Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PASIEN DENGAN SHOCK MANAGEMENT

I
S
U
S
U
N

OLEH: KELOMPOK 2

1. Isna Fenesia Sinaga 10. Oneversima Lombu


2. Juni Yanti Tampubolon 11. Parsaoran Hamonangan
3. Kenni Simbolon 12. Riang Nirmala Zega
4. Lena Ryani Panjaitan 13. Rika Rukmana
5. Linda Destiani Lase 14. Robledo Wau
6. Maria Susi Pasaribu 15. Rotua Manullang
7. Mecthildis Andreana 16. Roy Wilson Sihombing
8. Mercy Nifaty Gulo 17. Ruth Delima Manihuruk
9. Nofridy Handayani Hia 18. Semirani Waruwu

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok merupakan suatu keadaan dimana aliran darah tidak memadai untuk
memenuhi permintaan kebutuhan oksigen jaringan, sehingga
mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia,
pada syok terjadi gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan
irreversible padajaringan organ vital. Berdasarkan hemodinamik dan
mekanisme terjadinya, syok dibagi menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik,
syok distributif dan syok obstruktif. Secara patologis, apapun penyebabnya,
syok menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung akan
menyebabkan penurunan aliran darah sistemik, penurunan nutrisi jaringan,
penurunan nutrisi vaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan
volume darah yang kembali kejantung dan akhirnya akan lebih memperberat
curah jantung. Perdarahan merupakan keadaan darurat medis yang sering dihadapi
oleh dokter di ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif. Kondisi ini dapat
menyebabkan hilangnya secara cepat dan signifikan volume dari intravaskular
sehingga terjadi syok hipovolemik, yang juga dikenal sebagai syok hemoragik.
Patofisiologi syok perdarahan adalah terjadi kekurangan volume
intravaskuler menyebabkan penurunan venous return sehingga terjadi
penurunan pengisian ventrikel, menyebabkan penurunan stroke volume
dan cardiac output, sehingga menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Resusitasi
pada syok perdarahanakan mengurangi angka kematian. Pengelolaan syok
perdarahan ditujukan untuk mengembalikan volume sirkulasi, perfusi jaringan
dengan mengoreksi hemodinamik, kontrol perdarahan,stabilisasi volume
sirkulasi, optimalisasi transpor oksigen dan bila perlu pemberian
vasokonstriktor bila tekanan darah tetap rendah setelah pemberian loading cairan.
Pemberian cairan merupakan hal penting pada pengelolaan syok perdarahan
dimulai dengan pemberian kristaloid/koloid dilanjutkan dengan transfusi
darah komponen.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa manpu menyusun asuhan keperawatan gawat darurat
pada pasien dengan shock management
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan
3. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Medis Shock Management

2.1.1 Pengertian

Shock Management merupakan sindrom gangguan pathofisiologi berat


yang berhubungan dengan metabolisme selluler yang abnormal, kegagalan
sirkulasi. Syok atau renjatan dapat diartikan sebagai keadaan terdapatnya
pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan pengangkutan
oksigen serta unsure - unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai jaringan
sehingga timbul cidera seluler yang mula mula reversible dan kemudian bila
keadaan syok berlangsung lama menjadi irreversible.

2.1.2 Etiologi

Shock dapat di sebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah


(serangan jantung atau gagal jantung, pelebaran pembuluh darah yang abnormal
(reaksi alergi,infeksi) dan kehilangan darah dalam jumlah besar atau perdarrahan
hebat. Syok bisa disebabkan oleh:

a. Perdarahan (syok hipovolemik)


b. Serangan jantung(syok kardiogenik)
c. Trauma atau cedera berat

2.1.3 Klasifikasi Syok

Dalam kepustakaan dikenal beberapa jenis kualifikasi syok, antara lain:


syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok anafilaktik dan syok septik.
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan
cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat
perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah
terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
a. Penyebab
 Dehidrasi karena berbagai sebab (muntah, diare yang sering/frekuensi,
peritonitis)
 Luka bakar (grade II-III & luas luka bakar >30%)
 Perdarahan (trauma dengan perdarahan, non-trauma (perdarahan post partum /
HPP massif, KET-kehamilan ekstra-uterina terganggu)).
b. Tindakan
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan infus cairan
kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah kristaloid melebihi yang hilang.
Syok Hipovolemik (Dehidrasi, Muntah, Diare, Peritonitis)

Klasifikasi Klinis Pengelolaan


Dehidrasi - Nadi normal atau Penggantian volume cairan
ingan meningkat yang hilang dengan cairan
- Selaput lendir kristaloid (NaCL 0,9% atau
Kehilangan kering Ringer Laktat atau Ringer
cairan tubuh Asetat
sekitar 5 % BB

Dehidrasi - Nadi cepat Penggantian volume cairan


sedang - Tekanan darah  yang hilang dengan cairan
- Selaput kristaloid (NaCL 0,9% atau
Kehilangan lendirkering Ringer Laktat atau Ringer
cairan tubuh - Oliguria Asetat
sekitar 8 % BB - Status mental
tampak lesu dan
lemas

Dehidrasi - Nadi sangat Penggantian volume cairan


cepat, kecil, sulit yang hilang dengan cairan
berat
diraba kristaloid (NaCL 0,9% atau
Kehilangan - -Tekanan darah Ringer Laktat atau Ringer
cairan tubuh turun Asetat
sekitar 10 % - Anuria
BB - Selaput lendir
pecah-pecah
- Kesadaran
menurun
2. Syok Hemoragik
Perdarahan dalam jumlah besar, melebihi 15 % volume darah yang beredar,
akan menyebabkan perubahan-perubahan fungsi tubuh seseorang. Makin banyak
perdarahan, makin berat kerusakan yang terjadi, maka makin besar risiko untuk
meninggal. Perdarahan yang banyak mengakibatkan syok. Makin berat syok yang
terjadi dan makin lama syok berlangsung, makin besar risiko mati. Satu jam
pertama masa syok sering disebut “The Golden Hour”. Dalam periode ini time
Saving Is Life Saving. Pertolongan harus cepat diberikan, yakni menghentikan
sumber perdarahan dan mengganti kehilangan voleume darah. Hipoksia sampai
dengan anoksia di jaringan akibat syok menyebabkan kematian sel jaringan. Jika
sel mati mencapai jumlah kritis (Critical Mass Of Cell), maka akan terjadi gagal
organ dan kematian.
1. Perdarahan Menyebabkan :
a. Kehilangan voleume intravaskuler sehingga aliran (perfusi darah dan jumlah
oksigen jaringan menurun
b. Kehilangan eritrosit dan hemoglobin sehingga kapasitas transport oksigen per
unit volume darah menurunTubuh memiliki Estimated Blood Volume (jumlah
darah yang beredar) 65-75 ml/kg, untuk mempermudah dibuat rata-rata EBV ;
70 ml/kg. jika kehilangan darah 15 ml/kg (20% EBV), terjadilah perubahan
hemodinamik :
1) Nadi meningkat
2) Kekuatan kontraksi miokard meningkat
3) Vasokontriksi didaerah arterial dan vena
4) Tekanan darah mungkin masih normal tetapi tekanan nadi turun
2. Prinsip Penanganan:
Pergatian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan oksigenasi
jaringan, akibat cukup volume maka hemodinamik terjaga. Untuk perdarahan
dengan syok kelas III-IV diberikan infus kristaloid sebaiknya disiapkan tranfusi
darah segera setelah sumber perdarahan dan dapat diberikan cairan golongan
plasma substitute (cairan koloid).
3. Trauma Status (Advanced Trauma Life support)
Dipergunakan untuk memperhitungkan beberapa banyak jumlah perdarahan
(EBL) dengan melihat gejala klinis yang ada.

