Disusun oleh :
KELAS : 5B / D4 MKE
2019
DIAGRAM ALIR
MULAI
PEMBUATAN CETAKAN
PENUANGAN LOGAM
PENDINGINAN LOGAM
PEMBONGKARAN CETAKAN
HASIL
KURANG
CEK HASIL COR BAIK
HASIL BAIK
PEKERJAAN FINISHING
SELESAI
Bahan pada Teknik Pengecoran Logam
a. Logam ferro
Logam ferro merupakan logam paduan dengan unsur utamanya adalah besi
(Fe). Unsur kedua logam ferro umumnya adalah karbon (C). Penambahan
karbon ditujukan untuk meningkatkan kekuatan, kekerasan dan kekakuan.
Bagaimanapun, penambahan karbon akan mengurangi keuletan dan
ketangguhan. Senyawa Fe dan C dengan C di bawah 1,4% dikenal sebagai
baja. Sedang penambahan C di atas 1,7% di sebut besi tuang. Kadar C
pada besi tuang umumnya berkisar antara 2,4 – 4 %. Logam ferro
merupakan logam paduan dengan unsur utamanya adalah besi (Fe). Unsur
kedua logam ferro umumnya adalah karbon (C). Penambahan karbon
ditujukan untuk meningkatkan kekuatan, kekerasan dan kekakuan.
Bagaimanapun, penambahan karbon akan mengurangi keuletan dan
ketangguhan. Senyawa Fe dan C dengan C di bawah 1,4% dikenal sebagai
baja. Sedang penambahan C di atas 1,7% di sebut besi tuang. Kadar C
pada besi tuang umumnya berkisar antara 2,4 – 4 %.
Unsur-unsur lain seperti Mn, Ni, Cr, Mo, V, Al, Cu dan sebagainya
terkadang ditambahkan pada baja dalam jumlah tertentu untuk
memperoleh sifat-sifat khusus. Penambahan unsur-unusr tersebut antara
lain untuk memperbaiki ketangguhan, kekerasan, ketahanan korosi,
mampu bentuk dan sebagainya.
Logam non ferro adalah logam murni selain besi atau logam paduan yang
tidak mengandung unsur besi. Aluminium dan paduannya, Tembaga dan
paduannya, Nikel dan paduannya, Seng dan paduannya, Magnesium dan
paduannya dan lain sebagainya. Beberapa contoh logam non ferro antara
lain Kuningan (Cu-Zn), Perunggu (Cu-Sn), Monel (Ni-Cr-Mn), Nimonic
(Ni-Cr), Duralumin (Al-Cu-Mg), Hidronalium (AL-Mg) serta Silumin (Al-
Si).
Pekerjaan pertama yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah mengubah
gambar perencanaan menjadi gambar kerja pola. Secara garis besar gambar pola
sama dengan gambar perencanaan, namun ada bagian bagian yang harus
disesuaikan. Adapun penyesuaiannnya berkaitan dengan pertimbangan untuk
menghasilkan produk coran yang baik, proses pembuatan cetakan yang mudah,
proses penempatan inti, menentukan belahan dan permukaan pisah pola,
perhitungan penyusutan coran, kemiringan pola, tambahan untuk pekerjaan
pemesinan, arah kup dan drag, dan kemudahan pembongkaran cetakan. Dari
pertimbangan pertimbangan tersebut dibuat gambar kerja pola untuk pembuatan
pola yang benar.
Dalam penentuan kup, drag dan permukaan pisah harus mempertimbangkan hal-
hal berikut :
1) Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah sebaiknya dibuat
sau bidang dan kedudukan kup lebih dankal.
3) Sistim saluran harus dapat mengalirkan logam cair dengan mudah dan hasilnya
optimum cetakan rumit dan mahal.
Pada saat membeku logam coran akan mengalami penyusutan. Oleh karena itu
didalam membuat pola ditambah ukurannya berdasarkan besarnya penyusutan
logam coran. Tambahan penyusutan dapat dilihat pada tebel berikut.
Penambahan
Rata-rata dlm
No Paduan Logam ukuran dalam
pemakaian %
%
1 Besi tuan kelabu 0,5 – 1,2 1
2 Besi tuang malleable 0,85 – 1,05 1
3 Besi tuang putih 2,1 2
4 Besi tuang nodular 1,2 – 1,8 1,5
5 Paduan aluminium 1,1 – 1,5 1,25
6 Paduan magnesium 1,3 1,25
7 Kuningan 1,3 – 1,6 1,5
8 Perunggu (Gun metal) 1,05 – 1,6 1,25
9 Perunggu phosphor 1,05 – 1,6 1,25
10 Perunggu alluminium 2,1 2
11 Perunggu mangan 2,1 2
12 Baja open heart 1,6 1,5
13 Baja listrik 2,1 2,0
Tambahan ukuran untuk proses pemesinan diberikan pada tempat dimana coran
akan mengalami proses pemesinan setelah dicor. Penambahan ini bervariasi
menurut bahan, ketebalan dan arah kup dan drag. Berikut tambahan pemesinan
yang disarankan pada proses pengecoran.
Kemiringan pola diperlukan untuk memermudah saat melepas pola dari cetakan.
Kemiringan pola tergantung dari bahan pola yang dipakai. Pola dari logam
membutuhkan kemiringan 1/2000. Pola dari kayu memerlukan kemiringan 1/30
sampai 1100
e. Tambahan pelenturan
Benda cor yang cukup panjang umumnya akan mengalami pelenturan pada saat
pembekuan. Oleh karena itu pada pola sengaja dibuat pelenturan dengan arah
yang berlawanan. Besarnya pelenturan ditentukan berdasarkan pengalaman
selama pengecoran.
Pada pembuatan pola juga harus memperhitungkan penempatn telapak inti untuk
cora yang berongga. Telapak inti ini berfungsi untuk :
meletakkan inti pada cetakan saat penuangan. memegang inti menyalurkan udara
dan gas Telapak inti memiliki bentuk yang bermacam-macam diantaranya yaitu
Inti adalah pasir yang dibentuk dan dipadatkan kemudian dipasangkan pada
rongga cetakan untuk mencegah pengisian logam pada bagian yang seharusnya
berbentuk lubang atau rongga dalam suatu coran.
Macam-macam inti dibedakan berdasar pengikatnya atau cara pembuatannya,
antara lain: inti minyak, kulit, CO2, udara dan sebagainya, disamping pasir
dengan pengikat tanah lempung.
a. Kotak inti berukir terbuat dari kayu atau tripleks dan diukir dengan pahat.
Cocok untuk membuat inti dengan ukuran kecil.
b. Kotak inti biasa berbentuk persegi dan permukaannya yang terluas merupakan
permukaan tumbuk. Bagian-bagian menonjol terdapat di samping atau di dasar.
c. Kotak inti lengkung dipakai untuk membuat inti dengan diameter besar yang
terbagi menjadi beberapa bagian yang sama.
d. Kotak inti setengah dengan pelat penyapu berupa setengah kotak dengan
sebuah penggeret yang dapat diputar di sekeliling poros pada kedua ujung kotak.
e. Kotak inti untuk membuat tebal dipakai untuk membuat inti yang bertebal tetap.
Bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan pola adalah kayu, resin atau logam.
Dalam hal-hal tertentu atau pemakaian khusus juga bisa dipakai bahan seperti
plaster atau lilin.
Kayu yang dipakai untuk pola adalah kayu saru, kayu aras, kayu pinus, kayu
mahoni, kayu jati dan lain-lain. Pemilihan kayu menurut macam dan ukuran pola,
jumlah produksi, dan lamanya pemakaian. Kayu yang kadar airnya lebih dari 14
% tidak dapat dikapai karena akan terjadi pelentingan yang disebabkan perubahan
kadar air dalam kayu. Kadang-kadang suhu udara luar harus diperhitungkan, dan
ini tergantung pada daerah dimana pola itu dipakai.
Dari berbagai macam resin sintetis hanya resin epoksi yang termasuk bahan resin
termoset banyak dipakai untuk membuat pola resin, karena penyusutan yang kecil
pada waktu mengeras dan tahan aus. Penambahan zat pengencer, pemlastis atau
zat penggemuk akan memperbaiki sifat-sifat resin epoksi. Sebagai contoh:
Kekerasan meningkat dengan mencampurkan bubuk besi atau aluminium.
Ketahanan bentur meningkat dengan menumpuknya serat gelas dalam bentuk
lapisan
Resin polistirena dipakai sebagai bahan untuk pola sekali pakai pada pembuatan
cetakan yang lengkap. Pola dibuat dengan menambahkan zat pembuat busa pada
polistirena untuk membuat berbutir, mudah dikerjakan, tetapi tak dapat menahan
penggunaan yang berulang-ulang.
Bahan pola logam yang umum digunakan adalah besi cor kelabu, karena tahan
aus, tahan panas dan tidak mahal. Selain itu dapat pula dipakai pola dengan bahan
logam alumunium.yang ringan dan mudah dikerjakan.
Pembuatan cetkan kulit kering (shell molding) adalah bagian dari proses
pengecoran yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pertama-tama pola logam dipanaskan mula, kemudian pasir silica yang dicampur
dengan rasinfenol sebagai pengikat, ditamburkan di atasnya, maka terbentuklah
cetakan kulit yang tipis dan keras karena pengaruh panas dari rasin. Cara ini
disebut juga cara “croning” atau proses C`
1. Pada logam dipanaskan dan diletakan di atas kotak yang teah berisi pasir
dengan campuran resin termoset;
2. Kotak dibalik sehingga campuran pasir dan resin jatuh di atas pola yang msih
panas, membentuk lapisan campuran yang melapisi permukaan pola sehingga
membentuk kulit keras;
3. Kotak dikembalikan ke posisi semula, sehingga kelebihan pasir kembali jatuh
ke dalam kotak;
4. Kulit pasir dipanaskan dalam oven selama beberapa menit sehingga seluruh
kulit mengering;
5. Cetakan kulit dilepaskan dari polanya;
6. Dua belahan cetakan kulit dirakit, didukung oleh butiran pasir ataubutiran
logam dalam sebuah rangka cetak, dan kemudian dilakukan penuangan;
7. Coran yang telah selesai dengan saluran turun dilepaskan
Kekurangan : cetakan kulit kering diantaranya pola logam lebih maahal dari pada
cetakan pasir basah.
Benda hasil cor harus diperiksa apakah terdapat cacat atau tidak. Jika
didapati adanya cacat, maka harus dilakukan peleburan dan pengecoran ulang agar
didapatkan hasil cor yang maksimal. Jika benda hasil cor tidak ditemui adanya
cacat, maka selanjutnya dilakukan pekerjaan finishing. Pekerjaan ini dilakukan
dengan cara membersihkan gear motor hasil benda cor dari sisa-sisa kotoran dan
pengecoran. Kemudian puli benda cor dibentuk lagi dengan mesin bubut dan kikir
agar didapatkan bentuk sesuai dengan yang diinginkan. Setelah pembentukan
selesai, maka selanjutnya permukaan puli hasil cor di amplas agar didapatkan
hasil yang lebih baik dan halus.
DAFTAR PUSTAKA
Mochamad Nurman.pengecoran cetakan kulit shell molding.Di kutip 17 oktober 2019
dari : http://mochamadnurman.blogspot.com/2013/03/pengecoran-cetakan-kulit-shell-
molding.html.
Putra Teknik.Teknik pengecoran dengan cetakan pasir.Dikutip 17 oktober
2019 dari : http://diedlian.blogspot.com/2014/12/teknik-pengecoran-dengan-
cetakan-pasir.html.
Arianto Leman Soemowidagdo.Bahan Pada Pengecoran Logam.Dikutip 17
oktober 2019 dari : http://www.ucarecdn.com/6568f3bc-1431-4c23-87b1-
3ff87507e168/.
Nanda Choirul.Proses Pengecoran bagian 2 pola.Dikutip 17 oktober 2019 dari :
http://nandachoirul.blogspot.com/2014/10/proses-pengecoran-bagian-2-pola.html
LAMPIRAN