Anda di halaman 1dari 18

Perencanaan, Pengadaan, dan Distribusi Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

(IFRS)
BAB I
PENDAHULUAN

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi
untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan
penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan
pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Dari
uraian di atas, sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas),
Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis,
praktek dokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS),
Pedagang Besar Farmasi (PBF), pabrik obat dan bahan obat, laboratorium kesehatan, dan sarana
kesehatan lainnya. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan diperlukan perbekalan kesehatan yang
meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sedangkan sediaan farmasi
meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik.

Dalam beberapa sarana kesehatan itu, seperti Rumah Sakit, pabrik buatan, pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional.
Sistem Pengelolaan Obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek seleksi dan
perumusan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing tahap pengelolaan obat merupakan suatu
rangkaian yang terkait, dengan demikian dimensi pengelolaan obat akan dimulai dari perencanaan
pengadaan yang merupakan dasar pada dimensi pengadaan obat di Rumah Sakit.
Tujuan dari pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggung jawabkan, dalam waktu dan tempat tertentu
secara efektif dan efisien, menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku.

Sistem pengelolaan obat mempunyai empat fungsi dasar untuk mencapai tujuan yaitu:
a. Perumusan kebutuhan atau perencanaan (selection)
b. Pengadaan (Procure ment)
c. Distribusi (Distribution)
d. Penggunaan (Use)

Keempat fungsi tersebut didukung oleh sistem penunjang pengelolaan yang terdiri dari :
a. Organisasi (Organitation)
b. Pembiayaan dan kesinambungan (Financing and Sustainnability)
c. Pengelolaan informasi (Information Management)
d. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (Human Resorces Management)

Instalasi farmasi merupakan satu-satunya unit yang bertugas merencanakan, mengadakan, mengelola,
dan mendistribusikan obat untuk Rumah Sakit secara keseluruhan. Perencanaan pengadaan obat harus
sesuai dengan formularium yang telah ditetapkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Obat yang akan dibeli atau diadakan harus direncanakan secara rasional
agar jenis dan jumlahnya sesuai sehingga merupakan produk atau bahan yang terbaik, meningkatkan
penggunaan yang rasional dengan harga yang terjangkau atau ekonomis.
BAB II
PERENCANAAN, PENGADAAN DAN DISTRIBUSI PERBEKALAN FARMASI
DI RUMAH SAKIT

2.1 Definisi Perencanaan Obat


Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar kebutuhan obat yang
berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis
dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan
kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga perbekalan farmasi
dapat digunakan secara efektif dan efisien.

2.1.1 Tujuan Perencanaan Obat


Beberapa tujuan perencanaan dalam farmasi adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang tepat dan
sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan farmasi serta
meningkatkan penggunaan persediaan farmasi secara efektif dan efisien.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan perencanaan obat, yaitu :
a. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah program dapat mencapai tujuan dan sasaran.
b. Persyaratan barang meliputi : kualitas barang, fungsi barang, pemakaian satu merk dan untuk jenis
obat narkotika harus mengikuti peraturan yang berlaku.
c. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
d. Pertimbangan anggaran dan prioritas.

2.1.2 Prinsip Perencanaan Pengadaan Obat


Ada 2 cara yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan yaitu berdasarkan :
a. Data statistik kebutuhan dan penggunaan obat, dari data statistik berbagai kasus penderita dengan
dasar formularium Rumah Sakit, kebutuhan disusun menurut data tersebut.
b. Data kebutuhan obat disusun berdasarkan data pengelolaan sistem administrasi atau akuntansi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Data kebutuhan tersebut kemudian dituangkan dalam rencana operasional yang digunakan dalam
anggaran setelah berkonsultasi dengan Panitia Farmasi dan Terapi.

2.1.3 Tahap Perencanaan Kebutuhan Obat


Tahap perencanaan kebutuhan obat meliputi :
1. Tahap Persiapan
Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu kegiatan dalam rangka menetapkan jenis dan
jumlah obat sesuai dengan pola penyakit serta kebutuhan pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan
dengan membentuk tim perencanaan pengadaan obat yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan
efektifitas penggunaan dana obat melalui kerjasama antar instansi yang terkait dengan masalah obat.
2. Tahap Perencanaan
a. Tahap pemilihan obat
Tahap ini untuk menentukan obat-obat yang sangat diperlukan sesuai dengan kebutuhan, dengan
prinsip dasar menentukan jenis obat yang akan digunakan atau dibeli.
b. Tahap perhitungan kebutuhan obat
Tahap ini untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Dengan koordinasi dari
proses perencanaan dan pengadaan obat diharapkan obat yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan
tepat waktu. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu :
- Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat individual dalam memproyeksikan
kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
- Metode morbiditas
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, kejadian penyakit yang umum,
dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.
- Metode penyesuaian konsumsi
Metode ini menggunakan data pada insiden penyakit, konsumsi penggunaan obat. Sistem perencanaan
pengadaan didapat dengan mengekstrapolasi nilai konsumsi dan penggunaan untuk mencapai target
sistem suplai berdasarkan pada cakupan populasi atau tingkat pelayanan yang disediakan.
- Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran
Metode ini digunakan untuk menaksir keuangan keperluan pengadaan obat berdasarkan biaya per
pasien yang diobati setiap macam-macam level dalam sistem kesehatan yang sama.

2.2. Definisi Pengadaan Obat


Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di Rumah Sakit dan untuk unit
pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok eksternal melalui pembelian dari manufaktur,
distributor, atau pedagang besar farmasi.
2.2.1 Siklus Pengadaan Obat
Pada siklus pengadaan tercakup pada keputusan-keputusan dan tindakan dalam menentukan jumlah
obat yang diperoleh, harga yang harus dibayar, dan kualitas obat-obat yang diterima.
Siklus pengadaan obat mecakup pemilihan kebutuhan, penyesuaian kebutuhan dan dana, pemilihan
metode pengadaan, penetapan atau pemilihan pemasok, penetapan masa kontrak, pemantauan status
pemesanan, penerimaan dan pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan, pendistribusian dan
pengumpulan informasi penggunaan obat.
Proses pengadaan dikatakan baik apabila tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat diperlukan.

2.2.2 Jenis Pengadaan Obat di Rumah Sakit


Jenis pengadaan obat di Rumah Sakit dibagi menjadi :
a. Berdasarkan dari pengadaan barang, yaitu :
• Pengadaan barang dan farmasi
• Pengadaan bahan dan makanan
• Pengadaan barang-barang dan logistik
b. Berdasarkan sifat penggunaannya :
• Bahan baku, misalnya : bahan antibiotika untuk pembuatan salep
• Bahan pembantu, misalnya : Saccharum lactis untuk pembuatan racikan puyer
• Komponen jadi, misalnya : kapsul gelatin
• Bahan jadi, misalnya : bukan kapsul antibiotika, cairan infus
c. Berdasarkan waktu pengadaan, yaitu :
• Pembelian tahunan (Annual Purchasing), Merupakan pembelian dengan selang waktu satu tahun
• Pembelian terjadwal (Schedule Purchasing, Merupakan pembelian dengan selang waktu tertentu,
misalnya 1 bulan, 3 bulan ataupun 6 bulan
• Pembelian tiap bulan,
• Merupakan pembelian setiap saat di mana pada saat obat mengalami kekurangan.
Sistem pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama ketersediaan obat dan biaya total
kesehatan. Manajemen pembelian yang baik membutuhkan tenaga medis. Proses pengadaan efektif
seharusnya :
 Membeli obat-obatan yang tepat dengan jumlah yang tepat
 Memperoleh harga pembelian serendah mungkin
 Yakin bahwa seluruh obat yang dibeli standar kualitas diketahui
 Mengatur pengiriman obat dari penyalur secara berkala (dalam waktu tertentu), menghindari
kelebihan persediaan maupun kekurangan persediaan
 Yakin akan kehandalan penyalur dalam hal pemberian serius dan kualitas
 Atur jadwal pembelian obat dan tingkat penyimpanan yang aman untuk mencapai total lebih rendah.

2.2.3 Metode Pelaksanaan Pengadaan Obat


Terdapat banyak mekanisme metode pengadaan obat, baik dari pemerintah, organisasi non
pemerintahan dan organisasi pengadaan obat lainnya. Sesuai dengan keputusan Presiden No. 18 Tahun
2000 tentang Pedoman Pelakasanaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, metode pengadaan
perbekalan farmasi di setiap tingkatan pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5 kategori metode
pengadaan barang dan jasa, yaitu :
1. Pembelian
a. Pelelangan (tender)
b. Pemilihan langsung
c. Penunjukan langsung
d. Swakelola

2. Produksi
a. Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri.
b. Obat tidak terdapat dipasaran atau formula khusus Rumah Sakit
c. Obat untuk penelitian
3. Kerjasama dengan pihak ketiga
4. Sumbangan
5. Lain-lain
2.2.4 Kriteria Umum Pemilihan Pemasok
Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk Rumah Sakit, adalah :
1. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan (telah
terdaftar).
2. Telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000.
3. Suplier dengan reputasi yang baik.
4. Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok produk obat.

