Anda di halaman 1dari 3

SEJARAH GEREJA SAMPAH

SEJARAH

Pada abad 10M, Mesir berada di bawah kekuasaan Kekhalifahan dari sekte Fatimiyah yang
menyebarkan agama baru, Islam, di Mesir dimana penduduknya waktu itu beragama Kristen Koptik
dengan pusat keagamaan (Patriak) berada di Alexandria dan dipimpin oleh Patriak (sejajar dengan
posisi Paus di Vatican, Roma) bernama Abraam

Khalifah Fatimiyah pertama yang memimpin bernama Al-Muizz. Khalifah ini sedang memperbesar
kekuasannya dengan mambangun sebuah kota baru di tanah Mesir dan Khalifah ini juga senang
mengundang agama-agama lain yang ada di Mesir untuk berdebat, dan Khalifah orang yang sangat
fair dan sangat menghargai ajaran agama-agama lain seperti Kristen dan Yahudi.

Ada orang yang tidak senang dengan kedatangan Khalifah yaitu Ibnu Killis. Sebelum Mesir jatuh ke
tangan Khalifah, jabatan Ibnu Killis saat itu adalah sebagai Gubernur. Namun dengan datangnya
Khalifah menguasai Mesir, maka Ibnu Killis pun mencoba untuk menyelamatkan diri dan jabatannya,
dengan cara ikut membantu melancarkan dan menyukseskan proses penguasaan Mesir ke tangan
Khalifah. Bahkan untuk merebut hati sang Khalifah, dia tidak segan-segan merubah kepercayaannya
dari seorang pengikut Kristus (Kristen Koptik) menjadi seorang Muslim.

Ibnu Killis memberi tahu kepada Khalifah bahwa ada ayat di kitab orang Kristen di Perjanjian Baru
Injil Matius 17:20 yang berbunyi : ‘Ia berkata kepada mereka: “Karena kamu kurang percaya. Sebab
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja
kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, –maka gunung ini akan
pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu’.

Sang Khalifah memanggil Patriak Abraam bin Zara untuk meminta konfirmasi atas ayat tersebut.
Patriak datang dan membenarkan adanya ayat tersebut seperti yang tertulis dalam injil Matius 17:20
pada Alkitab Perjanjian Baru. Lalu sang Khalifah meminta kepada Patriak untuk membuktikan
kebenaran ajaran iman Kristen seperti apa yang tertulis dalam ayat tersebut. Apabila tidak berhasil
membuktikannya sesuai dengan apa yang tertulis pada ayat tersebut, maka seluruh umat Kristiani di
Mesir akan mendapatkan 3 macam ultimatum yaitu: pertama, seluruh umat Kristiani di Mesir harus
meninggalkan ajaran Iman Kristennya dan berpindah agama sebagai pemeluk agama Islam; kedua,
apabila tetap mempertahankan keimanan Kristennya, maka umat Kristen harus berpindah keluar
dari tanah Mesir ke daerah/ negara lainnya; ketiga, apabila (1) dan (2) tidak dipenuhi, maka umat
Kristen akan langsung berhadapan dengan pedang! Ini sama artinya dengan kematian bagi orang-
orang Kristen Koptik!

Sang Patriak langsung berdoa dan meminta kepada TUHAN untuk membimbingnya dalam
menghadapi masalah tersebut. Setelah selesai berdoa, sang Patriak kemudian meminta waktu tiga
hari untuk menjawab sekaligus membuktikan kepada sang Khalifah atas kebenaran ajaran Iman
Kristen.

Sang Patriak lalu bergegas meninggalkan sang Khalifah dan pergi ke Gereja Al-Mu’allaqah/ Gereja
Gantung (Hanging Curch) di Babylon (sekitar daerah kota Kairo lama). Gereja ini dipercaya sebagai
tempat tinggal Keluarga Kudus selama pelarian mereka ke tanah Mesir dari kejaran Herodes (Matius
2:13-14, 19).Patriak kemudian mengumpulkan para Uskup, pembantu Uskup, dan para biarawan,
serta menyerukan kepada seluruh umat kristiani di Mesir untuk mulai saat itu juga berdoa dan
berpuasa selama 3 hari ke depan. “Kita harus berdoa dan berpuasa selama tiga hari ini agar supaya
Tuhan memberikan ampunan dalam kemegahan-Nya dan memberikan petunjuk-Nya untuk
menghadapi masalah ini”.

Tepat saat fajar mulai menampakkan sinarnya di ufuk Timur pada hari ketiga, yaitu hari yang
dijanjikan Patriak untuk menjawab permintaan sang Khalifah, Patriach Abraam bin Zara
mendapatkan mimpi berjumpa dengan Bunda Maria yang menyarankan untuk menemui seseorang
di dekat jembatan besi. Patriak bergegas menjumpai orang tersebut yang ternyata adalah seorang
yang cacat mata (hanya tinggal satu mata saja yang masih bisa digunakan) bernama Simon, profesi
Simon saat itu adalah penjemur kulit binatang di perusahaan penyamakan kulit.

Simon terkejut atas mimpi Patriak Abraam bin Zara yang justru menyatakan bahwa dari dirinyalah
“jawaban atas persoalan hidup matinya orang-orang Kristen Koptik Mesir ditentukan”. Padahal dia
sendiri berpendapat bahwa dirinya adalah orang yang tidak layak dihadapan Tuhan karena
banyaknya dosa yang telah dia lakukan dalam seluruh kehidupannya. Namun sang Patriak tetap
bersikukuh atas pesan yang dia dapatkan tersebut, sehingga akhirnya Simon luruh hatinya. Kejadian
yang aneh tiba-tiba terjadi pada diri Simon yang seolah-olah mendapatkan jawaban dari sorga
tentang persoalan tersebut. Simon kemudian meminta syarat kepada sang Patriak agar apa yang
sudah terjadi saat itu, tidak boleh diketahui oleh siapapun selama masa hidupnya. Sang Patriak
menyetujui syarat yang diminta Simon.

Patriak lalu memberitahu sang Khalifah bahwa dia telah siap menjawab permintaan sang Khalifah
dan mengundang Khalifah untuk pergi ke sisi timur dari gunung Muqattam. Patriak membawa serta
seluruh bawahannya serta seluruh jemaat (termasuk sant.Simon sang penjemur kulit) berjalan ke
arah gunung tersebut, sementara sang Khalifah berangkat bersama beberapa pembantu terdekatnya
termasuk Ibnu Killis, Moses rekannya orang Yahudi, serta Ibnu Mina dan seluruh prajuritnya
bergerak ke arah sisi lain gunung menempati posisi yang saling berhadapan dengan rombongan sang
Patriak.

Setelah semua kelompok sudah berada pada posisi masing-masing, sang Patriak memulai upacara
keagamaan diawali dengan sakramen kudus, lalu berkumandanglah “KYRIE ELEISON… KYRIE
ELEISON…!” ( TUHAN kasihanilah kami… TUHAN kasihanilah kami…!) berkali-kali yang diserukan
dengan keyakinan iman yang penuh dan teguh! Begitu kuatnya keyakinan para pengikut Kristus
sehingga sanggup menghadirkan suasana yang begitu kudus.

Setelah 400 kali ‘Kyrie Eleison’ dikumandangkan ( 100 kali menghadap timur, 100 kali mengadap
barat, 100 kali menghadap utara dan 100 kali menghadap selatan ), suasana hening kembali untuk
beberapa saat, lalu seluruh umat Kristus melakukan sujud sejenak kemudian bangkit berdiri dan sang
Patriak memberikan tanda salib ke arah gunung. Pada saat itulah keajaiban terjadi! Gunung tiba-tiba
bergerak terangkat dari permukaan tanah sehingga sinar matahari bisa terlihat dari celah-celah
antara dasar gunung yang terangkat tersebut dengan permukaan tanah! Kemudian mereka berdoa
terus….. dan pegunungan timur Mokattam berpindah kesebelah barat dengan jarak 3 kilo meter dari
Kota Cairo.

Sang Khalifah dan para pengikutnya menjadi terbelalak, takjub, dan sangat ketakutan menyaksikan
keajaiban yang sedang berlangsung tersebut. Sang Khalifah langsung berteriak sekuat tenaga
mengucapkan ‘Allah Maha Besar; Puji syukur atas namaNya’ dan langsung pergi menuju tempat
Patriak dan umat Kristus, meminta Patriak untuk menghentikan apa yang sedang Patriak dan umat
Kristus lakukan, karena kuatir terhadap kota yang sedang dibangun akan hancur total akibat
goncangan gempa yang ditimbulkannya.

Setelah semuanya kembali tenang, sang Khalifah kemudian mengaku ke Patriak Abraam: “Anda
sudah membuktikan kebenaran Iman Kristen Anda!”. Setelah itu, Khalifah dihinggapi dengan rasa
takut dan memeluk hangat Patriak Abraam dan ini adalah awal baru bagi persahabatan yang baik di
antara mereka.

Setelah Khalifa ini melihat mujizat Tuhan maka ia merasa bahwa pekerjaannya yang ia geluti selama
ini tidak ada artinya dihadapan Tuhan, akhirnya ia menyerahkan dirinya untuk mengikuti Tuhan,
kemudian hari berikutnya dia dibaptis menjadi orang kristen dan namanya berubah menjadi
Stefanus. Untuk menghindari protes orang lain maka Stefanus pindah ke padang gurun. Cerita ini
telah tercatat dalam sejarah bangsa Mesir dan bahkan menceritakan mengapa sampai Khalifa
pindah ke padang gurun dan sampai mati melayani Tuhan.

Khalifa yang menjadi Stefanus dikuburkan di antara jalan Cairo dan Alexandria yang lokasinya
disebut Aldi Allmakrun tetapi ada juga yang mengatakan bahwa tulang belulangnya dipindahkan ke
Gereja Gantung / Al-Mu’allaqah (Hanging Curch) di Babylon (sekitar daerah kota Kairo lama) tetapi
tidak ada dokumen yang menceritakan dengan jelas atas kejadian ini.

Menakjubkan bukan ?

Ada sebuah gunung yang bernama gunung Mokattam di Mesir yang bisa berpindah posisinya sejauh
3 km . Sebab tidak ada yang mustahil bagi orang percaya ! Amin.

Mukjizat ini dicatat oleh seorang saksi mata dan pelaku peristiwa itu, yaitu Anba Saweris Al-Muqaffa’
dalam bukunya ‫تاريخ بطاركة كنيسة اإلسكندرية القبطية‬

Tarikh Al-Bathrikiyyah al-Kanisah al-Iskandariya al-Qibhtiya” (Sejarah Kepatriarkhan Gereja Koptik


Alexandria)

Anda mungkin juga menyukai