Waham

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

Di susun oleh :

Nama : Anggi Putri Anggraeni

Prodi : S1-KEPERAWATAN

NIM : 1607003

PROGRAM STUDI NERS

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG


2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus,
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2009)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien (Aziz R, 2009).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial. (Stuart dan
Sundeen, 2008 dalam direja 2011).
B. Jenis-Jenis Waham
1. Waham berdasarkan temanya
a. Waham kebesaran
Waham kebesaran yaitu meyakini ia memiliki kebesaran, kekuasaan atau
hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal dan diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh: “Saya ini pejabat di departemen
kesehatan lho..” atau “Saya adalah anak dewa, saya bisa memindahkan gunung
itu dengan hanya mengangkat tangan”
b. Waham kejar atau curiga
Waham kejar atau curiga atau meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulangkali
tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”
c. Waham agama
Waham agama yaitu memiliki kayakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan , diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh:
“Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih setiap
hari”
d. Waham somatik
Waham somatik yaitu Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu /
terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistik
Waham nihilistik yaitu meyakini dirinya sudah tidak ada di dunia atau
meninggal, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh: “Ini khan alam kubur ya, yang ada disini adalah roh-roh”. Dan masih
banyak lagi jenis waham lainnya (Budi Anna Keliat, 2009).
2. Waham Menurut Onsetnya
a. Waham Primer
Merupakan salah satu waham yang muncul secara tiba-tiba dan dengan
keyakinan penuh tanpa peranan perilaku kearah itu. Contoh seorang pasien
mungkin dengan tiba-tiba dan keyakinan penuh bahwa dia sedang mengalami
perubahan kelamin tanpa pernah memikirkan keadaan itu sebelumnya dan tanpa
ada ide atau kejadian sebelumnya yang dapat dimengerti atas kesimpulan
tersebut.
b. Waham Sekunder
Dimana waham sekunder dapat dimengerti saat diperoleh dari beberapa
pengalaman yang tidak wajar sebelumnya. Akhirnya mungkin menjadi beberapa
jenis, seperti halusinasi (contoh seseorang yang mendengar suara-suara mungkin
akan menjadi percaya bahwa ia diikuti), Existing Delusion (contoh seseorang
dengan waham bahwa ia telah kehilanagn seluruh uangnya akan mempercayai
bahwa ia akan dipenjara karena tidak bayar hutang. Beberapa waham sekunder
kelihatannya memiliki sebuah fungsi intregratif membuat pengalaman asli
menjadi dapat lebih dimengerti pasien seperti contoh pertama. Yang lainnya
kelihatan sebaliknnya menambah rasa penyiksaan atau kegagalan seperti pada
contoh kedua (Aziz R, dkk, 2009).
C. Rentang respon
Rentang perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon sehingga
perawat dapat menilai apakah repson klien adaptif atau maladaptive. Perilaku
yang berhubungan  dengan respon biologis maladaptif :
1. Delusi
a. waham meruypakan pikiran ( pandangan yang tidak rasional )
b. berwujud sipat kemegahan diri
c. pandangan yang tidak berdasarkan kenyataan
d. gangguan berpikir, daya ingat, disorientasi, afek labil
2. Halusinasi
a. pengalaman indera tanpa perangsang pada alat indera yang bersangkutan
b. perasaan ada sesuatu tanpa adanya reangsangan sensorik, misalnya
penglihatan, rasa, bau, atau sensorium yang sepenuhnya merupakan
imajinasi
c. mengalami dunia seperti dalam mimpi
3. Kerusakan proses emosi
a. luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat
b. keadaan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan
c. marah, amuk, depresi, tidak berespon
4. Perilaku yang tidak terorganisir
a. tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan / lingkungan yang
tidak teratur
b. kehilangan kendali terhadap impuls
5. Isolasi sosial
a. menarik diri secara sosial
b. menyendiri / mengasingkan diri dari kelompok
Menurut Direja (2011) Respon perilaku klien waham dapat diidentifikasikan
sepanjang rentang respon adaptif dan rentang inaladaptif yang dapat dijelaskan
sebagai berikut :

Respon adaptif Respon maladapfif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan Pikir


2. Akurat 2. Ilusi (waham /
3. Persepsi akurat 3. Reaksi emosi halusinasi)
4. Emosi konsisten berlebihan atau 2. Perubahan proses
Pathway
dengan kurang emosi
\ pengalaman 4. Perilaku aneh 3. Sulit berespon
5. Perilaku sesuai 5. Menarik diri 4. Perilaku
6. Berhubungan disorganisasi
sosial 5. Isolasi sosial
D. Fase Terjadinya Waham
Proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase of human needm
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin
dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self
ideal sangat tinggi.
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongn kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi
hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
orang lain.
4. Fase envinment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari
lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan menghindari interaksi
sosial (isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

E. Tanda dan Gejala


1. Data subbyektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan(Keliat, 2009).
2. Data obyektif
a. Menolak makan
b. Tidak ada perhatian terhadap perawatan diri
c. Ekspresi muka sedih/ gembira/ ketakutan
d. Gerakan tidak terkontrol
e. Mudah tersinggung
f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
g. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
h. Menghindar dari orang lain
i. Mendominasi pembicaraan
j. Berbicara kasar
k. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.        
F. Penyebab
1. Factor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang.
Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakir dengan gangguan
presepsi, klien menekankan perasaan nya sehingga pematangan fungsi
intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbul
nya waham.
c. Faktor psikologi
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di
otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik.
e. Faktor genetik
2. Factor presipitasi
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang berarti
atau di asingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang menyenagkan.
G. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan
dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
a. Memperlihatkan permusuhan.
b. Mendekati orang lain dengan ancaman.
c. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai.
d. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan.
e. Mempunyai rencana untuk melukai (Kusumawati dan Hartono,2010)
H. Psikopatologi
Proses terjadinya waham dapat diuraikan sebagai berikut ;
1. Seseorang merasa terancam oleh orang lain atau oleh dirinya sendiri, mempunyai
pengalaman kecemasan dan timbul perasaan  bahwa sesuatu yang tidak
menyenangkan akan  terjadi.
2. Seseorang kemudian berusaha terhadap persepsi diri dan obyek realita melalui
manifestasi, lisan terhadap suatu kejadian ayau suatu keadaan.
3. Dilanjutkan dengan memperoykesikan pikiran dan perasaaan lingkungannya,
sehingga pikiran, perasaan, dan keinginan yang negatif, dan tidak dapat diterima
akan terlihat datangnya dari dirinya.
4. Akhirnya orang tersebut berusahan untuk memberikan alasan atau rasional
tentang interpretasi personal ( diri sendiri ) terhadap realita kepada diri sendiri
dan orang lain.
Mengapa seseorang bisa jatuh sakit (menderita gangguan jiwa/Skizofrenia)
sementara orang lain tidak, secara umum dan sederhana kejadian tersebut dapat
diterangkan dengan rumus (I + S => R , Dimana) :
I : Individu, yaitu seseorang yang sudah mempunyai bakat-bakat tertentu. Kepribadian
yang rentan ataupun factor genetic; yang kesemuanya itu merupakan factor
predisposisi yaitu kecenderungan untuk menjadi sakit.
S : Situasi. Yaitu suatu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu yang
bersangkutan misalnya stressor psikososial.
R : Reaksi. Yaitu respon dari individu yang bersangkutan setelah mengalami situasi
yang tidak mengenakan (tekanan mental) sehingga ia mengalami frustasi yang pada
gilirannya akan menjadi sakit.
Tidak semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga
ada orang yang jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam yang selanjutnya yang
bersangkutan akan menarik diri, melamun, hidup dalam dunianya sendiri yang lama-
kelamaan timbullah gejala-gejala berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham
dan GOR.

Faktor biologis, Faktor Psikodinamik, Individu(I), Faktor Psikososial (S)

Koping yang tidak efektif/Mekanisme pertahanan diri (-)

Respon maladaptive (R)


Konsep diri (-)

Individu jatuh dlm frustasi yang mendalam

Isos HDR

Kronis

Skizofrenia

Waham Halusinasi GOR

a. Kerusakan komunikasi verbal


b. Defisit Perawatan Diri,
c. Resti PK, KKV dan
d. Resti Mencederai Diri dan lingkungan

(Stuart dan Sunden, 2008)

I. Diagnosa keperawatan utama


Perubahan isi pikir : waham
J. Fokus intervensi keperawatan
1. Mandiri
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah.
g. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harag diri rendah.
2) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
2. Modalitas
Strategi pelaksanaan
3. Kolaboratif
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di BPK RSJ Propinsi Bali
dan klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga
yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2009, hal 213-232)
a. Farmakoterapi
1) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia
yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi 
d. Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke
masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul
dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti
therapy modalitas yang terdiri dari :
1) Therapy aktivitas
a) Therapy music
Focus : mendengar,memainkan alat musik, bernyanyi.
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.
b) Therapy seni
Focus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
c) Therapy menari
Focus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh.
d) Therapy relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok.
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif,
meningkatkan partisipasi dan kesenanga klien dalam kehidupan.
2) Therapy social
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
3) Therapy kelompok
Group therapy (therapy kelompok)
a) Therapy group (kelompok terapiutik)
b) Adjunctive group activity therapy (therapy aktivitas kelompok)
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2009. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC : Jakarta
Keliat, Budi Anna dkk. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.Jakarta: EGC
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika
Nurjannah (2009), Buku Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa edisi 2 Moco Media
Stuart dan Sundeen . 2008 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Suliswati (2010),  Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC  ; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai