Anda di halaman 1dari 15

KAJIAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN

RUMAH RAKYAT (VERNAKULAR) DARI KONSEP SUSTAINABILITAS 1

Sugeng Triyadi S
sugeng_triyadi@yahoo.com
Andi Harapan S
andiharapan@yahoo.com

KK-Teknologi Bangunan
Program Studi Arsitektur SAPPK-ITB

Abstrak

Rumah rakyat (vernakular) yang ada selalu mempunyai aspek-aspek penting yang
berkaitan dengan keberlangsungannya. Aspek-aspek tersebut adalah: 1) aspek services
yang meliputi fungsi, keselarasan dengan konteks atau lingkungan, 2) aspek ekonomi
yang menyangkut pertimbangan biaya mengenai biaya-biaya konstruksi, operasional, dan
pemeliharaan, 3) aspek firmness yang terdiri dari kekuatan bangunan, kekakuan, dan
kestabilan bangunan dan yang ke 4) aspek delight yang merupakan tujuan atau cita-cita
(nilai) dari ketiga aspek terdahulu. Rumah rakyat (vernakular) yang akan dikaji adalah
rumah rakyat di Desa Sindangsari, Bojong, Ciakalong, Kecamatan Pangandaran yang
telah terbukti tidak roboh akibat bencana gempa. Sedangkan konsep sustainability yang
meliputi tinjauan ekonomi, lingkungan, dan sosial akan dijadikan sebagai alat untuk
mengkaji struktur dan konstruksi bangunan rumah rakyat tersebut. Makalah ini akan
membahas struktur dan konstruksi bangunan rumah rakyat (vernakular) di Pangandaran
dari segi sustainabilitasnya.

Kata kunci: Rumah rakyat (vernakular), konsep sustainabilitas, struktur dan konstruksi
bangunan

I. PENDAHULUAN
Arsitektur dibangun untuk mampu menjawab kebutuhan manusia dan mengangkat derajat
hidupnya menjadi lebih baik, sehingga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
kebudayaannya. Arsitektur itu sendiri adalah buah dari budaya yang dikembangkan
secara terus menerus (Rapoport, 1969).
Didalam sistem normatif di masyarakat ditetapkan perilaku-perilaku anggotanya. Setiap
anggota masyarakat etnik tertentu akan bertindak sesuai dengan norma-norma adatnya.
Norma dan adat akan berpengaruh terhadap citra lingkungan dan arsitekturnya. Norma,
adat, iklim, budaya, potensi bahan setempat akan langsung memberikan pengaruh pada
arsitektur bangunan rumah rakyatnya. Arsitektur bangunan rumah rakyat atau disingkat
dengan rumah rakyat secara langsung telah mendapatkan “pengakuan” masyarakatnya
karena tumbuh dan melewati perjalanan pengalaman “trial and error” yang panjang.

1
Makalah ini dimuat dalam seminar nasional arsitektur 8 April 2008 di Universitas Budi Luhur, Jakarta,
halaman 2.1-2.15, ISBN: 978-979-15842-1-0

1
Rumah rakyat yang dirancang oleh dan untuk masyarakat yang bersangkutan tersebut
mengandung muatan, nilai-nilai jati diri yang mampu menampilkan rona asli berbeda-
beda dan bervariasi. Rumah rakyat ini sangat dekat dengan budaya lokal yang umunya
tumbuh dari masyarakat kecil. Dalam perkembangan kemudian masyarakat kecil tersebut
bergabung dengan masyarakat yang lebih besar yang menuntut hadirnya bangunan atau
arsitekur yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan terus bertahan.
Di Indonesia rumah rakyat seperti uraian di atas sangat banyak, salah satunya adalah
rumah rakyat (vernakular) yang ada di kecamatan Pangandaran, Jawa Barat. Rumah
rakyat di Pangandaran dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir ini telah di uji ketahanannya
oleh adanya gempa bumi, tsunami bagi rumah-rumah yang berada dekat laut, dan adanya
angin ribut.
Rumah rakyat di beberapa desa di Pangandaran setelah gempa besar 2 tahun yang lalu
masih bertahan berdiri diantara bangunan-bangunan lainnya yang roboh/ rusak. Rumah-
rumah tersebut diseleksi dan dijadikan objek kajian, apa yang menyebabkan bangunan
tersebut masih tetap kokoh berdiri. Dari segi struktur dan konstruksi bangunan sangat
menarik untuk dikaji, baik dari segi ketahanan terhadap gempa maupun dari konsep
sustainabilitasnya. Diharapkan temuannya dapat dijadikan suatu patokan/ pedoman untuk
keperluan pembangunan rumah-rumah rakyat pada waktu mendatang.
Permasalahan kajian yang akan dibahas adalah bagaimana dan apa penyebab dari segi
struktur dan konstruksi bangunan pada rumah-rumah rakyat di Pangandaran masih tetap
berdiri kokoh setelah terkena gempa besar serta bagaimana dari segi konsep
sustainabilitasnya. Tujuan pengkajian adalah mencari dan menemukan sistem, cara,
gubahan, dan lain-lain dari segi struktur dan konstruksi bangunan yang sustainable dan
kuat atau tahan terhadap gempa pada rumah rakyat (vernakular) di daerah Pangandaran.
Untuk dapat menjawab permasalahan dan tujuan kajian, maka metode kajian adalah
deskriptif eksploratif yang dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Mempelajari dan memahami secara detail tentang rumah rakyat (vernakular),
terutama yang berada di Pangandaran.
b. Mengadakan survey pendahuluan ke area Pengandaran setelah terjadi bencana gempa
setelah terjadi bencana gempa, melihat langsung bangunan dan rumah-rumah rakyat
yang rusak, roboh, dan yang masih berdiri tegak. Melakukan pemetaan kasar untuk
menentukan desa mana yang akan dijadikan objek kajian serta menentukan
bangunan-bangunan rumah rakyat yang dijadikan sampel kajian.
c. Mempelajari secara seksama dasar-dasar perencanaan struktur dan konstruksi
bangunan kecil (rumah) yang tahan gempa. Menentukan paramater-parameter
rancangan yang akan dipakai untuk menganalisis data lapangan nantinya.
d. Melakukan survey lapangan langsung pada sampel bangunan yang ditentukan.
Kegiatan yang dilakukan adalah mengukur, menggambar, dokumentasi mengenai
bangunannya, serta melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang dianggap
mengetahui bangunan tersebut.
e. Kompilasi data, data dari lapangan mulai disusun, digambar ulang, diklasifikasikan,
dan sebagainya untuk keperluan analisis.

2
f. Analisis data, seluruh data lapangan yang telah distrukturkan dilakukan analisis-
analisis sebagai berikut: mencocokkan, membandingkan, mengkaji,
menginterpretasikan, dan lain-lain terhadap parameter-parameter rancangan bangunan
tahan gempa (butir c). Selanjutnya menarik kesimpulan sebagai hasil analisis.
g. Dari hasil analalisis yang didapatkan dilakukan kegiatan menginterpretasikan yang
kaitannya dengan tujuan kajian, dan hasilnya berupa kesimpulan kajian.
Metode kajian yang dilakukan seperti langkah-langkah di atas pelaksanaannya tidak
harus linier, berurutan, dan sebagainya, tetapi sangat tergantung kebutuhan.

