OLEH:
KELOMPOK 5 (KELAS A)
Mikologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang jamur (Fungi) ada
juga orang-orang yang menyebutnya cendawan. Mikologi sendiri berasal dari kata
‘mykes’ yang berarti myceane yaitu salah satu kelompok mushroom (jamur mikro)
dan dari kata logos yang berarti ilmu. Sehingga mikologi itu merupakan ilmu yang
mempelajari tentang jamur dan pemanfaatannya dalam kehidupan manusia.
Dalam Campbell (2003), Fungi adalah eukariota, dan sebagian besar adalah
eukariota multiseluler. Meskipun fungi pernah dikelompokkan ke dalam kingdom
tumbuhan, fungi adalah organisme unik yang umumnya berbeda dari eukariota
lainnya ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi struktural serta
pertumbuhan dan reproduksi. Fungi adalah mikroorganisme eukaryotik yang hidup
secara saprofit karena tidak dapat berfotosintesa. Pada dasarnya sel -sel fungi hampir
sama dengan sel - sel hewan.
Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik. Mereka memerlukan
senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang
terlarut, mereka disebut sporofit. Fungi memiliki berbagai macam penampilan
tertgantung pada spesiesnya (Pelczar, 1986). Berdasarkan cara berkembang biaknya,
klasifikasi fungi dibagi menjadi empat divisi yaitu zygomycota, ascomycota,
basidiomycota, deuteromycota, dan chytridiomycota.
Basidiomycota adalah jamur yang bereproduksi aseksual dengan membentuk
spora di atas sel yang disebut basidium. Reproduksi seksual dilakukan dengan
membentuk spora konidia. Terdapat sekitar 30000 spesies basidiomycota yang telah
diketahui, dan 37% diantaranya termasuk golongan jamur atau Fungi. Jamur dari
divisio basidiomycota memiliki 25000 spesies.
Pada ordo Uredinales memiliki spesies yang banyak menjadi patogen
tanaman dan memiliki siklus hidup rumit karena membutuhkan inang yang berbeda
untuk melengkapi siklus hidupnya. Puccinia adalah salah satu marga cendawan yang
semua anggotanya adalah patogen tanaman dan gejalanya dikenal sebagai karat daun,
karena cirri khasnya berupa bercak berwarna coklat kemerahan dan terasa kasar
seperti karat. Anggotanya ada sekitar 4000 jenis (spesies). Salah satu spesies yang
paling berbahaya dan menyebabkan penyakit karat dan jelai mahkota
pada tanaman oat yaitu Puccinia coronata.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka perlu dibuat makalah tentang fungi
pada filum Basidiomycota, yaitu spesies Puccinia coronate untuk mengetahui peran
dan karakteristik bioekologinya.
1.3. Tujuan
2.1. Basidiomycota
Basidiomycota adalah salah satu anggota kingdom fungi yang ciri utamanya
menghasilkan spora berbentuk kotak. Spora dari basidiomycota disebut basidium.
Anggotanya bervariasi, ada yang uniseluler, adapula yang multiseluler. Mereka dapat
bereproduksi secara seksual dan aseksual. Habitatnya bisa ditemukan di perairan
ataupun daratan. Karena variasi tersebut, maka sangat sulit untuk
mengidentifikasikan karakteristik morfologi kelompok ini secara umum. Pada
umumnya organisme ini hidup sebagai aproba (pengurai) tetapi adajuga yang hidup
di tanah, tempat sampah dan batang kayu. Terdapat sekitar 25.000 Spesies
basidiomycota yang telah teridentifikasi.
Struktur dari Basidiomycota adalah jamur filamen yang terdiri dari hifa dan
bereproduksi secara seksual melalui sel khusus berkelompok yang disebut basidia.
Hifa pada basidiomycota bersekat dan mengandung inti haploid. Ciri tubuhnya
seperti jamur yang kita kenal, memiliki bagian batang dan tudung yang berbentuk
seperti payung. Pada bagian bawah tudung tampak adanya lembaran yang menjadi
tempat terbentuknya basidium. Hifa yang bercabang dari jenis jamur ini membentuk
mesilium. Kemudian mesilium membentuk tubuh buah yang disebut basidiokarp.
Proses reproduksi basidiomycota merupakan yang paling sering diperhatikan,
karena dianggap cukup menarik. Reproduksinya dapat terjadi secara aseksual dan
seksual sebagai berikut :
a).Reproduksi secara aseksual
Reproduksi secara aseksual terjadi dengan membentuk konidiospora. Konidia
adalah spora yang dihasilkan dengan jalan membentuk sekat melintang pada ujung
hifa atau dengan diferensiasi hingga terbentuk banyak konidia.Hifa haploid yang
sudah dewasa akan menghasilkan konidiofor (tangkai konidia). Pada ujung
konidiofor kemudian terbentuk spora. Lalu spora tersebut akan diterbangkan oleh
angin. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan, maka konidia akan berkecambah
menjadi hifa yang haploid.
b. Reproduksi Seksual (Generatif) Basidiomycota
Reproduksi seksual terjadi dengan pertemuan antara hifa (+) dan hifa (-).
Pertemuan ini akan membuat terjadinya proses plasmogami (larutnya dinding sel).
Kemudian inti dari salah satu hifa akan pindah masuk ke hifa yang lainnya. Proses ini
membuat terbentuknya hifa dengan dua inti haploid berpasangan sehingga disebut
dikariotik. Hifa diploid dikariotik kemudian akan tumbuh menjadi miselium haploid
yang dikariotik. Miselium ini juga tumbuh membentuk tubuh buah yang disebut
basidiokarp. Pada ujung-ujung hifa basidiokarp terjadi penyatuan dua inti haploid
dalam basidium menjadi diploid. Proses penyatuan ini disebut kariogami. Basidium
membentuk 4 tonjolan yang disebut sterigma pada ujungnya. Inti diploid dalam
basidium kemudian membelah secara meiosis menjadi 4 inti haploid (n). Kemudian
inti tersebut akan masuk ke salah satu tonjolan sterigma dan berkembang menjadi
basidiospora. Jika basidiospora terlepas dari basidium dan jatuh pada tempat yang
sesuai, maka mereka akan tumbuh menjadi hifa baru yang haploid.
Gambar. 1 Siklus hidup Puccinia coronata f. sp. Avenae. Fase aseksual dari siklus (panah oranye)
diselesaikan pada spesies oat domestik dan liar selama musim panas sebagai beberapa putaran infeksi.
Fase seksual dari siklus dimulai dengan diferensiasi teliospora pada akhir musim panas atau musim
gugur untuk menahan suhu musim dingin. Teliospora menjalani karyogami dan menyelesaikan satu
acara meiosis untuk menghasilkan basidiospora di musim semi. Basidiospora membawa tipe kawin (-)
atau (1) dan mungkin menjalani mitosis sebelum perkecambahan dan infeksi buckthorn (spesies
Rhamnus). Pada buckthorn, jamur membedakan pycniospores, yang bersentuhan dengan hifa tetangga
dari tipe perkawinan yang berlawanan, memungkinkan plasmogami. Aeciospora kemudian
membentuk dan menginfeksi oat untuk memulai kembali siklus aseksual.
(A) Infeksi gandum oleh Puccinia coronata f. sp. Avenae di lapangan. Kepadatan
pustula yang tinggi (kelompok urediniospora) ditunjukkan pada daun. Foto oleh R.
Caspers. (B) Mikrograf urediniospora; skala, 10 mm. (C) Gambar close-up pustula
dalam varietas gandum rentan Marvelous (kiri) dan dua tahap pembentukan
teliospore (tengah dan kanan); skala, 2 mm. (D) Foto-foto karat mahkota pada
buckthorn (Rhamnus cathartica). Gejala ditunjukkan pada daun dan tangkai daun.
Pycnia hadir pada permukaan adaxial daun (atas), sedangkan aecia terbentuk pada
permukaan abaksial (atas dan bawah); skala, 2 mm.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Puccinia coronata adalah patogen tanaman dan agen penyebab penyakit karat
oat dan jelai mahkota. Puccinia coronata adalah jamur basidiomycete dengan gaya
hidup biotropik wajib, dan diklasifikasikan sebagai jamur makrosiklik dan
heteroecious khas. Fase aseksual dalam siklus hidup Pca terjadi pada oat, sedangkan
fase seksual terjadi terutama pada spesies Rhamnus sebagai inang alternatif. Epidemi
karat mahkota terjadi di daerah dengan suhu hangat (20-25 8C) dan kelembaban
tinggi. Puccinia coronata f. sp. Avenae memiliki lima tahap infeksi yang
berhubungan dengan fase reproduksi seksual atau aseksual dalam siklus hidupnya.
Fase infeksi aseksual (tahap telial) terjadi sepenuhnya pada oat, sedangkan
reproduksi seksual (tahap aecial) terjadi pada inang alternative.
3.2. Saran
Penelitan tentang penyakit karat yang disebabkan oleh Puccinia masih kurang
sehingga dibutuhkan penelitian yang berkaitan.
DAFTAR PUSTAKA
Dietz, S. (1926) The alternate hosts of crown rust, Puccinia coronata Corda. J. Agric.
Res. 33, 953–970. Dietz, S.M. and Murphy, H.C. (1930) Inheritance of
resistance to Puccinia coronata avenae, p. f. III. Phytopathology, 20, 120.
Forbes, I. (1939) Factors affecting the development of Puccinia coronata in
Louisiana. Phytopathology, 29, 659–684.
Harder, D.E. and Haber, S. (1992) Oat diseases and pathologic techniques. In: Oat
Science and Technology (Marshall, H. and Sorells, M., eds), pp. 307–425.
Madison, WI: ASA/CSA.
Harder, D.E., McKenzie, R.I.H. and Martens, J.W. (1984) Inheritance of adult plant
resistance to crown rust in an accession of Avena sterilis. Phytopathology, 74,
352–353.
Jackson, E.W., Obert, D.E., Menz, M., Hu, G., Avant, J.B., Chong, J. and Bonman,
J.M. (2007) Characterization and mapping of oat crown rust resistance genes
using three assessment methods. Phytopathology, 97, 1063–1070.
Jackson, E.W., Obert, D.E., Chong, J., Avant, J. and Bonman, J. (2008) Detachedleaf
method for propagating Puccinia coronata and assessing crown rust resistance
in oat. Plant Dis. 92, 1400–1406
Klenova-Jirakova, H., Leisova-Svobodova, L., Hanzalova, A. and Kucˇera, L. (2010)
Diversity of oat crown rust (Puccinia coronata f.sp. avenae) isolates detected
by virulence and AFLP analyses. Plant Prot. Sci. 46, 98–106.
Mendgen, K. (1984) Development and physiology of teliospores. In: The Cereal
Rust, Vol. 1 (Roelfs, A. and Bushnell, W., eds), pp. 375–398. Orlando, FL:
Academic Press, Inc
Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press. Hal: 13