Anda di halaman 1dari 12

BAB V

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI


5.1 Latar Belakang
PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong S & D MOR V merupakan suatu anak
perusahaan dari PT Pertamnia (Persero). Pada sistem operasinya yaitu Penerimaan, Penimbunan
dan Penyanluran (P3). Dimana pada proses awal PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong S &
D MOR V menerima BBM dari kapal tanker yangditerima di Jeti yang kemudian disalurkan ke
dalam tangki timbun, 7 tangki timbun yang ada di PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong S &
D MOR V masing-masing berisi premium pada tangki 1 dan 2 yang semua berkapasitas 5800 KL
(kilo liter), solar pada tangki 4 dan 6 yang masing-masing berkapasitas 5800 KL (kilo liter) dan
8400 KL (kilo liter), dan pertamax pada tangki 3 dan 5 yang masing-masing berkapasitas 5800
KL (kilo liter) dan 8400 KL (kilo liter), serta fame pada tangki 7 yang berkapasitas 8400 KL (kilo
liter). Selanjutnya BBM di pompa ke area filling shed kemudian di salurkan untuk mengisi tangki
truk BBM sesuai kapasitas tangki dan jenis BBM. Kemudian dilakukan penyegelan pada truk
tangki BBM yang sudah terisi di are gate keeper. Truk tangki sudah yang sudah di segel langsung
melakukan perjalanan untuk menyalurkan BBM.
Departemen Health Safety and Environmen (HSE) di PT Pertamina (Persero) TBBM
Camplong S & D MOR V secara garis besar bertugas dibidang kesehatan dan keselamatan kerja
yang meliputi pengecekan APAR dan APAB sehingga siap digunakan pada saat dibutuhkan.
Pengecekan alat keamanan yang digunakan human. Pada dasarnya adanya Departemen Health
Safety and Environmen (HSE) bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada mesin
dan pada human sendiri. Sehingga departemen ini paling bertanggung jawab apabila terjadi
kecelakaan kerja.
Dalam pelaksanaanya pada area filling shed tempat melakukan proses pengisian BBM ke
dalam truk tangki memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. PT Jamsostek (Persero)
menunjukkan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya.
Pada tahun 2007 terdapat 83.714 kasus kecelakaan kerja. Kemudian pada tahun 2008 terdapat
94.736 kasus kecelakaan kerja. Pada tahun 2009 jumlah kasus kecelakaan yang terjadi juga masih
tinggi sebanyak 96.314 kasus. Kemudian pada tahun 2010 kasus kecelakaan kerja yang terjadi
sebanyak 98.711 kasus dan pada tahun 2011 terdapat kasus kecelakaan sebanyak 99.491 kasus.
Sementara pada tahun 2012 menurut Supriyadi (2014), berdasarkan data Jamsostek terdapat
103.000 kejadian kecelakaan. Hingga data terakhir pada tahun 2013 terjadi kasus kecelakaan
sebanyak 129.911 kasus. Menurut data kecelakaan tahun 2013 tersebut diketahui 75,8 persen
korbannya berjenis kelamin laki-laki dengan rincian sebanyak 3.093 pekerja meninggal dunia,
15.106 pekerja mengalami sakit, 174.266 lukaluka dan sebanyak 446 orang meninggal mendadak
(Baihaqi, 2014).
Sebenarnya kecelakaan kerja tersebut dapat dicegah dengan melakukan identifi kasi dan
penilaian terhadap risiko bahaya pada pekerjaan. Melaluiidentifikasi dan penilaian risiko tersebut
dapat diketahui berbagai macam risiko suatu pekerjaan yang kemudian dapat dilakukan berbagai
upaya pengendalian untuk mengurangi risiko tersebut agar tidak sampai terjadi kecelakaan.
Dengan kata lain Identifikasi bahaya dan penilaian risiko (HIRA) ini dapat dijadikan sebagai
dasar tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangan potensi bahaya yang mengancam
keselamatan dan mengganggu kesehatan para pekerja proses pengisian bahan BBM kedalam truk
tangki BBM. Oleh karena itu, berdasarkan kebutuhan perusahaan dan potensi bahaya yang dapat
terjadi pada proses fabrikasi plate penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hazard
Identification and Risk Assessment (HIRA) pada proses proses pengisian bahan BBM kedalam
truk tangki BBM di area filling shed PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong S & D MOR V.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi bahaya dan penilaian
risiko pada proses pengisian BBM di area filling shed PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong
S & D MOR V. Sedangkan tujuan khusus pada penelitian ini adalah mengidentifi kasi bahaya,
melakukan penilaian risiko dan menentukan tingkat risiko yang dapat terjadi di area filling shed

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 21


PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong S & D MOR V.Mungkin metode ini -kiranya dapat
dijadikan rekomendasi dalam bidang K3 untuk departetemen HSE.
5.2 Study kasus
Analisa pengendalian risiko pekerjaan pada area filling shed menggunakan metode HIRA (Hazard
Identificatiion And Risk Assessment).

5.3 Perumusan Masalah


Penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur pengisian BBM ke truk tangki BBM pada area filling shed ?
2. Apa saja bahaya yang dapat terjadi saat pengisian BBM ke truk tangki BBM pada area filling
shed ?
3. Bagaimana pengendalian bahaya jika terjadi kecelakaan kerja saat pengisian BBM ke truk
tangki BBM di area filling shed ?

5.4 Batasan Masalah


1. Pembahasan hanya berkisar pada area filling shed PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong S
& D MOR V
2. Analisa dilakukan dengan metode HIRA (Hazard Identification and Risk Assessment).

5.5 Landasan Teori


5.5.1 Bahaya
5.5.1.1 Definisi Bahaya
Istilah hazard (bahaya) sering digunakan untuk menunjukan sumber yangmungkin
menyebabkan kecelakaan. Definisi hazard menurut International Electrotechnical Commission
(IEC) adalah “Sumber yang berpotensi menimbulkan kerugian atau situasi yang berpotensi untuk
menimbulkan kerugian” (IEC,1995).
Berdasarkan ANSI B11.TR3-2000 dan ISO/IEC Guide 51, hazard didefinisikan sebagai
suatu sumber yang dapat berpotensi menimbulkan kerusakan (IEC,1999). Selain itu, hazard juga
diartikan sebagai suatu sumber yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan atau kerugian bagi
manusia, properti,ataupun bagi lingkungan. hazard termasuk karakteristik suatu benda atau suatu
kegiatan (Manuele, 2003).

5.5.1.2 Jenis-jenis Bahaya


Menurut Brunett dalam Levy (2006), bahaya dapat dikelompokkan menjadi bahaya
keselamatan dan bahayakesehatan.
1. Bahaya Keselamatan
Bahaya keselamatan adalah bahaya yang terdapat di lingkungan kerja yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan terjadinya insiden atau kecelakaan baik pada manusia, proses
kerja, maupun lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan cedera, cacat, kerusakan properti,
gangguan pada proses kerja, maupun korban jiwa. Bahaya keselamatan ini memiliki ciri-ciri yaitu
memajan pekerja hanya pada saat terjadinya kontak, tidak mempertimbangkan aspek besaran
konsentrasi dan dosis, menimbulkan dampak atau kerugian yang bersifat akut atau segera terlihat.
Bahaya keselamatan terdiri dari:
a.Bahayamekanik
Bahaya yang terdapat pada benda-benda atau proses yang bergerak yang menimbulkan
dampak seperti terpotong, tertusuk, tersayat, tergores, dll.
b. Bahaya Listrik
Bahaya yang berasal dari arus listrik, loncatan listrik atau listrik statik (bahaya yang
diakibatkan adanya gesekan pada benda yang mempunyai beda muatan). Menurut Thomson
(2002).

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 22


5.5.2 HIRA
Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) merupakan salah satu metode
identifikasi kecelakaan kerja dengan penilaian risiko sebagai salah satu poin penting untuk
mengimplementasikan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Dilakukannya HIRA bertujuan untuk mengidentifikasi potensi-potensi bahaya yang
terdapat di suatu perusahaan untuk dinilai besarnya peluang terjadinya suatu kecelakaan atau
kerugian. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko serta pengontrolannya harus dilakukan
diseluruh aktifitas perusahaan, termasuk aktifitas rutin dan non rutin, baik pekerjaan tersebut
dilakukan oleh karyawan langsung maupun karyawan kontrak, supplier dan kontraktor, serta
aktifitas fasilitas atau personal yang masuk ke dalam tempat kerja. Cara melakukan identifikasi
bahaya dengan mengidentifikasi seluruh proses/area yang ada dalam segala kegiatan,
mengidentifikasi sebanyak mungkin aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap
proses/area yang telah diidentifikasi sebelumnya dan identifikasi K3 dilakukan pada suatu proses
kerja baik pada kondisi normal, abnormal, emergency, dan maintenance.
5.5.3. ERGONOMI
Pengertian ergonomi berasal dari ergo yang berarti kerja sedangkan nomos yang
berarti aturan, Prinsip atau kaidah. Sehingga kata ergonomi berarti suatu studi mengenai
hubungan antara manusia dan pekerjaannya, (Wignjosoebroto, 1995). Dalam perkembangannya,
pengertian ergonomi suatu istilah yang digunakan secara luas dengan istilah human interface
engenering atau human factor yaitu suatu ilmu yang mempelajari perangkat interface maupun
bentuk interaksi antara manusia dengan objek yang digunakan dengan lingkungan tempat
bekerja.
Mc Cormick dan Sanders (1992) mendefinisikan ergonomi dengan menggunakan
pendekatan yang lebih komprehensif. Pendekatan ini dilakukan melalui tiga hal pokok yaitu ;
fokus dari ergonomi adalah manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas,
prosedur dan lingkungan pekerjaan serta kehidupan sehari-hari. Tujuan ergonomi adalah
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, memperbaiki keamanan, mengurangi kelelahan
dan stress, meningkatkan kenyamanan, penerimaan pengguna yang lebih besar, meningkatkan
kepuasan kerja dan memperbaiki kualitas hidup dan pendekatan dilakukan dalam ergonomi
adalah aplikasi yang sistematis dari informasi yang relevan tentang kemampuan, keterbatasan,
karakteristik, prilaku dan motivasi manusia dan rancangan produk dan prosedur yang digunakan
untuk lingkungan tempat menggunakannya.
Menurut Manuaba (1992b) ergonomi adalah ilmu tentang manusia dalam usaha untuk
meningkatkan kenyamanan di lingkungan kerja. Pulat (1992) menyatakan bahwa ergonomi
mempunyai tiga tujuan yaitu memberikan kenyamanan, kesehatan dan keselamatan kerja yang
optimal dan efisiensi dan efektivitas kerja. Untuk mencapai tujuan ergonomi, maka perlu
keserasian antara pekerja dan pekerjaannya, sehingga manusia sebagai pekerja dapat bekerja
sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasannya. Secara umum kemampuan,
kebolehan dan keterbatasan manusia ditentukan oleh berbagai faktor yaitu umur, jenis kelamin,
ras, anthropometri, status kesehatan, gizi, kesegaran jasmani, pendidikan, ketrampilan, budaya,
tingkah laku, kebiasaan dan kemampuan beradaptasi (Tarwaka,dkk., 2004).
Santoso (2004) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan produksi yang diinginkan,
yaitu berupa optimasi, efisiensi (produktivitas), efektivitas kerja serta keselamatan dan kesehatan
dalam bekerja harus ada keserasian antara manusia (pekerja) dengan lingkungan kerjanya.
Lingkungan yang sesuai dengan anatomi fisiologi pekerja akan memberikan kenyamanan bagi
pekerja selama bekerja. Begitu pula dengan perancangan/desain tempat kerja harus disesuaikan
dengan pekerja, sehingga penyakit yang dapat timbul akibat kerja bisa dihindari. Dengan adanya
keserasian antara manusia dengan lingkungan kerjanya, manusia dapat melaksanakan aktivitasnya
dengan optimal, sehat, nyaman dan aman sehingga produktivitas meningkat. Sebaliknya,
ketidakserasian antara manusia dengan lingkungan kerjanya akan menyebabkan kelelahan,
kecelakaan, dan penyakit pada pekerja, sehingga akan menurunkan produktivitas kerja (Purnomo,
2012a).

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 23


5.5.4. Keselamatan dan Kesehatan dan Kerja (K3)
Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan dilengkapi alat-alat
pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan
memelihara fasilitas air yang baik (Tulus Agus, 1989). Menurut Malthis dan Jackson (2002),
keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan
mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan. Pendapat lain
menyebutkan bahwa keselamatan kerja berarti proses merencanakan dan mengendalikan situasi
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang
menjadi acuan dalam bekerja (Rika Ampuh Hadiguna, 2009).
Menurut Suma’mur (1981), tujuan keselamatan kerja adalah:
1. Para pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sebaikbaiknya.
3. Agar semua hasil produksi terpelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai.
5. Agar dapat meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
7. Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Lalu Husni (2005) menyatakan bahwa keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan
kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan
industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu
aktivitas. Menurut Rika Ampuh Hadiguna (2009), kecelakaan kerja merupakan kecelakaan
seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang
terjadi secara tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian
ringan sampai yang paling berat, dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total. Penyebab
kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua:
1. Kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak melakukan tindakan
penyelamatan. Contohnya, pakaian kerja, penggunaan peralatan pelindung diri, falsafah
perusahaan, dan lain-lain.
2. Kecelakaan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan kerja yang tidak aman. Contohnya,
penerangan, sirkulasi udara, temperatur, kebisingan, getaran, penggunaan indikator warna, tanda
peringatan, sistem upah, jadwal kerja, dan lain-lain (Rika Ampuh Hadiguna, 2009).
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja
memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial (Lalu Husni,
2005). Selain itu, kesehatan kerja menunjuk pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara
umum dengan tujuan memelihara kesejahteraan individu secara menyeluruh (Malthis dan
Jackson, 2002). Sedangkan menurut Prabu Mangkunegara (2001) pengertian kesehatan kerja
adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebakan
lingkungan kerja. Kesehatan dalam ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya
diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit.
Menurut Undang-undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I Pasal 2, keadaan
sehat diartikan sebagai kesempurnaan yang meliputi keadaan jasmani, rohani dan
kemasyarakatan,dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan
kelemahankelemahan lainnya. Menurut Veithzal Rivai (2003) pemantauan kesehatan kerja dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengurangi timbulnya penyakit.
Pada umumnya perusahaan sulit mengembangkan strategi untuk mengurangi timbulnya
penyakit-penyakit, karena hubungan sebab-akibat antara lingkungan fisik dengan penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan sering kabur. Padahal, penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih merugikan, baik bagi perusahaan maupun pekerja.
2. Penyimpanan catatan tentang lingkungan kerja.
Mewajibkan perusahaan untuk setidak-tidaknya melakukan pemeriksaan terhadap
kadar bahan kimia yang terdapat dalam lingkungan pekerjaan dan menyimpan catatan
mengenai informasi yang terinci tersebut. Catatan ini juga harus mencantumkan

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 24


informasi tentang penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan dan jarak yang aman dan
pengaruh berbahaya bahan-bahan tersebut.
3. Memantau kontak langsung.
Pendekatan yang pertama dalam mengendalikan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan adalah dengan membebaskan tempat kerja dari bahan-bahan kimia atau racun. Satu
pendekatan alternatifnya adalah dengan memantau dan membatasi kontak langsung terhadap zat-
zat berbahaya.
4. Penyaringan genetik.
Penyaringan genetik adalah pendekatan untuk mengendalikan penyakit yang paling ekstrem,
sehingga sangat kontroversial. Dengan menggunakan uji genetik untuk menyaring individu-
individu yang rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu, perusahaan dapat mengurangi
kemungkinan untuk menghadapi klaim kompensasi dan masalah-masalah yang terkait dengan
hal itu.
Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang disebabkan oleh kerentanan
terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini meliputi penyakit akut dan
kronis yang disebakan oleh pernafasan, penyerapan, pencernaan, atau kontak langsung dengan
bahan kimia beracun atau pengantar yang berbahaya (Dessler, 2007). Masalah kesehatan
karyawan sangat beragam dan kadang tidak tampak. Penyakit ini dapat berkisar mulai dari
penyakit ringan seperti flu, hingga penyakit yang serius yang berkaitan dengan pekerjaannya
(Malthis dan Jackson, 2002). Schuler dan Jackson (1999) menjelaskan bahwa dalam jangka
panjang, bahaya-bahaya di lingkungan tempat kerja dikaitkan dengan kanker kelenjar tiroid, hati,
paru-paru, otak dan ginjal; penyakit paru-paru putih, cokelat, dan hitam; leukemia, bronchitis,
emphysema dan lymphoma; anemia plastik dan kerusakan sistem saraf pusat; dan kelainan-
kelainan reproduksi (misal kemandulan, kerusakan genetik, keguguran dan cacat pada waktu
lahir).
Menurut Bennet Silalahi (1995) perusahaan mengenal dua kategori penyakit yang diderita
tenaga kerja, yaitu:
1. Penyakit umum
Merupakan penyakit yang mungkin dapat diderita oleh semua orang, dan hal ini adalah
tanggung jawab semua anggota masyarakat, karena itu harus melakukan pemeriksaan sebelum
masuk kerja.
2. Penyakit akibat kerja
Dapat timbul setelah karyawan yang tadinya terbukti sehat memulai pekerjaannya. Faktor
penyebab bisa terjadi dari golongan fisik, golongan kimia, golongan biologis, golongan fisiologis
dan golongan psikologis.
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang
untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar tidak
menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/ taat pada
hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap
menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna Dewi, 2006). Menurut Rizky Argama (2006),
program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi
pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan
penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Dessler (1992) mengatakan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja
diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu:
1. Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja
pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk
memperingan penderitaan karyawan dan keluarganya yang mengalami kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
2. Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur ikhwal
keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan
cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan dapat dikenakan denda,

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 25


dan para supervisor dapat ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan
penyakit fatal.
3. Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat jadi cukup
tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan
ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapat melaksanakan
program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh
manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang
hilang.
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah
karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
partisipasi dan ras kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra
perusahaan.
7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.

5.6 Metode Penelitian


Jenis dan rancang bangun penelitian ini apabila dilihat berdasarkan waktu penelitian
bersifat cross sectional karena proses pengumpulan data dan pengamatan terhadap variabel
dilakukan sekaligus atau pada satu waktu tertentu. Sementara apabila dilihat berdasarkan segi
tempat, penelitian ini termasuk penelitian lapangan, sebab penelitian yang dilakukan dan cara
peneliti dalam mendapatkan data adalah langsung terjun ke lapangan dengan melakukan
wawancara dan observasi baik dengan pekerja maupun pihak K3 perusahaan. Apabila dilihat dari
cara pengumpulan datanya, penelitian ini bersifat observasional sebab peneliti memperoleh data
melalui pengamatan dan wawancara kepada pekerja dan pihak terkait di perusahaan. Selain itu,
objek dalam penelitian ini tidak diberi perlakuan selama penelitian berlangsung hanya
diamati/observasional. Berdasarkan sifat masalah dan analisa datanya, penelitian ini termasuk
dalam penelitian deskriptif sebab penelitian ini tidak membuat perbandingan atau penghubungan
antar variabel. Penelitian ini menggambarkan tentang suatu keadaan secaraobjektif.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja dan safety inspector/petugas K3
pada proses pengisian bahan BBM kedalam truk tangki BBM di area filling shed PT Pertamina
(Persero) TBBM Camplong S & D MOR V. Penelitian ini menggunakan total populasi sebagai
bagian dari penelitian. Penelitian ini dilakukan di PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong S &
D MOR V Kabupaten Sampang Jawa Timur khususnya pada bagian filling shed. Waktu penelitian
ini dimulai pada 1 Agustus 2018 sampai dengan 31 Agustus 2018.
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah identifikasi bahaya, penilaian
risiko, dan penentuan tingkat risiko pada proses pengisian bahan BBM kedalam truk tangki BBM
di area filling shed PT Pertamina (Persero) TBBM Camplong S & D MOR V.Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini terdapat dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data
Primer diperoleh melalui observasi dan wawancara. Observasi dan wawancaraini digunakan
untuk mengetahui proses di area filling shed, potensi bahaya yang ada, besarnya risiko
pekerjaan dan kondisi lingkungan kerjanya. Sementara data sekunder yang dikumpulkan adalah
gambaran umum perusahaan, jumlah pekerja, alat dan upaya pengendalian kecelakaan yang telah
dilakukan.
Teknik pengolahan dan analisis data yang dilakukan berpedoman pada data hasil
observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui potensi bahaya
beserta nilai.

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 26


Table 5.1. Risk Assessment Matrix

5 5 10 15 20 25

Likelihood
4 4 8 12 16 20
3 3 6 9 12 15
2 2 4 6 8 10
1 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Severity

Sumber: TKO Penyusunan HIRADC PERTAMINA SAFETY – HSE RU VI Tahun 2016


Kategori Risiko:
Tabel 5.2. Risk Assessment Matrix
Extreme : 15–25
High Risk : 8– 14
Medium Risk : 4–6
Low Risk : 1–3

Proses risk assessment/ penilaian risiko dilakukan dengan cara mencari nilai dari risk
relative. Risk relative merupakan hasil perkalian antara nilai tingkat keseringan (likelihood)
dengan nilai tingkat keparahan (severity) dari masing- masing bahaya. Penentuan besar nilai
likelihood dan severity dari masing-masing risiko bahaya dilakukan dengan cara wawancara
kepada pekerja. Selama proses wawancara, pekerja diberikan tabel berisi skala/ kategori
dari likelihood dan severity, sehingga pekerjadapat mengetahuidan menentukan sendiri tingkat
kategori dari likelihood dan severity. Skala nilai untuk likelihood adalah 1–5 mulai dari
tingkat kemungkinan unlikely hingga almost certain. Sedangkan skala nilai untuk severity
adalah 1–5 mulai dari tingkat keparahan insignificant hingga catastrophic. Setelah nilai risk
relative didapat kemudian dianalisis menggunakan table Risk Assessment Matrix
untukmengetahui tingkat bahaya yang akan terjadi.
Tabel 5.3. Penentuan Peluang (Likelihood)

Level Deskripsi
1 Tidak mungkin terjadi
2 Kemungkinan kecil terjadi
3 Mungkin terjadi
4 Kemungkinan besar terjadi

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 27


5 Hampir pasti terjadi
Sumber: TKO Penyusunan HIRADC PERTAMINA SAFETY – HSE RU VI Tahun 2016
Tabel 5.4. Penentuan Keparahan (Severity)

Level Deskripsi
1 Cidera ringan – Meliputi kasus P3K atau diperlukan pengobatan medis
namuntidak menyebabkan pembatasan kerja atau kehilangan jam kerja
2 Cidera sedang – Memerlukan pengobatan medis yang menyebabkan
pembatasan kerjaatau kehilangan jam kerja ≤ 24jam
3 Cidera berat – 1 kasus cidera yang memerlukan pengobatan medis yang
menyebabkan kehilangan jam kerja ≥ 24 jam atau ketidakmampuan bekerja
sementara
4 Kejadian fatal – terjadi kasus luka berat atau menyebabkan 1 kasus cacat
permanen atau kematian
5 Bencana – Menyebabkan lebih dari 1 kasus cacat permanen atau
kematian
Sumber: TKO Penyusunan HIRADC PERTAMINA SAFETY – HSE RU VI Tahun 2016

5.7 Pengumpulan Data


Pengisian BBM ke mobil tangki dimulai dengan gate in activity, awak mobil tangki
menempelkan e-button di gate in untuk mendapatkan struck yang akan menunjukkan line dan bay
berapa tempat melakukan pengisian, lalu dilanjutkan pada tahapan pengisian di filling shed. Awak
mobil tangki akan memasangkan loading arm, grounding, overfill prevention lalu menempelkan
e- button dan mulai melakukan pengisian BBM ke mobil tangki. Pengendalian yang perusahaan
lakukan antara lain :
1. Engineering controls :
a. Adanya vapour release untuk mengurangi akumulasi BBM saat pengisianberlangsung
b. Adanya grounding yang dipasangkan ke mobil tangki untuk menghindari
c. Filling shed telah dilengkapi dengan tombol emergency shutdown manual apabila terjadi
keadaan darurat dan interlock system sebagai proteksi terhadapkebakaran.
d. Kontruksi lantai filling shed yang berupa beton berlapis, meminimalisasi penyerapan BBM
apabila terjadi tumpahan.
e. Adanya parit disekitar area filling shed yang berhubungan dengan oil catcher sebagai
penampung sementara apabila terjadi tumpahan BBM.
f. Sistem overfill prevention untuk mencegah luber saat melakukan pengisian
2. Administrative controls :
a. Adanya SOP (Standar Operating Procedure) yang ditempelkan di dekat area fillingshed
b. PenyediaanAPAR
3. Personal protective equipment (PPE):
a. Penggunaan safety shoes dan safety helmet

5.8 Pengolahan Data


5.8.1 Identifikasi bahaya dan risiko pada kegiatan pengisian BBM ke mobil tangki di
fillingshed
Mengidentifikasi bahaya dan risiko bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya yang akan
terjadi pada setiap pekerjaan yang dilakukan dan untuk mengetahui pengendalihan risiko bahaya
supaya tidak terjadi kecelakaan kerja dengan menggunakan tabel identifikasi resiko dan bahaya.

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 28


1. Identifikasi bahaya yang terjadi ketika pengantrian mobil tangki sebelum memasuki area filling
shed. Mobil tangki mengantri dibelakang garis bantalan/ pembatas dan bergerak menuju filling
shed untuk melakukan pengisian hingga mobil tangki yang di depannya sudah keluar dari filling
shed.
bahaya yang akan terjadi yaitu :
a. tabrakan mobil dengan resiko terjadi kematian.
Mekanisme bahaya yang terjadi yaitu saat mobil tangki berada di pengantrian untuk
pengisian BBM. apabila sopir mobil tangki tidak berhati- hati. misalnya melanggar garis
pembatas yang telah disediakan atau mengendarai mobil tangki dengan kecepatan tinggi, maka
bisa berpotensi terjadinya tabrakan.
2. Identifikasi bahaya yang terjadi ketika awak mobil tangki membuka box bottom loader. Lalu
memasangankan coupler pada mobil tangki sesuai dengan produk yang akan diisi. Setelah itu
memasang arde (Socket plug connection). Selanjutnya mendorong kunci coupler dan meberi aba
aba kepada operator kalau semuanya sudah siap.
bahaya yang akan terjadi yaitu :
a. terjepit box bottom loader dengan resiko tangan tergores dan terluka
Mekanisme bahaya yang terjadi yaitu saat pekerja membuka bottom loader apabila pekerja
tidak berhati-hati maka berpotensi untuk terjepit
b. terjepit coupler dengan resiko tangan terluka dan tergores.
Mekanisme bahaya yang terjadi yaitu saat pekerja memasangkan coupler pekerja harus
menjepitkan coupler. tangan pekerja memegang penjepit bottom loader, apabila pekerja tidak
berhati-hati maka berpotensi untuk terjepit.
c. Terpapar uap BBM dengan resiko terjadi sesak nafas
Mekanisme bahaya yang terjadi yaitu saat dilakukan pengisian BBM diikuti juga dengan
lepasnya uap BBM ke udara, hal ini menyebabkan pekerja berpotensi untuk terpapar uap BBM
d. Kebakaran yang disebabkan hubungan arus pendek pada bagian mobil tangki dengan resiko
kematian dan terkena luka bakar.
Mekanisme bahaya yang terjadi yaitu saat pengisian berlangsung. BBM disalurkan dari
filling shed ke mobil tangki dengan flowrate (kecepatan tinggi). sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan (hubungan arus pendek) pada bagian mobil tangki misalnya accu dan
sistem perkabelan.
e. BBM tumpah bisa terjadi kebakaran.dengan risiko terjadinya pencemaran lingkungan dan
kematian
Mekanisme bahaya yang terjadi yaitu saat pengisian berlangsung. awak mobil tangki
tersebut tidak mengawasi proses pengisian dan tidak mengikuti prosedur pengisian dengan benar
maka berpotensi untuk terjadi BBM tumpah
5.8.2 Hasil Hazard Identification dan Risk Assessment
Tabel 5.5. Hasil Hazard Risk Assessment (HIRA)
Level of Personal
Hazard Identified Likelihood Consequence
Related Risk

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 29


Tabrakan antar mobil
10
tangki saat pengantrian
2 5 High Risk
sebelum memasuki filling
shed

6
Terjepit box bottom loader 2 3 Medium Risk

Terjepit pada saat 6


2 3
memasangkan coupler Medium
10
Terpapar uap BBM saat
5 2 High risk
melakukan pengisian BBM

Hubungan arus pendek 20


yang terjadi pada bagian 4 5 Extreme risk
mobil tangki

Luberan BBM pada saat 20


4 5
melakukan pengisian Extreme risk

5.9 Analisa Pembahasan


5.9.1. Pembahasan Hasil HIRA
Tahap awal pada proses pengisian BBM ke mobil tangki di area filling shed yaitu mobil
tangki mengantri pada area yang sudah di tentukan menunggu giliran untuk pengisian BBM. Pada
proses mobil tangki mengantri di area filling shed tersebut terdapat bahaya yang mengancam
kesehatan dan keselamatan pekerja.
Analisis Penilaian Resiko Pada Proses Mobil Tangki Mengantri di Area Filling shed:
1. Tabrakan antar mobil tangki saat pengantrian sebelum memasuki filling shed. Pembobotan
nilai likelihood diberi 2 (kemungkinan kecil terjadi). karena pengantrian tangki mobil telah
dibantu oleh karyawan dalam pengaturan tempat tiap mobil tangki pada pengisian di area filling
shed namun memiliki nilai consequence 5 (bencana) dikarenakan tingginya akibat dari terjadinya
resiko tabrakan antara mobil tangki dengan mobil tangki lainnya.

2. Terjepit box bottom loader. Pembobotan nilai likelihood diberi 2 (kemungkinan kecil terjadi)
karena pada pengisian tangki telah menggunakan APD dan keahlian dari karyawan yang baik
pada pengisian di area filling shed namun memiliki nilai consequence 3 (cidera berat)
dikarenakan bahaya akibat dari terjadinya resiko terjepi box bottom leader pada pengisisan BBM.

3. Terjepit pada saat pemasangan coupler. Pembobotan nilai likelihood diberi 2 (kemungkinan
kecil terjadi) karena pada pengisian tangki telah menggunakan APD dan keahlian dari karyawan
yang baik pada pengisian di area filling shed namun memiliki nilai consequence 3 (cidera berat)
dikarenakan bahaya akibat dari terjadinya resiko terjepi pada saat pemasangan coupler pada
pengisisan BBM.

4. Terpapar uap BBM saat melakukan pengisian BBM. Pembobotan nilai likelihooddiberi 5
(Hampir pasti terjadi) karena pada pengisian tangki tidak menggunakan APD dengan benar
termasuk penggunaan masker yang sering terjadi dan kurang disiplin dari karyawan dalam
menerapkan SOP pada pengisian di area filling shed namun memiliki nilai consequence 2 (cidera

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 30


sedang) dikarenakan bahaya akibat dari terjadinya resiko terjepit pada saat pemasangan coupler
pada pengisisan BBM tidak menimbulkan efek yang cukup serius.

5. Hubungan arus pendek yang terjadi pada bagian mobil tangki. Pembobotan nilai likelihood
diberi 4 (sering terjadi) karena pada pengisian tangki tidak memperhatikan alat-alat yang beresiko
menimbulkan arus pendek dan kurang disiplin dari karyawan dalam menerapkan SOP pada
pengisian di area filling shed namun memiliki nilai consequence 5 (bencana) dikarenakan bahaya
akibat dari terjadinya resiko hubungan arus pendek yang terjadi pada bagian mobil tangki
menimbulkan efek serius seperti terbakar dan tersengat arus

6. Luberan BBM pada saat melakukan pengisian. Pembobotan nilai likelihood diberi 4 (sering
terjadi) karena pada pengisian tangki tidak melakukan pengecekan pada saat melakukan
pengisian BBM dan kurang disiplin dari karyawan dalam menerapkan SOP pada pengisian di
area filling shed namun memiliki nilai consequence 2 (cidera sedang) dikarenakan bahaya akibat
dari terjadinya resiko Luberan BBM pada saat melakukan pengisian menimbulkan efek yang
tidak terlalu serius.

5.9.2. Pengendalian yang Dapat Dilakukan


1. Bahaya yang terjadi ketika pengantrian mobil tangki sebelum memasuki area filling shed.
Mobil tangki mengantri dibelakang garis bantalan/ pembatas dan bergerak menuju filling shed
untuk melakukan pengisian hingga mobil tangki yang di depannya sudah keluar dari filling shed.
Bahaya yang dapat terjadi :
a. Tabrakan mobil dengan resiko terjadi kematian.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu mengingatkan pengemudi untuk mengantri di
belakang area batas (administrasi) dan pembatasan kecepatan 20 km/jam (administrasi) untuk
mengurangi resiko terjadinya tabrakan.
2. Bahaya yang terjadi ketika awak mobil tangki membuka box bottom loader. Lalu
memasangankan coupler pada mobil tangki sesuai dengan produk yang akan diisi. Setelah itu
memasang arde (Socket plug connection). Selanjutnya mendorong kunci coupler dan meberi aba
aba kepada operator kalau semuanya sudah siap.
Bahaya yang dapat terjadi :
a. Terjepit box bottom loader dengan resiko tangan tergores dan terluka.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan meemakai safety glove (APD) untuk
mengurangi resiko terjadinya tangan yang terjepit.
b. Terjepit coupler dengan resiko tangan terluka dan tergores.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan meemakai safety glove (APD) untuk
mengurangi resiko terjadinya tangan yang terjepit.
c. Terpapar uap BBM dengan resiko terjadi sesak nafas
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan memakai masker (APD) untuk mengurangi
risiko terjadinya sesak nafas
d. Kebakaran yang disebabkan hubungan arus pendek pada bagian mobil tangki dengan resiko
kematian dan terkena luka bakar.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan diberikan grounding dan interlock system
untuk mengatasi munculnya listrik statik dan mencegah hubungan arus pendek dari bagian
mobil tangki merambat ke fillingshed.(Engineering controls ) dan menambahkan tombol
emergency shutdown yang dioperasikan secara manual. (subsitusi).

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 31


e. BBM tumpah bisa terjadi kebakaran.dengan risiko terjadinya pencemaran lingkungan dan
kematian.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan sistem overfill prevention untuk
mencegah terjadinya luber saat pengisian BBM dilakukan (Engineering controls) dan
disediakan water sprinkler untuk antisipasi kebakaran (Engineering controls).

Laporan PKN di PT PERTAMINA (PERSERO) TBBM CAMPLONG | 32

Anda mungkin juga menyukai