Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ahmad Alwi Zoel Marza

NPM : 180113001

1. Puisi yang diawali dengan inisial huruf nama masing-masing

Terjebak Hujan

Aku terjebak di dalam rumah.


Hujan memanjang. Waktu terus menjadi bayang kala awan menutup cahaya.

Apa yang akan aku perbuat?

Melepas sepatu dan ransel sarat dengan masalah.


Lalu beranjak sebagai petani muda yang pandai menanam luka?

Atau mungkin tetap di dalam rumah


Membiarkan isi ransel yang makin bertambah.

Ulasan:
Puisi ini menceritakan tentang sorang anak yang mendapat halangan pergi
sekolah.

2. puisi tentang keindahan alam.

Piknik

Hamparan pasir, alas ternyaman bagi kami.

Snack, minuman soda, dan kaca mata hitam filter panorama dengan cahaya
berlebihan.
Kadang kami cumbui ombak pantai dengan kemanjaan kami.

Lenggak-lenggok pohon kelapa ikuti metronom regae “Yoman”

Tak ada yang lebih nikmat dari menikmati alam,

ketimbang menghitung berapa keringat orang tua yang jatuh ketiban hutang.

3. Puisi tentang masalah-masalah sosial.

Buah Bibir Dalam Perjamuan

Di taman, mereka sangat gembira.


sebab mampu memesan apa saja yang diinginkan.

Cuaca bersahabat untuk sebuah perjamuan.


rumput-rumput siap putus bila ditarik sewaktu mereka bersila.
Mulut-mulut seolah senyap di kuping orang lain,
sebab bising suara kendaraan.

Sekeliling membuat mereka begitu nyaman.

"Pesanan tiba" (Minuman dan makanan)

Mereka sangat menikmati apa yang dipesan.


Entah karena porsi yang pas atau mungkin
karena buah bibir yang tersaji sejak awal perjamuan.

Setelah puas, mereka membayar pesanan,


kemudian pulang dengan rasa bangga.

Ulasan : Puisi ini menceritakan tentang suatu hal yang kerap terjadi pada diri
manusia. Yang di mana manusia selalu merasa senang apa bila ada yang akan
dibicarakan dengan sesama (bergosip).
4. puisi tentang kemanusiaan

Fotografer dari Rishon LeZion

Tentara lawan menabuh genderang perang.

Kami terbirit sakit, setiap peluru meluncur akurat ke tubuh kami.

Anak-anak kami seperti terjebak dalam permainan;

sakit atau mati bila mana tak mampu

mencari tempat bersembunyi setelah hitungan ke sepuluh.

Kami tak mampu melawan.

Tak mampu melawan kelihaian

Si Fotografer yang menangkap akurat

Jika sebuah batu melayang ke kepala lawan

Dan di pajang di media sebagai kekejaman.

Ulasan: Puisi ini mengabarkan penderitaan orang Palestina yang di serang


tentara Israel. Mereka sangat menderita dan tak mampu melawan. Sebab selain
karena persenjataan yang mutakhir untuk membunuh. Mereka juga takut
melawan karena mereka akan difitnah hanya karena perlawanan kecil

5. puisi tentang pengalaman pribadi

Tiga Jaya

Rima pandai berhitung, pandai mengira apa saja yang menjadi pertanyaan.
Hari itu adalah ujian nasional.
Ia lupa belajar.
Namun tak ada ketakutan bagi sang pakar.

Ia cium tangan mama; atas dan bawah—


Papaknya, "Good bye"

Rima siap menjawab soal. Rima menjawab dengan memilih salah satu pilihan di
antara jawaban yang dianggap paling benar.

Rima mulai menghitung, mengira kancing seragam.

ABCDE

Kancing seragam kurang. Waduh mama tiri.

Ulasan: Puisi ini merupakan puisi yang menggunakan gaya bahasa yang jenaka,
namun tetap dalam konteks imajis dan logika puitik yang masuk akal. Dan
penarasian imajinya juga masih bisa dibilang utuh.
Puisi ini bercikal-bakal dari pengalaman yang menjadi wawasan baru saya
sendiri sebagai penulisnya sendiri. Di mana dengan menulis puisi ini, kepekaan
saya terhadap masalah sosial yang kerap terjadi, seperti halnya anak dan ibu tiri
yang kerap saling menyalahkan saat mengalami sialnya, padahal kesialan itu
selalu bermula dari kelalaian orang itu sendiri. Seperti contohnya: Seorang anak
tiri cenderung mengatakan “Ini gara-gara saya beribu tiri. Jika ibu saya bukan ibu
tiri, hidup saya tidak akan seburuk atau sesial ini”

Anda mungkin juga menyukai