Anda di halaman 1dari 39

SINTESIS NANOPARTIKEL KARBON BERFLUORESENS

AWALIA KHAIRUN NISA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Sintesis Nanopartikel Karbon


Berfluoresens adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Awalia Khairun Nisa


NIM G44100014
ABSTRAK
AWALIA KHAIRUN NISA. Sintesis Nanopartikel Karbon Berfluoresens.
Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan NOVIYAN DARMAWAN.

Nanopartikel karbon (C-dot) merupakan material yang termasuk ke dalam


kelas nanopartikel 0 dimensi. C-dot dapat disintesis dari beberapa jenis asam
organik yang berperan sebagai sumber karbon dan urea sebagai agen pasivasi
permukaan C-dot. C-dot disintesis menggunakan metode oven mikrogelombang.
Tujuan penelitian ini ialah menyintesis dan mencirikan C-dot dari beragam asam
organik, yaitu asam askorbat, asam sitrat, dan asam oksalat dan beragam kadar
urea yang ditambahkan. Kadar urea yang ditambahkan masing-masing 0, 10, 25,
50, dan 75% (b/b). Hasil yang diperoleh menunjukkan pendaran C-dot di bawah
lampu ultraviolet 366 nm semakin meningkat dengan meningkatnya kadar urea.
Emisi yang dihasilkan dari C-dot ini berada pada panjang gelombang 500 nm.
Spektrum inframerah kadar urea yang beragam tidak menunjukkan perbedaan
gugus fungsi yang nyata. Ukuran diameter rata-rata C-dot yang diperoleh sebesar
±18 nm. Uji kemampuan sensor C-dot yang dipreparasi dari asam askorbat dan
urea 75% menunjukkan selektif terhadap ion logam Cr6+.

Kata kunci: asam askorbat, asam sitrat, C-dot, fluoresens

ABSTRACT
AWALIA KHAIRUN NISA. Synthesis of Fluorescent Carbon Nanoparticle.
Supervised by SRI SUGIARTI and NOVIYAN DARMAWAN.

Carbon nanoparticle (C-dot) is a material which belongs to the class of 0-


dimensional nanoparticle. C-dot can be synthesized from several types of organic
acid as a carbon source and urea as a passivation agent on the C-dot surface. C-dot
was synthesized using microwave method. The purpose of this study was to
synthesize and to characterize the C-dot from various organic acids, namely
ascorbic acid, citric acid, and oxalic acid and various levels of added urea. The
levels of aded urea were 0, 10, 25, 50, and 75% (w/w). The results showed the C-
dot luminescence under ultraviolet light 366 nm increased with the increasing
levels of urea. An emission resulting from the C-dot is located at a wavelength of
500 nm. Infrared spectra measurements of urea levels showed there was no
significant differences in functional groups. The average diameter size of the C-
dot was ±18 nm. The ability test toward heavy metal ion of the C-dot prepared
using ascorbic acid and urea 75% showed selective toward Cr6+ ion.

Key words: ascorbic acid, citric acid, carbon nanoparticle, fluorescence


SINTESIS NANOPARTIKEL KARBON BERFLUORESENS

AWALIA KHAIRUN NISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Sintesis Nanopartikel Karbon Berfluoresens
Nama : Awalia Khairun Nisa
NIM : G44100014

Disetujui oleh

Sri Sugiarti, PhD Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Sintesis Nanopartikel Karbon
Berfluoresens” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari
hingga September 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Sugiarti, PhD selaku
pembimbing I dan Bapak Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc selaku
pembimbing II yang senantiasa memberikan saran dan arahannya kepada penulis
selama menjalankan penelitian dan penyusunan skripsi. Tak lupa ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada staf Laboratorium Terpadu Institut Pertanian
Bogor, yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

Awalia Khairun Nisa


DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii


DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
BAHAN DAN METODE 2
Alat dan Bahan 2
Metode 2
Sintesis C–dot (Qu et al. 2012) 2
Pengaruh Konsentrasi Amina Pada C–dot 2
Pencirian C–dot 3
Pengukuran Absorpsi C-dot 3
Pengukuran Intensitas Fluoresens 3
Analisis FTIR 3
Analisis TEM 3
Uji Kemampuan Sensor Ion Logam Berat C–dot 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Sintesis C-dot 4
Pencirian C-dot 7
Spektrum UV-Vis 7
Spektrum Intensitas Fluoresens 9
Spektrum FTIR 10
Morfologi Berdasarkan Foto TEM 12
Uji Kemampuan Sensor Ion Logam Berat C-dot 12
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan reaksi asam sitrat dengan urea membentuk C-dot 4


2 Padatan C-dot dari (a) asam sitrat dan urea, (b) larutan C-dot, (c)
larutan C-dot di bawah lampu UV 366 nm, serta (d) spektrum serapan
UV-Vis C-dot dari asam sitrat-urea, asam sitrat 5
3 Struktur (a) asam askorbat dan (b) asam oksalat 6
4 Ragam kadar urea dalam C-dot dari asam askorbat dan urea di lampu
UV 366 nm dengan konsentrasi larutan 1 mg/mL, a) 0%, b) 10%, c)
25%, d) 50%, dan e) 75% 7
5 C-dot dari (a) asam askorbat-urea 50% serta C-dot dari (b) asam sitrat-
urea 50% konsentrasi masing masing larutan 0.01 mg/mL 7
6 Hubungan antara panjang gelombang dengan absorbans ternormalisasi
asam askorbat dan C-dot dari asam askorbat 8
7 Hubungan antara panjang gelombang dengan absorbans ternormalisasi
C-dot dari asam sitrat-urea 50% dan C-dot dari asam askorbat-urea
50% 9
8 Hubungan antara panjang gelombang dengan absorbans ternormalisasi
C-dot dari asam askorbat dan ragam kadar urea, 0%, 10%, 25%, 50%,
75%, dan 100% 9
9 Hubungan antara panjang gelombang dengan intensitas fluoresens C-
dot dari asam askorbat-urea 75% 10
10 Hasil pengukuran FTIR C-dot dari asam askorbat dengan ragam kadar
urea 11
11 Hasil pengukuran FTIR C-dot dari asam sitrat-urea 50% dengan C-dot
asam askorbat-urea 50% 11
12 Hasil TEM larutan C-dot asam askorbat-urea 75% 12
13 Larutan C-dot dari asam askorbat-urea 75% di beberapa larutan
standar logam (A) sebelum disinari lampu UV 366 nm dan (B)
setelah disinari lampu UV 366 nm, (a) C-dot, (b) Mn2+, (c) Cr6+, (d)
Fe2+, (e) Pb2+, (f) Hg2+ 13
14 Hubungan antara panjang gelombang dengan intensitas fluoresens
campuran C-dot asam askorbat-urea 75% dan larutan Cr6+, C-dot asam
askorbat-urea 75% dan C-dot asam askorbat-urea 75% dengan larutan
Cr6+ 13
15 Larutan C-dot dari asam askorbat-urea 75% (a) tanpa lampu UV 366
nm dan (b) dengan lampu UV 366 nm 14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir percobaan 17
2 Rangkaian alat spektroskopi fluoresens 18
3 Sintesis C-dot dari asam oksalat-urea dan C-dot dari asam askorbat
dan ragam kadar urea 19
4 Perhitungan rendemen sintesis nanopartikel karbon 20
5 Perhitungan rendemen pemurnian sintesis nanopartikel karbon 21
6 Hasil analisis FTIR 22
PENDAHULUAN

Nanopartikel karbon (C–dot) merupakan material yang termasuk ke dalam


kelas nanopartikel 0 dimensi (zero dimensional) (Jiang et al. 2012). C-dot mulai
diminati untuk diteliti karena beberapa kelebihan yang dimilikinya, yaitu larut
baik dalam air, bahan baku murah, tidak menggunakan logam berat, proses
sintesis efisien, sifat fotoluminesens yang kuat, toksisitas yang rendah, serta
fotostabilitas yang baik (Yang et al. 2013). Material ini pun dianalogikan dengan
quantum dot dan memiliki kemiripan struktur dengan grafit, salah satu jenis
alotrop karbon (Qu et al. 2012).
C–dot dapat disintesis dari material awal yang memiliki atom karbon.
Berbagai macam sumber karbon dapat digunakan, di antaranya asam sitrat (Qu et
al. 2012), jelaga lilin (Liu et al. 2007), susu kacang kedelai (Zhu et al. 2012),
kuning dan putih telur (Wang et al. 2012), gom arab (Pandey et al. 2013), kulit
buah jeruk (Prasannan dan Imae 2013), beberapa jenis asam amino seperti
histidina, arginina, lisina, alanina, asam glutamat, glutamina, dan prolina (Jiang et
al. 2012). Berbagai macam metode sintesis C-dot telah dikembangkan, yang
meliputi metode sintesis secara kimia di antaranya sintesis elektrotermal,
mikrogelombang/ultrasonik, oksidasi pembakaran, hidrotermal, dan oksidasi
dalam suasana asam, fisika di antaranya pelucutan latu (arc discharge), laser
ablation/pasivasi, dan penggunaan plasma (Li et al 2012). Metode sintesis secara
kimia dikenal dengan istilah metode bottom-up sementara metode sintesis secara
fisika disebut metode top-down (Baker dan Baker 2010).
Material ini dapat diaplikasikan secara luas untuk fotokatalis, sensor, laser,
LED, dan penyimpan energi (Qu et al. 2012). Pada penelitian ini diujikan
kemampuan nanopartikel karbon sebagai sensor ion logam berat. Sebelum
nanopartikel karbon dikembangkan untuk sensor, semikonduktor quantum dot
konvensional seperti CdS, CdSe, dan ZnS telah berhasil digunakan untuk
mendeteksi logam. Namun, bahan-bahan tersebut dapat mencemari lingkungan
serta bersifat toksik bagi makhluk hidup (Zhu et al. 2013). Oleh karena itu,
nanopartikel karbon mulai dikembangkan sebagai sensor atau detektor logam
karena sifat toksisitasnya yang rendah.
Sintesis C-dot pada penelitian ini menggunakan metode kimia (bottom-up),
yaitu metode mikrogelombang. Bahan utama yang digunakan adalah asam
organik dan urea. Asam organik berperan sebagai sumber karbon, dan gugus
karboksil yang terdapat di dalamnya berperan sebagai fasilitator terjadinya reaksi
dehidrasi dan karbonisasi. Semakin banyak gugus karboksil, reaksi dehidrasi dan
karbonisasi akan berlangsung dengan baik (Zhai et al. 2012).
Asam organik yang berbeda digunakan dalam sintesis dan sifat fluoresens
C–dot yang dihasilkan dibandingkan. Asam sitrat, asam askorbat, dan asam
oksalat, dipilih berdasarkan kelimpahan gugus karboksil didalam strukturnya.
Urea digunakan sebagai agen pasivasi permukaan C–dot, yang berperan dalam
meningkatkan sifat fotoluminesens C–dot. Fungsi urea dapat digantikan oleh
senyawa lain yang memiliki atom nitrogen dalam strukturnya, seperti 1,2-
etilenadiamina, dietilamina, trietilamina, dan 1,4-butanadiamina (Zhai et al. 2012).
Pada penelitian ini konsentrasi urea yang ditambahkan juga diragamkan untuk
menentukan pengaruh konsentrasi urea pada sifat fluoresens yang dihasilkan.
2

Penelitian ini bertujuan menyintesis C-dot dari beberapa jenis asam organik,
yaitu asam sitrat, asam oksalat, dan asam askorbat. Selain itu, dilakukan pula
sintesis C-dot dari asam askorbat dengan ragam kadar urea. Hasil yang diperoleh
kemudian dilakukan pencirian dengan spektrofotometer ultraviolet-tampak,
spektroskopi fluoresens, FTIR, dan TEM.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas asam askorbat (Merck), asam sitrat,
asam oksalat, urea (Merck), dan air bebas ion. Alat-alat yang digunakan terdiri
atas peralatan kaca, plat penangas, oven mikrogelombang Sharp R-222Y 700 W,
oven, sentrifuga PLC series, neraca analitik Denver instrument, lampu UV 366
nm, spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) 1700 Shimadzu,
spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Prestige-21 Shimadzu di
Laboratorium Terpadu, Kampus IPB Baranangsiang, mikroskop elektron
transmisi (TEM) JEM-1400 JEOL instrument di Universitas Gajah Mada, dan
spektrofotometer Ocean Optic USB4000 di Laboratorium Spektroskopi,
Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor.

Metode

Sintesis C–dot (Qu et al. 2012)


Sebanyak 1 g asam sitrat dan 1 g urea dilarutkan dengan 10 mL air bebas
ion. Larutan kemudian dipanaskan di dalam oven mikrogelombang 700 W selama
4 menit, sehingga berubah dari larutan yang tidak berwarna menjadi larutan
cokelat dan akhirnya menjadi padatan cokelat kehitaman. Padatan kemudian
dipindahkan ke dalam oven dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60 °C.
Larutan C-dot dimurnikan menggunakan sentrifuga dengan kecepatan 3000 rpm
selama 20 menit, kemudian didekantasi. Supernatan dipisahkan dari endapannya,
kemudian dipekatkan pada plat penangas (Lampiran 1).

Pengaruh Konsentrasi Amina Pada C–dot


Sebanyak 0.5 g sampel dilarutkan dengan 10 mL air bebas ion serta
ditambahkan urea dengan kadar berturut-turut 0, 10, 25, 50, dan 75% (b/b) (Tabel
1). Larutan kemudian dipanaskan di dalam oven mikrogelombang selama 4 menit.
Hasil yang diperoleh dipindahkan ke dalam oven dan dipanaskan selama 1 jam
pada suhu 60 °C. Tahapan selanjutnya sama seperti metode sintesis sebelumnya.

Tabel 1 Ragam kadar urea dalam sintesis C-dot dari asam askorbat
Kadar Urea Bobot Asam
Bobot Urea (g)
( % (b/b)) Askorbat (g)
0 0.5 -
10 0.5 0.0555
3

Tabel 1 Ragam kadar urea dalam sintesis C-dot dari asam askorbat (lanjutan)
Kadar Urea Bobot Asam
Bobot Urea (g)
( % (b/b)) Askorbat (g)
25 0.5 0.1666
50 0.5 0.5000
75 0.5 1.5000

Pencirian C–dot
C–dot hasil sintesis dengan berbagai perlakuan dicirikan spektrum UV-Vis,
fluoresens, dan FTIR-nya serta dianalisis dengan TEM.

Pengukuran Absorpsi C-dot


Setiap sampel ditimbang sebanyak 0.025 g kemudian dilarutkan dengan air
bebas ion ke dalam labu takar 25 mL. Selanjutnya larutan stok 0.1 mg/mL dibuat
dari larutan induk 1 mg/mL tersebut. Setiap sampel lalu diencerkan dengan
konsentrasi beragam dan diukur serapannya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis 1700 Shimadzu (Tabel 2). Serapan diukur pada rentang
panjang gelombang 200–700 nm dengan selang 0.5 nm, untuk mendapatkan
spektrum serapan (Qu et al. 2012).

Tabel 2 Ragam konsentrasi sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis


Konsentrasi Sampel (mg/mL)
Sitrat-Urea
0% 10% 25% 50% 75% Urea Sitrat
50%
0.1 0.03 0.03 0.01 0.03 1 1 0.07
0.5 0.05 0.05 0.03 0.05 0.1 0.1
0.07 0.07 0.05 0.07

Pengukuran Intensitas Fluoresens


Sebanyak 0.025 g sampel C-dot dilarutkan dengan air bebas ion di dalam
labu takar 25 mL, kemudian diukur dengan spektrofotometer fluoresens.
Spektrum emisi sampel juga diukur dengan laser pada panjang gelombang eksitasi
400 nm (Lampiran 2).

Analisis FTIR
Pelet untuk analisis spektrum FTIR dibuat dengan cara menggerus 0.02 g
sampel C–dot kemudian dengan 0.1 g KBr. Campuran yang telah homogen
kemudian dipanaskan di dalam oven selama ±12 jam, sebelum diukur dengan
menggunakan FTIR.

Analisis TEM
Morfologi C-dot diamati dengan menggunakan TEM. Lempengan karbon
dicelupkan ke dalam larutan C-dot dengan konsentrasi 1 mg/mL, kemudian
dibiarkan kering. Setelah kering, lempeng tersebut diukur pada beberapa
perbesaran.
4

Uji Kemampuan Sensor Ion Logam Berat C–dot


Sebanyak 0.025 g padatan C–dot dilarutkan dengan air bebas ion pada labu
takar 25 mL untuk membuat konsentrasi larutan 1 mg/mL. Larutan dipipet
sebanyak 1 mL dan dimasukkan masing-masing ke dalam 6 buah vial kecil.
Larutan standar ion logam Fe2+, Mn2+, Cr6+, Cr3+, Pb2+, dan Hg2+ dengan
konsentrasi 1000 ppm masing-masing dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke
dalam vial tersebut. Setiap campuran dalam vial diuji pendarannya di bawah
lampu UV pada panjang gelombang 366 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis C-dot

Pada penelitian ini, tahap pertama yang dilakukan adalah menyintesis ulang
C-dot sesuai Qu et al 2012. C-dot disintesis dari asam sitrat sebagai sumber
karbon dan urea sebagai agen pasivasi permukaan C-dot dengan metoda
mikrogelombang. Berdasarkan Hsu dan Chang (2012), sintesis C–dot dari asam
sitrat dan urea berlangsung melalui 4 tahap reaksi, yaitu dehidrasi, polimerisasi,
karbonisasi, dan pasivasi. Reaktan terionisasi di dalam larutan, kemudian selama
proses pemanasan akan mengalami dehidrasi dan selanjutnya terpolimerisasi.
Reaksi polimerisasi ini memicu terjadinya suatu proses nukleasi tunggal spontan,
dilanjutkan dengan pertumbuhan akibat adanya difusi zat terlarut pada permukaan
partikel. Gambar 1 menunjukkan tahapan reaksi terbentuknya C–dot dari asam
sitrat dan urea. Reaksi tersebut menunjukkan bahwa, karbon organik pada struktur
asam sitrat akan mengalami perubahan menjadi karbon anorganik berupa grafit
(Baker dan Baker 2010).

