Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

MATA KULIAH DASAR PROMOSI KESEHATAN

“ Resume Mengenai Desa Bone-Bone”

Nama : Audry Qirana Musa A.K


Kelas : C
Nim : P10120255

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2021
DESA BONE-BONE

Bone-Bone adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi


Selatan, Indonesia. Kecamatan ini membawahi 12 desa di mana 11 desa sudah
berstatus definitif dan 1 desa merupakan UPT.

Sebuah papan bertuliskan ”Anda Memasuki Desa Sehat” menyambut


kedatangan siapa saja yang berkunjung ke Desa Bone-Bone, di Kecamatan Baraka,
Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Panorama alam pegunungan yang indah
dan udara yang segar di desa yang terletak di lereng Gunung Latimojong ini
seolah membenarkan tulisan tersebut.

Awal tahun 2001, Muhammad Idris, Kepala Desa Bone Bone, merasa sangat
prihatin melihat banyak hal negatif yang dialami warganya karena kebiasaan
merokok. Banyak uang yang terbuang hanya untuk membeli rokok. Apalagi
semakin lama, semakin banyak anak yang mengikuti kebiasaan orang tua mereka
merokok saat ada acara atau pertemuan desa.

”Saat itu kami mulai mengeluarkan aturan untuk tidak merokok di kantor desa
dan sarana publik lainnya. Kami juga mengumpulkan semua tokoh dan warga yang
mendukung aturan ini untuk membicarakan bagaimana menjadikan desa ini benar-
benar bebas rokok,” ujarnya. ”Selanjutnya kami menganjurkan para pemilik
warung di desa untuk tidak menjual rokok,” jelas ayah dari delapan orang anak ini.

Tentu saja aturan itu segera ditentang. Idris mendatangi penduduk yang
ngedumel. Ia ajak mereka debat. Umumnya, penduduk beralasan tak bisa bekerja
jika tak sambil merokok. Apalagi udara Bone-Bone dingin. Idris mematahkan
alasan itu bahwa ia pun bisa bekerja tanpa merokok. Berikutnya ia mendatangi
penjual rokok yang protes karena penghasilannya berkurang.

Di sana Idris mengajak berhitung. Untung satu bungkus rokok adalah Rp


1.000-2.000. Untung ini hangus karena para pedagang menghabiskan dua bungkus
rokok sehari. Jadi, sebetulnya mereka rugi menjual rokok. Kerugian itu bahkan tak
sepadan dengan perjuangan mendatangkan rokok yang dibeli dari pasar. Jarak
pasar ke Bone-Bone 20 kilometer, melewati jalan tanah yang berkubang jika hujan.
Fakta itu telah membuka pikiran para pedagang bahwa mereka justru
menggerogoti modal warung dengan menjual rokok. Walhasil mereka setuju tak
lagi menjual rokok sejak debat dengan Idris itu. Sejak pasokan rokok dihentikan,
Bone-Bone pun bebas dari rokok.

Sejak aturan itu dibuat hanya sekali penduduk yang melanggar. Itu pun ia
merokok di rumahnya ketika ada tamu. Tetangganya melapor kepada Idris dan ia
mendapat sanksi sosial: meminta maaf lewat speaker masjid lalu membersihkan
selokan. Sejak itu penduduk ini kapok dan tak merokok lagi.

Anjuran untuk berhenti merokok tidak hanya dilakukan melalui pendekatan


personal Kepala Desa kepada warganya, namun juga diteruskan dalam pertemuan
desa, dan dalam ibadah sembahyang Jumat dan acara pengajian desa. Selain cara
persuasif, aturan untuk tidak merokok juga diikuti dengan sanksi. Jika ada warga
desa yang kedapatan merokok di jalan, maka warga tersebut harus membersihkan
masjid dan jalan-jalan desa. Sanksi ini terbukti efektif membantu warga desa
dalam mengurangi kebiasaan merokok.

Jerih payah Idris tidak sia-sia, semakin banyak warga desa menyadari dampak
buruk merokok bagi kesehatan. Mereka yang telah berhenti merokok juga mulai
merasakan manfaatnya terhadap perekonomian keluarga. ”Uang yang tadinya kami
pakai membeli rokok, sekarang sudah bisa digunakan untuk membeli kebutuhan
sekolah anak-anak, membeli bibit, dan pupuk”, tutur seorang ibu.

Perubahan yang paling menggembirakan adalah menurunnya jumlah penderita


penyakit ISPA dan paru-paru berkurang di daerahnya. ”Sekarang ini semakin
sedikit warga yang memiliki penyakit ISPA,” kata perawat yang bertugas di Pusat
Kesehatan Masyarakat Desa Bone-Bone. Memang sejak tahun 2007 sudah tidak
ada lagi warga Desa Bone Bone yang merokok. Kini kebiasaan yang
membahayakan kesehatan itu sudah tidak lagi dijumpai di sana.

Bupati Enrekang, Haji La Tinro La Tunrung, sangat mengapresiasi upaya Pak


Idris dan warga Desa Bone-Bone. Selain memberi penghargaan kepada Pak Idris,
Bupati juga mereplikasi program Kawasan Tanpa Rokok di Desa Bone Bone ke
dua desa tetangga yaitu Desa Kadinge dan Desa Kendena. Pada dua desa tersebut
Bupati mengajak Kepala Desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk membuat
Memorandum of Understanding (MoU) sebagai payung hukum penerapan
Kawasan Tanpa Rokok disana.

Jika di Desa Bone Bone seluruh aktivitas yang berhubungan dengan rokok
dilarang, maka di dua desa yang baru mereplikasi inisiati ini baru diterapkan
pembatasan daerah merokok pada sarana publik serta gedung pemerintahan dan
disediakan daerah khusus untuk merokok.

Dari ringkasan cerita diatas ada 2 cara yang dilakukan bapak idrus dalam
merubah perilaku masyarakatnya

1. Paksaan ( Coertion )

Paksaan terbagi atas 2 cara yaitu secara lansung : Undang-undang/peraturan dan


secara tidak lansung: tekanan fisik/nonfisik, sanksi-sanksi

Upaya pertama yang dilakukan oleh pak idris adalah mengeluarkan aturan untuk
melarang merokok kemudian ketika ada yang melanggar aturan tersebut maka
yang melanggar terkena sanksi social meminta maaf lewat speaker masjid lalu
membersihkan selokan. Jika ada warga desa yang kedapatan merokok di jalan,
maka warga tersebut harus membersihkan masjid dan jalan-jalan desa. Sanksi ini
terbukti efektif membantu warga desa dalam mengurangi kebiasaan merokok.
Sejak itu penduduk ini kapok dan tak merokok lagi.

2. Pendidikan (Education)

Pendidikan ( Education) berupa bujukan, imbauan, Ajakan, dan memberikn


informasi kesehatan

Anjuran untuk berhenti merokok tidak hanya dilakukan melalui pendekatan


personal Kepala Desa kepada warganya, namun juga diteruskan dalam pertemuan
desa, dan dalam ibadah sembahyang Jumat dan acara pengajian desa.

Anda mungkin juga menyukai