2.2.5 Beberapa Prinsip Praktek Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang baik dan merupakan
standar universal mencakup aspek :
a. Pengadaan Obat merujuk kepada obat generik
b. Pengadaan Obat terbatas kepada DOEN atau daftar formularium Rumah Sakit
c. Pengadaan obat secara terpusat dan dengan jenis terbatas akan menurunkan harga
d. Pengadaan secara kompetitif
 Pada tender terbatas, hanya suplier yang telah melewati prakualifikasi yang diizinkan mengikuti.
e. Adanya komitmen pengadaan
 Suplier harus menjamin pasokan obat yang kontraknya telah ditandatangani
f. Jumlah obat yang diadakan harus sesuai dengan perkiraan kebutuhan nyata
 Gunakan penghitungan berdasarkan konsumsi kebutuhan masa kros cek dengan pola penyakit dan
jumlah kunjungan
 Lakukan penyesuaian terhadap stok over, stok out, obat expired
 Lakukan penyesuaian dan perhitungan terhadap kebutuhan program dan perubahan pola penyakit
(utamanya) lansia
g. Lakukan Manajemen Keuangan yang baik dan Pembayaran Pasti
 Kembangkan kepastian pembayaran
 Mekanisme pembayaran yang pasti akan dapat menurunkan harga
h. Prosedur tertulis dan transparan
 Kembangkan dan ikuti prosedur tertulis seperti pada Kepres nomor 18 tahun 2000
 Umumkan hasil pelelangan kepada publik
i. Pembagian Fungsi
 Pembagian fungsi membutuhkan keahlian tertentu
 Beberapa fungsi akan melibatkan beberapa tim, unit individu dalam aspek perencanaan kebutuhan,
pemilihan jenis obat, pemilihan suplier dan pelelangan
j. Program Jaminan Mutu Produk
 Pastikan ada keharusan melakukan jaminan mutu produk dalam setiap dokumen
 Jaminan Mutu Produk Termasuk : Sertifikasi, test lab, mekanisme laporan terhadap obat yang diduga
tidak memenuhi syarat
k. Lakukan Audit tahunan dan Publikasikan hasilnya.
 Untuk menguji kepatuhan terhadap prosedur pengadaan, kepastian pembayaran dan faktor lain yang
berhubungan
 Sampaikan hasilnya kepada pengawas internal atau eksternal
l. Buat Laporan Periodik terhadap Kinerja Pengadaan
 Buat laporan untuk indikator kinerja dibandingkan dengan target setidaknya setahun sekali
 Gunakan indikator kunci seperti : rasio harga terhadap harga di pasar (market), rencana pengadaan
dan realisasi

2.3 SISTEM DISTRIBUSI OBAT


Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya satelit/depo farmasi dan
pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua sistem, yaitu:
1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)
Berdasarkan distribusi obat bagi pasien rawat inap, digunakan empat sistem, yaitu:
1. Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di ruang
4. Sistem distribusi obat dosis unit.

2.3.1 Metode Distribusi Obat Berdasarkan Ada atau Tidaknya Satelit Farmasi
1. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu
instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik
untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat
pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses
sesuai dengan kaidah ”cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada
penderita tertentu.”
Keuntungan sistem ini adalah:
a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi informasi kepada perawat
berkaitan dengan obat pasien,
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien,
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu rumah sakit yaitu sebagai
berikut:
a) Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan distribusi obat ke pasien yang
cukup tinggi,
b) Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
c) Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan cepat,
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu penyiapan komunikasi.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B karena memiliki daerah
pasien yang menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan pasien
sangat jauh.
2. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di dekat unit
perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit farmasi. Pada
desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh
pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan
keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
Tanggung jawab farmasis dalam kaitan dengan distribusi obat di satelit farmasi :
• Dispensing dosis awal padapermintaan baru dan larutan intravena tanpa tambahan (intravenous
solution without additives).
• Mendistribusikan i. v. admikstur yang disiapkan oleh farmasi sentral.
• Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication dministration record (MAR).
• Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.
• Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.
Ruang lingkup kegiatan pelayanan depo farmasi adalah sebagai berikut :
a)Pengelolaan perbekalan farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi bertujuan untuk menjamin tersedianya perbekalan farmasi dalam
jumlah dan jenis yang tepat dan dalam keadaan siap pakai pada waktu dibutuhkan oleh pasien, dengan
biaya yang seefisien mungkin. Pengelolaan
barang farmasi terbagi atas :
1. Pengelolaan barang farmasi dasar (BFD)
Barang farmasi dasar meliputi obat dan alat kesehatan yang diperoleh dari sub instalasi perbekalan
farmasi.
2. Pengelolaan barang farmasi non dasar (BFND)
Depo farmasi melakukan pengelolaan BFND mulai dari penerimaan sampai dengan pendistribusian.
Perencanaan BFND tidak dilakukan melalui depo farmasi.
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi :
a. Perencanaan
Perencanaan bertujuan untuk menyusun kebutuhan perbekalan farmasi yang tepat sesuai kebutuhan,
mencegah terjadinya kekosongan / kekurangan barang farmasi , mendukung / meningkatkan
penggunaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
b. Pengadaan
Pengadaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi yang berkualitas berdasarkan
fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan.
c. Penerimaan
Penerimaan bertujuan untuk mendapatkan perbekalan farmasi yang berkualitas sesuai kebutuhan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk menjaga agar mutu perbekalan farmasi tetap terjamin, menjamin
kemudahan mencari perbekalan farmasi dengan cepat pada waktu dibutuhkan untuk mencegah
kehilangan perbekalan farmasi.
e. Pendistribusian
Pendistribusian bertujuan untuk memberikan perbekalan farmasi yang tepat dan aman pada waktu
dibutuhkan oleh pasien.
b) Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk menjamin kemanjuran, keamanan dan efisiensi penggunaan
obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Tanggung jawab farmasis dalam memberikan pelayanan farmasi klinik pada satelit farmasi ialah :
i. Monitoring ketepatan terapi obat, interaksi antar obat serta reaksi samping obat yang tidak diinginkan
(adverse drug reaction).
ii. Monitoring secara intensif terapi obat seperti total parenteral nutrition (TPN) dan terapi
antineoplastik.
iii. Menyiapkan dosis farmakokinetik.
iv. Menjadwalkan pengobatan obat terpilih.
v. Sebagai pusat informasi obat bagi dokter, perawat dan pasien.
vi. Mengidentifikasi, mencegah, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat.
Kegiatan yang dilakukan yaitu monitoring pengobatan pasien untuk memantau efek samping obat yang
merugikan serta menjamin pemakaian obat yang rasional.

c. Administrasi
Kegiatan administrasi berupa stock opname perbekalan farmasi, pencatatan perbekalan farmasi yang
rusak/tidak sesuai dengan aturan kefarmasian, pelaporan pelayanan perbekalan farmasi dasar,
pelaporan pelayanan distribusi perbekalan farmasi dan pelaporan pelayanan farmasi klinik.
Keuntungan dari penerapan metode desentralisasi diantaranya sebagai berikut :
 Penyediaan obat pesanan atau permintaan dapat dipenuhi dengan waktu yang lebih singkat.
 Komunikasi langsung yang terjadi antara farmasis, dokter, dan perawat.
 Farmasis dapat langsung memberikan informasi mengenai obat yang dibutuhkan oleh dokter dan
perawat.
 Pelayanan farmasi klinik.
 Penurunan waktu keterlibatan perawaran dalam distribusi obat.

IV. Sistem Distribusi Obat Bagi Pasien Rawat Inap


1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual
Resep individual adalah order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita, sedangkan sentralisasi
adalah semua order/ resep tersebut yang disiapkan dan didistribusikan dari Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS) sentral.
Sistem distribusi obat resep individual adalah tatanan kegiatan pengantaran sediaan obat oleh IFRS
sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama penderita rawat tinggal tertentu melalui
perawat ke ruang penderita tersebut. Dalam sistem ini obat diberikan kepada pasien berdasarkan resep
yang ditulis oleh dokter.
Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari IFRS. Resep orisinal
oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing yang baik dan
obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Sistem ini mirip dengan dispensing untuk pasien rawat jalan /outpatient. Interval dispensing pada sistem
ini dapat dibatasi misalnya, pengobatan pasien untuk seorang pasien untuk 3 hari telah dikirim jika
terapi berlanjut sampai lebih dari 3 hari, tempat obat yang kosong kembali ke IFRS untuk di-refill.
Biasanya obat yang disediakan oleh IFRS dalam bentuk persediaan misalnya untuk 2-5 hari.
Keuntungan sistem obat resep individual:
1. Semua resep / order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau
informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.
2. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
4. Mempermudah penagihan biaya obat penderita

Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual


1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
2. Jumlah kebutuhan personal IFRS meningkat
3. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu
konsumsi obat
4. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu konsumsi obat.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit-rumah sakit yang besar, seperti kelas A dan B karena
memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan perawatan pasien sangat
jauh. Sistem ini biasanya digunakan di rumah sakit-rumah sakit kecil atau swasta karena memberikan
metode yang sesuai dalam penerapan keseluruhan biaya pengobatan dan memberikan layanan kepada
pasien secara individual.

2. SISTEM DISTRIBUSI OBAT PERSEDIAAN LENGKAP DI RUANG (TOTAL FLOOR STOCK)


Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang penyimpanan obat di
ruang tersebut. Persediaan obat diruang dipasok oleh IFRS. Obat yang didispensing dalam sistem ini
terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh
dan resep obat yang harus dibayar sebagai biaya obat.
Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan PFT dan
IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan antiseptic dan obat tidur.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat
sesuai dengan yang ditulis dokter pada resep obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat
dan dengan mengambil dosis/ unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada
penderita di ruang itu.

Keuntungan
1. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien
2. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
3. Pengurangan penyalinan kembali resep obat
4. Pengurangan jumlah personel IFRS

Keterbatasan
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh apoteker
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatas
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan
5. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyiapan obat yang sesuai di setiap
daerah unit perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat

Alur sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah dokter menulis resep kemudian diberikan
kepada perawat untuk diinterpretasikan kemudian perawat menyiapkan semua obat yang diperlukan
dari persediaan obat yang ada di ruangan sesuai resep dokter untuk diberikan kepada pasien, termasuk
pencampuran sediaan intravena. Persediaan obat di ruangan dikendalikan oleh instalasi farmasi.

3. SISTEM DISTRIBUSI OBAT KOMBINASI RESEP INDIVIDUAL DAN PERSEDIAAN DI RUANG


Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem distribusi resep/order individual
sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Sistem ini merupakan
perpaduan sistem distribusi obat resep individual berdasarkan permintaan dokter yang disiapkan dan
distribusikan oleh instalasi farmasi sentral dan sebagian lagi siapkan dari persediaan obat yang terdapat
di ruangan perawatan pasien. Obat yang disediakan di ruangan perawatan pasien merupakan obat yang
sering diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari diperlukan dan harga obat relatif murah, mencakup
obat resep atau obat bebas. Jenis dan jumlah obat yang masuk dalam persediaan obat di ruangan,
ditetapkan oleh PFT dengan pertimbangan dan masukan dari IFRS dan Bagian Pelayanan Keperawatan.
Sistem kombinasi ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja IFRS.

Keuntungan
1. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
2. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita
3. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang)
4. Beban IFRS dapat berkurang
5. Mengurangi terjadinya kesalahan terapi obat

Keterbatasan
II. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat resep individual)
III. Kesalahan obat pemberian obat yang disiapkan dari persediaan ruang dapat terjadi.
IV. Membutuhkan tempat yang cukup untuk tempat penyimpanan obat

Alur sistem distribusi obat kombinasi persediaan di ruang dan resep individual adalah dokter menulis
resep untuk pasien dan resep tersebut diinterpretasikan oleh apoteker dan perawat. Pengendalian oleh
apoteker dilakukan untuk resep yang persediaan obatnya disiapkan di instalasi farmasi. Obat kemudian
diserahkan ke ruang perawatan pasien sewaktu pasien minum obat. Pengendalian obat yang tersedia di
ruang perawatan dilakukan oleh perawat dan apoteker. Obat disiapkan kepada pasien oleh perawat.
V. SISTEM DISTRIBUSI OBAT DOSIS UNIT
Sistem ini mulai diperkenalkan sejak 20 tahun yang lalu, namun penerapannya masih lambat karena
memerlukan biaya awal yang besar dan juga memerlukan peningkatan jumlah apoteker yang besar.
Padahal ada dua kegunaan utama dari sistem ini, yaitu mengurangi kesalahan obat dan mengurangi
keterlibatan perawat dalam penyiapan obat.
Istilah “dosis unit “ berkaitan dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan kemasan
itu. Obat dosis unit adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri dari satu atau
beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan
yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Penderita hanya membayar obat yang dikonsumsi saja.
Distribusi obat dosis unit adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dengan kerjasama
dengan staf medic, perawat, pimpinan rumah sakit dan staf administrative. Maka diperlukan suatu
panitia perencana untuk mengembangkan sistem ini yang sebaliknya dipimpin oleh apoteker yang
menjelaskan tentang konsep sistem ini.
Sistem distribusi dosis unit merupakan metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan
IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan
khusus rumah sakit. Dasar dari semua sistem dosis unit adalah obat dikandung dalam kemasan unit
tunggal di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam
persediaan dosis, dihantarkan kea tau tersedia pada ruang perawatan pada setiap waktu.
Metode pengoperasian sistem distribusi dosis unit ada tiga macam, yaitu :
1. Sentralisasi
Dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah perawatan penderita rawat tinggal di rumah sakit secara
keseluruhan. Kemungkinan di rumah sakit tersebut hanya ada satu IFRS tanpa adanya cabang IFRS di
beberapa daerah perawatan penderita.

2. Desentralisasi
Dilakukan oleh beberapa cabang IFRS di rumah sakit. Pada dasarnya sistem ini sama dengan sistem
distribusi obat persediaan lengkap diruangan, hanya saja sistem distribusi obat desentralisai ini dikelola
seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.

Gambar 5. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Desentralisasi

3. Kombinasi sentralisasi dan desentralisasi


Biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani oleh cabang IFRS. Dosis selanjutnya
dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi lain, seperti pengemasan dan pencampuran
sediaan intravena juga dimulai dari IFRS sentral.

Keuntungan
1. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar hanya obat yang
dikonsumsi saja
2. Semua dosis yang diperlukan pada pada unit perawat telah disiapkan oleh IFRS. Jadi perawat
mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita.
3. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasikan resep/ dokter dan membuat profil
pengobatan penderita (p3) oleh apoteker dan perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum
dikonsumsi. Dengan kata lain, sistem ini mengurangi kesalahan obat
4. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan menulis di unit
perawatan dan IFRS
5. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita
6. Penyiapan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS
7. Meningkatkan penggunaan personal professional dan nonprofessional yang lebih efisien
8. Mengurangi kehilangan pendapatan
9. Menghemat ruangan di unit perawatan dengan meniadakan persediaan ruah obat-obatan
10. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
11. Memerlukan cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak dari dokter
menulis resep / order sampai penderita menerima dosis unit
12. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat, kekuatan, nomor
kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat siap dikonsumsi pada penderita. Hal ini mengurangi
kesempatan salah obat juga membantu daalam penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan
obat
13. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik
14. Apoteker dapat dating ke unit perawat/ ruang penderita untuk melakukan konsultasi obat,
membantu memberikan masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan yang
lebih baik lagi.
15. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
16. pening katan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh
17. pengendalian yang lebih besar oelh apoteker atas pola beban kerja IFRS dan penjadwalan staf
18. penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomastisasi

V. ALUR DISTRIBUSI OBAT DESENTRALISASI


Faktor-faktor yang menjadi dasar untuk mengadakan pelayanan :
a. Kebutuhan pasien
Penggunaan obat di rumah sakit dapat mempengaruhi keadaan pasien, ketidaktepatan penggunaan
antibiotic, mencakup ketidaktepatan dosis, interaksi obat yang merugikan, duplikasi penggunaan,
kombinasi antagonis, dan ketidaktepatan durasi penggunaan. Dalam hal ini pasien adalah objek yang
paling merasakan dampak negaatif dari ketidaksesuaian pemberian obat tersebut. Sistem distribusi obat
sentralisasi untuk pasien rawat inap yang dispensing dari IFRS sentral, seringkali mengakibatkan
meningkatnya biaya yang dikeluarkan pasien.
b. Kebutuhan perawat
Perawat memiliki peranan penting dalam sistem distribusi obat di rumah sakit. Perawat dapat
mengorder obat dari IFRS, menyiapkan dan merekonstitusi dosis untuk konsumsi, pemberian obat,
merekam tiap obat yang dikonsumsi, juga memelihara rekaman obat yang terkendali yang diterima dan
digunakan serta memelihara persediaan obat diruang.
Pelayanan IFRS sentralisai di rumah sakit seringkali menimbulkan banyak pertanyaan yang berkaitan
dengan obat dan dukungan informasi obat kepada perawat jika diperlukan. Sistem distribusi obat untuk
penderita rawat tinggal menggunakan efisiensi perawat dibandingkan dengan sistem distribusi obat
sentralisasi.
c. Kebutuhan dokter
Dokter mendiagnosis masalah medikbagi pasien dan menulis suatu rencana terapi. Komplikasi obat
menggambaarkan kebutuhan dokter akan informasi umum obat dan informasi klinik obat tertentu.
Apoteker yang praktek ditempat perawatan dapat memberi pengetahuan dan pengalaman klinik obat
untuk membantu dokter mengelola terapi obat penderita mereka.

d. Kebutuhan apoteker
Tugas apoteker dalam suatu sistem distribusi obat sentralisai mungkin disdominasi oleh tugas
menyiapkan, dispensing, dan memberikan partisipasi minimal dalam pelayanan klinikdalam lingkup
minimal, tidak melayani secara memadai atau tidak memenuhi kebutuhan pasien, dokter dan perawat
yang berkaitan dengan obat.
Dalam lingkungan desentralisasi, apoteker dapat menghubungkan secara langsung, kebutuhan terapi
obat pasien sebagai hasil dari berbagai kemudahan pencapaian pasien, perawat, dokter dan rekaman
medic. Apoteker dapat mengembangkan keahlian dalam perawatan pasien tertentu. Dengan demikian
pengalaman apoteker dalam terapi pasien dapat bertambah.

VI. Pelayanan dan Manfaat yang Diharapkan Penderita dari IFRS Desentralisasi
Karakteristik praktek farmasi klinik apoteker dalam suatu IFRS desentralisasi :
Kunjungan ke ruang perawatan penderita
Apoteker menyertai dokter dalam kunjungan pendidikan ke ruang perawatan. Partisipasi tersebut
adalah dalam rangka memberikan informasi obat agar diperoleh rencana pengobatan yang lebih baik.
Wawancara penderita
Informasi sejarah obat penderita diperoleh secara lisan oleh apoteker untuk melengkapi rekaman IFRS.
Masalah terapi obat pada pasien dapat diidentifikasi, demikian juga obat yang bermanfaat maupun obat
yang tidak bermanfaat.
Pemantauan Terapi Obat Penderita
Proses pemantauan terapi obat yang bermanfaat maupun obat yang tidak bermanfaat.
Pertanyaan dokter
Pertanyaan dari dokter tentang terapi obat penderita dan pertanyaan informasi obat umum dijawab
oleh apoteker.
Pertanyaan perawat
Pertanyaan dari perawat tentang terapi obat penderita dan pertanyaan informasi obat umum dijawab
oleh apoteker.
Informasi obat
Dokter membutuhkan informasi obat yang berdasarkan penelitian dari pustaka informasi yang tersedia
untuk melayani pertanyaan tersebut.
Pelayanan terapi obat yang diatur apoteker
Apoteker mengembangkan dan melaksanakan pelayanan terapi obat tertentu atas permintaan dokter,
pelayanan demikian akan menghasilkan terapi obat yang lebih aman, spesifik dan efektif.
Farmakokinetik
Keberhasilan penerapan pelayanan farmakokinetik klinik dapat atau tidak membutuhkan keberadaan
secara fisik suatu laboratorium farmakokinetik yang dikendalikan oleh IFRS. Hal ini bukan berarti
apoteker tidak mampu memberikan pelayanan informasi secara farmakokinetik.
Evaluasi penggunaan obat
Program evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu yang disahkan rumah sakit,
dilakukan terus menerus, terstruktur, ditujukan guna memastikan bahwa pemberian obat diberikan
secara aman dan efektif.

Tanggungjawab farmasis dalam kaitannya distribusi obat di satelit farmasi :


1. Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena.
2. Mendistribusikan I. V admixture yang disiapkan oleh farmasis sentral
3. Memeriksa permintaan obat dengan melihat Medication Administration Records (MAR)
4. Menulis nama generic obat di MAR
5. Memecah masalah yang berkaitan dengan distribusi

Keuntungan
1. Obat dapat segera tersedia untuk diberikan kepada pasien
2. Pengendalian obat dan akuntabilitas semua baik
3. Apoteker dapat berkomunikasi langsung dengan dokter dan perawat
4. Sistem distribusi obat berorientasi pasien sangat berpeluang diterapkan untuk penyerahan obat
kepada pasien melalui perawat
5. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan pasien dan dapat berbicara dengan penderita secara
efisien
6. Informasi obat dari apoteker segera tersedia bagi dokter dan perawat
7. Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat untuk digunakan pasien berkurang, karena
tugas ini telah diambil alih oleh personel IFRS desentralisasi
8. Spesialisasi terapi obat bagi apoteker dalam bidang perawatan pasien lebih efektif sebagai hasil
pengalaman klinik terfokus
9. Pelayanan klinik apoteker yang terspesialisasi dapat dikembangkan dan diberikan secara efisien,
misalnya pengaturan suatu terapi obat penderita khusus yang diminta dokter, heparin dan antikoagulan
oral, digoksin, aminofilin, aminoglikosida dan dukungan nutrisi
10. Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik dan studi usemen mutu terapi obat pasien

Keterbatasan
1. Semua apoteker klinik harus cakap sebagai penyedia untuk bekerja secara efektif dengan asisten
apoteker dan teknisi lain
2. Apoteker biasanya bertanggungjawab untuk pelayanan, distribusi dan pelayanan klinik. Waktu yang
mereka gunakan dalam kegiatan yang bukan distribusi obat tergantung pada ketersediaan asisten
apoteker yang bermutu dan kemampuan teknisi tersebut untuk secara efektif mengorganisasikan waktu
guna memenuhi tanggungjawab mereka
3. Pengendalian inventarisasi obat dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena likasi IFRS cabang yang
banyak untuk obat yang sama, terutama untuk obat yang jarang ditulis.
4. Komunikasi langsung dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena anggota staf berpraktek dalam lokasi
fisik yang banyak
5. Lebih banyak alat yang diperlukan, misalnya acuan (pustaka) informasi obat, laminar air flow, lemari
pendingin, rak obat, dan alat untuk meracik
6. Jumlah dan keakutan pasien menyebabkan beban kerja distribusi obat dapat melebihi kapasitas
ruangan dan personal dalam unit IFRS desentralisasi yang kecil

VII. PERENCANAAN SUATU SISTEM DISTRIBUSI OBAT BAGI PENDERITA RAWAT TINGGAL
Perencanaan suatu sistem distribusi obat bagi penderita rawat tinggal di suatu rumah sakit dilakukan
oleh PFT, IFRS, perawat dan unit lain jika diperlukan. Tim yang dibentuk mengadakan peninjauan luas
dari semua sistem distribusi obat yang ada dan kondisi rumah sakit. Tim mempelajari keuntungan dan
keterbatasan suatu sistem distribusi obat berkaitan dengan kondisi rumah sakit secara menyeluruh.
Kemudan tim memilih salah satu dari sistem distribusi obat untuk selanjutnya dilakukan studi penerapan
sistem distribusi obat yang dipilih itu lebih mendalam.

Desain sistem distribusi


Mendesain suatu sistem distribusi obat di rumah sakit memerlukan analisis sistematik dari rasio
manfaat-biaya dan perencanaan operasional. setelah sistem diterapkan, pemantauan unjuk kerja dari
evaluasi mutu pelayanan tetap diperlukan untuk memastikan bahwa sistem berfungsi sesuai dengan
harapan.
Dalam mendesain atau mendesain kembali suatu sistem distribusi obat, perlu dilakukan beberapa
tahapan penting :
1. Menetapkan lokasi dan jumlah semua ruangan perawatan penderita dan buat petanya. dalam hal ini,
perlu dipertimbangkan faktor-faktor sesperti faktor geografis, tata ruang, populasi penderita,
ketersediaan ruangan penyimpanan obat, ruangan pelayanan obat penderita, ketersediaan staf, fasilitas
transpor obat dari IFRS ke tiap ruangan penderita, hambatan politik, dan hambatan sumber lain.
2. Memilih suatu metode mendistribusikan obat ke unit pengguna.
3. Mengembangkan perangkat rute penghantaran yang mungkin dan ekonomis, serta menyusun suatu
jadwal penghantaran yang praktis melayani tiap rute tersebut.

Perencanaan spesifikasi
Proses mendesain suatu sistem distribusi obat, mencakup :menerjemahkan kebutuhan konsumen
(penderita dan staf profesional pelayanan kesehatan) menjadi spesifikasi pelayanan obat, spesifikasi
penghantaran pelayanan obat, dan spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat.
Spesifikasi pelayanan obat
Spesifikasi pelayanan obat dengan menetapkan pelayanan yang diberikan. Spesifikasi pelayanan obat
harus mengandung suatu pernyataan yang lengkap dan tepat dari pelayanan yang diberikan, meliputi :
1. suatu uraian yang jelas dari karakteristik pelayanan yang menjadi sasaran evaluasi.
2. suatu standar untuk penerimaan dari tiap karakteristik pelayanan.
Spesifikasi penghantaran pelayanan obat
Spesifikasi penghantaran pelayanan obat menetapkan sarana dam metode yang digunakan untuk
menghantarkan pelayanan obat.

Spesifikasi penghantaran pelayanan obat harus mengandung :


1. prosedur penghantaran pelayanan
2. metode yang digunakan dalam proses penghantaran pelayanan
3. uraian dari karakteristik penghantaran pelayanan
4. standar untuk penerimaan dari karakteristik penghantaran pelayanan
5. persyaratan sumber untuk memenuhi spesifikasi pelayanan
6. persyaratan personel, jumlah, dan keterampilan.
Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat
Spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat menetapkan prosedur untuk mengevaluasi dan
mengendalikan karakteristik pelayanan dan karakteristik penghantaran pelayanan. Spesifikasi
pengendalian mutu pelayanan obat harus memungkinkan pengendalian yang efektif dari tiap proses
pelayanan untuk memastikan bahwa pelayanan secara konsisten memuaskan spesifikasi pelayanan dan
konsumen.
Desain pengendalian mutu dan pelayanan obat :
1. mengidentifikasi kegiatan kunci dari tiap proses yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap mutu
pelayanan.
2. menganalisis kegiatan, dengan mengukur dan pengendalian akan memastikan mutu pelayanan.
3. menetapkan metode untuk mengevaluasi karakteristik yang dipilih.
4. menetapkan sarana untuk mengendalikan karakteristik dalam batas yang ditetapkan.

VIII. PELAKSANAAN PROGRAM PERCOBAAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT YANG DIPILIH


Untuk pelaksanaan program percobaan sistem distribusi obat, biasanya untuk tahap pertama dilakukan
dala 1 atau lebih daerah perawatan penderita selama waktu tertentu dan secra terus menerus dipantau,
dievaluasi, dan dilakukan tindakan perbaikan. Jika tahap pertama mulai mantap, percobaan diteruskan
dengan menambah daerah perawatan tertentu lainnya atau keseluruahan rumah sakit. Percobaan ini
dilakukan dalam waktu yang lebih lama, karena pada tahap ini diadakan pematangan terhadap semua
prosedur, spesifikasi, perbaikan, dan evaluasi karakteristik pelayanan dan penghantaran pelayanan obat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, “Pedoman
Pengelolaan Obat Daerah Tingkat II”, Jakarta 1996.
2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, “Pedoman
Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD)” ,
Jakarta, 2002.
3. Departemen Kesehatan RI, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, “Pengolahan Obat
Kabupaten/Kota”, Jakarta, 2001.
4. Siregar Charles, J.P., Lia Amalia, “Teori & Penerapan Farmasi Rumah Sakit”, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.
5. Qurck, J.D., “Managing Drug Suplly”, Jonathan. D., (Eds), Second Edition, Reursod and Expanded,
Kumarin Press, USA, 1997.

Anda mungkin juga menyukai