Gambar 1 Tahapan reaksi asam sitrat dengan urea membentuk C-dot (Yang et al.
2013)

Keberhasilan sintesis C-dot ini dapat diketahui dari spektrum UV-Vis dan
fluoresens. Spektrum UV-Vis akan menunjukkan serapan baru yang dihasilkan
oleh C-dot pada panjang gelombang tertentu apabila dibandingkan dengan bahan
awal. Sementara spektrum fluoresens akan menghasilkan intensitas fluoresens
yang kuat pada panjang gelombang emisi maksimum saat dieksitasi di panjang
gelombang tertentu. C-dot yang dihasilkan dari asam sitrat dan urea didapati
5

berpendar hijau setelah disinari lampu UV 366 nm (Gambar 2). Hasil ini sesuai
dengan yang dilaporkan oleh Qu et al. (2012). Rendemen yang diperoleh sebesar
41.97%, sedangkan rendemen hasil pemurnian sebesar 64.28%. Spektrum serapan
asam sitrat tidak memunculkan serapan pada panjang gelombang tertentu,
sedangkan spektrum C-dot dari asam sitrat-urea memperlihatkan serapan pada
panjang gelombang 247.5, 341.5, dan 402 nm. Berdasarkan hasil ini, C-dot telah
berhasil disintesis dari asam sitrat dan urea dengan metode mikrogelombang.

(a) (b) (c)

(d)
Gambar 2 Padatan C-dot dari (a) asam sitrat dan urea, (b) larutan C-dot, (c)
larutan C-dot di bawah lampu UV 366 nm, serta (d) spektrum
serapan UV-Vis C-dot dari asam sitrat-urea ( ), asam sitrat ( )

Sintesis selanjutnya diujikan dengan menggunakan asam organik lainnya,


yaitu asam oksalat dan asam askorbat (Gambar 3). Asam ini dipilih karena
strukturnya mirip dengan asam sitrat, sehingga diharapkan reaksi yang terjadi
tidak jauh berbeda dan juga dapat berlangsung dengan metode mikrogelombang.
Sintesis C-dot dari asam oksalat dan urea tidak berhasil. Setelah dipanaskan di
dalam oven mikrogelombang selama 4 menit, tidak teramati reaksi karbonisasi
yang dicirikan dengan terbentuknya padatan berwarna cokelat kehitaman
(Lampiran 3). Tidak terjadinya reaksi karbonisasi ini diduga oleh perbedaan gugus
karboksil yang dimiliki oleh asam oksalat dengan asam sitrat. Semakin banyak
gugus karboksil yang terdapat dalam struktur asam organik, maka semakin mudah
terjadi reaksi dehidrasi dan karbonisasi (Zhai et al. 2012).
6

Gambar 3 Struktur (a) asam askorbat dan (b) asam oksalat

Sintesis C-dot kemudian dilanjutkan dengan menggunakan asam organik


lain, yaitu asam askorbat. Sintesis pertama yang dilakukan, yaitu membuat C-dot
dari asam askorbat tanpa penambahan urea (0%). Sebanyak 0.5 g sampel
dilarutkan dengan 10 mL air bebas ion dan terbentuk larutan berwarna kuning,
kemudian larutan tersebut dipanaskan di dalam oven mikrogelombang selama
kurang lebih 4 menit. Saat proses pemanasan di dalam oven mikrogelombang
terjadi perubahan warna larutan dari kuning menjadi kecoklatan hingga terbentuk
padatan berwarna hitam kecoklatan. Hal ini menunjukkan telah terjadi reaksi
karbonisasi. Padatan yang telah terbentuk kemudian dilarutkan dalam jumlah
sembarang untuk menguji pendaran yang dihasilkan. Ketika dilarutkan dengan air
bebas ion, padatan C-dot yang diperoleh sulit larut, hal ini berbeda dengan
kelarutan dari asam askorbat murni yang mampu larut sempurna dalam air.
Sehingga diperlukan penyaringan setelah proses kelarutan sampel. Setelah disinari
lampu UV 366 nm, larutan berpendar hijau kebiruan dengan intensitas yang lemah.
Rendemen yang diperoleh dari hasil sintesis ini sebesar 97.17%. Setelah
dilakukan sentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm, rendemen
yang diperoleh sebesar 47.52%.
Tahapan selanjutnya mereaksikan asam askorbat dengan ragam konsentrasi
urea. Penambahan urea ini diharapkan mampu meningkatkan intensitas pendaran
C-dot dari asam askorbat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Zhai
et. al. (2012) menunjukkan bahwa molekul amina sebagai agen pasivasi
permukaan C-dot mampu meningkatkan intensitas pendaran C-dot. Ragam
konsentrasi yang ditambahkan sebesar 10, 25, 50, dan 75% (b/b). Padatan yang
diperoleh dari sintesis keempat sampel tersebut berwarna hitam (Lampiran 3).
Rendemen yang didapat berturut-turut sebesar 88.60, 82.05, 62.02, dan 52.59%
(Lampiran 4). Setelah dilakukan sentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan
3000 rpm, rendemen yang diperoleh dari masing-masing sampel sebesar 51.79,
64.46, 56.30, dan 50.53% (Lampiran 5).
Padatan C-dot dari asam askorbat dan ragam urea yang diperoleh kemudian
dilihat intensitas pendaran dalam bentuk larutan di bawah lampu UV 366 nm.
Hasil yang diperoleh menunjukkan C-dot dengan kadar urea 75% memiliki
intensitas pendaran yang lebih tinggi dibandingkan C-dot yang lainnya (Gambar
4). Intensitas pendaran yang semakin meningkat menunjukkan pengaruh urea
sebagai agen pasivasi permukaan pada C-dot. Oleh karena itu, C-dot dari asam
askorbat dan urea 75% merupakan kondisi optimum dibandingkan ragam kadar
urea lainnya. Oleh karena itu, C-dot dari asam askorbat dan urea 75% yang
dilakukan pencirian dengan menggunakan spektroskopi fluoresens, TEM, dan
digunakan dalam uji kemampuan sensor ion logam berat.
7

(a) (b) (c) (d) (e)


Gambar 4 Ragam kadar urea dalam C-dot dari asam askorbat dan urea di lampu
UV 366 nm dengan konsentrasi larutan 1 mg/mL, a) 0%, b) 10%,
c) 25%, d) 50%, dan e) 75%

Hasil sintesis yang diperoleh dari 4 variasi kadar urea tersebut memberikan
sifat kelarutan dalam air yang berbeda dari masing-masing sampel. C-dot yang
disintesis dengan kadar urea sebanyak 75% memiliki sifat mudah larut
dibandingkan dengan C-dot yang tidak ditambahkan urea (kadar urea 0%). Namun
perlu digunakan bantuan pengaduk magnet dalam proses kelarutannya karena
butuh waktu yang cukup lama untuk melarutkan sampel. Padatan C-dot yang
dihasilkan dari asam askorbat dan urea memiliki warna yang sama seperti C-dot
yang disintesis dari asam sitrat dan urea. Perbedaan kedua jenis nanopartikel ini,
yaitu sifat kelarutannya di dalam air. C-dot yang berasal dari asam sitrat dan urea
lebih mudah larut dibandingkan C-dot yang berasal dari asam askorbat dan urea.
Selanjutnya dibandingkan pula hasil pendaran C-dot dari asam askorbat dan
urea 50% dengan C-dot dari asam sitrat dan urea 50%. Pengamatan tersebut
dilakukan dengan menggunakan lampu UV 366 nm. Pendaran C-dot asam sitrat
dan urea lebih terang dibandingkan dengan C-dot asam askorbat-urea (Gambar 5).
Namun, pendaran yang dihasilkan C-dot dari asam sitrat-urea 50% serta C-dot
dari asam askorbat dan urea 75% memiliki pendaran yang hampir sama. Hal ini
menunjukkan bahwa selain kadar urea yang dapat mempengaruhi intensitas
pendaran C-dot, sumber karbon yang berbeda dapat menghasilkan pendaran yang
berbeda pula.

(a) (b)
Gambar 5 C-dot dari (a) asam askorbat dan urea 50% serta C-dot dari (b) asam
sitrat dan urea 50% konsentrasi masing masing larutan 0.01 mg/mL

Pencirian C-dot

Spektrum UV-Vis
Hasil sintesis C-dot yang didapat kemudian dilakukan pencirian dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hal ini dilakukan untuk mengamati pola
absorpsi masing-masing sampel. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang
8

200–700 nm dengan interval panjang gelombang 0.5 nm. Pola absorpsi asam
askorbat murni menunjukkan puncak serapan maksimun pada panjang gelombang
267 nm. Setelah dilakukan sintesis menjadi C-dot, pola absorpsi menunjukkan
perbedaan namun puncak serapan tidak terlalu berbeda jauh dengan serapan asam
askorbat, yaitu 265 nm (Gambar 6). Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa permukaan C-dot masih memiliki gugus askorbat yang belum
menjadi karbon anorganik.

Gambar 6 Hubungan antara panjang gelombang dengan absorbans ternormalisasi


asam askorbat ( ) dan C-dot dari asam askorbat ( )

Perbedaan pola absorpsi pun terdapat pada hasil sintesis C-dot dari asam
askorbat-urea 50% dan C-dot dari asam sitrat-urea 50%. Hasil pengukuran
absorpsi C-dot dari asam sitrat dan urea menunjukkan adanya puncak serapan
pada panjang gelombang 247.5, 341.5, dan 402 nm (Gambar 7). Ketiga puncak
serapan ini menunjukkan adanya transisi elektronik dari π→π* serta adanya
konjugasi dalam struktur C-dot (Qu et al. 2012). Puncak serapan yang diperoleh
dari hasil sintesis tidak berbeda jauh dari hasil penelitian Qu et al. (2012).
Berbeda dengan puncak serapan yang dihasilkan oleh C-dot dari asam askorbat-
urea 50%, terdapat puncak serapan pada panjang gelombang 276.5 dan 348 nm.
Perbedaan puncak serapan tersebut diduga karena perbedaan komposisi grafit
yang terbentuk antara asam sitrat dan asam askorbat. Selain itu, polimerisasi asam
sitrat dan urea berlangsung lebih baik dibandingkan asam askorbat dan urea
diduga karena gugus OH pada asam askorbat masih berbentuk siklik sehingga
terbentuk kesetimbangan antara gugus keton dan hidroksida.
9

Gambar 7 Hubungan antara panjang gelombang dengan absorbans ternormalisasi


C-dot dari asam sitrat-urea 50% ( ) dan C-dot dari asam askorbat-
urea 50% ( )

Absorpsi C-dot dengan kadar urea yang beragam menunjukkan puncak


serapan pada panjang gelombang ±265 nm (Gambar 8). Semakin bertambahnya
kadar urea dalam C-dot, terjadi penurunan intensitas absorpsi untuk masing-
masing sampel dan spektrum menunjukkan pola absorpsi yang sama seperti
absorpsi urea. Daerah puncak serapan tersebut menunjukkan terjadinya transisi
elektronik dari π→π*. Sedangkan pada C-dot dengan kadar urea 75% tidak
terdapat puncak serapan pada panjang gelombang tersebut. Hal ini dapat
diasumsikan bahwa semakin banyak kadar nitrogen yang ditambahkan dalam C-
dot, maka serapan C-dot dari asam askorbat di panjang gelombang 265 nm akan
semakin turun akibat kadar C-dot dari asam askorbat berkurang hingga akhirnya
akan muncul serapan urea.

Gambar 8 Hubungan antara panjang gelombang dengan absorbans ternormalisasi


C-dot dari asam askorbat dan ragam kadar urea, 0% ( ), 10%
( ), 25% ( ), 50% ( ), 75% ( ), dan 100% ( )

Spektrum Intensitas Fluoresens


Pencirian selanjutnya dilakukan pengukuran dengan menggunakan
spektroskopi fluoresens. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui emisi yang
10

dihasilkan oleh C-dot dari asam askorbat-urea 75%. Setelah dilakukan


pengukuran dengan panjang gelombang eksitasi 400 nm diketahui emisi yang
dihasilkan memiliki puncak serapan maksimum pada panjang gelombang 500 nm
(Gambar 9). Panjang gelombang emisi yang diperoleh sesuai dengan warna
pendaran yang dihasilkan oleh C-dot dari asam askorbat-urea 75%, yaitu warna
hijau yang memiliki panjang gelombang antara 495-580 nm. Spektrum yang
dihasilkan mendekati hasil yang diperoleh pada penelitian Qu et. al. (2012), C-dot
dari asam sitrat-urea yang memiliki panjang gelombang emisi maksimum di 540
nm saat dieksitasi pada panjang gelombang 420 nm.

Gambar 9 Hubungan antara panjang gelombang dengan intensitas fluoresens C-


dot dari asam askorbat-urea 75%

Mekanisme terjadinya fluoresens pada C-dot telah banyak dibahas pada


penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sun et al.
(2006) peristiwa fotoluminesen yang terjadi pada C-dot yang mengalami pasivasi
pada permukaannya disebabkan oleh adanya perangkap energi permukaan yang
menghasilkan kestabilan emisi. Hal ini terjadi karena adanya kurungan kuantum
dari perangkap energi emisi pada permukaan partikel, dimana perbandingan
antara permukaan-volume partikel mempengaruhi partikel yang mengalami
pasivasi pada permukaannya agar menghasilkan fotoluminesens yang kuat. Hal
tersebut dapat dianalogikan dengan peristiwa emisi yang dihasilkan nanokristal
silikon yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Wilson et al. (1993). Wilson et al
(1993) menjelaskan bahwa emisi fotoluminesens yang dihasilkan dari permukaan
terpasivasi akibat adanya rekombinasi radiatif dari pasangan elektron-hole.

Spektrum FTIR
Pengukuran FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat
pada permukaan C-dot baik yang berasal dari asam askorbat maupun asam sitrat.
Hasil pengukuran FTIR C-dot dari asam askorbat dan ragam kadar urea
menunjukkan tidak terdapat perubahan yang signifikan adanya gugus fungsi
tertentu (Gambar 10). Penelitian sebelumnya menunjukkan gugus fungsi yang
terdapat pada permukaan C–dot, yaitu adanya v(O-H) dan v(N-H) pada pita
serapan 3100-3400 cm-1. Selain itu, gugus fungsi lainnya pada pita serapan 1600-
1770 cm-1 terdapat v(C=O) dan pada pita serapan 1350-1460 cm-1 terdapat δ(CH2)
11

(Liu et al. 2007). Sifat hidrofilisitas dan kestabilan C–dot dalam larutannya akan
semakin meningkat bila terdapat gugus OH dan NH. C-dot dari asam askorbat dan
urea dengan kadar 0, 10, 25, 50, serta 75% (b/b) tersebut menunjukkan adanya
ikatan O–H pada bilangan gelombang berturut-turut 3024.38, 3066.82-2951.09,
3332.99-3213.41, 3201.83-2823.79, dan 3340.71-2546.04 cm-1 (Pavia et al. 2001).
Serapan gugus fungsi lainnya dapat diamati pada Lampiran 6.

Gambar 10 Hasil pengukuran FTIR C-dot dari asam askorbat dengan ragam
kadar urea, 0% ( ), 10% ( ), 25% ( ), 50% ( ), dan
75% ( )

Perbandingan antara C-dot dari asam askorbat-urea 50% dengan C-dot dari
asam sitrat-urea 50% pun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Gambar
11). Pada C-dot dari asam sitrat-urea 50% terdapat gugus OH pada bilangan
gelombang 2966.52-2777.50 cm-1. Berdasarkan hasil yang diperoleh, baik pada
spektrum C-dot dari asam askorbat-urea dan C-dot dari asam sitrat-urea tidak
menunjukkan serapan CH2 di bilangan gelombang 1475-1365 nm-1 (Pavia et al.
2001).

Gambar 11 Hasil pengukuran FTIR C-dot dari asam sitrat-urea 50% ( )


dengan C-dot asam askorbat dan urea 50% ( )
12

Morfologi Berdasarkan Foto TEM


Morfologi C-dot dari asam askorbat-urea 75% kemudian dilakukan
pengukuran dengan menggunakan mikroskop transmisi elektron (TEM).
Pengamatan dilakukan pada skala pengukuran 100 dan 500 nm. Gambar 12
menunjukkan hasil pengamatan C-dot dengan konsentrasi larutan 1 mg/mL. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian C-dot tampak berbentuk bulat.
Secara umum, bentuk bulat C-dot yang diperoleh tidak merata dan tampak tidak
homogen.

(a) (b)
Gambar 12 Hasil TEM larutan C-dot asam askorbat-urea 75%, (a) skala
pengukuran 100 nm, (b) skala pengukuran 500 nm

Apabila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian yang


dilakukan oleh Qu et al. (2012), dapat diketahui bahwa morfologi C-dot dari asam
sitrat-urea dengan morfologi C-dot dari asam askorbat-urea memiliki bentuk yang
hampir sama, yaitu berbentuk bulat. Namun, C-dot yang diperoleh memiliki
perbedaan pada ukuran rata-rata diameter C-dot. Ukuran rata-rata diameter C-dot
dari asam sitrat-urea hasil penelitian Qu et al. (2012) sebesar 1-5 nm. Sedangkan
C-dot dari asam askorbat-urea memiliki ukuran diameter rata-rata sebesar ±18 nm.

Uji Kemampuan Sensor Ion Logam Berat C-dot

Uji kemampuan sensor ion logam berat C-dot ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh intensitas pendaran C-dot apabila larutan C-dot ditambah
sejumlah larutan ion logam tertentu. Uji ini menunjukkan larutan C-dot dapat
digunakan sebagai sensor ion logam. Penggunaan C-dot sebagai sensor ion logam
telah banyak dilakukan pada penelitian sebelumnya. Yan et al. (2014) melaporkan
bahwa C-dot yang disintesis dari asam sitrat anhidrat dan etilendiamina
menunjukkan hasil yang selektif terhadap ion logam Hg2+.
Penelitian ini telah dilakukan pengujian larutan C-dot dari asam askorbat-
urea 75% pada beberapa jenis larutan ion logam. Larutan ion logam yang
digunakan di antaranya, Fe2+, Mn2+, Hg2+, Cr3+, Cr6+, dan Pb2+. Konsentrasi
masing-masing ion logam yang ditambahkan ke dalam larutan C-dot, yaitu 1000
ppm. Sedangkan konsentrasi larutan C-dot dari asam askorbat-urea 75% sebesar 1
mg/mL. Setelah kedua larutan tersebut dicampurkan dan diuji di bawah lampu UV
366 nm, terlihat beberapa sampel mengalami peningkatan intensitas pendaran dan
lainnya mengalami penurunan intensitas pendaran (Gambar 13). Selain itu,
13

diketahui bahwa ion logam Cr6+ dapat menurunkan intensitas pendaran C-dot. Hal
ini menunjukkan bahwa larutan C-dot selektif terhadap ion logam Cr6+.

a b c d e f

a b c d e f

Gambar 13 Larutan C-dot dari asam askorbat-urea 75% di beberapa larutan


standar logam (A) sebelum disinari lampu UV 366 nm dan (B)
setelah disinari lampu UV 366 nm, (a) C-dot, (b) Mn2+, (c) Cr6+, (d)
Fe2+, (e) Pb2+, dan (f) Hg2+

Intensitas pendaran larutan C-dot yang ditambahkan larutan ion logam Cr6+
kemudian dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektroskopi fluoresens.
Hasil yang didapat diketahui bahwa dengan adanya penambahan ion logam Cr6+
mampu menurunkan intensitas pendaran C-dot (Gambar 14). Perbedaan yang
signifikan dapat diamati dari nilai intensitas fluoresens antara larutan C-dot tanpa
penambahan larutan ion logam Cr6+.

Gambar 14 Hubungan antara panjang gelombang dengan intensitas fluoresens


campuran C-dot asam askorbat-urea 75% dan larutan Cr6+, C-dot
asam askorbat-urea 75% ( ) dan C-dot asam askorbat-urea 75%
6+
dengan larutan Cr ( )
14

Pengujian lain dilakukan pada logam Cr3+ untuk menunjukkan pengaruh


yang dihasilkan dari ion logam Cr yang memiliki bilangan oksidasi berbeda.
Setelah diberikan perlakuan yang sama, hasil yang diperoleh menunjukkan tidak
tampak perbedaan yang nyata antara ion logam Cr3+ dan Cr6+ (Gambar 15).
Namun, tampak sedikit pendaran dengan intensitas yang lemah pada permukaan
larutan C-dot yang dicampur dengan ion logam Cr3+. Tetapi hal tersebut tidak
tampak berbeda secara kasat mata.

(a) (b)
Gambar 15 Larutan C-dot dari asam askorbat-urea 75% (a) tanpa lampu UV
366 nm dan (b) dengan lampu UV 366 nm

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

C-dot telah berhasil disintesis dari asam sitrat dan urea dengan
menggunakan metode oven mikrogelombang. Selain asam sitrat, sumber karbon
lainnya yang berhasil disintesis adalah asam askorbat. Namun, sintesis C-dot dari
asam oksalat tidak berhasil dilakukan. Perbedaan ragam urea yang dilakukan
dalam sintesis ini menunjukkan hasil semakin banyak kadar urea yang
ditambahkan maka pendaran C-dot akan semakin meningkat. Pola absorpsi
larutan C-dot dari asam sitrat-urea serta C-dot dari asam askorbat-urea
menunjukkan perbedaan pada beberapa puncak serapan. Sedangkan pola serapan
larutan C-dot dari asam askorbat dan ragam kadar urea diketahui bahwa semakin
banyak kadar urea maka pola absorpsi C-dot akan menyerupai pola absoprsi urea.
Emisi yang dihasilkan C-dot asam askorbat-urea 75% memiliki puncak
maksimum pada panjang gelombang 500 nm dengan panjang gelombang eksitasi
400 nm. Pengukuran dengan menggunakan FTIR tidak menunjukkan perbedaan
gugus fungsi yang signifikan. Hasil pengukuran larutan C-dot dengan
menggunakan TEM menunjukkan bahwa C-dot berbentuk bulat tetapi tidak
homogen. Uji kemampuan sensor larutan C-dot terhadap beberapa jenis larutan
ion logam menunjukkan selektif terhadap ion logam Cr6+.

Saran

Sebaiknya perlu dilakukan uji kuantitatif pada uji kemampuan sensor C-dot
terhadap ion logam berat. Sehingga dapat ditentukan secara akurat penurunan
15

intensitas fluoresens akibat penambahan suatu ion logam tertentu. Selain itu, dapat
ditentukan pula limit deteksi larutan C-dot terhadap larutan ion logam tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Baker SN, Baker GA. 2010. Luminescent carbon nanodots: emergent nanolights.
Angew Chem Int Ed. 49:6726-6744.doi:10.1002/anie.200906623.
Hsu PC, Chang HT. 2012. Synthesis of high-quality carbon nanodots from
hydrophilic compounds: role of functional groups. Chem Commun. 48:3984-
3986.doi:10.1039/c2cc30188a.
Jiang J, He Y, Li S, Cui H. 2012. Amino acids as the source for producing carbon
nanodots: microwave assisted one-step synthesis, intrinsic photoluminescence
property and intense chemiluminescence enhancement. Chem Commun.
48:9634-9636.doi:10.1039/c2cc34612e.
Li H, Kang Z, Liu Y, Lee ST. 2012. Carbon nanodots: synthesis, properties, and
applications. J Mater Chem. 22(46):24230-24253.doi:10.1039/c2jm34690g.
Liu H, Ye T, Mao C. 2007. Fluorescent carbon nanoparticles derived from candle
soot. Angew Chem Int Ed. 46:6473-6475.doi:10.1002/anie.200701271.
Pandey S, Thakur M, Mewada A, Anjarlekar D, Mishra N, Sharon M. 2013.
Carbon dots functionalized gold nanorod mediated delivery of doxorubicin: tri
functional nano-worms for drug delivery, photothermal therapy and
bioimaging. J Mater Chem B. 1:4972-4982.doi:10.1039/c3tb20761g.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy.
Washington (US): Thomson Learning, Inc.
Prasannan A, Imae T. 2013. One-pot synthesis of fluorescent carbon dots from
orange waste peels. Ind Eng Chem Res. 52:15673-
15678.doi:10.1021/ie402421s.
Qu S, Wang X, Lu Q, Liu X, Wang L. 2012. A biocompatible fluorescent ink
based on water-soluble luminescent carbon nanodots. Angew Chem. 124:1-
5.doi:10.1002/ange.201206791.
Sun YP, Zhou B, Lin Y, Wang W, Fernando KAS, Pathak P, Meziani MJ, Harruff
BA, Wang X, Wang H et al. 2006. Quantum-sized carbon dots for bright and
colorful photoluminescence. J Am Chem Soc. 128(24):7756-
7757.doi:10.1021/ja062677d.
Wang J, Wang CF, Chen S. 2012. Amphiphilic egg-derived carbon dots: rapid
plasma fabrication, pyrolysis process, and multicolor printing patterns. Angew
Chem Int Ed. 51:9297-9301.doi:10.1002/anie.201204381.
Wilson WL, Szajowski PF, Brus LE. 1993. Quantum confinement in size-selected,
surface-oxidized silicon nanocrystals. Science. 262:1242-1244.
Yan F, Zou Y, Wang M, Mu X, Yang N, Chen L. 2014. Highly photoluminescent
carbon dots-based fluorescent chemosensors for sensitive and selective
detection of mercury ions and application of imaging in living cells. Sensors
and Actuators B. 192:488-495.doi:10.1016/j.snb.2013.11.041.
Yang Z, Li Z, Xu M, Ma Y, Zhang J, Su Y, Gao F, Wei H, Zhang L. 2013.
Controllable synthesis of fluorescent carbon dots and their detection
16