II. RUMAH RAKYAT DAN KONSEP SUSTAINABILITAS


2.1 Rumah Rakyat (Vernakular) Pangandaran
Bangunan rumah rakyat yang ada di Pangandaran saat ini cukup bervariasi dilihat dari
bentuk bangunan, bentuk atap, dan material yang digunakan. Bila dilihat dari material
yang digunakan maka secara umum bangunan rumah rakyat di Pangandaran dapat dibagi
atas rumah permanen, semi permanen dan non permanen. Bentuk bangunan bukan
merupakan rumah panggung namun lantai bangunan umumnya tetap ditinggikan dari
permukaan tanah. Bangunan semi permanen dan tidak permanen merupakan bangunan
yang paling dominan digunakan oleh masyarakat sebagai rumah tinggal.
Rumah rakyat yang tidak permanen (gambar 1) di Pangandaran banyak menggunakan
material kayu dan bambu sebagai bahan utamanya. Material kayu dan bambu ini
umumnya digunakan pada dinding, kuda-kuda serta pada tiang bangunan. Material lain
yang digunakan pada bangunan diantaranya adalah genteng, seng gelombang maupun
asbes gelombang serta daun rumbia sebagai penutup atap dan semen atau ubin sebagai
penutup lantai bangunan.

Gambar 1: Rumah Tidak Permanen di Pangandaran

Rumah rakyat semi permanen menggunakan dinding dari batu bata yang dipadukan
dengan papan atau anyaman bambu. Dinding bata dibuat dengan tinggi kira-kira 20-100
cm dari lantai yang kemudian diatasnya ditambahkan dinding dari papan atau dari
anyaman bambu sampai di bawah kuda-kuda (gambar 2).

3
Gambar 2: Rumah Rakyat Semi Permanen

Selain itu ada juga rumah semi permanen di Pangandaran yang menggunakan dinding
papan atau anyaman bambu hanya pada bagian tertentu rumah seperti dinding pada dapur
dan bagian belakang rumah lainnya. Atap bangunan menggunakan material penutup yang
umumya sama dengan rumah permanen dan tidak permanen yaitu genteng, seng
gelombang atau asbes gelombang serta daun rumbia. Konstruksi kuda-kuda juga terdiri
dari material kayu maupun bambu (gambar 3).

Gambar 3: Penambahan pada bagian belakang bangunan menggunakan material kayu dan bambu

Rumah rakyat permanen menggunakan material dinding bata seluruhnya. Material kayu
dan bambu masih tetap digunakan pada bagian-bagian tertentu pada rumah seperti pada
langit-langit (gambar 4).

Gambar 4: Rumah Rakyat Permanen

4
2.2 Struktur dan Konstruksi Bangunan Rumah Rakyat
Struktur adalah pemberi bentuk pada bangunan dan bekerja menahan perubahan bentuk
akibat pengaruh dari berbagai gaya. Dalam bangunan tersebut terdapat elemen-elemen
pembentuk fungsi struktur yang tersusun sedemikian sehingga membentuk sistem
struktur. Sistem struktur merupakan konsekuensi dari upaya untuk menyalurkan gaya
yang timbul akibat beban yang diterima ke tanah.
Menurut Amri (2006), beban yang mempengaruhi bangunan terdiri dari : 1) muatan mati,
2) muatan hidup, 3) muatan angin, 4) muatan gempa, dan 5) pengaruh-pengaruh khusus
(suhu, konstruksi atau kombinasi pembebanan). Semua beban akan menimbulkan gaya-
gaya reaksi pada elemen-elemen bangunan pembentuk sistem struktur tersebut.
Khususnya yang berkenaan dengan beban gempa yang disebut sebagai beban inersia,
karena beban tersebut muncul dari dalam bangunan akibat vibrasi yang dialami oleh
massa bangunan (Meutia, 2003)
Frick et al. (2006) menyatakan terdapat tiga jenis sistem struktur yang umum digunakan
pada bangunan, yaitu :
1. Struktur bangunan masif, yaitu sistem struktur dimana seluruh dinding bangunan
memikul beban
2. Struktur bangunan plat dinding sejajar, yaitu struktur bangunan dimana hanya plat
dinding-dinding yang sejajar saja yang memikul beban, sedangkan dinding yang
lainnya tidak memikul beban
3. Struktur rangka bangunan, terdiri dari dua jenis yaitu sistem rangka dan sistem rangka
batang. Sistem bangunan rangka adalah sistem bangunan dimana hanya tiang dan
balok saja yang memikul beban sedangkan dinding bangunan berfungsi sebagai
pengisi. Sistem bangunan rangka batang adalah sistem struktur yang terdiri dari
beberapa batang yang disatukan sehingga membentuk sebuah segitiga atau rangkaian
segitiga.
Bangunan tahan gempa menurut Amri (2006) konsep bangunannya adalah upaya untuk
membuat seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan utuh, yang tidak terlepas akibat
gempa. Penerapan konsep tahan gempa antara lain dengan cara membuat sambungan
yang cukup kuat diantara berbagai elemen tersebut serta pemilihan material dan
pelaksanaan yang tepat.
Frick et,al. (2006) menyatakan bahwa filosofi bangunan tahan gempa adalah :
• Bila terjadi gempa ringan bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada
komponen non struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, dan
sebagainya) maupun pada komponen strukturalnya (kolom runtuh, pondasi amblas).
• Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen
non struktural akan tetapi komponen struktural tidak boleh mengalami kerusakan.
• Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen
non struktural maupun komponen struktural, akan tetapi jiwa penghuni bangunan
tetap selamat, dimana sebelum bangunan runtuh masih ada tenggang waktu bagi
penghuni untuk menyelamatkan diri.

5
2.3 Konsep Sustainabilitas
Sustainable development merupakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang
tanpa merusak kebutuhan untuk generasi berikutnya atau dengan kata lain pemenuhan
kebutuhan dipenuhi tanpa menimbulkan permintaan sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui baik itu lokal maupun global (Hawkes & Forster, 2002; Steele, 1997). Pada
masa boomingnya sustainable development, banyak yang mengkaitkan konsep
pembangunan berkelanjutan hanya dilihat dari sisi ekonomi dalam hubungannya dengan
pemanfaatan sumber daya alam, tetapi pengertian ini terlalu sempit karena ekonomi
sendiri merupakan suatu hubungan yang tidak bisa dipisahkan dengan politik dan sosial.
Dua aspek penting dari sustainable development adalah yang dihubungkan dengan sosial,
politik, dan ekonomi, yaitu : konsep dari kebutuhan, dan konsep dari batas kapasitas
lingkungan.
Pembangunan yang dilakukan sekarang yang memanfaatkan sumber daya alam atau
lingkungan harus dapat memenuhi kebutuhan manusia tetapi juga tidak merusak
lingkungan yang dapat merugikan kebutuhan generasi yang akan datang.
Ada 3 (tiga) tolok ukur sustainable development, yaitu:
1. Tolok ukur ekonomi (economic sustainability)
2. Tolok ukur lingkungan (environmental sustainability)
3. Tolok ikur sosial (social sustainability)
Ketiga tolok ukur ini saling berkaitan satu sama lain, dan irisan yang berisikan ketiganya
adalah menjadikan manusia lebih baik dari sebelumnya. Secara diagramatis ke-tiga tolok
ukur sustainable development adalah sebagai berikut (gambar 5).

Keberlanjutan Lingkungan

Lingkungan
Keberlanjutan Sosial

Keberlanjutan Ekonomi Sosial


Ekonomi

Kesejahteraan Manusia
Gambar 5 : Tolok ukur pembangunan berkelanjutan

Dari ketiga tolok ukur di atas oleh Innovative Design (2005) dikembangkan menjadi 6
(enam) parameter sustainabilitas, yaitu:
1. Biaya operasi dan pemeliharaan bangunan yang rendah
2. Menjaga kelestarian lingkungan alam sekitar
3. Bangunan yang sehat, aman, dan nyaman
4. Mendukung nilai-nilai masyarakat setempat
5. Bangunan yang sesuai kebutuhan
6. Bangunan sebagai alat pembelajaran sustainabilitas

6
Dari ke-6 parameter sustianabilitas yang dikaitkan dengan bangunan rumah rakyat
(vernakular) bila diuraikan adalah sebagai berikut:
1. Biaya operasi dan pemeliharaan bangunan yang rendah:
¾ Menggunakan material setempat (bila terjadi kerusakan mudah penggantiannya).
¾ Sistem pencahayaan dan penghawaan alami.
¾ Pemeliharaan dan operasional murah.
2. Menjaga kelestarian lingkungan alam sekitar
¾ Menggunakan air secukupnya (tidak boros).
¾ Air buangan dikelola tidak mencemari lingkungan.
¾ Material bangunan yang diambil dari lingkungan adalah yang terpilih dan tidak
akan habis.
¾ Pembangunan dilakukan oleh tenaga kerja yang memahami lingkungan.
3. Bangunan yang sehat, aman, dan nyaman
¾ Adanya sirkulasi udara yang cukup.
¾ Ruangan cukup terang (tidak gelap).
¾ Dapat melindungi gangguan fisik dari luar.
4. Mendukung nilai-nilai masyarakat setempat
¾ Bangunan dapat berhubungan dengan bangunan-bangunan rumah rakyat lainnya
(jalan, pedestrian, dan lain-lain).
¾ Keberadaan bangunan dapat memberikan kontribusi fisik, visual, terhadap
lingkungan.
¾ Menggunakan potensi lokal (material, cara, metode membangun, dan lain-lain).
5. Bangunan yang sesuai kebutuhan
¾ Besaran bangunan (ukuran) sesuai kebutuhan penghuni.
¾ Fungsi-fungsi ruang disesuaikan kebutuhan.
¾ Teknologi yang sesuai.
6. Bangunan sebagai alat pembelajaran sustainabilitas
¾ Adanya patokan-patokan konstruksi bangunan yang dipakai di bangunan rumah
rakyat.
¾ Pemakaian material-material yang bersumber dari daerah setempat, dan tidak
akan habis (tergantikan).
Keenam parameter di atas akan dipakai untuk menganalisis bangunan rumah rakyat di
tiga desa di Pangandaran.

III. RUMAH RAKYAT DESA SINDANGSARI, BOJONG, CIKALONG DI


PANGANDARAN
Bangunan-bangunan rumah rakyat yang diteliti adalah rumah rakyat yang terletak di
Desa Sindangsari, Bojong, dan Cikalong di Pangandaran. Dari ketiga desa yang dipilih,
semuanya terhindar dari tsunami tetapi mengalami gempa.

7
Gambar 6: Area Objek Penelitian

Fokus penelitian pada bangunan rumah rakyat (vernakular) di tiga desa tersebut. rumah-
rumah rakyat yang di survei dikelompokkan menjadi tiga tipe rumah, yaitu:
a. Rumah besar, yang dimaksud rumah besar adalah rumah-rumah yang mempunyai
luas lantai bangunan diatas 70 m2.
b. Rumah sedang, rumah sedang adalah rumah-rumah rakyat yang mempunyai luas
lantai 45 - 70 m2.
c. Rumah kecil, rumah kecil adalah rumah-rumah rakyat yang mempunyai luas
lantai di bawah 45 m2.
Dari ketiga tipe rumah tersebut di atas (tipe besar, sedang, dan kecil), dibagi lagi atas
jenisnya. Jenis rumah yang dimaksud disini adalah jenis konstruksi dan material
bangunannya. Setiap tipe rumah akan mempunyai 4 jenis konstruksi, yaitu:
1. Konstruksi kayu + atap genteng: 1) pondasi batu kali, 2) dinding + kolom dari kayu,
3) atap genteng.
2. Konstruksi kayu + tembok + atap genteng: 1) pondasi batu kali, 2) dinding tembok, 3)
Rangka bangunan (kolom, balok) kayu, 4) atap genteng.
3. Konstruksi tembok + atap genteng: 1) pondasi batu kali, 2) dinding tembok, 3) rangka
bangunan tembok, 4) atap genteng (kuda-kuda kayu).
4. Konstruksi tembok + beton + atap genteng: 1) pondasi batu kali, 2) dinding tembok,
3) rangka bangunan (beton bertulang), 4) atap genteng (kuda-kuda dari kayu).

8
Tabel 1: Kerangka sampling bangunan yang diteliti
1 2 3 4
Tipe Rumah Kayu Kayu + Tembok Tembok Tembok
(Genteng) (Genteng) Atap Genteng Kolom Beton
(Atap Genteng)
A Rumah • Pondasi batu • Pondasi batu • Pondasi batu • Pondasi batu
Besar kali kali kali kali
( > 70 m2) • Dinding kayu • Dinding • Dinding • Dinding
• Atap genteng tembok + tembok tembok +
kayu • Atap genteng beton
• Atap genteng • Atap genteng
B Rumah • Pondasi batu • Pondasi batu • Pondasi batu • Pondasi batu
Sedang kali kali kali kali
( 45 - 70 • Dinding kayu • Dinding • Dinding • Dinding
m2) • Atap genteng tembok + tembok tembok +
kayu • Atap genteng beton
• Atap genteng • Atap genteng
C Rumah • Pondasi batu • Pondasi batu • Pondasi batu • Pondasi batu
Kecil kali kali kali kali
(< 45 m2) • Dinding kayu • Dinding • Dinding • Dinding
• Atap genteng tembok + tembok tembok +
kayu • Atap genteng beton
• Atap genteng • Atap genteng

3.1 Rangka Bangunan


Ada 4 (empat) macam rangka bangunan yang ada diseluruh objek kajian, yaitu:
1. Rangka kayu (kolom & balok memakai kayu) (gambar 7).
2. Rangka kayu + pasangan bata di bawahnya (gambar 8).
3. Rangka pasangan bata (tembok) (gambar 9).
4. Rangka beton bertulang (kolom , balok) (gambar 10).

Gambar 7: Denah dan rangka bangunan rumah kecil konstruksi kayu

9
KAMAR

KAMAR R. TAMU

TERAS

Gambar 8: Denah dan rangka bangunan rumah kecil konstruksi kayu+ tembok

Gambar 9: Denah dan rangka bangunan rumah sedang konstruksi tembok

KAMAR
RUANG
KELUARGA

R. TAMU

TERAS

Gambar 10: Denah dan rangka bangunan rumah kecil konstruksi tembok + beton

10
3.2 Kuda-Kuda Atap
Bentuk atap seluruh bangunan rumah yang dijadikan obyek penelitian baik yang besar
maupun kecil yaitu atap pelana dan atap perisai (limasan). Untuk rumah besar dan
pemiliknya kaya maka kecenderungan bentuk atap rumahnya limasan. Baik limasan
maupun pelana, bentuk kuda-kuda atapnya sama, hanya saja untuk bentuk limasan akan
ada ”kuda-kuda setengah” yang dipasang di ujung panjang atap. Hampir semua kuda-
kuda yang dipasang memakai bahan kayu dengan ukuran 10x10 cm.
Kuda-kuda yang ada banyak yang tidak sesuai dengan kaidah gempa dan ilmu gaya
(misalnya: konfigurasi batang tidak membentuk segitiga, dan lain-lain) tetapi dengan
diikat secara kuat dapat tahan terhadap guncangan gempa. Dengan bentuk kuda-kuda
yang seperti itu, serta cara menyambung dengan kolom dan balok yang dipaku, dipasak,
dan ada beberapa yang ditambah ikatan dengan ijuk maka bila terjadi gempa masih tetap
bertahan.
Batang-batang kuda-kuda atap yang terbuat dari kayu, dan untuk menyambungnya sudah
mengikuti kaidah konstruksi gempa. Sambungan pada titik pertemuan atau titik buhul
sering di coak dan ditakik diberi pasak bambu dan masih ditambahkan paku 12 cm
sebagai pengikatnya. Kadang-kadang ditambahkan pula baji kayu atau klos untuk
memeperkuat sambungan kuda-kuda.

Gambar 11: Kuda-kuda atap rumah kecil (sampel no.1)

Gambar 12: Sambungan batang kuda-kuda atap rumah sedang

Gambar 13: Sistem kuda-kuda pada bangunan C3 (rumah kecil, tembok)

11
Gambar 14: Detail pertemuan kuda-kuda dengan tembok

3.3 Sistem Sambungan Komponen Bangunan

Gambar 15: Detail sambungan kolom kayu dengan kuda-kuda

Gambar 16: Detail sambungan kuda-kuda dengan beton

12
Gambar 17: Detail sambungan kuda-kuda dengan tembok

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


4.1 Biaya Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Rendah
a. Rangka bangunan
Ada 4 (empat) macam rangka bangunan (butir 3.1), semuanya memakai material
setempat sehingga kalau terjadi kerusakan penggantiannya sangat mudah. Demikian
pula mengenai pemeliharaan dan operasionalnya juga merupakan sesuatu yang tidak
sulit atau rumit. Dari aspek biaya operasi dan pemeliharaan bangunan pada rangka
atap ini tidak mahal.
b. Kuda-kuda atap dan sistem sambungan
Material dan alat sambung serta metode konstruksi adalah sama dengan rangka
bangunan di atas, masyarakat sudah sangat familiar dengan pemakaian kuda-kuda dan
sistem sambungan, sehingga semuanya serba terjangkau harganya dan murah.

4.2 Menjaga Kelestarian Lingkungan


Material untuk bangunan (rangka bangunan, kuda-kuda atap, sistem sambungan,
konstruksi sambungan) adalah material setempat, diambil dari kayu-kayu yang telah
dipilih dari lingkungan (tidak akan habis). Pembangunannya dilaksanakan oleh warga
masyarakat dengan sistem gotong royong atau menggunakan tenaga kerja di masyarakat
tersebut yang telah memahami betul memperlakukan material dan lingkungannya.
Pemakaian sumber daya alam termasuk air tidak berlebihan (boros), demikian pula
dengan buangan/ limbah rumah tangga juga diatur secara turun-temurun tidak mencemari
lingkungan. Dari aspek lingkungan keberadaan bangunan rumah rakyat ini turut serta
menjaga kelestarian lingkungan setempat.

13
4.3 Bangunan yang Sehat, Aman, dan Nyaman
Setiap bangunan rumah rakyat ini semuanya memanfaatkan cahaya matahari
sebanyaknya untuk penerangan siang hari (melalui lubang jendela, pintu, lubang
ventilasi, dll), dan malam hari sebagian telah memakai listrik dan sebagian lagi memakai
lampu minyak tanah. Ventilasi untuk sirkulasi udara didalam ruangan terlihat sangat
cukup (apalagi yang memakai dinding papan dan anyaman bambu). Lantai bangunan
dinaikkan dari muka tanah dimaksudkan untuk menjaga pengaruh kelembaban tanah juga
dilakukan. Secara keseluruhan bangunan dapat dikatakan sehat, aman, dan nyaman.

4.4 Mendukung Nilai-Nilai yang ada di Masyarakat


Sesuai dengan nilai kekeluargaan/ kekerabatan, kebersamaan di masyarakat dan lain-lain,
maka jarak antar bangunan satu dengan lainnya dapat di capai dengan mudah. Adanya
jalan setapak yang menghubung antar bangunan.
Struktur dan konstruksi bangunan dibangun memakai kebiasaan-kebiasaan membangun
(teknologi, material, patokan-patokan, dan sebagainya) yang ada di masyarakat.
Demikian pula ukuran-ukuran yang dipakai juga tidak lepas dari kebiasaan masyarakat,
sehingga struktur dan konstruksi bangunan, dapat dikatakan mendukung nilai-nilai yang
ada di masyarakat.

4.5 Membangun Sesuai Kebutuhan


Membangun sesuai kebutuhan dapat pula diartikan sesuai dengan karakter lingkungan
dan kebiasaan (adat istiadat) setempat dengan teknologi turun temurun, kebiasaan, yang
telah di uji oleh waktu (dari tahun ke tahun). Pemahaman mengenai lingkungan yang
sering digoncang gempa, angin ribut, dan lain-lain dijadikan pelajaran untuk
bangunannya. Hal yang menarik disini adalah besaran, bentuk, konfigurasi ruang, dan
sebagainya, semuanya dapat dikatakan sama, hanya berbeda jumlah ruangnya. Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwarumah-rumah rakyat ini telah sesuai dengan
lingkungannya.

4.6 Bangunan sebagai Alat Pembelajaran Sustainable


Dengan memakai patokan, atau kebiasaan membangun yang telah teruji ratusan tahun
maka sistem, metode yang dipakai menjadi alat pembelajaran untuk generasi yang akan
datang. Yang menarik disini sebagai contoh yaitu dipakainya rangka langit-langit
menggunakan kayu-kayu yang dimensinya sama dengan kuda-kuda, dipasang menempel
pada kayu kuda-kuda dengan ikatan/ sambungan kait (tidak dipaku) dan disambungkan
pula dengan balok tembok, maka secara keseluruhan rangka bangunan menjadi rigid.
Demikian pula dengan kuda-kuda akan menjadi satu kesatuan dengan keseluruhan rangka
bangunan, dan hal ini yang dianggap sebagai sistem struktur yang tahan gempa. Secara
tidak langsung bangunan rumah rakyat yang ada sekarang ini dapat dipakai sebagai
sarana pembelajaran atau sesuatu yang patut di contoh untuk generasi berikutnya.

14
V. KESIMPULAN
Bangunan rumah rakyat di tiga desa di Kecamatan Pangandaran setelah di analisis dari
enam parameter konsep sustainabilitas, menunjukkan hasil bahwa keenam paramater
tersebut semuanya sesuai dan memiliki ke 6 parameter tesebut, serta di pakai pada
bangunan tersebut. Untuk waktu yang akan datang membangun bangunan rumah rakyat
seperti itu akan terus dilakukan dan dilanjutkan oleh generasi mendatang di
masyarakatnya. Berdasarkan kedua hal di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan rumah
rakyat (vernakuler) yang dikaji adalah telah sesuai dengan konsep sustainabilitas.
Setelah mengetahui bahwa bangunan sesuai konsep sustainabilitas, dan masih tetap
berdiri setelah menerima goncangan gempa, ternyata mempunyai gubahan struktur dan
konstruksi yang agak berbeda dengan biasanya yaitu antara lain adanya rangka langit-
langit yang menyatu dengan kuda-kuda atap, konfigurasi denah yang geometris dan
terbagi secara teratur pembagian ruang-ruangnya, adanya ikatan/ sambungan konstruksi
yang khas (pemakaian takikan, pen, baji, paku, dan sebagainya).
Dari aspek pemenuhan kebutuhan dan kapasitas lingkungan juga ternyata sesuai dengan
konsep sustainabilitas, walaupun diduga tidak direncanakan dari awal tetapi merupakan
suatu ketidak sengajaan.
Rumah rakyat di area Pangandaran yang dijadikan objek kajian untuk selanjutnya dapat
dipakai untuk contoh atau acuan dalam pembangunan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Rapoport, A. (1969), House form and culture, Prentice-Hall International, Inc., London
Innovative Design, 2005, Sustainable School, www.innovativedesign.net diakses pada
bulan Agustus 2005
Steele, James, (1997), Sustainable Architecture, McGraw-Hill Comp., New York
Hawkes, Dean & Forster, Wayne (2002), Energy Efficiency Buildings Architecture,
Engineering, and Environmental
Brenda & Robert Vale (1996), Green Architecture: Design for A Sustainable Future,
Thames and Hudson, London
Amri, Sjafei (2006), Teknologi Audit Forensik, Repair dan Retrofit untuk Rumah dan
Bangunan Gedung, John Hi-tech Idetama, Jakarta
Meutia, Erna (2003), Kajian Pengaruh Gempa Terjadap Struktur Rumah Tradisional
Aceh, Tesis Program MagisterArsitektur, Program Studi Pascasarjana, Institut Teknologi
Bandung, Bandung
Frick, Heinz & Mulyani, Tri Hesti (2006), Pedoman Bangunan Tahan Gempa, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta

15

Anda mungkin juga menyukai