Klasifikasi Klinis Pengelolaan

Kelas I : - Takikardia Tidak perlu penggantian


kehilangan volume minimal, volume
darah < 15% <100 x/menit

Kelas II : - Takikardia
kehilangan volume (100-120 Penggantian volume darah
darah 15-30% x/menit) yang hilang dengan cairan
- Penurunan kristaloid sejumlah 2-4
pulse pressure kali volume darah yang
- Penurunan hilang.
produksi urine
(20-30 cc/jam)

Kelas III : - Tachypnea Penggantian volume darah


kehilangan volume (30-40 yang hilang dengan cairan
x/menit) kristaloid dan darah.
darah 30-40%
- Penurunan
produksi urine
(5-15 cc/jam)

Kelas IV : - Tachypnea Penggantian volume darah


Kehilangan volume (>35 x/menit) yang hilang dengan cairan
darah - Takikardia kristaloid dan darah.
>40% (>140x/menit)
- Perfusi pucat,
dingin, basah
- Perubahan
mental
3. Syok Anafilaktik
Syok Anafilaktik (Shock Anafilactic) adalah reaksi anafilaksis yang disertai
hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah
suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks.
Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis
1. Penyebab
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik
2. Tindakan
a. C- Circulation. Raba karotis, posisi syock, pasang infus kristaloid (RL).
Berikan epinephrine (adrenalin) subcutan atau intra muscular dengan
dosis sesuai dengan gejala klinis yang tampak (0.25 mg, 0.5 mg atau 1
mg = 1 ampul bila ternyata jantung tidak berdenyut).
b. Airway. Pertahankan jalan nafas tetap bebas. Call for help
c. Breathing. Beri oksigen bila ada, kalau perlu nafas dibantu.

4. Syok Septik
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh
infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan
melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat,
melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan
pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh.
1. Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu
respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok.
Peningkatan permeabilitas kapiler,pada perembesan cairan dari kapiler dan
vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
2. Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan
penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan
mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing
merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan
sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan
pseudomonas . Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit
akut. Pengkajian dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal
karena sepsis. Gejala umum adalah:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot
3. Tindakan
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60
mmHg)
a. Tindakan awal
Infus cairan kristloid, pemberian antibiotic, membuang sumber infeksi
(pembedahan)
b. Tindakan lanjut
Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan vasopressor
(Dopamine atau dikomnbinasi dengan Noradrenaline).

5. Syock Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.Syok
yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti pada infark
miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia,
hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland, 2010)
1. Penyebab
Penyebab syok kardiogenikDapat terjadi pada keadaan – keadaan antara lain:
Kontusio jantung, Tamponade jantung dan Tension pneumothoraks. Pada versi
lain pembagian jenis syok, ada yang membagi bahwa syock kardiogenik hanya
untuk gangguan yang disebabkan karena gangguan pada fungsi myocard.
Missal : decomp cordis, trauma langsung pada jantung, kontusio jantung.
Tamponad jantung dan tension pneumothoraks dikelompokkan dalam syok
obstructive (syok karena obstruksi mekanik)
2. Tindakan
a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid
b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropic.
c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.
d. Pemasangan jarum torakostomi pada Tension Pneumothoraks di ICS II- mid
clavicular line untuk mengurangi udara dalam rongga pleura (dekompresi).

2.1.4 Manifestasi Klinis

1. Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik


<100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
2. Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3. Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4. Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5. Asidosis metabolik.
6. Pemantauan hemodinamik :
a. Tekanan darah arteri
b. Tekanan vena sentral
c. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk
pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
d. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu
kulit
2.1.5 Patofisiologi

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi

(masih dapat diatasi oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh

tubuh), danirreversibel (tidak dapat pulih).

1. Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga

fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal

seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal,

gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini

sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat

normal.

2. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-

fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital

yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan

mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat

ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi,

penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai

terganggu.

3. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak

dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera

mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga

menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme

pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung

sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang
menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan

yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak

dapat diperbaiki.

