Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Putri Nurfadila

KELAS : XI TKJ2

TUGAS BAHASA INDONESIA

5. Cerpen Anak

Pengembara dan Sekantong Uang

Ada dua orang pengembara berjalan bersama di suatu jalan. Tiba-tiba salah satu pengembara
tersebut menemukan sebuah kantung yang penuh berisikan uang.
“Betapa beruntungnya saya!” katanya, “Saya telah menemukan sebuah kantung berisi uang. Saya
rasa kantung ini pasti penuh dengan uang emas.”
“Jangan bilang ‘SAYA telah menemukan sekantung uang’,” ancam temannya. “Lebih baik kamu
mengatakan ‘KITA telah menemukan sekantung uang’. Pengembara selalu berbagi rasa dengan
pengembara lainnya, baik itu dalam susah maupun senang.”
“Tidak!,” kata pengembara yang menemukan uang, dengan marah. “SAYA menemukannya dan
SAYA akan menyimpannya sendiri.”
Saat asyik berdebat, ada teriakan di belakang mereka “Berhenti, pencuri!” kata sekumpulan
orang yang terlihat marah dan membawa pentungan kayu dan tongkat. Mereka berlari ke arah
kedua pengembaraan.
Pengembara yang menemukan uang tadi langsung menjadi ketakutan.
“Celakalah kita jika mereka melihat kantung uang ini ada pada kita,” katanya dengan ketakutan.
“Tidak, tidak,” jawab pengembara yang satu, “kamu tidak mengatakan ‘KITA’ sewaktu
menemukan sekantung uang, sekarang tetaplah menggunakan kata ‘SAYA’, kamu seharusnya
berkata ‘celakalah SAYA'”.

Unsur intrinsik
Tema: keserakahan
Tokoh dan penokohan:
● Pengembara penemu uang: serakah, pembohong, licik
● Pengembara dua: kritis, cerdas
● Sekumpulan orang: marah, tegas, anarkis
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: hutan, jalan
● Latar waktu: siang hari
● Latar suasana: sepi, mencekam
Gaya bahasa: formal
Sudut pandang: orang kedua jamak
Amanat: Kita tidak boleh berharap bahwa orang akan mau ikut menanggung kesusahan kita
kecuali kita mau membagi keberuntungan kita kepada mereka juga.
. Cerpen Pendidikan

Radi, Pak Sofyan, dan Hujan Deras yang Menerpa

Radi masih di dalam angkot menuju ke kampus tempat dia kuliah. Sepanjang angkot melintas,
hujan deras terus menerpa tiada henti. Padahal, saat itu adalah waktu pagi, waktu yang biasanya
relatif jarang turun hujan. Dengan harap-harap cemas, Radi pun mengucap doa di dalam hati agar
dia tidak terlambat ke kampus hari ini. Radi pun juga rela jika tubuhnya akan berlumur air hujan,
jika sudah sampai kampus nanti.

Benar saja, Radi tiba dikampus dengan lumuran air hujan di sekujur tubuhnya. Namun Radi tak
peduli, dan dia pun tetap melangkahkan kakinya ke dalam kelas.

Setiba di kelas, Radi mendapati pemandangan yang membuat dia terheran. Bagaimana tidak,
ruang kelas yang biasanya riuh oleh kicauan teman-temannya tiba-tiba hening. Tak satu pun
teman-temannya ada di situ. Kalaupun ada orang di situ, Pak Sofyan-lah orangnya. Dosen
berusia 39 tahun itu ternyata sudah ada di kelas 15 menit sebelum Radi masuk. Setelah
mengucap permisi, Radi pun masuk ke dalam kelas, dan duduk di kursi kelas sebelah kanan
depan yang merupakan tempat duduk favoritnya.

“Pak, teman-teman saya mana ya, kok tidak ada? Bukankah ini sudah mulai jam perkuliahan
ya?” tanya Radi.

“Memang kamu belum melihat Whatsapp-mu ya? Tadi mereka bilang bahwa mereka semua hari
ini tidak akan masuk, soalnya hari ini hujan deras sekali, jadi mereka sulit datang ke sini,” jawab
Pak Sofyan.

“Oh iya Pak, saya sedari tadi memang tidak mengecek Whatsapp saya, soalnya telepon genggam
saya mati. Ini juga mau saya isi baterainya,” ujar Radi.

Radi pun mengisi baterai telepon genggamnya dengan menggunakan charger yang ia colok ke
colokan yang ada di dalam kelas. Untungnya, charge dan telepn genggam Radi tidak kebasahan
seperti tubuhnya. Sebab, keduanya ia simpan di dalam bagian tas paling dalam. Dengan begitu,
telepn genggamnya pun bisa ia isi baterainya dengan aman.

“Jadi, untuk perkuliahan ini bagaimana Pak? Tetap berlangsung atau dibatalkan?” tanya Radi
penasaran
“Kalau soal itu, Bapak serahkan ke nak Radi saja, bagaimana?” jawab Pak Sofyan

Radi pun berpikir sejenak, lalu menjawab dengan mantap, “Ya sudahlah Pak, kita mulai saja
perkuliahan ini. Gak apa-apa saya sekarang saya belajar sendirian. Lagian kalau pulang lagi juga
percuma Pak,” ujar Radi.

“Keputusan yang bagus, Nak Radi. Mari, kita mulai saja perkuliahan kita hari ini,” pungkas Pak
Sofyan ceria.

“Pak” kemudian Radi kembali berujar “Saya ingin bertanya, apa yang membuat Bapak tetap
bersemangat datang dan mengajar ke kampus ini? sedangkan Bapak tahu sendiri kalau hari ini
hujan begitu deras? Selain itu, jarak rumah Bapak dari kampus ini kan terbilang jauh, percis
seperti jarak Bandung ke Jakarta.”

“Karena Bapak mencintai pekerjaan ini,” jawab Pak Sofyan pendek. Sekilas, aura positif dalam
diri Pak Sofyan pun muncul dan mulai merasuk ke diri Radi.

Perkuliahan pun dimulai; hujan deras pun kian mereda

Unsur intrinsik
Tema: kedisiplinan
Tokoh dan penokohan:
● Radi: rajin, kritis, semangat, pemberani
● Pak Sofyan: disiplin, baik, bijak, setia
Alur: maju
Latar:
● Latar tempat: di angkot, di kampus, ruang kelas
● Latar waktu: pagi
● Latar suasana: ramai, sepi
Gaya bahasa: lugas
Sudut pandang: orang pertama
Amanat: kedisiplinan dan kesetiaan terhadap profesi akan mengalahkan segala macam
rintangan, entah jarak ataupun hujan badai.

Anda mungkin juga menyukai