application as nanoprobes. Nano-Micro Lett. 5(4):247-


259.doi:10.5101/nml.v5i4.p247-259.
Zhai X, Zhang P, Liu C, Bai T, Li W, Dai L, Liu W. 2012. Highly luminescent
carbon nanodots by microwave-assisted pyrolysis. Chem Commun. 48:7955-
7957.doi:10.1039/c2cc33869f.
Zhu C, Zhai J, Dong S. 2012. Bifunctional fluorescent carbon nanodots: green
synthesis via soy milk and application as metal-free electrocatalysts for oxygen
reduction. Chem Commun. 48:9367-9369.doi:10.1039/c2cc33844k.
Zhu L, Yin Y, Wang CF, Chen S. 2013. Plant leaf-derived fluorescent carbon dots
for sensing, patterning, and coding. J Mater Chem C. 1:4925-
4932.doi:10.1039/c3tc30701h.
17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir percobaan

Asam askorbat Urea (variasi


Asam sitrat
kadar urea)
Asam oksalat

Dipanaskan dalam oven mikrogelombang


selama 4 menit dan dipanaskan kembali
dalam oven selama 1 jam, suhu 60 °C

Nanopartikel
karbon kasar

Sentrifugasi 3000 rpm, 20 menit

Nanopartikel
karbon murni

Karakterisasi nanopartikel
karbon dengan Uji kemampuan sensor
spektrofotometer ultraviolet- nanopartikel karbon terhadap
tampak, spektroskopi ion logam berat
fluoresens, FTIR, dan TEM
18

Lampiran 2 Rangkaian alat spektroskopi fluoresens


19

Lampiran 3 Sintesis C-dot dari asam oksalat-urea dan C-dot dari asam askorbat
dan ragam kadar urea

a. C-dot dari asam oksalat dan urea b. C-dot dari asam askorbat

c. C-dot dari asam askorbat dan urea 10% d. C-dot dari asam askorbat dan
urea 25%

e. C-dot dari asam askorbat dan urea 50% f. C-dot dari asam askorbat dan urea
75%
20

Lampiran 4 Perhitungan rendemen sintesis C-dot

Bobot (g)
Gelas Gelas
Sampel Asam
Urea Total Piala Piala + Sampel %Rendemen
Askorbat
Kosong Sampel
0% 0.5014 0.0000 0.5014 62.0424 62.5296 0.4872 97.17
10% 0.5231 0.0561 0.5792 63.8499 64.3631 0.5132 88.60
25% 0.5175 0.1683 0.6858 63.6183 64.1810 0.5627 82.05
50% 0.5207 0.5371 1.0578 63.8968 64.5529 0.6561 62.02
75% 0.5077 1.5130 2.0207 63.8942 64.9569 1.0627 52.59

Bobot (g)
Gelas Gelas
Sampel Asam
Urea Total Piala Piala + Sampel %Rendemen
Sitrat
Kosong Sampel
Asam
3.0745 0.0000 3.0745 61.3702 62.9055 1.5353 49.94
Sitrat
Asam
Sitrat-
1.1061 1.0030 2.1091 63.8953 64.7804 0.8851 41.97
Urea
50%

Contoh perhitungan (Sampel 0%):


21

Lampiran 5 Perhitungan rendemen pemurnian sintesis C-dot

Bobot (g)
Sampel Hasil Gelas Piala Gelas Piala
Sampel %Rendemen
Sintesis Kosong + Sampel
0% 0.4872 62.0670 62.2985 0.2315 47.52
10% 0.5132 63.8654 64.1312 0.2658 51.79
25% 0.5627 63.5905 63.9532 0.3627 64.46
50% 0.6561 63.8940 64.2634 0.3694 56.30
75% 1.0627 63.6199 64.1569 0.5370 50.53

Bobot (g)
Gelas
Sampel Hasil Gelas Piala
Piala Sampel %Rendemen
Sintesis + Sampel
Kosong
Asam Sitrat 1.5353 61.3697 61.6073 0.2376 15.48
Asam Sitrat-
0.8851 63.8945 64.4634 0.5689 64.28
Urea 50%

Contoh perhitungan (Sampel 0%):


22

Lampiran 6 Hasil analisis FTIR

Bilangan gelombang (cm-1)


Gugus fungsi Sitrat-
0% 10% 25% 50% 75% Urea
50%
Ikatan C=O 1759.08 1743.65 1747.51 1724.36 1678.07 1728.22
3066.82- 3332.99- 3201.83- 3340.71- 2966.52-
Ikatan O–H 3414.00
2951.09 3213.41 2823.79 2546.04 2777.50
Regang N–H 3479.58-
- - - - -
primer 3340.71
Regang N–H
- - - - - 3456.44
sekunder
Tekuk N–H
- 1585.49 - 1589.34 - 1589.34
primer

a) C-dot dari asam askorbat

b) C-dot dari asam askobat dan urea 10%


23

c) C-dot dari asam askobat dan urea 25%

d) C-dot dari asam askobat dan urea 50%

e) C-dot dari asam askobat dan urea 75%


24

f) C-dot dari asam sitrat dan urea 50%


25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Juli 1992 dari ayah Mujakir, SS
dan ibu Siti Sa’adah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis
lulus dari SMA Negeri 1 Cigombong pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia B
semester gasal dan genap pada tahun ajaran 2013/2014 serta pada tahun ajaran
yang sama penulis menjadi asisten praktikum Kimia Anorganik Layanan. Penulis
juga aktif dalam organisasi Himpunan profesi Imasika (Ikatan Mahasiswa Kimia)
sebagai sekretaris Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa tahun
kepengurusan 2011/2012. Bulan Juli-Agustus penulis melaksanakan Praktik
Lapangan di PT Saraswanti Indo Genetech (SIG), dengan judul laporan Penetapan
Kadar Selenium dalam Kapsul Vitamin E dengan Metode FIAS-AAS.

Anda mungkin juga menyukai