TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledomae
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
anggota suku Rutaceae berupa pohon atau perdu dan jarang sekali berbentuk
tandan atau malai, umumnya berkelamin dua. Kelopak bunga berjumlah empat
sampai lima ada yang berlekatan atau tidak, berwarna hijau, mahkota bunga
kebanyakan berjumlah empat sampai lima dan berdaun lepas berwarna putih.
Benang sari berjumlah empat sampai lima atau delapan sampai sepuluh jarang
enam dan jarang lebih dari sepuluh. Kepala sari berjumlah dua. Tonjolan dasar
bunga beringgit atau berlekuk di dalam benang sari. Bakal buah menumpang
4
5
mempunyai lapisan kulit luar yang tipis, kaku agak menjangat dan mengandung
banyak kelenjar minyak atsiri, mula-mula berwarna hijau setelah masak warnanya
berubah menjadi kuning atau jingga, lapisan ini berubah menjadi kuning atau
jingga, lapisan ini disebut flavedo. Lapisan tengah bersifat seperti spons terdiri
dari jaringan bunga karang yang berwarna putih, lapisan ini disebut albedo.
ruangan terdapat gelembung-gelembung yang berair yang disebut juice sac. Biji-
Bentuk buah bervariasi antara bulat, oval dan memanjang (Sarwono, 1986).
setelah pisang dan mangga yang tersebar luas di beberapa sentra pengembangan
jeruk seperti di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur,
Bali dan Sulawesi Tenggara (Anonimous, 2002). Salah satu kendala dan ancaman
yang sangat serius pada tanaman jeruk adalah adanya serangan Citrus Vein
Phloem Degeneration (CVPD). Penyakit ini tergolong salah satu penyakit penting
pada tanaman jeruk yang telah berkembang luas dan menjadi kendala utama pada
juga disebut citrus greening atau huang long bing adalah bakteri Liberobacter
yang khas, bakteri tersebut belum bisa dibiakkan pada media buatan (Wirawan,
2001).
6
Gejala luar yang ditimbulkan penyakit ini yaitu klorosis atau daunnya menguning,
warna tulang daunnya menjadi hijau tua, daunnya lebih tebal, kaku dan ukurannya
menjadi lebih kecil (Gambar2.1) (Wijaya, 2003). Pada buah akibat infeksi patogen
CVPD, buah menjadi kecil-kecil dan keras serta kulit buah menjadi cepat
Gambar 2.1. Gejala Penyakit CVPD pada Daun Jeruk secara Visual
(Sumber: Rustiani et al., 2015
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jfiti/article/download/9600/7523)
Gambar 2.2 Gejala penyakit CVPD pada buah jeruk (Sumber: Maspary, 2012
http://www.gerbangpertanian.com/2012/10/mengendalikan-11-penyakit-tanaman-
jeruk.html?m=1)
7
bahasa Cina) pada awalnya diduga disebabkan oleh virus (Tirtawidjaya, et al.,
1965; Tirtawidjaya, 1983; Chen dan Mei, 1965), kemudian karena pengembangan
Organism (MLO), tetapi organisme yang diduga MLO ini segera diketahui
dibungkus oleh dinding setebal 25 nm yang jauh lebih tebal dari unit membran
yang khas untuk MLO yaitu antara 7-10 nm (Sandrine, et al., 1994). Hasil
membran bakteri yang memberi indikasi bahwa penyebab CVPD adalah bakteri
dan bukan mikoplasma. Organisme yang sama seperti yang ditemukan pada
CVPD ini juga ditemukan pada tanaman selain jeruk pada lebih dari 20 jenis
al., 1993). Sejauh yang diketahui, organisme-organisme ini selalu berada dalam
jaringan floem, dan tidak satupun yang dapat dibiakkan pada media buatan.
2,6 kb fragmen DNA dari genom BLO yang diisolasi dari tanaman jeruk terserang
Dengan penemuan ini Sandrine, et al., pada tahun 1994, dengan teknik PCR
BLO yang diisolasi dari tanaman jeruk (var. Poona) yang terserang CVPD
bahwa mereka telah berhasil mengembangkan satu primer yang spesifik dari 16S
rDNA tersebut untuk mendeteksi patogen penyebab penyakit CVPD dan sejak itu
disimpulkan bahwa penyebab penyakit ini adalah bakteri yang mereka beri nama
terbatas, karena belum bisa dikultur secara invitro (Nakashima et al., 1996).
fleksibel berukuran 100-250 x 500-2500 nm, pada saat dewasa berbentuk batang
yang kaku berukuran 350-550 x 600-1500 nm. Adapula yang berbentuk badan-
badan seperti bola dengan sitoplasma tipis, berdiameter 700-800 nm (Su dan
Huang, 1990) dan ada yang 300-1000 nm (Garnier dan Bove, 1973) seperti
550 x 1500 nm
berikut:
Kingdom : Monera
Divisi : Bakteri
Kelas : Alphaproteobacteria
Ordo : Rhizobiaceae
Genus : Liberobacter
diketahui disebarkan oleh serangga sejenis kutu loncat atau juga disebut kutu
loncat jeruk yang bernama Diaphorina citri Kuw. (Gambar 2.4 dan Gambar 2.5).
10
berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Homoptera
Famili : Psyllidae
Genus : Diaphorina
Bakteri CVPD, L. asiaticum, dapat berada pada bagian mulut (stilet) dari
serangga ini dan menular ke tanaman ketika serangga vektor mencucuk dan
dan periode penularannya (infective period) dapat berlangsung cukup lama sampai
dari telur, nimfa, dan imago, tanpa adanya pupa (Gambar 2.6). Serangga ini dapat
bertelur sampai 800 butir dan telurnya dapat menetas setelah 3-5 hari kemudian
serta setahun terdapat sembilan generasi. Stadium nimfa terdiri dari 5 instar,
lamanya stadium nimfa berkisar 14 hari (Nurhadi et al., 1986). Di daerah serangan
CVPD, serangga penular ini perlu dikendalikan karena 10 ekor serangga D. citri
Instar 5
Instar 4
Instar 1 Instar 2 Instar 3
Gambar 2.6. Betina Dewasa dan Instar Nimfa D.citri (Sumber: Mudita,W, 2010
http://citrusbiosecurity.blogspot.com/2010/10/kutu-loncat-jeruk-asia-diaphorina-
citri.html?m=1)
D. citri dapat ditemukan berasosiasi dengan lebih dari 1000 tanaman inang
tersebut dapat menularkan bakteri Liberobacter tidak saja kepada tanaman jeruk,
tetapi juga kepada tanaman-tanaman yang masih berkerabat dengan jeruk dan
menguning atau klorosis, warna tulang daunnya menjadi hijau tua, daunnya lebih
tebal, kaku dan ukurannya menjadi lebih kecil. Hal yang sama juga dilaporkan
juga menunjukkan gejala nekrosis dan gugur daun (Marlina, 1998). Proses
melalui stilet serangga vektor pada saat mengisap cairan dari floem tanaman
yang relatif banyak dapat menimbulkan gejala klorosis bahkan terjadinya nekrosis
patogen bersamaan dengan cairan tanaman oleh serangga vektor pada waktu
dinding usus, sirkuasi dalam hemolimf dan mengkontaminasi air ludah. Bakteri
mengalami periode laten dalam tubuh vektor, setelah itu vektor menjadi infektif
(Carter 1973).
Setelah masuk ke dalam sel-sel floem tanaman jeruk, bakteri CVPD akan
dalam sel floem menyebabkan terjadinya reaksi tingkat molekul antara patogen
dan sel floem serta diduga L. asiaticum menghasilkan molekul protein virulen
(toksik) yang dapat mengganggu metabolisme sel-sel floem. Sementara itu sel-sel
terhadap masuknya patogen dan molekul protein virulennya ke dalam sel floem.
dan Ca, maka ada indikasi yang menunjukkan bahwa infeksi CVPD pada tanaman
jeruk mengganggu mekanisme transport mineral atau ion-ion seperti Zn, Mn, dan
tanaman sehat bila mengisap tanaman sakit selama 48 jam lalu mengisap tanaman
sehat selama 360 jam. Di dataran tinggi Diaphorina kurang aktif, dengan
sebagai serangga vektor dan keberadaan sumbek inokulum (Chen, 1998). Nurhadi
(1993) melaporkan bahwa patogen dapat ditularkan oleh serangga vektor dari satu
tanaman ke tanaman lain setelah melalui : 1) periode makan akuisisi yaitu waktu
yang diperlukan vektor untuk makan pada tanaman sakit sampai mendapatkan
patogen, 2) periode makan inokulasi yaitu waktu yang diperlukan vektor untuk
makan pada tanaman sehat sampai dapat menularkan patogen dan 3) periode
retensi yaitu selang waktu vektor masih dapat menularkan patogen. Selanjutnya
Selain melalui vektor D. citri, penyakit ini dapat menyebar melalui bibit
terinfeksi. Bibit jeruk yang tampak sehat dapat mengandung patogen CVPD,
karena masa inkubasi patogen CVPD dalam tanaman inang berkisar tiga sampai
lima bulan (Tirtawidjaya dan Suharsodjo 1990), sehingga diperlukan cara yang
tepat dan cepat untuk mendeteksi keberadaan patogen CVPD pada bibit jeruk.
Media penular utama CVPD adalah bibit okulasi yang dibuat di daerah
tersebut menjadi pohon jeruk yang sakit dan selanjutnya berfungsi sebagai sumber
infeksi.
fragmen DNA spesifik dengan panjang dan sekuens yang telah ditentukan dari
berbagai sifat alami replikasi DNA. Dalam proses tersebut, polimerase DNA
menggunakan DNA utas tunggal sebagai cetakan untuk mensintesis utas baru
pemanasan dari DNA cetakan utas ganda pada temperatur mendekati titik didih
Pada PCR posisi awal sintesis DNA dapat ditentukan dengan menyediakan
cetakan sesuai dengan yang diinginkan. Ini merupakan keunggulan PCR, yang
mana DNA polimerase dapat diarahkan untuk sintesis bila primer oligonukleotida
membatasi wilayah dari DNA yang ingin diperbanyak, sehingga utas DNA yang
baru disintesis, dimulai dari posisi primer, membentang sampai melewati posisi
primer dari utas yang lainnya. Dengan demikian, tempat ikatan primer baru akan
dibuat pada utas DNA yang baru disintesis. Campuran reaksi kemudian
dipanaskan lagi untuk memisahkan utas awal dengan yang baru, yang kemudian
sintesis DNA dan pemisahan utas. Hasilnya adalah setelah n kali siklus, campuran
16
salinan dari urutan DNA diantara kedua primer. Ini merupakan ciri PCR yang
Pada prinsipnya teknologi PCR terdiri dari 3 tahap reaksi berbeda dalam
satu siklus. Ketiga tahap tersebut adalah denaturasi, annealing, dan polimerisasi.
(DNA) double stranded yang akan diamplifikasi. Hasil yang diperoleh merupakan
tahap annealing. Pada tahap annealing terbentuk ikatan H baru antara untai
ke ujung 5’, dengan katalisis enzim DNA polimerase. Ketiga tahap ini merupakan
denaturasi ± 95ºC, 45ºC, dan polimerisasi 72ºC. Fungsi suhu ini sangat bervariasi
untuk setiap organisme, setiap jenis sel, setiap jenis gen dan sebagainya sehingga
tidak ada standar yang sama untuk temperatur pada tahap-tahap tersebut.
Amplifikasi dengan PCR diperlukan kualitas DNA template yang baik dan
program yang sesuai. Oleh karena bakteri CVPD belum bisa diukur, sehingga
pendekatan dengan isolasi DNA total tanaman yang diinginkan untuk dideteksi.
17
berbeda pada setiap bagian tanaman, maka diperlukan cara isolasi yang sesuai
untuk setiap bagian tanaman sehingga didapatkan DNA yang dapat diamplifikasi
dengan PCR. Deteksi molekuler dengan teknik PCR melalui tahapan: isolasi total
DNA, amplifikasi DNA dan visualisasi hasil PCR (Adiartayasa et al., 2012).