan casting, khususnya dalam kemungkinan
desain yang kreatif, dan kelebihan forging, khususnya untuk tujuan lightweight dan kekuatan.
Tentunya harga juga akan lebih murah daripada forged. Salah satu yang menerapkan ini
adalah SSR (Speed Star Racing) di Jepun. Beberapa lini SSF yang terkenal antara lain SSR
Type C, SSR Type F, SprintHart CPF.
Secara pembuatan, sebenernya masih dengan mekanisme casting, tapi dengan flow-forming
khusus dan beberapa teknik lain, dia mengkompres struktur aluminium menyerupai forging.

Tipe Multi-Piece Wheels

Enkei Sport RCS,salah satu contoh 2 pieces-welded construction. Bagian tengah velg dibuat
terpish,kemudian di las ke rim/bibir velg

Velg tipe ini menggunakan 2 atau 3 komponen terpisah yang dirakit menjadi satu wujud velg.
Umumnya multi-piece wheels menerapkan lebih dari 1 metode pembuatan. Misalnya, bagian
tengah dibuat secara casting atau forged, sedangkan lingkar pinggir velg nya dibuat dengan
sistem spun dari aluminium. Komponen terpisah tersebut kemudian dibaut, di-sealant atau
dilas (welded) menjadi satu.

Model 3-piece sendiri mulai berkembang pada awal 1970-an untuk racing, dengan
pertimbangan untuk mengejar light-weight. Gak heran pada perkembangan selanjutnya model
ini jadi banyak diterapkan pada R17 ke atas, dengan tujuan yang sama: demi enteng!
Ganti velg memang sudah bisa dibilang langkah awal mempercantik mobil. Namun
velg tidak seharusnya dilihat dari modelnya saja. Ada aspek penting lain yang harus
dijadikan pertimbangan juga seperti kualitas dan harga. Bisa jadi velg yang modelnya
bagus tetapi sebetulnya memiliki kualitas rendah.

Mana ada model velg bagus atau jelek. Itu relatif?


Bila berbicara mengenai model/style atau fashion itu sih mengikuti selera saja. Ada yang
suka model retro, vintage, luxury, sporty, atau sekenanya saja. Tidak ada yang bisa
mengklaim model ini lebih bagus dibandingkan model lainnya berhubung itu semua subjektif
mengikuti selera masing-masing. Namun berbeda bila kita membicarakan kualitas.

Kualitas velg jadi faktor penting yang tidak terpungkiri.


Nah, bila bicara kualitas baru kita bisa bilang velg bagus atau velg kurang bagus. Pada
dasarnya kualitas velg ditentukan oleh material dan cara pembuatannya. Ada dua macam cara
pembuatan velg yaitu Casting dan Forging.

Pertama: Casting, metode membuat agar-agar


Casting adalah proses pembentukan velg dengan metode pencetakan konvensional. Material
yang dicairkan hanya dituangkan ke dalam cetakan; sama seperti ibu-ibu membuat agar-agar.

Hampir dipastikan bahwa setiap agar-agar memiliki gelembung udara di dalamnya. Udara
tersebut terperangkap saat agar-agar mulai mengeras/membeku. Demikian juga dengan velg
hasil casting namun dalam skala mikroskopis.

Kedua: Forging
Menurut kamus bahasa inggris Forging adalah “to form (metal) by a mechanical or hydraulic
press” alias “manipulasi metal dengan cara mekanisme atau tekanan hidrolik”. Material velg
dipadatkan dengan cara penumbukan oleh alat-alat berat dalam temperature tinggi sehingga
volume material tersebut mengecil, menjadi lebih padat dan kuat.

Setelah material dinilai cukup padat barulah produksi memasuki tahap shaping atau
pembentukan yang memerlukan teknologi tinggi. Berbeda dengna casting yang hanya
memerlukan cetakan. Dengan model dan ukuran yang sama velg hasil Forging bisa lebih
ringan hingga 40 kg permobil dan lebih kuat. Itu berkat material yang digunakan yaitu
Aluminium Alloy (http://www.mwponline.com/Features/alcoa_wheels)

Pilih Casting atau Forging?


Ada kelebihan dan kekurangan pada masing-masing produk akhir.

Casting:
+ Material yang digunakan biasanya adalah solid metal dengan massa jenis yang besar
(berat). Namun secara konstruksi mikroskopis velg ini “keropos”.
+ Metode pembuatan yang mudah menjadikannya lebih murah
+ Secara sekilas sulit dibedakan antara hasil Casting atau Forging sehingga secara fashion
tidak kalah dari hasil Forging.
- Cenderung lebih berat berhubung material yang digunakan harus mendukung kondisi
“keropos” ini.
- Bobotnya yang berat memberikan hambatan performa berkendara
- Ada kemungkinan sulit mencari titik balance terkait dengan perbedaan kepadatan pada sisi
velg.

Forging:
+ Walaupun dipadatkan namun dia tetap lebih ringan dari produk Casting dikarenakan bahan
yang digunakan memang berbeda.
+ Tidak “keropos” dan lebih kuat.
+ Menunjang berkendara performa tinggi dikarenakan kuat dan ringan.
- Harga bisa mencapai 2x lebih mahal dibandingkan velg sama hasil Casting.

Mau pilih yang mana? Silahkan disesuaikan dengan keperluan dan budget masing-masing.
Alloy:
Suatu hal yang membingungkan di dunia bisnis sepeda, bahwa alloy (logam paduan) secara spesifik
adalah aluminium alloy (aluminium paduan). Suatu alloy (secara teknikal), adalah suatu metal yang
diberi campuran sesuatu yang lain untuk meningkatkan kemampuan penggunaannya. Banyak
sepeda  yang diproduksi secara massal saat ini dibuat dari aluminium alloy. Pabrik-pabrik
menyatakan, bahwa mereka melakukan hal demikian, karena bobotnya yang ringan (meskipun
sebenarnya tidak lebih ringan dari beberapa bahan baja yang baik). Salah satu alasan, mengapa pipa
aluminium begitu sangat popular adalah karena lebih tebal dibandingkan baja, sehingga lebih mudah
dilakukan pengelasan dengan robot yang dikendalikan computer. Aluminium alloy tidak berkarat,
mesikipun garam di jalanan (di musim salju – wien) dapat membuatnya sedikit masalah. Aluminium
alloy juga lebih indah dipandang dan berkilau. Sepeda aluminium bila dikendarai kadang dirasakan
sedikit kaku, meskipun sebenarnya sangat kokoh, tetapi alloy yang lebih baru mampu mengatasi
masalah ini. Anda harus ingat bahwa aluminium punya batasan waktu pakai (biasanya frame
aluminium disertai garansi paling lama lima tahun sampai waktunya terjadi kelelahan).

Baja:
Bahan yang secara tradisional digunakan untuk membuat sepeda. Ada banyak macam tingkatan besi
yang digunakan untuk membuat sepeda, dari pipa buang yang keras tetapi berat sampai ke alloy
teknologi tinggi yang ekstrem ringan dan kokoh. Baja bukan suatu pilihan lagi, karena yang
berkualitas baik terlalu tipis dilas dengan robot (tenaga manusia dengan ketrampilan tinggi
dibutuhkan sebagai penggantinya). Frame baja yang baik masih dapat dipotong dan dibentuk dengan
baik. Baja sedikit lebih lentur dibandingkan aluminium (bila dikendarai tidak terasa kaku). Frame baja
akan berkarat, tetapi kalau dirawat bisa tahan sepanjang hidup (besi tidak kenal kelelahan seperti
pada aluminium).

Titanium:
Sebuah material idaman. Lebih ringan dari hampir semua bahan lain yang digunakan untuk
membuat frame sepeda, sangat kuat, tidak berkarat, tidak ada kelelahan, dan menghasilkan sepeda
yang responsif (enak dikendalikan – Wien). Kalau demikian, apa kurangnya? Titanium meskipun
bahannya relatif murah, sangat sulit dipotong dan dilas, sehingga frame titanium menjadi mahal.

Serat karbon:
Juga disebut sebagai composite, merupakan campuran pola serabut karbon dan resin epoxy (seperti
fiberglass, tetapi menggunakan anyaman karbon dan bukannya gelas). Serabut karbon sangat kuat
dan ringan, dank arena pabrik dapat memutuskan kearah mana jalur serabutnya, maka frame dapat
dibuat begitu kokoh ke satu arah dan lentur di arah yang lain. Semua lapisan harus ditempelkan
menjadi satu dengan saksama, sehingga harganya menjadi mahal sampai bisa cukup
mencengangkan.

Magnesium:
Bahan ini telah digunakan di berbagai komponen seperti fork suspensi untuk waktu yang sudah
cukup lama, dan sekarang mulai digunakan untuk membuat frame. Lebih ringan dari aluminium dan
hampir sama kuatnya. Beberapa magnesium alloy bisa sedikit rapuh, tetapi bahan ini masih terlalu
baru untuk dinilai daya tahannya untuk waktu yang lama.
Diterjemahkan oleh moderator dari posting djanggoman agar lebih mudah dipahami, sumber asli
bisa dibaca di http://whycycle.co.uk/bike_jargon_bu...ame_materials/ .

Anda mungkin juga menyukai