Anda di halaman 1dari 19

LASERASI PALPEBRA

PENDAHULUAN
Pada masa ini di mana lalu lintas dan industrilisasi sangat padat, insidens
trauma juga mengalami peningkatan secara signifikan. Sama seperti bagian tubuh
yang lain, mata juga juga sering mengalami trauma. Secara anatomi mata
dilindungi oleh kelopak mata, dibatasi di dalam rongga orbita, hidung, dan lapisan
lemak dari belakang, sehingga bila terjadi trauma pada mata, bagian tersebutlah
yang akan terkena terlebih dahulu.1
Trauma okuli merupakan penyebab utama kebutaan unilateral pada anak-
anak dan dewasa muda, orang-orang pada kelompok umur ini umumnya
mengalami trauma okuli berat. Dewasa muda, khususnya laki-laki adalah korban
yang paling sering mengalami trauma okuli penetrans. Kecelakaan di rumah,
kekerasan, trauma terkait olahraga, dan kecelakaan kendaraan bermotor adalah
kondisi-kondisi di mana trauma okuli sering terjadi. Berbagai trauma okuli dapat
menyebabkan berbagai perlukaan pada palpebra, bola mata, dan jaringan lunak
orbita.2
Berbagai mekanisme trauma tumpul atau trauma penetrasi pada wajah
dapat menyebabkan laserasi pada palpebra. Benda-benda tumpul yang tampaknya
tidak berbahaya di tempat kerja dapat menyebabkan laserasi palpebra bahkan pada
pekerja yang berpengalaman.3

ANATOMI & FISIOLOGI PALPEBRA DAN APPARATUS LACRIMALIS

Palpebra
Palpebra berkembang dari lipatan kulit yang dapat bergerak oleh karena
adanya otot lurik. Otot-otot tersebut adalah muskulus orbicularis oculi yang
mengelilingi bagian depan mata, dan berfungsi untuk menutup mata. Disamping
itu terdapat juga muskulus levator palpebra yang berlekatan di sepanjang palpebra
superior yang berfungsi untuk membuka. Kontraksi muskulus orbicularis oculi
menyebabkan palpebra menutup mata, dan kontraksi muskulus levator palpebra
menyebabkan elevasi palpebra superior untuk membuka mata.5

8
Palpebra melindungi bola mata dari kekeringan melalui reflex kedip
sekitar 20-30 kali/menit dan menyebarkan air mata di permukaan anterior bola
mata. Untuk menghindari gambar yang buram, palpebra umumnya akan berkedip
ketika bola mata bergerak ke posisi baru untuk memfiksasi gambar.5,6
Palpebra terdiri dari lamella anterior dan posterior (Gambar 1) yang
dipisahkan oleh gray line. Berikut ini merupakan uraian lapisan palpebra.6,7
a. Lamella anterior terdiri dari :
 Kulit yang merupakan lapisan tipis, yang memiliki vaskularisasi yang
baik
 Kelenjar keringat
 Modifikasi kelenjar keringat (glandula ciliaris atau glands of Moll) dan
kelenjar sebaceous (glands of Zeis) di sekitar silia (bulu mata)
 Serat otot lurik muskulus orbicularis oculi, yang secara secara aktif
menutup mata (diinervasi oleh nervus facialis)
 Serat otot lurik muskulus levator palpebra, yang secara secara aktif
membuka mata (diinervasi oleh nervus occulomotorius)
b. Lamella posterior terdiri dari :
 Tarsus merupakan rangka dan memberi bentuk pada palpebra.
 Serat otot polos muskulus levator palpebra yang masuk ke dalam tarsus
(muskulus tarsalis). Muskulus tarsalis diinervasi oleh sistem saraf
simpatis dan mengatur lebar fissura palpebralis. Tonus simpatis yang
tinggi menyebabkan kontraksi muskulus tarsalis dan memperlebar
fissura palpebralis, sebaliknya bila tonus simpatis rendah menyebabkan
relaksasi muskulus tarsalis dan mempersempit fissura palpebralis.
 Konjunctiva palpebralis sangat kuat melekat pada tarsus.
 Kelenjar sebaceous (glandula Meibom), merupakan struktur tubular
yang tersusun vertikal pada tarsus. Kelenjar ini berfungsi untuk
memproduksi lipid yang berfungsi mencegah penguapan air mata.
Silia (bulu mata) mengarah ke depan pada margo palpebralis. Pada
palpebra superior, sekitar 150 silia tersusun dalam tiga sampai empat baris; pada
palpebra inferior, sekitar 75 silia tersusun dalam dua baris. Sama halnya alis, silia
mencegah debu dan keringat masuk ke dalam mata. Septum orbitalis terletak di

9
antara tarsus dan tepi orbita. Terdapat selaput membranosa pada jaringan ikat
palpebra yang melekat pada tepi orbita yang menahan orbital fat.6

Gambar 1. Potongan Sagital Palpebra Superior


(dikutip dari kepustakaan 6)

Fissura palpebralis adalah ruang antara palpebra superior dan inferior.


Fissura palpebralis berbentuk elips ketika mata terbuka. Commisura (canthus)
berada di bagian sudut medial dan lateral di mana palpebra bertemu. Commisura
medialis, yang lebih luas dibanding commisura lateralis, dicirikan dengan bentuk
yang lebih kecil, kemerahan, dan berelevasi disebut sebagai caruncula lacrimalis.
Caruncula lacrimalis berisi kelenjar sebacea dan sudoriferous, yang memproduksi
sekresi keputihan, yang dikenal sebagai “sleep dust” atau kotoran mata yang
biasanya terkumpul selama tidur.5

Apparatus Lacrimalis
Apparatus lacrimalis terdiri dari dua bagian, yaitu struktur yang
mensekresi air mata dan struktur yang memfasilitasi drainase air mata.6
Sistem Sekresi Apparatus Lacrimalis
Glandula lacrimalis berukuran sebesar kacang walnut yang terletak di
superotemporal tulang orbita pada fossa lacrimalis os. frontalis, tidak tampak dan
tidak dapat diraba. Glandula lacrimalis yang dapat diraba biasanya tanda
perubahan patologis seperti dacryoadenitis. Tendon muskulus levator palpebra
membagi glandula lacrimalis menjadi pars orbitalis yang lebih besar (dua pertiga)

10
dan pars palpebralis yang lebih kecil (sepertiga). Beberapa glandula lacrimalis
asesorius kecil (Krause and Wolfring’s glands) berlokasi di fornix superior dan
mensekresi air mata serosa tambahan.6
Glandula lacrimalus menerima rangsangan sensoris melalui nervus
lacrimalis. Inervasi nervus parasimpatis sekretomotorius-nya berasal dari nervus
intermedius. Serabut simpatis-nya berasal dari ganglion simpatis cervicalis
superior dan mengikuti aliran pembuluh darah menuju kelenjar.6
Lapisan air mata (Gambar 2) yang membasahi konjunctiva dan cornea
terdiri dari 3 lapisan, yaitu sebagai berikut.6
a. Lapisan lipid (ketebalan sekitar 0.1µm), terletak paling luar, diproduksi oleh
glandula Meibom, kelenjar sebaceous, dan kelenjar keringat yang berada di
margo palpebralis. Fungsi utama lapisan ini yaitu untuk menstabilkan lapisan
air mata. Dengan sifat hidrofobik-nya, lapisan ini mencegah evaporasi terjadi
lebih cepat seperti halnya lapisan lilin.
b. Lapisan aquos (ketebalan sekitar 8µm), terletak di tengah, diproduksi oleh
glandula lacrimalis dan glandula lacrimalis asesorius (Krause and Wolfring’s
glands). Lapisan ini bertugas untuk membersihkan permukaan cornea dan
memudahkan mobilitas konjunctiva palpebralis di atas cornea dan melapisi
permukaan cornea untuk gambaran optik dengan kualitas yang tinggi.
c. Lapisan mucin (ketebalan sekitar 0.8µm), terletak paling dalam, disekresi
olah sel-sel Goblet konjunctiva dan glandula lacrimalis. Sifat hidrofilik yang
dimilikinya berlekatan langsung dengan microvili epitel cornea, yang juga
membantu stabilisasi lapisan air mata. Lapisan ini mencegah lapisan aquos
membentuk lapisan yang tidak rata pada cornea dan memastikan lapisan
aquos membasahi seluruh permukaan cornea dan konjunctiva.

11
Gambar 2. Sistem Sekresi Apparatus Lacrimalis
(dikutip dari kepustakaan 6)

Lysozyme, beta-lysin, lactoferrin, dan gamma globulin (IgA) merupakan


protein spesifik air mata yang memberikan sifat antimikroba pada air mata.6

Sistem Ekskresi Apparatus Lacrimalis


Susunan serabut muskulus orbicularis oculi menyebabkan mata menutup
secara progresif dari lateral ke medial termasuk palpebra yang menutup secara
simultan. Gerakan “windshield wiper” menggerakkan air mata ke medial
sepanjang mata menuju canthus medialis (Gambar 3).6

Gambar 3. Fungsi Kombinasi Muskulus Orbicularis Oculi dengan Apparatus Lacrimalis


(dikutip dari kepustakaan 6)

Punctum lacrimalis superior et inferior mengumpulkan air mata dan


mengalirkannya ke dalam canaliculus lacrimalis superior et inferior kemudian
menuju canaliculus lacrimalis communis lalu ke saccus lacrimalis. Dari saccus
lacrimalis, air mata dialirkan ke ductus nasolacrimalis yang kemudian bermuara di

12
meatus nasi medius di bawah concha nasalis inferior (Gambar 4). Sebuah flap dari
membrane mukosa, valvula Hasner, mencegah reflux retrograde dari isi cavum
nasi dan seringnya imperforate saat lahir, yang menyebabkan terjadinya
epiphora.6,7

Gambar 4. Sistem Eksresi Apparatus Lacrimalis


(dikutip dari kepustakaan 7)

EPIDEMIOLOGI
Laserasi palpebra dapat terjadi pada setiap usia dan juga pada bayi baru
lahir setelah proses kelahiran melalui operasi cesarean. Dari sebuah studi di Iran,
laki-laki lebih sering mengalami trauma pada mata akibat benda yang mengenai
mata dan kebanyakan berumur sekitar 29 tahun. Meskipun tidak ada kebutaan
yang terjadi akibat laserasi palpebra, outcome visual berhubungan dengan derajat
insidensi trauma berdasarkan adanya open globe injuries.3,8

ETIOPATOGENESIS
Trauma palpebra dapat terjadi pada setiap trauma wajah. Berikut
merupakan daftar kondisi yang memerlukan perhatian khusus yaitu: 6
 Laserasi palpebra dengan keterlibatan margo palpebralis

13
 Avulsi palpebra pada canthus medialis disertai avulsi canaliculus lacrimalis.
Laserasi sistem canalicular merupakan hasil dari trauma langsung atau
tidak langsung. Trauma langsung termasuk memisahkan bagian lacrimal dari
palpebra dengan benda, seperti kaca, penggantu baju, pisau, gigitan anjing,
cakaran kucing, kuku jari, atau benda tajam lainnya. Trauma tidak langsung
timbul akibat trauma tumpul pada adnexa oculi dari beberapa mekanisme seperti
pukulan pada wajah, peluru, atau jatuh menimpa benda tumpul.9
Disebabkan karena lokasi yang superficial pada medial palpebra, sistem
canalicular rentan terhadap trauma. Perluasan canaliculus ke medial memotong
lengan posterior ligamentum canthus medialis. Ligamentum ini sering terputus
akibat trauma dan harus diperbaiki untuk mengembalikan posisi anatomis dan
fungsi palpebra.9
Laserasi dan kerusakan canthus medialis (seperti gigitan anjing atau
serpihan kaca) dapat memisahkan ductus lacrimalis. Obliterasi punctum dan
canaliculus lacrimalis biasanya disebabkan oleh luka bakar dan kimia. Trauma
pada saccus lacrimalis atau glandula lacrimalis biasanya terjadi sehubungan
dengan trauma craniofacial yang berat (seperti tendangan kuda atau kecelakaan
lalu lintas). Dacryocystitis merupakan sequele yang umum terjadi, yang hanya
dapat ditangani dengan operasi (dacryocystorhinostomy).6

KLASIFIKASI
Berdasarkan mekanisme trauma, trauma okuli dapat diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut.6
1. Trauma mekanik
 Trauma palpebra
 Trauma pada apparatus lacrimalis
 Laserasi konjunctiva
 Benda asing pada cornea dan konjunctiva
 Erosi cornea
 Trauma nonpenetrasi (trauma tumpul pada bola mata)
 Trauma pada lantai orbita (blow-out fracture)
 Trauma penetrasi (open-globe injury)

14
 Penusukan langsung orbita
2. Trauma kimia
3. Trauma fisik
 Luka bakar
 Radiasi (sinar terionisasi)
 Keratoconjunctivitis ultraviolet
4. Trauma okuli indirek, transient traumatic retinal angiopathy (Purtscher
retinopathy)

DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat penyakit yang harus termasuk di dalamnya yaitu fungsi
penglihatan dan mekanisme trauma. Penting untuk diperhatikan apakah hilangnya
fungsi penglihatan terjadi secara progresif atau tiba-tiba. Benda asing intraocular
harus dicurigai jika ada riwayat menempa, menggerinda, atau ledakan, dan
pemeriksaan radiologis yang sesuai harus dilakukan. Trauma pada anak dengan
riwayat yang tidak sesuai dengan jenis perlukaan mendukung kecurigaan terhadap
tindak kekerasan pada anak.2

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan. Jika hilangnya penglihatan sangat berat, maka diperiksa light
projection, diskriminasi dua titik, dan adanya defek aferen pupil. Pemeriksaan
motilitas ocular dan sensasi kulit periorbital, dan palpasi untuk melihat defek pada
sekeliling tulang orbita. Adanya enophthalmus dapat diperiksa dengan melihat
profil cornea dari atas suprasilia. Jika slit lamp tidak tersedia di ruang gawat
darurat, penlight, loupe, atau direct ophthalmoscope yang diatur pada +10 (black
numbers) dapat digunakan untuk memeriksa perlukaan lainnya pada permukaan
tarsus palpebra dan segmen anterior.2
Permukaan cornea diperiksa untuk melihat adanya benda asing, luka, dan
abrasi. Konjunctiva bulbaris diinspeksi untuk melihat adanya perdarahan, benda
asing, atau laserasi. Kedalaman dan kejelasan bilik mata depan juga harus
diperhatikan. Ukuran, bentuk, dan reflex cahaya pupil harus dibandingkan antara

15
kiri dan kanan untuk memastikan jika defek aferen pupil ada pada mata yang
mengalami trauma. Bola mata yang lunak, penglihatan hanya dapat melihat
pergerakan tangan (atau lebih buruk), defek aferen pupil, atau perdarahan vitreus
mengindikasikan adanya ruptur bola mata. Jika bola mata tidak rusak, palpebra,
konjunctiva palpebralis, dan fornix dapat diperiksa lebih mendalam, termasuk
inspeksi dengan eversi palpebra superior. Oftalmoskopi direk dan indirek
digunakan untuk melihat lensa, vitreus, papil N.II, dan retina. Dokumentasi
pemeriksaan berguna untuk tujuan medikolegal pada semua kasus trauma
eksternal. Pada semua kasus trauma okuli, mata yang tidak terluka juga diperiksa
dengan cermat,2

Trauma palpebra dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma


penetrasi. Aturan utama dalam manajemen trauma palpebra yaitu sebagai
berikut.10
 Anamnesis yang lengkap
 Pencatatan fungsi penglihatan tiap mata
 Evaluasi menyeluruh pada bola mata dan orbita
 Melakukan pemeriksaan radiologis yang sesuai
 Memiliki pengetahuan rinci tentang anatomi palpebra dan orbita
 Memastikan perbaikan primer terbaik yang paling mungkin dilakukan
Trauma Tumpul
Ecchymosis dan edema merupakan tanda klinis tersering pada trauma
tumpul. Trauma intraocular harus dievalusi pada pasien melalui pemeriksaan
biomikroskopis dan pemeriksaan fundus. Computed tomography, baik potongan
aksial maupun koronal mungkin diperlukan untuk menilai apakah terdapat fraktur
orbita.10
Trauma Penetrasi
Laserasi tanpa Keterlibatan Margo Palpebralis
Laserasi palpebra superficialis hanya melibatkan kulit dan muskulus
orbicularis oculi. Adanya lemak orbita pada luka berarti septum orbita telah
terganggu. Benda asing superficial atau profunda harus dicari dengan teliti
sebelum laserasi palpebra yang lebih dalam diperbaiki.10

16
Laserasi dengan Keterlibatan Margo Palpebralis

Palpebra yang memiliki banyak vaskularisasi dan textur jaringan yang


longgar menyebabkan perdarahan sedalam-dalamnya ketika mengalami trauma.
Tusukan, terpotong, atau avulsi seluruh palpebra akibat benda tumpul seringnya
melibatkan semua lapisan.6

Trauma dengan Keterlibatan Jaringan Lunak Canthus


Trauma pada canthus medialis atau lateralis biasanya merupakan hasil
traksi horizontal palpebra, yang menyebabkan avulsi palpebra pada titik
terlemahnya, tendon canthus medialis atau lateralis. Anamnesis yang cermat pada
riwayat penyakit pasien seringnya mengonfirmasi bahwa objek atau jari bertautan
dengan jaringan lunak palpebra pada bagian tengah palpebra, dilanjutkan dengan
traksi horizontal pada palpebra. Oleh karena itu, laserasi daerah canthus medialis
memerlukan evaluasi terhadap drainase apparatus lacrimalis, yang seringnya
menyebabkan avulsi. Keterlibatan canaliculus biasanya dikonfirmasi dengan
inspeksi dan penyelidikan yang hati-hati. Pemeriksa dapat menilai integritas dan
tendon canthus medialis atau lateralis dengan memegang setiap palpebra dengan
toothed forceps dan menjauhkannya dari luka sementara mempalpasi insersio
tendon. Bahkan trauma canthus medialis yang ringan dapat menyebabkan laserasi
canaliculus.10

PENATALAKSANAAN
Pengetahuan yang rinci mengenai anatomi palpebra membantu dokter
dalam memperbaiki trauma penetrasi palpebra dan seringnya mengurangi
perlunya perbaikan sekunder. Secara umum, penanganan laserasi palpebra
tergantung pada kedalaman dan lokasi trauma.10

Laserasi tanpa Keterlibatan Margo Palpebralis (Partial-thickness)


Laserasi palpebra superficialis biasanya hanya memerlukan jahitan kulit,
sama halnya dengan laserasi kulit lainnya. Jaringan parut dapat dihindari dengan
mengikuti prinsip dasar plastic repair, yaitu debridement luka konservatif,
penggunaan needle berkaliber kecil, eversi tepi luka, dan pelepasan jahitan dini.
Irigasi yang banyak akan menyingkirkan bahan-bahan terkontaminasi pada
luka. Adanya prolaps lemak orbita pada palpebra superior merupakan indikasi

17
dilakukannya eksplorasi levator. Laserasi pada muskulus levator palpebra atau
aponeurosis-nya harus diperbaiki untuk mengembalikan fungsi levator senormal
mungkin. Lagophthalmus dan tambatan ke rima orbitalis superior umum terjadi
bila septum orbital tidak digabungkan dengan hati-hati pada perbaikan palpebra.
Laserasi septum orbita tidak boleh dijahit. Penutupan yang cermat pada kulit
palpebra dan muskulus orbicularis dilakukan secara adekuat pada seluruh kasus
untuk menghindari pemendekan vertical septum orbita.2,10

Laserasi dengan Keterlibatan Margo Palpebralis (Full-thickness)


Perbaikan laserasi margo palpebralis memerlukan penempatan jahitan
yang tepat dan tekanan jahitan yang kritis untuk meminimalisasi takik pada margo
palpebralis atau komplikasi lanjutan seperti cicatricial entropin. Edema palpebra
paling baik ditangani dengan wool pads atau kompres dingin. Berbagai teknik
telah digunakan, tetapi prinsip paling penting yaitu perkiraaan tarsus harus
dilakukan secara hati-hati (Gambar 5).6,10

Gambar 5. Perbaikan Margo Palpebralis


(dikutip dari kepustakaan 10)

Penutupan margo palpebralis dapat dilakukan dengan menempatkan 2 atau


3 jahitan untuk menyatukan garis silia, plana glandula Meibom, dan (bisa juga)
gray line. Setiap dokter memiliki perbedaan dalam menentukan apakan tarsus atau
margo palpebralis yang akan dijahit pertama kali. Menempatkan margo
palpebralis dan penutupan tarsus dalam suatu jajaran anatomis yang tepat
merupakan tujuan penanganan, dan berbagai teknik dapat diterima. Untuk
menghindari disrupsi epitel cornea, penjahitan tarsus tidak boleh meluas hingga
permukaan konjunctiva. Penutupan margo palpebralis harus memberikan hasil
eversi sedang pada tepi luka. Salep antibiotik kemudian diberikan pada jaringan
palpebra yang telah diperbaiki.2,10

18
Jika perbaikan primer tidak tercapai dalam 24 jam, edema dapat menunda
penutupan. Luka harus dibersihkan secara mendalam dan diberikan antibiotik.
Setelah edema mereda, perbaikan dapat dilakukan. Debridement harus
diminimalkan, terutama jika kulit tidak lemah.2

Rekonstruksi palpebra dilakukan pada defek yang timbul akibat reseksi


tumor, kelainan kongenital, dan juga defek traumatik. Pilihan prosedur operasi
tergantung pada usia pasien, kondisi palpebra, ukuran dan posisi defek, serta
pengalaman dan preferensi dokter sendiri. Tujuan utama dalam rekonstruksi
palpebra yaitu:10
 Margo palpebralis menjadi stabil
 Tinggi palpebra yang adekuat
 Penutupan palpebra yang adekuat
 Permukaan internal yang halus dan berepitel
 Kepentingan kosmetik maksimal dan simetris

Berikut merupakan panduan prinsip umum pada rekonstruksi palpebra.10


1. Rekonstruksi baik pada lamella anterior maupun lamella posterior palpebra,
tidak keduanya, digunakan graft; salah satu lapisan harus menyediakan suplai
darah (pedicle flap). Graft ditempatkan pada graft yang memiliki angka
kegagalan yang tinggi
2. Maksimalkan tekanan horizontal dan minimalkan tekanan vertical
3. Pasangkan yang sesama jaringan (like tissue to like tissue)
4. Perkecil defek sebanyak mungkin sebelum mengukur graft
5. Gunakan teknik yang paling sederhana
6. Minta bantuan dari ahli subspesialis jika dibutuhkan

Defek Palpebra tanpa Keterlibatan Margo Palpebralis


Defek yang tidak melibatkan margo palpebralis dapat diperbaiki dengan
penutupan langsung jika prosedur ini tidak mengubah margo palpebralis. Jika
defek tidak memungkinkan penutupan langsung, transposisi flap kulit dapat
dilakukan. Tekanan penutupan palpebra harus diarahkan ke arah horizontal
sehingga deformitas sekunder dapat dihindari; tekanan secara vertikal dapat

19
menyebabkan retraksi palpebra atau ectropion. Untuk menghindari tekanan secara
vertikal ini diperlukan penempatan garis insisi berorientasi secara vertial.10
Jika defek terlalu besar untuk ditutup secara primer, beberapa teknik
transposisi flap kulit lokal dapat digunakan. Flap yang sering digunakan yaitu
bentuk rectangular, rotasional, dan transposisi. Flap biasanya memberikan hasil
jaringan terbaik yang cocok dan estetik tetapi memerlukan perencanaan untuk
meminimalkan deformitas sekunder. Meskipun prosedur skin graft secara umum
mudah dilakukan, tetapi tekstur, kontur, dan kosmetik akhir dengan flap
memberikan hasil yang lebih baik. Defek palpebra superior pada lamella anterior
paling baik diperbaiki dengan full-thickness skin graft dari palpebra superior
kontralateral. Skin graft preaurikular atau postaurikular dapat digunakan tapi
dengan ketebalan yang lebih besar dapat membatasi mobilitas palpebra superior.
Defek palpebra inferio paling baik ditangani dengan skin graft preaurikular atau
postaurikular. Jika kulit tidak tersedia dari palpebra superior atau area auricular,
full -thickness graft dapat diperoleh dari fossa supraclavicular atau brachium
superior bagian medial.10

Defek Palpebra dengan Keterlibatan Margo Palpebralis


Defek Palpebra Superior
a. Defek Kecil Palpebra Superior
Defek kecil yang melibatkan margo palpebra superior dapat diperbaiki
dengan penutupan langsung jika teknik ini tidak mengambil tekanan yang terlalu
besar pada luka. Penutupan langsung biasanya dilakukan pada defek yang
berukuran ≤ 33% pada margo palpebralis; jika melibatkan area yang lebih besar,
graft dari jaringan yang lebih jauh mungkin diperlukan. Dokter dapat memotong
bagian superior tendon canthus lateral untuk memungkinkan mobilisasi medial
sekitar 3-5 mm dari margo palpebralis lateral yang tersisa, menghindari ductules
lacrimalis pada sepertiga lateral margo palpebralis. Pengangkatan atau destruksi
ductules ini dapat menyebabkan masalah mata kering. Setelah operasi, palpebra
tampak menjadi tegang dan menonjol karena traksi, tetapi akan relaksasi kembali
setelah beberapa minggu.10

b. Defek Sedang Palpebra Superior

20
Defek sedang pada margo palpebralis (keterlibatan 33%-50%) dapat
diperbaiki dengan memajukan segmen lateral palpebra. Tendon canthus medialis
diinsisi dan semicircular skin flap dibuat di bawah porsio lateral suprasilia dan
canthus untuk memungkinkan mobilisasi palpebra lebih lanjut.10
c. Defek Besar Palpebra Superior
Defek palpebra superior yang melibatkan >50% margo palpebralis
membutuhkan jaringan yang berdekatan untuk memperbaikinya. Dengan insisi di
bawah tarsus inferior, full-thickness flap palpebra inferior dipindahkan ke defek
palpebra superior melalui flap yang dimajukan dari belakang margo palpebralis
inferior yang tersisa (Cutler-Beard procedure). Akan tetapi, prosedur ini
memberikan hasil yang lebih tebal dan immobile pada palpebra superior.
Sebagai pilihan lainnya, free tarsokonjunctival graft yang diambil dari palpebra
superior kontralateral dapat diposisikan dan ditutup dengan skin-muscle flap jika
kulit palpebra superior tersedia berlebih dan adekuat.10

Gambar 6. Langkah Rekonstruksi Defek Palpebra Superior


(dikutip dari kepustakaan 10)
Defek Palpebra Inferior

21
a. Defek Kecil Palpebra Inferior
Defek kecil palpebra inferior (keterlibatan ≤33%) dapat diperbaiki
dengan penutupan primer. Selain itu, crus inferior tendon canthus lateral dapat
dibebaskan sehingga terdapat tambahan mobilisasi medial sekitar dari margo
palpebralis yang tersisa.10

b. Defek Sedang Palpebra Inferior


Semicircular atau rotasional flap, yang telah dideskripsikan pada
perbaikan palpebra superior dapat digunakan untuk rekonstruksi defek sedang
pada palpebra inferior. Flap yang paling sering digunakan pada kasus-kasus
seperti ini yaitu modifikasi Tenzel semicircular rotation flap. Autograft
tarsokonjunctival yang diambil dari dari sisi dalam palpebra superior dapat
ditransplantasikan ke defek palpebra inferior untuk rekonstruksi lamella posterior
palpebra. Ketika graft tarsus diambil, 4-5 mm tinggi tepi tarsus dipreservasi
untuk mencegah distorsi pada donor margo palpebralis. Autograft
tarsokonjunctival dapat ditutup dengan skin flap berbagai tipe. Cheek elevation
mungkin diperlukan sehingga traksi vertikal pada palpebra dan ectropion dapat
dihindari. Tarsokonjunctival flap yang diambil dari palpebra superior dan full-
thickness skin graft juga dapat menjadi pilihan rekonstruksi defek ini.10
c. Defek Besar Palpebra Inferior
Defek yang melibatkan >50% margo palpebra inferior dapat diperbaiki
dengan tarsokonjunctival flap dari palpebra superior ke defek lamella posterior
palpebra inferior. Rekonstruksi lamella anterior kemudian dibuat dengan skin
flap atau, pada kebanyakan kasus, free skin graft diambil dari area preaurikular
atau postaurikular. Modified Hughes procedure menghasilkan adanya jembatan
konjunctiva dari palpebra superior melewati pupil untuk beberapa minggu.
Pedikel konjunctiva yang telah memiliki vaskularisasi kemudian dilepas sesuai
waktu yang telah diperhitungkan. Flap rotasional dari pipi (Mustardé procedure)
dapat bekerja dengan baik pada perbaikan defek lamella anterior yang besar,
tetapi diperlukan beberapa pengganti tarsus seperti free tarsokonjunctival
autograft, mukosa palatum durum, atau Hughes flap untuk penggantian lamella
posterior. Mustardé flap dan Tenzel semicircular rotation flap seringkali
menimbulkan canthus lateralis berbentuk bulat. Dokter dapat mengurangi

22
masalah ini dengan membuat insisi yang sangat tinggi ke arah ujung lateral
suprasilia di mana insisi keluar dari commisura lateralis. Free tarsokonjunctival
autograft dari palpebra superior ditutup dengan skin flap yang memiliki
vaskularisasi juga telah digunakan untuk memperbaikin defek yang besar.
Prosedur tipe ini memiliki kelebihan yaitu hanya memerlukan satu tahap operasi
dan bahkan terhindar dari oklusi temporer aksis visual.10

Gambar 7. Langkah Rekonstruksi Palpebra Inferior


(dikutip dari kepustakaan 10)

Laserasi Apparatus Lacrimalis


Laserasi di dekat canthus medialis sering melibatkan canaliculus.
Perbaikan dini lebih diperlukan karena jaringan menjadi lebih sulit untuk
diidentifikasi dan diperbaiki jika telah edema. Trauma apparatus lacrimalis
diperbaiki dengan menggunakan mikroskop. Stent dari bahan silicon yang
berbentuk cincin dimasukkan ke dalam canaliculus menggunakan alat khusus
(Gambar 8). Stent ini kemudian dibiarkan in situ selama 3-4 bulan dan kemudian

23
dibuka. Perbaikan bedah pada palpebra dan apparatus lacrimalis harus dilakukan
oleh ahli mata.2,6

Gambar 8. Penanganan Bedah pada Avulsi Palpebra dan Avulsi Apparatus Lacrimalis
(dikutip dari kepustakaan 6)

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi pada laserasi palpebra disebabkan
karena prosedur penutupan luka yang tidak sesuai. Terlalu tegangnya ikatan yang
menghubungkan kedua tepi palpebra yang mengalami laserasi dapat
menyebabkan takik pada palpebra yang kemudian, meskipun jarang, dapat
menjadi jalan keluar dan drainase infeksi pada luka. Setelah proses penyembuhan
luka berakhir dengan terbentuknya sikatriks, jika penutupan luka tidak tepat, maka
dapat menyebabkan cicatricial ectropion. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi
yaitu epiphora di mana terjadi gangguan pada sistem apparatus lacrimalis.3,6,11
Hilangnya stent dapat terjadi pada perbaikan bicanalicular di mana stent
masuk ke ductus nasolacrimalis. Stent juga dapat mengalami prolaps melalui
punctum lacrimalis, yang mengundang perhatian pasien dan anggota keluarga
lainnya. Ketika metode eyed pigtail probe digunakan, jahitan dapat berputa dan
menyebabkan iritasi konjunctiva. Punctum lacrimalis dapat terkikis akibat bahan
stent yang digunakan untuk memperbaiki laserasi. Granuloma pyogenik dapat

24
terbentuk berdekatan dengan stent. Iritasi hidung dan epistaxis dapat terjadi saat
stent melewati hidung. Meskipun perbaikan dilakukan dengan segera, epiphora
chronic tetap dapat timbul. Palpebra medialis dapat menjadi berselaput
disebabkan karena laserasi yang berhadapan.9

PROGNOSIS
Dengan pemahaman anatomi palpebra yang baik, manajemen luka yang
tepat, dan perbaikan primer yang teliti, prognosis laserasi palpebra ini baik sekali
dalam hal fungsi dan penampakan. Angka keberhasilan perbaikan canalicular
berkisar antara 20-100%. Angka keberhasilan meningkat hingga 86-95% dengan
reanastomosis mikroskopis pada laserasi canaliculus yang berat dengan intubasi
silicon pada apparatus lacrimalis.9,12

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology, 4th edition. New Delhi: New


Age International (P) Ltd., Publishers; 2007. Chapter 17. Ocular Injuries.
p401-2,407.
2. Riordan-Eva, P., Whitcher, JP. editors. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology, 17th edition. USA: The McGraw Hill Companies; 2007.
Chapter 19. Ocular and Orbital Trauma
3. Ing, E. 2012. Eyelid Laceration, [online], Medscape. Dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview [25 Juni 2013].
4. Naik, MN., Kelapure, A., Rath, S., Honavar, SG. Management of Canalicular
Lacerations: Epidemiological Aspects and Experience with Mini-Monoka
Monocanalicular Stent. Am J Ophthalmol 2008;Feb;145:375–380.
5. Graaf, Vd. Human Anatomy, 6th edition. USA: The McGraw Hill Companies;
2001. Chapter 15. Sensory Organs. p499-502.
6. Lang, GK. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas, 2nd edition. New York:
Thieme; 2006. p17-9, 507-9.
7. Sundaram, V., Barsam, A., Alwitry, A., Khaw, PT. Oxford Specialty
Training: Training in Ophthalmology: The Essential Clinical Curriculum.
New York: Oxford University Press Inc.; 2009. Chapter 2. Oculoplastic. p71-
3.
8. Tabatabaei, A., Kasaei, A., Nikdel, M., Shoar, S., Esmaeili, S., Mafi, M., et
al. Clinical Characteristics and Causality of Eye Lid Laceration in Iran.
Oman Medical Journal 2013;28(2):97-101.
9. Mawn, LA. 2012. Canalicular Lacrimation, [online], Medscape. Dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210031-overview [25 Juni 2013].
10. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course,
Section 7: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. San Fransisco: AAO; 2011.
Chapter 10. Classification and Management of Eyelid Disorders. p1
77-87.
11. Burroughs, JR., Soparkar, CNS., Patrinely, JR. 7 Tips for Traumatic Eyelid
Lacerations, [online], Review of Ophthalmology. Dari:
http://www.revophth.com/content/d/plastic_pointers/i/1341/c/25686/ [25 Juni
2013].
12. Probst, LE., Tsai, JH., Goodman, G., editor. Ophthalmology Cinical and
Surgical Principles. USA: SLACK Incorporated; 2011. Chapter 5. p162-3.

26

Anda mungkin juga menyukai