2.1.6 Komplikasi

1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

2.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW (1989,
hal 993-1002) adalah Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan
obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu
dilakukan, adalah:
a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas,
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi
kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan
napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke
depan, dan buka mulut.
2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong
dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau
trakeotomi.
3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup


dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.

a. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita


dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4
ug/menit.
b. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena
dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
c. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
d. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik.
Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung
serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas
keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas
atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid,
maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat
kehilangan cairan 20– 40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan
larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan
kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan
koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
e. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di
tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas
yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi
waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi
dari jantung.
f. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali
suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


a. Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan
selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan
panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat
berbahaya.
b. Pemberian Cairan
1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius
dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi
mual atau muntah.
4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau
pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan
yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada
luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik.
Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan
isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid
memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah
perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat
yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah
lengkap.
6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan
yang berlebihan.
7) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi
darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
8) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk
(Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa
pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.

3. Penatalaksanaan Syok Neurogenik


Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut. Penatalaksanaannya menurut Wilson
adalah
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal
yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan
yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output
untuk menilai respon terhadap terapi.
d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
1. Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi
takikardi.
2. Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
3. Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan
darah melalui vasodilatasi perifer.
2.2. Konsep Keperawatan Shock Management

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

a. Primary Survey

A (Airway): kaji kepatenan jalan nafas; tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan


nafas

B (Breathing): pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan


jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.

C (Circulation): cek nadi, control perdarahan yang dapat mengancam nyawa,


palpasi nadi radial dan kaji adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia.

D (Disability): periksa tingkat kesadaran, respon pupil dan fungsi sensorik dan
motorik.

E (Exposure): periksa seluruh permukaan tubuh. Periksa deformitas, luka terbuka,


nyeri tekan, bengkak.

b. Secondary Survey
1. Anamnesa, meliputi: identitas, keluhan utama, riwayat masalah kesehatan
sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial dan riwayat AMPLE (Alergi:
adakah alergi pada pasien; Medikasi/obat-obatan: obat-obatan yang diminum;
Pertinent medical history: riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita; Last meal: obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi; Events: hal-
hal yang bersangkutan dengan sebab cedera/kejadian yang menyebabkan
adanya keluhan utama).
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala: lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh kepala dan wajah
untuk melihat adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka
ternal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala.
b. Wajah: inspeksi adanya kesimetrisan kanan dan kiri.
 Mata: periksa kornea ada cedera atau tidak, ada miosis atau midriasis,
adanya icterus, ketajaman mata, konjungtiva anemis atau kemerahan, rasa
nyeri, diplopia.
 Hidung: periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciumana, adanya deformitas.
 Telinga: periksa adanya nyeri, tinnitus, pembengkakan, penuranan
pendengaran.
 Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas.
 Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur
 Mulut dan faring: inspeksi pada bagian mukosa, adanya lesi, apakah tonsil
meradang, ada massa/tumor, pembengkakan dan nyeri.
c. Vertebra servikalis atau leher: periksa adanya deformitas tulang atau
krepitasi, edema, ruam, lesi, massa, disfagia, adanya nyeri tekan, kekakuan
pada leherdan simetris pulsasi.
d. Toraks
 Inspeksi: adanya trauma tajam/tumpul, lecet, memar, ruam, ekimosis,
frekuensi dan kedalaman pernafasan, kesimetrisan ekspansi dinding dada,
frekuensi dan irama denyut jantung.
 Palpasi: adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan
krepitasi.
 Perkusi: untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
 Auskultasi: suara nafas tambahan dan bunyi jantung.
e. Abdomen: adanya trauma tajam/tumpul, adanya perdarahan, adanya distensi
abdomen, auskultasi bising usus, nyeri lepas, hepatomegali.
f. Pelvis: apakah ada luka laserasi, ruam, lesi, edema, kontusio, hematoma dan
perdarahan uretra.
g. Ekstremitas: pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move.
h. Bagian punggung: periksa adanya perdarahan, luka, lecet, hematoma,
ecchymosis, ruam, lesi dan edema serta nyeri dan adanya deformitas
dilakukan dengan log roll.
i. Neurologis: meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, pemeriksaan motoric dan sensorik.

2. Pemeriksaan Diagnostik:

a. Endoskopi, bisa dilakukan pada pasien dengan perdarahan dalam.


b. Bronkoskopi
c. CT-Scan
d. USG (Ultrasonografi)
e. Radiologi

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung b/d perubahan afterload, perubahan preload
2. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi
Kolaborasi
Hasil
Penurunan curah NOC : NIC : Cardiac care
jantung b/d perubahan - Cardiac Pump - Evaluasi adanya nyeri
afterload, perubahan effectiveness dada
preload - Circulation Status - Catat adanya disritmia
- Vital Sign Status jantung
DO/DS: - Catat adanya tanda dan
- Aritmia, takikardia, Setelah dilakukan gejala penurunan cardiac
bradikardia asuhan putput
- Palpitasi, oedem Selama......penurunan - Monitor status
- Kelelahan kardiak pernafasan
- Peningkatan/penuru output klien teratasi - Monitor balance cairan
nan JVP dengan kriteria hasil: - Monitor respon pasien
- Distensi vena - Tanda Vital dalam terhadap efek
jugularis rentang normal pengobatan
- Kulit dingin dan (Tekanan darah, antiaritmia
lembab Nadi,respirasi) - Atur periode latihan dan
- Penurunan denyut - Dapat mentoleransi istirahat untuk
nadi perifer aktivitas, tidak ada menghindari
- Oliguria, kaplari kelelahan Kelelahan
refill lambat - Tidak ada edema - Monitor adanya
- Nafas pendek/ sesak paru, perifer, dan dyspneu, fatigue,
nafas tidak ada asites tekipneu dan ortopneu
- Perubahan warna - Tidak ada - Monitor TD, nadi, suhu,
kulit penurunan dan RR
- Batuk, bunyi kesadaran - Monitor VS saat pasien
jantung S3/S4 - AGD dalam batas berbaring, duduk, atau
- Kecemasan normal berdiri
- Tidak ada distensi - Monitor TD, nadi, RR,
vena leher sebelum, selama, dan
- Warna kulit setelah aktivitas
normal - Monitor jumlah, bunyi
dan irama jantung
- Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
- Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis
- Monitor adanya tekanan
nadi yangmelebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik
Kekurangan volume NOC : NIC : Manajemen Cairan
cairan Keseimbangan - Pertahankan catatan
Berhubungan cairan intake dan output yang
dengan:Kehilangan Setelah dilakukan akurat
volume cairan secara tindakan keperawatan - Monitor status hidrasi
aktif, Kegagalan diharapkan - nadi adekuat, tekanan
mekanisme pengaturan kekurangan volume darah ortostatik ), jika
DS : cairan teratasi diperlukan
- Haus dengan kriteria hasil: Monitor hasil lab yang
- Tekanan darah sesuai dengan retensi
DO: - Denyut nadi radial cairan
- Penurunan turgor - Keseimbangan - (BUN , Hmt ,
kulit/lidah intake output osmolalitas urin,
- Membran dalam 24 jam albumin, total protein )
mukosa/kulit kering - Turgor kulit - Monitor vital sign setiap
- Peningkatan denyut - Kelembaban 15menit – 1 jam
nadi, penurunan mukosa - Kolaborasi pemberian
tekanan darah, - Serum elektrolit cairan IV
penurunan - Monitor status nutrisi
- volume/tekanan nadi - Berikan cairan oral
- Pengisian vena - Berikan penggantian
menurun nasogatrik sesuai output
- Perubahan status (50 –100cc/jam)
mental - Persiapan untuk tranfusi
- Konsentrasi urine - Pasang kateter jika perlu
meningkat - Monitor intake dan urin
- Temperatur tubuh output setiap 8 jam
meningkat
- Kehilangan berat
badan secara tibatiba
- Penurunan urine
output
- HMT meningkat
- Kelemahan
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, arif. Dkk.2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

https://www.academia.edu/16346258/kegawatdaruratan_Syok Diakses 16 april

2020 pukul 21:27

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai