Anda di halaman 1dari 12

POPULASI DAN SAMPEL

Salah satu tahapan penting dalam penelitian jaringan komunikasi adalah penentuan populasi
dan sampel penelitian. Sampel pada penelitian jaringan mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan metode penelitian kuantitatif lainnya — seperti survei, analisis isi atau eksperimen. Hal
ini karena dalam penelitian jaringan yang diteliti bukan hanya aktor (responden), melainkan
jaringan, relasi antar-aktor satu dengan aktor lain. Sementara pada metode kuantitatif lainnya
(misalnya survei), kita hanya menggambarkan pendapat, pengetahuan, atau perilaku
responden.

A. PROBLEM SAMPEL PADA STUDI JARINGAN


Penarikan sampel selalu dimulai dari populasi, di mana hasil penelitian kita akan
digeneralisasikan. Penentuan populasi harus tepat, karena populasi menjadi dasar dari
penarikan sampel. Populasi yang ditentukan secara salah akan mengakibatkan sampel yang
diambil tidak mencerminkan populasi yang ingin diteliti. Penentuan populasi pada penelitian
jaringan lebih rumit dan kompleks dibandingkan dengan metode penelitian kuantitatif
lainnya—seperti survei, analisis isi, atau eksperimen. Pada penelitian jaringan, yang kita teliti
yakni jaringan, sehingga populasi menjadi sulit ditentukan. Ini berbeda dengan metode survei,
di mana populasi relatif tetap karena kita hanya menggambarkan pendapat atau perilaku dari
anggota populasi.

' Titik kesulitannya yaitu karena pada penelitian jaringan tidak ada batas (boundaries) yang
tegas. Ini berbeda dengan penelitian kuantitatif lain (survei, eksperimen atau analisis isi), di
mana ada batas yang tegas, di mana batas-batas itu akan menjadi populasi penelitian. Misalnya
Anda membuat survei mengenai eksposur acara televisi di desa X. Batas (boundaries) dari
penelitian itu yakni penduduk dewasa (misalnya usia 15 tahun ke atas) di desa X. Batas itu
menjadi populasi penelitian, dan sampel diambil dari populasi tersebut. Kemudahan yang sama
jika Anda membuat penelitian mengenai analisis isi

te1 .d
Rata. (houdaries) bisa Anda tentukan dengan mudah, misalnya program acara televisi. Batas
(boudanes) D urogram acara di stasiun televisi nasional (KC/i, >
TV ANTV Global. Trans TV TV7, dan TVRI) selama tahun 2014. Populasi penehhan adalah semua
program televisi di stasiun televisi nasional sepanjang tahun 2014. Anda iuga bisa menentukan
batas (boudaries) dengan jelas pada penelitian ekspenman. Jika Anda ingin meneliti mengenai
dampak eksposur tayangan sinetron pada penonton televisi berat. Populasi dari penelitian
tersebut yakni pemirsa televisi berat program sinet- ron—menonton sinetron di atas lima jam
per hari.

Bagaimana dengan penelitian jaringan? Batas seperti pada survei, analisis isi atau eksperimen
tidak bisa diterapkan dengan mudah. Sebagai misal, jika Anda ingin meneliti struktur jaringan
komunikasi di desa X tersebut. Populasi tidak bisa secara sederhana dirumuskan sebagai
penduduk dewasa (misalnya usia 15 tahun ke atas) di desa X. Hal ini karena jaringan pada
dasarnya bisa melintasi batas wilayah. Warga di desa X tersebut, mempunyai jaringan dengan
warga lain di desa Y dan Z. Padahal warga di desa selain X tersebut bukan populasi penelitian.
Problem atau kesulitan dalam penentuan populasi dan sampel pada studi jaringan ini,
dirumuskan dengan baik oleh Borgatti and Halgin (2009: 1161) sebagai berikut.
Dalam pandangan kami, bagian dari kecemasan yang muncul dalam masalah batas spesifikasi
yaitu karena jaringan rancu dengan kelompok. Aspek mendasar dari onsep kelompok adalah
adanya batas. Bahkan ketika kita menyadari bahwa batas mungkin kabur atau tidak pasti
(misalnya, ada anggota paruh waktu, panndangan yang bertentangan tentang apa kelompok,
dan lain-lain) perbedaan antara orang dalam dan orang luar merupakan bagian penting dari
konsep kelompok. Karena itu, ketika mempelajari kelompok, kita dibenarkan menetapkan
batas-batas kelompok. Sebagai contoh, jika ita mempelajari geng di Los Angeles, kami tidak akan
mendekati batas spesifikasi dengan cara yang sepenuhnya etik, seperti mendefinisikan anggota
geng karena semua laki-laki muda yang tingal di wilayah ini. Berbeda dengan kelompok,
jaringan tidak memiliki batas-batas “alami” (meskipun, tentu saja kita bebas untuk mempelajari
kelompok alami, dalam hal batas-batas kelompok menentukan jaringan)

Dari pendapat Borgatti and Halgin di atas, bisa disimpulkan bahwa kesulitan studi jaringan
adalah tidak ada batas natural/alami seperti halnya pada penelitian kuantitatif lainnya. Ketika
kita berbicara mengenai “jaringan pertemanan” misalnya, maka kita pada dasarnya berbicara
mengenai orang-orang (node) yang saling terhubung satu sama lain yang tidak bisa dibatasi
dengan batas natural—misalnya wilayah tertentu, kampus tertentu, dan sebagainya. Anda bisa
berteman dengan siapa pun, tidak harus satu kampung atau satu kampus. Responden dalam
penelitian jaringan tidak mempunyai (dalam bahasa Borgatti and Halgin) batas-batas natural
yang eksis, sehingga bisa ditentukan sebagai populasi yang jelas.

Sebagai ilustrasi, misalnya Anda membuat penelitian mahasiswa Universitas Indonesia. Dalam
penelitian survei, populasi secara sederhana bisa ditetapkan sebagai semua mahasiswa UI yang
terdaftar (mempunyai Kartu Mahasiswa) dan aktif, tidak sedang cuti. Dari populasi itu, misalnya
diambil 500 orang mahasiswa sebagai sampel. Dengan penarikan sampel acak (random
sampling) akan bisa dipastikan bahwa pendapat dari 500 orang mahasiswa itu mencerminkan
pendapat dari populasi seluruh mahasiswa UI. Sekarang logika yang sama Anda terapkan untuk
penelitian jaringan. Dari 500 orang sampel mahasiswa, diteliti jaringan mahasiswanya, dengan
siapa saja mahasiswa itu bergaul dan berinteraksi. Dalam penelitian jaringan, yang kita teliti
bukan opini, sikap, atau perilaku mahasiswa, melainkan jaringan. Dari wawancara dengan 500
responden tersebut, mahasiswa menyebutkan siapa saja teman bergaulnya. Mahasiswa itu bisa
saja menyebut nama temannya yang bukan mahasiswa UI, tetapi mahasiswa di kampus lain.
Atau bahkan temannya bukan mahasiswa tetapi siswa SMA atau tidak kuliah. Pada titik ini
muncul kesulitan dalam mendefinisikan populasi. Apakah jaringan yang diteliti tersebut
mencerminkan jaringan mahasiswa UI, karena anggota jaringan yang tergambar menyertakan
banyak orang, yang bisa jadi mayoritas justru bukan mahasiswa UI.

Permasalahan dalam mendefinisikan populasi tersebut tidak akan muncul pada penelitian
kuantitatif lainnya—seperti survei, analisis isi, atau eksperimen. Hal ini karena pada penelitian
survei, yang diteliti yaitu responden, dan responden itu mewakili populasi. Sementara dalam
penelitian jaringan, yang diteliti yaitu jaringan, di mana anggota jaringan bisa jadi tidak menjadi
anggota populasi. Lihat dalam Gambar 4.1 berikut. Populasi dari mahasiswa telah diambil
sebagai sampel (pada ilustrasi ini ada empat orang mahasiswa sebagai sampel). Pada penelitian
jaringan, responden sampel ini mungkin mempunyai teman (jaringan) yang bukan mahasiswa
UI. Jaringan yang terbentuk pada akhirnya tidak menggambarkan populasi mahasiswa UI. Hal
ini berbeda dalam penelitian survei. Karena sampel yang diambil pastilah merupakan
mahasiswa UI, dan karenanya mencerminkan pendapat populasi.

Kesulitan dalam menentukan populasi ini bisa digambarkan dalam analogi: “Where do you set
the limits when collecting relational data when, in theory, there are no limits” (Carolan, 2013: 69;
Knoke and Yang, 2008). Maksudnya, seorang aktor (responden) secara teoretis mempunyai
banyak jaringan, jaringan mana dari aktor tersebut yang hendak kita teliti. Seorang mahasiswa
UI misalnya, ia bisa mempunyai jaringan sesama teman mahasiswa di UI, bisa juga mempunyai
jaringan pertemanan di luar kampus, hobi, musik, keluarga, dan berbagai jaringan lain. Aktor
pada dasarnya terhubung dengan banyak orang dengan berbagai jaringan. Problem utama
dalam penelitian jaringan, menentukan jaringan mana dari aktor ini yang akan kita teliti dan
menjadi populasi dari penelitian kita.

B. POPULASI: REALIS VS NOMINALIS


Dengan problem seperti telah diuraikan di atas, penentuan populasi dan penarikan sampel pada
penelitian jaringan berbeda dengan metode kuantitatif lainnya. Karena kesulitan dalam
menentukan populasi akibat aktor terhubung dengan banyak jaringan, yang bisa dilakukan
yaitu membuat pembatasan spesifik (specification boundaries). Dalam penelitian jaringan
komunikasi, peneliti harus menentukan terlebih dahulu spesifikasi dari pembatasan ini, agar
tergambar populasi dari penelitian. Pembatasan ini akan mendefinisikan secara tegas: jaringan
mana dari aktor yang kita masukkan dalam penelitian dan menjadi populasi dari penelitian.
Dalam ilustrasi penelitian mengenai jaringan mahasiswa UI tersebut, kita harus membuat
pembatasan, apakah jaringan yang dimaksud hanya menyertakan jaringan pertemanan
antarmahasiswa UI ataukah juga menyertakan mahasiswa di luar UI.

Laumann (et al., 1983: 18-34) mengidentifikasi ada dua pendekatan utama dalam membuat
pembatasan spesifik (specification boundaries). Pandangan pertama disebut pendekatan realis.
Pendekatan ini melihat jaringan komunikasi harus dilihat dari perspektif informan. Peneliti
tidak boleh menggunakan asumsi subjektif dalam menentukan jaringan dari aktor. Peneliti
sebaliknya membiarkan aktor menentukan dan mendefinisikan jaringan. Peneliti tinggal
menggambarkan jaringan yang dibentuk oleh aktor. Pendekatan kedua disebut nominalis.
Pendekatan ini melihat bahwa jaringan dan definisinya bisa ditentukan berdasarkan kerangka
konseptual dari peneliti. Peneliti bisa mendefinisikan jaringan dan batas-batasannya sesuai
dengan tujuan dan kerangka penelitian yang dipakai.

Kedua pendekatan tersebut mempunyai perbedaan yang mendasar (lihat Wasserman and Faust,
1994: 31-32). Pada pendekatan realis, jaringan ditentukan oleh informan (responden). Peneliti
tidak membatasi mana yang bisa dihitung dan tidak dihitung sebagai anggota jaringan.
Sebaliknya, pada pendekatan nominalis, anggota jaringan bisa dibatasi dengan dukungan teori
tertentu. Pendekatan yang dipakai akan menentukan populasi penelitian, dan akhirnya aktor
yang diambil sebagai sampel. Sebagai ilustrasi, Anda misalnya membuat penelitian mengenai
jaringan politik di desa, dari mana penduduk desa memperoleh pengetahuan mengenai politik.
Anda ingin mengetahui, siapa saja orang yang dihubungi warga ketika hendak mengetahui atau
membicarakan masalah politik, bagaimana pola jaringan ini memengaruhi pilihan atau
preferensi pada partai tertentu. Jika Anda menggunakan pendekatan realis, jaringan ditentukan
sendiri oleh informan. Peneliti hanya mencatat, nama-nama orang yang disebut oleh informan.
Jaringan yang terbentuk termasuk informan (responden) yang nantinya diteliti mungkin saja
tidak hanya menyertakan warga di desa penelitian.

Sementara jika memakai pendekatan nominalis, cara yang dilakukan berbeda. Peneliti pertama
kali membuat batasan aktor dan jaringan mana yang akan diteliti dengan merujuk pada teori
tertentu. Misalnya, teori yang dipakai oleh peneliti yaitu teori psikologis berupa kedekatan
partai (Party ID). Teori ini secara sederhana bisa digambarkan, pilihan seseorang pada partai
ditentukan oleh kedekatan, perasaan keterikatan emosional seseorang terhadap partai tersebut.
Sosialisasi, kebiasaan keluarga, teman dan warga dalam memilih partai atau kandidat tertentu,
menentukan pilihan seseorang. Karena orangtua, lingkungan dan keluarga terbiasa sejak lama
memilih partai tertentu, maka akan membentuk keterikatan psikologis (Party ID) seseorang
pada partai. Dengan menggunakan argumentasi teori tersebut, peneliti bisa memutuskan bahwa
aktor yang diteliti adalah aktor warga di desa penelitian. Asumsinya, warga di sekitar informan
adalah aktor yang paling memengaruhi terbentuknya kedekatan partai (PartyID). Informan
nantinya hanya diminta untuk menyebut nama warga desa yang biasa dimintai pendapat soal
masalah politik. Dengan batasan tersebut, informan tidak diperkenankan menyebut nama
teman atau orang yang bukan warga desa. Jaringan yang terbentuk hanya menyertakan aktor
dari warga desa—meskipun dalam kenyataannya (realis) seseorang bisa berinteraksi dengan
siapa pun tidak dibatasi oleh batasan geografis.

Tabel 1 Perbedaan Pendekatan Realis dan Nominalis.

Pendekatan Realis Pendekatan Nominalis


Pembatasan Ditentukan oleh informan sendiri. Ditentukan oleh teori
(specification
boundaries)
Populasi Aktor ditentukan oleh informan. Po- Aktor dibatasi oleh teori. Populasi
pulasi dari semua aktor yang dise- dibatasi menjadi semua warga yang
but oleh informan, tidak terbatas tinggal di desa penelitian. Aktor yang
hanya di desa penelitian dan warga diteliti hanya penduduk di desa
(penduduk). penelitian.

Jaringan yang Jaringan tidak hanya menyertakan Jaringan dari warga/penduduk di desa
diteliti penduduk di desa penelitian, tetapi penelitian.
semua aktor yang disebut oleh in-
forman.

C. STRATEGI DALAM PENENTUAN POPULASI


Langkah pertama ketika kita melakukan penelitian jaringan yaitu menentukan terlebih dahulu
pendekatan apa yang dipakai, apakah realitas atau nominalis. Pendekatan yang diambil akan
menentukan siapa saja aktor yang akan diteliti. Jika menggunakan pendekatan realitas, aktor
ditentukan oleh informan dan tugas peneliti hanya mencatat. Sementara pada pendekatan
nominalis, aktor ditentukan dengan batasan teori tertentu. Anggota jaringan dan aktor bisa
dibatasi dengan argumentasi teoretik tertentu.

Langkah selanjutnya, mengidentifikasi aktor yang akan diteliti. Sejumlah ahli (lihat Knoke and
Yang, 2008; Marsden, 2005: 8-30; Scott, 2000: 54-56; Carolan, 2013: 69-69-72)
mengidentifikasi ada tiga strategi utama yang bisa dipakai oleh peneliti untuk identifikasi aktor.
Pertama, posisional (positional). Strategi ini yang paling banyak dipakai dalam penelitian
jaringan, karena relatif lebih praktis. Penentuan anggota populasi didasarkan pada keanggotaan
(posisi) seseorang dalam batasan tertentu—wilayah, perusahaan, organisasi, dan sebagainya.
Sebagai misal, Anda melakukan penelitian mengenai jaringan komunikasi politik di desa X.
Anggota populasi yakni warga di desa X. Keanggotaan aktor dalam populasi ini ditentukan oleh
posisi aktor tersebut, sebagai warga desa. Atau penelitian mengenai jaringan komunikasi di
suatu perusahaan. Aktor ditentukan oleh posisi atau keanggotaan aktor, dalam hal ini karyawan
di perusahaan itu.

Kedua, strategi reputasi (reputational). Identifikasi aktor dibantu oleh seorang informan yang
mempunyai pengetahuan terhadap objek yang diteliti. Informan ini membantu peneliti dalam
memetakan jaringan dan menunjukkan kepada peneliti aktor-aktor yang terlibat dalam
jaringan. Strategi ini dipakai ketika kita membuat penelitian yang sangat spesifik, peneliti belum
mempunyai pengetahuan mengenai jaringan dan aktor yang akan diteliti. Sebagai misal, Anda
membuat penelitian mengenai jaringan penerima beasiswa Supersemar di UI. Anda bisa
meminta bantuan kepada informan ahli (seperti senior yang pernah mendapat beasiswa), dan
informan ini yang akan memetakan jaringan dan anggota-anggotanya. Atau Anda melakukan
penelitian mengenai jaringan pemulung asal Purwokerto yang ada di Jakarta. Tidak ada catatan
mengenai nama- nama pemulung. Karena itu, yang bisa dilakukan oleh peneliti yaitu meminta
bantuan kepada seorang informan—misalnya pemulung yang sudah lama menjadi pemulung di
Jakarta. Lewat bantuan informan itu, Anda bisa identifikasi aktor-aktor yang menjadi populasi
dari penelitian.

Ketiga, batasan waktu (event-based). Identifikasi aktor didasarkan oleh keikut- sertaan atau
keterlibatan aktor pada peristiwa tertentu. Aktor yang diteliti dibatasi pada peristiwa atau
waktu tertentu. Misalnya, Anda meneliti mengenai jaringan politik politisi Partai Golkar.
Bagaimana politisi tersebut berinteraksi, siapa saja politisi yang menjadi rujukan utama dan
seterusnya. Jika menggunakan strategi event-based, yang akan diteliti misalnya politisi partai
Golkar yang menghadiri musyawarah nasional Partai Golkar. Aktor-aktor yang akan
diwawancarai ialah politisi yang mengikuti Munas. Atau penelitian mengenai jaringan aktivis
mahasiswa, dan aktor yang akan diteliti dibatasi pada aktivis yang terlibat pada gerakan
mahasiswa saat reformasi 1998.

Tabel 2. Perbedaan Strategi Identifikasi Aktor.

Posisi Reputasi Batasan Waktu


Kerangka sampel Ada Tidak ada Tidak ada
Penentuan aktor Keanggotaan atau posisi Dibantu oleh Keikusertaan atau ke-
yang diteliti seseorang, umumnya tercatat informan. Peneliti terlibatan pada peris-
(misalnya keang-gotaan tidak mempunyai tiwa atau kegiatan
organisasi, perusahaan, dan ma- pengetahuan yang tertentu.
hasiswa di perguruan tinggi atau cukup atas aktor
karyawan di perusahaan dan yang akan diteliti
sebagainya) atau tidak adanya
catatan atas aktor.
Contoh penerapan Jaringan komunikasi politik di Jaringan pemuka-pe- Jaringan di antara war-
antara warga desa dalam muka agama di desa ga yang pernah meng-
menentukan pilihan partai. dalam memengaruhi ikuti kegiatan kampa-
pilihan warga. nye di balai desa.

Tiga strategi tersebut membantu kita dalam menentukan populasi dan mengidentifikasi siapa
saja aktor yang akan diteliti. Kapan kita menggunakan strategi yang satu, dan kapan
menggunakan strategi yang lain? Pilihan atas strategi ditentukan oleh sejumlah aspek. Pertama,
catatan mengenai anggota aktor. Jika ada catatan mengenai keanggotaan aktor maka kita bisa
menggunakan strategi posisional. Sementara jikalau tidak ada catatan mengenai anggota
populasi, kita bisa menggunakan strategi reputasi (Scott, 2000: 56). Kedua, pengetahuan
peneliti atas objek yang akan diteliti. Jika peneliti cukup mempunyai pengetahuan atas aktor
yang akan diteliti (misalnya berdasar catatan atau dokumen) bisa menggunakan strategi
posisional. Sementara kalau tidak ada pengetahuan yang memadai atas aktor, strategi yang bisa
dipilih yakni reputasi. Sebagai misal, kalau Anda membuat penelitian mengenai jaringan
komunikasi politik di antara warga desa, Anda bisa menggunakan strategi posisional. Aktor
berupa warga desa, bisa diidentifikasi dari catatan daftar nama warga yang ada di kantor desa.
Tetapi kalau penelitian lebih spesifik mengenai jaringan pemuka agama di desa, strategi posi-
sional tidak bisa diterapkan. Anda butuh bantuan informan ahli untuk memetakan siapa saja
pemuka agama yang ada di desa itu.
D. SENSUS VERSUS SAMPEL
Metode penelitian kuantitatif (terutama survei) umumnya menggunakan sampel acak (random
sampling). Sampel diambil secara acak supaya sampel bisa mewakili populasi. Penelitian
jaringan komunikasi umumnya tidak menggunakan sampel, tetapi menggunakan sensus
(mewawancarai semua anggota populasi). Mengapa? Pertama, seperti telah dijelaskan pada
Bagian I buku ini, studi jaringan komunikasi berpretensi untuk memetakan posisi masing-
masing aktor. Jika hanya sampel yang diambil, maka tidak semua aktor akan tergambarkan.
Kedua, penelitian jaringan komunikasi menggambarkan relasi antara satu aktor dengan aktor
lain secara lengkap. Jika diambil sampel, bisa jadi tidak akan menggambarkan jaringan
sesungguhnya.

Burt (1981: 314-315) dan Knoke and Kuklinski (1982: 26-27) menjelaskan jikalau populasi
diambil (misalnya) 10% sampel, maka hanya akan tergambar 10% jaringan. Pilihan ini juga
akan bias karena bisa jadi sampel tidak menunjukkan relasi. Aktor yang mempunyai relasi tidak
menjadi sampel penelitian. Ilustrasi yang sederhana, Anda membuat penelitian jaringan
komunikasi mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang berjumlah 20.000 orang. Dari populasi
mahasiswa tersebut, diambil 200 mahasiswa sebagai sampel. Responden A (yang kebetulan
menjadi sampel) misalnya mempunyai jaringan dengan responden B yang tidak menjadi sampel
penelitian. Jaringan dari mahasiswa A ini tidak bisa digambarkan dengan baik akibat tidak
menjadi sampel penelitian.

E. TEKNIK PENARIKAN SAMPEL


Tidak banyak alternatif teknik penarikan sampel yang dipakai pada metode jaringan seperti
halnya pada metode kuantitatif lainnya. Teknik penarikan sampel seperti sampel acak,
stratifikasi, kuota, bertahap (mustistage), klaster kurang bisa diterapkan dalam penelitian
jaringan. Metode penarikan sampel terebut tidak akan bisa menggambarkan jaringan secara
utuh yang menjadi salah satu tujuan dari penelitian jaringan. Setidaknya ada dua teknik pe-
narikan sampel yang banyak dipakai, yakni sampel bola salju (snowball) dan kelompok kecil.

1. Sampel Snowball
Sesuai dengan namanya (snowball = bola salju), penarikan sampel dimulai dari aktor (kecil),
yang kemudian terus-menerus membesar hingga jumlah sampel mencukupi. Peneliti mulai dari
seorang aktor (A) dan menanyakan jaringan dari aktor tersebut. Aktor A tersebut misalnya
menyebut nama B dan C. Peneliti kemudian mewawancarai aktor B dan C dan menanyakan hal
serupa seperti ditanyakan kepada aktor A. Aktoi yang disebut oleh B dan C kemudian ditelusuri
lebih lanjut, dan begitu seterusnya hingga jumlah sampel terpenuhi.

Pertanyaan penting dalam sampel snowball adalah kapan saat peneliti bisa menentukan sampel
terakhir? Menurut Knoke and Kuklinski (1982: 23-24), peneliti bisa menghentikan penarikan
sampel ketika terjadi informasi yang berulang dan mencapai titik jenuh. Knoke and Kuklinski
memberi ilustrasi berikut. Pada gambar pertama, peneliti pertama kali mewawancarai aktor No.
1 dan kemudian aktor ini menyebut aktor No.2 sebagai anggota jaringan. Proses ini dilakukan
terus-menerus, tetapi peneliti belum mendapatkan pola jaringan. Ketika peneliti menduga
bahwa aktor No. 6 sebagai pusat jaringan, ternyata aktor selanjutnya tidak merujuk ke aktor
tersebut sehingga belum terbentuk suatu pola. Pada gambar kedua, proses itu dilanjutkan oleh
peneliti hingga menemukan aktor No. 10, dan proses selanjutnya ternyata menghasilkan
temuan yang sama. Peneliti bisa yakin bahwa pola terbentuk, dan tidak dilanjutkan mencari
aktor baru untuk diwawancarai. Karena berapa pun aktor (selanjutnya) yang akan
diwawancarai akan menghasilkan pola temuan yang sama.

Ilustrasi Sampel Snowball

Kelebihan dari penarikan sampel ini yaitu bisa menggambarkan rantai (chain) dari satu aktor ke
aktor lain (lihat Wasserman and Faust, 1994: 34-35). Kita bisa mengamati bagaimana aktor
yang satu menyebut aktor lain, dan bagaimana kembali ke aktor semula. Kelebihan lain dari
teknik penarikan sampel ini relatif praktis dan mudah dilakukan. Peneliti tinggal mengambil
satu aktor, dan mengikuti aktor yang dirujuk hingga sampel terpenuhi. Tetapi metode ini juga
mempunyai kelemahan. Pertama, membutuhkan waktu yang relatif lama, apalagi kalau jarak
antara satu aktor dan aktor lain relatif jauh. Kedua, kurang bisa menggambarkan jaringan secara
utuh karena sampel relatif menyebar (Valente, 2010: 42-43).

Contoh studi yang menggunakan teknik penarikan sampel snowball yaitu studi jaringan elite
yang dilakukan oleh the Bureau of Applied Social Research, Columbia University (Moore, 1979).
Studi ini menyertakan 545 tokoh kunci Amerika dari 10 sektor—meliputi anggota kongres,
media, organisasi non-pemerintah, partai politik, kelompok buruh, pemerintahan federal,
perusahaan industri, perusahaan jasa. Informan dipilih dengan menggunakan metode snowball.
Pada tahap awal, tim peneliti mengambil sampel 60 orang informan kunci, atau 6 orang untuk
masing-masing sektor. Informan diminta menyebut siapa saja tokoh yang biasa mereka hubungi
untuk berdiskusi. Dari nama yang disebut oleh informan kemudian dikontak dan diwawancarai.
Tahap akhir menyertakan 545 informan penelitian (Moore, 1979: 675-677).

KEY: B=Black; H=Hispanic; W=White; F=Female; M=Male; 2=Middletwon; 3=Meriden; O=Other; 7= Missing
Sumber: Heckathorn etal. (1999:166).
D. Sampel Kelompok Kecil
Penarikan sampel lain yang banyak dipakai dalam studi jaringan yakni sampel kelompok kecil
(Wasserman and Faust, 1994: 34; Scott, 2000: 60). Peneliti mengambil satu kelompok, dan
mengambil semua anggota dari kelompok tersebut. Peneliti kemudian menggambarkan secara
lengkap jaringan yang terbentuk dari kelompok tersebut. Kelompok kecil ini bisa berupa dusun
atau desa, unit tertentu dalam perusahaan, rumah sakit, klinik, dan sebagainya. Sebagai misal,
peneliti melakukan studi mengenai jaringan komunikasi di perusahaan. Peneliti bisa mengambil
sampel perusahaan atau unit (departemen) di perusahaan. Dengan mengambil komunitas atau
kelompok kecil, semua anggota jaringan bisa digambarkan dan disertakan.

Menurut Granovetter (1976:1287-1288), sampel dari komunitas kecil adalah alternatif terbaik
dalam penarikan sampel untuk metode jaringan. Ada dua argumentasi yang diberikan oleh
Granovetter. Pertama, jumlah data yang dianalisis. Sampel dengan jumlah 5.000 aktor, secara
teoretis bisa menghasilkan 12 juta kemungkinan data relasi antar-aktor. Jika peneliti
menggunakan komunitas besar (misalnya warga di satu kecamatan atau satu kabupaten) akan
lebih banyak lagi data relasi yang harus ditangani. Kedua, dengan komunitas kecil, jaringan total
dari anggota bisa lebih digambarkan dengan baik karena masing-masing aktor kemungkinan
saling kenal dan terhubung.

Proses dalam penarikan sampel komunitas kecil sebagai berikut. Langkah pertama, peneliti
menentukan karakteristik sampel seperti apa yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penentuan
karakteristik sampel ini haruslah didasarkan pada basis teori yang kuat dan sesuai dengan
tujuan penelitian. Sebagai misal, jika peneliti ingin membuat penelitian mengenai pola jaringan
komunikasi adopsi teknologi internet di kalangan masyarakat desa. Karakteristik sampel yang
diambil yaitu warga di suatu desa yang belum pernah mengenal teknologi internet sebelumnya.
Atau jika peneliti ingin mengidentifikasi pola jaringan masyarakat di sekitar daerah
pertambangan, peneliti bisa mengambil sampel warga yang ada di daerah di sekitar
pertambangan.

Kedua, peneliti mengambil komunitas sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.
Komunitas ini sangat beragam, bisa dusun/desa, rumah sakit, klinik, sanggar seni, perkumpulan,
jemaah suatu gereja, organisasi, dan sebagainya. Untuk keperluan ini, peneliti bisa
memanfaatkan data sekunder, bisa juga melakukan observasi lapangan terlebih dahulu ke
beberapa calon komunitas yang akan diteliti. Data mengenai karakteristik dari anggota
komunitas bisa dipelajari terlebih dahulu sebelum memilih komunitas.

Contoh studi yang menggunakan sampel kelompok atau komunitas kecil yaitu studi Thomas
(2010). Ia melakukan penelitian untuk mengetahui apakah jaringan menjadi faktor yang
memengaruhi integrasi mahasiswa ke dalam kampus. Thomas mengambil sampel suatu
akademi, dan kemudian mengambil beberapa fakultas dan angkatan di akademi tersebut. Total
sampel yang diwawancarai yaitu 322 orang mahasiswa. Sampel dari beberapa kelas (angkatan)
tersebut kemudian diwawancarai dan digambarkan pola jaringannya. Contoh lain, studi Varda
(et al., 2009). Penelitian ini ingin menggambarkan pola jaringan yang terbentuk di antara warga
pascabencana badai Katrina di Amerika. Peneliti mengambil sampel sejumlah komunitas warga
yang pernah terkena dampak langsung bencana.

Kelebihan dari penarikan sampel kelompok kecil ini yaitu waktu penelitan relatif lebih singkat
dibandingkan dengan sampel snowball. Hal ini karena pada sampel kelompok kecil, sampel
mengumpul di kelompok atau komunitas tertentu. Kelebihan lain, kemungkinan tet gambar
jaringan utuh karena semua anggota dari komunitas kecil tersebut diteliti. Sementara
kelemahan dari teknik penarikan sampel ini, yaitu membatasi kemungkinan aktor di luar
komunitas sebagai anggota jaringan.

Bagaimana sampel snowball dan kelompok kecil diterapkan? Peneliti bisa memilih salah satu
dari teknik penarikan sampel tersebut. Sebagai misal, Anda membuat penelitian mengenai
jaringan pertemanan siswa di suatu SMA. Jika peneliti menggunakan penarikan sampel
snowball, yang harus dilakukan yaitu memilih satu orang sampel terlebih dahulu sebagai sampel
awal. Dari sampel awal ini, ditanyakan lebih lanjut nama teman, dan dilakukan secara terus-
menerus hingga mencukupi. Sementara jika peneliti menggunakan sampel kelompok kecil, yang
dilakukan oleh peneliti yaitu mengambil kelompok kecil sebagai sampel untuk didalami.
Misalnya, peneliti mengambil beberapa kelas, dan melihat bagaimana relasi atau jaringan antar
aktor terbentuk.

Anda mungkin juga menyukai