Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MIKOLOGI

“DEUTEROMYCOTA: SPHAEROPSIDALES DAN


MYCELIASTERILLIA”

Disusun oleh:

Kelompok 2 Mikologi:
Acong Jaya Sinaga (211014020064)
Bryan Watuseke (18101102035)
Kurniasih (211014020066)
Natalia Kossay (17101102028)
Sebrina Kuron (19101102039)
Stephen Lengkong (18101102027)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
SPHAEROPSIDALES
Karakteristik dan struktur Sphaeropsidales
Sphaeropsidales adalah jamur dengan pycnidia berwarna gelap, kasar sampai
karbon,stromatik atau non-stromatik umumnya dilengkapi dengan bukaan melingkar.Miselium
tumbuh secara longitudinal di miselium inang.Anggota ordo ini dapat menghasilkan bisnaphthyl
pigmen, seperti Sphaerolone dan dihydrosphaerolone , atau 2-hydroxyjuglone
Ordo Sphaeropsidales dicirikan dengan spora ditopang dalam pycnidium berbentuk labu
dibagian dalam konodiofor sebagai bantalan konodia (pycnospores).Terdapat 4 famili pada ordo
Sphaeropsidales,yaitu Spaeropsidaceae dengan pycnidia berwarna gelap,kasar dan mengandung
karbon,stromatik atau non-stromatik.Zythiaceae dengan pycnidia mirip Sphaeropsidales tetapi
warna lebih terang sampai gelap,halus,berlilin,sampai kasar.Leptostromataceae dengan pycnidia
perisai atau memanjang dan datar.Dan Excipulaceae dengan pycnidia dewasa berbentuk mirip
cangkir. amur dengan pycnidia berwarna gelap, kasar sampai karbon, stromatik atau non-stromatik
umumnya dilengkapi dengan bukaan melingkar.

Klasifikasi Sphaeropsidales
Deuteromycota dibagi atas 4 ordo atau bangsa yakni: Sphaeropsidales, Melanconiales, Moniliales
dan, Mycelia sterilia. Masing masing ordo digolongkan atas perkembangan konidiumnya. Misalnya
seperti ukuran,warna, dan jumlah sel konidiumnya, serta keberadaan penikdium,aservuli,sinnema.
Berikut perbedaan setiap ordonya:
1. Ordo Sphaeropsidales merupakan kelompok dengan alat perkembangbiakannya berupa
konidium yang tersusun dalam piknidium
2. Ordo Melanconiales merupakan kelompok yang alat perkembangbiakannya juga berupa
konidium namun tersusun dalam aservulus
3. Ordo Moniliales merupakan kelompok yang alat perkembangbiakannya berupa tunas atau
hasil fragmentasi hifa berupa Oidium,konidiofor, sporodokia atau sinnema
4. Ordo Mycelia sterilia merupakan kelompok yang alat perkembangbiakannya tidak ditemukan
baik dalam konidium maupun yang lain dan hanya berupa miselium. (Suryani,dkk. 2020).
Gambar 1. Alat perkembangbiakan setiap ordo dari Deuteromycota (Sastrahidayat, 2011)
Ordo Sphaeropsidales
Merupakan kelompok fungi dengan alat perkembangbiakannya berupa konidium yang tersusun
dalam piknidium. Ordo Sphaeropsidales memiliki empat famili yakni: Sphaeropsidaceae,
Zythiaceae,Leptostromataceae, dan Exipulaceae
Ciri-ciri ordo Sphaeropsidales:
a. Konidia dibentuk pada piknidia
b. Piknidia berwarna gelap-cerah
c. Stromatik atau non stromatik (Sastrahidayat, 2011)
1. Famili Sphaeropsidaceae
Merupakan kelompok fungi yang piknidiumnya berwarna gelap,strukturnya agak keras, kebanyakan
berlubang dan umumnya hidup sebagai saproba atau parasit pada tanaman. Memiliki lebih dari 500
genus (Sastrahidayat, 2012).
Contoh : Phyllosticta solitaria penyebab penyakit apple blotch (bengkak)
Phoma oleraceae parasit tanaman kubis
Dendrophoma puscurans penyebab penyakit daun busuk pada strawberry
Sphaeropsis.lycopersici penyebab daun berbintik pada tomat
Coniothyrium diplodiella parasite pada rasberry
Diplodia natalensis penyebab buah busuk pada jeruk
Septoria apii penyebab daun berbintik pada seledri (Sastrahidayat, 2012)
Phomopsis amaranthicol ,bioherbisida bunga matahari (Rosskopf,dkk, 2006)
2. Famili Zythiaceae
Merupakan kelompok fungi yang piknidiumnya berwarna cerah,strukturnya seperti lilin, kebanyakan
berlubang dan umumnya hidup sebagai saproba atau parasit pada tanaman.
Contoh : Zythia fragariae ( penyebab Leaf blotch pada strawberry dan arbei )
3. Famili Leptostromataceae
Merupakan kelompok fungi yang piknidiumnya berbentuk perisai atau pipih memanjang.
4. Famili Exipulaceae
Merupakan kelompok fungi yang piknidiumnya berbentuk seperti mangkuk.

Reproduksi Sphaeropsidales
Ordo Sphaeropsidales adalah ordo jamur yang belum diketahui cara reproduksi seksualnya.
Jamur ini tidak dapat dimasukkan kedalam kelompok ascomycota disebabkan karna tidak mempunyai
askus. Namun, jika reproduksi seksualnya sudah dapat diketahui, maka ordo terebut akan dimasukkan
dalam ordo dari filum lain yang memiliki kesamaan karakteristik reproduksi seksual. Ordo ini
memiliki kesamaan reproduksi aseksual dengan filum jamur ascomycota.

Jamur ini berkembang biak dengan konidia, yaitu dengan menghasilkan konidium yang
terbentuk pada ujung hifa konidiofor. Konidia dapat berupa pycnidia yang dapat berbentuk bulat atau
labu. Konodiofor dalam pycnidia umumnya sangat pendek contohnya pada genus Phyllosticta, atau
bahkan pada beberapa spesies kondiornya hampir tidak ada (Plenodomus). Sebaliknya, pada piknidia
jamur lain, konidiofornya cukup panjang dan bercabang jelas (Dendrophoma). Umumnya, mereka
muncul dari sel-sel internal dinding pycnidia. Dalam penampilan luar, beberapa pycnidia menyerupai
perithecia, dan satu-satunya cara untuk dapat memastikan sifatnya adalah dengan menghancurkannya
dan memeriksa isinya di bawah mikroskop. Perithecia mengandung asci, sedangkan pycnidia
mengandung konidia (Anonim, 2015).

Gambar 1. Pyicnidium Phoma sp. (konidia aseksual tubuh buah yang dihasilkan oleh mitosporik
jamur) (Roger & Tivoli, 1996)

Gambar 2..Sketsa Phoma terestis pycmidium yang dilepaskan (Gray, 2015)


Reproduksi aseksual dapat terjadi melalui spora reproduksi vegetatif, yaitu konidia. Spora
haploid aseksual dan non-motil dari jamur, yang dinamai menurut kata Yunani untuk debu (conia),
karenanya juga dikenal sebagai konidiospora dan mitospora. Konodia umumnya mengandung satu
inti dan produk dari pembelahan sel mitosis. Konodia biasanya terbentuk di ujung hifa khusus,
konidiofor. Tergantung pada spesiesnya, mereka dapat disebarkan oleh angin atau air, atau oleh
hewan. Konidiofor mungkin hanya bercabang dari miselia atau mungkin terbentuk dalam tubuh buah
(Laybourn-Parry, 2009).
Hifa yang menciptakan ujung sporing bisa sangat mirip dengan ujung hifa normal, atau dapat
dibedakan. Diferensiasi yang paling umum adalah pembentukan sel berbentuk botol yang
disebut phialide, dari mana spora diproduksi. Tidak semua struktur aseksual ini adalah hifa
tunggal. Dalam beberapa kelompok, konidiofor (struktur yang menanggung konidia) dikumpulkan
untuk membentuk struktur yang tebal (Laybourn-Parry, 2009).
Meskipun tidak memiliki reproduksi seksual, tetapi rekombinasi genetiknya masih dapat
terjadi, sehingga disebut dengan paraseksualitas. Siklus paraseksual ini merupakan proses mengirim
materi genetik tanpa melalui pembelahan meiosis dan perkembangan dari struktur seksual. Pada
jamur tidak sempurna, reproduksi paraseksual terjadi melalui penggabungan inti haploid dan inti
diploid. Penggabungan tersebut secara spontan akan menghasilkan inti diploid rekombinan yang akan
mengalami fase mitotic croosing over (pembelahan yang terjadi pindah silang) dan juga
menghasilkan inti haploid untuk proses paraseksual yang berikutnya (Schoustra et al., 2007).

Gambar 3. Reproduksi Aseksual dan Paraseksual Aspergillus Nidulans (Schoutra et al., 2007)

Ordo dari jamur ini biasanya menginfeksi berbagai macam tumbuhan dan menyebabkan
penyakit, salah satu contohnya, yaitu Phoma sp.. Phoma sp. membtnuk banyak piknidia dan
pesudotesia yang berfungsi sebagai sumber inokulum primer, dan akan menginfeksi inokulum
sekunder tanaman setelah pycnidia berhasil memproduksi konidia dalam julmah yang besar. Setelah
berhasil, patogen kemudian menghasilkan berbagai fitotoksin yang mengubah efisiensi fotosintesis
dan berbagai fungsi sitoskeleton aktin pada sel tumbuhan. Hal tersebut menyebabkan kebocoran
elektrolit dari sel. (Debo et al., 2020).

Gambar 4. Siklus Hidup Phoma sp. (Debo et al., 2020)

Dampak Merugikan Ordo Sphaeropsidales

 Entomosporium sp. dapat merusak ataupun membunuh organ tanaman misalnya pada pohon
apel.
Adanya kapang tersebut mampu merusak ataupun membunuh organ tanaman mulai dari akar,
batang, daun, bunga dan buah. Patogen apel sangat sulit untuk dibasmi dikarenakan mampu
memproduksi struktur dorman (resting) seperti sclerotia, chlamydospora atau oospora untuk
bertahan pada kondisi lingkungan tidak menguntungkan

 Phoma sp. Menimbulkan bercak pada daun dan kanker batang


Infeksi melalui luka atau lubang alami seperti stomata, lentisel atau dapat juga menembus
epidermis.

 Phyllosticta sp. menimbulkan kerugian berupa bercak daun pada tanaman jahe
Bercak daun pada jahe dengan jenis kerusakan seperti kering, fotosintesis tidak optimal,
tanaman kerdil

 Phyllosticta solitaria menimbulkan bercak apel atau apple blotch.


Pada bercak apel biasanya muncul sebagai seperempat inci (0,5 cm) atau area tidak beraturan
yang lebih besar pada permukaan buah yang terinfeksi. Warnanya mungkin keruh atau jelaga,
seringkali membuat permukaan apel tampak hijau zaitun. Biasanya area yang lebih kecil
berkumpul untuk membentuk bintik-bintik yang lebih besar dan tidak melingkar pada kulit.

 Septoria apii penyebab daun berbintik pada seledri


- menyerang tanaman seledri dan meurunkan nilai produksi. Gejala serangan S. apii
terdapat pada daun yang awalnya berupa bercak-bercak klorotik kecil, lalu menjadi
bercak cokelat dan menyebabkan kematian jaringan tanaman. Bercak dimulai pada
daun tua bagian bawah, kemudian menjalar ke daun bagian atas, beberapa bercak akan
menyatudapat mengakibatkan daun menjadi layu (Semangun, 2007).

Peranan Sphaeropsidales
Jamur Sphaerobsidales juga berperan menguntungkan bagi manusia, contohnya:

 Phomopsis amaranthicola yang mampu meningkatkan mortalitas hama tanaman bayam


(Amaranthus sp.) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida.
 Phoma sp. juga dapat memproduksi antibiotik potensial yang dapat bersifat sebagai anti-fungi
yang spesifik melawan Candida albicans, Cryptococcus neoformans and Aspergillus
fumigatus, dan juga menghambat glycosyl-phosphatidyl-inositol (GPI)-anchoring dalam sel
yeast.
 Darluca dapat memproduksi senyawa antibiotik Isocyanide, yang dapat berfungsi sebagai
antibakteri, antifungi dan aktivitas sitotoksik (Zapf, 1993)

MYCELIA STERILIA
Karakteristik dan struktur Mycelia sterilia
Berdasarkan hasil pengamatan makroskopik isolat PF4 yang diinkubasi dalam medium
Pikovskaya selama 7 hari (300C), terlihat koloni berwarna putih. Sebalik koloni tidak memberikan
warna pada medium atau hialin. Koloni bertekstur seperti kapas, kapang tersebut belum bersporulasi.
Koloni tidak memiliki zona pertumbuhan (growing zone), tetes eksudat (exudate drops), zonasi dan
garis-garis radial (radial furrow). Hasil pengamatan mikroskopik hanya terdapat dari hifa steril, tidak
memiliki struktur konidiofor dan tidak memiliki konidia. Dari hasil pengamatan mikroskopik dan
makroskopik isolat PF 4 disuga termasuk ke dalam kapang Mycelia sterilia.Hal tersebut karena pada
pengamatan mikrosopik pada koloni kapang berumur 7 hari pada medium PDA, hanya
memperlihatkan struktur hifa tidak dapat ditemukan alat reproduksi.Fungi yang hanya terdiri dari hifa
steril, tidak memiliki struktur konidiofor dan tidak memiliki konidia dikelompokkan ke dalam
Mycelia sterilia. Mycelia sterilia adalah fungi yang tidak memiliki alat reproduksi seksual dan tidak
menghasilkan konidia.
Ordo Myceliasterilia
Merupakan kelompok yang alat perkembangbiakannya tidak ditemukan baik dalam konidium
maupun yang lain dan hanya berupa miselium.ordo ini hanya terdiri atas kurang lebih 20 jenis yang
paling terkenal dari genus : Rhizoctonia dan Sclerotium (Sastrahidayat, 2012).
Contoh: Rhizoctnia solania penyebab penyakit busuk akar pada kentang)
Sclerotium cepivorum penyebab bintik-bintik putih pada tanaman bawang
Dactuliophora mysorensis Penyebab zonate leaf spot pada kacang tunggak
(Deepika,dkk. 2020)

Reproduksi Mycelia Sterillia


Ordo dari Jamur ini tidak menghasilkan konidia tapi menghasilkan sklerotia, rhizomorf, atau
massa miselium sederhana. Rhizomorf digambarkan sebagai miselium yang berbentuk benang dan
memiliki percabangan. (Cabang-cabang hifa terbentuk tegak lutus dari titik asalnya. Sedangkan
adalah massa kompak mengeras jamur miselium yang mengandung cadangan makanan. Salah satu
peran sklerotia adalah untuk bertahan hidup dari lingkungan yang ekstrem. Pada beberapa jamur,
sklerotia menjadi terlepas dan tetap tidak aktif sampai kondisi pertumbuhan yang menguntungkan
kembali (Krzywdal, 2008).

Gambar 5. Rhizomorf Miselium Rhizoctonia solani (Yadav et al., 2019)

Gambar 6. Miselium Sclerotium rofsii (Castillo et al., 2016)


Gambar 7. Skleretia Cenococcum geophilus pada penampang melintang tumbuhan (Anonim, 2016)

Siklus hidup dari miselium Sclerotinia minor menyerang cabang-cabang yang lebih rendah
dan dengan cepat menginvasi jaringan sukulen yang menyebabkan sel-sel kolaps. Miselium
kemudian mengembangkan massa putih berbulu di permukaan jaringan saat menyerang lebih banyak
jaringan tanaman. Tanaman tersebut akhirnya mati dan sklerotia diproduksi dalam jumlah yang
melimpah pada jaringan yang mati. Beberapa sclerotia dilepaskan dari jaringan tanaman ke dalam
tanah atau dapat disimpan pada jaringan tanaman mati sebagai inokulum musim dingin. Ketika
kondisinya tepat, sclerotia berkecambah menjadi miselium atau apothecia (tahap seksual jamur). Pada
tahap miselium jamur menginfeksi tanaman baru dan siklus dimulai lagi. Jika sklerotia menimbulkan
apothecia (yang sangat jarang terjadi pada S. minor) kemudian asci dibentuk dengan askospora (spora
seksual). Ketika spora matang, mereka keluar dan mendarat di tanaman, berkecambah, dan memulai
siklus penyakit lagi (Backman, 1977).

Gambar 8. Siklus Hidup Sclerotinia minor (Agrios, 1978)


Peranan Mycelia sterilia
Fungi kelompok Mycelia sterilia keberadaannya melimpah di alam. Umumnya ditemukan pada
habitat tanah, tumbuhan dan runtuhan tanaman. Beberapa kelompok fungi ini mampu membusukkan
kayu. Banyak sterilia umumnya ditemukan pada akar tanaman dan beberapa bersifat endofit .
 Mycelia sterilia sp. 2 LM1041 merupakan genus yang dapat mendegradasi lignin dengan rasio
zona bening 1.29 pada medium lignin padat dan sebesar 44.76% pada medium lignin cair
(Widyastuti et al., 2007).
 Jamur Sclerotium sp. dapat mensekresikan polisakarida ramah lingkungan, yaitu
Skleroglukan-1,3- β-1,6-glukan yang menunjukkan potensi dalam berbagai bidang industri
contohnya dalam peningkatan produksi minyak, zat aditif makanan, bahan obat, kosmetik,
biokompatibel, dan lain-lain (Castillo et al., 2015).
 Rhizoctonia sp. pada daun Cynodon dactylon (Endofit) memproduksi benzofenon baru,
bernama asam rhizoctonic yang dipadukan dengan 3 senyawa, yaitu monomethylsulochrin,
ergosterol, dan 3β,5α,6β-trihydroxyergosta-7,22-diene, dapat berpotensi menjadi senyawa
antibakteri ketika diuji pada strain Heliobacter pylori secara in vitro (Ma et al., 2004)

Dampak Merugikan Ordo Mycelia sterilia

 Penyakit busuk pelepah atau hawar upih daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani
- penyakit utama pada tanaman jagung dan sorgum yang dan penyebarannya semakin
luas dan biji yang terinfeksi mengalami pembusukan (Semangun., 2008).
 Sclerotium cepivorum penyebab bintik-bintik putih pada tanaman bawang
- Terjadi pada setiap tahap pertumbuhan tetapi biasanya terlihat pertama kali pada
tanaman yang lebih tua. Hal ini ditandai dengan menguningnya daun, mulai dari ujung
dan berlanjut ke bawah. Layu tanaman dan kemudian mati pucuk bisa terjadi.
Pertumbuhan jamur putih sering terlihat di garis tanah dan merupakan tanda
pembusukan akar. Ketika dicabut umbi menunjukkan pertumbuhan jamur putih
berbulu, biasanya pada pangkalnya, merupakan tanda pembusukan tingkat lanjut.
Bintik-bintik kecil, hitam dan bundar terbentuk di tengah jamur putih. Akar utama
secara bertahap hancur dan mungkin hilang.
- Tingkat keparahan penyakit sangat terkait dengan jumlah jamur di tanah. Setelah
terjadi, hampir tidak mungkin untuk menghilangkan patogen. Terjadinya penyakit ini
sangat terkait dengan kondisi dingin 10-24 derajat Celcius dan tanah yang lembab dan
dapat menyebar melalui jaringan jamur bawah tanah, air banjir, peralatan dan bahan
tanaman. Busuk putih adalah salah satu ancaman utama pada bawang dan dapat
menyebabkan kerugian hasil panen yang besar.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1978. Plant Pathology, 2nd ed. New York: Academy Press.
Anna Krzywda1, Elżbieta Petelenz1, Dominika Michalczyk1 e Przemysław M. Płonka. 2008.
Sclerotia of the acellular (true) slime mould Fuligo septica as a model to study melanization
and anabiosis. Cellular & Molecular Biology Letters. 13 (1): 130–143.
Anonim. 2015. Deuteromycota – Fungi Imperfecti.
http://www.faculty.ucr.edu/~legneref/fungi/deuteromycota.htm. Diakses pada tanggal 12
September 2021.
Anonim. 2016. Fungi Reproducing Asexually by Means of Sclerotia and Other Non-Sporic
Structures. https://studylib.net/doc/12921386/division-deuteromycota. Diakses pada tanggal
13 September 2021.
Anonim. 2021. Pengertian Deuteromycota. https://pendidikan.co.id/pengertian-deuteromycota/.
Diakses pada tangaal 12 September 2021.
Anonim. Busuk Putih. wanglantix.net/id/library/plant-diseases/100049/white-rot. Diakses pada
tanggal 11 September 2021.
Backman, PA. 1997. Rangkuman Penyakit Kacang Tanah, Edisi Kedua. Fitopat Amerika. Soc. Pers,
Santo Paulus. 34-35.
Castill, N.A., Farina, J., dan Valdez, A.L 2015. Microbial Production of Scleroglucan and
Downstream Processing. Frontiers in Microbiology, 6(1106):1-19.
Debo, D., Khan A., dan Dey, N. 2020. Penyakit Phoma: Epidemiologi dan Pengendalian. Patologi
Tanaman, 69(7): 1203-1217.
Deepika. Y. S.,dkk. (2020). Dactuliophora mysorensis sp.nov.: A New Spesies of Mycelia Sterilia
Causing Zonate Leaf Spot on Cowpea in India. Current Microbiology. 77:4140-4151
Gray, L. 2015. Pycnidium Deeply Embedded in Host Tissue Releasing Conidia. Image Courtesy of
University of Illinois Extension.
https://projects.ncsu.edu/cals/course/pp728/Phoma/pycnidium.html. Diakses pada tanggal 12
September 2021.
Hafsari, Rahmi, A., dan Pertiwi, V.D. 2017. Isolasi dan Identifikasi Kapang Pelarut Fosfat Dari Fosfat
Guano Gua Pawon. Jurnal Biota:Biologi dan Pendidikan Biologi.10(2): 165-180
Laybourn-Parry, J. 2009. Mikrobiology. No Place to Cold. Sains. 324(5934): 1521–1522.
Pradana, G.S. 2013. Eksplorasi Kapang Antagonis Dan Kapang Patogen Tanaman Apel Di Lahan
Perkebunan Apel Poncokusumo.
https://biotropika.ub.ac.id/index.php/biotropika/article/view/111. Diakses pada tanggal 11
September 2021.
Roger, C.; Tivoli, B. 1996. Pengembangan Spatio-Temporal Pycnidia dan Perithecia dan Penyebaran
Spora Mycosphaerella Pinodes Pada Kacang Polong (Pisum sativum). Patologi
Tumbuhan .45 (3): 518–528.
Rosskopf. E.N. 2006. Genus-Specific Host Of Phomopsis Amaranthiscola (Sphaeropsidales), A
Bioherbicide Agent for Amaranthus spp. Biocontrol science and Technology. 16(1):27-35.
Sastrahidayat, I.R. 2011. Fitopatologi: Ilmu Penyakit Tumbuhan. Malang: UB Press.
Sastrahidayat, I.R. 2012. Mikologi: Ilmu Jamur. Malang: UB Press.
Schoustra, S.E., Debets, A.J.M., Slakhorst, M., dan Hoekstra, R.F. 2007. Mitotic Recombination
Accelerates Adaptation in the Fungus Aspergillus nidulans. Plos Gnetics, 3(4): 648-653.
Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Semangun, H. 2008. Penyakit-penyakit tanaman tangan di Indonesia (Edisi kedua). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 475p.
Suryani, dkk. (2020). Mikologi Terapan. Padang: PT. Freeline Cipta Granesia.
Waterworth, K. 2020. Gardening Know How: What Is Apple Blotch Fungus: Tips For Treating Apple
Tree Fungus https://www.gardeningknowhow.com/edible/fruits/apples/treating-apple-
blotch-fungus.htm diakses pada tanggal 11 September 2021.
Widiastuti, H., Siswanto dan Suharyanto. 2007. Optimasi Pertumbuhan dan Aktivitas Enzim
Ligninolitik Omphalina sp. dan Pleurotus ostreatus pada Fermentasi Padat. Menara
Perkebunan, 75(2):93-105.
Y.M Ma, Y Li, J.Y Liu, Y.C Song, R.X Tan. 2004. Anti-Helicobacter pylori metabolites from
Rhizoctonia sp. Cy064, an endophytic fungus in Cynodon dactylon. Fitoterapia, 75(5): 451-
456.
Yadav, M.K., Naik, M.K., Patil, M., dan Sunkad, G. 2019. Morphological and Virulence Diversity
of Rhizoctonia solani Isolates from Different Rice Growing Regions of Southern India.
Research Journal of Biotechnology, 14(5): 16-23.
Zapf, S., Hobfeld, M., Anke, H., Velten, R., dan Steglich W. 1995. Darlucins A and B, New
Isocyanide Antibiotics from Sphaerellopsis filum (Darluca filum). The Journal of Antibiotics,
48(1): 36-41.

Anda mungkin juga menyukai