Anda di halaman 1dari 10

Nama : Sayyid Husin Ba’alwi

NIM : 1403621024
Prodi : Pendidikan Sejarah – 2021

GEOGRAFI POLITIK JAWA TIMUR:


GUNUNG PENANGGUNGAN DAN SUNGAI BRANTAS

5.1 Latar Belakang Geografis Kerajaan Sindok


Pada abad ke-10 di wilayah kerajaan Sindok di Jawa Timur bukan lingkungan geografis
yang baru bagi peradaban. Karena sebelum itu, pada zaman raja Balitung, Jawa Timur sudah
pernah ditinggali oleh penduduk yang cukup padat ukuran penduduknya pada saat itu, khususnya
di sepanjang sungai Brantas yang terbentang daerah pertanian padi. Hal itu mengakibatkan terjadi
pergeseran pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Pemerintahan Balitung masih berpusat di Jawa Tengah yang dijelaskan oleh Prof.
Poerbatjaraka, yaitu dari gelarnya yang berbunyi Rakai Watukara tampak bahwa Balitung seorang
penguasa yang berdasarkan hukum adat atau dengan kata lain kepala daerah Watukara. Sedangkan
Watukara sendiri terletak di pinggiran kali Bogowonto (Kedu. Selatan). Menurut sejarawan pun
terdapat beberapa pendorong pergeseran pusat kerajaan ke Jawa Timur yaitu:
1. Faktor Politik
2. Faktor Kebudayaan
3. Faktor Agama
4. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi ini dirasakan karena Jawa Tengah masih proses perkembangan sebagai
daerah agraris yang telah mencapai taraf cukup tinggi untuk ekspor hasil ke luar.
Dulunya tenaga manusia yang memiliki kelebihan dapat disalurkan kerja rodi untuk
mendirikan bangunan. Namun, penyaluran pekerjaan yang berguna untuk perdagangan dan
pengangkutan akan sulit dilaksanakan. Jika Bengawan Solo dapat mengalirkan air langsung ke
Laut Jawa dan bermuara di sebelah timur Semarang. Maka, bukan hal mustahil jika di Jawa Tengah
berdiri kerajaan agraris-maritim yang berkembang pesat. Bengawan Solo ternyata dapat
menerobos pegunungan Kendeng di dekat Ngawi dan mengalirkan alirannya menuju muara di
dekat pulau Madura.
5.2 Perkembangan Negara Agraris ke Maritim
Sama hal nya ketika zaman Erlangga, sungai Brantas dijadikan untuk mendirikan kerajaan.
Di Jawa Timur pada waktu itu banyak kerajaan – kerajaan kecil di sekitar gunung Lawu, wilis,
Arjuno Anjasworo dan Kawi-Kelud. Adapun kondisi geografi yang mata pencariannya adalah
pertanian ialah Malang/Tumampel.
Akibat kondisi geografi lain seperti bahwasanya Raja adalah satu, sangat memungkinkan
untuk menyerang atau menikahi dari kerajaan lain dengan puteri tetangganya. Adapun cara Mpu
Sindok menaklukkan seluruh wilayah Jawa Timur ialah dengan cara menguasai jalur perdagangan
beras. Untuk mencapai tujuannya tersebut, sungai Brantas merupakan jalan perdagangan utama
yang aman.

5.3 Gunung Penanggungan: Lokasi Geografis dan Arti Historis


Gunung Penanggungan terletak dibagian utara kompleks Gunung Arjuno-Anjasmoro,
sehingga dapat dikatakan sebagai peranakannya. Jika dilihat dari lembah sungai brantas, ada 4
puncak yang mengelilingi puncak utama. Orang-orang Jawa zaman dahulu melihat Gunung
Penanggungan sebagai gunung kecil yang sudah mati.
Pigeaud menulis bahwa menurut buku kuno Tantu Pangelaran, asal-usul gunung
penanggungan adalah hasil perintah Batara Guru kepada Dewa untuk memindahkan puncak
mahameru dari India ke Jawa sebagai upaya menstabilkan pulau jawa dari gonjang-ganjingnya
(tidak stabil) dan ditanam di Jawa Timur. Namun buku tersebut hanya meninggung pemindahan
puncak mahameru dari India ke Jawa saja, tidak menyinggung tentang hubungan Gunung Semeru
dengan Gunung Penanggungan itu sendiri. Tetapi asal-usul ini mirip dengan asal-usul Gunung
Tidar yang ada di Jawa Tengah, yang mana Gunung Tidar ditanamkan di selatan Magelang sebagai
Paku pengokoh Pulau Jawa yang saat itu masih bergonjang-ganjing.
Yang menarik secara geografis adalah lokasi Gunung Penanggungan ada diantara Hulu
Sungai Brantas (daerah Malang sekarang) dan bagian Delta atau Hilirnya (daerah Surabaya
sekarang). Sungai Brantas seakan-akan bergerak melingkar seperti tubuh ular yang mendekatkan
kepala dengan ekornya. Kerajaan-kerajaan yang berlokasi di Jawa Timur selain berpusat di Sungai
Brantas juga mengelilingi Gunung Penanggungan, seperti Daha, Kahuripan, Tumapel, Jenggala,
dan Majapahit. Jadi sering kali ketika ada kekacauan politik di kerajaan atau perang antar wilayah,
Gunung Penanggungan dijadikan sebagai medan strategi perang, contohnya sebagai salah satu
tempat sembunyinya Erlangga pada awal abad-11 sebelum ia mendirikan kerajaannya.

5.4 Lokasi Strategis Delta Brantas


Delta Sungai Brantas diapait oleh Sungai Porong yang mengalir ke arah timur (bermuara
di Selat Madura) dan Sungai Mas (Kencana) yang mengalir ke arah timur laut kemudian ke utara
dan bermuara di Surabaya sekarang. Terbentuknya delta tersebut memakan waktu berabad-abad
lamanya, dan memiliki peran penting dalam pengaruh politik pada kerajaan-kerajaan yang berdiri
di Jawa Timur.
Kondisi tanah delta ini sendiri tidak baik, mula-mula penuh dengan rawa, hutan dan semak
belukar. Kemudia setelah rawa kering, hutan dibuka sebagai lahan pertanian. Untuk melakukan
pekerjaan tersebut, Raden Wijaya ( Pendiri Kerajaan Majapahit) mengerahkan tenaga transmigrant
dari Tumapel dan Madura. Adapun pusat Majapahit sendiri ada diluar delta Brantas, namun
memiliki alam yang miripdengan delta terebut. Karena ditinjau dari geomorfologisnya, delta
tersebut berubah letak dari masa ke masa.
Menurut penelitian Ir. Nash pada tahun 1930, tanah delta Brantas tidak stabil, karena
dibawahnya masih terus bergerak 7 jajaran antiklinal sebagai sambungan ujung pegunungan
Kendeng yang mengarah ke Selat Madura, yang mana Pegunungan Kendeng bagian utaranya juga
menjajar dari pinggiran utara pulau Jawa yang memunculkan kenaikan permukaan tanah dari
daerah dekat Semarang (Perbukitan Bergota dan Alas Roban), Rembang, Bojonegoro, hingga
berperan sebagai pegunungan yang menjadi tulang punggung Pulau Madura.
Pernah terjadi kenaikan tanah disekitar muara sungai Brantas yaitu pada sungai Mas, palung sungai
bergeser ke kiri sehingga airnya mengalir ke barat. Setelah mengisi ledokan yang namanya
Kedunglidah (letaknya disebelah barat Surabaya sekarang) kemudian mengalir ke arah laut dan
bermuara didekat Gresik, hingga sudah dekat dengan sungai Lamongan. Menurut catatan sejarah,
Kedunglidah tersebut masih ada hingga tahun 1838.

5.5 Geomorfologis Wilayah dan Bencana di Sungai


Bila menelisik mengenai Geomorfologi sungai Brantas yang ada di wilayah Jawa Timur
pastinya terdapat sebuah pertanyaan, yaitu bagaimana mungkin hingga tahun 1396 di Canggu
terdapat Pelabuhan laut (terletak di pedalaman) padahal kondisi wilayah Canggu sekarang berada
pada ketinggian 15-20 di atas permukaan laut. Menurut Nash, faktor terjadinya hal tersebut
dikarenakan adanya perubahan aliran sungai Brantas dan terdapat pergeseran palungnya dari abad
ke abad.
Berkaitan dengan itu Ir. Maclaine Pont dalam mempelajari sejarah canggu dan juga
permainan monopoli rempah-rempah dimaluku, ia menulis: Seluruh kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan perniagaan rempah-rempah ditarik ke pulau Jawa di mana terdapat sistem
jaringan jalan darat dan jalan perairan yang berpusat di delta sungai Brantas.
5.6 Ciri- ciri Pedologis Lembah Sungai Brantas
Sungai Brantas merupakan urat nadi dari kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa Timur yang dapat
ditelaah ciri-ciri tanahnya pada setiap lembahnya. Dan hal itu juga ditentukan oleh keberadaan
gunung berapi yang mengapit aliran-aliran sungai dari hulu, hilir, hingga muaranya. Penelitian
pedologis mengenai itu semua telah ditulis hasilnya oleh agrogeolog Mohr, Yaitu :
1. Dataran Tinggi Malang
Tanah bewarna coklat tua sampai menghitam, menandakan bahwa daerah tersebut di masa
lampaunya berupa suatu danau purba yang kemudian mengalami proses pengeringan menjadi
dataran tinggi. Mnurut Mohr danau purba tersebut mula-mula adalh suatu apitan yang terisi
oleh bekuan yang berisi batuan tuf dan eflata dari hasil ledakan gunung berapi.

2. Lembah Brantas dari Blitar sampai Kediri


Mulai dari Blitar sungai Brantas benar-benar memasuki daratan rendah untuk selanjutnya di
dekat Tulungagung membelok ke utara, masuk ke dataran rendah kedidi yang diapit oleh
Gunung Wilis di sebelah baratnya dan kompleks gunung kawi-Kelud serta gunung Arjuno-
Anjasmoro di sebelah Timurnya. Jika dilihat dari sejarahnya geologinya dataran rendah
lembah Brantas dari Brantas hingga Mojokerto membentuk sebuah teluk lautan yang
menjorok dalam ke tubuh Jawa Timur. Kemudian teluk ini terisi oleh eflata gunung-gunung
api tersebut, terutama gunung Kelud yang ledakan hebatnya terjadi pada tahun 1919 dan 1951.

3. Bagian Hilir Brantas di sekitar Mojokerto


Tanah yang berada di Mojokerto terdiri atas unsur liat berat yang berwarna kelabu kehitam-
hitaman, yang ternyata banyak mengandung kapur asam arang. Tentang hal ini Mohr menulis
akan bahwa: ada dua kemungkinan mengenai terjadinya hal tersebut. Pertama, hadirnya kapur
tanah disebabkan oleh air sungai Brantas yang terendap. Kedua , kapur tersebut memang
terbentuk setempat, artinya dasar tanah itu memang berupa batuan kapur. Berhubungan dengan
kemungkinan tersebut terdapat dua alasan yang kuat, yaitu. Pertama, andai kata bahan kapur
yang terkandung oleh tanah aluvial Majapahit itu diendapkan oleh sungai Brantas, yang
tentunya selama masa lampau palungnya telah secara bertahap bergeser ke utara, karena tanah
berkapur itu ada di selatan Mojokerto.

5.7 Kekuasaan Airlannga Atas Lembah Sungai Brantas


Kerajaan Jawa Timur yang akan dibangun tidak akan terlepas dari sumbu perekonomian
yaitu sungai Brantas yang bermuara menuju Laut melalui dua muaranya, yaitu sungai porong dan
sungai kencana yang kemudian disebut Mas. Delat sungai Brantas ini lokasinya sangat strategis
bagi proses berdirinya sebuah kekuasaan baru di Jawa Timur, sejak Sindok, Erlangga dan akhirnya
Raden Wijaya pendiri Majapahit.
Pada masa pemerintahan Erlangga sudah tentu bahwa luas delta sungai Brantas belum
seperti sekarang, akan tetapi Hujunggaluh di muara sungai Mas sudah merupakan pelabuhan yang
maju sejak pemerintahan Dharma Wangsa. Namun dari tahun 1019 sampai 1028 tidak jelas
bagaimana Erlangga secara terperinci bagaimana ia mencoba menguasai lembah sungai Brantas
setahap demi setahap.
Baru mulai tahun 1028, Erlangga mengirimkan ekspedisinya untuk membebaskan lembah
sungai Brantas bagian hulu sampai hilirnya dari kekuasaan raja-raja kecil yang berdaulat. Dapat
dibayangkan bahwa pusat kubu Erlangga ada di sekitar gunung Penanggungan, sedangkan
serangan-serangan bergilir mengarah ke dataran tinggi Malang, dataran rendah Kediri dan
akhirnya ke wilayah selatan yang tentunya terletak di Kepanjen dan Tulungagung.
Pada tahun 1032 raja-raja kecil berhasil ditaklukkan Erlangga , kerajaan Wengker yang
masih bertahan. Letaknya di eks keresidenan Madiun. Jika dari segi geografi politik lokasi kerajaan
Wengker ini sangat penting, Karean sungai Madiun yang lembahnya juga merupakan sumber beras
terbesar di daerah Jawa Timur dapat saja diusahakan menjadi pusat kerajaan agraris di pedalaman.

5.8 Geografi Politik Kerajaan Singasari (1222-1292)


Latar belakang geografis kerajaan Singasari tak dapat dibatasi pada kondisi alamnya pada
abad ke-13 saja. Namun, juga maju ke depan yakni pada abad ke-11 dan 12 sebabnya adalah karena
sungai Brantas sudah berfungsi secara ekonomis maupun politik pada masa-masa tersebut. Latar
belakang kegiatan politik, sosial-ekonomis dan kultural dari kerajaan Panjalu dan Jenggala,
kemudian Kadiri dan akhirnya Singasari, terletak dalam nilai kombinasinya bagian-bagian dari
aliran sungai Brantas yang melingkar seperti ular itu.
1. Hilir Atas
Hilir ini menempati daratan tinggi Malang sekarang yang dulunya ditempati oleh wilayah
induk Tumapel semenjak akuwu Tunggul ametung berkuasa, sampai pada bertakhtanya
Kertajaya di Kediri ± tahun 1220.
2. Hilir Tengah
Letak kota Daha (gelang-gelang, gelgelang atau kediri) yang menjadi ibu kota kerajaan
panjalu (1041) kemudian menjadi kerajaan Kediri (1045-1222). Dataran rendah Kediri
memanjang dari selatan ke utara (persisnya di Tulungagung sekarang sampai Kertasono)
dengan diapit oleh tiga gunung, yaitu gunung Wilis di sebelah barat, kompleks gunung
Arjuno Anjasmoro, serta kawi-Kelud di sebelah timurnya.
3. Hilir Bawah
Dataran rendah ini membujur barat Timur dari Kertosono sampai Delta sungai Brantas.
Sebelum sampai awal Delta tersebut, terletak pusat kerajaan Majapahit tak jauh dari
Trowulan sekarang di kabupaten Mojokerto.
5.9 Sungai Brantas sebagai Sumbu Kekuatan Politik
Para ahli goegrafi berpendapat bahwa apabila seluruh alirannya dari Hulu sampai ke Muara
dapat dikuasai oleh satu Kerajaan, maka kerajaan tersebut tumbuh menjadi kerajaan yang Agraris.
Contohnya zaman Erlangga yang pusatnya di Kahuripan, kerajaan Singasari dan terakhir Hayam
Wuruk ketika pusatnya di Trowulan.
Sayangnya Erlangga membagi kedua kerajaan menjadi Kediri/Panjalu dengan Jenggala,
namun kerajaan Kediri berhasil menguasai sungai Brantas sehingga terbuka menjadi kerajaan
Agraris dan Maritim. Adapun Jenggala semakin sempit sehingga mata pencahariannya menjadi
Agraris terus.

PERTANYAAN

1. Apa fungsi lain dari Gunung Penanggungan selain dijadikan sebagai strategi perang bagi
kerajaan-kerajaan?
Jawab: Fungsi lain Gunung Penanggungan adalah sebagai tempat memuliakan tokoh-tokoh
kerajaan. Sebagai contoh, di lerengnya terdapat makam Erlangga, Makam Mpu Sindok di
Betra, dan juga makam Ayah Erlangga di Jalatunda.

2. Sebutkan faktor lain penyebab mundurnya Majapahit sebagai penguasa perairan Nusantara?
Jawab: faktor lain penyebab mundurnya Majapahit sebagai penguasa perairan nusantara dapat
juga dihubungkan dengan mundurnya fungsi dari delta sungai Brantas. Jika dikaitkan dengan
faktor kealamian alam dapat terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi
delta sungai Brantas, yaitu:
1. Rusaknya tanggul-tanggul sungai Brantas di dekat wilayah wringinsapta
2. Bencana yang terdapat dalam buku pararaton disebut ‘bayu pindah’ (tahun 1256).
3. Bencana ‘panggung anyar’ yang disebutkan dalam pararaton (tahun 1296).
PERADABAN MAJAPAHIT

A. DELTA SUNGAI BRANTAS


Sungai berantas merupakan sungai terpanjang ke dua di pulau Jawa. Sejak abad ke 19, delta
sungai berantas sudah menjadi pusat pelayaran dan perniagaan. Dimana sebagai penghubung jalan
pada musim hujan melalui sungai. Sebagian besar wilayah yang ada di Surabaya merupakan
wilayah dari delta sungai Brantas yang terbentuk dari terpecahnya dua sungai Brantas yaitu Kali
Mas, dan Kali Porong. Pada daerah Mojokerto, sungai Brantas yang mengalir dari Barat ke arah
Timur bercabang menjadi dua yaitu kali mas yang bermuara pada tanjung perak, dan kali porong
yang bermuara di selat Madura.
Aktifitas dari beberapa gunung berapi yang dapat menghasilkan semburan lumpur dan
dibawa oleh aliran sungai Brantas yang menjadikan faktor terbentuknya delta sungai Brantas.
Sedimen yang ada pada delta sungai Brantas ialah sedimen alluvial. Sedimen alluvial berasal dari
letusan gunung berapi dan dibawa oleh sungai – sungai yaitu sungai Brantas.

B. PERADABAN INDUK DAN PERADABAN LANJUTAN


Peradaban Majapahit dapat dipandang sebagai suatu peradaban induk (parent civilization),
seperti diungkapkan oleh Muh. Yamin, tetapi sebagai kelanjutan dari kerajaan Erlangga dan
Sindok sebelumnya lagi. Majapahit pun suatu peradaban anak (affiliated civilization). Kerajaan
Demak kemudian muncul sebagai peradaban lanjutan Majapahit.
empat tahap perkembangan peradaban Majapahit menurut Muh. Yamin sepanjang 232
tahun dari 1293 sampai 1525 yaitu :
a. Keprabuan Majapahit sebagai suatu sistem masyarakat menurut la memiliki suatu genasic
atau kelahiran (16 tahun)
b. Lalu pertumbuhan maju (yaitu Jaman keemasan) ( 80 tahun)
c. Tahap kemunduran (terjadinya kegoncangan wibawa sehingga segalanya cenderung
merosot) (90 tahun)
d. Tahap akhir yaitu keruntuhan Majapahit secara lambat. (47 tahun)

C. WILAYAH KERAJAAN MAJAPAHIT


Pada tahun 1292 tempat yang menjadi pusat kerajaan Majapahit di sebelah Selatan
Trawulan masih merupakan hutan belantara. Adapun cerita mengenai para penebang hutan yang
menemukan buah maja yang pahit rasanya, itu terjadi di sebelah Timur lagi, tepatnya Tarik dekat
sungai Brantas memecah dirinya menjadi kali Mas dan kali Porong.
Setelah Daha runtuh dan tentara Tartar dapat diusir oleh Raden Wijaya pusat pemerintahan
kerajaan baru Majapahit didirikan di daerah tersebut di atas. Adapun sebagai bekal wilayah
kekuasaannya hanya berupa sebagian dari Jawa Timur saja yakni bekas kerajaan Singhasari.
Sepeninggal Ranggalawe pada tahun 1295 kerajaan Majapahit dibelah dua atas permintaan
Wiraraja, sesuai dengan janji Sanggramawijaya.

D. DAFTAR WILAYAH KEKUASAAN MAJAPAHIT DI NUSANTARA

1. Disebelah Timur Jawa


Bali, Nusa Penida, Lombok Timurlaut, dan lembah Lombok, Flores Timurlaut, Timor dan
pulau-pulau di sekitarnya, Kepulauan Solor, Pulau Gunungapi, Banda, Ambwan, Kepulauan
Goram, sebelah Timur Seran, dll.

2. Di Kalimantan dan dekatnya


Teluk Maludu di Utara Brunei, Burune, Wilayah sungai Landak, Balino, Kutalingga, Sadong
di Serawak, Sambas, Maimpawa, di selatan Sambas, Daerah sekitar Katingan atau sungai
Mendawai, Banjarmasin, dll.

3. Pulau-pulau antara Kalimantan dan Malaka


Karimata: Kepulauan Tambelan, Kepulauan Serasan, Kepulauan Natuna Selatan, Bungaran,
Pulau Laut, Kepulauan Anambas dan Siantan, Tiuman, pulau di perbatasan Patang dengan
Johor, Bintan di kepulauan Riau, Bulan pulau di Baratdaya Bintan, Lingga, Bangka, Bilitung

4. Malaka
Seuman di Malaka Utara: Dungun, Kelantan di Malaka Timur, Trengganu di Malaka Timur;
Hujung Tanah, ujung Tenggara jazirah Malaka, Singapura, Sungai Ujung Semujung
(Sanghyang Hujun), Kelang, Malaka Barat, Kedah, Malaka Barat, Jaring (Jere) dan
Kanjapiniran,

5. Sumatera
Palembang, Jambi, Tebo (Teba) di Jambi bagian atas, Pulau Punjung dan Siguntur, daerah
Batanghari, Kandis, sebelah kanan sungai Sunamar di nagari Lubukjantan, Kawai, antara
Kandi dan negari Tanjung, di seberang Bukitmara palam, Minangkabau, Daerah sekitar sungai
Kampar, Rokan dan Siak: Panai, dekat Siantar, dll.
E. IBU KOTA MAJAPAHIT: LOKASI DAN BENCANA ALAM
Lokasi pusat Kerajaan Majapahit ada di dekat Trowulan yang letaknya kurang lebih 10 km
di sebelah Barat Daya Kota Mojokerto sekarang. Dugaan ini dilandaskan pada banyaknya
penemuan di desa-desa di situ berupa fondasi bangunan, candi, gapura, resorvoar air dan umpak-
umpak rumah. Hasil penemuan barang-barang pakai, perhiasan dan patung-patung kini masih
dapat dilihat di museum arkeologi Trowulan.
Pusat Kerajaan Majapahit berada pada ujung bawah suatu kipas aluvial pada ketinggian 30-
40 m di atas permukaan laut. Di sebelah Utaranya terhampar dataran banjir Kali Brantas sedang
di sebelah Selatan dan Tenggaranya sejauh kurang lebih 2 km menjulang tinggi kompleks Gunung
Anjasmoro, Arjuna dan Welirang dengan ketinggian antara 2000 dan 3000 m.
Penelitian geologis oleh pihak Institut Teknologi Bandung pada tahun 1980 menghasilkan
suatu teori bahwa hancurnya Majapahit itu karena ledakan gunung api yang disertai dengan banjir
besar. Kemungkinan besar adalah Gunung welirang atau Anjasmoro; kemungkinan kedua adalah
aliran lahar dan piroklastik yang berasal dari Gunung Welirang.

F. PENELITIAN FOTOGRAMETRIS
Penemuan jaringan saluran air yang terdapat di sekitar pusat kerajaan berlangsung secara
tidak sengaja pada tahun 1973. Pada tahun tersebut wilayah Jawa Timur dipotret dari udara dengan
memakai film hitam-putih, yakni pankhromatik. Nampak di sekitar Trowulan menurut tafsiran
fotogrametrisnya itu ada garis-garis lurus yang saling memotong. Mulai tahun 1980 pemotretan
diulangi akan tetapi dengan memakai alat multispektral foto dan fales colour infra red. Jaringan
garis-garis gelap menjadi makin nyata sehingga diadakan penelitian lanjut setempat.
Hasilnya ternyata menakjubkan: lebar jaringan air antara 20-30 m dengan kedalaman sekitar
4m. Dengan penemuan ini maka segala tafsiran dan usaha rekonstruksi mengenai kraton Majapahit
berdasarkan kitab Negarakertagama harus diperbaiki. Anggapan semula bahwa kraton menghadap
ke arah utara harus diganti. Berdasarkan letak dermaga di bagian Barat dan asumsi bahwa para
tamu kerajaan, pedagang serta warga masyarakat lain datangnya lewat jalan air, maka disimpulkan
bahwa kraton haruslah menghadap ke arah barat.
Hasil penelitian memastikan bahwa ibukota Majapahit dikelilingi oleh jaringan air yang
lebar dan dalam serta mempunyai jalan keluar ke arah Barat menuju ke Kali Brantas. Adapun
sumber airnya berasal dari sungai-sungai yang ada di sebelah Selatan Ibukota. Demikian itu
keterangan Sunarso Simun geograf peneliti dari Universitas Gajah Mada yang dalam tata kerjanya
menggunakan geolistrik dan geomagnetik.

G. PENDAPAT SUJONO DAN SLAMETMULJANA


Tokoh Arkeolog lain, M. M. Sukarto dari Universitas Gajah Mada berpendapat bahwa
baginya pusat Majapahit sebagai kota air, bukan barang yang baru. Ini dismpulkannya jauh
sebelumnya berdasarkan benda-benda temuan serta interpretasi khususnya yang bertarikh 1358.
Sehubungan itu dijelaskannya bahwa pada zaman Raja Majapahit yang kedua, di sepanjang kali
Brantas terdapat berpuluh-puluh desa yang bebas pajak; itu disebut nadi tira pradesa yang artinya
desa-desa di pinggir sungai. Penjelasannya lanjut adalah bahwa pentinglah arti sungai pada masa
itu bagi perniagaan dan lalu lintas.
Tetapi sejarawan dan filolog sekaligus yakni Prof. Slametmuljana yang penelitiannya lebih
di bidang literatur, menulis bahwa boleh saja garis-garis yang nampak foto udara itu dianggap
sebagai parit, akan tetapi tidak mungkinkah ada kenyataan lain? Alasannya adalah bahwa letak
pusat Majapahit itu cukup jauh dari laut. Jika jelas ada parit, itu hanya satu saja yakni parit
pertahanan yang melingkari lapangan di muka gerbang Barat ibukota dan disebut Purawaktra itu.

PERTANYAAN
1. Apa dasar pemikiran Prof. Slametmuljana, menulis bahwa boleh saja garis-garis yang nampak
foto udara itu dianggap sebagai parit.
Jawab: Dasar pemikiran Slametmuljana adalah buku Negarakertagama dan naskah Pararaton
yang usianya lebih muda; di situ pun tidak disebut adanya parit. Sebagai penguat lain
disebutnya sumber dari negeri Cina yakni catatan perjalanan seorang ulama Ma Huan yang
pada tahun 1416 pernah berkunjung ke Ibukota Majapahit.

2. Apa unsur pembentuk delta nusantara?


Jawab: Delta sungai Brantas yang terbentuk melalui letusan gunung berapi yang sudah terjadi
berabad-abad dan sedimennya dibawa oleh aliran sungai Brantas yang bermuara pada
Mojokerto dan Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai